Hubungan antara kondisi saliva (volume, laju aliran, kapasitas buffer, pH) dengan pengan karies pada anak sindrom Down usia 12-18 tahun di SLB-C Kota Medan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sindrom Down
Sindrom Down merupakan kelainan genetik yang disebabkan oleh
pembelahan sel yang abnormal dan menghasilkan materi genetik ekstra dari
kromosom 21.1-5 Sindrom Down dinama oleh seorang dokter British yaitu, John
Langdon Haydon Down, orang pertama yang mengemukakan sindrom Down adalah
sejenis kelainan genetik.1,3 Kondisi tersebut selanjutnya diidentifikasi sebagai
kromosom trisomi 21 oleh Jérôme Lejeune pada tahun 1959.1,3 Trisomi kromosom 21
disebabkan oleh non disjunction, dimana materi genetik gagal untuk dipisahkan
selama pembentukan gamet sehingga terjadinya tambahan kromosom.1-3 Sindrom
Down ini telah mempengaruhi sekitar 1 dari 600-700 kelahiran hidup secara global.2
Setiap tahun kira-kira ada 3000 sampai 5000 orang anak yang lahir dengan kelainan
ini.2

Gambar 1. Kromosom pada sindrom Down1
Beberapa teori telah menyatakan bahwa abnormalitas hormon, sinar-X,
infeksi virus, masalah imunologi, kecenderungan genetik, dan ketidakseimbangan
enzim mungkin adalah faktor penyebab kelahiran anak sindrom Down. Selain itu,


Universitas Sumatera Utara

usia ibu hamil yang lebih dari 35 tahun mempunyai risiko yang lebih tinggi dalam
melahirkan anak sindrom Down.10

2.2 Kondisi Fisik dan Sistemik pada Anak Sindrom Down
Anak sindrom Down mempunyai beberapa penampilan fisik yang khusus
seperti profil yang datar, fisura palpebral yang miring, lipatan epikantus, hidungnya
datar, nuchal flat pad,dan kepala pendek, mulut mereka kecil, mata miring ke atas,
ruang besar antara jari kaki yang pertama dan kedua (sandal gap).1-13 Mereka juga
mempunyai tangan yang luas dengan jari-jari yang pendek. Anak sindrom Down akan
mempunyai rata-rata berat badan dan tinggi badan yang lebih rendah pada waktu
lahir.10,12

Gambar 2. Karateristik fasial anak sindrom Down9
Manifestasi sistemik yang terdapat dalam sindrom Down adalah seperti,
obstruksi saluran pencernaan,hipotonia otot, leukemia, infeksi pernafasan, congenital
heart defect, gangguan imunologi, hipotiroidisme dan kelainan mata.1,3,10-13

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3. Keadaan tubuh anak sindrom Down10
Anak sindrom Down biasanya mempunyai perkembangan mental yang
tertunda dan memiliki derajat disabilitas belajar bervariasi berdasarkan masingmasing individual.12 Anak sindrom Down dapat dibagikan berdasarkan tingkat
retardasi mental. Retardasi mental dikatakan adalah terkait dengan keterbatasan
dalam belajar dan ketidakmampuan untuk berkomunikasi, dan memiliki efek yang
sangat berpengaruh pada kemampuan seorang anak untuk belajar bicara.14
Penggolongan tingkat retardasi mental berdasarkan pada hasil pengukuran
inteligensi. Tes inteligensi digunakan untuk mengukur kemungkinan keberhasilan
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan formal di sekolah. Sindrom Down dapat
didiagnosa dan dibagi atas 5 level intelektual dibawah rata-rata sebagai berikut:14
1. Mild Mental Retardation
Anak golongan ini akan memiliki tingkat IQ antara 50-70. Mereka masih bisa
berkembang, menjadi mandiri seperti makan atau berpakaian sendiri dengan bantuan
minimal dari orang lain. Mereka mampu berbicara yang dimengerti dengan baik oleh
orang lain, menulis kata-kata sederhana, dan mampu bergaul dengan baik. Terkadang
mereka mampu beradaptasi dengan sekolah biasa walaupun lambat laun akan sedikit
mengalami ketinggalan dibandingkan teman sekelasnya. Anak dengan level IQ ini
mampu lulus SMA hingga bekerja pada sektor perkerjaan tidak terlatih maupun semiterlatih.14


