Hubungan Keberadaan Kandang Ternak, Angka Kepadatan Lalat Serta Personal Higiene Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Sukadame Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo Tahun 2016

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diare
2.1.1 Pengertian Diare
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi buang
air besar lebih dari biasanya (>3 kali sehari) disertai dengan perubahan konsistensi
tinja menjadi cair atau lembek, dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja,
2010). Sedangkan menurut Kementarian Kesehatan RI (2011), diare adalah buang
air besar dengan konsistensi tinja cair atau lembek, bahkan dapat berupa air saja
dengan frekuensi lebih dari biasanya (tiga kali atau lebih) dalam satu hari. Pada
feses dapat dijumpai darah, lendir atau pus. Gejala ikutan dapat berupa mual,
muntah, mulas, nyeri abdominal, demam dan tanda-tanda dehidrasi (Zein, 2011).
Penyakit diare dapat menyerang siapa saja, mulai dari anak-anak sampai dengan
orang dewasa, bahkan lansia sekalipun.
2.1.2

Klasifikasi Diare
Menurut Suraatmaja (2010), penyakit diare dapat dikelompokkan menjadi 2

jenis, yaitu diare akut dan diare kronik.
a.


Diare Akut
Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang

sebelumnya sehat. Biasanya diare ini berlangsung selama kurang dari 14 hari .
b.

Diare Kronik
Diare kronik adalah diare yang berlanjut selama 2 minggu atau lebih (>14

hari), dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah selama
masa diare tersebut. Diare kronik kemudian dibagi lagi menjadi beberapa bagian,
antara lain:

Universitas Sumatera Utara

1.

Diare persisten , yaitu diare yang disebabkan oleh infeksi.


2.

Protracted diare, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu (> 14 hari)
dengan tinja cair dan frekuensi 4 kali atau lebih dalam sehari.

3.

Diare intraktabel, merupakan diare yang dalam waktu singkat (misalnya 1-3
bulan) dapat timbul berulang kali.

4.

Prolonged diare, adalah diare yang berlangsung lebih dari 7 hari.

5.

Chronic non Spesific diarrhea, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 3
minggu tetapi tidak disertai gangguan pertumbuhan dan tidak ada tanda-tanda
infeksi maupun malabsorpsi.


2.1.3 Penyebab Diare
Penyebab diare secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi enam
golongan yaitu (Depkes RI, 2007) :
1.

Infeksi
Diare yang disebabkan karena infeksi paling sering ditemui di lapangan.
Proses ini dapat diawali dengan adanya mikroorganisme yang masuk kedalam
saluran

pencernaan

yang

kemudian

berkembang

dalam


usus

dan

mengakibatkan kemampuan fungsi usus menurun. Agen penyebab penyakit
diare karena infeksi, dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :
a)

Bakteri
Bakteri

penyebab penyakit

diare, diantaranya:

Shigella, Salmonella,

Eschericia coli (E coli), Golongan vibrio, Bacilus cereus, Clostridium
perfringens, Staphylococcus aureus, Camphylo bacter, serta aeromonas.
b)


Virus
Selain bakteri, virus juga dapat menyebabkan penyakit diare seperti :
Rotavirus, Norwalk Like, serta Adenovirus. Penyebab utama diare pada balita

Universitas Sumatera Utara

adalah Rotavirus. Rotavirus diperkirakan menyebabkan diare balita sebesar
20%-80% di dunia, serta merupakan penyebab utama kematian balita (Breese
dalam Depkes RI,2007). Penularan Rotavirus terjadi melalui faecal-oral, virus
ini menyebabkan diare cair akut dengan masa inkubasi 24-72 jam, dapat
menyebabkan dehidrasi berat yang berujung pada kematian. Tingginya angka
kematian akibat Rotavirus ini tidak dapat diatasi dengan hanya higiene dan
sanitasi saja.
c) Parasit
Parasit yang dapat menyebabkan diare diantaranya:
1) Protozoa seperti : Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli,
Cryptosporidium.
2) Cacing perut, seperti : Ascaris, Trichuris, Stongloides, dan Blastissistis
huminis.

2.

Malabsorpsi
Merupakan kegagalan usus dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan
tekanan osmotik meningkat kemudian akan terjadi pergeseran air dan elektrolit
ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus, atau dapat diartikan
dengan ketidak mampuan usus menyerap zat-zat makanan tertentu sehingga
menyebabkan diare.

3.

Alergi
Yaitu tubuh tidak tahan terhadap makanan tertentu, seperti alergi terhadap
laktosa yang terkandung dalam susu sapi.

4.

Keracunan
Keracunan yang dapat menyebabkan diare dapat dibedakan menjadi dua yaitu
keracunan dari bahan-bahan kimia, serta keracunan oleh bahan yang


Universitas Sumatera Utara

dikandung dan diproduksi oleh mahluk hidup tertentu (seperti racun yang
dihasilkan oleh jasad renik, algae, ikan, buah-buahan, sayur-sayuran).
5.

Immunodefisiensi
Immunodefisiensi dapat bersifat sementara (misalnya sesudah infeksi virus),
atau bahkan berlangsung lama seperti pada penderita HIV/AIDS. Penurunan
daya tahan tubuh ini menyebabkan seseorang lebih mudah terserang penyakit
termasuk penyakit diare.

6.

Sebab-sebab lain
Berasal dari faktor perilaku, yaitu tidak memberikan ASI, menggunakan botol
susu, tidak bisa menerapkan kebiasaan mencuci tangan, penyimpanan
makanan yang tidak higienis, dan faktor lingkungan, yaitu ketersediaan air
bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan jamban, kebersihan

lingkungan dan pribadi yang buruk.

2.1.4 Gejala dan Tanda Diare
Kejadian diare dapat dilihat dari beberapa gejala dan tanda diare, antara lain
(Widoyono, 2011) :
a)

Gejala umum

1.

Bercak cair atau lembek dan sering, merupakan gejala khas diare.

2.

Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut.

3.

Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare


4.

Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan sulit menurun, apatis, bahkan
gelisah.

b)

Gejala spesifik

1.

Vibrio cholera, ditandai dengan diare hebat, warna tinja seperti cucian beras
dan berbau amis.

Universitas Sumatera Utara

2.

Disenteriform, ditandai dengan tinja yang berlendir dan berdarah.

Menurut Widoyono (2008), diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan :

1.

Dehidrasi (kekurangan cairan)
Tergantung dari persentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat terjadi
ringan, sedang, atau berat.

2.

Gangguan sirkulasi
Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam kurun waktu yang
singkat. Bila kehilangan cairan ini lebih dari 10% berat badan, pasien dapat
mengalami syok atau presyok yang disebabkan oleh berkurangnya volume
darah (hipovolemia).

3.

Gangguan asam-basa (asidosis)
Hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari dalam

tubuh. Sebagai kompensasinya tubuh akan bernapas cepat untuk membantu
meningkatkan pH arteri.

4.

Hipoglikemia (kadar gula darah rendah)
Hipoglikemia sering terjadi pada anak yang sebelumnya mengalami malnutrisi
(kurang gizi). Hipoglikemia dapat mengakibatkan koma. Penyebab yang pasti
belum diketahui, kemungkinan terjadi karena cairan ekstraseluler menjadi
hipotonik dan air masuk ke dalam cairan intraseluler sehingga terjadi edema
otak yang mengakibatkan koma.

5.

