Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Kawah Putih Tinggi Raja, Kecamatan Silau Kahean, Kabupaten Simalungun

3

TINJAUAN PUSTAKA
A. Mikroorganisme
Tanah dihuni oleh bermacam-macam mikroorganisme, mikroorganisme
tanah seperti bakteri dan jamur sangat mempengaruhi kesuburan tanah, oleh
karena itu mikroorganisme merupakan salah satu aspek penting yang berperan
dalam pembentukan suatu ekosistem. Mikroorganisme tanah juga bertanggung
jawab atas pelapukan bahan organik dan pendauran unsur hara, dengan demikian
mikroorganisme mempunyai pengaruh terhadap sifat kimia dan sifat fisik tanah
(Anas, 1989).
Berdasarkan cara memperoleh makanan, bakteri tanah dapat dibagi
menjadi dua kelompok yaitu autotrof dan heterotrof. Kelompok autotrof
memperoleh persediaan karbon dari sinar matahari. Pada bentuk heterotrof,
menggunakan bahan-bahan organik yang berbeda-beda, yang meliputi gula-gula,
cellulosa, asam-asam organik dan hidrokarbon untuk memenuhi kebutuhan energi
dan karbon (Yuliprianto, 2010).
Peranan terpenting mikroorganisme tanah ialah fungsinya yang membawa
perubahan kimiawi pada substansi-substansi di dalam tanah, terutama pengubahan
persenyawaan organik yang mengandung karbon, nitrogen, sulfur dan fosfor
menjadi persenyawaan anorganik atau disebut mineralisasi, didalamnya terlibat

sejumlah besar perubahan kimiawi serta berperan berbagai macam spesies
mikroba (Pekzar dan Chan, 1988).
Organisme (mikroorganisme) tanah penting dalam kesuburan tanah karena
berperan dalam siklus energi, berperan dalam siklus hara, berperan dalam
pembentukan agregat tanah, menentukan kesehatan tanah (suppressive / conducive
3
Universitas Sumatera Utara

4

terhadap munculnya penyakit terutama penyakit tular tanah-soil borne pathogen).
Kesuburan tanah tidak hanya bergantung pada komposisi kimiawinya, melainkan
juga pada ciri alami mikroorganisme yang menghuninya. Mikroorganisme yang
menghuni tanah dapat dikelompokkan menjadi bakteri, actinomysetes, fungi, alga,
dan protozoa (Rao, 1994).
Akar mempengaruhi aktivitas mikroorganisme. Pengaruh yang paling kuat
adalah daerah rhizosfer, yaitu tanah sekitar permukaan akar di mana kumpulan
makanan dari tanaman merangsang fungi dan bakteri untuk meningkatkan
kepadatan populasinya 10 hingga 100 kali dibanding bagian-bagian tanah yang
lain. Dengan kata lain pada rhizosfer ini jumlah organismenya jauh lebih banyak

dari pada bagian-bagian lainnya ditanah. Akar juga tempat hidup bakteri, fungi
dan hewan-hewan kecil. Bakteri merupakan organisme yang paling besar
jumlahnya di dalam tanah, sehingga dalam satu gram saja dapat ditemukan kurang
lebih 109 SPK/ml bakteri (Yulipriyanto, 2010).
B. Pengaruh Faktor Lingkungan
1. Pengaruh pH Tanah Terhadap Mikroorganisme Tanah
Reaksi tanah (pH) adalah parameter tanah yang dikendalikan kuat oleh
sifat-sifat elektrokimia koloid-koloid tanah. Istilah ini menunjukkan kemasaman
atau kebasaan tanah, yang derajatnya ditentukan oleh kadar ion hidrogen dalam
larutan tanah. Sebetulnya kemasaman dan kebasaan merupakan pencerminan
kadar ion H+ maupun ion OH-. Kation-kation utama yang terjerap ialah Al3+, H+,
Na+, Ca2+, dan Mg2+. Apabila lebih banyak ion Al dan H yang terjerap, pH tanah
menurun. Apabila ion basa lebih banyak terjerap (Na, K, Ca, dan/atau Mg), pH
tanah meningkat (Notohadiprawiro, 1998).