Universitas Sumatera Utara

2. Moderate Mental Retardation
Sindrom Down golongan ini mempunyai tingkat IQ antara 40- 55. Mereka
memiliki keterlambatan perkembangan kemampuan berbahasa, seperti hanya mampu
menggunakan 4-10 kata saja pada usia 3 tahun. Anak golongan ini tidak mampu
beradaptasi dengan sekolah biasa, sehingga perlu dimasukkan ke sekolah khusus
untuk kelancaran proses pembelajaran akademiknya. Ketika dewasa, mereka tidak
bisa diperbolehkan melakukan aktivitas harian seperti berbelanja atau memasak tanpa
didampingi.14
3. Severe Mental Retardation
Golongan ini biasanya memiliki tingkat IQ dari 20-40. Mereka memiliki kosa
kata yang sangat terbatas dan hanya mampu berbicara sebatas 2-3 kalimat. Demikian
juga dengan kemampuan motorik yang cukup lemah, sehingga tidak bisa bermain
dengan mainan mereka ketika kecil. Saat beranjak dewasa, mereka hanya mampu
berpakaian sendiri dengan jenis pakaian yang sederhana dan hanya sebagian dari
mereka yang bisa bekerja pada bidang pekerjaan yang tidak terlatih.14
4. Profound Mental Retardation
Golongan ini biasanya memiliki tingkat IQ yang kurang dari 20. Mereka harus
didampingi penuh dalam setiap aktivitasnya. Anak golongan ini mampu makan

sendiri dengan sendok tetapi tidak dengan garpu atau pisau. Ketika dewasa, mereka
hanya mampu menguasai 300-400 kosa kata. Kemampuan berinteraksi yang kurang
pada anak sindrom Down menyebabkan mereka cenderung tidak bersosialisasi
dengan baik tetapi mereka masih mampu mengerti perkataan berupa kalimat-kalimat
perintah yang sederhana.14
5. Mental Retardation, Severity Unspecified
Golongan ini diyakini kuat memiliki kriteria adanya retardasi mental, tetapi
intelegensianya tidak dapat ditentukan berdasarkan tes standar. Pembagian ini
dilakukan berdasarkan hasil tes IQ yang diberikan kepada anak. Klasifikasi ini
berguna untuk menentukan sekolah atau kelas mana yang sesuai ditempati oleh anak
agar mampu menyerap materi pembelajaran dengan baik sesuai kemampuannya tanpa
berasa tertinggal dibanding teman-temannya.14

Universitas Sumatera Utara

2.3 Keadaan Rongga Mulut pada Anak Sindrom Down
Anak sindrom Down mempunyai maksila dan mandibula yang lebih sempit
dibandingkan dengan anak yang normal, dan hal ini menyebabkan lidah pada anak
sindrom Down akan tampak lebih besar (makroglosia).3 Retardasi mental pada anak
sindrom Down menyulitkan mereka untuk menjaga oral hygiene.3 Anak sindrom

Down mempunyai fissured tongue dan cleft palate.3,6 Masalah yang sering terjadi
pada anak sindrom Down adalah maloklusi, anomali pada gigi sebagai contohnya
tidak ada benih gigi, erupsi gigi tertunda, dan penyakit periodontal.3,6,7
Beberapa penelitian menyatakan anak sindrom Down telah menunjukkan
prevalensi karies yang rendah dan hal ini disebabkan oleh kondisi saliva mereka.4,5,7
Karakteristik yang lain pada anak sindrom Down adalah drooling, yaitu kondisi
sekresi saliva yang kelebihan. Produksi saliva yang lebih ini dapat menyebabkan
ketidaknyaman.3

2.4 Karies Gigi
Karies gigi didefinisikan sebagai penyakit mikrobiologis struktur keras gigi,
penyakit multifaktorial dimana ada interaksi dari empat faktor utama yaitu, host,
mikroorganisme, waktu dan substrat.15 Faktor-faktor tersebut berinteraksi dalam
periode waktu tertentu dan menyebabkan ketidakseimbangan dalam demineralisasi
serta remineralisasi antara permukaan gigi dan lapisan plak.15,16
Terjadinya karies

gigi

disebabkan oleh


Streptococcus

mutans

dan

Streptococcus sobrinus species dan lactobacilli yang hidup dalam plak biofilm yang

menempel pada permukaan gigi. Bakteri ini akan menghasilkan asam dalam proses
metabolisme menfermentasi karbohidrat (gula dan starch).15,16 Asam yang diproduksi
akan menyebabkan perubahan pH plak biofilm.16 Pada saat istirahat, pH biofilm
biasanya adalah netral. Pada saat fermentasi karbohidrat terjadi, pH biofilm plak akan
menurun dengan cepat dan akan menciptakan lingkungan yang asam. Asam ini
kemudian akan berdifusi ke gigi untuk melarutkan kalsium dan fosfat mineral
(carbonated hydroxyapatite). Proses ini disebut sebagai demineralisasi.16

