Pengaruh Komunikasi Interpersonal Petugas PKMRS terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

(1)

PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL PETUGAS PKMRS TERHADAP KEPUASAN KELUARGA PASIEN RAWAT INAP DI

BADAN PELAYANAN UMUM RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

TESIS

Oleh

ROSSI 107032140/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL PETUGAS PKMRS

TERHADAP KEPUASAN KELUARGA PASIEN RAWAT INAP DI BADAN LAYANAN UMUM RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN

BANDA ACEH

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh ROSSI 107032140 / IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH KOMUNIKASI

INTERPERSONAL PETUGAS PKMRS

TERHADAP KEPUASAN KELUARGA PASIEN RAWAT INAP DI BLU RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

Nama Mahasiswa : Rossi Nomor Induk Mahasiswa : 107032140

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Amir Purba, M.A. PhD) (Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 31 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Amir Purba, M.S. PhD Anggota : 1. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes

2. Dra. Syarifah, M.S 3. dr. Heldy B.Z, M.P.H


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL PETUGAS PKMRS TERHADAP KEPUASAN KELUARGA PASIEN RAWAT INAP

DI BADAN LAYANAN UMUM RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2012

R o s s i 107032140/ IKM


(6)

ABSTRAK

Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator Pelayanan rumah sakit. Berdasarkan survei pendahuluan di Badan Layanan Umum Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, terdapat keluhan 0,52% dari pasien rawat inap periode tahun 2010-2011. Keluhan ini diduga terkait dengan tingkat kepuasan keluarga pasien rawat inap.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh komunikasi interpersonal petugas PKMRS (Penyuluh Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit) terhadap kepuasan keluarga pasien rawat inap di Badan Layanan Umum RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Jenis penelitian survey explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap periode tahun 2012. Jumlah sampel sebanyak 47 orang, diambil dengan teknik consecutive sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan uji regresi logistik berganda pada α = 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel komunikasi interpersonal yang terdiri dari dimensi : keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportivennes), kesetaraan (equality) dan sikap positif (positiveness) berpengaruh terhadap kepuasan keluarga pasien rawat inap di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Variabel sikap mendukung (supportiveness) memberikan pengaruh paling besar terhadap kepuasan pasien rawat inap.

Disarankan kepada manajemen BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh untuk meningkatkan kualitas penyuluhan bagi keluarga pasien rawat inap meliputi dimensi keterbukaan, empati, sikap mendukung, kesetaraan dan sikap positif sehingga kepuasan pasien dapat terpenuhi.


(7)

ABSTRACT

Patients satisfaction is one of indicators in hospital service. Based on previous survey at BLU RSUD (Badan Layanan Umum Rumah Sakit Umum Daerah) dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, 0,52% the hospitalized patients’ families complained the service they received from the hospital.

This study aims to analyze the influence of the interpersonal communication of PKMRS (Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit) staffs towards the hospitalized patients’ families at BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. The type of research was an explanatory research. The population in this research was all the hospitalized patients in year 2012. By using concecutive sampling technique, 47 people were chosen as the sampling. The data was obtained from interviews through questionnaire and then

analyzed with multiple regression test at α=0,05.

The result of the study shows that, statistically, the variables of interpersonal communication (openness, empathy, supportiveness, equality and positiveness) influences the satisfaction of the hospitalized patients’ families at BLU RSUD dr. Zainoel Abidin. Among those variable, supportiveness contributes the biggest influence.

It is recommended to the management of BLU RUSD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh to improve their interpersonal communication to the hospitalilzed patients’ families.


(8)

KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat serta pertolongan-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Pengaruh Komunikasi Interpersonal Petugas PKMRS terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan. Dalam penyusunan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara atas kesempatan penulis menjadi mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu


(9)

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Drs. Amir Purba, M.S, Ph.D selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proprosal hingga penulisan tesis selesai. 5. Tim Penguji dr. Heldy B.Z., MPH dan Anggota Tim Penguji Dra. Syarifah,

M.S yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan perhatian selama penulisan tesis.

6. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh beserta jajarannya yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

7. Para dosen, staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Ibunda (Almh) dan Ayahanda (Alm), Suamiku dan kedua anakku Mutia Humaira dan Diandra Maisya tersayang yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan doa serta memotivasi selama penulis menjalani pendidikan. 9. Teman-teman seangkatan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat,

Universitas Sumatera Utara atas bantuannya dan memberikan dorongan semangat dalam penyusunan tesis.


(10)

dan kiritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan dibidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Oktober 2012 Penulis,

R O S S I 107032140/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Rossi, lahir di Medan tanggal 27 April 1972, anak ke lima dari delapan bersaudara dari pasangan Ayahanda (Alm) H. Hamdy Muin dan Ibunda (Almh) Hj. Desmaniar.

Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di Mardi Lestari Medan pada tahun 1984, menamatkan Sekolah Menengah Pertama di Persit I Tunas Kartika Medan pada tahun 1987, menamatkan Sekolah Menengah Umum di Persit I Tunas Kartika Medan pada tahun 1990, dan menamatkan S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada tahun 1998 di Universitas Islam Sumatera Utara Medan.

Penulis memulai karir sebagai staf Administrasi di perusahaan swasta pada tahun 1992 sampai dengan tahun 1996, mengelola usaha wartel pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2005, diangkat PNS sebagai staf di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada tahun 2006 sampai sekarang


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar belakang ... 1

1.2.Permasalahan ... 7

1.3.Tujuan Penelitian ... 8

1.4.Hipotesis ... 8

1.5.Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1. Komunikasi ... 13

2.1.1. Prinsip Dasar Komunikasi ... 13

2.1.2. Unsur-unsur Komunikasi ... 13

2.1.3. Bentuk-bentuk Komunikasi ... 16

2.1.3.1. Komunikasi Interpersonal/tatap Muka (Face to face) ... 16

2.1.3.2. Komunikasi Kelompok (Forum) ... 21

2.1. Kepuasan ... 25

2.2.1. Pengertian Kepuasan ... 25

2.2.2. Model Kepuasan Pelanggan ... 29

2.1.3. Pengukuran Kepuasan Pelanggan ... 30

2.1.4. Strategi Kepuasan Pelanggan ... 31

2.2. Perilaku ... 32

2.3.1 Pengertian Perilaku ... 32

2.3.2 Klasifikasi Perilaku Kesehatan ... 33

2.3.3 Domain Perilaku... 34

2.3.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku ... 39

2.3.5 Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku ... 39

2.4 Rumah Sakit ... 40

2.4.1 Pengertian Rumah Sakit ... 40

2.4.2 Fungsi Rumah Sakit ... 41


(13)