Gangguan gizi
Gangguan ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan output yang
berlebihan. Hal ini akan bertambah berat bila pemberian makanan dihentikan,
serta sebelumnya penderita sudah mengalami kekurangan gizi (malnutrisi).

Universitas Sumatera Utara

Derajat dehidrasi akibat diare dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.

Tanpa dehidarsi, biasanya penderita merasa normal, tidak rewel atau gelisah,
masih bisa beraktifitas seperti biasa. Umumnya karena diarenya tidak berat,
penderita masih mau makan dan minum seperti biasa.

2.

Dehidrasi ringan atau sedang, memyebabkan penderita gelisah atau rewel,
mata sedikit cekung, turgor kulit masih kembali dengan cepat jika dicubit.

3.

Dehidrasi berat, penderita apatis (kesadaran berkabut), mata cekung, pada
cubitan kulit turgor kembali lambat, napas cepat, penderita terlihat lemah.

2.1.5

Penularan Penyakit Diare

Penyakit diare dapat terjadi melalui transmisi faecal oral, sumber patogen
berasal dari kotoran manusia atau hewan dan sampai kepada manusia secara tidak
langsung melalui makanan atau minuman. Transmisi dapat terjadi melalui tangan,
lalat, tanah, air permukaan, air tanah, tempat sampah, saluran pembuangan air
limbah, pembuangan tinja hingga makanan dan minuman tercemar tinja. Selain itu
dapat berasal dari muntahan penderita yang mengandung kuman penyebab
penyakit diare (Arif and Ibrahim, 1998 ).
Tinja yang dibuang sembarangan akan mencemari lingkungan (tanah, air), jika
dibuang ketempat terbuka tinja akan dihinggapi lalat, kemudian lalat hinggap pada
makanan/minuman dengan membawa penyakit yang melekat pada anggota
tubuhnya, makanan/minuman yang telah dicemari lalat dikonsumsi oleh manusia,
sehingga penyakitnya masuk melalui mulut manusia. Tangan /kuku yang tidak
bersih setelah berhubungan dengan tinja merupakan sumber penyakit masuk
melalui mulut manusia melalui makanan/minuman (Soemirat, 2007).
Beberapa faktor risiko lain yang berhubungan dengan cara penularan penyakit
diare antara lain (WHO, 2009) :

Universitas Sumatera Utara

a.

Tidak tersedianya air bersih yang memenuhi standar kesehatan.

b.

Air yang tercemar oleh agen penyebab diare.

c.

Pembuangan limbah yang tidak memenuhi syarat kesehatan.

d.

Perilaku yang tidak sehat dan lingkungan yang kurang bersih.

e.

Pengolahan, penyediaan, dan penyajian makanan yang tidak memenuhi
standar kesehatan.
Pencemaran pada makanan dapat terjadi karena:

1) Kontaminasi oleh mikroorganisme, pada saat penggunaan peralatan makan
yang terkontaminasi oleh orang yang terinfeksi, penggunaan bahan pangan
mentah yang terkontaminasi, kontaminasi silang, dan akibat penambahan zat
kimia toksik atau penggunaan bahan pangan yang mengandung toksik dari
alam.
2) Bertahan hidupnya mikroorganisme, akibat pemanasan atau proses pengolahan
makanan yang tidak memadai.
3) Pertumbuhan mikroorganisme akibat refrigerasi yang tidak memadai,
misalnya pendinginan yang tidak memadai atau penyimpanan masakan yang
panasnya tidak memadai.
2.1.6 Epidemiologi Penyakit Diare
Diare merupakan salah satu penyakit dengan angka kesakitan dan kematian
yang tinggi pada balita. Menurut Depkes RI (2007), epidemiologi penyakit diare
dijelaskan sebagai berikut :
a. Penyebaran Kuman yang Menyebabkan Diare
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui makanan atau minuman
yang tercemar tinja penderita atau kontak langsung dengan tinja penderita yang

Universitas Sumatera Utara

lebih dikenal dengan istilah penularan melalui faecal-oral. Beberapa perilaku yang
dapat meningkatkan risiko terjadinya diare (Depkes RI, 2007), diantaranya :
a.

Tidak memberikan air susu ibu (ASI) secara penuh pada awal kelahiran. Pada
bayi yang tidak memperoleh ASI eksklusif secara penuh dari ibu, risiko untuk
menderita diare lebih besar daripada bayi yang diberi ASI penuh dan
kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar.

b.

Menggunakan botol susu, penggunaan botol susu ini memudahkan
pencemaran oleh kuman, karena botol susah dibersihkan.

c.

Menyimpan makanan masak dalam suhu kamar. Jika makanan disimpan
beberapa jam dalam suhu kamar, makanan akan tercemar dan kuman akan
berkembangbiak.

d.

Menggunakan air minum yang tercemar. Air sangat mungkin tercemar karena
air menempuh perjalanan yang cukup panjang dari sumbernya sampai siap
digunakan di tingkat rumah tangga. Pencemaran pada air, sangat memudahkan
penyebaran diare apalagi air yang tercemar kuman diare tersebut air yang siap
diminum. Pencemaran air minum dirumah dapat terjadi apabila air minum
ditempatkan pada tempat yang tidak bersih, atau tidak ditutup dengan baik,
serta apabiala tangan yang tercemar kuman menyentuh air pada saat
mengambil air dari tempatnya.

e.

Tidak membiasakan mencuci tangan. Penyebaran penyakit diare akan lebih
mudah terjadi, apaila tidak mencuci tangan sebelum makan atau sebelum
menyuapkan makanan pada anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum
menyusui maupun sebelum menyiapkan susu untuk anak/balita.

Universitas Sumatera Utara

f.

Tidak membuang tinja (termasuk tinja anak) dengan benar. Tinja anak sering
dianggap tidak berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung kuman
penyakit dalam jumlah yang besar.

b.

Faktor Penjamu yang Meningkatkan Kerentanan Terhadap Diare
Beberapa faktor penjamu yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap diare

maupun lamanya diare, diantaranya (Depkes RI, 2007):
a.

Tidak memperoleh ASI eksklusif serta ASI lanjutan sampai dua tahun.
ASI mengandung antibodi yang dapat melindungi bayi atau balita dari kuaman
penyebab diare seperti Shigella, dan Vibrio cholera.

b.

Kurang gizi.
Anak-anak yang menderita kurang gizi terutama gizi buruk, akan
meningkatkan berat dan lamanya penyakit, maupun risiko terhadap kematian
karena diare.

c.

Campak.
Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat semakin parah pada balita atau
anak-anak yang menderita campak dalam empat minggu terakhir. Akibatnya
kekebalan tubuh penderita yang menurun, virus campak menyerang system
mukosa tubuh sehingga dapat pula menyerang system saluran cerna.

d.

Imunodefisiensi/imunosupresi
Keadaan ini mungkin hanya berlangsung sementara, misalnya sesudah
terserang infeksi virus (seperti virus campak) atau mungkin yang berlangsung
lama seperti pada penderita AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome).
Pada anak yang mengalami imunosupresi berat, diare dapat terjadi karena
kuman yang tidak patogen dan mungkin juga berlangsung dalam jangka waktu

Universitas Sumatera Utara

yang lama. Tidak jarang penderita juga mengalami kematian akibat diare yang
disebabkan kuman yang patogen.
c.

Faktor lingkungan dan perilaku
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan.