Universitas Sumatera Utara

Pada saat konsumsi karbohidrat berhenti, pH secara bertahap akan kembali ke

netral dalam 30-60 menit. Saliva memainkan peranan yang penting dalam proses
netralisasi asam dan mengandung mineral dan protein yang dapat melindungi gigi.
Mineral dalam saliva dan mineral yang terlarut dari gigi akan deposit kembali sisasisa kristal yang ada pada gigi. Proses deposisi mineral ke daerah yang mengalami
demineralisasi disebut remineralisasi, yang memperbaiki lesi karies awal.16
Mineral saliva memungkinkan host untuk memperbaiki daerah yang
mengalami demineralisasi. Sekiranya laju aliran saliva seseorang itu rendah,
frekuensi mengonsumsi karbohidrat tinggi, tingkat asam yang diproduksi oleh bakteri
tinggi sehingga mineral gigi yang hilang akan sulit mengalami remineralisasi
disebabkan oleh serangan asam yang terlalu besar.16

2.4.1 Etiologi Karies gigi
Etiologi terjadinya proses karies gigi dipengaruhi oleh 4 faktor utama, yaitu
host, bakteri, substrat, dan waktu.15

Gambar 4. Empat lingkaran faktor karies gigi15

Universitas Sumatera Utara

2.4.2 Faktor Host
Faktor utama host berupa morfologi dan anatomi gigi serta saliva. Faktor

risiko host yang akan menyebabkan karies adalah berkurangnya saliva di rongga
mulut dan morfologi gigi (ukuran, bentuk permukaan, kedalaman fossa, dan fisura).
Fitur morfologi gigi yang mungkin mempengaruhi adalah kehadiran pit fisura yang
dalam dan sempit. Akumulasi sisa-sisa makanan, bakteri dan debris pada fisura
tersebut adalah sulit dibersihkan dan akan mengarah ke perkembangan karies.15,16
Saliva memiliki peranan yang penting dalam perkembangan karies atau
pencegahannya. Perubahan dalam kuantitas dan kualitas saliva memiliki efek pada
lingkungan rongga mulut. Saliva mempunyai efek netralisasi dan buffering yang
dapat mengurangi potensi kariogenik makanan. Laju aliran saliva dapat
mempengaruhi kerentanan atau ketahanan karies.17-19

2.4.3 Faktor Mikroorganisme
Rongga mulut merupakan tempat pertumbuhan berbagai bakteri termasuk
bakteri yang merupakan flora normal tetapi apabila terdapat sisa makanan yang
melekat terus menerus pada gigi akan terjadi penumpukan plak. Plak adalah suatu
lapisan lunak terdiri dari kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas
matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak
dibersihkan.16
Bakteri kariogenik utama penyebab karies adalah Streptococcus mutans dan
Streptococcus sobrinus yang merupakan bakteri patogen, dapat berkolonisasi di


permukaan gigi dan menghasilkan asam dengan menfermentasi karbohidrat (substrat)
lalu mengakibatkan penurunan pH rongga mulut, yang akan menyebabkan
demineralisasi enamel.15,16 Lactobacillus acidophilus dan mikroorganisme lain yang
bersifat kariogenik di plak atau di lesi karies mungkin mempunyai kemampuan untuk
menghasilkan karies sendiri, atau mungkin dapat bertindak secara sinergis dengan
Streptococcus mutans pada inisiasi karies.15,16

Universitas Sumatera Utara

2.4.4 Faktor Substrat
Diet berfungsi sebagai substrat difermentasi oleh mikroflora plak, yang dapat
membentuk asam organik, sehingga meningkatkan demineralisasi struktur gigi dan
mempengaruhi

perkembangan

karies.