2.5.1. Promosi Kesehatan oleh Rumah Sakit ... 43

2.5.2 Tujuan Promosi Kesehatan di rumah sakit ... 46

2.5.3. Strategi Promosi Kesehatan Masyarakat ... 47

2.5.4. Sasaran Promosi Kesehatan Rumah Sakit ... 49

2.5.5. Ruang Lingkup Promosi Kesehatan ... 50

2.5.6. Peluang Promosi Kesehatan ... 51

2.5.7 Indikator Keberhasilan Promosi Kesehatan di Rumah Sakit ... 52

2.5.8 Promosi Kesehatan Bagi Pasien Rawat Inap ... 55

2.6. Landasan Teori ... 55

2.7. Kerangka Konsep ... 56

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 57

3.1 3.2 Jenis Penelitian ... 57

3.3 Populasi dan sampel ... 57

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 57

3.3.1 3.3.2 Populasi ... 57

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 60

Sampel ... 58

3.4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 60

3.5 Variabel dan Defen-Asi Operasional ... 61

3.5.1 Variabel Bebas ... 61

3.5.2 Variabel Terikat ... 62

3.6 Metode Pengukuran ... 63

3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 63

3.6.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 64

3.7 Metode Analisa Data ... 64

3.7.1 Analisa Univariat ... 64

3.7.2 Analisa Bivariat ... 64

3.7.3 Analisa Multivariat... 65

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 68

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 68

4.1.1 Gambaran Umum BLU RSUD dr. Zainoel Abidin ... 68

4.1.2 Visi dan Misi BLU RSUD dr. Zainoel Abidin ... 68

4.1.3 Tujuan BLU RSUD dr. Zainoel Abidin ... 69

4.1.4 Motto BLU RSUD dr. Zainoel Abidin ... 69

4.2 Deskripsi Karakteristik Responden ... 69

4.3 Distribusi Kepuasan Keluarga Pasien Rawat Inap ... 70

4.4. Analisa Bivariat ... 73

4.5. Analisa Multivariat... 77


(14)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 79

5.1 Pengaruh Keterbukaan dalam Komunikasi Interpersonal terhadap Kepuasan Keluarga Pasien Rawat Inap di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 81

5.2 Pengaruh Empati dalam Komunikasi Interpersonal terhadap Kepuasan Keluarga Pasien Rawat Inap di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 83

5.3 Pengaruh Sikap Mendukung dalam Komunikai Interpersonal terhadap Kepuasan Keluarga Pasien Rawat Inap di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 84

5.4 Pengaruh Sikap Positif dalam Komunikasi Interpersonal terhadap Kepuasan Keluarga Pasien Rawat Inap di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 87

5.4 Pengaruh Kesetaraan dalam Komunikasi Intepersonal terhadap Kepuasan Keluarga Pasien Rawat Inap di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 89

5.6 Kepuasan Keluarga Pasien Rawat Inap di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 91

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

6.1 Kesimpulan ... 93

6.2 Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 95


(15)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 64

3.2 Pengukuran Variabel Bebas ... 65

3.3. Pengukuran Variabel Terikat ... 66

4.1 Distribusi Karakteristik Responden ... 70

4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Keterbukaan Petugas PKMRS di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 71

4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Empati Petugas PKMRS di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 71

4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Sikap Mendukung Petugas PKMRS di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 72

4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Sikap positif Petugas PKMRS di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 72

4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Kepuasan Keluarga Pasien (Penilaian) di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh .... 72

4.7 Hubungan Keterbukaan terhadap Kepuasan Keluarga Pasien Rawat Inap di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh... 73

4.8 Hubungan Empati terhadap Kepuasan Keluarga Pasien Rawat Inap di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 74

4.9 Hubungan Sikap Mendukung terhadap Kepuasan Keluarga Pasien Rawat Inap di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 75

4.10 Hubungan Kesetaraan terhadap Kepuasan Keluarga Pasien Rawat Inap di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh... 76

4.11 Hubungan Sikap Positif terhadap Kepuasan Keluarga Pasien Rawat Inap di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh... 76 4.12 Pengaruh Keterbukaan dan Empati Petugas PKMRS terhadap


(16)

Kepuasan Keluarga Pasien Rawat Inap di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 78 4.13 Probabilitias untuk Kepuasan Keluarga Pasien di BLU RSUD dr.


(17)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Kuesioner ... 99

2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 104

3. Uji Univariat dan Bivariat ... 124


(19)

ABSTRAK

Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator Pelayanan rumah sakit. Berdasarkan survei pendahuluan di Badan Layanan Umum Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, terdapat keluhan 0,52% dari pasien rawat inap periode tahun 2010-2011. Keluhan ini diduga terkait dengan tingkat kepuasan keluarga pasien rawat inap.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh komunikasi interpersonal petugas PKMRS (Penyuluh Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit) terhadap kepuasan keluarga pasien rawat inap di Badan Layanan Umum RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Jenis penelitian survey explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap periode tahun 2012. Jumlah sampel sebanyak 47 orang, diambil dengan teknik consecutive sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan uji regresi logistik berganda pada α = 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel komunikasi interpersonal yang terdiri dari dimensi : keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportivennes), kesetaraan (equality) dan sikap positif (positiveness) berpengaruh terhadap kepuasan keluarga pasien rawat inap di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Variabel sikap mendukung (supportiveness) memberikan pengaruh paling besar terhadap kepuasan pasien rawat inap.

Disarankan kepada manajemen BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh untuk meningkatkan kualitas penyuluhan bagi keluarga pasien rawat inap meliputi dimensi keterbukaan, empati, sikap mendukung, kesetaraan dan sikap positif sehingga kepuasan pasien dapat terpenuhi.


(20)

ABSTRACT

Patients satisfaction is one of indicators in hospital service. Based on previous survey at BLU RSUD (Badan Layanan Umum Rumah Sakit Umum Daerah) dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, 0,52% the hospitalized patients’ families complained the service they received from the hospital.

This study aims to analyze the influence of the interpersonal communication of PKMRS (Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit) staffs towards the hospitalized patients’ families at BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. The type of research was an explanatory research. The population in this research was all the hospitalized patients in year 2012. By using concecutive sampling technique, 47 people were chosen as the sampling. The data was obtained from interviews through questionnaire and then

analyzed with multiple regression test at α=0,05.

The result of the study shows that, statistically, the variables of interpersonal communication (openness, empathy, supportiveness, equality and positiveness) influences the satisfaction of the hospitalized patients’ families at BLU RSUD dr. Zainoel Abidin. Among those variable, supportiveness contributes the biggest influence.