4
Universitas Sumatera Utara

5


Selain itu pH tanah juga mempengaruhi jenis dan jumlah mikroorganisme
yang ada dalam tanah misalnya bakteri dan aktinomisetes di tanah biasanya lebih
banyak dari pada fungi, sehingga mikroba ini memerlukan suatu medium yang
mempunyai pH masam (4 sampai 5) untuk menghambat pertumbuhan mikroba
lain (Hastuti dan Ginting, 2007). Jika pH masam maka aktivitas mikroorganisme
akan menurun. Aktivitas mikroorganisme yang menurun diakibatkan semakin
sedikitnya mikroorganisme yang mampu bertahan hidup pada pH tanah yang
masam (Syahputra, 2007).
Lazimnya mikroorganisme tumbuh dengan baik pada pH sekitar 7.
Meskipun begitu, mikroorganisme juga dapat tumbuh pada kisaran pH 5-8 dan
ada juga yang tumbuh pada pH 2 dan pH 10. Kelompok fungi dapat tumbuh
pada kisaran pH yang luas dan dapat tumbuh pada pH masam (Lay, 1994).
pH tanah sangat mempengaruhi aktivitas dan perkembangan jasad-jasad
renik tanah. Pada umumnya pH yang diinginkan oleh tumbuhan tingkat tinggi
sesuai dengan yang diinginkan jasad-jasad renik tanah. Aktivitas jasad renik akan
menurun dengan menurunnya pH tanah (Hasibuan dan Ritonga, 1981).
Jumlah fungi tidak sebanyak bakteri dan aktinomisetes tetapi ukurannya
lebih besar. Kebanyakan spesies fungi lebih toleran terhadap kemasaman
dibandingkan bakteri dan aktinomisetes sehingga pada tanah-tanah masam
populasi fungi lebih banyak (Hanafiah, dkk., 2009).

2. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Mikroorganisme Tanah
Mikroorganisme tanah (bakteri, fungi, aktinomisetes) memainkan peranan
yang sangat penting pada proses humifikasi, mineralisasi bahan organik tanah,
sehingga menjadi unsur-unsur hara yang tersedia untuk pertumbuhan tanaman.

5
Universitas Sumatera Utara

6

Mikroorganisme digolongkan ke dalam perekayasa kimia (Chemical engineer),
karena mereka berperan menguraikan sisa-sisa tumbuhan yang sudah mati
menjadi unsur-unsur hara yang siap diserap oleh tanaman (Widyati, 2013).
Semakin banyak bahan organik sebagai suplai makanan atau energi di dalam
tanah

menyebabkan

semakin


meningkatnya

pertumbuhan

populasi

mikroorganisme yang kemudian akan meningkatkan aktivitas mikroorganisme di
dalam tanah (Hanafiah, dkk., 2009).
Kegiatan mikroorganisme tanah dalam perombakan bahan organik berbeda
menurut tekstur tanahnya. Pada tanah yang bertekstur halus, perombakan bahan
organik akan mengalami kesulitan karena mempunyai kemampuan untuk
menimbun bahan organik yang lebih tinggi yang kemudian terjerap pada kisi-kisi
mineral (Kartasapoetra dan Sutedjo, 2005).
Bahan organik tanah mempengaruhi warna tanah, struktur tanah, pH tanah,
dan kapasitas tukar kation tanah. Jumlah dan sifat bahan organik sangat
menentukan kesuburan dan pembentukan tanah (Mukhlis, 2007).
3. Pengaruh Kapasitas Tukar Kation (KTK) Terhadap Mikroorganisme
Tanah
Kation-kation yang diikat atau diadsorbsi oleh koloid tanah dapat
digantikan oleh kation-kation lain, proses ini disebut pertukaran kation. Jumlah

total kation yang terdapat di dalam tanah yang dapat dipertukarkan disebut
kapasitas tukar kation (KTK), dapat didefinisikan bahwa KTK adalah kapasitas
atau kemampuan tanah menjerap dan melepaskan kation yang dinyatakan sebagai
total kation yang dapat dipertukarkan per 100 gram tanah yang dinyatakan dalam
miliequivalen disingkat dengan m.e [m.e / 100g atau m.e (%) atau dalam satuan
internasionalnya Cmolc/kg]. Tanah-tanah yang mempunyai kadar liat/koloid yang

