Hubungan Karakteristik Ibu Dengan Kasus Balita Gizi Buruk Pada Keluarga Petani Karet Di Wilayah Binaan Wahana Visi Indonesia Area Development Program Kabupaten Nias Tahun 2013

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya status gizi dan kesehatan penduduk. Hal ini terlihat dari masih tingginya angka kematian bayi, balita serta angka kematian ibu. Gizi kurang juga sangat berdampak pada tingkat kecerdasan anak. Anak yang kekurangan gizi pada usia balita akan tumbuh pendek dan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak yang berpengaruh pada rendahnya tingkat kecerdasan anak balita. Anak dengan kecerdasan rendah ini dikhawatirkan akan menjadi beban pada masa akan datang. Selain itu gizi juga memiliki hubungan erat dengan kematian anak di bawah 5 tahun. Berdasarkan data yang dilansir dalam Jurnal Lancet tahun 2013, sebanyak 44,7% kematian bayi dan balita disebabkan karena berat bayi lahir rendah (BBLR), kegagalan pemberian ASI, anak balita stunting (pendek), kurus (gizi kurang dan gizi buruk), dan kekurangan vitamin A, mineral dan zink (Kemenkes RI, 2014).

Untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas banyak faktor yang harus diperhatikan antara lain faktor gizi, kesehatan, pendidikan, informasi, teknologi dan jasa pelayanan lainnya. Dari sekian banyak faktor tersebut unsur gizi memegang peranan penting. Kekurangan gizi hingga gizi buruk akan menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang mengakibatkan seseorang sulit menerima pendidikan apalagi menguasai informasi dan teknologi. Beragam masalah


(2)

yang dijumpai diberbagai negara berkembang, yaitu kurang energi protein, kurang vitamin A, kurang yodium, anemia gizi besi dan gizi lebih (Almatsier, 2002).

Masalah gizi ini merupakan kombinasi dari berbagai faktor, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dipengaruhi oleh penyakit infeksi dan kurangnya asupan makan, baik secara kuantitas (jumlah konsumsi makanan kurang dari yang dibutuhkan tubuh), maupun secara kualitas (kurangnya asupan makanan bergizi, yaitu makanan yang mengandung sekelompok zat yang esensial bagi kehidupan dan kesehatan). Secara tidak langsung dipengaruhi oleh rendahnya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, pola asuh yang kurang memadai. Sebagai pokok masalah di masyarakat adalah rendahnya pendidikan, pengetahuan dan keterampilan, serta tingkat pendapatan masyarakat (Depkes, 2005).

Faktor yang mempengaruhi memburuknya keadaan gizi pada anak balita, yaitu pelayanan kesehatan yang tidak memadai, penyakit infeksi, pola asuh, konsumsi makanan yang kurang yang pada akhirnya dapat berdampak pada kematian. Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih sayang. Kesemuanya itu berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik, dan juga pekerjaan ibu (Adisasmito, 2007).

Dari berbagai hasil penelitian diperoleh bahwa yang mempengaruhi status gizi anak adalah faktor sosial ekonomi keluarga yang berdampak pada pola makan dan kecukupan gizi, faktor lingkungan (sosial budaya) yang mendukung pentingnya kesehatan anak dan pendidikan. Pendidikan yang baik berdampak pada pola


(3)

konsumsi makan anak dalam pemilihan makanan, selain itu masyarakat masih mengkonsumsi menu makanan kurang seimbang dan beranekaragam. Di samping itu, asumsi masyarakat salah dalam penyediaan makanan sehari-hari, dimana dengan terpenuhinya makanan pokok, lauk pauk, sayur dan buah sudahlah baik, tanpa memperhatikan kuantitas dan kualitas makanan tersebut apakah sudah memenuhi kebutuhan perorangan atau anggota keluarga.

Pemberian makanan yang cukup zat gizinya, yang disesuaikan dengan gizi balita merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan bagi kesehatan anak balita sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara normal, sehat dan kuat.