It is recommended to the management of BLU RUSD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh to improve their interpersonal communication to the hospitalilzed patients’ families.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

2.1.Latar belakang

Komunikasi interpersonal antara perawat dengan pasien merupakan hal yang penting oleh para PKMRS (Penyuluh Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit) yang bekerja di rumah sakit khususnya ruang rawat inap. Berdasarkan penelitian bahwa lebih dari 80 % waktu yang digunakan untuk berkomunikasi, 16 % untuk membaca dan 4 % untuk menulis. Pengembangan keterampilan dalam komunikasi merupakan kiat yang sukses bagi tenaga pekerja di rumah sakit (Notoatmodjo, 2010).

Komunikasi termotivasi dengan memberikan penjelasan kepada para pegawai tentang apa yang harus dilakukan, seberapa baik mereka mengerjakannya dan apa yang dapat dilakukannya untuk meningkatkan kinerja jika berada dibawah standart. (Notoatmodjo, 2007).

Kecerdasan emosi seseorang berpengaruh besar terhadap komunikasi interpersonal seseorang. Orang yang cerdas akan mengendalikan emosinya, memotivasi diri, empati dan hubungan sosial dalam melakukan komunikasi dengan orang lain. Dengan adanya kemampuan memotivasi diri dan mengenali orang lain, sehingga mampu melakukan komunikasi interpersonal yang baik dengan keluarga pasien (Notoatmodjo, 2002).


(22)

Berdasarkan pengalaman dilapangan upaya komunikasi interpersonal dapat memberikan kontribusi yang cukup bermakna bagi peningkatan status kesehatan apabila dilakukan secara komprehensif pada instansi yang terkait. Peningkatan kinerja dalam hal komunikasi interpersonal akan mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan dan memberikan feed back yang tepat terhadap perubahan perilaku yang direfleksikan dalam kenaikan produktivitas.(Notoatmodjo, 2010).

Komunikasi Interpersonal (komunikasi antarpribadi) mempunyai keunikan karena selalu dimulai dari proses hubungan yang bersifat psikologis dan proses psikologis selalu mengakibatkan keterpengaruhan. Komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan umpan balik yang langsung. Pada hakekatnya komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara seorang komunikator dengan komunikan. Jenis komunikasi tersebut dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau prilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis.

Komunikasi antarpribadi selalu dihubungkan dengan pertemuan antara dua, tiga atau mungkin empat orang yang terjadi secara spontan dan tidak berstruktur. Komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi atau komunikasi tatap muka antara dua atau lebih orang. (Hidayat, 2012).


(23)

Metode komunikasi antar pribadi yang paling baik adalah konseling (councelling), karena didalam cara ini antara komunikator atau konselor dengan komunikan atau klien terjadi dialog. Mendapat lebih terbuka menyampaikan masalah dan keinginan-keinginannya, karena tidak ada pihak ketiga yang hadir.

(Notoatmodjo,2007).

Menurut Lawrence Green (1984) dalam Notoatmodjo (2010) Promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan kondusif bagi kesehatan. Berdasarkan Piagam Ottawa (Ottawa Charter: 1986), sebagai hasil rumusan Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Ottawa, Canada, menyatakan bahwa: promosi kesehatan adalah suatu proses untuk memampukan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka. Dengan kata lain, promosi kesehatan adalah upaya yang dilakukan terhadap masyarakat sehingga mereka mau dan mampu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri.

Menurut Bussard dan Ball (1966) Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya dengan seseorang. Di keluarga itu seseorang dibesarkan, bertempat tinggal, berinteraksi satu dengan yang lain, dibentuknya nilai-nilai, pola pemikiran, dan kebiasaannya dan berfungsi sebagai saksi segenap budaya luar, dan mediasi hubungan anak dengan lingkungannya. WHO (1969)


(24)

mendefenisikan Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan. Depkes RI (1988) Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut UU No. 10 tahun 1992 Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri atau suami istri dan anaknya atau ibu dan anaknya.(Setiadi, 2008).

Menurut Tjiptono (2002) sering dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dimana perubahan-perubahan berlangsung cepat, pendidikan masyarakat semakin tinggi, sehingga kebutuhan, keinginan serta tuntutan masyarakat sebagai pelanggan rumah sakit juga semakin kompleks. Untuk mewujudkan dan mempertahankan kepuasan pasien, organisasi rumah sakit harus melakukan empat hal sebagai berikut : Pertama, mengidentifikasi siapa pelanggannya. Kedua, memahami tingkat harapan pelanggan atas kualitas. Ketiga, memahami strategi kimlitas layanan pelanggan. Dan keempat, memahami siklus pengukuran dan umpan balik dari kepuasan pelanggan.

Tingkat kepuasan pelanggan sangat tergantung pada mutu atau kualitas suatu produk atau jasa yang ditawarkan (Supranto, 2001). Menurut Parasuraman et al. dalam Shahin (1994), kualitas suatu jasa sangat ditentukan oleh 5 (lima) dimensi, yakni bukti langsung (tangible), keandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (emphaty). Dimensi-dimensi


(25)

inilah yang digunakan pelanggan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan jasa, sehinggakepuasan dan ketidakpuasan akan tergantung pada 5 dimensi itu.

Parasuraman et al. dalam Shahin (1994), antisipasi kualitas atau mutu harus dilakukan oleh rumah sakit untuk tetap bertahan dan berkembang adalah dengan cara meningkatkan pendapatan dari pasien, karena pasien merupakan sumber pendapatan dari rumah sakit baik secara langsung (out of pocket). Tanpa adanya pasien, rumah sakit tidak dapat bertahan dan berkembang mengingat biaya operasional rumah sakit yang sangat tinggi. Oleh sebab itu dalam rangka meningkatkan kunjungan pasien ke rumah sakit maka rumah sakit harus mampu menampilkan dan memberikan kepuasan kepada pasien.

Salah satu cara utama mendiferensiasikan pelayanan jasa kesehatan termasuk pelayanan rawat inap adalah memberikan jasa pelayanan kesehatan yang berkualitas lebih tinggi dari pesaing secara konsisten. Kuncinya adalah memenuhi atau melebihi harapan pasien tentang kualitas pelayanan yang diterimanya. Setelah menerima jasa pelayanan kesehatan pasien akan membandingkan jasa yang dialaminya dengan jasa yang diharapkan. Jika jasa yang dialami berada dibawah jasa yang diharapkan, pasien tidak berminat lagi pada penyedia pelayanan kesehatan. Jika jasa yang dialami memenuhi atau melebihi harapan, pasien akan menggunakan penyedia pelayanan kesehatan itu lagi (Supranto, 2001).