Faktor


substrat

dapat

mempengaruhi

pembentukan plak karena membantu perkembangan dan kolonisasi mikroorganisme
yang ada pada permukaan enamel.16
Sisa makanan termasuk golongan karbohidrat (sukrosa, fruktosa, dan glukosa)
apabila melekat terus pada gigi, akan difermentasi oleh bakteri menjadi asam. Pada
saat rongga mulut adalah dalam kondisi asam (pH 5,5) maka mineral kalsium dan
fosfat pada enamel gigi akan terlepas dari gigi lalu gigi menjadi rapuh dan akhirnya
terbentuk karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang banyak mengonsumsi
karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya
pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit
atau tidak mempunyai karies gigi dan ini membuktikan bahwa Streptococcus mutans
akan memetabolisme semua jenis karbohidrat yang akhirnya meningkatkan risiko
karies.16
Berdasarkan teori asidogenik atau kemoparasitik, karies gigi dapat terjadi

apabila makanan mengandung karbohidrat. Bakteri dalam plak akan memetabolisme
gula dalam makanan dan menghasilkan asam yang dapat melarutkan struktur enamel
gigi. Sukrosa adalah paling kariogenik dari semua gula.15

2.4.5 Faktor Waktu
Faktor waktu juga menentukan terjadinya karies dimana ketiga faktor diatas
apabila dalam waktu yang lama dan saling berinteraksi, maka akan terjadi karies.
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis yang berkembang dalam
waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk
berkembang menjadi sebuah kavitas cukup bervariasi.15

Universitas Sumatera Utara

2.4.6 Indeks Karies
Indeks karies adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan
suatu golongan/ kelompok terhadap karies gigi. Ukuran-ukuran ini dapat digunakan
untuk mengukur derajat keparahan karies gigi mulai dari yang ringan sampai berat.
Beberapa indeks karies yang biasa digunakan seperti Klein dan indeks WHO, namun
kebelakangan ini diperkenalkan indeks Significant Caries (SiC) untuk melengkapi
indeks WHO sebelumnya. Pada penelitian ini akan digunakan indeks DMFT WHO.
Indeks WHO bertujuan untuk menggambarkan pengalaman karies seseorang
atau suatu populasi. Semua gigi diperiksa kecuali gigi molar tiga karena biasanya gigi
tersebut sudah dicabut dan kadang-kadang tidak berfungsi. Indeks ini dibedakan atas
indeks DMFT yang digunakan untuk gigi permanen pada orang dewasa dan deft
untuk gigi sulung pada anak-anak. Pemeriksaan harus dilakukan dengan kaca mulut
datar.

2.5 Karies Gigi pada Anak Sindrom Down
Sebuah studi case-control yang melibatkan anak sindrom Down telah
menyatakan prevalensi karies pada anak sindrom Down lebih rendah dibandingkan
oleh anak normal dan hal ini dikatakan disebabkan erupsi gigi tertunda, mikrodonsia
dan diastema. Kondisi gigi ini secara teoritis mengurangi risiko karies dengan
mengurangi kemungkinan makanan terperangkap antara gigi. Prevalensi karies gigi
juga dipengaruhi oleh kondisi saliva.4,5,7

2.6 Saliva
Saliva adalah cairan berair jernih diproduksi oleh beberapa kelenjar di daerah
mulut. Saliva merupakan sekresi eksokrin yang terdiri dari 99% air, yang
mengandung berbagai elektrolit (natrium, kalium, kalsium, klorida, magnesium,
bikarbonat, fosfat) dan protein diwakili dengan enzim, antimikrobial imunoglobulin
dan antimikroba, glikoprotein mukosal, albumin dan beberapa polipeptida
oligopeptida yang penting untuk kesehatan rongga mulut.20 Kelenjar yang
memproduksikan saliva adalah kelenjar sublingual, kelenjar parotid dan kelenjar

Universitas Sumatera Utara

submandibular.20 Sembilan puluh persen saliva adalah diproduksi oleh 3 pasang
kelenjar mayor yaitu: parotid, submandibular, dan sublingual. Kelanjar parotis
memproduksi 60-65% saliva yang bersifat serous yang mengandung amilase, kelenjar
submandibula mensekresikan 20-30% saliva yang bersifat musin, dan kelenjar
sublingual yang berukuran terkecil memproduksi saliva yang bersifat viscous dan
kental.20