Ciri-ciri dari anak balita adalah memiliki laju pertumbuhan yang menurun bila dibandingkan pada masa bayi, anak balita lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain, belajar berbicara dan memahami bahasa sehingga anak dapat meminta makanan yang diinginkan. Saat-saat seperti ini perhatian orangtua terutama ibu sebagai pemeran yang paling utama dalam mengurus anak dapat mengarahkan anak untuk makan, harus selalu memperhatikan kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi anak dengan membiasakan pola makan yang seimbang dan teratur setiap hari, sesuai dengan tingkat kecukupannya. Anak yang tidak mendapat perhatian dan kasih sayang yang konstan dari ibunya maupun anggota keluarga lain di tahun pertama kehidupannya akan mengakibatkan rasa kurang percaya diri pada anak balita, merasa kurang dicintai oleh orangtuanya, sulit mempercayai orang lain karena semasa kecilnya ia tidak menerima kehadiran orang-orang yang memberi kasih sayang dan perhatian penuh, dan yang paling penting dapat berpengaruh terhadap status gizi anak balita itu sendiri (Almatsier, 2011).


(4)

Pemberian makanan pada anak balita sangat ditentukan oleh peran ibu sebagai pengasuh utama khususnya dalam memilih, mengolah, dan memberikan makanan pada anak balita dan hal ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu. Dengan tingkat pendidikan yang memadai memungkinkan seorang ibu lebih mudah mendapatkan dan memahami berbagi informasi terkait dengan kebutuhan gizi anak balita. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikan dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi (Depkes RI, 2004). Oleh karena itu, tingkat pendidikan ibu akan mempengaruhi sikap dan tindakan ibu dalam memberi makanan bayi.

Masalah gizi kurang dan gizi buruk masih banyak dijumpai di masyarakat Indonesia. Salah satu golongan yang rawan gizi kurang ini adalah anak balita. Konsumsi makanan anak balita masih tergantung pada menu makanan yang disajikan dalam keluarganya, karena golongan ini belum dapat memilih makanannya sendiri sehingga peran ibu sangat dan anggota keluarga lainnya yang ada disekitar sangat berpengaruh terhadap status gizi anak.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 terdapat 17,9% balita kekurangan gizi yang terdiri dari 13,0% balita berstatus gizi kurang dan 4,9% berstatus gizi buruk. Sedangkan tahun 2013 prevalensi balita kekurangan gizi meningkat menjadi 19,6% dimana 13,9% berstatus gizi kurang dan 5,7% balita berstatus gizi buruk. Untuk Provinsi Sumatera Utara memiliki prevalensi berat badan kurang di atas angka prevalensi nasional yaitu 21,3%, dimana gizi buruk 7,8% dan


(5)

gizi kurang 13,5%. Dengan angka sebesar 21,3% prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Sumatera Utara masih termasuk dalam kategori tinggi. Pada Profil Kesehatan Sumatera Utara tahun 2012, dari 1.141.496 balita yang ditimbang, terdapat 42.190 (3,70%) balita yang menderita gizi kurang dan yang menderita gizi buruk ada sebanyak 1.208 (0,11%).

Begitu dominannya peranan ibu bagi kesehatan anak balita terutama dalam pemberian gizi yang cukup, menuntut ibu harus mengetahui dan memahami akan kebutuhan gizi anak balita, untuk itu harusnya seorang ibu memiliki pengetahuan yang baik tentang kebutuhan gizi anak balita. Namun kenyataanya kebanyakan ibu rumah tangga masih belum memiliki pengetahuan yang cukup baik berkenaan dengan kebutuhan gizi anak balita. Hali ini terkait dengan masih banyaknya permasalahan gizi pada anak balita di Indonesia termasuk di Kabupaten Nias.

