Karakteristik Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010.

(1)

KARAKTTERISTIK DI RU

FA

K PENDER UMAH SAK

T

Y

AKULTAS K UNIVERS

RITA RINO KIT SANTA

TAHUN 20

SKRIP

Oleh YOPA FRIS

071000

KESEHAT SITAS SUM

MEDA 2011

OSINUSITIS A ELISABE 006-2010

PSI

h :

SDIANA 0153

TAN MASY MATERA U

AN 1

S KRONIK ETH MEDA

YARAKAT UTARA

K RAWAT AN


(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIK RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN

TAHUN 2006-2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

YOPA FRISDIANA 071000153

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan Judul

KARAKTERISTIK PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIK RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN

TAHUN 2006-2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : YOPA FRISDIANA

071000153

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 7 Juni 2011 dan Dinyatakan Telah

Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH drh. Rasmaliah M.Kes NIP.19490417 197902 1 001 NIP. 19590818 198503 2 002

Penguji II Penguji III

Drs. Jemadi, M.Kes dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS NIP.19640404 199203 1 005 NIP. 19571117 198702 1 002

Medan, Juni 2011

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dekan

Dr. Drs. Surya Utama, MS NIP.19610831 198903 1 001


(4)

ABSTRAK

Rinosinusitis adalah suatu peradangan pada mukosa hidung dan sinus paranasal. Rinosinusitis akut yang tidak ditangani dengan baik dapat berlanjut menjadi rinosinusitis kronik. Rinosinusitis kronik dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial. Data Depkes RI tahun 2003 penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama.

Untuk mengetahui karakteristik penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010 dilakukan penelitian bersifat deskriptif dengan desain case series. Populasi adalah seluruh data penderita rinosinusitis kronik rawat inap yang berjumlah 125 orang. Sampel adalah data penderita yang telah melakukan pemeriksaan CT Scan yang berjumlah 102 (purposive sampling). Data dianalisa dengan uji Chi-square dan Anova.

Berdasarkan data tahun 2006-2010, kecenderungan kunjungan penderita rinosinusitis kronik menunjukkan peningkatan dengan persamaan garis y = 2,5x + 12,9. Proporsi penderita rinosinusitis kronik tertinggi pada kelompok umur 23-31 tahun 21,6%, jenis kelamin laki-laki 57,8%, suku batak 71,6%, agama Kristen Protestan 51,1%, pekerjaan pegawai swasta 26,5%, tempat tinggal Kota Medan 58,8%, keluhan hidung tersumbat 63,7%, lokasi rinosinusitis sinus maksila 94,1%, sinus yang terlibat single rinosinusitis 52,0%, riwayat penyakit rinitis alergi 71,4%, penatalaksanaan medis operasi 79,4%, lama rawatan rata-rata 4,79 hari dan, keadaan sewaktu pulang sembuh 47,1%. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara jenis kelamin berdasarkan sinus yang terlibat (p = 0,938). Ada perbedaan yang bermakna antara sinus yang terlibat berdasarkan penatalaksanaan medis (p = 0,007). Ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata – rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p= 0,002).

Diharapkan kepada dokter dan perawat Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan agar memberikan pemahaman kepada penderita dan keluarga penderita tentang penatalaksanaan rinosinusitis kronik agar dapat mengurangi jumlah penderita yang pulang atas permintaan sendiri dan diharapkan untuk melengkapi pencatatan lama keluhan pada kartu status.

Kata kunci : Rinosinusitis Kronik, Karakteristik Penderita, Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan


(5)

ABSTRACT

Rhinosinusitis is an inflammation in mucosa of the nose and paranasal sinus. Acute rhinosinusitis was not handled properly may progress to chronic rhinosinusitis. Chronic rhinosinusitis can be dangerous because it can may cause complication in the orbital and intracranial. Data from RI Health Departement in 2003, nose and sinus disease was the 25th ranking of 50 major disease.

To know the characteristic of chronic rhinosinusitis inpatient at Santa Elisabeth Hospital Medan in 2006-2010 is used descriptive research with case series design. The population were 125 data of chronic rhinosinusitis inpatient. The sample were patient data that had been done a CT Scan which amounted to 102 (purposive sampling). Data were analyzed using Chi-square and Anova.

Based on 2006-2010 data, the visitation of chronic rhinosinusitis inpatient showed increase according to equation y = 2,5x + 12,9. The highest proportion of patients with chronic rhinosinusitis in the age group 23-31 years 21,6%, male 57.8%, 71,6% Batak, Protestant 51,1%, private employees 26,5%, live in Medan 58,8%, 63,7% nasal congestion, maxillary sinus 94,1%, 52,0% single rhinosinusitis, allergic rhinitis 71,4%, surgery 79,4%, average length of stay 4,79 days, and recovered 47,1%. There was not significant difference between sex based on the involved sinus (p = 0,938). There was significant difference between the involved sinus based on medical treatment (p = 0.007). There was significant difference between average length of stay based on the condition when home (p = 0,002).

Santa Elisabeth Hospital Medan is expected to give an explanation to patients and families on the management of patients with chronic rhinosinusitis in order to reduce the number of patients who go home at the request of its own and to complete the recording of the lengh of complaint on the medical status.

Keywords: Chronic Rhinosinusitis, Characteristics of Patient, Santa Elisabeth Hospital Medan


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Yopa Frisdiana

Tempat/Tanggal Lahir : Rejosari, 10 Juli 1989 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin Anak ke : 1 dari 3 bersaudara

Alamat Rumah : Desa Rejosari RT 03 RW 01, Kec. Pamenang Kab. Merangin, Propinsi Jambi

Riwayat Pendidikan :

1. 1995 – 2001 : SD Negeri 101 Rejosari 2. 2001 – 2004 : SMP Negeri 3 Bangko 3. 2004 – 2007 : SMA Titian Teras Jambi


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Karakteristik Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku ketua Departemen Epidemiologi FKM USU dan selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk dan bimbingannya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk dan bimbingannya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Bapak Drs. Jemadi, M.Kes selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.


(8)

5. Bapak dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Ibu dr. Linda T. Maas, MPH selaku dosen pembimbing akademik penulis di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

7. Seluruh dosen dan staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Kepala bagian Rekam Medik Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan dan seluruh pegawai yang telah membantu penulis menyelesaikan penelitian ini.

9. Orang tua ku tercinta ayahanda Usman A dan ibunda Sri Sutarti yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan yang luar biasa kepada penulis.

10. Adik-adik ku tersayang Arga Tama dan Ridho Santosa yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi kepada penulis.

11. Sahabat-sahabatku tercinta serta rekan-rekan di peminatan epidemiologi stambuk 2007, terima kasih atas kebersamaan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Medan, Juni 2011 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3.Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1.Tujuan Umum ... 5

1.3.2.Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Sinus Paranasal ... 8

2.2. Pembagian Sinus Paranasal ... 8

2.2.1. Sinus Maksila ... 9

2.2.2. Sinus Frontal ... 9

2.2.3. Sinus Etmoid ... 9

2.2.4. Sinus Sfenoid ... 10

2.3. Defenisi Rinosinusitis Kronik ... 10

2.4. Etiologi ... 11

2.5. Patofisiologi ... 11

2.6. Gejala Klinis ... 12

2.7. Epidemiologi Rinosinusitis Kronik ... 13

2.7.1. Distribusi Rinosinusitis Kronik ... 13

2.7.2. Determinan Rinosinusitis Kronik ... 15

2.8. Pencegahan ... 19

2.8.1. Pencegahan Primer ... 19

2.8.2. Pencegahan Sekunder ... 19

2.8.3. Pencegahan Tersier ... 22

2.9. Komplikasi ... 22

BAB 3 KERANGKA KONSEP 3.1. Kerangka Konsep ... 23

3.2. Defenisi Operasional ... 23

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian ... 28


(10)

4.2.1. Lokasi Penelitian ... 28

4.2.2. Waktu Penelitian ... 28

4.3. Populasi dan Sampel ... 28

4.3.1. Populasi ... 28

4.3.2. Sampel ... 28

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 29

4.5. Analisa Data ... 29

BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 30

5.1.1. Profil Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan ... 30

5.1.2. Visi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan ... 30

5.1.3. Misi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan ... 30

5.1.4. Pelayanan Medis ... 30

5.1.5. Penunjang Umum ... 31

5.2. Tahun dan Kecenderungan ... 31

5.3. Sosiodemografi. ... 32

5.4. Keluhan ... 34

5.5. Lama Keluhan Rata-rata ... 35

5.6. Lokasi Rinosinusitis ... 35

5.7. Sinus yang Terlibat ... 35

5.8. Riwayat Penyakit ... 36

5.9. Komplikasi ... 37

5.10. Penatalaksanaan Medis ... 38

5.11. Lama Rawatan Rata-rata ... 38

5.12. Keadaan Sewaktu Pulang ... 39

5.13. Analisa Statistik ... 39

5.13.1. Umur Berdasarkan Sinus yang Terlibat ... 39

5.13.2. Jenis Kelamin Berdasarkan Sinus yang Terlibat ... 40

5.13.3. Riwayat Penyakit Berdasarkan Sinus yang Terlibat ... 41

5.13.4. Komplikasi Berdasarkan Sinus yang Terlibat ... 42

5.13.5. Sinus yang Terlibat Berdasarkan Penatalaksanaan Medis 42 5.13.6. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 43

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Kecenderungan Penderita Rinosinusitis Kronik Berdasarkan Tahun 44 6.2. Sosiodemografi Penderita Rinosinusitis Kronik ... 45

6.1.1. Umur dan Jenis Kelamin ... 45

6.1.2. Suku ... 47

6.1.3. Agama ... 48

6.1.4. Pekerjaan ... 50

6.1.5. Tempat Tinggal ... 51

6.3. Keluhan ... 52


(11)

