Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Modal pada Pemerintah Kabupaten Kota di Provinsi Jawa Barat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Belanja Modal
Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal
adalah “pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang
sifatnya menambah aset tetap/ inventaris yang memberikan manfaat lebih dari
satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya
pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta
meningkatkan kapasitas dan kualitas aset”.
Dalam Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), belanja modal terdiri dari 5
kategori utama, yaitu:
1. Belanja Modal Tanah
Belanja modal tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk
pengadaan/pembelian/pembebasan, penyelesaian, balik nama dan sewa
tanah, pengosongan, pengurugan, perataaan, pematangan tanah, pembuat
sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak
atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.
2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin
Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran/ biaya yang
digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan
kapasitas peralatan dan mesin, serta inventaris kantor yang memberikan
manfaat lebih dari 12 bulan, dan sampai peralatan dan mesin dimaksud
dalam kondisi siap pakai.
Universitas Sumatera Utara
3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan
Belanja modal gedung dan bangunan adalah pengeluaran/biaya yang
digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk
pengeluaran
untuk
perencanaan,
pengawasan
dan
pengelolaan
pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai
gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.
4. Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan
Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran/biaya yang
digunakan
untuk
pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan
pembangunan/pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran
untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan
jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan
dimaksud dalam kondisi siap pakai.
5. Belanja Modal Fisik Lainnya
Belanja modal fisik lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk
pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/ pembuatan serta
perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke dalam kriteria
belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi
dan jaringan. Termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli,
pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum,
hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pusat dan Daerah Pasal 1 angka 18 bahwa “Pendapatan asli daerah adalah
pendapatan yang diperoleh yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan”. Menurut Halim (2007:96), PAD
merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli
daerah.
2.3. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
2.3.1.
Pajak Daerah
Menurut UU No. 28 Tahun 2009, pajak daerah yang disebut pajak
adalah “kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Terkait
dengan pendapatan pajak yang berbeda bagi provinsi dan kabupaten/kota
sesuai dengan UU No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU No. 18
Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Menurut UU tersebut,
jenis pendapatan pajak untuk provinsi meliputi objek pendapatan berikut:
1. Pajak kendaraan bermotor.
2. Bea balik nama kendaraan bermotor.
3. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor.
4. Pajak kendaraan di atas air.
5. Pajak air di bawah tanah.
Universitas Sumatera Utara
6. Pajak air permukaan.
Selanjutnya, jenis pajak kabupaten/kota tersusun atas:
1. Pajak hotel.
2. Pajak restoran.
3. Pajak hiburan.
4. Pajak reklame.
5. Pajak penerangan jalan.
6. Pajak pengambilan bahan galian golongan C.
7. Pajak parkir.
2.3.2.
Retribusi Daerah
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas
jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
badan.
Pendapatan
retribusi
juga
berbeda
untuk
provinsi
dan
kabupaten/kota, terkait dengan UU No. 34 Tahun 2000. Untuk provinsi,
jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut:
1. Retribusi pelayanan kesehatan.
2. Retribusi pemakaian kekayaan daerah.
3. Retribusi penggantian biaya cetak peta.
4. Retribusi pengujian kapal perikanan.
Selanjutnya, jenis pendapatan retribusi untuk kabupaten/kota meliputi
objek pendapatan berikut:
1. Retribusi pelayanan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
2. Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan.
3. Retribusi penggantian biaya cetak KTP.
4. Retribusi penggantian biaya cetak akte catatan sipil.
5. Retribusi pelayanan pemakaman.
6. Retribusi pelayanan pengabuan mayat.
7. Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum.
8. Retribusi pelayanan pasar.
9. Retribusi pengujian kendaraan bermotor.
10. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran.