Sarana air bersih dan pembuangan tinja, merupakan faktor dominan terhadap
terjadinya penyakit diare. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan
perilaku manusia. Kuman diare yang mencemari lingkungan ditambah dengan
perilaku manusia yang tidak sehat, yaitu melalui makanan dan minuman, maka
dapat menimbulkan terjadinya penyakit diare.
2.1.7 Pencegahan Penyakit Diare
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2011), cara melakukan pencegahan diare
yang benar dan efektif adalah :
1.

Perilaku sehat

a.

Pencegahan pada bayi
Perilaku yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya diare pada bayi
adalah sebagai berikut :

1) Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai 2 tahun, ASI
merupakan makanan yang paling baik untuk bayi. ASI bersifat steril sehingga
menghindarkan anak dari bahaya dan bakteri lain yang akan menyebabkan
diare. ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya
antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan
perlindungan terhadap diare.
2) Memberikan makanan pendamping ASI sesuai umur, makanan tambahan yang
bergizi dan bersih, dimulai ketika anak berumur 4-6 bulan.

Universitas Sumatera Utara

3) Memberikan imunisasi campak, anak yang sakit campak sering disertai diare,
sehingga pemberian imunisasi campak

juga dapat mencegah diare. Oleh

karena itu berilah imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan.
b.

Pencegahan pada anak-anak dan dewasa

1) Mencuci tangan, kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan
yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci
tangan dapat menurunkan angka kejadian diare sebesar 47%.
2) Menggunakan jamban, keluarga harus buang air besar di jamban. Yang harus
diperhatikan oleh keluarga yaitu, keluarga harus mempunyai jamban yang
berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga, bersihkan
jamban secara teratur, dan gunakan alas kaki bila akan buang air besar.
2.

Penyehatan lingkungan
Selain berperilaku yang sehat, kejadian diare juga dapat dicegah dengan
menjaga lingkungan agar selalu bersih dan sehat, sebagai berikut :

a.

Penyediaan air bersih, penyedian air bersih baik secara kuantitas dan kualitas
mutlak diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk untuk
menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Sumber air juga harus dijaga dari
pencemaran oleh hewan dan sumber air terletak >10 m dari septic tank. Hal ini
dilakukan untuk menghindari terjadinya penyakit yang dapat ditularkan
melalui air antara lain adalah diare, kolera, disentri, dan lainnya

b.

Sarana pembuangan air limbah, air limbah baik limbah pabrik atau limbah
rumah tangga harus dikelola dengan baik agar tidak menjadi sumber penularan
pennyakit. Sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan
menimbulkan bau, mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat perindukan
nyamuk dan bersarangnya tikus.

Universitas Sumatera Utara

c.

Pengelolaan sampah, pengelolaan sampah sangat penting untuk mencegah
penularan penyakit yang penularannya melalui vektor penyakit seperti lalat,
tikus, dan lainnya. Oleh karena itu, tempat sampah harus disediakan, sampah
harus dikumpul setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan sementara.
Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan sampah ke tempat
pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan sampah dengan cara ditimbun
atau dibakar.

2.1.8

Pengobatan Diare
Pengobatan pada penyakit diare dapat dilakukan dengan 2 terapi, yaitu

(Wijoyo,2013) :
1.

Terapi Nonfarmakologi

a.

Terapi Rehidrasi Oral
Bahaya utama diare terletak pada dehidrasi, maka penanggulangannya dengan

cara mencegah timbulnya dehidrasi dan rehidrasi intensif bila terjadi dehidrasi.
Rehidrasi adalah upaya menggantikan cairan tubuh yang keluar bersama tinja
dengan cairan yang memadai seperti oral atau parental. Cairan rehidrasi yang
dipakai oleh masyarakat biasanya seperti air kelapa, air susu ibu, air teh encer, air
taji, air perasan buah dan larutan gula dan garam. Pemakaian cairan ini dititik
beratkan pada pencegahan timbulnya dehidrasi, bila terjadi dehidrasi sedang atau
berat sebaiknya diberi oralit.
b.

Oralit
Larutan oralit yang lama tidak dapat menghentikan diare. Hal ini disebabkan

formula oralit lama dikembangkan dari kejadian outbreak diare di Asia Selatan
yang disebabkan oleh bakteri. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya lebih
banyak elektrolit tubuh terutama natrium pada diare yang lebih banyak dijumpai

Universitas Sumatera Utara

belakangan ini adalah diare karena virus. Karenanya para ahli mengembangkan
formula baru dengan tingkat osmolaritas yang lebih rendah.
2.

Terapi Farmakologi
Selain menggunakan cara pengobatan nonfarmakologi, pengobatan diare

menggunakan obat-obatan seperti loperamida, defenoksilat, kaolin, karbon
adsorben, attapulgite, dioctahedral smectite, pemberian zink dan antimikroba
sangat diperlukan.
2.2 Kandang Ternak
2.2.1 Pengertian Kandang Ternak
Kandang merupakan bangunan yang digunakan sebagai tempat tinggal hewan.
Ternak adalah hewan peliharaan yang produknya diperuntukkan sebagai penghasil
pangan, bahan baku industri, jasa dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan
pertanian. Kandang ternak adalah struktur atau bangunan dimana hewan ternak
dipelihara selain itu kandang ternak merupakan tempat beristirahat dan berteduh
bagi ternak (B.Sarwono. 2012).
2.2.2 Fungsi Kandang Ternak
Menurut B.Sarwono (2012) fungsi kandang ternak adalah sebagai berikut:
1.

Memudahkan dalam pemeliharaan ternak sehari-hari, seperti pemberian pakan
dan minuman, pengendalian penyakit, serta vaksinasi.

2.

Dapat menghemat pemakaian tempat dalam pemeliharaan ternak.

3.

Membantu memudahkan pengumpulan dan pembersihan kotoran sehingga
selalu terjaga kebersihannya.

4.

Sebagai pelindung ternak dari hewan-hewan lain yang mengganggu.

5.

Sebagai tempat tinggal bagi ternak agar terlindung dari sengatan panas
matahari, hujan, dan suhu dingin.

Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Syarat Kandang Ternak
Menurut Farida. S. M. dan Kaharudin tahun 2010 dalam pembangunan
kandang ternak harus memperhatikan beberapa persyaratan antara lain dari segi
teknis, ekonomis, kesehatan kandang (ventilasi kandang, pembuangan kotoran),
efisiensi pengelolaan dan kesehatan lingkungan sekitarnya. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pembuatan kandang adalah sebagai berikut:
1.

Kandang hendaknya dibuat dari bahan yang murah tetapi kuat, serta mudah
didapatkan dari daerah sekitar.

2.

Tidak banyak dilewati lalu lintas umum.

3.

Kandang mudah dibersihkan.

4.

Kandang terletak jauh dari tempat tinggal.

5.

Pertukaran udara di dalam kandang dapat berlangsung dengan baik.

6.

Sinar matahari dapat masuk ke dalam kandang.

7.

Lingkungan kandang bersih dan kering.

