Pengaruh Tunjangan Fungsional Pustakawan Dan Penetapan Angka Kredit Terhadap Motivasi Kerja Pustakawan Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara

(1)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1. Perpustakaan Perguruan Tinggi

Seiring dengan berkembangnya informasi, perpustakaan sebagai salah satu

penyedia informasi semakin berkembang. Perpustakaan perguruan tinggi merupakan

salah satu jenis perpustakaan yang banyak dijumpai saat ini. Menurut Reitz (2004) dalam

Hasugian (2009: 79), perpustakaan perguruan tinggi adalah “A library or library system

established, administered, and funded by a university to meet the information, research,

and curriculum needs of its students, faculty, and staff”. Defenisi ini menyatakan bahwa

perpustakaan perguruan tinggi adalah sebuah perpustakaan atau system perpustakaan

yang dibangun, diadministrasikan dan didanai oleh sebuah universitas untuk memenuhi

kebutuhan informasi, penelitian dan kurikulum dari mahasiswa, fakultas dan stafnya.

Menurut Hermawan (2006: 31-32) menyatakan bahwa:

Perpustakaan perguruan tinggi merupakan perpustakaan yang terdapat di

lingkunganlembaga pendidikan tinggi, seperti universitas, instansi, sekolah tinggi,

akademi dan lembaga perguruan tinggi lainnyauntuk memenuhi kebutuhan

informasi sivitas akademik perguruan tinggi yang bersangkutan.

Sedangkan Sutarno (2003: 35), menyatakan bahwa:

Perpustakaan perguruan adalah jantungnya universitas, karena tanpa perpustakaan

tersebut maka proses pelaksanaan pembelajaran mungkin kurang optimal. Dilihat

dari penyelenggaraannya perpustakaan perguruan tinggi dilakukan oleh lembaga

pendidikan tinggi yang bersangkutan, namun untuk pengembangannya dapat saja

menjalin kerja sama dengan pihak lain.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa setiap perguruan tinggi maupun

instansi harus memiliki perpustakaan untuk memberikan layanan informasi dalam

kegiatan belajar, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat dalam melaksanakan Tri

Dharma Perguruan Tinggi


(2)

2.2.1. Pengertian Pustakawan

Banyak orang yang belum mengetahui istilah pustakawan, mereka beranggapan bahwa orang yang bekerja di perpustakaan adalah petugas perpustakaan. Tetapi pada kenyataannya pustakawan dengan petugas perpustakaan itu berbeda. Sudarsono (2006: 27), pustakawan (pekerja informasi) adalah profesional informasi dengan segala kompetensi profesional dan dan perorangan yang dimilikinya melalui pendidikan.

Menurut Soeatminah (1992: 161) mendefenisikan bahwa:

Pustakawan adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berijazah dibidang ilmu perpustakaan, dokumentasi dan informasi yang diberi tugas secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan perpustakaan dan dokumentasi pada unit-unit perpustakaan.

Sedangkan dalam UU No 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan mendefenisikan bahwa: Pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/ atau pelatihan kepustakawanan, yang berarti bahwa pendidikan merupakan kunci utama kepustakawanan seperti yang diungkap oleh pak Dar dalam tulisan berjudul “Pendidikan Profesional Pustakawan dan Kebutuhan Masa Depan Perpustakaan di Indonesia”.

Berdasarkan ketiga defenisi di atas dapat disimpulakn bahwa pustakawan adalah seorang pagawai negeri sipil (PNS) yang memiliki ijazah dan memiliki kompetensi profesional yang diperoleh dari pendidikan atau pelatihan kepustakawanan.

2.2.2. Kompetensi Pustakawan

Kemajuan di bidang pengetahuan dan teknologi sekarang ini, telah

mengakibatkan adanya pergeseran teknologi yang digunakan, baik masyarakat, maupun

oleh pustakawan. Seorang pustakawan harus memiliki kompetensi dalam melaksanakan

pekerjaan memberikan layanan kepada pengguna. Dengan adanya kompetensi yang

dimiliki pustakawan, akan menjamin terwujudnya layanan bermutu. Mirabile dalam

Hermawan (2006: 174), mendefenisikan bahwa kompetensi sebagai pengetahuan, dan

keterampilan yang dituntut untuk melaksanakn dan untuk menunjang pelaksanaan

pekerjaan, yang merupakan dasar bagi penciptaan nilai dalam suatu organisasi.


(3)

Kompetensi adalah kemampuan, pengetahuan dan keterampilan, sikap, nilai,

perilaku dan karakteristik seseorang yang diperlukan untuk melaksanakan

pekerjaan tertentu dengan tingkat kesuksesan secara optimal.

Sedangkan menurut Kismiyati (2006: 2) mendefenisikan bahwa:

Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, kemampuan atau karakteristik

yang berhubungan dengan tingkat kinerja suatu pekerjaan seperti pemecahan

masalah, pemikiran analitik atau kepemimpinan.

Dari beberapa defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah suatu

pengetahuan seorang pustakawan, yang menuntut keterampilan dalam melaksanakan

suatu pekerjaan dalam memberikan layanan kepada pengguna.

2.3. Jabatan Fungsional

2.3.1. Pengertian Jabatan Fungsional

Seluruh Pegawai negeri Sipil (PNS) yang sudah memperoleh jabatan fungsional

harus menunjukkan tugas dan tanggung jawab yang didasarkan pada keahlian dan

keterampilan yang dimilikinya dalam suatu organisasi tertentu. Harmaini (1995: 2),

jabatan fungsional adalah suatu jabatan yang memberikan kesempatan bagi pegawai

negeri sipil untuk mencapai karirnya dengan memilih pekerjaan yang akan

ditempuh/dipilihnya tersebut bagi instansi maupun dirinya sendiri.

Menurut KEPRES No.87/1999 menyatakan bahwa:

Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab

dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam satuan organisasi yang dalam

pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu secara

mandiri.

Sedangkan

Menteri Pendayagunaan dan Aparatur Negara No.132/

MENPAN/12/2002 menyatakan bahwa “Jabatan fungsional pustakawan adalah jabatan

karier yang hanya dapat diduduki oleh seorang yang telah berstatus Pegawai Negeri

Sipil”.


(4)

Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulakan bahwa jabatan fungsional

adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki keahlian atau keterempilan

untuk menjalankan tugas bagi instansi dan bagi diri sendiri.

2.3.2. Profesionalisme Jabatan Fungsional

Jabatan fungsional bertujuan sebagai pilihan jenjang karir bagi pegawai negeri

sipil menuju kualitas profesional. Dalam masyarakat terdapat pengertian bahwa

profesional dikaitkan dengan keahlian dan bayaran tinggi. Mutu kurang baik sering

disebut tidak profesional atau amatir. Bagi seseorang profesional dituntut mutu kerja

yang tinggi, karena akan mendapat pembayaran tinggi oleh pengguna atau konsumen.

Dengan kata lain, seorang profesional harus bertanggung jawab atas kualitas hasil

kerja. Jika kualitas kerja tidak dipertahankan maka integeritas profesionalnya akan

menurun.

Harefa dalam Sudarsono (2006: 84), menyebutkan 13 hal yang menjadikan

karakter seseorang sehingga dapat disebut profesional, yaitu:

1. Bangga pada pekerjaan, dan menunjukkan kualitas kerja. 2. Berusaha meraih tanggung jawab.

3. Mengantisipasi dan tidak menunggu perintah, menunjukkan inisiatif. 4. Mengerjakan apa yang perlu dikerjakan untuk merampungkan tugas.

5. Melibatkan diri secara aktif dan tidak sekedar bertahan pada peran yang telah ditetapkan kepada mereka.

6. Selalu mencari cara untuk membuat berbagai hal menjadi lebih mudah bagi orang yang mereka layani.

7. Ingin belajar sebanyak mungkin mengenai bisnis orang yang mereka layani. 8. Benar-benar mendengarkan kebutuhan orang yang mereka layani.

9. Belajar memahami dan berpikir seperti orang yang mereka layani sehingga bisa mewakili mereka ketika orang itu tidak ada di tempat.

10. Merupakan tim kerja.

11. Bisa dipercaya memegang rahasia. 12. Jujur, bisa dipercaya, dan setia.

13. Terbuka terhadap kritik yang membangun

Menurut Sudarsono (2006: 246), ada empat atribut menjadi seorang yang

profesional, yaitu:


(5)

2. Pemberian jasa yang altruistis, artinya lebih berorintasi kepada kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.

3. Adanya pengawasan yang ketat atas prilaku pekerja melalui kode etik dalam proses sosialisasi pekerjaan.

4. Suatu sistem balas jasa (berupa uang, promosi, jabatan dan kehormatan) yang merupakan lambang prestasi kerja.

Dari urain diatas dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi seseorang yang

profesional harus mampu menjadi orang yang bertanggung jawab atas pekerjaannya dan

dapat dipercaya.

