Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Modal Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Kalimantan Tengah

(1)

SKRIPSI

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA MODAL PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA DI

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

OLEH

FEBRINA NUZULANI SIREGAR 110503231

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Modal Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah ” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Data yang saya peroleh dari lembaga dan saya kutip dari hasil karya penulis lain telah mendapatkan izin serta telah dicantumkan sumbernya secara jelas menurut norma dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi saya berikut ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, April 2015 Yang Membuat Pernyataan

Febrina Nuzulani Siregar NIM: 110503231


(3)

ABSTRAK

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Modal Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah

Pendapatan Asli Daerah memiliki peran yang cukup signifikan dalam menentukan kemampuan daerah untuk melakukan aktivitas pemerintahan dan program pembangunan yang telah direncanakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain PAD yang Sah berpengaruh secara simultan maupun parsial terhadap Belanja Modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2010 – 2013.

Sejalan dengan tujuan penelitian ini, penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode purposive sampling, artinya sampel dalam penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Sampel dalam penelitian ini dari tahun 2010- 2013 berjumlah 8 kabupaten. Teknik pengumpulan data berdasarkan pada data sekunder. Dalam penelitian ini, data sekunder diperoleh dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (http://www.djpk.depkeu.go.id) pada tahun 2010-2013.

Hasil dari pengujian hipotesis pertama bahwa Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain PAD yang sah secara simultan (uji F) tidak berpengaruh segnifikan terhadap Belanja Modal pada pemerintah daerah kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2010-2013. Sedangkan Secara Parsial (uji t) hanya terdapat pada Lain-Lain PAD yang Sah yang berpengaruh dan signifikan terhadap Belanja Modal.

Kata Kunci:

Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, Lain-Lain PAD yang sah dan Belanja Modal.


(4)

ABSTRACT

Influence of Regional Income Against Capital Expenditure In District Government / City in the province of Central Kalimantan

Local Revenue has a significant role in determining the region's ability to perform activities of government and development programs that have been planned. This study aims to determine whether the variable Local Taxes, Levies Regional, Regional Wealth Management Results Separated and Other Legal PAD affects simultaneously and partially to the Capital Expenditure on Local Government District / City in the province of Central Kalimantan Year 2010-2013.

In line with the objectives of this study, the research was conducted by using purposive sampling method, meaning that the sample in this study were selected based on specific criteria. The sample in this study from the year 2010- 2013 amounted to 8 districts. Data collection techniques based on secondary data. In this study, the secondary data obtained from the Directorate General of Fiscal Balance (http://www.djpk.depkeu.go.id) in 2010-2013.

The results of testing the first hypothesis that the Local Tax, Local Retribution, results were separated and the Regional Management Other legal PAD simultaneously (F test) does not affect segnifikan for Capital Expenditure on local government district / city in the province of Central Kalimantan in the year 2010- 2013. While Partial (t test) is only found in Everything Else PAD Legal influential and significant capital expenditures.

Keywords:

Local Taxes, Levies Regional, Regional Wealth Management Results Separated Else legitimate Regional Revenue and Capital Expenditure.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, kesehatan, dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Kalimantan Tengah ,” guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan serta dukungan baik secara moril maupun materil dari berbagai pihak. terutama penulis ucapkan kepada kedua orang tua penulis Bapak Ganda Mada Siregar, S.H. dan Ibu Erna Susiana. Terima kasih atas semua kasih sayang, do’a, dukungan, didikan, dan semangat yang sangat berarti. Semoga penulis dapat menjadi anak yang dibanggakan. Kemudian kepada Adik- Adik Penulis, Delvina H.Siregar dan Raja Habib Suwanda Siregar juga Penulis ucapkan terima kasih atas dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Acc., Ak., CA., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak., CPA dan Drs. Hotmal Ja’far, MM., Ak., selaku Ketua dan Sekretaris Dapartemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.


(6)

3. Bapak Drs. Firman Syarief, M.Si., Ak., dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM., Ak., selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Rasdianto,S.E., M.Si., Ak. selaku Dosen Pembimbing dan Bapak Drs. M.Utama Nasution, M.M.,A.k., selaku Dosen Pembanding/Penguji 2 penulis yang telah memberikan koreksi dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen pengajar yang telah memberikan ilmunya

kepada penulis selama kuliah.

6. Sahabat-Sahabat penulis, Erliza Rahmadani Rkt, Rimma P.S, Inike Ayuningtyas, Dyah Anggun P.I., dan teman-teman seperjuangan akuntansi 2011 atas waktu, bantuan, dan motivasi yang diberikan

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang akuntansi.

Medan,13 April 2015 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis ... 6

2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah(APBD) ... 6

2.1.2 Struktur APBD ... 8

2.1.3 Belanja Modal ... 9

2.1.4 Pendapatan Asli Daerah……… 13

2.2 Penelitian Terdahulu ... 18

2.3 Kerangka Konseptual ... 22

2.4 Hipotesis Penelitian ... 23

BAB III : METODE PENELITIAN 3.1Jenis dan Sumber Data ... 24

3.1.1.Jenis Data ………. 24


(8)

3.1.3 Tempat dan Waktu Penelitian……….. 24

3.2Populasi dan Sampel ... 24

3.3Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel .... 27

3.3.1 Variabel Penelitian ... 27

3.3.2 Definisi Operasional Variabel ... 27

3.3.2.1 Variabel Independen(X)……… .. 27

3.3.2.2 Variabel Dependen (Y)……… 27

3.4Metode Pengumpulan Data ... 29

3.5Metode Analisis ... 30

3.5.1 Uji Asumsi Klasik ... 30

3.5.1.1 Uji Normalitas ... 30

3.5.1.2 Uji Multikolonieritas ... 30

3.5.1.3 Uji Autokorelasi ... 31

3.5.1.4 Uji Heteroskedastisitas ... 32

3.5.2 Pengujian Hipotesis ... 33

3.5.2.1 Regresi Linear Berganda ... 33

3.5.2.2 Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 34

3.5.2.3 Pengujian Hipotesis secara Simultan (UjiF) ... 34

3.5.2.4 Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t) ... 35

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 37

4.2 Uji Asumsi Klasik ... 40

4.2.1 Uji Normalitas ... 40

4.2.2 Uji Multikolonieritas ... 43

4.2.3 Uji Autokorelasi ... 44

4.2.4 Uji Heteroskedastisitas ... 46

4.3 Pengujian Hipotesis ... 47

4.3.1 Analisis Koefisien Determinasi ... 47

4.3.2. Uji Signifikansi Koefisien Regresi Parsial Secara Menyeluruh (Uji F) ... 48


(9)

4.3.3 Uji Signifikansi Koefisien Regresi

Parsial Secara Invidu (Uji t) ... 51

4.3.3.1 Pengaruh Pajak Daerah terhadap Belanja Modal... 53

4.3.3.2 Pengaruh Retribusi Daerah Terhadap Belanja Modal ... 53

4.3.3.3 Pengaruh Hasil Pengelolaan Kekayaan daerah yang dipisahkan terhadap Belanja Modal ... 54

4.3.3.4 Pengaruh Lain-lain PAD yang Sah terhadap Belanja Modal ... 54

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian ... 55

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 57

5.2 Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(10)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1 Penelitian Terdahulu ... 19

3.1 Tabel Kriteria Pemilihan Sampel ... 25

3.2 Daftar Populasi dan Sampel ... 26

3.3 Definisi Operasional Variabel dan Skala Pengukuran Variabel ... 28

3.4 Uji Durbin – Watson (DW Test) ... 31

4.1 Statistik Deskriptif dari Pajak Daerah,Retribusi Daerah,Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan,lain-lain PAD yang Sah dan Belanja Modal ... 37

4.2 Uji Normalitas ... 41

4.3 Uji Multikolinearitas ... 44

4.4 Uji Autokorelasi ... 45

4.5 Koefisien Determinasi ... 48

4.6 Uji Signifikansi Simultan (Uji F) ... 49

4.7 Perhitungan Nilai Kritis F dengan Microsoft Excel ... 50

4.8 Uji Signifikansi Parsial (Uji t) ... 51


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual ... 23

4.1 Normal Probability Plot Untuk Pengujian Asumsi Normalitas ... 42

4.2 Histogram Untuk Pengujian Asumsi Normalitas ... 42


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1 Pemerintah Daerah Memenuhi Kriteria Sampel Penelitian ... 61

2 Data Variabel Penelitian ... 62

3 Statistik Deskriptif ... 64

4 Uji Normalitas ... 64

5 Uji Autokorelasi ... 65

6 Uji Multikolinearitas ... 66


(13)

ABSTRAK

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Modal Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah

Pendapatan Asli Daerah memiliki peran yang cukup signifikan dalam menentukan kemampuan daerah untuk melakukan aktivitas pemerintahan dan program pembangunan yang telah direncanakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain PAD yang Sah berpengaruh secara simultan maupun parsial terhadap Belanja Modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2010 – 2013.