2.2.4

Jarak Kandang dari Pemukiman

Ternak dapat mencemari lingkungan melalui kotorannya dalam bentuk
pencemaran air permukaan maupun air dalam tanah, udara, maupun melalui suara
ternak yang dapat menimbulkan kebisingan. Kotoran hewan telah terbukti sebagai
pelabuhan sejumlah mikroorganisme yang mungkin juga menjadi infektif pada
manusia, seperti salmonella tertentu, Campylobacter dan Cryptosporidium (Curtis,
2000). Oleh karena itu jarak minimumnya ke pemukiman harus diperhatikan
(Kementerian Pertanian RI, 2012).
Komponen sanitasi kandang yang harus diperhatikan menurut HAKLI dalam
Penelitian Siti Berlian Zebua (2013) antara lain menyangkut letak bangunan
kandang. Beberapa persyaratan letak kandang sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

1.

Harus memperhatikan faktor hygiene. Faktor higiene lingkungan penting
untuk ternak maupun peternak, antara lain untuk menjamin kesehatan ternak
dan lingkungan sekitar.

2.

Letak bangunan kandang juga harus jauh dari pemukiman penduduk.
Berdasarkan teori dari Kusnoputranto (2002) dan MENRISTEK (2005)
mengenai jarak kandang dengan rumah sebaiknya terpisah dari rumah tinggal
dengan jarak minimum 10 meter.

3.

Dibangun dekat sumber air, yang berfungsi untuk air minum dan memandikan
ternak serta sebagai sarana pembersih lantai.

4.

Mudah diakses transportasi.

5.

Kandang tunggal menghadap ke timur, kandang ganda membujur utaraselatan.

6.

Penggunaan sumber air untuk ternak tidak mengganggu ketersediaan air bagi
masyarakat. Persyaratan untuk topografi ini antara lain tempat kandang harus
lebih tinggi dari sekitar, tanah mudah menyerap air sehingga mengurangi
kemungkinan genangan air.

7.

Tempat tidak terlalu tertutup pepohonan rindang yang dapat mengurangi sinar
matahari dan sirkulasi udara.

8.

Kandang harus dekat dengan petugas, sehingga mempermudah dan
memperlancar pengawasan kesehatan, keamanan, dan tata laksana.

9.

Ketersediaan air bersih untuk minuman ternak dan jarak dengan pakan ternak
seperti rumput, sebaiknya di dekat kandang ada cukup sumber air bersih,
seperti sumur, air PDAM, atau mata air. Agar proses perawatan ternak lebih
efisien.

Universitas Sumatera Utara

2.2.5 Ternak Babi
2.2.5.1 Peternakan Babi Ramah Lingkungan
Usaha peternakan babi dapat memberikan manfaat yang besar dilihat dari
perannya yang dapat menyediakan protein hewani. Akan tetapi hasil sampingan
ternak berupa limbah dari usaha yang semakin intensif dan skala usaha besar juga
dapat menimbulkan masalah yang kompleks. Selain baunya yang tidak sedap,
keberadaannya juga dapat menimbulakan pencemaran lingkungan, mengganggu
pemandangan, dan bisa menjadi sumber penyakit (Kementerian Pertanian RI,
2012).
Usaha peternakan babi seharusnya berada di daerah yang jauh dari penduduk.
Hal ini sangat tepat untuk menghindari manusia dari pencemaran bau dan
kebisingan dari peternakan babi. Limbah ternak babi dapat didaur ulang, sebagian
besar menjadi pupuk dan sebagian ada yang mengolahnya untuk menghasilkan
biogas. Pupuk yang dihasilkan kemudian dapat dipakai untuk memupuk tanaman
yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan pakan ternak babi itu sendiri.
Peternakan babi harus dikelola secara lebih baik sehingga tidak menimbulkan
pengaruh negatif terhadap lingkungan. Jika ingin membuang limbah ternak, maka
dalam memilih lokasi penampungan limbah ternak pun perlu dilakukan secara hatihati, sehingga limbah pembuangan tersebut tidak mencemari air tanah sekitarnya
terutama lokasi pembuangan limbah tersebut. Untuk itu dapat dilakukan pengujian
dengan cara menggali satu atau dua lubang untuk mengetahui ambang air tanah
dan kondisi tanah, sehingga mempermudah memilih lokasi penampungan limbah
ternak (Kementerian Pertanian RI, 2012).

Universitas Sumatera Utara

2.2.5.2 Hasil Samping Ternak
Disamping hasil utama, suatu usaha peternakan pasti menghasilkan hasil
sampingan yaitu berupa limbah. Limbah ternak merupakan sisa buangan dari suatu
kegiatan usaha peternakan seperti limbah padat dan limbah cair yaitu feses, urine,
sisa makanan dll. Volume limbah yang dihasilkan tergantung dari skala usaha,
jenis ternak yang dipelihara, dan sistim perkandangan. Manajemen dan
penampungan limbah ternak babi menggunakan teknologi terapan untuk menekan
pencemaran dari usaha peternakan babi seminimal mungkin, misalnya menangani
limbah ternak dengan cara : pengomposan, kolam oksidasi ataupun kocokan,
kolam aerob alamiah, kolam anaerob, kolam fakultatif (aerob dan anaerob).
Pencerna anaerob dan membuat biogas, dehidrasi, pensilasean, pengeringan,
pengkonversian elektrokimiawi, penumbuhan simbiotik dengan ganggang (algae)
atau bakteri. Limbah ternak babi perlu ditampung di suatu tempat penampungan
sementara, misalnya lagun, yakni semacam kolam dengan sistem manajemen
limbah yang praktis, mengurangi tenaga kerja dan cukup waktu menampung
sebelum digunakan selanjutnya untuk berbagai tujuan, misalnya untuk tanaman
pertanian (Kementerian Pertanian RI, 2012). Tempat penampungan harus
memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Cukup volume penampungan agar jangan ada yang tercecer atau berserak;
b. Tempat penampungan harus cukup menampung untuk jangka waktu tertentu dan
jangan sampai limbah nilai haranya kurang.
c. Struktur penampungan harus menjamin limbah agar jangan mencemari air.
d. Limbah yang ditampung harus mudah diangkut untuk dipindah ke tempat lain.
Mengenai saluran pembuangan air limbah, kandang ternak harus ada saluran
pembuangan yang khusus dengan lantai dengan kemiringan ± 30 derajat yang

Universitas Sumatera Utara

bertujuan agar air limbah (air kencing dan kotoran) dengan mudah bisa dialirkan
langsung ke parit (Dinas Peternakan dan Perikanan Bogor, 2005) atau tertampung
di dalam bak penampungan dan tidak mengganggu sekelilingnya serta bisa
dimanfaatkan untuk usaha-usaha pertanian. Ukuran bak ini tergantung dari
persediaan bak yang ada serta jumlah babi atau luas kandang. Adanya saluran
pembuangan air limbah pada kandang ternak yang baik dapat melindungi hewan
ternak terhadap berbagai serangan penyakit dan menghindari intervensi dari
serangga dan hama ke tempat hewan lain dan menularkan penyakit (Mukono Hj,
1999).
2.2.5.3 Pengolahan Limbah Ternak Babi
Limbah ternak babi dapat dikelola untuk berbagai macam tujuan, terutama
menjadi pupuk. Kotoran yang dihasilkan babi itu ada dua macam yaitu pupuk
kandang segar dan pupuk kandang yang telah membusuk. Pupuk kandang segar
merupakan kotoran yang dikeluarkan babi sebagai sisa proses makanan yang
disertai urine dan sisa-sisa makanan lainnya. Sedangkan pupuk kandang yang telah
membusuk adalah pupuk kandang yang telah mengalami proses pembusukan atau
penguraian oleh jasad renik (mikroorganisme) yang ada dalam permukaan tanah
karena telah disimpan dalam waktu yang lama.
Pada saat krisis energi saat ini limbah ternak babi juga dapat diolah untuk
menghasilkan biogas. Biogas yang dihasilkan dapat digunakan sebagai sumber
energy alternative untuk berbagai keperluan rumah tangga dan masyarakat
(Kementerian Pertanian RI, 2012).