2.3.3. Jenjang Jabatan

Berdasarkan SK MENPAN No.18 Tahun 1988 profesi pustakawan, khususnya Pagawai Negeri Sipil (PNS), diakui sebagai jabatan fungsional. Pada awalnya persyaratan untuk memperoleh jabatan fungsional adalah , melalui pendidikan formal ilmu perpustakaan, minimal D2 Ilmu Perpustakaan. Berdasarkan SK MENPAN No.33 Tahun 1998, jabatan fungsional pustakawan dibagi menjadi dua jalur, yaitu: Asisten pustakawan (ASPUS) dan Pustakawan (Hermawan, 2006: 47-48). Jenjang jabatan fungsional pustakawan berdasarkan Keputusan Menpan No. 132/KEP/M.PAN/12/2002 terdiri dari jalur terampil dan jalur ahli. Perbedaan kedua jalur ini didasarkan atas latar belakang pendidikan pustakawan. Jalur terampil pejabat fungsional pustakawan berlatar belakang pendidikan D2/D3.

Sedangkan jalur ahli adalah pustakawan yang memiliki pendidikan minimal S1 ditambah dengan diklat bagi pustakawan ahli.

Jalur Terampil meliputi:

1. Pustakawan Pelaksana : Golongan ruang II/b, II/c dan II/d 2. Pustakawan Pelaksana Lanjutan : Golongan ruang III/a dan III/b 3. Pustakawan Penyelia : Golongan ruang III/c dan III/d

Jalur Ahli meliputi:

1. Pustakawan Pertama : Golongan ruang III/a dan III/b 2. Pustakawan Muda : Golongan ruang III/c dan III/d 3. Pustakawan Madya : Golongan ruang IV/a, IV/b dan IV/c 4. Pustakawan Utama : Golongan ruang IV/d dan IV/e


(6)

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa jabatan fungsional pustakawan terdiri

dari:

1. Pustakawan Terampil: a. Pustakawan Pelaksana

a) Pengatur muda tingkat I : golongan ruang II/b b) Pengatur : golongan ruang II/c

c) Pengatur tingkat I : golongan ruang II/d b. Pustakawan Pelaksana Lanjutan

a) Penata muda : golongan ruang III/a b) Penata tingkat I : golongan ruang III/b c. Pustakawan Penyelia

a) Penata : golongan ruang III/c

b) Penata tingkat I : golongan ruang III/d 2. Pustakawan Ahli

a. Pustakawan Pertama

a) Penata muda : golongan ruang III/a

b) Penata muda tingkat I : golongan ruang : III/b b. Pustakawan Muda

a) Penata : golongan ruang III/c

b) Penata tingkat I : golongan ruang III/d c. Pustakawan Madya

a) Pembina : golongan ruang IV/a

b) Pembina tingkat I : golongan ruang IV/b c) Pembina utama muda : golongan ruang IV/c d. Pustakawan Utama

a) Pembina utama madya : golongan ruang IV/ d b) Pembina utama : golongan runag IV/ e

2.3.4 Penempatan Pustakawan Berdasarkan Jabatan Fungsional

Pustakawan yang telah memperoleh jabatan fungsional akan ditempatkan berdasarkan jenjang jabatan yang telah ditetapkan. Supriayanto (2006: 323), membagi jabatan fungsional kedalam beberapa jenjang jabatan yaitu:

1. Jabatan Fungsional Keahlian yaitu, jabatan fungsional kualifikasi profesional yang pelaksanaan tugas dan fungsinya mensyaratkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keahliannya.

a. Jenjang Utama yaitu, jenjang jabatan fungsional keahlian dan fungsi utamanya bersifat strategis oprasional.

Pembina Utama Madya (IV/d) s/d Pembina Utama (IV/e).

b. Jenjang Madya yaitu, jenjang jabatan fungsional keahlian dan fungsi utamanya bersifat strategis sektoral.

Pembina (IV/a) s/d Pembina Utama (IV/c).

c. Jenjang Muda yaitu, jenjang jabatan fungsional keahlian dan fungsi utamanya bersifat oprasional.


(7)

d. Jenjang Pertama yaitu, jenjang jabatan fungsional keahlian dan fungsi utamanya bersifat oprasional yang mensyaratkan kualifikasi profesional tingkat dasar.

Penata Muda (III/a) s/d Penata Muda Tingkat I (III/b).

2. Jabatan Fungsional Keterampilan yaitu, jabatan fungsional kualifikasi teknisi atau penunjang profesional yang pelaksanaan tugas dan fungsinya mensyaratkan penguasaan pengetahuan teknis di satu bidang ilmu pengetahuan atau lebih.

a. Jenjang Penyelia yaitu, jenjang jabatan fungsional keterampilan dan fungsi utamanya sebagai pembimbing, pengawas, dan penilai pelaksanaan pekerjaan pejabat fungsional tingkat dibawahnya.

Penata (III/c) s/d Penata Tingkat I (III/d).

b. Jenjang Pelaksanaan lanjutan yaitu, jenjang jabatan fungsional keterampilan dan fungsi utamanya sebagai pelaksana tingkat lanjutan dan mensyaratkan pengetahuan dan pengalaman teknisi oprasional.

Pengatur Muda Tingkat I (II/b) s/d Pengatur Tingkat I (II/d).

c. Jenjang pelaksana yaitu, jenjang jabatan fungsional keterampilan dan fungsi utamanya sebagai pelaksana dan mensyarakat pengetahuan dan pengalaman teknis oprasional. Pengatur Muda Tingkat I (II/b) s/d Pengatur Tingkat I (II/d).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa suatu profesi pejabat fungsional

pustakawan dituntut untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan yang diharapkan

dapat menjadi pendorong untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, khususnya melalui

penggunaan jasa perpustakaan dan pustakawan.

2.3.5 Tugas Pokok Pustakawan Jabatan Fungsional

Untuk memenuhi persyaratan jabatan fungsional, pustakawan memiliki tugas

pokok yang wajib dilakukan oleh setiap pustakawan sesuai dengan jenjang jabatannya.

Hermawan (2006: 50), menyebutkan tugas pokok pustakawan adalah sebagai

berikut:

1. Tugas Pokok Pustakawan Tingkat Terampil

a. Pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka/sumber informasi. Kegiatannya:

1) Pengembangan koleksi, ditujukan untuk menjaga agar koleksi tetap mutakhir dan sesuai dengan kebutuhan pemakai.

2) Pengolahan bahan pustaka/koleksi, untuk mendeskripsikan bahan pustaka dan menyiapkan sarana temu balik kembali informasi.

3) Menyimpanan dan melestarikan bahan pustaka, penjagaan penempatan koleksi perpustakaan yang ditujukan untuk memperkecil kerusakan bahan pustaka.

4) Pelayanan informasi, memberikan bantuan dan jasa informasi kepada pamekai perpustakaan.

b. Pemasyarakatan perpustakaan, dokumentasi dan informasi. Kegiatannya: 1) Penyuluhan pemenfaatan perpustakaan, dokumentasi dan informasi.


(8)

2) Publisitas, menyebarluaskan informasi mengenai kegiatan perpustakaan, dokumentasi dan informasi kepada masyarakat luas melalui media cetak dan elektronik seperti artikel, brosur, film, slide, situs web dan lain-lain.

3) Pameran, kegiatan mempertunjukkan kepada masyarakat mengenai aktivitas, hasil, kegiatan, dan kemampuan sumber informasi perpustakaan, dokumentasi dan informasi disertai pemberian keterangan/penjelasan dengan mempergunakan bahan peraga.

2. Tugas Pokok Pustakawan Tingkat Ahli

a. Pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka/sumber informasi. Kegiatannya:

1) Pengembangan koleksi, ditujukan untuk menjaga agar koleksi tetap mutakhir dan sesuai dengan kebutuhan pemakai.

2) Pengolahan bahan pustaka/koleksi, untuk mendeskripsikan bahan pustaka dan menyiapkan sarana temu balik kembali informasi.

3) Penyimpanan dan melestarikan bahan pustaka, penempatan koleksi perpustakaan yang ditujukan untuk memperkecil kerusakan bahan pustaka.

4) Pelayanan informasi, memberikan bantuan dan jasa informasi kepada pemakai perpustakaan.

b. Pemasyarakatan perpustakaan, dokumentasi dan informasi. Kegiatannya: 1) Penyuluhan pemanfaatan perpustakaan, dokumentasi dan informasi.

2) Publisitas, menyebarluaskan informasi mengenai kegiatan perpustakaan, dokumentasi dan informasi kepada masyarakat luas melalui media cetak dan elektronik seperti artikel, brosur, film, slide, situs web dan lain-lain.