Sejalan dengan tujuan penelitian ini, penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode purposive sampling, artinya sampel dalam penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Sampel dalam penelitian ini dari tahun 2010- 2013 berjumlah 8 kabupaten. Teknik pengumpulan data berdasarkan pada data sekunder. Dalam penelitian ini, data sekunder diperoleh dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (http://www.djpk.depkeu.go.id) pada tahun 2010-2013.

Hasil dari pengujian hipotesis pertama bahwa Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain PAD yang sah secara simultan (uji F) tidak berpengaruh segnifikan terhadap Belanja Modal pada pemerintah daerah kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2010-2013. Sedangkan Secara Parsial (uji t) hanya terdapat pada Lain-Lain PAD yang Sah yang berpengaruh dan signifikan terhadap Belanja Modal.

Kata Kunci:

Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, Lain-Lain PAD yang sah dan Belanja Modal.


(14)

ABSTRACT

Influence of Regional Income Against Capital Expenditure In District Government / City in the province of Central Kalimantan

Local Revenue has a significant role in determining the region's ability to perform activities of government and development programs that have been planned. This study aims to determine whether the variable Local Taxes, Levies Regional, Regional Wealth Management Results Separated and Other Legal PAD affects simultaneously and partially to the Capital Expenditure on Local Government District / City in the province of Central Kalimantan Year 2010-2013.

In line with the objectives of this study, the research was conducted by using purposive sampling method, meaning that the sample in this study were selected based on specific criteria. The sample in this study from the year 2010- 2013 amounted to 8 districts. Data collection techniques based on secondary data. In this study, the secondary data obtained from the Directorate General of Fiscal Balance (http://www.djpk.depkeu.go.id) in 2010-2013.

The results of testing the first hypothesis that the Local Tax, Local Retribution, results were separated and the Regional Management Other legal PAD simultaneously (F test) does not affect segnifikan for Capital Expenditure on local government district / city in the province of Central Kalimantan in the year 2010- 2013. While Partial (t test) is only found in Everything Else PAD Legal influential and significant capital expenditures.

Keywords:

Local Taxes, Levies Regional, Regional Wealth Management Results Separated Else legitimate Regional Revenue and Capital Expenditure.


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian

Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah,yang mulai dilaksanakan secara efektif tanggal 1 Januari 2001, merupakan kebijakan yang dipandang sangat demokratis dan memenuhi aspek desentralisasi pemerintah yang sesungguhnya. Otonomi Daerah di Indonesia didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah dengan sistem pemerintahan desentralisasi.

Sesuai dengan Pasal 1 butir (h) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri atau aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pertimbangan mendasar dari terselenggaranya Otonomi Daerah adalah ditinjau dari perkembangan kondisi di dalam negeri yang mengindikasikan bahwa rakyat menghendaki keterbukaan dan kemandirian (desentralisasi). Peningkatan kemandirian Pemerintahan Daerah tersebut diharapkan dapat diraih melalui otonomi daerah. Tujuan program otonomi daerah menurut Bastian (2006 : 338) adalah :

Untuk menciptakan kehidupan politik yang lebih demokratis, menciptakan sistem yang lebih menjamin pemerataan dan keadilan,


(16)

memungkinkan setiap daerah menggali potensi natural dan cultural yang dimiliki, dan kesiapan menghadapi tantangan globalisasi, serta yang sangat penting adalah terpeliharanya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan kata lain, pemerintah ingin melaksanakan pasal 18 UUD 1945, yaitu dengan melaksanakan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab.

Pemberian otonomi daerah tercermin dalam Peraturan No. 58/2005 dan Keputusan Menteri dalam Negeri (Kepmendagri) No. 29/2002 yang menegaskan bahwa pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk menentukan alokasi sumberdaya ke dalam belanja-belanja dengan menganut asas kepatuhan, kebutuhan, dan kemampuan daerah. Kebijakan ini merupakan tantangan dan peluang bagi pemerintah daerah dikarenakan pemerintah daerah memiliki kewenangan lebih besar untuk mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif. Berdasarkan regulasi yang berlaku, setiap realisasi atas kebijakan yang berhubungan dengan cost atau belanja (expenditure) harus didasarkan pada peraturan resmi yang disebut peraturan daerah.

Keberhasilan pengembangan adanya otonomi daerah dapat dilihat dari perbandingan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan total penerimaan APBDnya yang semakin meningkat dan diharapkan dapat meminimalisir ketergantungan daerah terhadap transfer dana pusat. Peraturan daerah tentang anggaran daerah (Perda APBD) merupakan penentu dilakukan pengeluaran dana atau kas untuk membayar biaya-biaya, termasuk untuk memperoleh aktiva tetap (belanja modal).

Sebelumnya penentuan besarnya anggaran ditentukan oleh pemerintah pusat dengan mengacu pada realisasi anggaran tahun sebelumnya dengan sedikit


(17)

peningkatan (incremental) tanpa merubah jenis atau pos belanja (line-item). Sistem ini disebut sistem anggaran berimbang dan dinamis (line-item and incremental budgeting). Setelah otonomi daerah,tepatnya pada tahun 2003,pendekatan anggaran yang digunakan adalah anggaran berbasis kinerja (performance-based budgeting).

Dengan adanya kebijakan mengenai otonomi daerah,akan ada kemungkinan daerah-daerah akan memiliki perbedaan dalam hal pembangunan karena perbedaan sumber daya yang dimiliki. Fenomena yang terdapat pada struktur APBD kabupaten di Indonesia yaitu terdapat ketergantungan yang cukup tinggi terhadap peranan pemerintah pusat. Hal ini membuat tuntutan untuk merubah struktur belanja daerah demi meningkatkan pendapatan asli daerah.

Semakin tinggi tingkat investasi modal diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan PAD (Mardiasmo,2002). Kesinambungan pembangunan daerah relatif lebih terjamin ketika publik memberikan tingkat dukungan yang tinggi.

Provinsi Kalimantan Tengah yang merupakan daerah yang memiliki potensi besar menjadi daerah yang maju karena masyarakat yang beragam. Provinsi Kalimantan Tengah terdiri dari 14 kabupaten/kota. Hutan mendominasi wilayah 80%. Hutan primer tersisa sekitar 25% dari luas wilayah. Lahan yang luas saat ini mulai didominasi kebun Kelapa Sawit yang mencapai 700.000 ha (2007). Perkebunan karet dan rotan rakyat masih tersebar hampir diseluruh daerah,


(18)

terutama di Kabupaten Kapuas, Katingan, Pulang Pisau, Gunung Mas dan Kotawaringin Timur.Banyak ragam potensi sumber alam, antara lain yang sudah diusahakan berupa tambang batubara, emas, zirkon, besi. Terdapat pula tembaga, kaolin, batu permata dan lain-lain.

Kabupaten dan kota tentu berusaha mengelola keuangan daerahnya demi pembangunan ekonomi yang diharapkan. Setiap tahun belanja modal dialokasikan khususnya dalam rangka peningkatan dan pembangunan ekonomi di daerah melalui pembangunan infrastruktur ,sarana dan prasarana bagi masyarakat. Hal ini membuat peneliti tertarik meneliti apakah Pendapatan Asli Daerah kabupaten/kota di Kalimantan Tengah dapat meningkatkan perekonomian masyarakat yang tercermin dari adanya alokasi belanja modal..

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian diatas maka perumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: Apakah Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan, dan Lain-Lain PAD yang sah memliki pengaruh signifikan secara parsial dan simultan terhadap Belanja Modal pada pemerintah kabupaten/kota di Kalimantan Tengah?

1.3.Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh secara parsial dan simultan dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan, dan Lain-Lain


(19)

PAD yang sah terhadap Belanja Modal pada pemerintah kabupaten/kota di Kalimantan Tengah.

1.4.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti,hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai pengaruh belanja modal dan belanja pemeliharaan untuk pelayanan publik terhadap realisasi pendapatan asli daerah.

2. Bagi Pemerintah Daerah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan dapat menjadi acuan dalam pembuat kebijakan di masa yang akan datang sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. 3. Bagi Peneliti selanjutnya,memberikan kontribusi ilmiah dan tambahan

bukti empiris dalam bidang akuntansi sektor publik terkhusus dalam bidang akuntansi keuangan daerah dan diharapkan dapat menyempurnakan penelitian-penelitian sejenis berikutnya.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tinjauan Teori

2.1.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang dinyatakan secara formal dalam ukuran kuantitatif, biasanya dalam satuan uang (perencanaan keuangan), untuk menunjukkan perolehan dan penggunaan sumber-sumber suatu organisasi. Anggaran digunakan untuk membantu manajemen untuk melihat dan mengontrol pelaksanaan visi, goals, objectives, strategi dan program-program.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah.