Gambar 5. Kelenjar-kelenjar saliva19
2.6.1 Fungsi Saliva
Fungsi saliva dapat dikategorikan kepada 5 untuk menjaga kesehatan rongga
mulut dan keseimbangan ekologis, yaitu: pencernaan, lubrikasi dan cleansing,
menjaga intergritas enamel, antibakterial, dan rasa.19-21 Saliva telah memainkan
peranan yang penting dalam sistem pencernaan. Musin dari saliva dapat menfasilitasi
pengunyahan dan penelanan makanan dengan melumas makanan, dan menghasilkan
satu lapisan serous pada mukosa rongga mulut agar tidak mengalami dehirasi. Enzim
amilase saliva membantu dalam pencernaan karbohidrat (starch).20,21
Saliva mengandung zat antibakteri seperti lysozyme, imunoglobulin A (IgA),
yang dapat menyerang mikroorganisme seperti bakteri yang hadir pada makanan,
dengan menghidrolisis dan memecahkan dinding selular bakteri.20,21 Saliva juga
memainkan peranan yang penting dalam mempertahankan integritas enamel gigi
maupun secara fisikal atau kimiawi dengan modulasi remineralisasi dan

Universitas Sumatera Utara

demineralisasi. Faktor utama untuk mengendalikan stabilitas enamel hydroxyapatite
adalah konsentrasi kalsium, fosfat, fluoride dan pH dalam saliva.20,21,22

2.6.2 Komposisi Saliva
Komposisi saliva mengandung 99% air. Saliva mengandung konstituen
organik dan anorganik. Konstituen organik adalah enzim ptyalin atau amilase saliva
yang disekresi oleh kelenjar parotid.20 Konstituen organik yang lain adalah lipase
lingual, yaitu enzim yang bekerja pada trigliserida. Musin merupakan glikoprotein
yang disekresi utama dari kelenjar sublingual dan sebagian kecil dari kelenjar
submandibular. Musin berfungsi dalam mempertahankan viskositas saliva dan
membantu dalam pelumasan makanan. Ion- ion yang termasuk dalam konstituen
anorganik pada saliva adalah: Na+, K+, Ca++, HCO3- dan Cl-. Saliva juga mengandung
lisozim dan imunoglobulin A (IgA).20-22

2.6.3 Kapasitas Buffer dan pH Saliva
Kapasitas buffer saliva adalah sangat penting dalam mempertahankan pH
saliva dan memainkan peranan yang penting dalam remineralisasi. Kapasitas buffer
saliva pada dasarnya adalah tergantung pada konsentrasi bikarbonat, dan berkorelasi
dengan laju aliran saliva. Kapasitas buffer dapat mencegah kolonisasi oleh
mikroorganisme patogen. Buffer saliva juga dapat menetralkan asam yang dihasilkan
oleh mikroorganisme yang bersifat asam, sehingga dapat mencegah enamel
demineralisasi.19,20
Kapasitas buffer saliva sebagian besar adalah disediakan oleh bikarbonat,
dihidrogen dan hidrogen fosfat, dan protein. Konsentrasi ion bikarbonat dalam saliva
pada keadaan istirahat mendekati 1 mmol/l dan meningkat sampai lebih dari 50
mmol/l saat distimulasi. Peningkatan konsentrasi ion bikarbonat menyebabkan
peningkatan pH.20 Peningkatan laju aliran saliva dapat menyebabkan peningkatan
konsentrasi urea dan elektrolit seperti Na+, Cl-, Ca2+, PO43-, OH- dan HCO-3. Ion
bikarbonat dapat menyebabkan peningkatan pada pH dan merupakan prinsip sistem

Universitas Sumatera Utara

buffer dalam saliva. Kapasitas buffer dapat diperiksa dengan menggunakan tes buffer
strip.21,22
pH saliva bergantung pada laju aliran saliva, jika laju aliran saliva itu tinggi,
salivanya akan bersifat basa dan mencapai pH dari 7,5- 8,0.20 pH saliva adalah
hampir netral yaitu dengan pH = 7, dan saliva mengandung HCO3, yang dapat
menetralkan zat asam yang ada dalam rongga mulut.20-22 Sedikit peningkatan pH dan
kapasitas buffer akan menfasilitasi remineralisasi serta beberapa pengaruh lain
terhadap flora rongga mulut. Secara spesifik, keadaan ini akan mengontrol
peningkatan jumlah mikroorganisme, khususnya Streptococcus mutans yang
kariogenik serta Candida albicans.21