Parasuraman et al. dalam Shahin (1994) mengidentifikasi adanya kesenjangan antara persepsi konsumen dan persepsi penyedia jasa pelayanan yang mengakibatkan


(26)

kegagalan penyampaian jasa yang berkualitas. Penyedia jasa pelayanan tidak selalu memahami secara tepat apa yang diinginkan konsumen. Lebih lanjut Parasuraman dalam Shahin (1994) menyatakan bahwa penilaian pasien terhadap kualitas ditentukan oleh dua hal, yaitu harapan pasien terhadap kualitas (expected quality) dan persepsi pasien atas kualitas (perceived quality).

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka pengukuran keberhasilan suatu perusahaan jasa dalam hal ini rumah sakit, lebih banyak ditentukan oleh penilaian dan persepsi pasien tentang kualitas pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit tersebut dengan segala unsur yang ada dalam lingkungan internal dan ekstemainya yang saling berinteraksi dan memengaruhi keberhasilan rumah sakit tersebut dalam mencapai kepuasan.

Menurut Wasisto (2000) kualitas pelayanan kesehatan dipengaruhi banyak faktor yang ada di rumah sakit sebagai suatu. sistem. Faktor-faktor tersebut adalah manajemen rumah sakit, tenaga kesehatan, pembiayaan, sarana dan teknologi kesehatan yang digunakan, serta interaksi kegiatan yang digerakkan melalui proses dan prosedur tertentu dengan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk menghasilkan jasa atau pelayanan.

Menurut Puti (2007), kualitas atau mutu dan kepuasan tidak dapat dipisahkan, seperti layaknya dua sisi mata, uang yang saling berhubungan dan memengaruhi. Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pasien untuk menjalin hubungan yang kuat dengan rumah sakit. Hubungan seperti ini dalam jangka panjang memungkinkan


(27)

rumah sakit untuk memahami dengan seksama kebutuhan dan harapan pasien. Dengan demikian, rumah sakit dapat meningkatkan kepuasan pasien dirumah sakit melalui pengalaman pasien yang menyenangkan dan meminimumkan atau meniadakan pengalaman yang kurang menyenangkan. Kepuasan pasien pada akhirnya berpengaruh terhadap kesetiaan pasien kepada rumah sakit yang memberikan mutu yang memnaskan.

Salah satu upaya agar kepuasan pasien dapat dipenuhi maka diperlukan informasi tentang apa yang dianggap penting menurut persepsi pasien dan bagaimana kinerja rumah sakit saat ini, apakah lebih memenuhi harapan pasien ataukah belum. Menurut Rangkuti (2002) tingkat harapan pelanggan (pasien) (customer expectation) merupakan salah satu cara mengukur kepuasan pasien dibandingkan dengan kepentingan rumah sakit, dengan cara ini diharapkan informasi yang diperlukan akan dapat diketahui serta faktor-faktor apa yang harus diperbaiki agar dapat memberikan kepuasan pasien yang lebih tinggi.

Supranto (2001) mendefenisikan bahwa kepuasan adalah tingkat perasaan individu terhadap kinerja atau hasil yang diterimanya yang sesuai dengan harapan. Heriandi (2006) menyatakan bahwa kepuasan pasien akan tercapai apabila setiap pasien memperoleh hasil yang optimal dari pelayanan, adanya perhatian terhadap kemampuan pasien/keluarga, memperhatikan pasien, kondisi lingkungan fisik dan memperioritaskan kebutuhan pasien. Hasil penelitian Alfisyah (2010) menemukan bahwa lebih dari setengah pasien (55%) kurang puas terhadap kualitas pelayanan


(28)

yang diberikan petugas kesehatan. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Anjaryani (2009) bahwa pasien kurang puas terhadap pelayanan petugas kesehatan sebesar (55,3%). Hal ini menggambarkan bahwa ketidakpuasan pasien dalam pelayanan masih setengahnya dari kepuasan pasien.

Hasil penelitian melalui survey CRC (Citizen Report Card) ICW pada bulan November 2009, dengan sampel 738 pasien miskin (pasien rawat inap dan jalan yang memegang kartu. Jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), Keluarga miskin (Gakin) dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) di 23 rumah sakit yang ada di lima daerah (Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, Bekasi), menunjukan bahwa pasien miskin menyatakan bahwa pengurusan administrasi rumah sakit masih rumit dan berbelit-belit (28,4%) dengan antrian yang panjang (46,9%). Pasien rawat inap misalnya mengeluhkan rendahnya kunjungan dan disiplin dokter terhadap mereka. Sedangkan pasien perempuan rawat inap mengeluhkan sikap perawat yang kurang ramah dan simpatik terhadap mereka (65,4%) (KPK Online Monitoring System, 2009).

Badan Layanan Umum (BLU) RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, merupakan rumah sakit pusat rujukan tipe Klas A Pendidikan, yang menampung pasien peserta dari Jamkesmas, JKA, Askes yang ada. di Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh. Upaya peningkatan pelayanan Kesehatan melalui penyuluhan, dianggap sangat penting dimana keberhasilan suatu rumah sakit sangat dipengaruhi oleh faktor perilaku masyarakat itu sendiri, melalui penyuluhan masyarakat dapat berperan


(29)

secara aktif untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat. Di rumah sakit pelaksanaan penyuluhan ini dilaksanakan oleh Instalasi PKMRS. Jumlah petugas yang melakukan penyuluhan keruangan adalah 2 orang dan petugas tersebut telah mendapatkan pelatihan jabatan, fungsional. Rata-rata kunjungan pertahunnya 18.533 orang dan setiap informasi mengenai kesehatan dilayani oleh petugas PKRMS. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, pada pelaksanaan kegiatan Penyuluhan kesehatan pada BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, dapat disimpulkan bahwa kegiatan penyuluhan ini mendapat respon yang baik dari pasien dan keluarga pasien. Dimana terlihat banyaknya pengunjung rumah sakit datang dan berkumpul ditempat penyuluhan yang sudah ditentukan oleh petugas PKMRS. Dalam kegiatan ini petugas selain memberikan penyuluhan juga memberikan kesempatan kepada keluarga pasien untuk bertanya dan memberikan masukan mengenai pelayanan di rumah sakit.