Menurut Halim (2004 : 15) : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu Anggaran daerah yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut : rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci; adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan; jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka; periode anggaran, yaitu biasanya 1 (satu) tahun.

Menurut UU No. 33 tahun 2004, “Anggaran pendapatan dan belanja daerah yang selanjutnya disebut APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD”.


(21)

Unsur-Unsur APBD menurut Halim (2004 : 16) adalah :

1) Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci.

2) Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan.

3) Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka. 4) Periode anggaran yang biasanya 1 (satu) tahun.

Prinsip-prinsip penting dalam mengelola keuangan daerah yang diperlukan untuk mengontrol kebijakan keuangan daerah meliputi hal-hal berikut ini (Yuwono,2005:58)

1) Transparansi, adalah keterbukaan dalam proses perencanaan,penyusunan dan pelaksanaan anggaran daerah. Transparansi memberikan arti bahwa anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat.

2) Akuntabilitas, adalah pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Masyarakat tidak hanya memiliki hak untuk mengetahui anggaran tersebut,tetapi juga berhak menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut.


(22)

3) Value for money, yakni diterapkan tiga prinsip dalam proses penganggaran daerah yaitu ekonomi,efisiensi dan efektivitas. Ekonomi berkaitan dengan pemilihan dan penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas tertentu pada harga yang paling murah. Efisiensi berarti bahwa penggunaan dana masyarakat (public money) tersebut menghasilkan output yang maksimal (berdaya guna). Efektivitas berarti bahwa penggunaan anggaran tersebut harus mencapai target-target atau tujuan kepentingan publik.Dalam konteks otonomi daerah,value for money merupakan jembatan untuk mengantarkan pemerintah daerah mencapai good governance. Value for money tersebut harus dioperasionalkan dalam pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah.Untuk mendukung dilakukannya pengelolaan dana publik (publik money) yang mendasar konsep value for money diperlukan sistem pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah yang baik. Hal tersebut dapat tercapai apabila pemerintah daerah memliki sistem akuntansi yang baik.

2.1.2. Struktur APBD

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, APBD terdiri atas 3 bagian, yaitu :

1) Pendapatan Daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Komponen pendapatan daerah yaitu pendapatan asli daerah


(23)

dan dana perimbangan dari pusat berupa dana alokasi umum dan dana alokasi khusus.

2) Belanja Daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.

3) Pembiayaan Daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali daan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.

2.1.3. Belanja Modal

Berdasarkan Permendagri No.59/2007 Pasal 53, belanja modal adalah untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan.

Nilai aset tetap berwujud dalam belanja modal sebesar harga beli/bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/ pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan. Kepala daerah menetapkan batas minimal kapitalisasi (capitalization threshold) sebagai dasar pembebanan belanja modal.

Belanja Modal dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1.Belanja Modal Tanah

Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/pembelian/pembebasan/ penyelesaian, balik nama dan sewa tanah,


(24)

pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertipikat,dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.

2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin

Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/biaya yang

digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai

3.Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja

Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan,pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan yang dimaksud dalam kondisi siap pakai.

4.Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan

Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian/ peningkatan pembangunan/ pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.


(25)

5. Belanja Modal Fisik Lainnya

Belanja Modal Fisik Lainnya adalah pengeluaran/ biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian/ peningkatan pembangunan/ pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan kedalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.

Belanja daerah adalah semua kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih (ekuitas dana) dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Menurut Permendagri No.13 Tahun 2006 ,belanja daerah adalah semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.

Istilah belanja (expenditure) sebagaimana yang dilaporkan dalam laporan realisasi anggaran pemerintah,juga mempunyai pengertian yang berbeda dengan istilah beban (expense) yang dilaporkan dalam laporan keuangan bisnis (perusahaan).

Berdasarkan PP No.58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan


(26)

perundang-undangan. Sejak dilaksanakannya kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal pada tahun 2001, anggaran belanja daerah,dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, baik dari segi cakupan jenis dana yang didaerahkan,maupun besaran alokasi dana yang didaerahkan.

Belanja daerah menurut kelompok belanja berdasarkan Permendagri No.13 Tahun 2006 terdiri atas: Belanja tidak langsung dan belanja langsung. Kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari:

a. Belanja Pegawai b. Belanja Bunga c. Belanja Subsidi d. Belanja Hibah

e. Belanja Bantuan Sosial f. Belanja Bagi Hasil

g. Belanja Bantuan Keuangan h. Belanja tidak terduga.

Kelompok Belanja Langsung dibagi menurut jenis belanjanya yang terdiri dari:


(27)

b. Belanja Barang dan Jasa c. Belanja Modal

Menurut Halim (2004:18),belanja daerah digolongkan menjadi 4,yaitu:

a. Belanja aparatur daerah b. Belanja pelayanan publik

c. Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan d. Belanja tidak tersangka.

Menurut Halim (2004:73),belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum.

2.1.4. Pendapatan Asli Daerah

Menurut UU No.33 Tahun 2004 ,pendapatan asli daerah (PAD)merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai mewujudkan asas desentralisasi.

UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah mengisyaratkan bahwa Pemerintah Daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri diberikan sumber-sumber pedapatan atau penerimaan keuangan Daerah untuk membiayai seluruh


(28)

aktivitas dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas pemerintah dan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat secara adil dan makmur.

Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu : pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah.

Berdasarkan Permendagri No.13 Tahun 2006,PAD dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

“ Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/ BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/ BUMN, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daearh yang tidak termasuk dalam pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/ atau pengaadan barang dan/ atau jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengembalian, fasilitas sosial dan fasilitas umum, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendapatan dari angsuran/ cicilan penjualan. “


(29)

Menurut Halim (2007 : 96) kelompok Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan:

a.Pajak Daerah.

Pajak Daerah menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 merupakan kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran daerah.

Sesuai UU Nomor 28 Tahun 2009 pasal (2) jenis pajak untuk kabupaten/ kota terdiri atas:

1. Pajak Hotel, 2. Pajak Restoran, 3. Pajak Hiburan, 4. Pajak Reklame,

5. Pajak Penerangan Jalan,

6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, 7. Pajak Parkir,

8. Pajak Air Tanah,

9. Pajak Sarang Burung Walet,

10.Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;dan 11.Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

b. Retribusi Daerah.


(30)

yang berasal dari retribusi daerah.”

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintah daerah. Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah, perlu dilakukan perluasan objek pajak daerah dan retribusi daerah dan pemberin diskresi dalam penetapan tarif.

Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

c.Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang Dipisahkan

Menurut Halim (2004:68), “Hasil perusahaan milik Daerah dan hasil Pengelolaan kekayaan milik Daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan Daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik Daerah dan pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan.”

Jenis hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan berdasarkan Permendagri No.59/2007 pada ayat (1) merupakan:

1) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD. 2) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah / BUMN.


(31)

3) Bagian laba penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.

d.Lain-lain PAD yang sah.

Menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2004, yang dimaksud dengan Lain-lain PAD yang sah antara Lain-lain penerimaan daerah di luar pajak dan retribusi daerah seperti jasa giro, hasil penjualan aset daerah. Lain-lain PAD yang sah sebagaimana dimaksud dalam Permendagri No. 59/2007 meliputi:

1.hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, 2.jasa giro,

3.pendapatan bunga,

4.keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing,

5.komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah,

6.Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing,

7.Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, 8.Pendapatan denda pajak,

9.Pendapatan denda retribusi,

10.Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, 11.Pendapatan dari pengembalian,

12.Fasilitas sosial dan fasiltas umum,


(32)

2.2. Penelitian Terdahulu

Try Indraningrum(2011) melakukan penelitian dengan topik pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum terhadap belanja langsung.Hasil dari penelitian ini PAD dan DAU mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap belanja langsung.Hal tersebut berarti pemerintah daerah dapat memprediksi anggaran belanja langsung didasarkan pada Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum.

Arny Yuniar (2013) melakukan penelitian dengan topik Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal(studi kasus pada kabupaten dan kota Se-Jawa Barat Tahun 2011). Berdasarkan hasil penelitian secara deskriptif menunjukan bahwa PAD terendah adalah Kota Banjar, namun dalam hal rasio belanja modal dan belanja daerah, Kota Banjar merupakan kota dengan rasio tertinggi. Selain itu, hasil perhitungan hipotesis menunjukan persamaan berupa Y =7.369.138.125,5+0.734X, dari persamaan tersebut dapat dinyatakan bahwa, ̂ jika X adalah 0 maka pendapatan asli daerah adalah 7.369.138.125,5 sedangkan nilai 0,734 artinya setiap peningkatan pendapatan asli daerah sebesar Rp 1,- maka akan mengakibatkan kenaikan pada belanja modal sebesar 0,734 kali, Dari hasil tersebut menunjukan bahwa terdapat pengaruh antara pendapatan asli daerah terhadap belanja modal pada kabupaten dan kota di Jawa Barat pada tahun 2011.