6
Universitas Sumatera Utara

7

lebih tinggi dan/atau kadar bahan organik tinggi memiliki KTK lebih tinggi
dibandingkan dengan tanah yang mempunyai kadar liat rendah (tanah pasiran) dan
kadar bahan organik rendah (Winarso, 2005).
Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat
hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu
menjerap dan menyediakan unsur hara lebih baik dari pada tanah dengan KTK
rendah. Tanah memiliki nilai KTK yang tinggi bila didominasi oleh kation Ca,
Mg, K, Na (kejenuhan basa tinggi) dapat meningkatkan kesuburan tanah. Tetapi

bila didominasi oleh kation asam Al, H (kejenuhan basa rendah) dapat
mengurangi kesuburan tanah. Selain itu tanah-tanah dengan kandungan liat atau
bahan organik yang tinggi mempunyai nilai KTK yang lebih tinggi dibandingkan
tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah pasir
(A’in, 2009).
Kapasitas tukar kation mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dan
aktivitas mikroorganisme di dalam tanah tergantung pada tekstur, bahan organik,
dan pH tanah. Semakin tinggi nilai kapasitas tukar kation maka tanah akan
semakin subur dan membuat aktivitas mikroorganisme semakin meningkat
(Hardjowigeno, 2007). Pertumbuhan bakteri akan optimum apabila tanah
memiliki pH netral dan meningkat seiring dengan meningkatnya pH
(Simanungkalit dkk, 2006).
4. Pengaruh Sulfur (S) Terhadap Mikroorganisme Tanah
Ada tiga sumber alami pokok unsur hara belerang (S) bagi tanah yang
menyediakan belerang untuk tanaman. Ketiga sumber tersebut ialah: (1) mineral
tanah, (2) gas belerang dalam atmosfir, dan (3) bahan organik. Disamping itu ada

7
Universitas Sumatera Utara


8

4 aliran utama S ke atmosfir dengan urutan sebagai berikut; lepasan/produk
bakteri < pembakaran bahan bakar fosil < penghembusan garam-garam laut <
pelepasan gas volkan (Notohadiprawiro, 1998).
Belerang di dalam tanah didapatkan dalam dua bentuk utama yaitu bentuk
organik dan bentuk anorganik, tetapi sebagian besar dalam bentuk organik.
Bentuk S tersebut menentukan perilakunya di dalam tanah. Hampir semua S
dalam tanah tropika yang tidak di pupuk terdapat dalam bentuk organik. Unsur ini
diserap oleh tanaman hampir seluruhnya dalam bentuk ion sulfat (S042-) dan hanya
sejumlah kecil sebagai gas belerang (SO2) yang diserap langsung dari tanah dan
atmosfir. Berdasarkan bentuknya di dalam tanah, S dapat dikelompokkan menjadi
sulfat organik, sulfat terlarut, sulfat terabsorpsi, S-elemen, dan sulfida. Hampir
semua S organik dalam tanah yang beraerasi baik berada dalam bentuk ion sulfat
yang berkombinasi dengan unsur-unsur lain seperti Ca2-, Mg2+, K+, Na+, atau
NH4+. Peningkatan adsorpsi SO42- per unit meningkatkan adsorpsi Ca2+ 12 kali
lebih besar dalam tanah yang mengandung Fe dan Al hidrooksida dibandingkan
dengan tanah yang didominasi oleh bahan organik. Meningkatnya adsorpsi Ca2+
dengan kehadiran SO42- terjadi karena peningkatan muatan negatif yang
diakibatkan oleh SO42- dan meningkatnya pH karena pertukaran SO42- dengan ion