Data dari Profil Kesehatan Kabupaten Nias Tahun 2011 terdapat persentase balita gizi buruk di Kabupaten Nias tahun 2011 sebanyak 31 (0,36%) dan balita gizi kurang sebanyak 23,09% dari 13.260 balita. Berdasarkan data baseline hasil survei oleh Wahana Visi Indonesia Area Development Program Nias di Kabupaten Nias pada tahun 2013 Kabupaten Nias mempunyai penduduk 132.860 jiwa dengan 26.568 kepala rumah tangga, laki-laki berjumlah 64.685 jiwa dan wanita berjumlah 66.175 jiwa. Pada umumnya masyarakat di Pulau Nias adalah petani karet (92,11%), sebuah kegiatan masyarakat berbasis pada lahan.

Wahana Visi Indonesia (WVI) adalah organisasi kemanusiaan Kristen yang bekerja bersama masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan anak. Wahana Visi Indonesia Area Development Program Nias (WVI ADP Nias) merupakan bagian dari


(6)

WVI yang berpusat di Jakarta. WVI ADP Nias hingga saat ini sedang melaksanakan program yang bertujuan untuk melindungi hak anak keluarga miskin selama masa tumbuh kembang, melangsungkan kehidupan dan mengakses fasilitas ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Program ini dilaksanakan melalui kerjasama antara pemerintah, gereja, LSM dan stakeholder di tingkat desa.

Berdasarkan data baseline hasil survei WVI ADP Nias tahun 2013 pada keluarga petani karet di tiga Kecamatan yang merupakan wilayah binaan WVI ADP Nias Kabupaten Nias dari 165 anak balita yang diteliti, jika dilihat dari indeks berat badan menurut umur (BB/U) ditemukan sebanyak 49 anak balita yang mengalami kekurangan gizi (yang tergolong dalam BB kurang 31 orang/18,8% dan anak balita yang tergolong dalam BB sangat kurang berjumlah 18 orang/10,9%). Dengan angka sebesar 29,7% prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Kabupaten Nias masih termasuk dalam kategori tinggi (standar WHO : 5-9% rendah, 10-19% medium, 20-39% tinggi, >40% sangat tinggi).

Dari hasil observasi penulis sendiri dapat dilihat bahwa ibu yang memiliki anak balita masih memiliki pengetahuan yang tergolong rendah. Hal ini dibuktikan bahwa banyak ibu yang memiliki anak balita tidak memberikan ASI eksklusif/ASI saja selama enam bulan kepada anak balitanya, hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu tentang manfaat ASI. Untuk pemberian MP-ASI pada anak balita kebanyakan disesuaikan dengan menu makanan keluarga (nasi yag dijadikan bubur, lauk pauk dan sayur), hanya sebagian ibu yang memberikan makanan tambahan pada anak balita sesuai dengan permintaan anak. Pemberian ASI pada anak, MP-ASI yang beragam dan sesuai sangat berpengaruh terhadap kesehatan dan gizi anak.


(7)

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Indonesia dikenal sebagai negara agraris, dimana sebagian besar penduduknya berada atau tinggal di pedesaan. Hal ini menunjukkan sebagian besar penduduk Indonesia mata pencarian pokoknya adalah bertani. Demikian juga halnya di Kabupaten Nias khususnya Kecamatan Hiliduho, Kecamatan Botomuzoi, dan Kecamatan Hiliserangkai yang merupakan kecamatan binaan WVI ADP Nias, sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian dan pada umunya adalah petani karet.

Berdasarkan observasi awal yang penulis lakukan masyarakat petani karet di Kabupaten Nias pada umumnya berorientasi kepada petani karet yang hasilnya kadang-kadang pendapatannya menurun, dan masih banyak masyarakat petani yang mengeluh karena masih kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, perumahan yang kurang memenuhi syarat-syarat rumah sehat, tidak memiliki pakaian yang baik, tidak bisa mendapatkan pakaian yang baik, tidak bisa mendapatkan pendidikan yang layak, peranan ayah, ibu dan anak yang tidak efisien serta hubungan antara individu dalam keluarga yang kurang baik. Faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat pendapatan dari hasil produktivitas antara lain karena kondisi cuaca dimana di Kabupaten Nias curah hujannya sangat tinggi, pemeliharaan tanaman yang jarang dilakukan, dan lahan yang tidak bersih. Hal ini juga sesuai dengan survei yang dilakukan oleh Wahana Visi Indonesia ADP Nias tahun 2013 yang menunjukkan bahwa penyebab rendahnya produktivitas tanaman karert selain alasan tersebut di atas juga karena usia dari tanaman karet sudah tua yaitu usia di atas 20 tahun.