11. Retribusi penggantian biaya cetak peta.
12. Retribusi pengujian kapal perikanan.
13. Retribusi pemakaian kekayaan daerah.
14. Retribusi jasa usaha pasar grosir atau pertokoan.
15. Retribusi jasa usaha tempat pelelangan.
16. Retribusi jasa usaha terminal.
17. Retribusi jasa usaha tempat khusus parkir.
18. Retribusi jasa usaha tempat penginapan/pesanggrahan/villa.
19. Retribusi jasa usaha penyedotan kakus.
20. Retribusi jasa usaha rumah potong hewan.
21. Retribusi jasa usaha pelayanan pelabuhan kapal.
22. Retribusi jasa usaha tempat rekreasi dan olahraga.
23. Retribusi jasa usaha penyeberangan di atas air.
24. Retribusi jasa usaha pengelolaan limbah cair.
Universitas Sumatera Utara
25. Retribusi jasa usaha penjualan produksi usaha daerah.
26. Retribusi izin mendirikan bagunan.
27. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol.
28. Retribusi izin gangguan.
29. Retribusi izin trayek.
2.3.3.
Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang Dipisahkan
Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan
merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek
pendapatan yang mencakup:
1. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah.
2. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara.
3. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau
kelompok usaha masyarakat.
2.3.4.
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari
lain-lain milik pemda. Undang-undang No. 33 Tahun 2004 menjelaskan
PAD yang sah, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang
tidak termasuk dalam jenis pajak dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut:
1. Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan.
2. Jasa giro.
3. Pendapatan bunga.
Universitas Sumatera Utara
4. Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah.
5. Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan, pengadaan barang, dan jasa oleh daerah
6. Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata
uang asing.
7. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan.
8. Pendapatan denda pajak.
9. Pendapatan denda retribusi.
10. Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan.
11. Pendapatan dari pengembalian.
12. Fasilitas sosial dan umum.
13. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan.
14. Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.
2.4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Berdasarkan Pasal 64 ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Pemerintahan Daerah, maka:
Pada orde baru, APBD dapat didefenisikan “Sebagai rencana operasional
keuangan pemda, di mana pada satu pihak menggambarkan perkiraan
pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan
proyek-proyek daerah selama satu tahun anggaran tertentu, dan dipihak lain
menggambarkan perkiraan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna
menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud.” Pada orde lama,
definisi APBD adalah “Rencana pekerjaan keuangan (financial workplan)
yang dibuat untuk suatu jangka waktu ketika badan legislatif (DPRD)
memberikan kredit kepada badan eksekutif (kepala daerah) untuk melakukan
pembiayaan guna kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan
yang menjadi dasar (grondslag) penetapan anggaran dan yang menunjukkan
semua penghasilan untuk menutup pengeluaran tadi”. (Halim, 2007:20)
Universitas Sumatera Utara
Menurut UU No. 17 Tahun 2003, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) adalah “Suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)”. Dalam UU tersebut,
ditetapkan bahwa laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD
disampaikan berupa laporan keuangan yang setidak-tidaknya terdiri atas:
a. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
b. Neraca
c. Laporan Arus Kas (LAK)
d. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)
2.5. Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (4) UU No. 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, fungsi APBD adalah:
1. Fungsi Otorisasi
Anggaran daerah merupakan dasar untuk melaksanakan pendapatan dan
belanja pada tahun yang bersangkutan.
2. Fungsi Perencanaan
Anggaran daerah merupakan pedoman bagi manajemen dalam merencanakan
kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
3. Fungsi Pengawasan
Anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan
penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
4. Fungsi Alokasi
Anggaran daerah diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan
sumber daya, serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian.
5. Fungsi Distribusi
Anggaran daerah harus mengandung arti/ memperhatikan rasa keadilan dan
kepatutan.
6. Fungsi Stabilisasi
Anggaran daerah harus mengandung arti/ harus menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Struktur APBD
Pembiayaan
Pendapatan
SURPLUS
DEFISIT
Belanja
Pengeluaran:
Pembayaran Pokok Pinjaman
Penyertaan Modal
Pembentukan Dana Cadangan dan
lain-lain
Penerimaan:
SiLPA (tahun sebelumnya)
Pencairan Dana Cadangan
Penerimaan Pinjaman Daerah, dan
lain-lain
Gambar 2.1
Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari:
a. Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah terdiri atas:
1) Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Mencakup pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
2) Dana Perimbangan
Mencakup dana bagi hasil (pajak dan sumber daya alam), dana alokasi
umum, dan dana alokasi khusus.
3) Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Mencakup hibah (barang atau uang dan/atau jasa), dana darurat, dana
bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota, dana
Universitas Sumatera Utara
penyesuaian dan dana otonomi khusus, serta bantuan keuangan dari
provinsi atau pemda lainnya.
b. Belanja Daerah
Belanja daerah dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu:
1) Belanja Tidak Langsung
Merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung
dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak
langsung terdiri atas belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan
sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga.
2) Belanja Langsung
Merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan
pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung terdiri
atas belanja pegawai (honorarium/upah), belanja barang dan jasa, dan
belanja modal.
c. Pembiayaan Daerah
Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar
kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada
tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran
berikutnya.
Penerimaan pembiayaan mencakup:
1) Sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya.
2) Pencairan dana cadangan.
3) Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Universitas Sumatera Utara
4) Penerimaan pinjaman daerah.
5) Penerimaan kembali pemberian pinjaman.
6) Penerimaan piutang daerah.
Pengeluaran pembiayaan mencakup:
1) Pembentukan dana cadangan.
2) Penerimaan modal (investasi) pemda.
3) Pembayaran pokok utang.
4) Pemberian pinjaman daerah.
2.7. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang menjadi pembanding peneliti
dalam melakukan penelitian.
Tabel 2.1
Tinjauan penelitian terdahulu
Nama Peneliti
dan Tahun
Adisti
(2015)
Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah, Dana Alokasi
Umum, dan Dana Alokasi
Khusus Terhadap Belanja
Modal Pada
Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Barat
Independen:
Pendapatan Asli
Daerah (PAD), Dana
Alokasi Umum
(DAU), dan Dana
Alokasi Khusus
(DAK)
PAD, DAU, dan DAK
secara simultan
berpengaruh signifikan
terhadap
pengalokasian belanja
modal. PAD, DAU,
dan DAK tidak
berpengaruh signifikan
terhadap
pengalokasian belanja
modal.
Pertumbuhan
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
berpengaruh signifikan
positif terhadap
peningkatan belanja
modal.
Dependen:
Belanja Modal
Handoko
(2009)
Pengaruh Pertumbuhan
Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Terhadap
Peningkatan Belanja
Modal Pada Pemerintah
Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Barat
Independen:
Pertumbuhan
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Dependen:
Peningkatan Belanja
Modal
Universitas Sumatera Utara
Rangkuti
(2009)
Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Terhadap
Belanja Langsung di
Pemerintah
Kabupaten/Kota di
Sumatera Utara
Dependen:
Pajak Daerah,
Retribusi Daerah,
Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah
yang Dipisahkan, dan
Lain-lain Pendapatan
Asli Daerah yang Sah
Independen:
Belanja Langsung
Siregar
(2015)
Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah Terhadap Belanja
Modal Pada Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota di
Provinsi Kalimantan
Tengah
Independen:
Pajak Daerah,
Retribusi Daerah,
Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah
yang Dipisahkan, dan
Lain-lain Pendapatan
Asli Daerah yang Sah
Dependen:
Belanja Modal
Secara simultan, pajak
daerah, retribusi
daerah, hasil
pengelolaan kekayaan
daerah yang
dipisahkan, dan lainlain PAD yang sah
berpengaruh signifikan
terhadap belanja
langsung.
Secara parsial hanya
lain-lain PAD yang
sah berpengaruh
signifikan positif
terhadap belanja
langsung. Sedangkan
pajak daerah, retribusi
daerah, dan hasil
pengelolaan kekayaan
daerah yang
dipisahkan tidak
berpengaruh signifikan
terhadap belanja
langsung.
Pajak daerah, retribusi
daerah, hasil
pengelolaan kekayaan
daerah yang
dipisahkan, dan lainlain PAD yang sah
secara simultan tidak
berpengaruh signifikan
terhadap belanja
modal. Sedangkan
secara parsial hanya
lain-lain PAD yang
sah yang berpengaruh
dan signifikan
terhadap belanja
modal.