Muhammad Edwin Kadafi (2013) melakukan penelitian dengan topik Pengaruh PAD dan Dana Perimbangan Terhadap Belanja Modal (Studi Kasus pada Pemerintah Kota Bandung). Berdasarkan uji F, dapat disimpulkan bahwa variabel pendapatan asli daerah dan dana perimbangan secara simultan


(33)

berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian belanja modal. Selanjutnya, hasil uji t menunjukkan bahwa variabel pendapatan asli daerah dan dana perimbangan berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.

Sandry Yossi Mamonto,J.B.Kalangi dan Krest D. Tolosong (2015) melakukan penelitian dengan topik pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap belanja modal di kabupaten Bolaang Mongondow. Hasil penelitian ini adalah Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa secara parsial variabel Pajak Daerah tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal dan variabel Retribusi Daerah juga tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal. Kemudian secara simultan, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah juga tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No . Peneliti / Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian 1. Try

Indraningrum (2011) Pengaruh PAD dan Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja Langsung (Studi pada Pemerintah daerah kabupaten/ kota di Provinsi Jawa Tengah)

Pendapatan Asli Daerah,Dana Alokasi Umum dan Belanja Modal

PAD dan DAU mempunyai

pengaruh positif dan signifikan terhadap belanja langsung.Hal tersebut berarti pemerintah daerah dapat memprediksi anggaran belanja langsung didasarkan pada Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum.


(34)

2. Arny Yuniar (2013) Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal (studi kasus pada kabupaten dan kota Se-Jawa Barat Tahun 2011) Pendapatan Asli Daerah, dan Belanja Modal. Berdasarkan hasil penelitian secara deskriptif menunjukan bahwa PAD terendah adalah Kota Banjar, namun dalam hal rasio belanja modal dan belanja daerah, Kota Banjar merupakan kota dengan rasio tertinggi. Selain itu, hasil perhitungan hipotesis menunjukan persamaan berupa Y =7.369.138.125,̂ 5+0.734X, dari persamaan

tersebut dapat dinyatakan bahwa, jika X adalah 0 maka pendapatan asli daerah adalah 7.369.138.125,5 sedangkan nilai 0,734 artinya setiap peningkatan pendapatan asli daerah sebesar Rp 1,- maka akan mengakibatkan

kenaikan pada belanja modal sebesar 0,734 kali, Dari hasil tersebut menunjukan bahwa terdapat pengaruh antara pendapatan asli daerah terhadap belanja modal pada kabupaten


(35)

dan kota di Jawa Barat pada tahun 2011.

3. Muhammad Edwin Kadafi (2013) Pengaruh PAD dan Dana Perimbangan Terhadap Belanja Modal (Studi Kasus pada Pemerintah Kota Bandung) Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Belanja Modal

Berdasarkan uji F, dapat disimpulkan bahwa variabel pendapatan asli daerah dan dana perimbangan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian belanja modal. Selanjutnya, hasil uji t menunjukkan bahwa variabel pendapatan asli daerah dan dana perimbangan

berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. 4. Sandry Yossi

Mamonto, J.B. Kalangi dan Krest D.Tolosang (2015) Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Belanja Modal di Kabupaten Bolaang Mongondow Periode 2004-2013. Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Belanja Modal. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa secara parsial variabel Pajak Daerah tidak berpengaruh

terhadap Belanja Modal dan

variabel Retribusi Daerah juga tidak berpengaruh

terhadap Belanja Modal. Kemudian secara simultan, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

juga tidak berpengaruh


(36)

terhadap Belanja Modal.

2.3. Kerangka Konseptual

Peningkatan masyarakat dapat mengupayakan peningkatan pendapatan asli daerah untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah. Peningkatan pelayanan masyarakat ini merupakan unsur yang penting mengingat paradigma yang berkembang dalam masyarakat saat ini adalah pembayaran pajak dan retribusi ini sudah merupakan hak daripada kewajiban masyarakat terhadap negara karena adanya pelayanan dari Negara (Sukarwo,2003). Peningkatan pelayanan ini dilakukan dengan pengalokasian belanja modal untuk pembangunan aset pelayanan publik.

Semakin tinggi tingkat investasi modal diharapkan mampu meningkatan kualitas layanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan PAD (Mardiasmo,2002).

Pengalokasian belanja modal pada dasarnya ditujukan dengan harapan akan memberikan kemajuan bagi daerah tersebut. Kemajuan suatu daerah dilihat dengan berbagai indikator. Salah satu dari imdikator yang sering dilihat adalah pendapatan asli daerah tersebut. Dengan kata lain, penentuan kebijakan belanja modal juga berhubungan dengan peningkatan pendapatan asli daerah.


(37)

Variabel Independen Variabel Dependen

H1

H2

H5

H3

H4

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual 2.4.Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konseptual di atas, maka peneliti membuat hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Lain-Lain PAD yang sah mempunyai pengaruh secara parsial dan simultan terhadap Belanja Modal pada pemerintah kabupaten/kota di Kalimantan Tengah

PAJAK DAERAH (X1)

RETRIBUSI DAERAH (X2)

HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG DIPISAHKAN (X3)

LAIN-LAIN PAD YANG SAH (X4)

BELANJA MODAL (Y)


(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian 3.1.1. Jenis Data

Data penelitian yang peneliti gunakan dalam penelitian berupa data sekunder dan bersifat kuantitatif. Data sekunder merupakan data yang diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pihak pengumpul data primer atau pihak lain. Data penelitian ini diperoleh dari www.sumutprov.go.id, www.djpk.depkeu.go.id dan sumber-sumber data lainnya.

3.1.2. Sumber Data

Data penelitian ini diperoleh dari www.kalteng.go.id, www.djpk.depkeu.go.id dan sumber-sumber data lainnya.

3.1.3. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan akses internet serta mengakses situs www.djpk.depkeu.go.id. Waktu

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian

penelitian dimulai dari bulan Desember 2014.

Populasi adalah kelompok keseluruhan orang,peristiwa,atau sesuatu yang ingin diselidiki oleh peneliti. Populasi dalam penelitian ini adalah pemerintah


(39)

kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah yaitu sebanyak 14 pemerintah daerah.

Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh daerah kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Tengah. Obyek yang diteliti adalah realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah pada kabupaten dan kota di Provinsi Kalimantan Tengah. Populasi penelitian ada sebanyak 14 kabupaten/kota.

Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling dengan kriteria:

1. Kabupaten/kota yang sudah terbentuk.

2. Kabupaten/kota yang memiliki data laporan realisasi anggaran yang lengkap selama 2010-2013

Tabel 3.1

Tabel Kriteria Pemilihan Sampel

No. Kriteria Jumlah

1. Kabupaten/Kota yang sudah terbentuk pada periode 2010-2013.

14 2. Kabupaten/Kota yang memiliki data

laporan realisasi anggaran secara berturut-turut pada periode 2010-2013

(6)

3. Jumlah Sampel 8

Berdasarkan kriteria yang telah disebutkan diatas, maka jumlah sampel yang terpilih sebanyak 8 kabupaten. Maka dalam penelitian ini jumlah seluruh laporan realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah yang akan diteliti yaitu sebanyak 32. (tahun 2010-2013).


(40)

Tabel 3.2

Daftar Populasi dan Sampel Penelitian

NO Nama Kabupaten dan Kota

KRITERIA

SAMPEL

1 2

1. Kab.Kotawaringin Timur   Sampel 1 2. Kab. Pulang Pisau   Sampel 2

3. Kab.Kapuas  X

4. Kab.Murung Raya  X

5. Kab.Barito Utara   Sampel 3 6. Kota Palangkaraya  X

7. Kab.Kotawaringin Barat  X

8. Kab. Lamandau   Sampel 4 9. Kab. Katingan   Sampel 5 10. Kab.Barito Selatan   Sampel 6

11. Kab.Sukamara  X

12. Kab.Barito Timur  X

13. Kab. Seruyan   Sampel 7 14. Kab.Gunung Mas   Sampel 8


(41)

3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel 3.3.1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,kemudian ditarik kesimpulannya.

3.3.2. Definisi Operasional Variabel

Adapun definisi operational dari variabel-variabel sebagai berikut:

3.3.2.1. Variabel Independen (X)

Pendapatan asli daerah yaitu pendapatan daerah kabupaten dan kota yang bersumber dari pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Variabel ini diukur dari jumlah realisasi pendapatan asli daerah tahun tertentu dengan skala pengukurannya adalah rasio.