(8)

Dari permasalahan di atas, penulis tertarik dan merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai hubungan karakteristik keluarga dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet di wilayah binaan Wahana Visi Indonesia Area Development Program Kabupaten Nias.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan karakteristik keluarga dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Nias tahun 2013. 1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan karakteristik keluarga dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet di wilayah binaan WVI ADP di Kabupaten Nias tahun 2013.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan ibu dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Nias tahun 2013.

2. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Nias tahun 2013.


(9)

3. Untuk mengetahui hubungan jumlah anak dalam keluarga dengan status gizi anak balita di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Nias tahun 2013.

4. Untuk mengetahui tingkat pendapatan keluarga dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Nias tahun 2013.

1.4Manfaat Penelitian

1. Menambah wawasan penulis tentang hubungan karakteristik ibu dan tingkat sosial ekonomi keluarga dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet.

2. Sebagai bahan masukan terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan balita gizi buruk di wilayah kerja binaan WVI ADP Nias di Kabupaten Nias. 3. Sebagai bahan informasi bagi WVI ADP Nias di Kabupaten Nias tentang


(1)

Pemberian makanan pada anak balita sangat ditentukan oleh peran ibu sebagai pengasuh utama khususnya dalam memilih, mengolah, dan memberikan makanan pada anak balita dan hal ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu. Dengan tingkat pendidikan yang memadai memungkinkan seorang ibu lebih mudah mendapatkan dan memahami berbagi informasi terkait dengan kebutuhan gizi anak balita. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikan dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi (Depkes RI, 2004). Oleh karena itu, tingkat pendidikan ibu akan mempengaruhi sikap dan tindakan ibu dalam memberi makanan bayi.

Masalah gizi kurang dan gizi buruk masih banyak dijumpai di masyarakat Indonesia. Salah satu golongan yang rawan gizi kurang ini adalah anak balita. Konsumsi makanan anak balita masih tergantung pada menu makanan yang disajikan dalam keluarganya, karena golongan ini belum dapat memilih makanannya sendiri sehingga peran ibu sangat dan anggota keluarga lainnya yang ada disekitar sangat berpengaruh terhadap status gizi anak.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 terdapat 17,9% balita kekurangan gizi yang terdiri dari 13,0% balita berstatus gizi kurang dan 4,9% berstatus gizi buruk. Sedangkan tahun 2013 prevalensi balita kekurangan gizi meningkat menjadi 19,6% dimana 13,9% berstatus gizi kurang dan 5,7% balita berstatus gizi buruk. Untuk Provinsi Sumatera Utara memiliki prevalensi berat badan kurang di atas angka prevalensi nasional yaitu 21,3%, dimana gizi buruk 7,8% dan


(2)

gizi kurang 13,5%. Dengan angka sebesar 21,3% prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Sumatera Utara masih termasuk dalam kategori tinggi. Pada Profil Kesehatan Sumatera Utara tahun 2012, dari 1.141.496 balita yang ditimbang, terdapat 42.190 (3,70%) balita yang menderita gizi kurang dan yang menderita gizi buruk ada sebanyak 1.208 (0,11%).

Begitu dominannya peranan ibu bagi kesehatan anak balita terutama dalam pemberian gizi yang cukup, menuntut ibu harus mengetahui dan memahami akan kebutuhan gizi anak balita, untuk itu harusnya seorang ibu memiliki pengetahuan yang baik tentang kebutuhan gizi anak balita. Namun kenyataanya kebanyakan ibu rumah tangga masih belum memiliki pengetahuan yang cukup baik berkenaan dengan kebutuhan gizi anak balita. Hali ini terkait dengan masih banyaknya permasalahan gizi pada anak balita di Indonesia termasuk di Kabupaten Nias.