6.5. Sinus yang Terlibat ... 54

6.6. Riwayat Penyakit ... 55

6.7. Komplikasi ... 57

6.8. Penatalaksanaan Medis ... 57

6.9. Lama Rawatan Rata-rata ... 58

6.10. Keadaan Sewaktu Pulang ... 60

6.11. Analisa Statistik ... 61

6.11.1. Umur Berdasarkan Sinus yang Terlibat ... 61

6.11.2. Jenis Kelamin Berdasarkan Sinus yang Terlibat ... 62

6.11.3. Riwayat Penyakit Berdasarkan Sinus yang Terlibat ... 63

6.11.4. Sinus yang Terlibat Berdasarkan Penatalaksanaan Medis 64 6.11.5. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 65

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ... 68

7.2. Saran ... 69 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

 

   


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Berdasarkan Data Tahun 2006-2010…. 31 Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap

Berdasarkan Sosiodemografi (Umur dan Jenis Kelamin) di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010……… 32 Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap

Berdasarkan Sosiodemografi (Suku, Agama, Pekerjaan, dan Tempat Tinggal) di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010… 33 Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap

Berdasarkan Keluhan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010………. 34 Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap

Berdasarkan Lokasi Rinosinusitis di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010……….. 35 Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap

Berdasarkan Sinus yang Terlibat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010………..……… 36 Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap

Berdasarkan Status Riwayat Penyakit di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010……….. 36 Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap

Berdasarkan Riwayat Penyakit di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010……….. 37 Tabel 5.9. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap

Berdasarkan Penatalaksanaan Medis di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010……….. 38 Tabel 5.10. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Rinosinusitis Kronik di Rumah Sakit

Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010……….…… 38 Tabel 5.11. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap

Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010……….. 39


(13)

Tabel 5.12. Distribusi Proporsi Umur Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Sinus yang Terlibat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010……….. 40 Tabel 5.13. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat

Inap Berdasarkan Sinus yang Terlibat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010……….. 40 Tabel 5.14. Distribusi Proporsi Riwayat Penyakit Sebelumnya Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Sinus yang Terlibat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010………..……….. 41 Tabel 5.15. Distribusi Proporsi Sinus yang Terlibat Berdasarkan Penatalaksanaan

Medis Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010……….. 42 Tabel 5.16. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010……….. 43


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Anatomi Sinus Paranasal……….. 9 Gambar 6.1. Diagram Garis Kecenderungan Kunjungan Penderita Rinosinusitis

Kronik Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Berdasarkan Data Tahun 2006-2010... 44 Gambar 6.2. Diagram Bar Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan

Umur dan Jenis Kelamin di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010... 45 Gambar 6.3. Diagram Bar Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan

Suku di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010... 48 Gambar 6.4. Diagram Bar Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan

Agama di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010... 49 Gambar 6.5. Diagram Bar Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan

Pekerjaan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010... 50 Gambar 6.6. Diagram Pie Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan

Tempat Tinggal di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010... 51 Gambar 6.7. Diagram Bar Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan

Keluhan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010... 52 Gambar 6.8. Diagram Bar Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan

Lokasi Rinosinusitis di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010... 53 Gambar 6.9. Diagram Pie Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan

Sinus yang Terlibat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010... 54 Gambar 6.10. Diagram Bar Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan

Riwayat Penyakit di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010... 56


(15)

Gambar 6.11. Diagram Pie Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Penatalaksanaan Medis di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010... 58 Gambar 6.12. Diagram Pie Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan

Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010... 60 Gambar 6.13. Diagram Bar Umur Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap

Berdasarkan Sinus yang Terlibat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010………. 61 Gambar 6.14. Diagram Bar Jenis Kelamin Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Sinus yang Terlibat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010………. 62 Gambar 6.15. Diagram Bar Riwayat Penyakit Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat

Inap Berdasarkan Sinus yang Terlibat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010………. 63 Gambar 6.16. Diagram Bar Sinus yang Terlibat Penderita Rinosinusitis Kronik

Rawat Inap Berdasarkan Penatalaksanaan Medis di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010………. 64 Gambar 6.17. Diagram Bar Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu

Pulang Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010………...……… 66


(16)

ABSTRAK

Rinosinusitis adalah suatu peradangan pada mukosa hidung dan sinus paranasal. Rinosinusitis akut yang tidak ditangani dengan baik dapat berlanjut menjadi rinosinusitis kronik. Rinosinusitis kronik dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial. Data Depkes RI tahun 2003 penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama.

Untuk mengetahui karakteristik penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010 dilakukan penelitian bersifat deskriptif dengan desain case series. Populasi adalah seluruh data penderita rinosinusitis kronik rawat inap yang berjumlah 125 orang. Sampel adalah data penderita yang telah melakukan pemeriksaan CT Scan yang berjumlah 102 (purposive sampling). Data dianalisa dengan uji Chi-square dan Anova.

Berdasarkan data tahun 2006-2010, kecenderungan kunjungan penderita rinosinusitis kronik menunjukkan peningkatan dengan persamaan garis y = 2,5x + 12,9. Proporsi penderita rinosinusitis kronik tertinggi pada kelompok umur 23-31 tahun 21,6%, jenis kelamin laki-laki 57,8%, suku batak 71,6%, agama Kristen Protestan 51,1%, pekerjaan pegawai swasta 26,5%, tempat tinggal Kota Medan 58,8%, keluhan hidung tersumbat 63,7%, lokasi rinosinusitis sinus maksila 94,1%, sinus yang terlibat single rinosinusitis 52,0%, riwayat penyakit rinitis alergi 71,4%, penatalaksanaan medis operasi 79,4%, lama rawatan rata-rata 4,79 hari dan, keadaan sewaktu pulang sembuh 47,1%. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara jenis kelamin berdasarkan sinus yang terlibat (p = 0,938). Ada perbedaan yang bermakna antara sinus yang terlibat berdasarkan penatalaksanaan medis (p = 0,007). Ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata – rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p= 0,002).

Diharapkan kepada dokter dan perawat Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan agar memberikan pemahaman kepada penderita dan keluarga penderita tentang penatalaksanaan rinosinusitis kronik agar dapat mengurangi jumlah penderita yang pulang atas permintaan sendiri dan diharapkan untuk melengkapi pencatatan lama keluhan pada kartu status.

Kata kunci : Rinosinusitis Kronik, Karakteristik Penderita, Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan


(17)

ABSTRACT

Rhinosinusitis is an inflammation in mucosa of the nose and paranasal sinus. Acute rhinosinusitis was not handled properly may progress to chronic rhinosinusitis. Chronic rhinosinusitis can be dangerous because it can may cause complication in the orbital and intracranial. Data from RI Health Departement in 2003, nose and sinus disease was the 25th ranking of 50 major disease.

To know the characteristic of chronic rhinosinusitis inpatient at Santa Elisabeth Hospital Medan in 2006-2010 is used descriptive research with case series design. The population were 125 data of chronic rhinosinusitis inpatient. The sample were patient data that had been done a CT Scan which amounted to 102 (purposive sampling). Data were analyzed using Chi-square and Anova.

Based on 2006-2010 data, the visitation of chronic rhinosinusitis inpatient showed increase according to equation y = 2,5x + 12,9. The highest proportion of patients with chronic rhinosinusitis in the age group 23-31 years 21,6%, male 57.8%, 71,6% Batak, Protestant 51,1%, private employees 26,5%, live in Medan 58,8%, 63,7% nasal congestion, maxillary sinus 94,1%, 52,0% single rhinosinusitis, allergic rhinitis 71,4%, surgery 79,4%, average length of stay 4,79 days, and recovered 47,1%. There was not significant difference between sex based on the involved sinus (p = 0,938). There was significant difference between the involved sinus based on medical treatment (p = 0.007). There was significant difference between average length of stay based on the condition when home (p = 0,002).

Santa Elisabeth Hospital Medan is expected to give an explanation to patients and families on the management of patients with chronic rhinosinusitis in order to reduce the number of patients who go home at the request of its own and to complete the recording of the lengh of complaint on the medical status.

Keywords: Chronic Rhinosinusitis, Characteristics of Patient, Santa Elisabeth Hospital Medan


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.1 Salah satu program untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut yaitu Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (P2 ISPA).2

Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah infeksi yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (selaput paru).3 Infeksi saluran pernafasan akut yang tidak terobati dapat menjadi serius dan menyebabkan komplikasi seperti otitis media, rinosinusitis, dan faringitis.4

Berdasarkan data WHO (World Health Organization) penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyumbang dari banyak penyebab kesakitan dan kematian di dunia. Pada tahun 2000 terdapat 1,9 juta anak di dunia meninggal karena ISPA, dimana 70 % berada di Afrika dan Asia Tenggara.5 Menurut data Depkes RI tahun 2009, penyakit infeksi saluran nafas bagian atas akut menempati urutan pertama penyakit terbanyak rawat jalan di rumah sakit dengan jumlah kasus 488.794 orang dan jumlah kunjungan 781.881 kunjungan serta urutan


(19)

ketujuh penyakit terbanyak rawat inap dengan jumlah kasus 36.048 orang dan CFR (Case Fatality Rate ) 0,45 %.6

Rinosinusitis adalah suatu peradangan pada mukosa hidung dan sinus paranasal. Rinosinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena yaitu rinosinusitis maksila, rinosinusitis frontal, rinosinusitis etmoid dan rinosinusitis sfenoid.Rinosinusitis akut yang tidak ditangani dengan baik dapat berlanjut menjadi rinosinusitis kronik.7