Penyuluhan ini selain memberikan informasi juga edukasi bagi penderita Diabetes di ruang Instalasi PKMRS. Kegiatan ini rutin dilaksanakan dengan mengundang peserta dari Jamkesmas, JKA, dan Askes. Pada kegiatan rutin ini PT.Askes bekerjasama dengan PKMRS melakukan kegiatan senam kaki dan perlombaan untuk pasien diabetes. Sebelum kegiatan penyuluhan kesehatan dilaksanakan, petugas PKMRS melalui Pusat Informasi, mengajak dan mengundang masyarakat untuk mendengarkan penyuluhan kesehatan, informasi ini mereka berikan melalui microfon, sehingga pemberitahuan tersebut jelas kedengarannya, dan mereka yang ingin mendengarkan penyuluhan langsung berkumpul di lokasi penyuluhan


(30)

yang telah ditentukan. Adapun materi yang diberikan adalah mengenai kesehatan lingkungan rumah sakit, tata tertib, gizi tumbuh kembang anak, alur berobat askes dan fasilitas yang ditanggung Askes, senam kaki bagi penderita DM dan lain-lain yang terkait dengan kesehatan.

Pelaksanaan penyuluhan kesehatan ini dilakukan dengan menggunakan fasilitas wireless dan kamera digital, sebagai dokumentasi adanya kegiatan penyuluhan. Narasumber penyuluhan kesehatan yang diundang dari berbagai macam profesi diantaranya : dokter ahli, ahli gizi, ahli kesehatan lingkungan, kesehatan masyarakat, Askes dan yang terkait dengan materi penyuluhan sehingga penyuluhan yang dilaksanakan tepat sasaran.

Metode penyuluhan yang dilaksanakan dengan menggunakan sistem dua arah, dimana narasumber memberi kesempatan pada audiens untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat mengenai topik penyuluhan yang dibicarakan. Selain kegiatan penyuluhan, petugas PKMRS juga menyebarkan informasi melalui leaflet, buklet, poster, buku tuntunan bagi pasien yang sedang dirawat. Dan melalui pusat informasi, petugas juga memberikan penyuluhan. tentang : bahaya merokok, penanggulangan. penyakit TB. Paru, tata tertib mengunjungi rumah sakit, perilaku hidup bersih dan sehat, dan lain-lain yang terkait dengan kesehatan.

Dari hasil wawancara peneliti di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, terhadap 10 orang keluarga pasien rawat inap ternyata ada 8 orang yang mengeluh. Keluhan tersebut antara lain terkait dengan buruknya pelayanan petugas kesehatan, sedikitnya kunjungan dokter pada pasien rawat inap. Buruknya pelayanan perawat


(31)

yang dirasakan pasien terutama sikap, keramahan dan kemampuan komunikasi yang yang dirasakan pasien terutama sikap, keramahan dan kemampuan komunikasi yang kurang santun.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti terhadap kotak saran di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh diperoleh bahwa tahun 2011 terdapat 96 keluhan dari 18.533 jumlah pasien rawat inap atau sekitar 0,52 % . (Inst. PKMRS). Jumlah ini sebenarnya lebih banyak lagi dari keluarga pasien tapi mereka tidak menuliskannya di kotak saran dan mereka bicara langsung kepada petugas kesehatan. Dari uraian ini dan fenomena rendahnya kepuasan keluarga pasien yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh maka peneliti ingin mengetahui "Pengaruh Komunikasi Interpersonal Petugas PKMRS Terhadap Kepuasan Keluarga Pasien Rawat Inap di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh".

2.2.Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah Apakah komunikasi interpersonal petugas PKMRS berpengaruh terhadap kepuasan keluarga pasien rawat inap di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

2.3.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitiaan ini adalah Untuk menganalisis tentang pengaruh komunikasi interpersonal petugas PKMRS terhadap kepuasan keluarga pasien rawat inap di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.


(32)

2.4.Hipotesis

Ada pengaruh komunikasi interpersonal petugas PKMRS terhadap kepuasan keluarga pasien rawat inap di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

2.5.Manfaat Penelitian

a. Secara teoritis, dapat menambah khasanah keilmuan Kesehatan Masyarakat dan dapat sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya.

b.

c.

Diharapkan petugas PKMRS di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dapat memberikan informasi komunikasi interpersonal yang baik terhadap keluarga pasiennya.

Bagi Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, sebagai bahan masukan dan tambahan wacana akademik tentang pengaruh komunikasi interpersonal petugas PKMRS terhadap kepuasan keluarga pasien rawat inap di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.


(33)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Komunikasi

2.2.1. Prinsip Dasar Komunikasi

Komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk memengaruhi perilaku orang lain. Stimulus atau rangsangan dapat berupa suara/bunyi atau bahasa lisan berupa gerakan, tindakan atau simbol-simbol yang dapat dimengerti oleh pihak lain. Oleh sebab itu reaksi atau respon dalam bentuk simbol merupakan pengaruh atau hasil proses komunikasi (Notoatmojo, 2007).

2.2.2. Unsur-unsur Komunikasi

Hubungan yang terjadi dalam suatu proses komunikasi adalah untuk mencapai tujuan dari komunikasi yang dilakukan. Dengan demikian, apabila salah satu dari unsur tersebut tidak ada, maka akan terhambatlah proses komunikasi tersebut, dan akan menyebabkan tergantungnya pencapaian tujuan dari proses komunikasi. Menurut Wilbur Schramm untuk dapat berkomunikasi itu paling sedikit diperlukan 3 (tiga) unsur, yaitu:

- the source - the message - the destination


(34)

Unsur-unsur tersebut dapat diperinci lagi ke dalam 5 (lima) unsur, yaitu: a. Source (sumber)

Yang dimaksud dengan sumber adalah pihak yang mensponsori atau ide yang melandasi kegiatan-kegiatan komunikasi. Sumber dapat merupakan sebuah lembaga, sebuah kejadian atau si penyampai pesan sendiri.

b. Encoder (Komunikator)

Komunikator adalah pihak yang menjalankan atau menyampaikan pesan dalam suatu proses komunikasi. Seorang komunikator dalam suatu proses komunikasi terkadang dapat berubah menjadi komunikan dan sebaliknya komunikan dapat berubah menjadi komunikator. Komunikator dalam melancarkan kegiatan komunikasi dapat melakukannya dalam situasi antar personal, komunikasi kelompok dan komunikasi massa.

c. Message (pesan)

Yang dimaksud dengan message adalah materi pernyataan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. Materi pernyataan ini dapat diwujudkan secara lisan dan tulisan, juga dalam bentuk gambar, warna, isyarat, dan segala lambang yang ada di alam pikiran manusia, asal saja lambang-lambang ini sama-sama dapat dipahami baik oleh komunikator maupun komunikan.