3) Pameran, kegiatan mempertunjukkan kepada masyarakat mengenai aktivitas, hasil, kegiatan, dan kemampuan sumber informasi perpustakaan, dokumentasi dan informasi disertai pemberian keterangan/penjelasan dengan mempergunakan bahan peraga.

c. Pengkajian pengembangan perpustakaan, dokumentasi dan informasi. Kegiatannya: 1) Melakukan pengkajian perpustakaan, dokumentasi dan informasi, yang dilaksanakan

melalui lima kegiatan, yaitu penyusunan instrument, pengumpulan , pengolahan dan analisis data, serta perumusan, evaluasi dari penyempusrnaan hasil kajian.

2) Melakukan pengembangan perpustakaan, dokumentasi dan informasi untuk memperoleh nilai tambah dari berbagai aspek, sehingga diperoleh hasil yang lebih optimal, efektif dan efisien.

3) Menganalisis/kritik karya kepustakawanan, berupa ulasan/kritik saran secara sistematis dan bersifat menyempurnakan karya tersebut.

4) Mengevaluasi pengembangan di bidang perpustakaan dan informasi.

Sedangkan tugas pokok pustakawan berdasarkan Surat Keputusan Menteri

Pendayagunaan dan Aparatur Negara No.132/M.PAN/12/2002 adalah sebagai berikut:

1. Tugas pokok pustakawan tingkat terampil meliputi pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka/sumber informasi, pemasyarakatan perpustakaan, dokumentasi dan informasi.

2. Tugas pokok pustakawan tingkat ahli meliputi pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka/sumber informasi, pemasyarakatan perpustakaan, dokumentasi dan informasi serta pengkajian pengembangan perpustakaan, dokumentasi informasi.


(9)

Dari pernyataan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tugas pokok pustakawan

tingkat terampil dan tugas pokok pustakawan tingkat ahli dibedakan pada tugas pokok

pustakawan tingkat ahli, yaitu pemasyarakatan perpustakaan, dokumentasi dan informasi

serta pengkajian pengembangan perpustakaan, dokumentasi dan informasi.

2.3.6 Tunjangan Jabatan Fungsional

Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 tahun 2007

tentang Jabatan Fungsional Pustakawan, yang menyatakan bahwa Pegawai negeri Sipil

yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam Jabatan Fungsional Pustakawan, perlu

diberikan tunjangan jabatan fungsional yang sesuai dengan beban kerja dan tanggung

jawab pekerjaannya.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2007 tentang Jabatan

Fungsional Pustakawan menyatakan bahwa:

Tunjangan Jabatan Fungsional Pustakawan, yang selanjutnya disebut dengan

Tunjangn Pustakawan adalah tunjangan jabatan fungsional yang diberikan kepada

Pegawai negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam Jabatan

Fungsional Pustakawan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Jadi setiap Pegawai negeri Sipil apapun jabatan fungsionalnya berhak atas

tunjangan tersebut. Tunjangan jabatan fungsional pustakawan diberikan setiap bulan dan

besarnya tunjangan setiap tingkatan pustakawan berbeda-beda. Pelaksanaan pemberian

tunjangan fungsional dilakukan oleh Direktorat Jendral Perbendaharaan Kementerian

Keuangan RI. Besarnya tunjangan yang diberikan mengalami beberapa kali perubahan,

pertama kali peraturan ini dibuat pada tahun 1992 dan terus mengalami perubahan dan

terakhir pada tahun 2007. Terdapat lima kali perubahan peraturan tentang tunjangan

jabatan fungsional pustakawan.

Pertama adalah Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 1992

Tentang Tunjangan jabatan Pustakawan, Teknisi penerbangan, Penguji Mutu barang, dan

Pranata Komputer. Besarnya tunjangan jabatan pustakawan adalah sebagai berikut:


(10)

Tabel 2.1

Tunjangan Jabatan Fungsional Pustakawan Tahun 1992

No.

Jabatan

Besar Tunjangan

1

Pustakawan Utama

Rp 110.000,00

2

Pustakawan Utama Madya

Rp 95.000,00

3

Pustakawan Utama Muda

Rp 77.500,00

4

Pustakawan Utama Pratama

Rp 67.500,00

5

Pustakawan madya

Rp 57.500,00

6

Pustakawan Muda

Rp 47.500,00

7

Pustakawan Pratama

Rp 42.500,00

8

Ajun Pustakawan

Rp 37.500,00

9

Ajun Pustakawan Mudya

Rp 32.500,00

10

Ajun Pustakawan muda

Rp 27.000,00

11

Asisten Pustakawan

Rp 25.000,00

12

Asisten Pustakawan Madya

Rp 22.500,00

Perubahan kedua pada tahun 2000 terjadi perubahan peraturan menjadi

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 146 Tahun 2000 tentang Tunjangan

Jabatan Fungsional Pustakawan.

Tabel 2.2

Tunjangan Jabatan Fungsional Pustakawan tahun 2002

No.

Jabatan

Besar Tunjangan

1

Pustakawan Utama

Rp 185.000,00

2

Pustakawan madya

Rp 152.500,00

3

Pustakawan Muda

Rp 122.500,00

4

Pustakawan Pratama

Rp 112.500,00

5

Asisten Pustakawan Madya

Rp 122.500,00

6

Asisten Pustakawan Muda

Rp 112.500,00


(11)

Perubahan ketiga pada tahun 2003 terdapat peraturan baru yang mengganti

peraturan sebelumnya yaitu Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 86 tahun

2003 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Pustakawan.

Tabel 2.3

Tunjangan Jabatan Fungsional Pustakawan tahun 2003

No

Jabatan Fungsional

Jabatan

Besar Tunjangan

1

Pustakawan Ahli

Pustakawan Utama

Pustakawan Madya

Pustakawan Muda

Pustakawan Pertama

Rp 500.000,00

Rp 375.000,00

Rp 275.000,00

Rp 175.000,00

2

Pustakawan Terampil

Pustakawan Penyelia

Pustakawan Pelaksana

Lanjutan

Pustakawan Pelaksana

Rp 200.000,00

Rp 150.000,00

Rp 120.000,00

Selanjutnya perubahan keempat adalah Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Arsiparis dan Pustakawan.

Tabel 2.4

Tunjangan Jabatan Fungsional Pustakawan tahun 2006

No

Jabatan Fungsional

Jabatan

Besar Tunjangan

1

Pustakawan Ahli

Pustakawan Utama

Pustakawan Madya

Pustakawan Muda

Pustakawan Pertama

Rp 550.000,00

Rp 413.000,00

Rp 303.000,00

Rp 223.000,00

2

Pustakawan Terampil

Pustakawan Penyelia

Pustakawan Pelaksana

Lanjutan

Pustakawan Pelaksana

Rp 220.000,00

Rp 202.000,00


(12)

Perubahan terakhir yang kelima adalah Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 47 tahun 2007 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Pustakawan.

Tabel 2.5

Tunjangan Jabatan Fungsional Pustakawan Tahun 2007

No

Jabatan Fungsional

Jabatan

Besar Tunjangan

1

Pustakawan Ahli

Pustakawan Utama

Pustakawan Madya

Pustakawan Muda

Pustakawan Pertama

Rp 700.000,00

Rp 500.000,00

Rp 375.000,00

Rp 275.000,00

2

Pustakawan Terampil

Pustakawan Penyelia

Pustakawan Pelaksana

Lanjutan

Pustakawan Pelaksana

Rp 350.000,00

Rp 265.000,00

Rp 240.000,00

2.3.7 Fungsi dan Tujuan Tunjangan jabatan Fungsional

Pemberian tunjangan jabatan fungsional pustakawan secara adil dan layak akan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kelangsungan hidup perpustakaan. Menurut Martoyo (1990: 100), fungsi pemberian kompensasi atau tunjangan jabatan fungsional pustakawan dalam suatu perpustakaan adalah sebagai berikut:

1. Pengalokasian Sumber Daya Manusia (SDM) secara efisien. Pemberian tunjangan fungsional secara adil dan layak kepada pustakawan yang berprestasi akan mendorong pustakawan untuk bekerja lebih baik. Dengan kata lain ada kecenderungan para pustakawan akan berpindah ke pekerjaannya yang tunjangannya lebih tinggi dengan cara menunjukkan prestasi kerja yang lebih baik.

2. Penggunaan Sumber Daya Manusia lebih efisien dan efektif. Pemberian tunjangan fungsional kepada pustakawan berimplikasi bahwa perpustakaan akan menggunakan tenaga pustakawan tersebut dengan seefisien dan seefektif mungkin. Sebab dengan cara demikian, perpustakaan yang bersangkutan akan memperoleh manfaat dan keuntungan semaksimal mungkin.

3. Mendorong stabilitas dan pertumbuhan perpustakaan. Dengan SDM memanfaatkan secara efektif maka akan mendorong terjadinya stabilitas dan pertumbuhan perpustakaan kearah yang positif.


(13)

Menurut Martoyo (1990: 101), tujuan pemberian tunjangan jabatan fungsional pustakawan adalah :

1. Pemenuhan kebutuhan ekonomi. Pustakawan yang akan menerima tunjangan jabatan fungsional pustakawan akan menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya dengan kata lain kebutuhan ekonominya.