Data dari Profil Kesehatan Kabupaten Nias Tahun 2011 terdapat persentase balita gizi buruk di Kabupaten Nias tahun 2011 sebanyak 31 (0,36%) dan balita gizi kurang sebanyak 23,09% dari 13.260 balita. Berdasarkan data baseline hasil survei oleh Wahana Visi Indonesia Area Development Program Nias di Kabupaten Nias pada tahun 2013 Kabupaten Nias mempunyai penduduk 132.860 jiwa dengan 26.568 kepala rumah tangga, laki-laki berjumlah 64.685 jiwa dan wanita berjumlah 66.175 jiwa. Pada umumnya masyarakat di Pulau Nias adalah petani karet (92,11%), sebuah kegiatan masyarakat berbasis pada lahan.

Wahana Visi Indonesia (WVI) adalah organisasi kemanusiaan Kristen yang bekerja bersama masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan anak. Wahana Visi Indonesia Area Development Program Nias (WVI ADP Nias) merupakan bagian dari


(3)

WVI yang berpusat di Jakarta. WVI ADP Nias hingga saat ini sedang melaksanakan program yang bertujuan untuk melindungi hak anak keluarga miskin selama masa tumbuh kembang, melangsungkan kehidupan dan mengakses fasilitas ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Program ini dilaksanakan melalui kerjasama antara pemerintah, gereja, LSM dan stakeholder di tingkat desa.

Berdasarkan data baseline hasil survei WVI ADP Nias tahun 2013 pada keluarga petani karet di tiga Kecamatan yang merupakan wilayah binaan WVI ADP Nias Kabupaten Nias dari 165 anak balita yang diteliti, jika dilihat dari indeks berat badan menurut umur (BB/U) ditemukan sebanyak 49 anak balita yang mengalami kekurangan gizi (yang tergolong dalam BB kurang 31 orang/18,8% dan anak balita yang tergolong dalam BB sangat kurang berjumlah 18 orang/10,9%). Dengan angka sebesar 29,7% prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Kabupaten Nias masih termasuk dalam kategori tinggi (standar WHO : 5-9% rendah, 10-19% medium, 20-39% tinggi, >40% sangat tinggi).

Dari hasil observasi penulis sendiri dapat dilihat bahwa ibu yang memiliki anak balita masih memiliki pengetahuan yang tergolong rendah. Hal ini dibuktikan bahwa banyak ibu yang memiliki anak balita tidak memberikan ASI eksklusif/ASI saja selama enam bulan kepada anak balitanya, hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu tentang manfaat ASI. Untuk pemberian MP-ASI pada anak balita kebanyakan disesuaikan dengan menu makanan keluarga (nasi yag dijadikan bubur, lauk pauk dan sayur), hanya sebagian ibu yang memberikan makanan tambahan pada anak balita sesuai dengan permintaan anak. Pemberian ASI pada anak, MP-ASI yang beragam dan sesuai sangat berpengaruh terhadap kesehatan dan gizi anak.


(4)

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Indonesia dikenal sebagai negara agraris, dimana sebagian besar penduduknya berada atau tinggal di pedesaan. Hal ini menunjukkan sebagian besar penduduk Indonesia mata pencarian pokoknya adalah bertani. Demikian juga halnya di Kabupaten Nias khususnya Kecamatan Hiliduho, Kecamatan Botomuzoi, dan Kecamatan Hiliserangkai yang merupakan kecamatan binaan WVI ADP Nias, sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian dan pada umunya adalah petani karet.