3.3.2.2. Variabel Dependen(Y)

Belanja Modal dalam penelitian ini diartikan sebagai pengeluaran yang dilakukan dalam rangka menambah aset atau kekayaan daerah kabupaten dan kota yang masa manfaatnya lebih dari satu tahun anggaran, yang meliputi antara lain belanja untuk perolehan tanah, gedung, dan bangunan, peralatan dan aset tak berwujud. Variabel ini diukur dari jumlah realisasi anggaran belanja modal tahun tertentu dengan skala pengukurannya adalah rasio.


(42)

Tabel 3.3

Definisi Operasional Variabel dan Skala Pengukuran Variabel

Nama Variabel Definisi Pengukuran Skala

Pengukuran Pajak Daerah (X1) Pajak Daerah merupakan kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau

badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran daerah. Realisasi Pendapatan Asli Daerah dari tahun 2010-2013 Rasio Retribusi Daerah (X2) Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

Realisasi

Pendapatan Asli Daerah dari tahun 2010-2013 Rasio Hasil Pengelolaan Hasil perusahaan milik daerah Realisasi Pendapatan Asli Rasio


(43)

Kekayaan Daerah yang Dipisahkan (X3) merupakan pendapatan daerah dari keuntungan bersih perusahaan daerah yang berupa dana pembangunan

daerah dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah.

Daerah dari tahun 2010-2013

Lain-Lain PAD yang sah

(X4)

Lain-lain PAD yang sah antara lain penerimaan daerah di luar pajak dan retribusi daerah seperti jasa

giro, hasil penjualan aset daerah.

Realisasi

Pendapatan Asli Daerah dari tahun 2010-2013

Rasio

Belanja Modal (Y)

Pengeluaran yang dilakukan dalam rangka menambah aset atau kekayaan daerah yang masa manfaatnya lebih

dari satu tahun,belanja

modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan

tanah,gedung dan bangunan,peralatan dan aset tak berwujud.

Realisasi

anggaran belanja modal dari tahun 2010-2013

Rasio

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi, yaitu dengan cara mengumpulkan,mencatat,dan mengkaji


(44)

data sekunder yang berupa data anggaran pendapatan belanja daerah. Data-data yang dikumpulkan adalah Belanja modal dan pendapatan asli daerah.

3.5. Metode Analisis

3.5.1. Uji Asumsi Klasik

Karena data yang digunakan adalah data sekunder maka untuk memperoleh model yang baik serta menentukan ketepatan model perlu dilakukan pengujian atas beberapa asumsi klasik yang digunakan yaitu: Uji Normalitas,Uji Multikolinearitas,Uji Autokorelasi,dan Uji Heterokedastisitas.

3.5.1.1. Uji Normalitas

Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Model regresi yang baik memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk mendeteksi apakah variabel residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik. Sedangkan normalitas suatu variabel umumnya dideteksi dengan uji statistik nonparametrik Kolmogorof - Smirnov (K-S). Suatu variabel dikatakan terdistribusi normal jika nilai signifikansinya > 0,05 (Ghozali, 2009).

3.5.1.2. Uji Multikolinearitas

Uji Multikolonieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model


(45)

regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen (Ghozali, 2009).

Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas didalam model regresi antara lain dapat dilakukan dengan melihat (1) nilai tolerance dan lawannya (2) variance inflation factor (VIF). Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai tolerance ≥ 0,10 atau sama dengan nilai VIF ≤ 10 (Ghozali, 2009).

3.5.1.3. Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi (Ghozali, 2009).

Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi didalam model regresi antara lain dapat dilakukan dengan Uji Durbin - Watson (DW Test). Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat pada Tabel 3.4 sebagai berikut:

Tabel 3.4

Uji Durbin – Watson (DW Test)

Hipotesis nol Keputusan Jika

Tdk ada autokorelasi + Tolak 0<d<dl Tdk ada autokorelasi + Non decision dl≤d≤du Tdk ada korelasi – Tolak 4–dl<d<4 Tdk ada korelasi – Non decision 4–du≤d≤4-dl Tdk ada autokorelasi,

+ atau –

Tdk ditolak du<d<4-du Sumber : (Ghozali, 2009)


(46)

3.5.1.4. Uji Heterokedastisitas

Menurut Ghozali (2011:139) uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Supranto (2005:57) mengartikan homoskedastisitas sebagai varians kesalahan pengganggu � untuk setiap pengamatan � adalah sama, sedangkan heteroskedastisitas adalah sebaliknya.

Model regresi yang baik adalah yang homoskesdasitas atau tidak terjadi heterokesdatisitas. Apabila terjadi heteroskedastisitas, estimator-estimator yang dihasilkan dengan metode OLS (ordinary least square) tidak lagi memiliki sifat varians yang minimum atau efisien. Dalam keadaan heteroskedastisitas, ketika tetap menggunakan metode OLS yang biasa (usual OLS formulas), maka uji t dan uji F dapat memberikan kesimpulan yang salah (Gujarati, 2003:428).

Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatter plot antara SRESID pada sumbu Y, dan ZPRED pada sumbu X. (Field, 2009:230, Ghozali, 2011:139). Field (2009:248, Ghozali, 2011:139) menyatakan dasar analisis adalah jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.


(47)

3.5.2. Pengujian Hipotesis

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini berkaitan dengan ada tidaknya pengaruh yang signifikan dari variabel independen (Pendapatan Asli Daerah) terhadap variabel dependen (Belanja Modal) baik secara parsial maupun secara simultan.

3.5.2.1 Regresi Linear Berganda

Dalam peneltiian ini, hipotesis diuji dengan analisis regresi linear berganda dengan model sebagai berikut:

Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 +β2X4 + e

Keterangan:

Y = Belanja Modal X1 = Pajak Daerah X2 = Retribusi Daerah

X3 = Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan X4 = Lain-lain PAD yang sah

a = konstanta

b1-b5 = koefisien regresi variabel bebas

e = variabel residual (tingkat eror)

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan alat statistic Statistical Package For The Social Science (SPSS). SPSS adalah salah satu program computer yang khusus dibuat untuk mengolah data dengan metode


(48)

statistic tertentu (Ghozali, 2005:103). Pengujian hasil analisis regresi linear berganda dilakukan dengan Uji F dan Uji t.

3.5.2.2 Uji Koefisien Determinasi (R2)

Uji koefisien Determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.

3.5.2.3 Pengujian Hipotesis Secara Simultan (Uji F)

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara simultan mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.

Pengujian ini menggunakan uji F yaitu dengan membandingkan F hitung dengan F tabel. Uji ini dilakukan dengan syarat :

1. Jika F hitung < F tabel, maka Ho diterima yaitu variabel-variabel independen secara simultan tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. 2. Jika F hitung > F tabel, maka Ho ditolak yaitu variabel-variabel independen secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen. Pengujian ini dapat dilakukan melalui pengamatan nilai signifikan F pada tingkat α yang digunakan (penelitian ini menggunakan tingkat α sebesar


(49)

5%). Analisis didasarkan pada pembandingan antara nilai signifikansi 0,05 di mana syarat syaratnya adalah sebagai berikut :

a. Jika signifikansi F < 0,05 maka Ho ditolak yang berarti variabelvariabel independen secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen.

b. Jika signifikansi F > 0,05, maka Ho diterima yaitu variabel-variabel secara simultan tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

3.5.2.4 Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Pengujian ini dilakukan dengan uji t atau t-test, yaitu membandingkan antar t-hitung dengan t- tabel.

Uji ini dilakukan dengan syarat :

1. Jika t-hitung ˃ t-tabel, maka Ho ditolak yang berarti variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

2. Jika t-hitung ˂ t-tabel, maka Ho diterima yaitu variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

Pengujian juga dapat dilakukan melalui pengamatan nilai signifikansi t pada tingkat α yang digunakan (penelitian ini menggunakan tingkat α sebesar 5%).


(50)

Analisis didasarkan pada perbandingan antara signifikan t dengan nilai signifikansi 0,05, di mana syarat-syaratnya adalah sebagai berikut :

1. Jika signifikansi t < 0,05, maka Ho ditolak yang berarti variabel independennya berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

2. Jika signifikansi t > 0,05, maka Ho diterima yaitu variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

BAB IV


(51)

4.1. Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai maksimum, nilai minimum, nilai rata-rata (mean), dan nilai standar deviasi. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan dalam perhitungan statistik deskriptif adalah Pajak daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan daerah yang dipisahkan, Lain-lain PAD yang sah dan Belanja Modal. Berdasarkan analisis statistik deskriptif diperoleh gambaran sampel sebagai berikut.

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, Lain-lain PAD yang

Sah dan Belanja Modal

Sumber : hasil olahan software SPSS 17

Berdasarkan Tabel 4.1, dapat dilihat bahwa jumlah unit analisis (N) dalam penelitian ini adalah sebanyak 32 unit analisis yang terdiri dari 8 kabupaten/kota yang terdaftar di Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan . 32 unit analisis tersebut terdiri dari data Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan


(52)

Daerah Yang Dipisahkan,Lain-lain PAD yang sah dan Belanja Modal pada periode tahun 2010-2013.