Universitas Sumatera Utara

a.

Penanganan Limbah Ternak Menjadi Pupuk Padat/Cair
Dalam rangka pemberdayaan peternak salah satu yang dapat dilakukan adalah

memanfaatkan limbah ternak sebagai input usaha. Ada beberapa alternatif yang
baik dalam penanganan limbah kotoran menjadi pupuk padat/cair dari beternak
babi, antara lain :
1.

Mengumpulkan kotoran dari setiap babi, mengeringkannya di bawah sinar
matahari kemudian dibuat jadi kompos.

2.

Menampung kotoran yang diperoleh setiap hari kedalam bak penampungan,
setelah penuh dibongkar lalu dikeringkan dan dibuat pupuk buatan dengan
cepat (sistem bokashi).

3.

Mengalirkan limbah kotoran ke kolam penampungan yang bertingkat, dengan
perpaduan tanaman air dan pemelihara ikan, sehingga kolam terakhir
menghasilkan air yang bersih.
Penggunaan pupuk organik sangat bermanfaat bagi petani/peternak untuk

mengurangi biaya produksi terhadap sarana produksi seperti mengurangi pupuk
kimia. Dengan demikian penerapan teknologi bertanam organik yang ramah
lingkungan mengukuhkan petani semakin lebih mandiri dari ketergantungannya
dari sarana produksi yang harganya terus meningkat seperti pupuk kimia dan
pestisida.
b.

Penanganan Limbah Ternak Menjadi Biogas
Disamping penanganan limbah kotoran menjadi pupuk, salah satu teknik yang

dapat diterapkan adalah teknologi gas bio (bio-reaktor). Teknologi ini
memanfaatkan mikroorganime yang tersedia di alam untuk merombak dan
mengolah berbagai limbah organik yang ditempatkan pada ruang kedap udara
(anaerob). Pada akhirnya hasil proses perombakan tersebut dapat menghasilkan

Universitas Sumatera Utara

pupuk organik cair dan padat bermutu baik serta berupa gas yang terdiri dari gas
methane (CH4) dan gas karbon dioksida (CO2). Gas tersebut dapat dimanfaatkan
jadi bahan bakar gas (BBG) yang lazim disebut gas-bio.
2.2.5.4
a.

Pengolahan Manajemen Budidaya Ternak Babi Ramah Lingkungan

Manajemen Pemeliharaan
Untuk pencegahan penularan penyakit, maka pemeliharaan ternak babi

dipedesaan harus dilakukan secara tertib dan memenuhi tata cara budidaya ternak
babi yang baik terutama menyangkut masalah biosecuriti, higiene dan sanitasi dan
pencemaran lingkungan. (Kementerian Pertanian, 2012). Hal-hal yang perlu
diperhatikan sebagai berikut :
1.

Melakukan pembersihan dan

pencucian kandang serta

menyediakan

desinfektan.
2.

Membersihkan lingkungan sekitar kandang.

3.

Melakukan desinfeksi kandang dan peralatan, penyemprotan insektisida
terhadap serangga, lalat dan pembasmian terhadap hama lainnya.

4.

Untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dari suatu kelompok ternak ke
kelompok ternak lainnya, pekerja yang melayani hewan sakit/kandang isolasi
tidak diperkenankan untuk melayani ternak- ternak/ kandang lainnya.

5.

Membakar atau mengubur bangkai babi yang mati karena penyakit hewan
menular dibawah pengawasan Dokter Hewan Peternakan setempat.

6.

Setiap usaha peternakan babi harus menyediakan fasilitas desinfeksi untuk
petugas dan tamu serta kendaraan di pintu masuk ke peternakan.

7.

Kandang ternak babi harus terpisah dengan kandang ternak lainnya.

8.

Pemberian pakan tambahan untuk menghilangkan bau kotoran dengan cara
pemberian probiotik kedalam pakan babi.

Universitas Sumatera Utara

b.

Kebersihan Kandang Ternak

1.

Kandang harus cukup luas, dibersihkan setiap hari dan didisinfeksi secara
teratur ( 2 x dalam seminggu) serta memiliki ventilasi dan sirkulasi udara yang
cukup ( udara masuk dan keluar kandang dengan lancar serta cahaya matahari
dapat masuk kedalam kandang).

2.

Hindarkan/cegah dan bersihkan makanan yang berceceran di sekitar kandang.

2.3 Lalat
2.3.1 Pengertian Lalat
Lalat merupakan salah satu insekta (serangga) yang termasuk ordo diphtera,
mempunyai sepasang sayap berbentuk membran. Dari berbagai jenis binatang
dengan sayap berbentuk membran ini, maka salah satu yang paling ditakuti ialah
lalat. Lalat dapat menimbulkan berbagai penyakit pada manusia seperti penyakit
typhoid fever, para thypoid fever, disentri basiler, disentri amuba dan lain
sebagainya (Azrul Azwar, 1995).
Lalat adalah insekta yang lebih banyak bergerak menggunakan sayap
(terbang). Hanya sesekali bergerak menggunakan kakinya. Oleh karenanya daerah
jajahan lalat cukup luas. Pada saat ini telah ditemukan tidak kurang dari 60.000100.000 spesies lalat (Maryantuti, 2007). Tetapi tidak semua spesies ini perlu
diawasi karena beberapa diantaranya tidak berbahaya untuk manusia ditinjau dari
sudut kesehatan lingkungan, yang paling penting hanya beberapa saja, misalnya
lalat rumah (Musca domestica), lalat hijau (Lucilia sertica), lalat biru (Calliphora
vomituria) dan lalat latrine (Fanniacanicularis) (Dantje T. Sembel, 2009).
Lalat tersebar secara kosmopolitan artinya kehidupan lalat dijumpai merata
hampir di seluruh permukaan bumi. Lalat memiliki ketergantungan yang tinggi

Universitas Sumatera Utara

dengan manusia karena zat-zat makanan yang dibutuhkan lalat seperti glukosa dan
sedikit protein bagi pertumbuhannya sebagian besar ada pada makanan manusia
(Sitanggang, 2001). Lalat disebut penyebar penyakit yang sangat serius karena
setiap lalat hinggap di suatu tempat, kurang lebih 125.000 kuman yang jatuh ke
tempat tersebut (Suska, 2007).
2.3.2 Klasifikasi Lalat
Menurut Departemen Kesehatan RI yang dikutip oleh Kartikasari (2008),
klasifikasi lalat adalah sebagai berikut :
Kingdom

: Animalia

Phylum

: Arthropoda

Class

: Hexapoda

Ordo

: Diptera

Family

: Muscidae, Sarchopagidae, Challiporidae,dll.

Spesies

: Musca domestica, Stomoxy calcitrans, Phenesia sarchopaga sp,

Fania, dll.
2.3.3 Jenis-jenis Lalat
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2012), jenis-jenis lalat yang terdapat di
Indonesia adalah sebagai berikut :
a.