Wilbur Schramm menampilkan apa yang ia sebut ”The condition of success in comumnication” yakni kondisi yang harus dipatuhi jika kita menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki:


(35)

1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian komunikan.

2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama dimengerti. 3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikator dan

menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.

4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang layak bagi situasi kelompok dimana komunikan berada pada saat ia digerakan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.

d. Dekoder (komunikan/sasaran)

Komunikan atau sasaran adalah orang atau pihak yang menerima pesan didalam suatu kegiatan komunikasi. Komunikan dalam suatu kegiatan komunikasi dapat berbentuk:

- Masyarakat umum (general public) - Masyarakat khusus (special public)

- Individu-individu yang berasal dari suatu particular group atau massa, seperti pendengar radio, pemirsa televisi, pembaca surat kabar dan lain-lain.

e. Destination (tujuan)

Setiap komunikasi yang dilancarkan pasti mempunyai tujuan, yakni bagaimana hasil dari komunikasi yang dijalankan mendapat umpan balik yang positif. Atau dengan kata lain komunikan dapat memberikan respon/tanggapan yang merupakan umpan balik (feed back) yang positif. (Meinanda,1981)


(36)

2.2.3. Bentuk-bentuk Komunikasi

2.2.3.1. Komunikasi Interpersonal/Tatap Muka (Face to face) a. Pengertian Komunikasi

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal atau nonverbal. Komunikasi interpersonal ini adalah komunikasi yang hanya dua orang, seperti suami istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid dan sebagainya (Mulyana, 2000).

Menurut Effendi dalam Sunarto (2003), pada hakekatnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar komunikator dengan komunikan, komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat komunikasi dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.

Menurut Devito, komunikasi interpersonal adalah pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung. Dalam menerangkan komunikasi interpersonal, maka perlu dijelaskan pengertian komunikasi diadik serta komunikasi interpersonal. Karena dalam proses komunikasi interpersonal secara universal adalah karakteristik atau konsep-konsep yang relevan dengan semua bentuk komuniksi interpersonal.


(37)

Konsep-konsep ini adalah Konsep-konsep komunikasi kelompok oleh karenanya, sebagai konsekuensinya ialah bahwa dalam komunikasi interpersonal tidak ada pemecahan unit dari komunikasi diadik maupun komunikasi kelompok. Komunikasi diadik adalah komunikasi antara dua orang individu, sedangkan komunikasi interpersonal ialah komunikasi dengan pribadi sendiri.

Perlu ditekankan disini bahwa komunikasi interpersonal adalah dasar dari komunikasi interpersonal, karena tidak mungkin seseorang berbicara dengan orang lain sebelum ia sendiri mempertanyakan apa gerangan persoalan atau masalah yang ditemui dalam percakapan yang melibatkan dirinya dengan orang lain. Setelah adanya jawaban yang keluar dari dirinya sendiri, maka ia baru dapat mengeluarkan atau mengekspresikan pendapat, perasaan yang terkandung di dalam hatinya.

Sementara pada komunikasi diadik adalah bahwa setiap komunikasi interpersonal, minimal dilakukan oleh dua orang, tetapi selama tiap individu dapat berkomunikasi dengan individu lainnya dalam kelompok kecil serta dapat memperoleh umpan balik dan efek langsung, maka situasi komunikasi juga masih disebut komunikasi interpersonal.

b. Bentuk-bentuk Komunikasi Interpersonal

Bentuk komunikasi dapat dikasifikasikan menjadi dua yaitu: a) Komunikasi interpersonal verbal

b) Komunikasi interpersonal non verbal

Komunikasi interpersonal verbal menggunakan kata-kata yang meliputi bahasa lisan. Komunikasi lisan sering digunakan orang banyak, karena dapat


(38)

mewakili hal yang konkrit dalam dunia dan dapat mewakili hal yang bersifat abstrak Komunikasi interpersonal non verbal menyangkut tentang sikap, ekspresi wajah dapat digunakan untuk menyampaikan pesan (Klapper, 1960).

c. Faktor-faktor yang Memengaruhi Komunikasi Interpersonal

Menurut Devito (1989), Faktor-faktor efektivitas komunikasi interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu :

1. Keterbukaan (Openness)

Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya memang ini mungkin menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut.

Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita ucapkan. Dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk dan pada ketidakacuhan, bahkan ketidak sependapatan jauh lebih menyenangkan. Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain.


(39)

Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran (Bochner dan Kelly, 1974). Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda bertanggung jawab atasnya. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini adalah dengan pesan yang menggunakan kata saya (kata ganti orang pertama tunggal).

2.Empati (empathy)

Empati adalah sebagai “kemampuan seseorang untuk ‘mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu.” Bersimpati, di pihak lain adalah merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih. Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya, berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang yang empati mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang. Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan (1) keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau belaian yang sepantasnya.


(40)

3.Sikap mendukung (supportiveness)

Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang perumusannya dilakukan berdasarkan karya Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategis, dan (3) provisional, bukan sangat yakin.

4. Sikap positif (positiveness)

Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.

5. Kesetaraan (Equality)

Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin lebih pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam


(41)

segala hal. Terlepas dari ketidak setaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan, ketidak-sependapatan dan konflik lebih dillihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain kesetaraan tidak mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau menurut istilah Carl Rogers, kesetaraan meminta kita untuk memberikan “penghargaan positif tak bersyarat” kepada orang lain.

2.2.3.2. Komunikasi Kelompok (Forum) a. Pengertian

Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya (Arifin, 1984). Burgoon dalam (Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat.

Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama


(42)

lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah rapat untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antar pribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok.

b. Faktor-faktor Efektivitas Komunikasi Kelompok

Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan yaitu melaksanakan tugas kelompok dan memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompo disebut prestasi (performance) tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok. Untuk itu faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik kelompok, yaitu:

1. Ukuran kelompok

Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja kelompok bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok. Tugas kelompok dapat dibedakan dua macam, yaitu tugas koaktif dan interaktif. Pada tugas koaktif, masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak berinteraksi. Pada tugas interaktif, anggota-anggota kelompok berinteraksi secara teroganisasi


(43)

untuk menghasilkan suatu produk, keputusan, atau penilaian tunggal. Pada kelompok tugas koatif, jumlah anggota, berkorelasi positif dengan pelaksanaan tugas. Yakni, makin banyak anggota makin besar jumlah pekerjaan yang diselesaikan. Misal satu orang dapat memindahkan tong minyak ke satu bak truk dalam 10 jam, maka sepuluh orang dapat memindahkan pekerjaan tersebut dalam satu jam. Tetapi, bila mereka sudah mulai berinteraksi, keluaran secara keseluruhan akan berkurang.

