Pengaruh Teknik Komunikasi SBAR Dalam Komunikasi Interpersonal Perawat-Dokter Terhadap Kesetan Pasien Rawat Inap Di RS Islam Malahayati Medan Tahun 2014

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Keselamatan pasien merupakan isu global yang paling penting saat ini
dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang
terjadi pada pasien. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit bagian kelima menjelaskan tentang Keselamatan
Pasien yaitu Pasal 43 ayat (1) rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan
pasien, (2) standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa dan menerapkan pemecahan
masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan (Mulayana,
2013).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No 1691 tentang keselamatan pasien,
terdapat istilah insiden keselamatan pasien yaitu setiap kejadian yang tidak
disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera
yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD),
Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC), dan Kejadian
Potensial Cedera (KPC) (Mulyana, 2013).
Berdasarkan laporan dari IOM (Institute of Medicine) di Amerika tahun 1999
secara terbuka menyatakan bahwa 44.000 - 98.000 pasien meninggal di rumah

sakit dalam satu tahun akibat dari kesalahan medis (medical errors) yang

Universitas Sumatera Utara

sebetulnya bisa dicegah. Keadaan ini menyebabkan tuntutan hukum yang dialami
rumah sakit semakin meningkat. Kuantitas ini melebihi kematian akibat
kecelakaan lalu lintas, kanker payudara dan AIDS. Pada tahun 2000, IOM
menerbitkan laporan : “To Err is Human”, Building a Safer Health System.
Laporan itu mengemukakan penelitian di beberapa rumah sakit di Utah dan
Colorado serta New York tentang KTD. Di Utah dan Colorado ditemukan KTD
sebanyak 2,9%, 6,6% diantaranya menyebabkan kematian, sementara di New
York angka KTD sebesar 3,7% dengan angka kematian mencapai 13,6%. Angka
kematian

akibat

KTD

pada


pasien

rawat

inap

di

seluruh

Amerika

berjumlah 33,6 juta per tahun. Dari publikasi WHO pada tahun 2004 yang
mengumpulkan angka- angka penelitian rumah sakit di berbagai negara : Amerika,
Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3,2%-16,6%.
(Depkes RI, 2006).
Laporan di atas telah menggerakkan sistem kesehatan dunia untuk
merubah paradigma pelayanan kesehatan menuju keselamatan pasien (patient
safety). Gerakan ini berdampak juga terhadap pelayanan kesehatan di Indonesia
melalui pembentukan KKPRS (Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit) pada

tahun 2004 (Mulyana, 2013).
Di Indonesia data tentang KTD apalagi KNC masih langka, namun dilain
pihak terjadi peningkatan tuduhan “mal praktek”, yang belum tentu sesuai dengan
pembuktian akhir. Dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit
maka Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia telah mengambil inisiatif

Universitas Sumatera Utara

membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS). Komite tersebut
telah aktif melaksanakan langkah langkah persiapan pelaksanaan keselamatan pasien
rumah sakit dengan mengembangkan laboratorium program keselamatan pasien
rumah sakit (Mulyana,2013).
Pada tahun 2007 KKP-RS melaporkan insiden keselamatan pasien
sebanyak 145 insiden yang terdiri dari KTD 46%, KNC 48% dan lain-lain 6%,
dan lokasi kejadian tersebut berdasarkan provinsi ditemukan DKI Jakarta
menempati urutan tertinggi yaitu 37,9% diikuti Jawa Tengah 15,9%, DI
Yogyakarta 13,8%, Jawa Timur 11,7%, Sumatera Selatan 6,9%, Jawa Barat 2,8%,
Bali 1,4%, , Sulawesi Selatan 0,69% dan Aceh 0,68%. Berdasarkan Laporan
Peta Nasional Insiden Keselamatan Pasien (Kongres PERSI Sep 2007),
kesalahan dalam pemberian obat menduduki peringkat pertama (24.8%) dari 10

besar insiden yang dilaporkan (Mulyana,2013.
Tahun 2001 dalam laporan FDA Safety, Thomas Maria R, et al
menemukan bahwa yang menjadi penyebab terjadinya kesalahan obat adalah :
komunikasi (19%), pemberian label (20%), nama pasien yang membingungkan
(13%), faktor manusia (42%), dan disain kemasan (20,6%). Adapun kesalahan
yang berhubungan dengan faktor manusia antara lain berhubungan dengan :
kurangnya pengetahuan (12,3%), kurangnya kinerja (13,2%), kelelahan (0,3%),
kesalahan kecepatan infuse (7%), dan kesalahan dalam menyiapkan obat (7%).
Sedangkan menurut penelitian tersebut menurut jenis kesalahan yang paling
banyak adalah salah obat (22%), over dosis (17%), salah rute obat (8%), salah
tehnik (7%), dan kesalahan dalam monitoring (7%) (Mulyana,2013).