2.6.4 Volume dan Laju Aliran Saliva
Produksi saliva yang tinggi dapat meningkatkan laju aliran saliva, kapasitas
buffer saliva dan pH, dan konsentrasi mineral pada jaringan keras.20 Rata-rata volume
produksi saliva yang normal pada seseorang itu sekitar 1-1,5 liter sehari, pada waktu
tidur volume saliva yang paling banyak adalah 0,1ml/menit dan saat tidak ada
stimulasi volumenya sekitar 0,3 ml/menit. Pada waktu stimulasi, volume akan
meningkat menjadi 4 ml/menit.20,23 Sialometri digunakan untuk mengukur disfungsi
saliva, dan sialometri melibatkan pengukuran unstimulated dan stimulated produksi
saliva dengan koleksi saliva dalam collection cup dalam jangka waktu 5 menit.
Normal volume yang dikoleksi dalam 5 menit untuk unstimulated adalah 1,5- 2,5 ml
dan stimulated adalah 5-10 mL. Pada penelitian ini akan digunakan unstimulated.20,23
Laju aliran normal saliva memberikan efek protektif yang kuat terhadap karies
gigi. Laju aliran normal untuk unstimulated adalah dalam 0,3 -0,5 mL/ menit dan 1-2
mL/menit untuk stimulated.20,23 Faktor-faktor yang mempengaruhi laju aliran saliva
yang distimulasi adalah stimulus alami, muntah, merokok, ukuran kelenjar, refleks
muntah, stimulus unilateral, dan asupan makanan.20 Laju aliran saliva dapat
mempengaruhi pembersihan saliva terhadap substrat bakteri.

Universitas Sumatera Utara

2.6.5 Kondisi Saliva pada Anak Sindrom Down
Sekresi saliva pada anak sindrom Down tidak jauh berbeda dibanding dengan
anak normal tapi anak sindrom Down sering mempunyai masalah drooling karena
mereka mempunyai mulut yang kecil dan mereka cenderung menjulurkan lidah.3 Laju
aliran saliva erat hubungannya dengan viskositas saliva. Viskositas saliva yang lebih
tinggi akan menurunkan laju aliran saliva, sehingga didapatkan penumpukan sisa-sisa
makanan yang akhirnya dapat menyebabkan karies.20
Konsentrasi kalsium, fosforus dan magnesium pada anak sindrom Down tidak
menunjukkan perbedaan jika dibandingkan dengan anak yang normal.7 Konsentrasi
bikarbonat ion dari saliva dapat membuat pH saliva yang lebih basa.4,7 Pada
konsentrasi protein dan sodium, anak sindrom Down mempunyai konsentrasi yang
lebih tinggi.4 Protein dalam saliva berkontribusi terhadap lubrikasi mukosa,
remineralisasi gigi dan buffering. Kapasitas buffer dan pH pada anak sindrom Down
juga dikatakan lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang yang normal.21
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Raurale dkk, dikatakan anak sindrom
Down memiliki kapasitas buffer yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak normal
dan ini akan menyebabkan prevalensi karies gigi mereka rendah karena sistem buffer
ini adalah untuk memfasilitasi proses netralisasi asam yang diproduksi oleh bakteri
dalam rongga mulut ini dikatakan salah satu penyebab dapat menurunkan prevalensi
karies gigi.7
Anak sindrom Down menunjukkan prevalensi karies yang rendah dan hal ini
karena konsentrasi salivary Streptococcus mutans-specific IgA dalam saliva mereka
adalah lebih tinggi dibandingkan kepada anak yang sehat.5 Salivary IgA berfungsi
untuk mencegah bakteri Streptococcus mutans melekat pada permukaan gigi dan hal
ini dapat menurunkan kolonisasi bakteri sehingga dapat mencegah karies gigi.5,20

Universitas Sumatera Utara

2.7 Kerangka Teori

Anak Sindrom Down

Keadaan Rongga
Mulut

Keadaan Fisik

Kondisi
Saliva

Keadaan
Gigi

Status Karies






pH Saliva
Kapasitas
Buffer
Saliva
Volume
Saliva
Laju Aliran
Saliva

Universitas Sumatera Utara

2.8 Kerangka Konsep



Saliva

Keadaan Rongga
Mulut Anak Sindrom
Down




Gigi

Volume
Saliva
Laju
Aliran
Saliva
Kapasitas
Buffer
Saliva
pH Saliva

Status Karies

Universitas Sumatera Utara