Faktor lain yang memengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran kelompok adalah tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memerlukan kegiatan konvergen (mencapai suatu pemecahan yang benar), hanya diperlukan kelompok kecil supaya produktif, terutama, bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan sumber, keterampilan, dan kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan kegiatan yang diverges (seperti memhasilkan gagasan berbagai gagasan kreatif), diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar. Dalam hubungan dengan kepuasan, Hare dan Slater dalam Rahkmat (2004) menunjukkan bahwa makin besar ukuran kelompok makin berkurang kepuasan anggotaanggotanya. Slater menyarankan lima orang sebagai batas optimal untuk mengatasi masalah hubungan manusia. Kelompok yang lebih dari lima orang cenderung dianggap kacau, dan kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan waktu oleh anggota-anggota kelompok.


(44)

2. Jaringan komunikasi.

Terdapat beberapa tipe jaringan komunikasi, diantaranya adalah sebagai berikut: roda, rantai, Y, lingkaran, dan bintang.

Dalam hubungan dengan prestasi kelompok, tipe roda menghasilkan produk kelompok tercepat dan terorganisir.

3. Kohesi kelompok.

Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok. Mc David dan Harari dalam Jalaluddin (2004) menyarankam bahwa kohesi diukur dari beberapa faktor sebagai berikut: ketertarikan anggota secara interpersonal pada satu sama lain; ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok; sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personal. Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasan anggota, kelompok, makin kohesif kelompok makin besar tingkat kepuasan anggota, kelompok. Dalam kelompok yang kohesif, anggota merasa aman dan terlindungi, sehingga komunikasi menjadi bebas, lebih terbuka, dan lebih sering. Pada kelompok yang kohesifitasnya tinggi, para anggota terikat kuat dengan kelompoknya, maka mereka makin mudah melakukan konformitas. Makin kohesif kelompok, makin mudah anggota-anggotanya tunduk pada norma kelompok, dan makin tidak toleran pada anggota yang devian.


(45)

4. Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah faktor yang paling menentukan keefektifan komunikasi kelompok. Klasifikasi gaya kepemimpinan yang klasik dilakukan oleh White dan Lippit (1960). Mereka mengklasifikasikan tiga gaya kepemimpinan: otoriter; demokratis; dan laissez faire. Kepemimpinan otoriter ditandai dengan keputusan dan kebijakan yang seluruhnya ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan demokratis menampilkan pemimpin yang mendorong dan membantu anggota kelompok untuk membicarakan dan memutuskan semua kebijakan. Kepemimpinan laissez faire memberikan kebebasan penuh bagi kelompok untuk mengambil keputusan individual dengan partisipasi dengan partisipasi pemimpin yang minimal.

2.3. Kepuasan

2.2.2. Pengertian Kepuasan

Kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa Latin ”satis” (artinya cukup baik, memadai) dan ”facio” (melakukan atau membuat). Kepuasan bisa diartikan sebagai ”upaya pemenuhan sesuatu memadai”. Oxford Advanced Learner’s Dictionary (2000) mendeskripsikan kepuasan sebagai ” Perasaan baik yang kamu miliki ketika kamu mendapatkan sesuatu atau ketika sesuatu yang kamu inginkan ada kemudian ada”, “usaha untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan”, dan ”Suatu cara yang dapat diterima dalam menangani komplain, hutang, kecelakaan, dll” Richard L.


(46)

Oliver (1997) dalam bukunya berjudul ”Satisfaction: A Behavioral Perspective on the Consumer” menyatakan bahwa semua orang paham apa itu kepuasan, tetapi begitu diminta mendefenisikannya, kelihatannya tak seorangpun tahu.(Tjiptono, 2011)

Kepuasan dan ketidak puasan merupakan perbandingan antara harapan kinerja sebelum membeli dan persepsi kinerja yang diterima konsumen setelah membeli. Jika harapan kinerja sebelum membeli lebih besar dari kinerja yang ditema setelah membeli maka dikatakan konsumen mengalami ketidakpuasan. Sebaliknya jika harapan kinerja sebelum membeli lebih kecil dari persepsi kinerja yang diterima setelah membeli maka kosumen mengalami kepuasan, Peter, dan Olson dalam Usmara (2003).

Kebutuhan dan keinginan pasien adalah hal penting untuk dipahami yang dapat memengaruhi kepusan pasien. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas maka pasien akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa sesuai pilihannya, tetapi bila tidak puas pasien akan menceritakan dua kali lebih buruk tentang pengalaman yang telah dialami.

Kepuasan pelanggan atau bisa disebut pelanggan pada industri rumah sakit merupakan konsep yang sangat terkenal dan senantiasa digunakan pada berbagai disiplin ilmu. (Andreassen, 1994). Terdapat banyak defenisi mengenai kepuasan pelanggan, diantaranya adalah Oliver (1989) dalam Supranto (2001) yang mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan karakteristik pelanggan yang merasa surprise atas harapan Tse dan Wilson (1988) menyarankan bahwa kepuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi yang dirasakan antara harapan


(47)

sebelumnya dan kinerja (performa), Parasurraman et al, dalam Shahin (1994); Engel et al. (1994) dalam Supranto (2001) mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli yang mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan. Defenisi-defenisi mengenai kepuasan pelanggan tersebut secara umum menyebutkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi atas post consumtion suatu barang dan jasa.

Menurut Sebayang (2004), pengertian kepuasan pasien adalah merupakan nilai subyektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan, walaupun subyektif tetapi tetap ada dasar obyektif, artinya walaupun penilaian itu dilandasi oleh hal pengalaman masa lalu pendidikan, situasi phsikis waktu itu: tetap akan didasari oleh kebenaran dan kenyataan obyektif yang ada. Tidak semata-mata menilai buruk kalau memang tidak ada pengalaman yang menjengkelkan, tidak semata-mata bilang baik bila memang tidak ada. Suasana yang menyenangkan yang dialami.

Penilaian kepuasan pasien penting diketahui karena : a. Bagian dari kualitas pelayanan

Kepuasan pasien merupakan bagian dari kualitas pelayanan, karena upaya pelayanan haruslah dapat memberikan kepuasan tidak semata-mata kesembuhan belaka.

b. Berhubungan dengan pemasaran rumah sakit


(48)

d. Pasien yang puas akan datang lagi, kontrol atau membutuhkan pelayanan yang baik.

e. Iklan dari mulut ke mulut akan menarik pelanggan yang baru. f. Berhubungan dengan prioritas

Peningkatan pelayanan dalam dana yang terbatas, peningkatan pelayanan harus selektif, dan sesuai dengan kebutuhan pasien.