Rinosinusitis kronis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup akibat gejala lokal seperti sakit kepala, hidung tersumbat, gangguan penciuman, gangguan tidur dan gejala pilek yang persisten sehingga dapat menurunkan produktifitas dan menyebabkan kehilangan hari kerja.8 Rinosinusitis kronik dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial.7 Sebesar 35-65% abses otak timbul akibat penyebaran dari infeksi telinga tengah, rinosinusitis dan mastoidistis.9

Rinosinusitis kronik merupakan penyakit THT (Telinga Hidung dan Tenggorokan) yang sering ditemukan hampir di semua negara.Rinosinusitis kronik dapat mengenai semua kelompok umur, semua jenis kelamin dan semua ras.10 Menurut data NAMCS (National Ambulatory Medical Care Survey) dan NHMCS (National Hospital Medical Care Survey) Amerika, selama tahun 1999-2002 ada 3.116.142 kunjungan karena rinosinusitis akut dan 14.277.026 kunjungan karena rinosinusitis kronik.11 Prevalensi rinosinusitis kronik di Amerika tahun 2002 yaitu 8,2%.12


(20)

Menurut Australian Institute of Health and Welfare (AIHW) prevalensi rinosinusitis kronik di Australia tahun 2001 yaitu 10,5%, prevalensi pada wanita 12,1% dan laki-laki 8,8%.13 Prevalensi rinosinusitis kronik di Korea Selatan tahun 2008 yaitu 7,12 %.14 Prevalensi rinosinusitis kronik di Taiwan tahun 2002 pada laki-laki yaitu 6,3% dan wanita 5,2%.15

Penelitian Eziyi et. al (Januari 2003 – Desember 2007) di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Obafemi Awolowo Nigeria menemukan 78 (60%) kasus rinosinusitis kronik dari 130 pasien yang menderita penyakit hidung dan sinus paranasal, dimana 40 (51,3%) kasus diantaranya mengenai sinus maksila.16 Penelitian Ehsanipour et. al (Maret 2000 - Februari 2004) di Rumah Sakit Hazrat Rasool Akram Iran menemukan 17 (22,9%) kasus rinosinusitis dari 74 pasien dengan infeksi intrakranial dan orbital.17

Angka kejadian rinosinusitis di Indonesia belum diketahui secara pasti tetapi diperkirakan cukup tinggi karena masih tingginya kejadian infeksi saluran napas akut, yang merupakan salah satu penyebab terjadinya rinosinusitis.7 Menurut data Depkes tahun 2003 penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit.10

Berdasarkan data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM bulan Januari - Agustus tahun 2005, proporsi penderita rinosinusitis yaitu 69% (300 orang) dari 435 pasien rinologi dan 30% penderita mempunyai indikasi Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF).10 Proporsi penderita rinosinusitis kronik di Rumah Sakit dr. Sardjito Yogjakarta selama tahun 2000 – 2006 yaitu 2,5% - 4,6% dari seluruh kunjungan poliklinik.8


(21)

Proporsi penderita rinosinusitis maksila kronik di Klinik THT RSUP dr. Kariadi Semarang tahun 1998 adalah 2,15% dan tahun 2000 sebesar 10,2%.18 Proporsi penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makasar tahun 2003-2007 yaitu 41,5% (459 kasus) dari 1092 kasus rinologi rawat inap.19 Penelitian Setiadi tahun 2009, jumlah penderita rinosinusitis kronik rawat inap di RSUP dr. Kariadi Semarang adalah 41 penderita.20

Penelitian Muslim tahun 2006 di RSUP H. Adam Malik Medan didapatkan 40 penderita rinosinusitis kronik dengan kelompok umur terbanyak yaitu 25-34 tahun 16 orang (40%) dan terdiri dari 21 perempuan (52,5%) dan 19 laki-laki (47,5%).21 Penelitian Syahrizal tahun 2009 di RSUP H. Adam Malik Medan didapatkan 24 penderita rinosinusitis kronik.22

Berdasarkan hasil survei awal di yang dilakukan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010 tercacat 125 penderita rinosinusitis kronik yang dirawat inap dengan rincian tahun 2006 sebanyak 19 orang, tahun 2007 sebanyak 17 orang, tahun 2008 sebanyak 33 orang, tahun 2009 sebanyak 22 orang dan tahun 2010 sebanyak 34 orang.

Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010.

1.2. Perumusan Masalah

Belum diketahui karakteristik penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010.


(22)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kecenderungan (trend) kunjungan penderita rinosinusitis kronik rawat inap berdasarkan data tahun 2006-2010.

b. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan sosiodemografi yaitu umur, jenis kelamin, suku, agama, pekerjaan, dan tempat tinggal.

c. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan keluhan.

d. Untuk mengetahui lama keluhan rata-rata penderita rinosinusitis kronik. e. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik

berdasarkan lokasi rinosinusitis.

f. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan sinus yang terlibat.

g. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan riwayat penyakit.

h. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan komplikasi.


(23)

i. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan penatalaksanaan medis.

j. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata penderita rinosinusitis kronik k. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik

berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

l. Untuk mengetahui perbedaan proporsi umur penderita rinosinusitis kronik berdasarkan sinus yang terlibat.

m. Untuk mengetahui perbedaan proporsi jenis kelamin penderita rinosinusitis kronik berdasarkan sinus yang terlibat.

n. Untuk mengetahui perbedaan proporsi riwayat penyakit berdasarkan sinus yang terlibat.

o. Untuk mengetahui perbedaan proporsi komplikasi berdasarkan sinus yang terlibat.

p. Untuk mengetahui perbedaan proporsi sinus yang terlibat berdasarkan penatalaksanaan medis.

q. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang.


(24)

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Sebagai informasi dan bahan masukan bagi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tentang karakteristik penderita rinosinusitis kronik rawat inap sehingga dapat mendukung upaya perawatan dan pengobatan penderita rinosinusitis kronik.

1.4.2. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti serta sebagai referensi bagi peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian mengenai rinosinusitis kronik.


(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Sinus Paranasal

Sinus atau lebih dikenal dengan sinus paranasal merupakan rongga di dalam tulang kepala yang terbentuk dari hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala.7 Sinus paranasal terdiri dari empat pasang sinus yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid, dan sinus sfenoid kanan dan kiri.23 Sinus paranasal berfungsi sebagai pengatur kondisi udara, penahan suhu, membantu keseimbangan kepala, membantu resonansi suara, peredam perubahan tekanan udara, dan membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung.7

Secara embriologik sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Semua rongga sinus dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan dari mukosa hidung, berisi udara dan semua sinus mempunyai muara (ostium) di dalam rongga hidung.7

Secara klinis sinus paranasal dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok anterior dan posterior. Kelompok anterior terdiri dari sinus frontal, sinus maksila, dan sel anterior sinus etmoid. Kelompok posterior terdiri dari sel-sel posterior sinus etmoid dan sinus sfenoid.24


(26)

2.2. Pemb 2.2.1. Sinu Sin tulang ma berkemban 15-18 tahu menghadap Da premolar ( molar M3. gigi geligi 2.2.2. Sinu Sin fetus, bera agian Sinu us Maksila nus maksila aksila.7 Saa ng mencapa un.Bentuk s

p ke lateral sar sinus m (P1 dan P2)

. Akar-akar mudah naik us Frontal nus frontal t asal dari

sel-Gamb

s Paranasa

merupakan at lahir sin ai ukuran ma sinus maksi

dan meluas maksila sang

), molar (M r gigi terseb

k ke atas me

terletak di o -sel resesus

bar 2.1. Ana

al

n sinus para nus maksila aksimal yai ila ini adala ke arah pro gat berdeka

1 dan M2), but dapat m

enyebabkan

os frontal d frontal atau

atomi Sinus

anasal terbe a bervolum itu 15 ml (3 ah seperti pi osesus zygom atan dengan

kadang-kad menonjol ke

rinosinusiti

dan mulai te u dari sel-se

Paranasal

esar dan ter me 6-8 ml,

4 x 33 x 23 iramid deng matikus dar n akar gigi dang juga g dalam sinu is.7

erbentuk sej el infundibu

rdapat pada , sinus kem 3 mm) saat gan bagian ri maksila.25 rahang atas gigi taring d us sehingga

jak bulan k ulum etmoid daerah mudian berusia puncak s, yaitu dan gigi infeksi keempat d. Sinus


(27)

frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun.7 Volume sinus ini sekitar 6–7 ml (28 x 24 x 20 mm).25

Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak adanya gambaran lekuk-lekuk dinding sinus pada foto rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini.7

2.2.3. Sinus Etmoid

Sinus etmoid merupakan struktur yang berisi cairan pada bayi yang baru dilahirkan. Pada saat janin yang berkembang pertama adalah sel anterior diikuti oleh sel posterior. Sel tumbuh secara berangsur-angsur sampai umur 12 tahun. Gabungan sel anterior dan posterior mempunyai volume 15 ml (33 x 27 x 14 mm). Bentuk sinus etmoid seperti piramid dan dibagi menjadi multipel sel oleh sekat yang tipis.25

Dibagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal yang berhubungan dengan sinus frontal. Di dalam etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan rinosinusitis frontal dan peradangan di infindibulum dapat menyebabkan rinosinusitis maksila.7

2.2.4. Sinus Sfenoid

Sinus sfenoid merupakan rongga yang terletak di dasar tengkorak, tidak berhubungan dengan dunia luar sehingga jarang terkena infeksi.26 Sinus ini terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior.7 Sinus sfenoid dibentuk di dalam kapsul rongga hidung dari hidung janin dan tidak berkembang hingga usia 3 tahun.