2. Pengkaitan tunjangan dengan produktivitas kerja. Pemberian tunjangan jabatan fungsional pustakawan yang lebih baik akan mendorong pustakawan untuk meningkatkan produktivitas kerjanya.

3. Pengkajian antara keseimbangan keadilan pemberian tunjangan

4. Ini berarti bahwa pemberian tunjangan jabatan fungsional pustakawan harus diperbandingkan dengan persyaratan yang harus dipenuhi oleh pustakawan. Sehingga ada keseimbangan antara input (syarat yang harus dipenuhi) dengan output (tunjangan fungsional pustakawan).

2.4 Angka Kredit

2.4.1Pengertian Angka Kredit

Dalam pengangkatan dan kenaikan jabatan/pangkat, pustakawan harus memenuhi

angka kredit yang telah ditetapkan. Menteri Pendayagunaan dan Aparatur Negara

No.132/KEP/M.PAN/12/2002 menyatakan bahwa Angka Kredit adalah angka yang

diberikan berdasarkan penilaian atas prestasi yang telah dicapai oleh seorang pustakawan

dalam mengerjakan butir rincian kegiatan yang digunakan sebagai salah satu syarat untuk

pengangkatan dan kenaikan jabatan/pangkat.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan dan Aparatur Negara

No.132/KEP/ M.PAN/12/2002 tentang jumlah angka kredit kumulatif minimal yang

harus dicapai oleh seorang pustakawan adalah sebagai berikut:


(14)

Tabel 2.6

Jumlah Angka Kredit Kumulatif Minimal Untuk Pengangkatan Dan Kenaikan Jabatan/Pangkat Pustakawan Tingkat Terampil

No .

Unsur Persentase Jenjang Jabatan/Golongan

Ruang/Angka Kredit Pustakawan Tingkat Terampil Pustakawan Pelaksana Pustakawan

pelaksana lanjutan

Pustakawan Penyelia

II/c II/d III/a III/b III/c III/d

I UTAMA

a.Pendidikan

b.Pengorganisasian dan Pendayagunaan Koleksi Bahan Pustaka/Sumber Informasi

c.Pemsyarakatan perpustakaan, dokumentasi dan Informasi

>80% 32 48 64 80 120 160 240

II Penunjang kegiatan yang mendukung pelaksanaan tugas pustakawan

>20% 8 12 16 20 30 40 60

Jumlah 100% 40 60 80 100 150 200 300


(15)

Tabel 2.7

Jumlah Angka Kredit Kumulatif Minimal Untuk Pengangkatan Dan

Kenaikan Jabatan/Pangkat Pustakawan Tingkat Ahli

No. Unsur Persenta

se

Jenjang Jabatan/Golongan Ruang/Angka Kredit Pustakawan Tingkat Ahli Pustakawan Pertama Pustakawan

Muda

Pustakawan Madya

Pustakawan Utama III/a III/b III/d III/c III/d IV/a IV/c IV/d IV/e

I UTAMA

a.Pendidikan

b.Pengorganisasian dan Pendayagunaan Koleksi Bahan Pustaka/Sumber Informasi

c.Pemsyarakatan

perpustakaan, dokumentasi dan Informasi

>80% 80 120 160 240 320 440 560 680 840

II Penunjang kegiatan yang mendukung pelaksanaan tugas pustakawan

>20% 20 30 40 60 80 110 140 170 210

Jumlah 100% 100 150 200 300 400 550 700 850 1050

Sumber : SK.MENPAN No.132/KEP/M.PAN/12/2002

Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa jumlah angka kredit komulatif

minimal yang harus dipenuhi oleh pustakawan adalah sebagai berikut:

1. Pustakawan akan memperoleh 80% (delapan puluh persen) angka kredit dari unsur utama (pendidikan, pengorganisasian, pendayagunaan koleksi bahan pustaka/ sumber informasi dan pemasyarakatan informasi dan dokumentasi).

2. Pustakawan akan memperoleh 20% (dua puluh persen) angka kredit dari unsur penunjang kegiatan yang mendukung pelaksanaan tugas pustakawan.

2.4.1 Kegiatan dan Unsur Pemberian Angka Kredit

Agar jabatan fungsional pustakawan dapat diterapkan dengan baik pada unit kerja

masing-masing, disarankan agar unit kerja tersebut terlebih dahulu mempelajari dan

memahami jabatan fungsional pustakawan yang ditetapkan dalam Keputusan MENPAN

No. 132 tahun 2002. Petunjuk pelaksanaan Keputusan MENPAN tersebut ditetapkan

dalam SK Bersama Kapala Perpustakaan Nasional R.I dan Kepala Badan Kepegawaian


(16)

Negara No. 23 dan No. 21 tahun 2003. Serta Keputusan Kepala Perpustakaan Nasional

RI No. 10 tahun 2004 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pustakawan dan

Angka Kreditnya.

Tugas pokok dalam pasal 4 (empat) SK MENPAN No. 132/2002 tersebut

meliputi kegiatan pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka/sumber

informasi, dan kegiatan pemasyarakatan perpusdokinfo. Berdasarkan SK MENPAN

tersebut membagi 2 (dua) jabatan pustakawan tingkat terampil dan tingkat ahli. Tugas

pokok pejabat fungsional pustakawan tingkat ahli ditambah dengan kegiatan pengkajian

pengembangan perpusdokinfo.

Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia

Nomor 132/KEP/M.PAN/12/2002 tentang jabatan fungsional dan penetapan angka

kreditnya, menyebutkan bahwa rincian kegiatan yang dinilai dalam pemberian angka

kredit adalah sebagai berikut:

1. Rincian kegiatan pustakawan tingkat terampil sesuai dengan jenjang jabatan, sebagai berikut: a. Pustakawan pelaksana, yaitu:

1) Menghimpun alat seleksi bahan buku 2) Melakukan survey bahan pustaka 3) Melakukan katalogisasi sederhana 4) Membuat kelengkapan bahan pustaka 5) Melakukan publisitas

b. Pustakawan pelaksana lanjutan, yaitu:

1) Mengumpulkan data dalam rangka menyusun rencana oprasional pengembangan koleksi

2) Mengumpulkan data dalam rangka survei minat pemakai

3) Mengidentifikasi bahan pustaka dalam rangka penyiangan bahan pustaka 4) Mengelola hasil penyiangan

5) Mengumpulkan data dalam rangka menyusun rencana oprasional pengolahan bahan pustaka

c. Pustakawan penyelia, yaitu:

1) Mengolah data dalam rangka menyusun rencana oprasional pengembangan koleksi 2) Mengolah data dalam rangka menyusun rencana oprasional pengolahan bahan

pustaka

3) Melakukan katalogisasi yang bersifat kompleks 4) Membuat anotasi

5) Menyunting data bibliografi

2. Rincian kegiatan Pustakawan tingkat ahli sesuai dengan jenjang jabatan sebagai berikut : a) Pustakawan Pertama, yaitu :

1) Mengumpul data dalam rangka menyusun rencana operasional pengembangan koleksi


(17)

2) Mengolah data dalam rangka menyusun rencana operasional pengembangan koleksi

3) Mengumpul data dalam rangka survei minat pemakai

4) Mengidentifikasi bahan pustaka dalam rangka evaluasi dan penyiangan koleksi 5) Mengumpul data dalam rangka menyusun rencana operasional pengolahan bahan

pustaka

b. Pustakawan muda, yaitu:

1) Menganalisis dan menyusun rencana operasional pengembangan koleksi 2) Membuat instrumen dalam rangka survei minat pemakai

3) Mengolah dan menganalisis data dalam rangka survey minat pemakai 4) Menyeleksi bahan pustaka

5) Menetapkan hasil evaluasi dan penyiangan koleksi c) Pustakawan madya, yaitu:

1) Menyusun tinjauan kepustakaan (review)

2) Menjadi penanggung jawab/editor dalam pemberian informasi teknis

3) Menyusun program intervensi pengembangan perpustakaan, dokumentasi dan informasi

4) Melakukan penyuluhan tentang pengembangan perpustakaan, dokumentasi dan informasi kepada penyelenggara dan pengelola tingkat Propinsi

5) Melakukan evaluasi paska penyuluhan tentang kegunaan dan pemanfaatan perpustakaan, dokumentasi dan informasi tingkat Propinsi

d) Pustakawan utama, yaitu:

1) Menjadi penanggung jawab dalam pembuatan tinjauan kepustakaan (review)

2) Melakukan penyuluhan tentang pengembangan perpustakaan, dokumentasi dan informasi kepada penyelenggara dan pengelola perpustakaan tingkat Nasional 3) Melakukan evaluasi paska penyuluhan tentang kegunaan dan pemanfaatan

perpustakaan, dokumentasi dan informasi tingkat. Nasional

4) Melakukan evaluasi paska penyuluhan tentang pengembangan perpustakaan, dokumentasi dan informasi tingkat Nasional

5) Mengevaluasi dan menyempurnakan hasil kajian yang bersifat kompleks

Dalam Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Dan Aparatur Negara Republik

Indonesia No.132/M.PAN/12/2002, menyatakan bahwa unsur dan sub unsur kegiatan

pustakawan yang dapat dinilai angka kreditnya adalah:

1. Pendidikan

a. Pendidikan sekolah dan memperoleh ijazah/gelar.

b. Pendidikan dan pelatihan fungsional di bidang kepustakawanan serta memperoleh Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP) atau sertifikat.

2. Pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka/sumber informasi yang meliputi:

a. Pengembangan koleksi

b. Pengolahan bahan pustaka

c. Penyimpanan dan pelestarian bahan pustaka


(18)

3. Pemasyarakatan Perpustakaan, dokumentasi dan Informasi, meliputi :

a. Penyuluhan

b. Publisitas

c. Pameran

4. Pengakajian pengembangan perpustakaan, dokumentasi dan informasi, meliputi:

a. Pengkajian

b. Pengembangan perpustakaan

c. Analisis/kritik karya kepustakawanan

d. Memantau pengembangan dibidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi 5. Pengembangan Profesi

a. Membuat karya tulis/karya ilmiah di bidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi

b. Menyusun pedoman/petunjuk teknis perpustakaan, dokumentasi dan informasi

c. Menterjemahkan/menyadur buku dan bahan-bahan lain bidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi

d. Melakukan tugas sebagai ketua kelompok/koordinator pustakawan/memimpin unit perpustakaan.

e. Menyusun kumpulan tulisan untuk di publikasikan.

f. Memberi konsultasi kepustakawanan yang bersifat konsep. 6. Penunjang tugas kepustakawanan, meliputi:

a. Melatih

b. Mengajar

c. Membimbing mahasiswa dalam menyusun skripsi, tesis, disertasi, yang berkaitan dengan ilmu perpustakaan, dokumentasi dan informasi

d. Memberikan konsultasi teknis sarana dan prasarana perpustakaan, dokumentasi dan informasi

e. Mengikuti seminar, lokakarya dan pertemuan bidang kepustakawanan

f. Menjadi anggota organisasi Profesi kepustakawanan

g. Melakukan lomba kepustakawanan

h. Memperoleh penghargaan/tanda jasa

i. Memperoleh gelar kesarjanaan lain

j. Menyunting risalah pertemuan ilmiah

k. Keikutsertaan dalam tim Penilai Jabatan Pustakawan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa unsur dan sub unsur kegiatan yang

dinilai dalam pemberian angka kredit merupakan kegiatan yang harus dilakukan

pustakawan untuk kenaikan pangkat/jabatan. Kemampuan yang diperoleh dari

pendidikan atau latihan untuk dapat melaksanakan profesi dengan baik ini disebut

professional. Pustakawan juga harus berupaya menghasilkan angka kredit yang berbobot

dan bermanfaat, karena apabila pencapaian angka kredit dengan kualitas kerja yang tidak

memadai tidak memberikan manfaat apa-apa bagi peningkatan produktivitas kerja dan


(19)

peningkatan profesionalisme pustakawan yang bersangkutan maupun bagi instansinya

(Sitorus, 2002).

2.4.3. Pengajuan DUPAK

Dalam Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Dan Aparatur Negara Republik

Indonesia No. 132/M.PAN/12/2002, DUPAK (daftar usulan penilaian angka kredit),

merupakan pedoman penilaian pustakawan fungsional dalam memperoleh angka kredit.

Pejabat fungsional pustakawan yang akan mengajukan DUPAK, dinilai oleh tim penilai

pusat. Di dalam DUPAK harus terdapat bukti penugasan kegiatan supaya angka kredit

yang diusulkan tidak ditolak oleh tim penilai pusat. DUPAK yang akan diajukan

dilengkapi lampiran-lampiran yang diperlukan dan sudah disahkan oleh pejabat yang

berwenang untuk mengusulkan DUPAK.

Lampiran-lampiran DUPAK adalah:

1. Surat penugasan langsung dari atasan

2. Surat pernyataan melakukan kegiatan pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka/sumber informasi

3. Surat pernyataan melakukan kegiatan pemasyarakatan perpusdokinfo

4. Surat pernyataan melakukan kegiatan pengkajian pengembanagn perpusdokinfo 5. Surat pernyataan melakukan kegiatan pengembangan profesi

6. Surat pernyataan melakukan kegiatan penunjang Rekapitulasi prestasi kerja harian dan bulanan

7. Bukti fisik hasil kegiatan yang dilaksanakan 8. Foto kopi DP3 dua tahun terakhir

9. Foto kopi SK pengangkatan menjadi PNS dan SK pengangkatan dalam jabatan pustakawan untuk yang pertama kali mengajukan DUPAK. Bagi yang sudah dua kali, maintenance dan seterusnya cukup foto kopi surat PAK (Penetapan Angka Kredit) dan SK kenaikan pangkat terakhir.

10. Surat pernyataan menduduki jabatan fungsional pustakawan

Setelah semua lampiran yang diperlukan terlengkapi, maka selanjutnya

pustakawan megajukan DUPAK.

Langkah-langkah pengajuan DUPAK adalah sebagai berikut:

1. Pejabat pustakawan mengisi DUPAK yang dilengkapi dengan lampiran yang diperlukan, ditandatangani dan disahkan langsung oleh atasan/pejabat yang berwenang

2. DUPAK yang telah dikoreksi dan disetujui oleh pejabat yang berwenang diserahkan ke sekretariat instansi pengusul yang selanjutnja diserahkan ke pejabat pengusul


(20)

4. Tim penilai memberikan penilaian kemudian disahkan dalam sidang tim

5. Hasil penilaian tim penilai dikirim ke pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit 6. Setelah angka kredit ditetapkan dalam PAK (Penetapan Angka Kredit) dan disahkan,

kemudian salah satu dari tembusan PAK dikirim ke Pejabat Pengusul untuk diteruskan ke pustakawan yang bersangkutan.

2.4.4. Penilaian Angka Kredit jabatan fungsional pustakawan

Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia

Nomor 132/KEP/M.PAN/12/2002 tentang jabatan fungsional dan penetapan angka

kreditnya, menyebutkan bahwa:

1. Untuk kelancaran penilaian dan penetapan angka kredit, setiap pustakawan wajib mencatat atau menginventarisasi seluruh kegiatan yang dilakukan.

2. Apabila hasil catatan atau inventarisasi seluruh kegiatan dapat memenuhi jumlah angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan/pangkat, secara hirarkhi pustakawan dapat mengajukan usul penilaian dan penetapan angka kredit.

3. Penilaian dan penetapan angka kredit pustakawan dilakukan sekurang-kurangnya 2 kali dalam satu tahun, yaitu setiap 3 bulan sebelum periode kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil.

Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit menurut Keputusan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia Nomor 132/KEP/M.PAN/12/2002

tentang jabatan fungsional dan penetapan angka kreditnya adalah:

1. Kepala Perpustakaan Nasional RI bagi Pustakawan Madya dan Pustakawan Utama di lingkungan Perpustakaan Nasional RI dan Instansi lainnya.

2. Menteri/Jaksa Agung/Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen atau pejabat lain satu tingkat lebih rendah yang ditunjuk olehnya, bagi Pustakawan Pelaksana sampai dengan Pustakawan Penyelia dan Pustakawan Pertama sampai dengan Pustakawan Muda di lingkungan instansi masing-masing.

3. Gubernur Kepala Daerah Propinsi atau pejabat lain satu tingkat lebih rendah yang ditunjuk olehnya, bagi Pustakawan Pelaksana sampai dengan Pustakawan Penyelia dan Pustakawan Pertama sampai dengan Pustakawan Muda di lingkungan Pemerintah Propinsi.

4. Bupati/Walikota Kepala Daerah Kabupaten/Kota atau pejabat lain satu tingkat lebih rendah yang ditunjuk olehnya, bagi Pustakawan Pelaksana sampai dengan Pustakawan Penyelia dan Pustakawan Pertama sampai dengan Pustakawan Muda di lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kota.

5. Rektor, Ketua Sekolah Tinggi/Direktur Akademi/Politeknik atau pejabat lain satu tingkat lebih rendah yang ditunjuk olehnya, bagi Pustakawan Pelaksana sampai dengan Pustakawan Penyelia dan Pustakawan Pertama sampai dengan Pustakawan Muda di lingkungan Perguruan Tinggi.