Lalat Rumah (Musca domestica)
Lalat ini termasuk ke dalam famili Muscidae, sebarannya di seluruh dunia.

Lalat ini berukuran sedang, panjangnya 6-8 mm, berwarna hitam keabau-abuan
dengan empat garis memanjang gelap pada bagian dorsal toraks (bagian dada).
b. Lalat Kandang (Stomoxys calsitrans)
Lalat ini bentuknya menyerupai lalat rumah tetapi berbeda pada struktur
mulutnya yang berfungsi menusuk dan menghisap darah

Universitas Sumatera Utara

c.

Lalat Hijau (Calliphoridae)
Lalat hijau termasuk kedalam famili Calliphoridae. Lalat ini terdiri atas

banyak jenis, umumnya berukuran dari sedang sampai besar, dengan warna hijau,
abu-abu, perak mengkilat atau abdomen gelap. Biasanya lalat ini berkembangbiak
di bahan yang cair atau semi cair yang berasal dari hewan, termasuk daging, ikan,
daging busuk, bangkai, sampah penyembelihan, sampah ikan, sampah dan tanah
yang mengandung kotoran hewan.
d.

Lalat Daging (Sarcophaga spp)
Lalat ini termasuk ke dalam famili Sarcophagidae. Lalat ini berwarna abu-abu

tua, berukuran sedang sampai besar, kira-kira 6-14 mm panjangnya. Lalat ini
mempunyai tiga garis gelap pada bagian dorsal toraks, dan perutnya mempunyai
corak seperti papan catur.
e.

Mimik (Drosophila spp)
Lalat ini berukuran kecil, jumlahnya bisa sangat banyak, mengganggu dan

mengancam kesehatan manusia. Karena ketertarikannya terhadap bahan asal buah
dan sayuran, terutama bahan yang mengalami fermentasi, lalat ini menjadi
pengganggu utama perusahaan pengalengan, pembuat bir, minuman dari anggur,
serta pasar buah dan sayuran.
2.3.4 Siklus Hidup Lalat
Dalam kehidupan, lalat dikenal memiliki 4 (empat) tahapan yaitu mulai dari
telur, larva, pupa dan dewasa.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Siklus Hidup Lalat
Berdasarkan Depkes RI (2001), siklus hidup lalat dibagi menjadi 4 stadium:
1.

Stadium pertama (stadium telur)
Bentuk telur lonjong, bulat dan berwarna putih dengan panjang kurang lebih 1
mm. Setiap bertelur, lalat akan menghasilkan 120-130 butir telur dan akan
menetas dalam waktu 8-16 jam. Pada suhu rendah dibawah 12-13°C telur tidak
akan menetas.

Gambar 2. Telur Lalat
2.

Stadium kedua (stadium larva)
Telur yang menetas akan menjadi larva yang berwarna putih kekuningan
dengan panjang 12-13 mm. Lama stadium ini 2-8 hari tergantung pada
temperatur setempat. Larva ini selalu bergerak dan makan dari bahan-bahan
organik. Temperatur yang disukai larva lalat adalah 30-35°C.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3. Larva Lalat
3.

Stadium ketiga (stadium pupa)
Akhir dari fase larva ini berpindah tempat dari yang banyak makanan ke
tempat yang dingin guna mengeringkan tubuhnya, setelah itu berubah menjadi
kepompong yang berwarna coklat tua, panjangnya sama dengan larva dan
tidak bergerak. Fase ini berlangsung pada musim panas 3-7 hari pada
temperatur ± 35°C.

Gambar 4. Pupa Lalat
4.

Stadium keempat (stadium dewasa)
Stadium ini dimulai dari keluarnya lalat muda yang sudah dapat terbang antara
400-900 m. Siklus hidup dari telur hingga menjadi lalat dewasa adalah 6-20
hari. Lalat dewasa panjangnya lebih kurang 1/4 inci dan mempunyai 4 garis
yang agak gelap dipunggungnya. Pada kondisi normal, lalat betina dewasa
dapat bertelur sampai lima kali dan umumnya umur lalat sekitar 2-3 minggu

Universitas Sumatera Utara

tetapi pada kondisi yang lebih sejuk bisa sampai 3 bulan. Lalat tidak kuat
terbang menantang arah angin.

Gambar 5. Lalat Dewasa
2.3.5 Pola Hidup Lalat
Pola hidup lalat terbagi menjadi beberapa bagian. Adapun pola
hidup lalat adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2001):
1.

Tempat Peristirahatan
Pada siang hari apabila lalat tidak sedang mencari makan, lalat beristirahat di

tempat-tempat yang sejuk seperti di dinding, lantai, rumput dan tempat-tempat
sejuk lainnya. Lalat juga suka dengan tempat yang berdekatan dengan makanan
serta terlindung dari angin dan matahari terik. Di dalam rumah, lalat beristirahat
pada pinggiran tempat makan, kawat listrik dan tidak aktif pada malam hari.
Tempat hinggap lalat biasanya pada ketinggian tidak lebih dari 5 m.
2.

Tempat Perindukan
Tempat perindukan yang disenangi oleh lalat adalah tempat yang basah seperti

sampah basah (organik), kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan busuk, kotoran yang
menumpuk secara kumulatif (dikandang).

Universitas Sumatera Utara

a.

Kotoran hewan
Tempat perindukan lalat yang paling utama adalah pada kotoran hewan yang
lembab dan masih baru (normalnya lebih kurang satu minggu).

b.

Sampah dan sisa makanan dari hasil olahan
Lalat suka hinggap dan juga berkembang biak baik pada sampah, sisa
makanan, serta buah-buahan yang ada di dalam rumah maupun di pasar.

c.

Kotoran organik
Lalat berkembang biak pada kotoran organik seperti kotoran hewan dan
kotoran manusia.

d.

Air kotor
Lalat berkembang biak pada permukaan air kotor yang terbuka.

3.

Kebiasaan Makan
Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari, dari makanan yang satu ke makanan
yang lain. Lalat suka dengan kotoran serta darah dan lalat juga sangat tertarik
pada makanan yang dimakan oleh manusia sehari-hari seperti buah-buahan,
gula, susu dan makanan lainnya.

4.

Lama Hidup
Pada musim panas, lalat dapat bertahan hidup antara 2-4 minggu. Pada musim
dingin, lalat dapat bertahan hidup sampai 70 hari.

5.

Temperatur
Lalat mulai terbang pada temperatur 15°C dari aktifitas optimumnya pada
temperatur 21°C. Pada temperatur di bawah 7,5°C lalat tidak aktif dan diatas
45°C terjadi kematian.

6.

Kelembaban
Kelembaban erat kaitannya dengan temperatur setempat.

Universitas Sumatera Utara

7.

Cahaya
Lalat merupakan serangga yang bersifat fototrofik, yaitu menyukai cahaya.
Pada malam hari lalat tidak aktif, namun dapat aktif dengan adanya sinar
buatan.

2.3.6 Penyakit Yang Disebabkan Oleh Lalat
Lalat merupakan vektor mekanis jasad-jasad patogen terutama penyebab
penyakit usus dan bahkan beberapa spesies khususnya lalat rumah dianggap
sebagai vektor thypus abdominalis, salmonellosis, cholera, disentri tuberculosis,
penyakit sapar dan trypanosominasi. Lalat Chrysops dihubungkan dengan
penularan parasit filaria loa-loa dan pasteurella tularensis penyebab tularemia
pada manusia dan hewan (Sucipto, 2011).
Secara lebih detail, Sucipto (2011) menjelaskan beberapa penyakit yang
disebabkan oleh lalat antara lain:
1.