Berdasarkan Tabel 4.1, diketahui nilai Pajak Daerah minimum adalah 1,1100, sedangkan nilai Pajak Daerah maksimum adalah 799,0000. Nilai Pajak Daerah minimum terjadi pada Kabupaten Pulang Pisau pada tahun 2011, sedangkan nilai Pajak Daerah maksimum terjadi pada Kabupaten Pulang Pisau pada tahun 2010. Diketahui rata-rata (mean) Pajak Daerah dari tahun 2010-2013 adalah 30,290906, dan standar deviasi Pajak Daerah dari tahun 2010-2013 adalah 140,4090569.

Berdasarkan Tabel 4.1, diketahui nilai Retribusi Daerah minimum adalah 1,1020, sedangkan nilai Retribusi Daerah maksimum adalah 24,0470. Nilai Retribusi Daerah minimum terjadi pada Kabupaten Lamandau pada tahun 2010, sedangkan nilai Retribusi Daerah maksimum terjadi pada Kabupaten Kotawaringin Timur pada tahun 2010. Diketahui rata-rata (mean) Retribusi Daerah dari tahun 2010-2013 adalah 6,601438, dan standar deviasi Retribusi Daerah dari tahun 2010-2013 adalah 4,5572841.

Berdasarkan Tabel 4.1, diketahui nilai Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan minimum adalah 1,2530, sedangkan nilai Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan maksimum adalah 794,0000. Nilai Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan minimum terjadi pada Kabupaten Pulang Pisau pada tahun 2012, sedangkan nilai Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan maksimum terjadi pada Kabupaten Pulang Pisau pada tahun 2011. Diketahui rata-rata (mean) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang


(53)

Dipisahkan dari tahun 2010-2013 adalah 48,134313, dan standar deviasi Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dari tahun 2010-2013 adalah 179,7321829.

Berdasarkan Tabel 4.1, diketahui nilai Lain-lain PAD yang Sah minimum adalah 2,9420, sedangkan nilai Lain-lain PAD yang Sah maksimum adalah 94,9080. Nilai Lain-lain PAD yang Sah minimum terjadi pada Kabupaten Barito Selatan pada tahun 2011, sedangkan nilai Lain-lain PAD yang Sah maksimum terjadi pada Kabupaten Kotawaringin Timur pada tahun 2013. Diketahui rata-rata (mean) Lain-lain PAD yang Sah dari tahun 2010-2013 adalah 14,096375, dan standar deviasi Lain-lain PAD yang Sah dari tahun 2010-2013 adalah 20,0129767. Berdasarkan Tabel 4.1, diketahui nilai Belanja Modal minimum adalah 99,8190, sedangkan nilai Belanja Modal maksimum adalah 376,9990. Belanja Modal minimum terjadi pada Kabupaten Barito Utara pada tahun 2010, sedangkan Belanja Modal terjadi pada Kabupaten Seruyan pada tahun 2013. Diketahui rata-rata (mean) Belanja Modal dari tahun 2010-2013 adalah 193,708469 , dan standar deviasi Belanja Modal dari tahun 2010-2013 adalah 66,8814638.

4.2 Uji Asumsi Klasik

Menurut Gujarati (2003) suatu model dikatakan baik untuk alat prediksi apabila mempunyai sifat-sifat best linear unbiased estimator (BLUE). Di samping itu suatu model dikatakan cukup baik dan dapat dipakai untuk memprediksi


(54)

apabila sudah lolos dari serangkaian uji asumsi ekonometrika yang melandasinya. Suatu model regresi berganda yang digunakan untuk menguji hipotesa harus memenuhi asumsi klasik. Uji asumsi klasik dilakukan juga untuk mendapatkan model regresi yang tidak bias dan efisien.

Estimasi dari parameter-parameter dengan metode ordinary least square (OLS) akan memiliki sifat ketsidakbiasan (unbiasedness), varians yang minimum (minimum varians), dan sebagainya, yang disebut best linear unbiased estimator (BLUE) (Gujarati, 2003:107, Supranto, 2005:70). Dalam penggunaan regresi linear berganda, terdapat empat uji asumsi klasik, yakni uji normalitas residual, uji multikolinearitas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas (Supranto, 2005:151).

4.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil (Ghozali, 2011:160, Gujarati, 2003:339, Field, 2009:221, Supranto, 2005:90). Dalam penelitian ini, uji normalitas terhadap residual dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Dalam penelitian ini, tingkat signifikansi yang digunakan � = 0,05. Dasar pengambilan keputusan adalah melihat angka probabilitas �, dengan ketentuan sebagai berikut.


(55)

Jika probabilitas < 0,05, maka asumsi normalitas tidak terpenuhi.

Tabel 4.2 Uji Normalitas

Sumber : hasil olahan software SPSS

Perhatikan bahwa berdasarkan Tabel 4.2, diketahui nilai probabilitas � atau Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,792. Dalam penelitian ini, tingkat signifikansi yang digunakan adalah � = 0,05. Karena nilai probabilitas �, yakni 0,792, lebih besar dibandingkan tingkat signifikansi, yakni 0,05. Hal ini berarti asumsi normalitas dipenuhi.

Pengujian asumsi normalitas dapat juga digunakan pendekatan analisis grafik, seperti normal probability plot dan histogram. Pada pendekatan normal probability plot, jika titik-titik (dots) menyebar jauh (menyebar berliku-liku pada garis diagonal seperti ular) dari garis diagonal, maka diindikasi asumsi normalitas error tidak dipenuhi. Jika titik-titik menyebar sangat dekat pada garis diagonal, maka asumsi normalitas dipenuhi. Sedangkan untuk pendekatan histogram, jika kurva berbentuk kurva normal, maka asumsi normalitas dipenuhi


(56)

Gambar 4.1 Normal Probability Plot untuk Pengujian Asumsi Normalitas

Gambar 4.2 Histogram untuk Pengujian Asumsi Normalitas

Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 merupakan output dari SPSS. Perhatikan bahwa kurva pada histogram berbentuk kurva normal, sehingga disimpulkan bahwa asumsi normalitas error dipenuhi. Di samping itu pada normal probability


(57)

plot (Gambar 4.1), titik-titik menyebar cukup dekat pada garis diagonal, maka disimpulkan bahwa asumsi normalitas dipenuhi.

4.2.2 Uji Multikolinearitas

Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi (yang tinggi) antar variabel bebas (Ghozali, 2011:105). Ketika terdapat korelasi antar variabel bebas yang cukup tinggi, maka permasalahan ini disebut dengan istilah multikolinearitas (Stevens, 2009:74). Jika terjadi multikolinearitas yang sempurna (perfect multicolinearity), maka koefisien-koefisien regresi dari variabel bebas tidak dapat ditentukan (indeterminate), jika terjadi multikolinearitas yang tinggi, koefisien-koefisien regresi dari variabel bebas dapat ditentukan, namun memiliki nilai standar error yang tinggi yang berarti bahwa koefisien-koefisien regresi tersebut tidak dapat diestimasi dengan tepat atau akurat (Gujarati, 2003:344). Field (2009:221) juga menyatakan bahwa seharusnya tidak terjadi hubungan linear yang sempurna (perfect linear relationship) dari dua atau lebih variabel bebas. Jadi, variabel-variabel bebas seharusnya tidak berkorelasi terlalu tinggi (not correlate too highly).

Untuk memeriksa apakah terjadi multikolinearitas atau tidak dapat dilihat dari nilai variance inflation factor (VIF). Nilai VIF yang lebih dari 10 diindikasi suatu variabel bebas terjadi multikolinearitas (Myers dalam Stevens, 2009:75).


(58)

Sumber : hasil olahan software SPSS

Perhatikan bahwa berdasarkan Tabel 4.3, nilai VIF dari variabel Pajak Daerah adalah 1,638, nilai VIF dari variabel Retribusi Daerah adalah 1,079, nilai VIF dari variabel Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan adalah 1,657, dan nilai VIF dari Lain-Lain PAD yang Sah adalah 1,072. Karena masing-masing nilai VIF tidak lebih besar dari 10, maka tidak terdapat gejala multikolinearitas yang berat.