Sumber : data diolah oleh peneliti
2.8. Kerangka Konseptual
Menurut Sugiyono (2010:89), “kerangka konseptual merupakan sintesa
tentang hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah
dideskripsikan”. Kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
2.
Pajak Daerah
(X1)
3.
4.
Retribusi Daerah
(X2)
5.
6.
7.
8.
Belanja Modal
(Y)
Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan
(X3)
9.
10.
Lain-lain Pendapatan Asli
Daerah yang Sah
(X4)
11.
Gambar 2.2
Kerangka Konseptual
Jika sumber-sumber pendapatan daerah (misalnya: pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
pendapatan asli daerah) telah diperoleh dan dikelola dengan baik untuk
membiayai urusan pemerintah daerah, khususnya belanja modal, maka
tercerminlah suatu tingkat kemandirian dan otonomi daerah tersebut. Efesiensi,
efektivitas, transparansi, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam mengatur
keuangan daerah (baik penerimaan dan pengeluaran daerah) maka akan terwujud
pula otonomi daerah yang menyejahterakan masyarakatnya di daerah itu sendiri.
Pendapatan asli daerah yang tinggi dapat mengurangi ketergantungan pemerintah
daerah terhadap pemerintah pusat, khususnya dalam hal bantuan dana.
Universitas Sumatera Utara
2.9. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan dugaan sementara terhadap rumusan masalah dalam
suatu penelitian. Berdasarkan tinjauan teoritis dan kerangka konseptual yang telah
dijelaskan sebelumnya, penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut :
H1 : Pajak daerah berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pada
pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat
H2 : Retribusi daerah berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pada
pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat
H3 : Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan berpengaruh signifikan
terhadap belanja modal pada pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat
H4 : Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah berpengaruh signifikan
berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pada pemerintah kabupaten/kota
di Jawa Barat
H5 : Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah berpengaruh secara
simultan terhadap belanja modal pada pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Belanja Modal
Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal
adalah “pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang
sifatnya menambah aset tetap/ inventaris yang memberikan manfaat lebih dari
satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya
pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta
meningkatkan kapasitas dan kualitas aset”.
Dalam Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), belanja modal terdiri dari 5
kategori utama, yaitu:
1. Belanja Modal Tanah
Belanja modal tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk
pengadaan/pembelian/pembebasan, penyelesaian, balik nama dan sewa
tanah, pengosongan, pengurugan, perataaan, pematangan tanah, pembuat
sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak
atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.
2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin
Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran/ biaya yang
digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan
kapasitas peralatan dan mesin, serta inventaris kantor yang memberikan
manfaat lebih dari 12 bulan, dan sampai peralatan dan mesin dimaksud
dalam kondisi siap pakai.
Universitas Sumatera Utara
3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan
Belanja modal gedung dan bangunan adalah pengeluaran/biaya yang
digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk
pengeluaran
untuk
perencanaan,
pengawasan
dan
pengelolaan
pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai
gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.
4. Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan
Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran/biaya yang
digunakan
untuk
pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan
pembangunan/pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran
untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan
jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan
dimaksud dalam kondisi siap pakai.
5. Belanja Modal Fisik Lainnya
Belanja modal fisik lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk
pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/ pembuatan serta
perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke dalam kriteria
belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi
dan jaringan. Termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli,
pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum,
hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pusat dan Daerah Pasal 1 angka 18 bahwa “Pendapatan asli daerah adalah
pendapatan yang diperoleh yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan”. Menurut Halim (2007:96), PAD
merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli
daerah.
2.3. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
2.3.1.
Pajak Daerah
Menurut UU No. 28 Tahun 2009, pajak daerah yang disebut pajak
adalah “kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Terkait
dengan pendapatan pajak yang berbeda bagi provinsi dan kabupaten/kota
sesuai dengan UU No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU No. 18
Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Menurut UU tersebut,
jenis pendapatan pajak untuk provinsi meliputi objek pendapatan berikut:
1. Pajak kendaraan bermotor.
2. Bea balik nama kendaraan bermotor.
3. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor.