(28)

Sinus mencapai ukuran penuh pada usia 18 tahun dengan volume sekitar 7,5 ml (23 x 20 x 17 mm).25

Sebelah superior sinus sfenoid berbatasan dengan fosa serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah inferior dengan atap nasofaring, sebelah lateral dengan sinus kavernosus dan a. karotis interna dan sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa posterior di daerah pons.7

2.3. Defenisi Rinosinusitis Kronik

Rinosinusitis kronik adalah suatu peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal yang terjadi lebih dari 12 minggu.27 Kriteria rinosinusitis kronik menurut International Conference on Sinus Disease 1993 yaitu lama gejala > 12 minggu, jumlah episode serangan akut > 4 kali/tahun dan > 6 kali/tahun (pada anak), serta reversibilitas mukosa tidak dapat sembuh sempurna dengan pengobatan medikamentosa.10

Rinosinusitis kronik diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena yaitu rinosinusitis maksila, rinosinusitis frontal, rinosinusitis etmoid dan rinosinusitis sfenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis sedangkan bila mengenai semua sinus disebut pansinusitis.7

2.4. Etiologi

Rinosinusitis terjadi akibat proses inflamasi yang umumnya disebabkan infeksi bakteri. Bakteri seperti Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, Moraxella catarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Bacteroides,


(29)

Peptostreptococcus, Fusobacterium dan Basil gram (-). Selain bakteri, rinosinusitis juga dapat disebabkan oleh virus (Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus dan Adenovirus) dan jamur (Aspergillus dan Candida).27

Rinosinusitis kronik umumnya merupakan lanjutan dari rinosinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat. Bakteri yang paling umum menjadi penyebab rinosinusitis akut dan rinosinusitis kronik adalah Streptococcus pneumonia, Haemophilusinfluenza, dan Moraxella catarrhalis.7

2.5. Patofisiologi

Pada dasarnya patofisiologi rinosinusitis kronik terkait dua faktor yaitu patensi ostium dan klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks ostiomeatal. Gangguan salah satu faktor atau kombinasi faktor-faktor tersebut merubah fisiologi sinus dan menimbulkan rinosinusitis. Kegagalan transport mukus dan menurunnya ventilasi sinus merupakan faktor utama berkembangnya rinosinusitis kronik.28

Rinosinusitis kronik berawal dari adanya sumbatan akibat oedem hasil proses radang di daerah kompleks ostiomeatal. Sumbatan di daerah kompleks ostiomeatal menyebabkan gangguan drainase dan ventilasi sinus sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi oleh mukosa sinus menjadi lebih kental.7

Sumbatan yang berlangsung terus-menerus akan mengakibatkan terjadinya hipoksia dan retensi lendir yang merupakan media yang baik bagi bakteri anaerob untuk berkembang biak. Selain itu, bakteri juga memproduksi toksin yang akan


(30)

merusak silia sehingga terjadi hipertrofi mukosa dan memperberat sumbatan di kompleks ostiomeatal yang selanjutnya dapat menyebabkan polip atau kista.29

2.6. Gejala Klinis

Menurut The American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery (AAO-HNS) 1997, gejala rinosinusitis kronik dapat dibagi menjadi gejala mayor dan gejala minor. Gejala mayor yaitu obstruksi hidung/hidung tersumbat, sekret hidung purulen, nyeri/rasa tertekan pada wajah, gangguan penciuman (hyposmia/anosmia), dan iribilitas/rewel (pada anak). Gejala minor yaitu sakit kepala, sakit gigi, batuk, nyeri/rasa penuh ditelinga, demam dan halitosis/bau mulut.10

2.7. Epidemiologi Rinosinusitis Kronik 2.7.1. Distribusi Rinosinusitis Kronik

a. Distribusi Rinosinusitis Kronik Berdasarkan Orang

Penelitian Hedayati et al tahun 2010 di Rumah Sakit Boo Ali Iran, proporsi penderita rinosinusitis kronik tertinggi yaitu pada kelompok umur 20-29 tahun 42% (21 orang). Penderita terdiri dari 26 laki-laki (52%) dan 24 perempuan (48%), dimana keluhan terbanyak yaitu hidung tersumbat 48 orang (96%).30

Penelitian Nasution A.T tahun 2007 di RSUP H. Adam Malik Medan didapatkan 30 penderita rinosinusitis maksila kronik yang terdiri dari 18 (60 %) perempuan dan 12 (40 %) laki-laki. Setelah dilakukan pemeriksaan kultur jamur dari sekret sinus maksila didapatkan 15 penderita rinosinusitis maksila kronik dengan


(31)

hasil kultur jamur positif. Penderita terdiri dari 6 laki-laki (40,1%) dan 9 perempuan (59,9%).31

Penelitian Darmawan dkk tahun 2005, jumlah penderita rinosinusitis pada anak di RSCM Jakarta tahun 1998-2004 adalah 163 orang, terdiri dari 90 lelaki (55,2%) dan 73 perempuan (44,8%). Kelompok umur terbanyak yaitu >6 tahun 113 orang (69,3%) dan manifestasi klinis terbanyak adalah batuk 152 orang (93,3%). Asma ditemukan pada 84 orang (51,5%) dan rinitis alergi 44 orang (27%).32

b. Distribusi Rinosinusitis Kronik Berdasarkan Tempat dan Waktu

Rinosinusitis mempengaruhi sekitar 35 juta orang per tahun di Amerika. Menurut National Ambulatory Medical Care Survey (NAMCS), sekitar 14 % penderita dewasa mengalami rinosinusitis yang bersifat episode per tahunnya.27 Prevalensi rinosinusitis kronik di Kanada tahun 1997 pada perempuan yaitu 5,7% dan laki-laki 3,4%. Prevalensi rinosinusitis kronik di Scotlandia Utara dan Karibia Selatan tahun 1999 yaitu 9,6% dan 9,3%.33

Penelitian Staikuniene et al (2000-2005) di Lithuania, dari 121 penderita rinosinusitis kronik didapatkan 84 orang (69,4%) menderita polip hidung dan 48 orang (39,6%) menderita asma.34 Penelitian See Goh et al (April 2001 – Agustus 2002) di Malaysia didapatkan 30 penderita rinosinusitis kronik dimana 8 orang (26,7%) disebabkan oleh infeksi jamur.35

Di bagian THT RS dr. Wahidin Sudirohusodo, Makasar dilaporkan tindakan bedah sinus endoskopi fungsional pada periode Januari 2005 - Juli 2006 yaitu 21 kasus atas indikasi rinosinusitis, 33 kasus pada polip hidung disertai rinosinusitis dan 30 kasus atas indikasi rinosinusitis dan septum deviasi.10


(32)

2.7.2. Determinan Rinosinusitis Kronik a. Faktor Host

a.1. Umur, Jenis Kelamin dan Ras

Rinosinusitis kronik merupakan penyakit yang dapat mengenai semua kelompok umur, semua jenis kelamin dan semua ras.10 Hasil penelitian Sogebi et al (2002-2006) di Sagamu Nigeria didapatkan 110 penderita rinosinusitis kronik dengan distribusi umur yaitu < 18 tahun 21 orang (19,1%) dan ≥ 18 tahun 89 orang (80,9%). Penderita terdiri dari 54 laki-laki (49,09%) dan 56 perempuan (50,91%), dimana lokasi rinosinusitis terbanyak yaitu sinus maksila 55 (70,51%).36

a.2. Riwayat Rinosinusitis Akut

Rinosinusitis akut biasanya didahului oleh adanya infeksi saluran pernafasan atas seperti batuk dan influenza. Infeksi saluran pernafasan atas dapat menyebabkan edema pada mukosa hidung, hipersekresi dan penurunan aktivitas mukosiliar.27 Rinosinusitis akut yang tidak diobati secara adekuat akan menyebabkan regenerasi epitel permukaan bersilia yang tidak lengkap, akibatnya terjadi kegagalan mengeluarkan sekret sinus dan menciptakan predisposisi infeksi.28

a.3. Infeksi Gigi

Infeksi gigi merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya rinosinusitis maksila. Hal ini terjadi karena sinus maksila mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan akar gigi premolar dan molar atas. Hubungan ini dapat menimbulkan masalah klinis seperti infeksi yang berasal dari gigi dan fistula oroantral dapat naik ke atas dan menimbulkan infeksi sinus maksila.37


(33)

Penelitian Farhat tahun 2004 di RSUP H. Adam Malik Medan, penyakit gigi yang terbanyak menyebabkan rinosinusitis maksila adalah abses apikal (71,43%), diikuti oleh periodontitis (34,29%), gingivitis (20%), fistula oroantal (8,75%), kista dentigerous (2,86%) dan granuloma periapikal (2,86%).38

Penelitian Primartono tahun 2003 di Semarang dengan menggunakan desain Cross Sectional, hasil analisis statistik menunjukkan infeksi gigi berhubungan secara bermakna dengan kejadian rinosinusitis maksila kronik (p=0,000) dan diperoleh nilai RP=12,36 (CI 95%=3,75-40,75).18

a.4. Rinitis Alergi

Alergi merupakan suatu penyimpangan reaksi tubuh terhadap paparan bahan asing yang menimbulkan gejala pada orang yang berbakat atopi sedangkan pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apapun.39 Rinitis alergi adalah suatu penyakit manifestasi reaksi hipersensitifitas tipe I (Gell & Comb) yang diperantarai oleh IgE dengan mukosa hidung sebagai organ sasaran utama. Gejalanya berupa hidung beringus, bersin-bersin, hidung tersumbat dan gatal.40

Peranan alergi pada rinosinusitis kronik adalah akibat reaksi anti gen anti bodi menimbulkan pembengkakan mukosa sinus dan hipersekresi. Mukosa sinus yang membengkak dapat menyumbat ostium sinus dan mengganggu drainase sehingga menyebabkan timbulnya infeksi, yang selanjutnya menghancurkan epitel permukaan. Kejadian yang berulang terus-menerus dapat menyebabkan rinosinusitis kronis.39