4.2.3 Uji Non-Autokorelasi atau Independensi Residual (Independent Errors) Uji independensi residual (uji non-autokorelasi) merupakan suatu uji untuk memeriksa apakah untuk setiap dua pengamatan residual saling berkorelasi atau tidak (Field, 2009:220). Supranto (2005:151) mengartikan non-autokorelasi sebagai tidak terjadinya korelasi antara kesalahan pengganggu yang satu dengan yang lainnya. Meskipun terjadinya autokorelasi terhadap estimator-estimator yang dihasilkan oleh metode ordinary least square (OLS) tetap tak bias (unbiased), konsisten (consistent), dan terdistribusi normal secara asimtotis, namun estimator-estimator tersebut tidak lagi efisien. Sebagai akibatnya, pada uji t, F, dan chi kuadrat tidak lagi sah untuk digunakan (cannot be legitimately applied) (Gujarati,


(59)

2003:489). Asumsi mengenai independensi terhadap residual (non-autokorelasi) dapat diuji dengan menggunakan uji Durbin-Watson (Field, 2009:220). Riyanto (2012:59) menyatakan jika nilai statistik Durbin-Watson -2 s/d +2, maka asumsi independensi terhadap residual (non-autokorelasi terpenuhi). Sebaliknya, bila nilai statistik Durbin-Watson < -2 atau > 2, berarti asumsi independensi terhadap residual (non-autokorelasi) tidak terpenuhi.

Tabel 4.4 Uji Autokorelasi

Sumber : hasil olahan software SPSS

Berdasarkan Tabel 4.4, nilai dari statistik Durbin-Watson adalah 1,473. Perhatikan bahwa karena nilai statistik Durbin-Watson terletak di antara -2 dan +2, maka asumsi non-autokorelasi terpenuhi. Dengan kata lain, tidak terjadi gejala autokorelasi yang tinggi pada residual.

4.2.4 Uji Heteroskedastisitas

Menurut Ghozali (2011:139) uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Supranto (2005:57) mengartikan homoskedastisitas


(60)

sebagai varians kesalahan pengganggu � untuk setiap pengamatan � adalah sama, sedangkan heteroskedastisitas adalah sebaliknya.

Model regresi yang baik adalah yang homoskesdasitas atau tidak terjadi heterokesdatisitas. Apabila terjadi heteroskedastisitas, estimator-estimator yang dihasilkan dengan metode OLS (ordinary least square) tidak lagi memiliki sifat varians yang minimum atau efisien. Dalam keadaan heteroskedastisitas, ketika tetap menggunakan metode OLS yang biasa (usual OLS formulas), maka uji t dan uji F dapat memberikan kesimpulan yang salah (Gujarati, 2003:428).

Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatter plot antara SRESID pada sumbu Y, dan ZPRED pada sumbu X. (Field, 2009:230, Ghozali, 2011:139). Field (2009:248, Ghozali, 2011:139) menyatakan dasar analisis adalah jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.


(61)

Sumber : hasil olahan software SPSS

Perhatikan bahwa berdasarkan Gambar 4.3, tidak terdapat pola yang begitu jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

4.3 Pengujian Hipotesis

Pada pengujian hipotesis, akan dilakukan analisis koefisien determinasi, pengujian signifikansi koefisien regresi parsial secara menyeluruh atau simultan (uji F), dan uji signifikansi koefisien regresi parsial secara individu (uji t).

4.3.1 Analisis Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (�2) merupakan suatu nilai (nilai proporsi) yang mengukur seberapa besar kemampuan variabel-variabel bebas yang digunakan dalam persamaan regresi, dalam menerangkan variasi variabel tak bebas (Supranto, 2005:158, Gujarati, 2003:212). Nilai koefisien determinasi berkisar antara 0 dan 1. Nilai koefsien determinasi �2 yang kecil (mendekati nol) berati kemampuan variabel-variabel tak bebas secara simultan dalam menerangkan


(62)

variasi variabel tak bebas amat terbatas. Nilai koefisien determinasi �2 yang mendekati 1 berarti variabel-variabel bebas memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel tak bebas.

Tabel 4.5 Koefisien Determinasi

Sumber : hasil olahan software SPSS

Berdasarkan Tabel 4.5, nilai koefisien determinasi �2 terletak pada kolom R-Square. Diketahui nilai koefisien determinasi sebesar �2 = 0,23. Nilai tersebut berarti seluruh variabel bebas secara simultan mempengaruhi variabel Belanja Modal sebesar 23%, sisanya sebesar 77% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. 4.3.2 Uji Signifikansi Koefisien Regresi Parsial secara Menyeluruh (Uji F)

Uji signifikansi koefisien regresi parsial secara menyeluruh merupakan suatu uji untuk menguji apakah seluruh koefisien regresi parsial secara menyeluruh atau simultan sama dengan nol atau tidak (Gujarati, 2003:253, Supranto, 2005:199). Dengan kata lain, menguji apakah seluruh variabel bebas secara bersamaan atau simultan mempengaruhi variabel Belanja Modal. Berikut perumusan hipotesisnya.


(63)

�1:����������������������������������������� 0.

Pada hipotesis nol, yakni �0:�1= �2 =�3 =�4 = 0 berarti seluruh

variabel bebas secara bersamaan atau simultan tidak memiliki pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap variabel Belanja Modal pada tingkat signifikansi 5%. Sedangkan hipotesis alternatif menyatakan paling tidak terdapat satu variabel bebas yang pengaruhnya signifikan secara statistik terhadap Belanja Modal pada tingkat signifikansi 5%.

Cara pengambilan keputusan terhadap hipotesis dapat dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas � dengan nilai tingkat signifikansi, yakni �. Jika nilai probabilitas � ≥ tingkat signifikansi yang digunakan, dalam penelitian ini �= 5%, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel bebas secara simultan tidak berpengaruh terhadap variabel tak bebas. Jika nilai probabilitas �<

tingkat signifikansi � = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa paling tidak terdapat satu variabel bebas yang mempengaruhi variabel Belanja Modal.

Tabel 4.6 Uji Signifikansi Simultan (Uji F)


(64)

Perhatikan bahwa berdasarkan Tabel 4.6, nilai probabilitas atau Sig adalah 0,120. Karena nilai probabilitas, yakni 0,120 lebih besar dari nilai tingkat signifikansi, yakni 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh simultan dari variabel bebas tidak signifikan.

Untuk pengambilan keputusan terhadap hipotesis, dapat juga dilakukan dengan membandingkan nilai statistik dari uji � terhadap nilai kritis berdasarkan tabel distribusi �. Sebelum menghitung nilai kritis �, terlebih dahulu menghitung nilai derajat bebas pembilang dan derajat bebas penyebut. Berikut rumus untuk menghitung nilai derajat bebas pembilang dan penyebut.

���������������������= � −1.

�������������������� = � − �.

Perhatikan bahwa � menyatakan jumlah elemen dalam sampel dan � menyatakan jumlah variabel. Derajat bebas pembilang adalah � −1 = 5−1 = 4

dan derajat bebas penyebut adalah 32−5 = 27. Misalkan tingkat signifikansi yang digunakan adalah 5%. Maka nilai kritis � dengan derajat bebas pembilang adalah 5, derajat bebas penyebut adalah 129, dan tingkat signifikansi 5% adalah

2,63.


(65)

Berdasarkan Tabel 4.6, diketahui nilai statistik dari uji � adalah 2,017. Karena nilai statistik dari uji �, yakni 2,017 lebih kecil dibandingkan nilai kritis �, yakni 2,72, maka hipotesis nol diterima dan hipotesis alternatif ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh simultan dari variabel bebas tidak signifikan.

4.3.3 Uji Signifikansi Koefisien Regresi Parsial secara Individu (Uji t)

Uji signifikansi koefisien regresi parsial secara individu merupakan suatu uji untuk menguji apakah nilai dari koefisien regresi parsial secara individu bernilai nol atau tidak (Gujarati, 2003:250, Supranto, 2005:196).

Tabel 4.8 Uji Signifikansi Koefisien Regresi Parsial Secara Individu

Sumber : hasil olahan software SPSS

Berdasarkan Tabel 4.8, diperoleh persamaan regresi linear berganda sebagai berikut.


(66)

��= 198,775−0,077�1−3,653�2+ 0,006�3+ 1,494�4.

Cara pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas � atau Sig. dengan nilai tingkat signifikansi, yakni �. Jika nilai probabilitas � ≥ tingkat signifikansi yang digunakan, dalam penelitian ini �= 5%, maka nilai koefisien regresi parsial � = 0. Hal ini berarti pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel Belanja Modal tidak signifikan secara statistik pada tingkat signifikansi 5%. Namun jika nilai probabilitas � < tingkat signifikansi yang digunakan, maka nilai koefisien regresi parsial � ≠0. Hal ini berarti pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel Belanja Modal signifikan secara statistik pada tingkat signifikansi 5%.

Cara lain pengambilan keputusan terhadap hipotesis dapat dilakukan dengan membandingkan nilai statistik dari uji � terhadap nilai kritis berdasarkan tabel distribusi �. Sebelum menghitung nilai kritis �, terlebih dahulu menghitung nilai derajat. Berikut rumus untuk menghitung nilai derajat bebas.

������������ =� − �.