OH (Curtin dan Syers, 1990).
Sulfur anorganik dihasilkan dari dekomposisi senyawa

organik yang

mengandung S dan dari pupuk pembawa S. Sulfat dalam tanah aerob dapat
tereduksi oleh bakteri membentuk H2S yang pada gilirannya akan bereaksi dengan
logam-logam berat menghasilkan sulfida-sulfida yang sangat tidak larut. Selain
itu, tingginya kandungan Ca2+ pada tanah dapat mengurangi kelarutan SO42-. Oleh

8
Universitas Sumatera Utara

9

karena itu pada tanah-tanah alkalin dan tanah yang dikapur berlebihan tanaman
sering mengalami kekurangan sulfur (Engelstad, 1997).
C. Jumlah dan Aktifitas Mikroorganisme Tanah
Tanah merupakan suatu ekosistem yang mengandung berbagai jenis
mikroba dengan morfologi dan sifat fisiologi yang berbeda-beda. Jumlah tiap

kelompok mikroba sangat bervariasi, ada yang hanya terdiri atas beberapa
individu, ada pula yang jumlahnya mencapai jutaan per g tanah. Banyaknya
mikroba berpengaruh terhadap sifat kimia dan fisik tanah serta pertumbuhan
tanaman. Dengan mengetahui jumlah dan aktivitas mikroba di dalam suatu tanah
dapat diketahui apakah tanah tersebut termasuk subur atau tidak karena populasi
mikroba yang tinggi menunjukkan adanya suplai makanan/energi yang cukup,
suhu yang sesuai, ketersediaan air yang cukup, dan kondisi ekologi tanah yang
mendukung perkembangan mikroba. Contoh tanah yang digunakan untuk
membuat seri pengenceran harus dalam keadaan alami dan tidak boleh
dikeringkan. Penyimpanan contoh tanah dalam kondisi lembab pada suhu kamar
tidak boleh melebihi satu hari karena mikroba akan berkembang biak pada kondisi
demikian (Hastuti dan Ginting, 2007).
Istilah aktivitas mikroba ini mengacu pada semua reaksi biokimia yang
dilakukan mikroba dalam tanah. Beberapa reaksi metabolisme seperti respirasi
dan panas yang ditimbulkan merupakan hasil dari aktivitas semua jenis mikroba
tanah (termasuk fauna), sedangkan beberapa reaksi seperti yang terkait dengan
aktivitas nitrifikasi hanya dilakukan oleh mikroba tertentu yang jumlahnya
terbatas. Hasil pengukuran aktivitas metabolisme mikroba di laboratorium dari
contoh tanah yang bebas dari flora dan fauna diasumsikan semuanya berasal dari


9
Universitas Sumatera Utara

10

aktivitas mikroba, sedangkan hasil dari pengukuran di lapangan pada tanah alami
merupakan gambaran aktivitas dari semua organisme yang mendiami tanah
tersebut (Widyati, 2013).
Aktivitas mikroorganisme yang tinggi berhubungan dengan banyaknya
populasi

mikroorganisme

dan

bahan

organik

sebagai

sumber

energi

mikroorganisme untuk melakukan aktivitas (Hanafiah, dkk., 2009). Metode ini
didasarkan pada pengukuran CO2 di dalam tanah pada periode waktu tertentu.
Larutan NaOH atau KOH yang digunakan berfungsi sebagai penangkap CO2 yang
kemudian dititrasi dengan HCl. Jumlah HCl yang diperlukan untuk titrasi setara
dengan jumlah CO2 yang dihasilkan. Respirasi didalam tanah dipengaruhi oleh
aktivitas