Penelitian Eko tahun 2008 di Yogyakarta dengan menggunakan desain Case Control, hasil analisis statistik menunjukkan rinitis alergi berhubungan secara


(34)

bermakna dengan kejadian rinosinusitis maksila kronik (p=0,003) dan diperoleh nilai OR=3,95 (CI 95%=1,55-10,11).41

a.5. Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya rinosinusitis kronik. Hal ini disebabkan penderita diabetes mellitus berada dalam kondisi immunocompromised atau turunnya sistem kekebalan tubuh sehingga lebih rentan terkena penyakit infeksi seperti rinosinusitis.27 Hasil penelitian Primartono tahun 2003 di Semarang, dari 31 penderita rinosinusitis maksila kronik didapatkan 3 orang (9,7%) dengan diabetes mellitus.18

a.6. Asma

Asma merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya rinosinusitis kronik. Sebesar 25-30 % penderita asma dapat berkembang menjadi polip hidung sehingga mengganggu aliran mukus.26 Hasil penelitian Seybt et al tahun 2003 di Georgia, dari 145 penderita rinosinusitis kronik didapatkan 34 orang (23,4%) menderita asma.42 a.7. Kelainan anatomi hidung

Kelainan anatomi seperti septum deviasi, bula etmoid yang membesar, hipertrofi atau paradoksal konka media dan konka bulosa dapat mempengaruhi aliran ostium sinus, menyebabkan penyempitan pada kompleks osteomeatal dan menggangu clearance mukosilia sehingga memungkinkan terjadinya rinosinusitis.33

Penelitian Munir tahun 2000 di RSUP H. Adam Malik Medan, dari 67 kasus rinosinusitis maksila kronik ditemukan 58 kasus (86,6 %) dengan kelainan kompleks ostiomeatal diantaranya adalah pembesaran bula etmoid 21 kasus (36 %), polip pada konka bulosa dan konka paradoxal 16 kasus (27,6 %), kelainan prosesus unsinatus 10


(35)

kasus (17,3), polip pada metus media dan hiatus seminularis 7 kasus (12 %) serta septum deviasi 4 kasus (6,9 %).43

Penelitian Primartono tahun 2003 di Semarang dengan menggunakan desain Cross Sectional, hasil analisis statistik menunjukkan deviasi septum berhubungan secara bermakna dengan kejadian rinosinusitis maksila kronik (p=0,019) dan diperoleh nilai RP=4,90 (CI 95%=1,19-20,11).18

a.8. Kelainan kongenital

Kelainan kongenital seperti sindroma kartagener dan fibrosis kistik dapat mengganggu transport mukosiliar (sistem pembersih). Sindrom kartagener atau sindrom silia immortal merupakan penyakit yang diturunkan secara genetik, dimana terjadi kekurangan/ketiadaan lengan dynein sehingga menyebabkan terjadinya gangguan pada koordinasi gerakan silia dan disorientasi arah dari denyut silia. Gangguan pada transport mukosiliar dan frekuensi denyut silia menyebabkan infeksi kronis yang berulang sehingga terjadi bronkiektasis dan rinosinusitis.

Pada fibrosis kistik terjadi perubahan sekresi kelenjar yang menghasilkan mukus yang kental sehingga menyulitkan pembersihan sekret. Hal ini menimbulkan stase mukus yang selanjutnya akan terjadi kolonisasi kuman dan timbul infeksi.44 b. Faktor Agent

Rinosinusitis kronik dapat disebabkan oleh beberapa bakteri patogen seperti Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, Moraxella catarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Bacteroides, Peptostreptococcus, Fusobacterium dan Basil gram (-).Selain bakteri, rinosinusitis juga dapat disebabkan


(36)

oleh virus (Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus dan Adenovirus) dan jamur (Aspergillus dan Candida).27

c. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang memengaruhi terjadinya rinosinusitis kronik yaitu polusi udara dan udara dingin. Paparan dari polusi udara dapat mengiritasi saluran hidung, menyebabkan perubahan mukosa dan memperlambat gerakan silia. Apabila berlangsung terus-menerus dapat menyebabkan rinosinusitis kronik. Udara dingin akan memperparah infeksi karena menyebabkan mukosa sinus membengkak. Hal ini membuat jalannya mukus terhambat dan terjebak di dalam sinus, yang kemudian menyebabkan bakteri berkembang di daerah tersebut.29

2.8. Pencegahan

2.8.1. Pencegahan Primer

Pencegahan tingkat pertama merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar tidak sakit.45 Upaya yang dapat dilakukan yaitu memberikan imunisasi lengkap kepada bayi, meningkatkan daya tahan tubuh dengan makan makanan yang bergizi, dan meminimalkan kontak dengan orang yang sedang mengalami influenza atau penyakit saluran pernafasan lainnya untuk menghindari penularan.46

2.8.2. Pencegahan Sekunder

Tingkat pencegahan kedua merupakan upaya untuk mencegah orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progesifitas penyakit, dan menghindari komplikasi.45 Upaya yang dilakukan antara lain :


(37)

a. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.7 Anamnesis yaitu riwayat gejala yang diderita sudah lebih dari 12 minggu, dan sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor.10 Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan dengan rinoskopi anterior dan posterior serta pemeriksaan nasoendoskopi. Tanda khas ialah adanya pus di meatus media (pada rinosinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau meatus superior (pada rinosinusitis etmoid posterior dan sfenoid).7

Beberapa pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis diantaranya adalah foto polos, CT Scan (Computed Tomography Scanning), sinuskopi, pemeriksaan mikrobiologi, tes resistensi, tomografi komputer dan MRI (Magnetic Resonance Imaging). Foto polos umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Jika terjadi kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara-cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa.

Penegakaan diagnosis rinosinusitis dapat dilakukan lebih sempurna dengan menggunakan alat CT Scan karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus serta adanya penyakit pada hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Namun karena harganya mahal, CT Scan hanya digunakan sebagai penunjang diagnosis rinosinusitis kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus.

Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil sekret dari meatus medius/superior untuk mendapatkan antibiotik yang tepat guna. Sinuskopi dilakukan dengan menggunakan alat endoskop dengan cara menembus


(38)

dinding medial sinus maksila melalui meatus inferior untuk melihat kondisi sinus maksila dan selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi. Pemeriksaan tomografi komputer dan MRI hanya dilakukan jika ada kecurigaan kompilkasi orbita dan intrakranial.

b. Pengobatan

Pengobatan pada rinosinusitis kronik pada prinsipnya adalah memperbaiki drainase dan menormalkan kembali atau membuang lapisan mukosa yang telah mengalami kerusakan. Pengobatan pada rinosinusitis kronik terbagi 2 yaitu :

b.1. Penggunaan obat

Obat yang digunakan meliputi obat anti alergi dan dekongestan, obat mukolitik untuk mengencerkan sekret, obat analgetik untuk mengurangi rasa nyeri, dan obat antibiotik. Antibiotik yang diberikan biasanya adalah golongan pinisilin seperti amoksilin, diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang.7 b.2. Operasi

Bila pengobatan konservatif gagal, dilakukan terapi pembedahan, yaitu mengangkat mukosa yang patologik dan membuat drainase dari sinus yang terkena. Untuk sinus maksila dilakukan operasi Caldwell-Luc, sedangkan untuk sinus etmoid dilakukan etmoidektomi yang biasa dilakukan dari dalam hidung (intranasal) atau dari luar hidung (ekstranasal). Drainase sekret pada sinus sfenoid dapat dilakukan dari dalam hidung (intranasal) dan sinus frontal dapat dilakukan dengan operasi Killian.29


(39)

Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF) merupakan operasi terkini untuk rinosinusitis kronik yang memerlukan operasi. Prinsipnya ialah membuka sumbatan di daerah kompleks osteomeatal dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.7

2.8.3. Pencegahan Tersier

Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi.45 Upaya yang dapat dilakukan antara lain : makan makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh untuk mempercepat penyembuhan pasca operasi dan pengobatan dengan antibiotik.46

2.9. Komplikasi

Kompikasi yang terjadi pada rinosinusitis kronik yaitu berupa komplikasi orbita dan intrakranial. Komplikasi orbita biasanya disebabkan oleh rinosinusitis etmoid, frontal dan maksila. Hal ini dikarenakan letak sinus yang berdekatan dengan mata (orbita) sehingga infeksi pada sinus dapat menyebar ke mata melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang timbul yaitu berupa edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, dan abses orbita.

Komplikasi intarakranial dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak dan trombosis sinus kavernosus. Selain itu, komplikasi yang dapat terjadi pada rinosinusitis kronik yaitu osteomilitis yang timbul akibat rinosinusitis frontal dan maksila.7


(40)

BAB 3

KERANGKA KONSEP 3.1. Kerangka Konsep

3.2. Defenisi Operasional

3.2.1. Penderita rinosinusitis kronik adalah seseorang yang dinyatakan menderita rinosinusitis kronik berdasarkan hasil diagnosis dokter seperti yang tercatat pada kartu status dan dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.