Berdasarkan observasi awal yang penulis lakukan masyarakat petani karet di Kabupaten Nias pada umumnya berorientasi kepada petani karet yang hasilnya kadang-kadang pendapatannya menurun, dan masih banyak masyarakat petani yang mengeluh karena masih kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, perumahan yang kurang memenuhi syarat-syarat rumah sehat, tidak memiliki pakaian yang baik, tidak bisa mendapatkan pakaian yang baik, tidak bisa mendapatkan pendidikan yang layak, peranan ayah, ibu dan anak yang tidak efisien serta hubungan antara individu dalam keluarga yang kurang baik. Faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat pendapatan dari hasil produktivitas antara lain karena kondisi cuaca dimana di Kabupaten Nias curah hujannya sangat tinggi, pemeliharaan tanaman yang jarang dilakukan, dan lahan yang tidak bersih. Hal ini juga sesuai dengan survei yang dilakukan oleh Wahana Visi Indonesia ADP Nias tahun 2013 yang menunjukkan bahwa penyebab rendahnya produktivitas tanaman karert selain alasan tersebut di atas juga karena usia dari tanaman karet sudah tua yaitu usia di atas 20 tahun.


(5)

Dari permasalahan di atas, penulis tertarik dan merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai hubungan karakteristik keluarga dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet di wilayah binaan Wahana Visi Indonesia Area Development Program Kabupaten Nias.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan karakteristik keluarga dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Nias tahun 2013.

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan karakteristik keluarga dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet di wilayah binaan WVI ADP di Kabupaten Nias tahun 2013.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan ibu dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Nias tahun 2013.

2. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Nias tahun 2013.


(6)

3. Untuk mengetahui hubungan jumlah anak dalam keluarga dengan status gizi anak balita di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Nias tahun 2013.

4. Untuk mengetahui tingkat pendapatan keluarga dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Nias tahun 2013.

1.4Manfaat Penelitian

1. Menambah wawasan penulis tentang hubungan karakteristik ibu dan tingkat sosial ekonomi keluarga dengan kasus balita gizi buruk pada keluarga petani karet.

2. Sebagai bahan masukan terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan balita gizi buruk di wilayah kerja binaan WVI ADP Nias di Kabupaten Nias. 3. Sebagai bahan informasi bagi WVI ADP Nias di Kabupaten Nias tentang


Dokumen yang terkait

Hubungan Karakteristik Ibu Dengan Kasus Balita Gizi Buruk Pada Keluarga Petani Karet Di Wilayah Binaan Wahana Visi Indonesia Area Development Program Kabupaten Nias Tahun 2013

1 59 106

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK IBU, KELUARGA, DAN PELAYANAN KESEHATAN DENGAN STATUS KELUARGA SADAR GIZI PADA KELUARGA ANAK BALITA (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Prajekan, Kabupaten Bondowoso)

1 26 153

Mobilisasi sosial untuk peningkatan status gizi pada balita gizi buruk melalui revitalisasi posyandu dan keluarga binaan (kasus di desa cihideung ilir, dramaga)

0 11 1

Hubungan Karakteristik Ibu Dengan Kasus Balita Gizi Buruk Pada Keluarga Petani Karet Di Wilayah Binaan Wahana Visi Indonesia Area Development Program Kabupaten Nias Tahun 2013

1 3 15

Hubungan Karakteristik Ibu Dengan Kasus Balita Gizi Buruk Pada Keluarga Petani Karet Di Wilayah Binaan Wahana Visi Indonesia Area Development Program Kabupaten Nias Tahun 2013

0 0 2

Hubungan Karakteristik Ibu Dengan Kasus Balita Gizi Buruk Pada Keluarga Petani Karet Di Wilayah Binaan Wahana Visi Indonesia Area Development Program Kabupaten Nias Tahun 2013

0 0 28

Hubungan Karakteristik Ibu Dengan Kasus Balita Gizi Buruk Pada Keluarga Petani Karet Di Wilayah Binaan Wahana Visi Indonesia Area Development Program Kabupaten Nias Tahun 2013

0 1 4

Hubungan Karakteristik Ibu Dengan Kasus Balita Gizi Buruk Pada Keluarga Petani Karet Di Wilayah Binaan Wahana Visi Indonesia Area Development Program Kabupaten Nias Tahun 2013

0 0 18

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA DI DESA SUMUR BANDUNG KECAMATAN CIKULUR KABUPATEN LEBAK TAHUN 2013

0 0 17

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DAN PENDAPATAN KELUARGA DENGAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MINGGIR KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA

0 0 11