Perhatikan bahwa � menyatakan jumlah elemen dalam sampel, sedangkan � merupakan jumlah variabel. Diketahui jumlah elemen dalam sampel sebanyak 32 dan jumlah variabel adalah 5, sehingga derajat bebas adalah 32 – 5 = 27. Misalkan tingkat signifikansi yang digunakan adalah 5%, sehingga nilai kritis � dengan derajat bebas 27 dan tingkat signifikansi 5% berdasarkan tabel distribusi � adalah ±2,05. Tabel 4.9 merupakan penghitungan � tabel berdasarkan Microsoft Excel.


(67)

Tabel 4.9 merupakan penghitungan tabel berdasarkan Microsoft Excel

4.3.3.1 Pengujian Pengaruh Pajak Daerah (�) terhadap Belanja Modal (�)

Perhatikan bahwa berdasarkan Tabel 4.8, diketahui nilai probabilitas atau Sig. dari variabel Pajak Daerah adalah 0,464. Karena nilai probabilitas Pajak Daerah, yakni 0,464, lebih kecil dari tingkat signifikansi, yakni 0,05, maka disimpulkan bahwa pengaruh yang terjadi antara Pajak Daerah dengan variabel Belanja Modal tidak signifikan secara statistik. Perhatikan juga bahwa nilai ��ℎ������< |�������|, yakni |−0,743| < |2,05|. Hasil dengan pendekatan

probabilitas sama dengan hasil berdasarkan uji �.

4.3.3.2 Pengujian Pengaruh Retribusi Daerah (�) terhadap Belanja Modal

(�)

Diketahui nilai probabilitas atau Sig. dari variabel Retribusi Daerah adalah 0,167. Karena nilai probabilitas Retribusi Daerah, yakni 0,167, lebih besar dari


(68)

tingkat signifikansi, yakni 0,05, maka disimpulkan bahwa pengaruh yang terjadi antara Retribusi Daerah dengan variabel Belanja Modal tidak signifikan secara statistik. Perhatikan juga bahwa nilai ��ℎ������< |�������|, yakni |−1,419| <

|−2,05|. Hasil dengan pendekatan probabilitas sama dengan hasil berdasarkan uji

�.

4.3.3.3 Pengujian Pengaruh Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan (�) terhadap Belanja Modal (�)

Diketahui nilai probabilitas atau Sig. dari variabel Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan adalah 0,939. Karena nilai probabilitas Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, yakni 0,939, lebih besar dari tingkat signifikansi, yakni 0,05, maka disimpulkan bahwa pengaruh yang terjadi antara Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dengan variabel Belanja Modal tidak signifikan secara statistik. Perhatikan juga bahwa nilai ��ℎ������< |�������|, yakni |0,077| < |2,026|. Hasil dengan pendekatan probabilitas sama dengan hasil berdasarkan uji �.

4.3.3.4 Pengujian Pengaruh Lain-Lain PAD yang Sah (�) terhadap Belanja Modal (�)

Diketahui nilai probabilitas atau Sig. dari variabel Lain-Lain PAD yang Sah adalah 0,016. Karena nilai probabilitas Lain-Lain PAD yang Sah, yakni 0,016, lebih kecil dari tingkat signifikansi, yakni 0,05, maka disimpulkan bahwa pengaruh yang terjadi antara Lain-Lain PAD yang Sah dengan variabel Belanja Modal signifikan secara statistik. Perhatikan juga bahwa nilai ��ℎ������> |�������|,


(69)

yakni |2,558| > |2,05|. Hasil dengan pendekatan probabilitas sama dengan hasil berdasarkan uji �.

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan lewat berbagai pengujian tersebut di atas, dapat diinterpretasikan bahwa pengaruh variabel independen dan dependen belanja modal adalah sebagai berikut:

Hasil dari hipotesis pertama yang diuji dengan menggunakan uji t bahwa variabel pajak daerah bernilai negatif tidak signifikan yaitu bernilai 0,464 ≥ 0,05 terhadap belanja modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Tengah.

Hasil dari hipotesis kedua yang diuji dengan menggunakan uji t bahwa variabel retribusi daerah bernilai negatif tidak signifikan yaitu bernilai 0,167 ≥ 0,05 terhadap belanja modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Tengah.

Hasil dari hipotesis ketiga yang diuji dengan menggunakan uji t bahwa variabel hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan bernilai positif tidak signifikan yaitu bernilai 0,939 ≥ 0,05 terhadap belanja modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Tengah.

Hasil dari hipotesis keempat yang diuji dengan menggunakan uji t bahwa variabel lain-lain PAD yang sah bernilai positif signifikan yaitu bernilai 0,016 ≥ 0,05 terhadap belanja modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Tengah.


(1)

LAMPIRAN 1. Daftar Kabupaten dan Kota Sampel

NO Nama Kabupaten dan Kota

KRITERIA

SAMPEL

1 2

1. Kab.Kotawaringin Timur

Sampel 1

2. Kab. Pulang Pisau

Sampel 2

3. Kab.Kapuas

X

4. Kab.Murung Raya

X

5. Kab.Barito Utara

Sampel 3

6. Kota Palangkaraya

X

7. Kab.Kotawaringin Barat

X

8. Kab. Lamandau

Sampel 4

9. Kab. Katingan

Sampel 5

10. Kab.Barito Selatan

Sampel 6

11. Kab.Sukamara

X

12. Kab.Barito Timur

X

13. Kab. Seruyan

Sampel 7

14. Kab.Gunung Mas

Sampel 8


(2)

LAMPIRAN II DATA VARIABEL PENELITIAN

Tahun 2011 Pajak daerah(X1) Retribusi Daerah(X2) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan(X3) Lain-Lain PAD yang sah (X4)

Belanja Modal (Y) Kab.Barito Selatan 2,791 6,325

2,548 2,942 120,181

Kab.Barito Utara

2,585

8,346

2,824 6,201 140,396

Kab.Kotawaringin Timur 27,102 9,400

3,385 33,062 156,216

Kab.Katingan

2,664

4,148

2,352 10,910 175,748

Kab.Seruyan

13,683

3,073

1,768 9,609 240,299

Kab.Lamandau

1,434

1,257

1,947 8,202 184,364

Kab.Gunung Mas

2,232

3,895

2,523 7,143 203,598

Tahun 2010 Pajak daerah(X1) Retribusi Daerah(X2) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan(X3) Lain-Lain PAD yang sah (X4)

Belanja Modal (Y) Kab.Barito Selatan 1,247

5,488 1,903 4,068

116,564 Kab.Barito Utara 1,303

8,999 2,198 8,373

99,819 Kab.Kotawaringin Timur 7,539

24,047 2,366 10,842

146,844 Kab.Katingan 1,593

4,324 1,967 10,135

212,636 Kab.Seruyan 1,246

2,558 1,464 13,122

278,433 Kab.Lamandau 1,842

1,102 1,581 3,761

133,207 Kab.Gunung Mas 2,133

3,515 1,520 6,550

144,949 Kab.Pulang Pisau 799

3,367 667 3,401

134,317


(3)

Kab.Pulang Pisau

1,110

4,858

794 6,492 195,415

Tahun 2012 Pajak daerah(X1) Retribusi Daerah(X2) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan(X3) Lain-Lain PAD yang sah (X4)

Belanja Modal (Y) Kab.Barito Selatan 9,981

7,202 3,409 4,506

150,093 Kab.Barito Utara 3,185

13,400 3,372 8,703 155,080 Kab.Kotawaringin Timur 14,393

8,877 3,453 79,162

172,960 Kab.Katingan 4,872

6,269 2,959 16,833

266,499 Kab.Seruyan 1,759

3,556 2,505 9,343

276,714 Kab.Lamandau 2,032

3,180 2,143 6,926

159,724 Kab.Gunung Mas 2,794

4,545 3,060 11,790

175,307 Kab.Pulang Pisau 2,090

6,285 1,253 7,847

186,724 Tahun 2013 Pajak daerah(X1) Retribusi Daerah(X2) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan(X3) Lain-Lain PAD yang sah (X4)

Belanja Modal (Y) Kab.Barito Selatan 6,771

9,490 4,056 4,576

179,895 Kab.Barito Utara 5,488

14,918 3,601 10,338

178,473 Kab.Kotawaringin Timur 22,304

11,232 4,092 94,908

366,020 Kab.Katingan 9,541

6,926 3,243 17,513

296,163 Kab.Seruyan 2,887

3,943 3,530 9,890

376,999 Kab.Lamandau 3,035 8,845


(4)

LAMPIRAN III STATISTIK DESKRIPTIF

LAMPIRAN IV UJI NORMALITAS

2,834 3,832 179,257

Kab.Gunung Mas

6,895

7,269 3,716 6,773

209,312 Kab.Pulang Pisau

1,979

5,620 1,525 8,318

186,465


(5)

(6)

LAMPIRAN VI UJI MULTIKOLINEARITAS