Karakteristik Penderita Rinosinusitis Kronik 1. Trend Kunjungan

2. Sosiodemografi Umur

Jenis Kelamin Suku

Agama Pekerjaan Tempat Tinggal 3. Keluhan

4. Lama Keluhan Rata-rata 5. Lokasi Rinosinusitis 6. Sinus yang Terlibat 7. Riwayat Penyakit 8. Komplikasi

9. Penatalaksanaan Medis 10. Lama Rawatan Rata-rata 11. Keadaan Sewaktu Pulang


(41)

3.2.2. Umur adalah usia penderita rinosinusitis kronik yang tercatat pada kartu status dan dikategorikan berdasarkan rumus Sturges :

1. 5-13 tahun 2. 14-22 tahun 3. 23-31 tahun 4. 32-40 tahun 5. 41-49 tahun 6. 50-58 tahun 7. 59-67 tahun 8. 68-76 tahun

Untuk analisa statistik dikategorikan menjadi : 47 1. < 18 tahun

2. ≥ 18 tahun

3.2.3. Jenis kelamin adalah ciri khas organ reproduksi yang dimiliki oleh penderita rinosinusitis kronik yang tercacat pada kartu status dan dikategorikan menjadi:

1. Laki-laki

2. Perempuan

3.2.4. Suku adalah ras atau etnik penderita rinosinusitis kronik yang tercatat pada kartu status dan dikategorikan menjadi :

1. Batak

2. Jawa

3. Minang

4. Melayu

5. Lain-lain

3.2.5. Agama adalah keyakinan yang dianut oleh penderita rinosinusitis kronik yang tercatat pada kartu status dan dikategorikan menjadi :

1. Islam

2. Kristen Protestan 3. Kristen Katolik

4. Hindu


(42)

3.2.6. Pekerjaan adalah kegiatan rutin yang dilakukan oleh penderita rinosinusitis kronik yang tercacat pada kartu status dan dikategorikan menjadi :

1. Pelajar/Mahasiswa 2. PNS/TNI/POLRI 3. Pegawai Swasta

4. Pensiunan PNS/TNI/POLRI 5. Wiraswasta

6. Ibu Rumah Tangga 7. Tidak Bekerja

3.2.7. Tempat tinggal adalah keterangan tempat dimana penderita rinosinusitis kronik tinggal yang tercacat pada kartu status dan dikategorikan menjadi :

1. Kota Medan 2. Luar Kota Medan

3.2.8. Keluhan adalah gejala yang dirasakan penderita rinosinusitis kronik saat datang berobat ke rumah sakit seperti yang tercacat pada kartu status dan dikategorikan menjadi : 10

1. Hidung tersumbat 2. Sekret hidung purulen 3. Nyeri pada wajah

4. Gangguan penciuman 5. Sakit kepala

6. Sakit gigi

7. Nyeri telinga 8. Batuk

9. Demam 10. Bau Mulut

3.2.9. Lama keluhan rata-rata adalah rata-rata lamanya penderita rinosinusitis kronik merasakan keluhan sebelum penderita datang berobat ke rumah sakit seperti yang tercatat pada kartu status.


(43)

3.2.10. Lokasi rinosinusitis adalah sinus yang mengalami peradangan pada penderita rinosinusitis kronik yang tercacat pada kartu status berdasarkan hasil pemeriksaan CT Scan dan dikategorikan menjadi :7,36

1. Sinus Maksila 2. Sinus Etmoid 3. Sinus Sfenoid 4. Sinus Frontal

3.2.11. Sinus yang terlibat adalah jumlah sinus yang mengalami peradangan pada penderita rinosinusitis kronik yang tercatat pada kartu status berdasarkan hasil pemeriksaan CT Scan dan dikategorikan menjadi : 7,36

1.Single rinosinusitis (hanya satu sinus yang terdeteksi mengalami peradangan)

2.Multisinusitis (lebih dari satu sinus yang terdeteksi mengalami peradangan) 3.Pansinusitis (semua sinus terdeteksi mengalami peradangan)

3.2.12. Riwayat penyakit adalah penyakit yang pernah diderita oleh penderita rinosinusitis kronik sebelum terdiagnosa menderita rinosinusitis kronik sesuai yang tercatat pada kartu status dan dikategorikan menjadi : 26,27,37,39

1. Rinitis alergi 2. Infeksi gigi

3. Asma

4. Diabetes mellitus

Untuk analisa statistik dikategorikan menjadi : 1. Ada


(44)

3.2.13. Komplikasi adalah penyakit yang baru timbul kemudian sebagai tambahan atau kelanjutan dari penyakit rinosinusitis kronik sesuai yang tercatat pada kartu status berdasarkan hasil pemeriksaan CT Scan dan dikategorikan menjadi : 7

1. Kelainan orbita

2. Kelainan intrakranial 3. Osteomilitis

3.2.14. Penatalaksanaan medis adalah penanganan yang dilakukan tim medis kepada penderita rinosinusitis kronik dalam rangka penyembuhan sesuai yang tercatat pada kartu status dan dikategorikan menjadi :

1. Operasi

2. Non-operasi

3.2.15. Lama rawatan rata-rata adalah rata-rata lamanya penderita rinosinusitis kronik yang dirawat inap di rumah sakit dimulai pada hari pertama masuk sampai hari terakhir perawatan menurut catatan pada kartu status.

3.2.16. Keadaan sewaktu pulang adalah kondisi penderita rinosinusitis kronik ketika pulang dari rumah sakit yang tercacat pada kartu status dan dikategorikan menjadi :

1. Sembuh

2. Pulang Berobat Jalan (PBJ)

3. Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) 4. Meninggal


(45)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah bersifat deskriptif dengan desain case series.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan. Lokasi ini dipilih berdasarkan pertimbangan tersedianya data rekam medik penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari - Juni tahun 2011

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi adalah seluruh data penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 yang berjumlah 125 orang. 4.3.2. Sampel

Sampel adalah data penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 yang telah melakukan pemeriksaan CT Scan. Teknik pengambilan sampel secara purposive sampling dengan kriteria telah melakukan pemeriksaan CT Scan. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut diperoleh


(46)

jumlah penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 sebanyak 102 orang .

4.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang tercacat pada kartu status penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 dan dicatat sesuai dengan variabel yang diteliti.

4.5. Analisa Data

Data yang telah terkumpul diolah dengan menggunakan komputer. Data dianalisa dengan menggunakan uji Chi-square dan Anova. Kemudian data disajikan dalam bentuk narasi, tabel distribusi proporsi, diagram garis, pie dan bar.


(47)

BAB 5

HASIL PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

5.1.1. Profil Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan terletak di jalan H. Misbah No. 7 Medan. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit milik Kongregasi Suster Fransisikanes Santa Elisabeth Medan.

5.1.2. Visi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Menjadikan Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan mampu berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas tinggi atas dasar cinta kasih dan persaudaraan sejati dalam era globalisasi.

5.1.3. Misi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Meningkatkan derajat kesehatan melalui sumber daya manusia yang professional, sarana, dan prasarana yang memadai dengan tetap memperhatikan masyarakat lemah.

5.1.4. Pelayanan Medis

Rumah sakit ini dilengkapi berbagai prasarana yang terdiri dari kamar bersalin, kamar operasi, Intensive Care Unit (ICU), Unit Gawat Darurat (UGD), klinik umum, klinik spesialis, klinik gigi, fisioterapi, hemodialisa, radiologi, endoskopi, ERCP dan klinik thrombosis/apheresis.

Klinik umum dilayani dokter umum yang melayani pasien rawat jalan non emergensi dan pemeriksaan kesehatan dari perusahaan. Klinik spesialis melayani


(48)

penyakit yang berkaitan dengan penyakit urologi, saraf, THT, jantung, paru, anak, onkologi, mata, gigi, bedah umum/khusus, dan kebidanan/kandungan.

5.1.5. Penunjang Umum

Penunjang umum yang terdapat di rumah sakit ini terdiri dari administrasi, jaringan komputer, telepon, sumber air, sumber listrik, pengelolaan air limbah, instalasi gizi dan dapur umum, Central Steril Supply Departement (CSSD), teknik pemeliharaan, kendaraan, dan fasilitas umum lainnya.48

5.2. Tahun dan Kecenderungan

  Distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan berdasarkan data tahun 2006-2010 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Berdasarkan Data Tahun 2006-2010

No Tahun f %

1. 2006 17 16,7

2. 2007 14 13,7

3. 2008 26 25,5

4. 2009 17 16,7

5. 2010 28 27,4

Total 102 100,0

Dari tabel 5.1. dapat dilihat bahwa proporsi penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tertinggi pada tahun 2010 dengan proporsi 27,4% dan terendah pada tahun 2007 dengan proporsi 13,7%.


(49)

Dari tahun 2006-2010 kecenderungan frekuensi penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan menunjukkan peningkatan dengan persamaan garis y = 2,5x + 12,9. Frekuensi penderita rinosinusitis kronik dari tahun 2006-2010 meningkat sebanyak 28-14 = 14 kasus dengan simpel rasio peningkatan 28

14= 2 kali dan persentase peningkatan sebesar 28 -14

28 x 100% = 50%.

5.3. Sosiodemografi

Distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 berdasarkan sosiodemografi yaitu umur dan jenis kelamin, suku, agama, pekerjaan, dan tempat tinggal dapat dilihat pada tabel 5.2. dan 5.3.

Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Sosiodemografi (Umur dan Jenis Kelamin) di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010

No Umur

(tahun)

Jenis Kelamin

Total Laki-laki Perempuan

f % f % f %

1. 5-13 3 2,9 2 1,9 5 4,9

2. 14-22 9 8,8 12 11,9 21 20,6

3. 23-31 13 12,7 9 8,8 22 21,6

4. 32-40 12 11,9 7 6,9 19 18,6

5. 41-49 11 10,8 6 5,9 17 16,7

6. 50-58 5 4,9 6 5,9 11 10,8

7. 59-67 5 4,9 1 0,9 6 5,9

8. 68-76 1 0,9 0 0,0 1 0,9

Total 59 57,8 43 42,2 102 100,0

Dari tabel 5.2. dapat dilihat bahwa proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan umur tertinggi yaitu pada kelompok umur 23-31 tahun 21,6% dengan


(50)

proporsi laki-laki 12,7% dan perempuan 8,8%, dan terendah pada kelompok umur 68-76 tahun 0,9% dengan proporsi laki-laki 0,9% dan perempuan 0,0%. Berdasarkan jenis kelamin proporsi pada laki-laki 57,8% dan perempuan 42,2% dengan sex ratio 1,4:1.

Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Sosiodemografi (Suku, Agama, Pekerjaan dan Tempat Tinggal ) di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010

No. Sosiodemografi f %

1. Suku Batak Jawa Minang Melayu Lain-lain 73 14 5 3 7 71,6 13,7 4,9 2,9 6,9

Total 102 100,0

2. Agama Islam Kristen Protestan Kristen Katolik Hindu Budha 26 52 22 1 1 25,5 51,1 21,6 0,9 0,9

Total 102 100,0

3. Pekerjaan

Pelajar/Mahasiswa PNS/TNI/POLRI Pegawai Swasta

Pensiunan PNS/TNI/POLRI Wiraswasta

Ibu Rumah Tangga Tidak Bekerja 25 8 27 3 22 16 1 24,5 7,8 26,5 2,9 21,6 15,8 0,9

Total 102 100,0

4. Tempat Tinggal Kota Medan Luar Kota Medan

60 42

58,8 41,2

Total 102 100,0

Dari tabel 5.3. dapat dilihat bahwa proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan suku tertinggi adalah suku batak 71,6% dan terendah suku melayu 2,9%,


(51)

serta terdapat 6,9% lain-lain yang terdiri dari suku Nias, Aceh, Sikh dan Tionghoa. Proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan agama tertinggi adalah Kristen Protestan 51,1% dan terendah adalah Hindu dan Budha masing-masing 0,9%.

Proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan pekerjaan tertinggi adalah pegawai swasta 26,5% dan terendah tidak bekerja 0,9%. Proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan tempat tinggal tertinggi adalah Kota Medan 58,8% dan terendah luar Kota Medan 41,2%.

5.4. Keluhan

Distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 berdasarkan keluhan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Keluhan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010

No. Keluhan (N=102) f %

1. Hidung tersumbat 65 63,7

2. Sekret hidung purulen 27 26,5

3. Nyeri pada wajah 27 26,5

4. Gangguan penciuman 3 2,9

5. Sakit kepala 61 59,8

6. Sakit gigi 1 0,9

7. Nyeri telinga 1 0,9

8. Batuk 2 1,9

9. Demam 14 13,7


(52)

Dari tabel 5.4. dapat dilihat bahwa proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan keluhan tertinggi adalah hidung tersumbat 63,7% dan terendah sakit gigi, nyeri telinga dan bau mulut masing-masing 0,9%.

5.5. Lama Keluhan Rata-rata

  Lama keluhan rata – rata penderita rinosinusitis kronik tidak dapat dilihat karena tidak tersedianya data pada kartu status.

5.6. Lokasi Rinosinusitis

Distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 berdasarkan lokasi rinosinusitis dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Lokasi Rinosinusitis di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010

No. Lokasi Rinosinusitis (N=102) f %

1. Sinus Maksila 96 94,1

2. Sinus Etmoid 43 42,2

3. Sinus Sfenoid 23 22,5

4. Sinus Frontal 26 25,5

Dari tabel 5.5. dapat dilihat bahwa proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan lokasi rinosinusitis tertinggi adalah sinus maksila 94,1% dan terendah sinus sfenoid 22,5%.


(53)

5.7. Sinus yang Terlibat

Distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 berdasarkan sinus yang terlibat dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Sinus yang Terlibat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010

No Sinus yang Terlibat f %

1. Single Rinosinusitis 53 52,0

2. Multisinusitis 40 39,2

3. Pansinusitis 9 8,8

Total 102 100,0

Dari tabel 5.6. dapat dilihat bahwa proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan sinus yang terlibat tertinggi adalah single rinosinusitis 52,0% dan terendah pansinusitis 8,8%.

5.8. Riwayat Penyakit

Distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 berdasarkan status riwayat penyakit dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Status Riwayat Penyakit di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010

No Status Riwayat Penyakit f %

1. Ada 7 6,9

2. Tidak Ada 95 93,1


(54)

Dari tabel 5.7. dapat dilihat bahwa proporsi penderita rinosinusitis kronik yang tidak ada riwayat penyakit 93,1% dan yang ada riwayat penyakit 6.9%. Dari 102 orang penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 terdapat 7 orang yang memiliki riwayat penyakit. Adapun riwayat penyakit penderita rinosinusitis kronik dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap

Berdasarkan Riwayat Penyakit di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010

No Riwayat Penyakit (N=7 ) f %

1. Rinitis Alergi 5 71,4

2. Infeksi Gigi 2 28,6

3. Diabetes Mellitus 1 14,3

Dari tabel 5.8. dapat dilihat bahwa proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan riwayat penyakit tertinggi adalah rinitis alergi 71,4% dan terendah diabetes mellitus 14,3% serta tidak ditemukan adanya riwayat penyakit asma. Dari 7 orang yang memiliki riwayat penyakit, terdapat 1 orang yang memiliki 2 riwayat penyakit yaitu diabetes mellitus dan infeksi gigi.

5.9. Komplikasi

Proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan komplikasi adalah 100,0% tidak ada komplikasi. Dari 102 penderita rinosinusitis kronik yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth tahun 2006-2010 semuanya tidak ada komplikasi.


(55)

5.10. Penatalaksanaan Medis

Distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 berdasarkan penatalaksanaan medis dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.9. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Penatalaksanaan Medis di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010

No Penatalaksanaan Medis f %

1. Operasi 81 79,4

2. Non-operasi 21 20,6

Total 102 100,0

Dari tabel 5.9. dapat dilihat bahwa proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan penatalaksanaan medis tertinggi adalah operasi 79,4% dan terendah non-operasi 20,6%.

5.11. Lama Rawatan Rata-rata

Lama rawatan rata-rata penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 5.10. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Rinosinusitis Kronik di Rumah

Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010 Lama Rawatan Rata-rata (hari) Mean

SD (Standar Deviasi) 95% Confidence Interval Minimum

Maksimum

4,79 2,766 4,25 - 5,34

1 16


(56)

Dari tabel 5.10. dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata penderita rinosinusitis kronik adalah 4,79 hari atau 5 hari. SD (Standar Deviasi) 2,766 hari dengan lama rawatan minimum 1 hari dan lama rawatan maksimum 16 hari.

5.12. Keadaan Sewaktu Pulang

Distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 berdasarkan keadaan sewaktu pulang dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.11. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010

No Keadaan Sewaktu Pulang f %

1. Sembuh 48 47,1

2. Pulang Berobat Jalan (PBJ) 41 40,2

3. Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) 12 11,8

4. Meninggal 1 0,9

Total 102 100,0

Dari tabel 5.11. dapat dilihat bahwa proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan keadaan sewaktu pulang tertinggi adalah sembuh 47,1% dan terendah meninggal 0,9%.

5.13. Analisa Statistik

5.13.1. Umur Berdasarkan Sinus yang Terlibat

Distribusi proporsi umur penderita rinosinusitis kronik rawat inap berdasarkan sinus yang terlibat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(57)

Tabel 5.12. Distribusi Proporsi Umur Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Sinus yang Terlibat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010

No. Sinus yang Terlibat

Umur (tahun)

Total < 18 ≥ 18

f % f % f %

1. Single Rinosinusitis 5 9,4 48 90,6 53 100,0

2. Multisinusitis 3 7,5 37 92,5 40 100,0

3. Pansinusitis 1 11,1 8 88,9 9 100,0

Dari tabel 5.12. dapat dilihat dari 53 penderita single rinosinusitis, proporsi umur tertinggi adalah ≥ 18 tahun 90,6%. Dari 40 penderita multisinusitis, proporsi umur tertinggi adalah ≥ 18 tahun 92,5%. Dari 9 penderita pansinusitis, proporsi umur tertinggi adalah ≥ 18 tahun 88,9%.

Analisa statistik dengan uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 3 sel (50,0%) expected count < 5.

5.13.2. Jenis Kelamin Berdasarkan Sinus yang Terlibat

Distribusi proporsi jenis kelamin penderita rinosinusitis kronik rawat inap berdasarkan sinus yang terlibat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.13. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Sinus yang Terlibat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010

No. Sinus yang Terlibat

Jenis Kelamin

Total Laki-laki Perempuan

f % f % f %

1. SingleRinosinusitis 30 56,6 23 43,4 53 100,0

2. Multisinusitis 24 60,0 16 40,0 40 100,0

3. Pansinusitis 5 55,6 4 44,4 9 100,0


(58)

Dari tabel 5.13. dapat dilihat dari 53 penderita single rinosinusitis, proporsi jenis kelamin tertinggi adalah laki-laki 56,6%. Dari 40 penderita multisinusitis, proporsi jenis kelamin tertinggi adalah laki-laki 60,0%. Dari 9 penderita pansinusitis, proporsi jenis kelamin tertinggi adalah laki-laki 55,6%.

Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh p > 0,05, artinya tidak ada perbedaan yang bermakna antara jenis kelamin berdasarkan sinus yang terlibat.