Disentri, dengan gejala sakit pada bagian perut, lemas karena terhambat
peredaran darah dan pada kotoran terdapat mucus dan push.

2.

Diare, dengan gejala sakit pada bagian perut, lemas dan pencernaan terganggu.
Disentri dan diare termasuk penyakit karena Shigella spp atau diare bisa juga
karena Eschericia coli.

3.

Thypoid, gejala sakit pada bagian perut, lemas dan pencernaan terganggu,
penyebabnya adalah Salmonella spp.

4.

Kolera, gejala muntah-muntah, demam, dehidrasi, penyebabnya adalah Vibrio
cholera.

5.

Pada beberapa kasus, sebagai vektor penyakit lepra dan yaws (Frambusia atau
Patek).

Universitas Sumatera Utara

6.

Kasus kecacingan pada manusia dan hewan juga banyak ditularkan oleh lalat
rumah, lalat hijau dan Sarcophaga spp. Misalnya seperti cacing jarum atau
cacing

kremi

(Enterobius

vermin

cularis),

cacing

giling

(Ascaris

lumbricoides), cacing kait (Anclyostoma sp., Necator), cacing pita (Taenia,
Dypilidium caninum), cacing cambuk (Trichuris trichiura).
7.

Belatung lalat Musca domestica, Chrysomya dan Sarchopaga dapat juga
menyerang jaringan luka pada manusia dan hewan. Infestasi ini disebut myasis
atau belatungan

2.3.7 Pemberantasan Lalat
Untuk pemberantasan secara langsung melalui fisik dapat dilakukan dengan
cara pemberantasan secara fisik adalah cara yang mudah dan aman tetapi kurang
efektif apabial lalat dalam kepadatan yang tinggi. Cara ini hanya cocok untuk
digunakan pada skala kecil seperti di rumah sakit, kantor, hotel, supermarket dan
pertokoan lainnya yang menjual daging, tempat produksi makan, sayuran, serta
buah-buahan (Manalu, 2012).
1.

Perangkap Lalat (Fly Trap).
Fly Trap adalah suatu alat yang dipergunakan untuk menangkap lalat dalam
jumlah yang cukup besar atau padat.

2.

Umpan kertas lengket berbentuk lembaran (Sticky tapes).
Di pasaran alat ini tersedia, biasanya digantung diatap, menarik lalat karena
kandungan gulanya. Lalat hinggap pada alat ini akan terperangkap oleh lem.
Alat ini dapat berfungsi beberapa minggu bila tidak tertutup sepenuhnya oleh
debu atau lalat yang terperagkap.

Universitas Sumatera Utara

3.

Perangkap dan pembunuh elektronik (light trap with electrocutor).
Lalat yang tertarik pada cahaya akan terbunuh setelah kontak dengan jeruji
yang bermuatan listrik yang menutupi. Sinar bias dan ultraviolet menarik lalat
hijau (blow files) tetapi tidak terlalu efektif untuk lalat rumah. Metode ini
harus diuji dibawah kondisi setempat sebelum investasi selanjutnya dibuat.
Alat ini kadang digunakan di dapur rumah sakit dan restaurant.

4.

Pemasangan kawat kasa pada pintu dan jendela atau ventilasi.
Pemasangan kawat kasa dapat menangkap lalat yang akan masuk melalui pintu
dan jendela. Hal ini mudah dilakukan dan dapat berguna untuk waktu yang
lama.

5.

Fly Grill
Fly grill atau sering disebut blok grill oleh sebagian orang, fly grill adalah
suatu alat yang dipergunakan untuk mengukur kepadatan lalat disuatu tempat.

2.3.8 Cara Mengukur Kepadatan Lalat dengan Fly Grill
Fly grill atau yang sering disebut blok grill oleh sebagian orang, adalah suatu
alat yang dipergunakan untuk mengukur kepadatan lalat disuatu tempat. Alat ini
dipergunakan di dunia kesehatan, khususnya kesehatan lingkungan. Alat ini sering
dipergunakan untuk mengukur kepadatan lalat di tempat umum, misalnya pasar,
tempat sampah umum warung makan, terminal, stasiun. Cara membuat fly grill
sangat mudah dan tidak diperlukan keahlian khusus untuk membuatnya, bahan
untuk membuat fly grill mudah untuk di dapatkan, fly grill kuat dan mudah
disimpan, permukaan fly grill luas sehingga dapat menangkap lalat lebih banyak
dan dapat digunakan untuk jangka panjang. Fly grill diletakkan pada titik yang
akan diukur dan jumlah lalat yang hinggap dihitung selama 30 detik, tiap titik

Universitas Sumatera Utara

diadakan 10 kali perhitungan kemudian diambil 5 angka perhitungan tertinggi dan
dibuat rata-rata.
Angka ini merupakan indek populasi lalat pada satu titik perhitungan.
Pengukuran terhadap populasi lalat dewasa lebih tepat dan bisa diandalkan dari
pada pengukuran populasi larva lalat. Sebagai interpretasi hasil pengukuran indek
populasi lalat juga berguna untuk menentukan tidakan pengendalian yang akan
dilakukan. Indek populasi lalat terbagi menjadi:
a.

0-2 ekor

: rendah atau tidak menjadi masalah.

b.

3-5 ekor

: sedang atau perlu tindakan pengendalian terhadap tempat

perkembangbiakan lalat.
c.

6-20 ekor

: tinggi atau populasi cukup padat, perlu pengamanan terhadap

tempat-tempat perindukan lalat dan bila mungkin direncanakan upaya
pengendalian.
d.

>21 ekor

: sangat tinggi sehingga perlu dilakukan pengamanan terhadap

tempat-tempat perkembangbiakan lalat dan pengendalian lalat (Wijayanti,
2009). Adapun bentuk fly grill dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 6. Fly Grill

Universitas Sumatera Utara

2.4 Personal Hygiene
2.4.1 Pengertian Personal Higiene
Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya
perorangan dan hygiene berarti sehat. Personal higiene adalah cara perawatan diri
manusia untuk memelihara kesehatan mereka secara fisik dan psikisnya (Potter dan
Perry, 2005). Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat
penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan
dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai individu
dan kebiasaan. Jika seseorang sakit, biasanya masalah kebersihan kurang
diperhatikan, hal ini terjadi karena kita menganggap masalah kebersihan adalah
masalah sepele, padahal jika hal tersebut dibiarkan terus dapat mempengaruhi
kesehatan secara umum.
2.4.2 Jenis-jenis Personal Higiene
Kebersihan Perorangan meliputi :
a.