4. Pajak kendaraan di atas air.
5. Pajak air di bawah tanah.
Universitas Sumatera Utara
6. Pajak air permukaan.
Selanjutnya, jenis pajak kabupaten/kota tersusun atas:
1. Pajak hotel.
2. Pajak restoran.
3. Pajak hiburan.
4. Pajak reklame.
5. Pajak penerangan jalan.
6. Pajak pengambilan bahan galian golongan C.
7. Pajak parkir.
2.3.2.
Retribusi Daerah
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas
jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
badan.
Pendapatan
retribusi
juga
berbeda
untuk
provinsi
dan
kabupaten/kota, terkait dengan UU No. 34 Tahun 2000. Untuk provinsi,
jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut:
1. Retribusi pelayanan kesehatan.
2. Retribusi pemakaian kekayaan daerah.
3. Retribusi penggantian biaya cetak peta.
4. Retribusi pengujian kapal perikanan.
Selanjutnya, jenis pendapatan retribusi untuk kabupaten/kota meliputi
objek pendapatan berikut:
1. Retribusi pelayanan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
2. Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan.
3. Retribusi penggantian biaya cetak KTP.
4. Retribusi penggantian biaya cetak akte catatan sipil.
5. Retribusi pelayanan pemakaman.
6. Retribusi pelayanan pengabuan mayat.
7. Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum.
8. Retribusi pelayanan pasar.
9. Retribusi pengujian kendaraan bermotor.
10. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran.
11. Retribusi penggantian biaya cetak peta.
12. Retribusi pengujian kapal perikanan.
13. Retribusi pemakaian kekayaan daerah.
14. Retribusi jasa usaha pasar grosir atau pertokoan.
15. Retribusi jasa usaha tempat pelelangan.
16. Retribusi jasa usaha terminal.
17. Retribusi jasa usaha tempat khusus parkir.
18. Retribusi jasa usaha tempat penginapan/pesanggrahan/villa.
19. Retribusi jasa usaha penyedotan kakus.
20. Retribusi jasa usaha rumah potong hewan.
21. Retribusi jasa usaha pelayanan pelabuhan kapal.
22. Retribusi jasa usaha tempat rekreasi dan olahraga.
23. Retribusi jasa usaha penyeberangan di atas air.
24. Retribusi jasa usaha pengelolaan limbah cair.
Universitas Sumatera Utara
25. Retribusi jasa usaha penjualan produksi usaha daerah.
26. Retribusi izin mendirikan bagunan.
27. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol.
28. Retribusi izin gangguan.
29. Retribusi izin trayek.
2.3.3.
Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang Dipisahkan
Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan
merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek
pendapatan yang mencakup:
1. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah.
2. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara.
3. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau
kelompok usaha masyarakat.
2.3.4.
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari
lain-lain milik pemda. Undang-undang No. 33 Tahun 2004 menjelaskan
PAD yang sah, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang
tidak termasuk dalam jenis pajak dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut:
1. Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan.
2. Jasa giro.
3. Pendapatan bunga.
Universitas Sumatera Utara
4. Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah.
5. Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan, pengadaan barang, dan jasa oleh daerah
6. Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata
uang asing.
7. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan.
8. Pendapatan denda pajak.
9. Pendapatan denda retribusi.
10. Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan.
11. Pendapatan dari pengembalian.
12. Fasilitas sosial dan umum.
13. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan.
14. Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.