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan hasil survei di bidang keperawatan rumah sakit Sanglah Bali,
dari total sampel 236 tenaga keperawatan di rawat inap, sekitar 57 orang (24%)
melakukan kesalahan pemberian obat (Ramsay Health Care Unit, 2005).
Dalam memberikan pelayanan kepada pasien terdapat peran dokter yang
menegakkan diagnosa dan mengobati, serta peran perawat yang tidak kalah penting
juga dalam merawat pasien. Peran perawat sangat penting karena sebagai ujung

tombak di rawat inap dan merupakan tenaga yang paling lama kontak atau
berhubungan dengan pasien yaitu selama 24 jam (Gaffar,1999).
Hubungan perawat dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah
cukup lama dikenal ketika memberikan pelayanan kepada pasien. Perspektif yang
berbeda dalam memandang pasien, dalam

prakteknya menyebabkan munculnya

hambatan-hambatan teknik dalam hubungan perawat dokter. Kendala psikologis
keilmuan dan individual, faktor sosial, serta budaya menempatkan kedua profesi ini
memunculkan kebutuhan akan upaya yang dapat menjadikan keduanya lebih solid
dengan semangat kepentingan pasien (Gaffar,1999).
Berbagai penelitian menunjukan bahwa banyak aspek positif yang dapat
timbul jika hubungan perawat dokter berlangsung baik. American Nurses
Credentialing Center (ANCC) melakukan risetnya pada 14 rumah sakit melaporkan
bahwa hubungan perawat dokter bukan hanya mungkin dilakukan, tetapi juga
berdampak langsung pada hasil yang dialami pasien. Terdapat hubungan korelasi
positif antara kualitas hubungan perawat dokter dengan kualitas hasil yang
didapatkan pasien (Kramer dan Schmalenberg, 2003).


Universitas Sumatera Utara

Hambatan hubungan perawat dokter sering dijumpai pada tingkat profesional
dan institusional. Inti sesungguhnya dari konflik perawat dokter terletak pada
perbedaan sikap profesional mereka terhadap pasien dan cara berkomunikasi diantara
keduanya. Pada saat komunikasi perawat dokter diperlukan suatu komunikasi yang
jelas tentang kebutuhan pasien, intervensi yang sudah dan yang belum dilaksanakan
serta respon yang terjadi pada pasien. Menurut Swansburg (1990), bahwa lebih dari
80% waktu kerja dipakai untuk komunikasi, 16% untuk membaca dan 4% untuk
menulis sehingga peran komunikasi sangat penting (Gaffar,1999).
Data laporan dari Tim Keselamatan Pasien RS Islam Malahayati Medan
tahun 2013, terjadi 17 kasus KTD. Adapun pasien RS Islam Malahayati berjumlah
5.091 orang yang dirawat dari Januari - Desember 2013. Sehingga angka KTD di
RS Islam Malahayati sekitar 0,33%.
Data dari Rekam Medis RS Islam Malahayati pada Januari - Desember 2013
terjadi 141 kasus infeksi karena jarum infuse dari 2.839 pemasangan infuse, yaitu
sekitar 5% angka kejadian infeksi karena jarum infuse. Infeksi karena jarum infuse
merupakan salah satu Kejadian Tidak Diharapkan.
Berdasarkan data di atas dan wawancara dengan kepala unit rekam medis ,
kepala seksi personalia dan kepala seksi keperawatan (Tim Keselamatan Pasien) RS

Islam Malahayati, bahwa laporan KTD yang ada tidak menggambarkan keadaan yang
sebenarnya, kemungkinan KTD yang terjadi lebih dari yang dilaporkan, dengan
alasan perawat berusaha tidak melaporkan jika terjadi

KTD karena takut

mendapatkan sanksi dari pihak Manajemen RS Islam Malahayati. Hal ini juga

Universitas Sumatera Utara

dibenarkan oleh kepala seksi personalia, bahwa pada tahun 2013 dijumpai 31 orang
dari 157 orang perawat mendapatkan Surat Peringatan

karena bekerja diluar

prosedur yang telah ditetapkan. Jika perawat bekerja diluar prosedur yang ditetapkan,
maka akan menyebabkan insiden keselamatan pasien.
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala seksi keperawatan RS Islam
Malahayati pada bulan Desember 2013, diperkirakan kejadian insiden keselamatan
pasien rumah sakit terkait dengan komunikasi


perawat dokter. Permasalahan

komunikasi yang sering dijumpai terutama dalam menyebutkan nama dan dosis obat
serta tindakan apa yang selanjutnya dilakukan oleh perawat.
Data laporan tahun 2013 dari seksi keperawatan RS Islam Malahayati Medan
terhadap pelayanan keperawatan di ruang rawat inap terdapat beberapa keluhan
dokter terhadap perawat antara lain:
a. Perawat tidak

menggunakan teknik komunikasi Situation, Background,

Assessment, Recommendation (SBAR) ketika berkomunikasi dengan dokter
b. Perawat tidak mencatat dengan benar instruksi yang diberikan oleh Dokter bila
instruksi diberikan melalui telepon
c. Perawat dalam melaporkan kondisi pasien tidak lengkap, beberapa hasil
pemeriksaan tidak dilaporkan ke dokter
d. Perawat tidak menjalankan instruksi dokter
e. Perawat berulang kali menelpon dokter dan menanyakan hal yang sama


Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan data diatas, diasumsikan adanya hambatan komunikasi antara
perawat dengan dokter yang berakibat terhadap keselamatan pasien.
Dari hasil wawancara dengan kepala ruangan rawat inap RS Islam Malahayati
Medan disebutkan bahwa perawat bekerja memberikan pelayanan kepada pasien
sebagian besar hanya berdasarkan intruksi medis yang diberikan dokter baik pada saat
dokter visite ataupun instruksi melalui telepon. Disamping itu hasil wawancara
dengan beberapa perawat RS Islam Malahayati Medan, mereka menyatakan bahwa
banyak kendala yang dihadapi dalam berkomunikasi dengan dokter
adanya pandangan dokter

diantaranya

yang selalu menganggap bahwa perawat

sebagai

asistennya, sehingga komunikasi dalam bentuk perintah (satu arah) serta dokter
belum terbiasa jika perawat melapor dengan teknik SBAR dan menganggap

komunikasi dengan teknik SBAR memerlukan waktu yang lama.
Berdasarkan wawancara dengan staf unit pendidikan dan pelatihan RS Islam
Malahayati, bahwa seluruh perawat yang bekerja telah mendapat sosialisasi tentang
teknik komunikasi SBAR. Bahkan teknik komunikasi ini menjadi salah satu materi
orientasi bagi perawat yang baru direkrut di RS Islam Malahayati.
Berdasarkan paparan di atas, maka dalam penelitian ini akan dilakukan
analisis pengaruh teknik komunikasi SBAR dalam komunikasi interpersonal perawat
dokter terhadap keselamatan pasien rawat inap RS Islam Malahayati Medan.

1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang maka peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian tentang pengaruh teknik komunikasi SBAR dalam komunikasi

Universitas Sumatera Utara

interpersonal perawat dokter terhadap keselamatan pasien rawat inap di RS Islam
Malahayati Medan

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh teknik komunikasi

SBAR dalam komunikasi interpersonal perawat dokter terhadap keselamatan pasien
rawat inap di RS Islam Malahayati Medan.

1.4. Hipotesis
Teknik komunikasi SBAR dalam komunikasi interpersonal perawat dokter
berpengaruh terhadap keselamatan pasien rawat inap di RS Islam Malahayati Medan.

1.5. Manfaat Penelitian
a.

Bagi manajemen rumah sakit, sebagai bahan masukan dan pertimbangan kepada
pihak rumah sakit untuk mengembangkan program peningkatan keselamatan
pasien dan sebagai masukan untuk perawat dan dokter dalam berkomunikasi
sehingga penanganan pasien dapat lebih baik lagi.

b.

Bagi peneliti, menambah wawasan dalam aplikasi keilmuan dibidang manajemen
administrasi rumah sakit serta dapat meningkatkan

pengetahuan

dan

pemahaman dalam bidang pelaksanaan keselamatan pasien di rumah sakit.
c.

Bagi penelitian selanjutnya, secara ilmiah hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi referensi.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Komunikasi Interpersonal Petugas PKMRS terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

1 40 113

Karakteristik Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010.

0 33 107

Pengaruh Teknik Komunikasi SBAR Dalam Komunikasi Interpersonal Perawat-Dokter Terhadap Keselamatan Pasien Rawat Inap Di RS Islam Malahayati Medan Tahun 2014

8 95 166

TANGGAPAN PASIEN RAWAT INAP TERHADAP KOMUNIKASI INTERPERSONAL DOKTER DAN PERAWAT DI RUMAH SAKIT AT-TUROTS AL-ISLAMY YOGYAKARTA

0 2 105

PENGARUH TEKNIK KOMUNIKASI SBAR TERHADAP MOTIVASI DAN KEPUASAN PERAWAT DALAM MELAKUKANOPERAN DI RUANG RAWAT INAP RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012.

1 1 24

PENGARUH TEKNIK KOMUNIKASI SBAR TERHADAP MOTIVASI DAN KEPUASAN PERAWAT DALAM MELAKUKANOPERAN DI RUANG RAWAT INAP RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 - Repositori Universitas Andalas

0 4 12

Pengaruh Teknik Komunikasi SBAR Dalam Komunikasi Interpersonal Perawat-Dokter Terhadap Kesetan Pasien Rawat Inap Di RS Islam Malahayati Medan Tahun 2014

0 0 13

Pengaruh Teknik Komunikasi SBAR Dalam Komunikasi Interpersonal Perawat-Dokter Terhadap Kesetan Pasien Rawat Inap Di RS Islam Malahayati Medan Tahun 2014

8 78 46

Pengaruh Teknik Komunikasi SBAR Dalam Komunikasi Interpersonal Perawat-Dokter Terhadap Kesetan Pasien Rawat Inap Di RS Islam Malahayati Medan Tahun 2014

0 1 3

Pengaruh Teknik Komunikasi SBAR Dalam Komunikasi Interpersonal Perawat-Dokter Terhadap Kesetan Pasien Rawat Inap Di RS Islam Malahayati Medan Tahun 2014

0 0 35