Kebersihan Kulit
Kebersihan kulit merupakan cerminan kesehatan yang paling pertama

memberi kesan, oleh karena itu perlu memelihara kulit sebaik-sebaiknya.
Pemeliharaan kesehatan kulit tidak dapat terlepas dari kebersihan lingkungan,
makanan yang dimakan serta kebiasaan hidup sehari-hari. Untuk selalu memelihara
kebersihan kulit kebiasaan-kebiasaan yang sehat harus selalu diperhatikan seperti :
1. Menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik sendiri
2. Mandi minimal 2x sehari
3. Mandi memakai sabun
4. Menjaga kebersihan pakaian
5. Makan yang bergizi terutama sayur dan buah

Universitas Sumatera Utara

6. Menjaga kebersihan lingkungan.
b. Kebersihan Rambut
Rambut yang terpelihara dengan baik akan membuat terpelihara dengan subur
dan indah sehingga akan menimbulkan kesan cantik dan tidak berbau apek.
Dengan selalu memelihara kebersihan rambut dan kulit kepala, maka perlu
diperhatikan sebagai berikut :
1. Memperhatikan kebersihan rambut dengan mencuci rambut sekurangkurangnya
2x seminggu.
2. Mencuci ranbut memakai shampoo atau bahan pencuci rambut lainnya.
3. Sebaiknya menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut sendiri.
c. Kebersihan Gigi
Menggosok gigi dengan teratur dan baik akan menguatkan dan membersihkan
gigi sehingga terlihat cemerlang. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga
kesehatan gigi adalah :
1. Menggosok gigi secara benar dan teratur dianjurkan setiap sehabis makan
2. Memakai sikat gigi sendiri
3. Menghindari makan-makanan yang merusak gigi
4. Membiasakan makan buah-buahan yang menyehatkan gigi
5. Memeriksa gigi secara teratur
d. Kebersihan Mata
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan mata adalah :
1. Membaca di tempat yang terang
2. Memakan makanan yang bergizi
3. Istirahat yang cukup dan teratur
4. Memakai peralatan sendiri dan bersih ( seperti handuk dan sapu tangan)

Universitas Sumatera Utara

5. Memlihara kebersihan lingkungan
e. Kebersihan Telinga
Hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan telinga adalah :
1. Membersihkan telinga secara teratur
2. Jangan mengorek-ngorek telinga dengan benda tajam.
f. Kebersihan tangan, kaki dan kuku
Seperti halnya kulit, tangan,kaki dan kuku harus dipelihara dan ini tidak
terlepas dari kebersihan lingkungan sekitar dan kebiasaan hidup sehari-hari. Selain
indah dipandang mata, tangan, kaki, dan kuku yang bersih juga menghindarkan
kita dari berbagai penyakit. Kuku dan tangan yang kotor dapat menyebabkan
bahaya kontaminasi dan menimbulkan penyakit-penyakit tertentu.
Untuk menghindari hal tersebut maka perlu diperhatikan sebagai berikut :
1. Membersihkan tangan sebelum makan
2. Memotong kuku secara teratur
3. Membersihkan lingkungan
4. Mencuci kaki sebelum tidur.
Faktor Higiene yang mempengaruhi kejadian diare adalah kebiasaan cuci
tangan pakai sabun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Delima (2015)
menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara higiene Cuci Tangan
Pakai Sabun pada ibu dengan kejadian diare pada balita.
2.4.3 Cuci Tangan Pakai Sabun
Cuci tangan dapat berfungsi untuk menghilangkan atau mengurangi
mikroorganisme yang menempel di tangan. Cuci tangan harus dilakukan dengan
menggunakan air bersih dan sabun. Air yang tidak bersih banyak mengandung
kuman dan bakteri penyebab penyakit. Bila kuman dibiarkan pindah ke tangan

Universitas Sumatera Utara

pada saat makan, maka kuman dengan cepat masuk ke dalam tubuh yang bisa
menimbulkan penyakit. Sabun dapat membersihkan kotoran dan membunuh kuman
karena tanpa sabun maka kotoran dan kuman masih tertinggal di tangan. Oleh
karenanya mencuci tangan dengan menggunakan air dan sabun dapat lebih efektif
membersihkan kotoran dan telur cacing yang menempel pada permukaan kulit,
kuku dan jari-jari pada kedua tangan (Proverawaty, 2012).
Waktu tepat untuk mencuci tangan adalah :
1.

Setiap kali tangan kita kotor (setelah: memegang uang, memegang binatang,
berkebun, dll)

2.

Setelah buang air besar

3.

Setelah menceboki bayi atau anak

4.

Sebelum makan dan menyuapi anak

5.

Sebelum memegang makanan

6.

Sebelum menyusui bayi dan atau menyuapi bayi

7.

Setelah bersin, batuk, membuang ingus, setelah pulang dari bepergian

8.

Setelah bermain/ memberi makan/ memegang hewan peliharaan.
Perilaku mencuci tangan pakai sabun merupakan salah satu bagian dari higiene

perorangan seorang ibu. Higiene perorangan yang baik dapat mencegah terjadinya
insiden diare. Menurut Depkes RI, 2006 mencuci tangan dengan sabun, terutama
sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan
makanan, sebelum menyuapi anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam
mengurangi kejadian diare.
Cuci tangan sangat berguna untuk membunuh mikroorganisme/kuman
penyakit yang ada di tangan. Tangan yang bersih akan mencegah penularan
penyakit seperti diare. Dengan mencuci tangan maka tangan menjadi bersih dan

Universitas Sumatera Utara

bebas dari kuman. Cara mencuci tangan yang benar menurut Proverawaty (2012)
adalah sebagai berikut :
1.

Cuci tangan dengan air yang mengalir dan gunakan sabun. Tidak perlu harus
sabun khusus antibakteri, namun lebih disarankan sabun bentuk cairan

2.

Gosok tangan setidaknya selama 10-15 detik

3.

Bersihkan bagian pergelanagn tangan, punggung tangan, sela-sela jari, kuku

4.

Basuh tangan sampai bersih dengan air yang mengalir

5.

Keringkan dengan handuk bersih atau alat pengering lain

6.

Gunakan tisu/handuk sebagai penghalang ketika mematikan

Dokumen yang terkait

Hubungan Higiene Ibu Dan Anak Serta Sanitasi Dasar Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Sijambur Kecamatan Ronggurnihuta Kabupaten Samosir Tahun 2015

25 296 138

Higiene dan Sanitasi Pengelolaan Makanan dan Tingkat Kepadatan Lalat pada Warung Makan di Pasar Tradisional Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo Tahun 2015

3 25 110

Hubungan Higiene Ibu Dan Anak Serta Sanitasi Dasar Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Sijambur Kecamatan Ronggurnihuta Kabupaten Samosir Tahun 2015

0 2 138

Hubungan Keberadaan Kandang Ternak, Angka Kepadatan Lalat Serta Personal Higiene Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Sukadame Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo Tahun 2016

1 2 14

Hubungan Keberadaan Kandang Ternak, Angka Kepadatan Lalat Serta Personal Higiene Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Sukadame Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo Tahun 2016

0 0 2

Hubungan Keberadaan Kandang Ternak, Angka Kepadatan Lalat Serta Personal Higiene Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Sukadame Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo Tahun 2016

0 1 7

Hubungan Keberadaan Kandang Ternak, Angka Kepadatan Lalat Serta Personal Higiene Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Sukadame Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo Tahun 2016

0 1 3

Hubungan Keberadaan Kandang Ternak, Angka Kepadatan Lalat Serta Personal Higiene Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Sukadame Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo Tahun 2016

0 0 30

Cover Hubungan Higiene Ibu Dan Anak Serta Sanitasi Dasar Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Sijambur Kecamatan Ronggurnihuta Kabupaten Samosir Tahun 2015

0 0 14

HUBUNGAN SANITASI KANDANG, JARAK KANDANG, KEPADATAN LALAT, JARAK SUMBER AIR BERSIH, DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE - Repository UM Pontianak

0 1 9