(21)

Unsur-unsur yang dinilai dalam penetapan angka kredit pustakawan adalah: 1. Pendidikan

2. Pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka/sumber informasi 3. Pemasyarakatan perpustakaan, dokumentasi dan informasi

4. Pengembangan profesi 5. Penunjang tugas kepustakaan

Langkah-langkah penilaian dalam penetapan angka kredit pustakawan yang dilaksanakan oleh tim penilai, yaitu:

1. Setiap hasil kerja pustakawan yang dituangkan dalam DUPAK dinilai oleh Tim Penilai dengan surat penugasan dari ketua Tim

2. Ketua Tim mengatur penugasan agar setiap anggota dapat melakukan penilaian 3. Anggota Tim menelaah kebenaran dan keabsahan hasil kegiatan yang dinilaikan 4. Anggota Tim memberikan penilaian sesuai dengan pedoman yang berlaku

5. Hasil penilaian disampaikan kepada Ketua Tim oleh sekretaris untuk mendapatkan pengesahan dalam sidang Tim

6. Pengambilan keputusan dalam rapat dilaksanakan dengan dasar musyawarah. Jika musyawarah tidak berhasil, keputusan diambil dengan suara terbanyak.

7. Angka kredit yang telah diputuskan, oleh sekretaris Tim dituangkan dalam formulir Penetapan Angka Kredit.

8. Setiap dilakukan rapat, sekretaris membuat Berita Acara penilaian untuk setiap DUPAK dan notulen rapat.

9. Berita Acara yang sudah ditandatangani oleh masing-masing Tim Penilai dan PAK diserahkan kepada pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit untuk mendapat pengesahan.

10. Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit memeriksa dan menelaah hasil pemberian angka kredit dan menetapkan.

11. Penetapan angka kredit diserahkan kembali ke Tim Penilai untuk dikirim kepada pustakawan dan instansi lain yang berkepentingan.

2.5 Motivasi Kerja 2.5.1 Pengertian Motivasi

Motivasi dalam diri seseorang akan mendorong untuk melakukan sesuatu yang

menjadi tanggung jawabnya dalam dalam rangka pencapaian tujuan dalam lingkungan ia

bekerja. Dubin dalam Danim (2004: 15), mengartikan motivasi sebagai kekuatan

kompleks yang membuat seseorang berkeinginan memulai dan menjaga kondisi kerja

dalam organisasi.


(22)

Vance dalam Danim (2004: 15) mendefenisikan bahwa:

motivasi adalah perasaan atau keinginan seseorang yang berada dan bekerja pada

kondisi tertentu untuk melaksanakan tindakan-tindakan yang menguntungkan

dilihat dari perspektif pribadi dan terutama organisasi.

Sedangkan Soemanto (1987: 32), mendefinisikan, “motivasi sebagai suatu

perubahan tenaga yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi pencapaian

tujuan”.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah perasaan atau

keinginan seseorang yang menjadi kekuatan kompleks yang menjadi dorongan yang

efektif untuk mencapai tujuan tertentu dalam organisasi.

2.5.2 Teori motivasi

Sejauh ini banyak kajian terhadap motivasi yang dilakukan oleh para ahli yang

akhirnya membawa kepada terbentuknya beberapa teori motivasi. Hasibuan (1996:

103-125), mengelompokkan teori motivasi menjadi 2 kelompok, yaitu:

1. Teori Kepuasan ( Content Theory)

1) Teori Motivasi klasik. Teori ini dikemukakan oleh Frederick Winslow Taylor, menurut teori ini motivasi para pekerja hanya untuk dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan biologis saja, hanya untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang.

2) Maslow’s Need Hierarchy Theory. Teori ini dikemukakan oleh A.H. Maslow (1943).

Dasar dari Maslow’s Need Hierarchy Theory yaitu:

a. Manusia adalah makhluk sosial yang berkeinginan yang lebih banyak. Keinginan ini terus-menerus, dan akan berhenti jika akhir hayatnya tiba.

b. Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivasi bagi pelakunya, hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang menjadi alat motivasi.

c. Kebutuhan manusia itu bertingkat-tingkat ( hierarchy) sebagai berikut: a) Physiological Needs

b) Safety and Security Needs

c) Affiliation or Acceptance Needs (Belongingness) d) Esteem or Status Needs

e) Self Actualization

3) Herzberg’s Two Factors Motivation Theory. Menurut teori ini motivasi yang ideal adalah

peluang untuk melaksanakan tugas yang lebih membutuhkan keahlian dan peluang untuk mengembangkan kemampuan. Hersberg (1959), menyatakan ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan, yaitu:

a. Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan untuk berprestasi, bertanggung jawab.


(23)

b. Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama factor yang bersifat embel-embel saja pada pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak, gaji, dan tunjangan.

c. Karyawan kecewa, jika peluang untuk berprestasi terbatas.

4) Mc. Clelland’s Achievement Motivation Theory. Teori ini berpendapat bahwa karyawan

mempunyai cadangan energy potensial. Bagaimana energy ini dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia.

5) Alderfer’s Existence, Relatedness and growth (ERG) Theory. Teori ini mengemukakan

bahwa ada tiga kelompok kebutuhan yang utama, yaitu: a. Kebutuhan akan keberadaan

b. Kebutuhan akan afiliasi c. Kebutuhan akan kemajuan 2. Teori Motivasi Proses (Process Theory)

1) Teory Harapan (Expectancy Theory). Teori ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom (1964), yang menyatakan bahwa kekuatanyang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaannya tergantung dari hubungan timbal-balik antara apa yang diinginkan dan yang dibutuhkan dari hasil pekerjaan. Teori ini didasarkan atas harapan, nilai dan pertautan.

2) Teori Keadilan (Equity Theory). Teori ini menyatakan bahwa keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang.

3) Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory). Teori ini terdiri dari dua jenis, yaitu:

a. Pengukuhan positif, yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapakan secara masyarakat.

b. Pengukuhan negative, yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh negative dihilangkan secara bersyarat.

c. Teori X dan Teori Y dari Douglas Mc.Gregor. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia secara jelas dan tegas dapat dibedakan atas manusia penganut teori X ( teori tradisional) dan manusia penganut teori Y (teori demokrasik).

2.5.3 Sumber Motivasi

Motivasi akan muncul ketika kebutuhan dasar tidak terpenuhi. Jika kebutuhan

dasar tidak terpenuhi, maka seseorang akan termotivasi untuk bekerja keras. Isak Arep

(2003: 57-65), menyebutkan beberapa kebutuhan manusia yang dapat dijadikan sebagai

sumber motivasi, yaitu:

1. Kebutuhan Dasar (ekonomis). Kebutuhan dasar yang dimaksud adalah makanan, pakaian dan perubahan atau disebut dengan kebutuhan primer.

2. Kebutuhan psikologis. Kebutuhan psikologis yang dimaksud adalah imbalan, status, pangakuan, dan penghargaan.

3. Kebutuhan Sosial. Manusia adalah makhluk sosial, yang artinya manusia membutuhkan pergaulan dengan sesama untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.


(24)

4. Peran Manajer. Manajer harus mengetahui kebutuhan tiap karyawannya, sehingga karyawan akan merasa nyaman dan termotivasi untuk melakukan tugas dan tanggung jawabnya.

2.5.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi

Motivasi seseorang akan tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi, factor

yang dimaksud dapat berasar dari diri sendiri ataupun dari luar diri sendiri. Saydan

dalam Sayuti (2007: 21), menyebutkan motivasi kerja seseorang di dalam melaksanakan

pekerjaannya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal yang berasal dari

proses psikologis dalam diri seseorang, dan faktor eksternal yang berasal dari luar diri

(environment factors).

1. Faktor Internal

a) Kematangan Pribadi. Orang yang bersifat egois dan kemanja-manjaan biasanya akan kurang peka dalam menerima motivasi yang diberikan, sehingga akan sulit untuk dapat bekerja sama dalam membuat motivasi. Oleh sebab itu kebiasaan yang dibawa sejak kecil, nilai yang dianut dan sikap bawaan seseorang sangat mempengaruhi motivasinya. b) Tingkat Pendidikan. Seorang pegawai yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih

tinggi biasanya akan lebih termotivasi kerena mempunyai wawasan yang lebih luas dibandingkan dengan karyawan yang tingkat pendidikannya lebih rendah.

c) Keinginan dan Harapan pribadi. Seseorang akan bekerja keras apabila mempunyai harapan pribadi yang ingin diwujudkan.

d) Kebutuhan. Kebutuhan biasanya berbanding sejajar dengan motivasi, semakin besar kebutuhan yseseorang untuk dipenuhi, maka semakin besar motivasinya untuk bekerja. e) Kelelahan dan Kebosanan

f) Faktor kelelahan dan kebosanan mempengaruhi gairah dan semangat kerja yang pada gilirannya juga akan mempengaruhi motivasi kerjanya.

g) Kepuasan Kerja

h) Kepuasan kerja mempunyai korelasi yang sangat kuat terhadap tinggi rendahnya motivasi kerja seseorang. Keryawan yang puas terhadap pekerjaannya akan mempunyai motivasi yang tinggi dan committed terhadap pekerjaannya.