2.4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Berdasarkan Pasal 64 ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Pemerintahan Daerah, maka:
Pada orde baru, APBD dapat didefenisikan “Sebagai rencana operasional
keuangan pemda, di mana pada satu pihak menggambarkan perkiraan
pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan
proyek-proyek daerah selama satu tahun anggaran tertentu, dan dipihak lain
menggambarkan perkiraan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna
menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud.” Pada orde lama,
definisi APBD adalah “Rencana pekerjaan keuangan (financial workplan)
yang dibuat untuk suatu jangka waktu ketika badan legislatif (DPRD)
memberikan kredit kepada badan eksekutif (kepala daerah) untuk melakukan
pembiayaan guna kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan
yang menjadi dasar (grondslag) penetapan anggaran dan yang menunjukkan
semua penghasilan untuk menutup pengeluaran tadi”. (Halim, 2007:20)
Universitas Sumatera Utara
Menurut UU No. 17 Tahun 2003, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) adalah “Suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)”. Dalam UU tersebut,
ditetapkan bahwa laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD
disampaikan berupa laporan keuangan yang setidak-tidaknya terdiri atas:
a. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
b. Neraca
c. Laporan Arus Kas (LAK)
d. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)
2.5. Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (4) UU No. 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, fungsi APBD adalah:
1. Fungsi Otorisasi
Anggaran daerah merupakan dasar untuk melaksanakan pendapatan dan
belanja pada tahun yang bersangkutan.
2. Fungsi Perencanaan
Anggaran daerah merupakan pedoman bagi manajemen dalam merencanakan
kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
3. Fungsi Pengawasan
Anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan
penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
4. Fungsi Alokasi
Anggaran daerah diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan
sumber daya, serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian.
5. Fungsi Distribusi
Anggaran daerah harus mengandung arti/ memperhatikan rasa keadilan dan
kepatutan.
6. Fungsi Stabilisasi
Anggaran daerah harus mengandung arti/ harus menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Struktur APBD
Pembiayaan
Pendapatan
SURPLUS
DEFISIT
Belanja
Pengeluaran:
Pembayaran Pokok Pinjaman
Penyertaan Modal
Pembentukan Dana Cadangan dan
lain-lain
Penerimaan:
SiLPA (tahun sebelumnya)
Pencairan Dana Cadangan
Penerimaan Pinjaman Daerah, dan
lain-lain
Gambar 2.1
Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari:
a. Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah terdiri atas:
1) Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Mencakup pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
2) Dana Perimbangan
Mencakup dana bagi hasil (pajak dan sumber daya alam), dana alokasi
umum, dan dana alokasi khusus.
3) Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Mencakup hibah (barang atau uang dan/atau jasa), dana darurat, dana
bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota, dana
Universitas Sumatera Utara
penyesuaian dan dana otonomi khusus, serta bantuan keuangan dari
provinsi atau pemda lainnya.
b. Belanja Daerah
Belanja daerah dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu:
1) Belanja Tidak Langsung
Merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung
dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak
langsung terdiri atas belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan
sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga.
2) Belanja Langsung
Merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan
pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung terdiri
atas belanja pegawai (honorarium/upah), belanja barang dan jasa, dan
belanja modal.
c. Pembiayaan Daerah
Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar
kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada
tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran
berikutnya.
Penerimaan pembiayaan mencakup:
1) Sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya.
2) Pencairan dana cadangan.
3) Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Universitas Sumatera Utara
4) Penerimaan pinjaman daerah.
5) Penerimaan kembali pemberian pinjaman.
6) Penerimaan piutang daerah.
Pengeluaran pembiayaan mencakup:
1) Pembentukan dana cadangan.
2) Penerimaan modal (investasi) pemda.
3) Pembayaran pokok utang.
4) Pemberian pinjaman daerah.
2.7. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang menjadi pembanding peneliti
dalam melakukan penelitian.
Tabel 2.1
Tinjauan penelitian terdahulu
Nama Peneliti
dan Tahun
Adisti
(2015)
Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah, Dana Alokasi
Umum, dan Dana Alokasi
Khusus Terhadap Belanja
Modal Pada
Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Barat
Independen:
Pendapatan Asli
Daerah (PAD), Dana
Alokasi Umum
(DAU), dan Dana
Alokasi Khusus
(DAK)
PAD, DAU, dan DAK
secara simultan
berpengaruh signifikan
terhadap
pengalokasian belanja
modal. PAD, DAU,
dan DAK tidak
berpengaruh signifikan
terhadap
pengalokasian belanja
modal.