5.13.3. Riwayat Penyakit Berdasarkan Sinus yang Terlibat

Distribusi proporsi riwayat penyakit penderita rinosinusitis kronik rawat inap berdasarkan sinus yang terlibat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.14. Distribusi Proporsi Riwayat Penyakit Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Sinus yang Terlibat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010

No. Sinus yang Terlibat

Riwayat Penyakit

Total

Ada Tidak Ada

f % f % f %

1. Single Rinosinusitis 3 5,7 50 94,3 53 100,0

2. Multisinusitis 3 7,5 37 92,5 40 100,0

3. Pansinusitis 1 11,1 8 88,9 9 100,0

Dari tabel 5.14. dapat dilihat dari 53 penderita single rinosinusitis, proporsi riwayat penyakit tertinggi adalah tidak ada 94,3%. Dari 40 penderita multisinusitis, proporsi riwayat penyakit tertinggi adalah tidak ada 92,5%. Dari 9 penderita pansinusitis, proporsi riwayat penyakit tertinggi adalah tidak ada 88,9%.

Analisa statistik dengan uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 3 sel (50,0%) expected count < 5.


(59)

5.13.4. Komplikasi Berdasarkan Sinus yang Terlibat

Analisa statistik tidak dapat dilakukan karena seluruh penderita tidak ada komplikasi (100,0%).

5.13.5. Sinus yang Terlibat Berdasarkan Penatalaksanaan Medis

Distribusi proporsi sinus yang terlibat penderita rinosinusitis kronik rawat inap berdasarkan penatalaksanaan medis di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.15. Distribusi Proporsi Sinus yang Terlibat Berdasarkan Penatalaksanaan Medis Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010

No. Penatalaksanaan Medis

Sinus yang Terlibat

Total

Single

Rinosinusit is

Multisinusi tis

Pansinusi tis

f % f % f % f %

1. Operasi 47 58,0 30 37,0 4 5,0 81 100,0

2. Non-operasi 6 28,6 10 47,6 5 23,8 21 100,0

x2 = 9,991 df = 2 p = 0,007

Dari tabel 5.15. dapat dilihat dari 81 penderita yang mendapat penatalaksanaan medis operasi, proporsi sinus yang terlibat tertinggi adalah single rinosinusitis 58,0% dan terendah adalah pansinusitis 5,0%. Dari 21 penderita yang mendapat penatalaksanaan medis non-operasi, proporsi sinus yang terlibat tertinggi adalah multisinusitis 47,6% dan terendah adalah pansinusitis adalah 23,8%.

Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh p < 0,05, artinya ada perbedaan yang bermakna antara sinus yang terlibat berdasarkan penatalaksanaan medis.


(60)

5.13.6. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang

Lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.16. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010

No. Keadaan Sewaktu Pulang Lama Rawatan Rata-rata (hari)

f Mean SD

1. Sembuh 48 5,31 2,699

2. PBJ 41 4,88 2,786

3. PAPS 12 2,17 1,115

F = 7,054 df = 2 p = 0,001

Dari tabel 5.16. dapat dilihat bahwa dari 48 penderita rinosinusitis kronik yang sembuh memiliki lama rawatan rata – rata 5,31 hari. Dari 41 penderita rinosinusitis kronik yang Pulang Berobat Jalan (PBJ) memiliki lama rawatan rata- rata 4,88 hari. Dari 12 penderita rinosinusitis kronik yang Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) memiliki lama rawatan rata- rata 2,17 hari. Penderita rinosinusitis kronik yang meninggal berjumlah 1 orang dan memiliki lama rawatan 8 hari.

Berdasarkan test homogeneity of variances diperoleh p > 0,05 yang berarti memiliki varians yang sama. Dari analisa statistik dengan menggunakan uji Anova diperoleh p < 0,05, artinya ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata – rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang.


(1)

Sinus yang Terlibat * Umur Penderita (tahun) Crosstabulation

Umur Penderita (tahun) Total <18 >=18 <18 Sinus yang

Terlibat

Single Rinosinusitis

Count 5 48 53

Expected Count 4.7 48.3 53.0 % within Sinus

yang Terlibat 9.4% 90.6% 100.0% % within Umur

Penderita (tahun) 55.6% 51.6% 52.0% % of Total 4.9% 47.1% 52.0% Multisinusitis Count 3 37 40 Expected Count 3.5 36.5 40.0 % within Sinus

yang Terlibat 7.5% 92.5% 100.0% % within Umur

Penderita (tahun) 33.3% 39.8% 39.2% % of Total 2.9% 36.3% 39.2%

Pansinusitis Count 1 8 9

Expected Count .8 8.2 9.0 % within Sinus

yang Terlibat 11.1% 88.9% 100.0% % within Umur

Penderita (tahun) 11.1% 8.6% 8.8% % of Total 1.0% 7.8% 8.8%

Total Count 9 93 102

Expected Count 9.0 93.0 102.0 % within Sinus

yang Terlibat 8.8% 91.2% 100.0% % within Umur

Penderita (tahun) 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 8.8% 91.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square .170(a) 2 .918


(2)

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent Sinus yang Terlibat *

Jenis kelamin 102 100.0% 0 .0% 102 100.0%

Sinus yang Terlibat * Jenis kelamin Crosstabulation

Jenis kelamin Total Laki-laki Perempuan Laki-laki Sinus yang

Terlibat

Single Rinosinusitis

Count 30 23 53

Expected Count 30.7 22.3 53.0 % within Sinus yang

Terlibat 56.6% 43.4% 100.0% % within Jenis kelamin 50.8% 53.5% 52.0% % of Total 29.4% 22.5% 52.0% Multisinusitis Count 24 16 40 Expected Count 23.1 16.9 40.0 % within Sinus yang

Terlibat 60.0% 40.0% 100.0% % within Jenis kelamin 40.7% 37.2% 39.2% % of Total 23.5% 15.7% 39.2%

Pansinusitis Count 5 4 9

Expected Count 5.2 3.8 9.0 % within Sinus yang

Terlibat 55.6% 44.4% 100.0% % within Jenis kelamin 8.5% 9.3% 8.8% % of Total 4.9% 3.9% 8.8%

Total Count 59 43 102

Expected Count 59.0 43.0 102.0 % within Sinus yang

Terlibat 57.8% 42.2% 100.0% % within Jenis kelamin 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 57.8% 42.2% 100.0%


(3)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square .129(a) 2 .938 Likelihood Ratio .129 2 .937 Linear-by-Linear

Association .019 1 .890

N of Valid Cases

102

a 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.79.

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent Sinus yang Terlibat *


(4)

Sinus yang Terlibat * Riwayat Penyakit Crosstabulation

Riwayat Penyakit Total Ada Tidak Ada Ada Sinus yang

Terlibat

Single Rinosinusitis

Count 3 50 53

Expected Count 3.6 49.4 53.0 % within Sinus yang

Terlibat 5.7% 94.3% 100.0% % within Riwayat Penyakit 42.9% 52.6% 52.0% % of Total 2.9% 49.0% 52.0%

Multisinusitis Count 3 37 40

Expected Count 2.7 37.3 40.0 % within Sinus yang

Terlibat 7.5% 92.5% 100.0% % within Riwayat Penyakit 42.9% 38.9% 39.2% % of Total 2.9% 36.3% 39.2%

Pansinusitis Count 1 8 9

Expected Count .6 8.4 9.0 % within Sinus yang

Terlibat 11.1% 88.9% 100.0% % within Riwayat Penyakit 14.3% 8.4% 8.8% % of Total 1.0% 7.8% 8.8%

Total Count 7 95 102

Expected Count 7.0 95.0 102.0 % within Sinus yang

Terlibat 6.9% 93.1% 100.0% % within Riwayat Penyakit 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 6.9% 93.1% 100.0% Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square .399(a) 2 .819 Likelihood Ratio .368 2 .832 Linear-by-Linear

Association .374 1 .541

N of Valid Cases


(5)

Penatalaksanaan Medis * Sinus yang Terlibat Crosstabulation

Sinus yang Terlibat Total Single

Rinosinusit is

Multisinusitis Pansinusitis

Single Rinosinus

is Penatalaksanaan

Medis

Operasi Count 47 30 4 8

Expected Count 42.1 31.8 7.1 81 % within Penatalaksanaan

Medis 58.0% 37.0% 4.9% 100.0

% within Sinus yang

Terlibat 88.7% 75.0% 44.4% 79.4 % of Total 46.1% 29.4% 3.9% 79.4

Non-operasi Count 6 10 5 2

Expected Count 10.9 8.2 1.9 21 % within Penatalaksanaan

Medis 28.6% 47.6% 23.8% 100.0 % within Sinus yang

Terlibat 11.3% 25.0% 55.6% 20.6 % of Total 5.9% 9.8% 4.9% 20.6

Total Count 53 40 9 10

Expected Count 53.0 40.0 9.0 102 % within Penatalaksanaan

Medis 52.0% 39.2% 8.8% 100.0

% within Sinus yang

Terlibat 100.0% 100.0% 100.0% 100.0 % of Total 52.0% 39.2% 8.8% 100.0

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 9.991(a) 2 .007 Likelihood Ratio 8.936 2 .011 Linear-by-Linear

Association 9.143 1 .002 N of Valid Cases

102


(6)

Descriptives Lama Rawatan Rata-rata

N Mean

Std. Deviation

Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minim

um Maximum

Lower Bound

Upper Bound

Lower Bound

Upper Bound

Lower Bound

Upper

Bound Lower Bound

Upper Bound Sembuh 48 5.31 2.699 .390 4.53 6.10 1 15

Pulang Berobat

Jalan (PBJ) 41 4.88 2.786 .435 4.00 5.76 1 16 Pulang Atas

Permintaan Sendiri (PAPS)

12 2.17 1.115 .322 1.46 2.87 1 4 Total 101 4.76 2.761 .275 4.22 5.31 1 16

Test of Homogeneity of Variances Lama Rawatan Rata-rata

Levene

Statistic df1 df2 Sig. 1.536 2 98 .220

ANOVA Lama Rawatan Rata-rata

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 95.928 2 47.964 7.054 .001 Within Groups 666.369 98 6.800