2. Faktor Eksternal

a) Kondisi Lingkungan Kerja. Lingkungan kerja adalah keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada di sekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan itu sendiri. Lingkungan pekerjaan meliputi tempat bekerja, fasilitas, kebersihan, pencahayaan, ketenangan, hubungan kerja dengan orang yang ada di tempat ia bekerja.

b) Kompensasi yang Memadai. Kompensasi yang memadai merupakan alat motivasi yang paling ampuh untuk memberikan dorongan kepada karyawan untuk bekerja secara baik. c) Supervise yang Baik. Supervise membangun hubungan positif dan membantu motivasi

karyawan dengan berlaku adil dan tidak diskriminatif, yang memungkinkan adanya fleksibilitas kerja dan keseimbangan dalam bekerja.


(25)

d) Ada Jaminan Karir (penghargaan atas prestasi). Setiap orang akan bersedia untuk bekerja keras jika memperoleh jaminan karir untuk masa depan, baik berupa promosi jabatan, pangkat, maupun jaminan pemberian kesempatan dan penempatan untuk dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya.

e) Status dan Tanggung Jawab. Status atau kedudukan dalam jabatan tertentu merupakan dambaan dan harapan setiap karyawan dalam bekerja. Seseorang yang menduduki jabatan akan merasa dirinya dipercayai, diberi tanggung jawab dan wewenang yang lebih besar untuk melakukan kegiatannya.

f) Peraturan yang Fleksibel. Faktor lain yang dapat mempengaruhi motivasi didasarkan pada hubungan yang dimiliki para karyawan dalam organisasi. Bidang-bidang seperti kelayakan dari kebijakan manajemen, keadilan dari tindakan disipliner, cara yang digunakan untuk memutuskan hubungan kerja dan peluang kerja yang akan mempengaruhi retensi karyawan. Apabila karyawan merasakan bahwa kebijakan terlalu kaku atau diterapkan secara tidak konsisten, mereka akan cenderung untuk mempunyai motivasi kerja yang rendah.

2.5.5. Tujuan Pemberian Motivasi Kerja Pustakawan

Motivasi sangat penting dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan suatu

organisasi. Untuk itu manajer perlu memahami apa yang memotivasi karyawan untuk

melaksanakan tugasnya.

Menurut Hasibuan (1996: 97-98), tujuan pemberian motivasi adalah:

1. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan 2. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan 3. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan

4. Mempertahankan loyalitas dan kesetabilan karyawan

5. Meningkatakan kesetabilan dan menurunkan tingkat absensi karyawan 6. Mengefektifkan pengadaan karyawan

7. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik 8. Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan 9. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan

10. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya 11. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan buku

Menurut surat keputusan bersama antara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,

Menteri Negara dan Pendayagunaan Aparatur Negara pada tahun 1988 kemudian disusul

dengan surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Badan Administrasi

Kepegawaian Negara yang dikutip oleh Jonner Hasugian (2009: 137 – 138),

menyebutkan bahwa pustakawan adalah mereka yang memperoleh pendidikan minimal


(26)

D2 ke atas dan bekerja di perpustakaan, dokumentasi, dan pusat informasi lainnya.

Dalam hal ini pendidikan minimal D2 yang dimaksud harus dalam bidang ilmu

perpustakaan. Pustakawan harus menjadikan suasana perpustakaan seperti yang

diinginkan penggunanya dan pengguna harus merasa ada dalam lingkungannya. Ini

menuntut adanya perubahan motivasi kerja pustakawan. Motivasi dapat memperbaiki dan

mengembangkan minat dalam meningkatkan kerja parapustakawan. Hal ini penting untuk

menilai seberapa jauh hasil yang dicapai dengan adanya motivasi. Salah satu upaya untuk

mengembangkan motivasi para pustakawan adalah meningkatkan pengetahuan dibidang

perpustakaan melalui pendidikan, kursus, mengikuti penataran, simposium, seminar dsb.

Dengan demikian kualitas pelayanan informasi akan menjadi lebih tepat dan cepat sesuai

dengan dinamika yang diharapkan.

Dari uraian di atas maka diperoleh gambaran bahwa seorang pustakawan dapat

meningkatkan motivasi kerjanya karena dukungan lingkungan dan orang-orang yang

berada di tampat kerjanya serta motivasi dari dalam dirinya sendiri untuk mencapai

keberhasilan kerja, dan pertumbuhan organisasi perpustakaan tersebut.


(1)

Unsur-unsur yang dinilai dalam penetapan angka kredit pustakawan adalah: 1. Pendidikan

2. Pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka/sumber informasi 3. Pemasyarakatan perpustakaan, dokumentasi dan informasi

4. Pengembangan profesi 5. Penunjang tugas kepustakaan

Langkah-langkah penilaian dalam penetapan angka kredit pustakawan yang dilaksanakan oleh tim penilai, yaitu:

1. Setiap hasil kerja pustakawan yang dituangkan dalam DUPAK dinilai oleh Tim Penilai dengan surat penugasan dari ketua Tim

2. Ketua Tim mengatur penugasan agar setiap anggota dapat melakukan penilaian 3. Anggota Tim menelaah kebenaran dan keabsahan hasil kegiatan yang dinilaikan 4. Anggota Tim memberikan penilaian sesuai dengan pedoman yang berlaku

5. Hasil penilaian disampaikan kepada Ketua Tim oleh sekretaris untuk mendapatkan pengesahan dalam sidang Tim

6. Pengambilan keputusan dalam rapat dilaksanakan dengan dasar musyawarah. Jika musyawarah tidak berhasil, keputusan diambil dengan suara terbanyak.

7. Angka kredit yang telah diputuskan, oleh sekretaris Tim dituangkan dalam formulir Penetapan Angka Kredit.

8. Setiap dilakukan rapat, sekretaris membuat Berita Acara penilaian untuk setiap DUPAK dan notulen rapat.

9. Berita Acara yang sudah ditandatangani oleh masing-masing Tim Penilai dan PAK diserahkan kepada pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit untuk mendapat pengesahan.

10. Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit memeriksa dan menelaah hasil pemberian angka kredit dan menetapkan.

11. Penetapan angka kredit diserahkan kembali ke Tim Penilai untuk dikirim kepada pustakawan dan instansi lain yang berkepentingan.

2.5 Motivasi Kerja 2.5.1 Pengertian Motivasi

Motivasi dalam diri seseorang akan mendorong untuk melakukan sesuatu yang

menjadi tanggung jawabnya dalam dalam rangka pencapaian tujuan dalam lingkungan ia

bekerja. Dubin dalam Danim (2004: 15), mengartikan motivasi sebagai kekuatan

kompleks yang membuat seseorang berkeinginan memulai dan menjaga kondisi kerja

dalam organisasi.


(2)

Vance dalam Danim (2004: 15) mendefenisikan bahwa:

motivasi adalah perasaan atau keinginan seseorang yang berada dan bekerja pada

kondisi tertentu untuk melaksanakan tindakan-tindakan yang menguntungkan

dilihat dari perspektif pribadi dan terutama organisasi.

Sedangkan Soemanto (1987: 32), mendefinisikan, “motivasi sebagai suatu

perubahan tenaga yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi pencapaian

tujuan”.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah perasaan atau

keinginan seseorang yang menjadi kekuatan kompleks yang menjadi dorongan yang

efektif untuk mencapai tujuan tertentu dalam organisasi.

2.5.2 Teori motivasi

Sejauh ini banyak kajian terhadap motivasi yang dilakukan oleh para ahli yang

akhirnya membawa kepada terbentuknya beberapa teori motivasi. Hasibuan (1996:

103-125), mengelompokkan teori motivasi menjadi 2 kelompok, yaitu:

1. Teori Kepuasan ( Content Theory)

1) Teori Motivasi klasik. Teori ini dikemukakan oleh Frederick Winslow Taylor, menurut teori ini motivasi para pekerja hanya untuk dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan biologis saja, hanya untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang.

2) Maslow’s Need Hierarchy Theory. Teori ini dikemukakan oleh A.H. Maslow (1943). Dasar dari Maslow’s Need Hierarchy Theory yaitu:

a. Manusia adalah makhluk sosial yang berkeinginan yang lebih banyak. Keinginan ini terus-menerus, dan akan berhenti jika akhir hayatnya tiba.

b. Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivasi bagi pelakunya, hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang menjadi alat motivasi.

c. Kebutuhan manusia itu bertingkat-tingkat ( hierarchy) sebagai berikut: a) Physiological Needs

b) Safety and Security Needs

c) Affiliation or Acceptance Needs (Belongingness) d) Esteem or Status Needs

e) Self Actualization

3) Herzberg’s Two Factors Motivation Theory. Menurut teori ini motivasi yang ideal adalah peluang untuk melaksanakan tugas yang lebih membutuhkan keahlian dan peluang untuk mengembangkan kemampuan. Hersberg (1959), menyatakan ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan, yaitu:

a. Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan untuk berprestasi, bertanggung jawab.