Pertumbuhan
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
berpengaruh signifikan
positif terhadap
peningkatan belanja
modal.
Dependen:
Belanja Modal
Handoko
(2009)
Pengaruh Pertumbuhan
Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Terhadap
Peningkatan Belanja
Modal Pada Pemerintah
Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Barat
Independen:
Pertumbuhan
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Dependen:
Peningkatan Belanja
Modal
Universitas Sumatera Utara
Rangkuti
(2009)
Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Terhadap
Belanja Langsung di
Pemerintah
Kabupaten/Kota di
Sumatera Utara
Dependen:
Pajak Daerah,
Retribusi Daerah,
Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah
yang Dipisahkan, dan
Lain-lain Pendapatan
Asli Daerah yang Sah
Independen:
Belanja Langsung
Siregar
(2015)
Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah Terhadap Belanja
Modal Pada Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota di
Provinsi Kalimantan
Tengah
Independen:
Pajak Daerah,
Retribusi Daerah,
Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah
yang Dipisahkan, dan
Lain-lain Pendapatan
Asli Daerah yang Sah
Dependen:
Belanja Modal
Secara simultan, pajak
daerah, retribusi
daerah, hasil
pengelolaan kekayaan
daerah yang
dipisahkan, dan lainlain PAD yang sah
berpengaruh signifikan
terhadap belanja
langsung.
Secara parsial hanya
lain-lain PAD yang
sah berpengaruh
signifikan positif
terhadap belanja
langsung. Sedangkan
pajak daerah, retribusi
daerah, dan hasil
pengelolaan kekayaan
daerah yang
dipisahkan tidak
berpengaruh signifikan
terhadap belanja
langsung.
Pajak daerah, retribusi
daerah, hasil
pengelolaan kekayaan
daerah yang
dipisahkan, dan lainlain PAD yang sah
secara simultan tidak
berpengaruh signifikan
terhadap belanja
modal. Sedangkan
secara parsial hanya
lain-lain PAD yang
sah yang berpengaruh
dan signifikan
terhadap belanja
modal.
Sumber : data diolah oleh peneliti
2.8. Kerangka Konseptual
Menurut Sugiyono (2010:89), “kerangka konseptual merupakan sintesa
tentang hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah
dideskripsikan”. Kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
2.
Pajak Daerah
(X1)
3.
4.
Retribusi Daerah
(X2)
5.
6.
7.
8.
Belanja Modal
(Y)
Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan
(X3)
9.
10.
Lain-lain Pendapatan Asli
Daerah yang Sah
(X4)
11.
Gambar 2.2
Kerangka Konseptual
Jika sumber-sumber pendapatan daerah (misalnya: pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
pendapatan asli daerah) telah diperoleh dan dikelola dengan baik untuk
membiayai urusan pemerintah daerah, khususnya belanja modal, maka
tercerminlah suatu tingkat kemandirian dan otonomi daerah tersebut. Efesiensi,
efektivitas, transparansi, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam mengatur
keuangan daerah (baik penerimaan dan pengeluaran daerah) maka akan terwujud
pula otonomi daerah yang menyejahterakan masyarakatnya di daerah itu sendiri.
Pendapatan asli daerah yang tinggi dapat mengurangi ketergantungan pemerintah
daerah terhadap pemerintah pusat, khususnya dalam hal bantuan dana.
Universitas Sumatera Utara
2.9. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan dugaan sementara terhadap rumusan masalah dalam
suatu penelitian. Berdasarkan tinjauan teoritis dan kerangka konseptual yang telah
dijelaskan sebelumnya, penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut :
H1 : Pajak daerah berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pada
pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat
H2 : Retribusi daerah berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pada
pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat
H3 : Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan berpengaruh signifikan
terhadap belanja modal pada pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat
H4 : Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah berpengaruh signifikan
berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pada pemerintah kabupaten/kota
di Jawa Barat
H5 : Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah berpengaruh secara
simultan terhadap belanja modal pada pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat.
Universitas Sumatera Utara