mikroorganisme,

produksi

CO2

yang

tinggi

berarti

aktivitas

mikoorganisme tanah juga tinggi (Sumariasih, 2003).
Kesuburan tanah dapat diprediksi dari jumlah populasi mikroba yang
hidup di dalamnya. Tingginya jumlah mikroba merupakan pertanda tingginya
tingkat kesuburan tanah, karena mikroba berfungsi sebagai perombak senyawa
organik menjadi nutrien yang tersedia bagi tanaman dan di dalam tanah
terkandung cukup bahan organik dan senyawa lainnya untuk pertumbuhan
mikroba. Tanah yang dirajai tumbuhan memiliki kandungan bahan organik dan
unsur hara makro lebih tinggi dibandingkan tanah tanpa tumbuhan. Tanah yang
ada tumbuhan pohon mengandung bahan organik atau unsur C yang umumnya di
atas 2,5% sedangkan C pada tanah tidak ada tumbuhan pohon, tetapi didominasi
alang-alang adalah di bawah 0,7%. Hal ini disebabkan antara lain bahan organik
yang dihasilkan pohon lebih mudah mengalami perombakan, bahan organik ini
dihasilkan dalam jumlah banyak, sehingga cukup tersedia untuk pertumbuhan dan

10
Universitas Sumatera Utara

11

perkembangan mikroba tanah (Purwaningsih, 2004).
Teknik pengenceran bertingkat dalam enumerasi mikroba pada media
cawan agar (plate count) merupakan teknik enumerasi mikroba tertua yang
sampai saat ini masih digunakan. Penemuan agar (polisakarida dari ganggang
laut) sebagai media padat sangat bermanfaat dalam mempelajari mikroorganisme
karena sifat-sifatnya yang unik, yakni mencair pada suhu 100oC dan membeku
pada suhu sekitar 40oC serta tahan perombakan oleh kebanyakan mikroorganisme
(Saraswati dan Sumarno, 2008).
D. Keadaan Umum Lokasi Penelitian.
Sumber air panas Tinggi Raja kecamatan Silau Kahean, Kabupaten
Simalungun terletak dalam suatu lokasi cagar alam (CA) dengan luas 167 ha di
desa Tinggi Raja. Berjarak 80 Km dari Pematang Siantar dan 116 km dari desa
Tinggi Raja. Secara geografis Tinggi Raja terletak di antara 3o 08’ s.d 3o 09’
Lintang Utara dan 98o 46’ 30” sampai 98o 48’ 30” Bujur Timur. Berdasarkan letak
pada ketinggian di atas permukaan laut (dpl) maka Cagar Alam Tinggi Raja
terletak pada ketinggian sampai dengan 450 m dpl. Cagar Alam ini terletak di
antara desa Dolok Merawa dan Desa Bahoan (BKSDA Sumatera Utara, 2003)
Cagar alam ini merupakan kawasan konservasi yang telah dilindungi sejak tahun
1924 melalui keputusan bersama raja-raja simalungun yang dituangkan dalam
bentuk keputusan Zeelfbestuur Besluit no. 24 tanggal 18 april 1924 (BKSDA
Sumatera Utara, 2002).
Keunikan yang khas dari cagar alam dolok tinggi raja adalah terdapatnya
sumber-sumber panas bumi yang muncul ke permukaan bumi dalam bentuk
sumber air panas. Endapan-endapan kapur yang terbentuk dari proses panas bumi

11
Universitas Sumatera Utara

12

yang mengandung belerang membentuk teras-teras kapur berbukit-bukit.
Fenomena alam unik lainnya adalah panas bumi yang aktif dapat berpindahpindah tempat. Bukit-bukit hasil endapan kapur yang terlihat sudah tidak aktif
sewaktu-waktu akan kembali aktif. Hal ini menunjukkan kondisi panas bumi dan
bukit-bukit kapur tersebut tidak stabil (BKSDA Sumatera Utara, 2002).
Tanah di kawasan Cagar Alam Tinggi Raja sebagian besar termasuk ke
dalam struktur tanah laterit berkapur dengan humus yang tipis (terutama pada
kawasan yang dekat dengan endapan kapur), pH tanah 6,5 - > 7. Keadaan iklim
menurut klasifikasi Smith dan Ferguson, di kelompokkan ke dalam iklim tipe A
yaitu dengan curah hujan berkisar antara 2500-3500 mm per tahun, dengan suhu
rata-rata saat ini antara 24-30oC (BKSDA Sumatera Utara, 2003).

12
Universitas Sumatera Utara