(3)

b. Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama factor yang bersifat embel-embel saja pada pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak, gaji, dan tunjangan.

c. Karyawan kecewa, jika peluang untuk berprestasi terbatas.

4) Mc. Clelland’s Achievement Motivation Theory. Teori ini berpendapat bahwa karyawan mempunyai cadangan energy potensial. Bagaimana energy ini dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia.

5) Alderfer’s Existence, Relatedness and growth (ERG) Theory. Teori ini mengemukakan bahwa ada tiga kelompok kebutuhan yang utama, yaitu:

a. Kebutuhan akan keberadaan b. Kebutuhan akan afiliasi c. Kebutuhan akan kemajuan 2. Teori Motivasi Proses (Process Theory)

1) Teory Harapan (Expectancy Theory). Teori ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom (1964), yang menyatakan bahwa kekuatanyang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaannya tergantung dari hubungan timbal-balik antara apa yang diinginkan dan yang dibutuhkan dari hasil pekerjaan. Teori ini didasarkan atas harapan, nilai dan pertautan.

2) Teori Keadilan (Equity Theory). Teori ini menyatakan bahwa keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang.

3) Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory). Teori ini terdiri dari dua jenis, yaitu:

a. Pengukuhan positif, yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapakan secara masyarakat.

b. Pengukuhan negative, yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh negative dihilangkan secara bersyarat.

c. Teori X dan Teori Y dari Douglas Mc.Gregor. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia secara jelas dan tegas dapat dibedakan atas manusia penganut teori X ( teori tradisional) dan manusia penganut teori Y (teori demokrasik).

2.5.3 Sumber Motivasi

Motivasi akan muncul ketika kebutuhan dasar tidak terpenuhi. Jika kebutuhan

dasar tidak terpenuhi, maka seseorang akan termotivasi untuk bekerja keras. Isak Arep

(2003: 57-65), menyebutkan beberapa kebutuhan manusia yang dapat dijadikan sebagai

sumber motivasi, yaitu:

1. Kebutuhan Dasar (ekonomis). Kebutuhan dasar yang dimaksud adalah makanan, pakaian dan perubahan atau disebut dengan kebutuhan primer.

2. Kebutuhan psikologis. Kebutuhan psikologis yang dimaksud adalah imbalan, status, pangakuan, dan penghargaan.

3. Kebutuhan Sosial. Manusia adalah makhluk sosial, yang artinya manusia membutuhkan pergaulan dengan sesama untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.


(4)

4. Peran Manajer. Manajer harus mengetahui kebutuhan tiap karyawannya, sehingga karyawan akan merasa nyaman dan termotivasi untuk melakukan tugas dan tanggung jawabnya.

2.5.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi

Motivasi seseorang akan tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi, factor

yang dimaksud dapat berasar dari diri sendiri ataupun dari luar diri sendiri. Saydan

dalam Sayuti (2007: 21), menyebutkan motivasi kerja seseorang di dalam melaksanakan

pekerjaannya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal yang berasal dari

proses psikologis dalam diri seseorang, dan faktor eksternal yang berasal dari luar diri

(environment factors).

1. Faktor Internal

a) Kematangan Pribadi. Orang yang bersifat egois dan kemanja-manjaan biasanya akan kurang peka dalam menerima motivasi yang diberikan, sehingga akan sulit untuk dapat bekerja sama dalam membuat motivasi. Oleh sebab itu kebiasaan yang dibawa sejak kecil, nilai yang dianut dan sikap bawaan seseorang sangat mempengaruhi motivasinya. b) Tingkat Pendidikan. Seorang pegawai yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih

tinggi biasanya akan lebih termotivasi kerena mempunyai wawasan yang lebih luas dibandingkan dengan karyawan yang tingkat pendidikannya lebih rendah.

c) Keinginan dan Harapan pribadi. Seseorang akan bekerja keras apabila mempunyai harapan pribadi yang ingin diwujudkan.

d) Kebutuhan. Kebutuhan biasanya berbanding sejajar dengan motivasi, semakin besar kebutuhan yseseorang untuk dipenuhi, maka semakin besar motivasinya untuk bekerja. e) Kelelahan dan Kebosanan

f) Faktor kelelahan dan kebosanan mempengaruhi gairah dan semangat kerja yang pada gilirannya juga akan mempengaruhi motivasi kerjanya.

g) Kepuasan Kerja

h) Kepuasan kerja mempunyai korelasi yang sangat kuat terhadap tinggi rendahnya motivasi kerja seseorang. Keryawan yang puas terhadap pekerjaannya akan mempunyai motivasi yang tinggi dan committed terhadap pekerjaannya.

2. Faktor Eksternal

a) Kondisi Lingkungan Kerja. Lingkungan kerja adalah keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada di sekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan itu sendiri. Lingkungan pekerjaan meliputi tempat bekerja, fasilitas, kebersihan, pencahayaan, ketenangan, hubungan kerja dengan orang yang ada di tempat ia bekerja.

b) Kompensasi yang Memadai. Kompensasi yang memadai merupakan alat motivasi yang paling ampuh untuk memberikan dorongan kepada karyawan untuk bekerja secara baik. c) Supervise yang Baik. Supervise membangun hubungan positif dan membantu motivasi

karyawan dengan berlaku adil dan tidak diskriminatif, yang memungkinkan adanya fleksibilitas kerja dan keseimbangan dalam bekerja.


(5)

d) Ada Jaminan Karir (penghargaan atas prestasi). Setiap orang akan bersedia untuk bekerja keras jika memperoleh jaminan karir untuk masa depan, baik berupa promosi jabatan, pangkat, maupun jaminan pemberian kesempatan dan penempatan untuk dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya.

e) Status dan Tanggung Jawab. Status atau kedudukan dalam jabatan tertentu merupakan dambaan dan harapan setiap karyawan dalam bekerja. Seseorang yang menduduki jabatan akan merasa dirinya dipercayai, diberi tanggung jawab dan wewenang yang lebih besar untuk melakukan kegiatannya.

f) Peraturan yang Fleksibel. Faktor lain yang dapat mempengaruhi motivasi didasarkan pada hubungan yang dimiliki para karyawan dalam organisasi. Bidang-bidang seperti kelayakan dari kebijakan manajemen, keadilan dari tindakan disipliner, cara yang digunakan untuk memutuskan hubungan kerja dan peluang kerja yang akan mempengaruhi retensi karyawan. Apabila karyawan merasakan bahwa kebijakan terlalu kaku atau diterapkan secara tidak konsisten, mereka akan cenderung untuk mempunyai motivasi kerja yang rendah.

2.5.5. Tujuan Pemberian Motivasi Kerja Pustakawan

Motivasi sangat penting dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan suatu

organisasi. Untuk itu manajer perlu memahami apa yang memotivasi karyawan untuk

melaksanakan tugasnya.

Menurut Hasibuan (1996: 97-98), tujuan pemberian motivasi adalah:

1. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan

2. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan 3. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan

4. Mempertahankan loyalitas dan kesetabilan karyawan

5. Meningkatakan kesetabilan dan menurunkan tingkat absensi karyawan 6. Mengefektifkan pengadaan karyawan

7. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik 8. Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan 9. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan

10. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya 11. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan buku

Menurut surat keputusan bersama antara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,

Menteri Negara dan Pendayagunaan Aparatur Negara pada tahun 1988 kemudian disusul

dengan surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Badan Administrasi

Kepegawaian Negara yang dikutip oleh Jonner Hasugian (2009: 137 – 138),

menyebutkan bahwa pustakawan adalah mereka yang memperoleh pendidikan minimal


(6)

D2 ke atas dan bekerja di perpustakaan, dokumentasi, dan pusat informasi lainnya.

Dalam hal ini pendidikan minimal D2 yang dimaksud harus dalam bidang ilmu

perpustakaan. Pustakawan harus menjadikan suasana perpustakaan seperti yang

diinginkan penggunanya dan pengguna harus merasa ada dalam lingkungannya. Ini

menuntut adanya perubahan motivasi kerja pustakawan. Motivasi dapat memperbaiki dan

mengembangkan minat dalam meningkatkan kerja parapustakawan. Hal ini penting untuk

menilai seberapa jauh hasil yang dicapai dengan adanya motivasi. Salah satu upaya untuk

mengembangkan motivasi para pustakawan adalah meningkatkan pengetahuan dibidang

perpustakaan melalui pendidikan, kursus, mengikuti penataran, simposium, seminar dsb.

Dengan demikian kualitas pelayanan informasi akan menjadi lebih tepat dan cepat sesuai

dengan dinamika yang diharapkan.

Dari uraian di atas maka diperoleh gambaran bahwa seorang pustakawan dapat

meningkatkan motivasi kerjanya karena dukungan lingkungan dan orang-orang yang

berada di tampat kerjanya serta motivasi dari dalam dirinya sendiri untuk mencapai

keberhasilan kerja, dan pertumbuhan organisasi perpustakaan tersebut.