Salah satu faktor yang menentukan kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan atas performance atau jasa dalam memenuhi harapan pelanggan. Pelanggan merasa puas apabila harapannya terpenuhi atau akan sangat puas jika harapan pelanggan terlampaui. Persepsi didefenisikan sebagai proses dimana individu memilih mengorganisasikan, serta mengartikan stimulus yang diterima melalui alat inderanya menjadi suatu makna, meskipun demikian, maka dari proses persepsi tersebut juga terpengaruhi pengalaman masa lalu individu yang bersangkutan. (Rangkuti, 2002).

Selanjutnya adalah harapan, harapan pelanggan diyakini mempunyai peranan yang besar dalam menentukan kualitas produk (barang dan jasa) dan kepuasan pelanggan. Pada dasarnya ada hubungan yang erat antara penentuan kualitas dengan kepuasan pelanggan. Dalam mengevaluasinya, pelanggan akan menggunakan harapannya sebagai standar atau acuan. Dalam konteks kepuasan pelanggan pada umumnya harapan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya. (Parasuraman, et al, dalam Shahin (1994).


(49)

2.2.2. Model Kepuasan Pelanggan

Paradigma diskonfimasi merupakan model yang paling banyak digunakan dan dijadikan acuan (Churchill & Surprenant, 1982; La Tour & Peat, 1977; Oliver, 1980; Spreng, MacKenzie & Olshawsky, 1996; Tse & Wilton, 1988). Paradigma ini menegaskan bahwa kepuasan/ketidakpuasan purnabeli ditentukan oleh evaluasi konsumen terhadap perbedaan antara ekspektasi awal (atau standar pembanding lainnya) dan persepsi terhadap kinerja produk aktual setelah pemakaian produk.

Berdasarkan konsep Zone of Indifference yang diadopsi dari Erevelles & Leavit (1992), Santos & Boote (2003 mengidentifikasi empat tipe keadaan afektif purnabeli: (1) delight; (2) kepuasan (indiferen positif); (3) acceptance (inferen negatif); dan (4) ketidak puasan. Keempat keadaan afektif (delight, kepuasan, acceptance, dan ketidakpuasan) berpengaruh terhadap tindakan efektif, yaitu perilaku komplain dan complimenting behavior.

Stauss & Neuhaus (1997) mengembangkan model kepuasan kualitatif, mereka membedakan tiga tipe kepuasan dan dua tipe ketidakpuasan berdasarkan kombinasi antara emosi-emosi spesifik terhadap penyedia jasa, ekspektasi menyangkut kapabilitas kinerja masa depan pemasok jasa, dan minat berperilaku untuk memilih lagi penyedia jasa bersangkutan. Tipe-tipe kepuasan dan ketidakpuasan tersebut adalah demanding satisfaction, stable satisfaction, resigned satisfaction, stable dissatisfaction, dan demanding dissatisfaction. (Tjiptono, 2011).


(50)

2.3.3. Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Ada beberapa metode yang bisa dipergunakan setiap perusahaan untuk mengukur dan memantau kepuasan pelanggannya dan pelanggan pesaing. Dan mengidentifikasi dalam empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan: sistem keluhan dan saran, ghost shopping, lost customer anlysis, dan survei kepuasan pelanggan.

1. Sistem Keluhan dan Saran

Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer-oriented) perlu menyediakan kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi para pelanggannya guna menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang digunakan bisa berupa kotak saran yang ditempatkan di lokasi-lokasi strategis (yang mudah dijangkau atau sering dilewati pelanggan), kartu komentar (yang bisa diisi langsung maupun yang dikirim via pos kepada perusahaan), saluran telepon khusus bebas pulsa, websites, dan lain-lain.

2. Ghost Shopping (Mystery shopping)

Salah satu cara memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk berperan atau berpura-pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan dan pesaing.

3. Analisa Pelanggan yang Hilang (Lost Customer Analysis)

Sedapat mungkin perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan/ penyempurnaan selanjutnya.


(51)

4. Survei Kepuasan Pelanggan

Sebagian besar riset kepuasan pelanggan dilakukan dengan menggunakan metode survei, baik survei melalui pos, telepon, e-mail, websites, maupun wawancara langsung. (Tjiptono, 2011)

2.3.4. Strategi Kepuasan Pelanggan

Pada umumnya setiap perusahaan menerapkan strategi bisnis kombinasi antara strategi ofensif dan defensif. Strategi ofensif terutama ditujukan untuk meraih atau mendapatkan pelanggan baru. Melalui strategi ini, perusahaan berharap dapat meningkatkan pangsa pasar, penjualan, dan jumlah pelanggannya.

Strategi defensif meliputi usaha mengurangi kemungkinan customer exit dan beralihnya pelanggan ke pemasar lain. Tujuan strategi defensif ini adalah untuk meminimalisasi customer tunover atau memaksimalkan customer retention dengan melindungi produk dan pasarnya dari serangan para pesaing. Salah satu cara untuk mencapai tujuan ini adalah dengan meningkatkan kepuasan pelanggan saat ini.

Strategi defensif terdiri atas dua bentuk, yaitu rintangan beralih (switching barries) dan kepuasan pelanggan. Dalam strategi rintangan beralih, perusahaan berupaya menciptakan rintangan pengalihan tertentu supaya para pelanggan merasa enggan, rugi, atau perlu mengeluarkan biaya besar untuk berganti pemasok. Strategi kepuasan pelanggan menyebabkan para pesaing harus berusaha keras dan memerlukan biaya tinggi dalam usahanya merebut pelanggan sebuah perusahaan spesifik. Satu hal yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa kepuasan pelanggan merupakan strategi jangka panjang yang membutuhkan komitmen, baik menyangkut dana maupun sumber daya manusia (Tjiptono, 2011).


(52)

2.4. Perilaku

2.4.1 Pengertian Perilaku

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisms – Respon.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua :

1. Perilaku tertutup (convert behavior)

Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.


(53)

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

2.4.2 Klasifikasi Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu respon seseorang (organisms) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance).

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.

2. Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau sering disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking behavior).

Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan.

3. Perilaku kesehatan lingkungan

Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya.


(54)

2.4.3 Domain Perilaku

Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2003), membagi perilaku itu didalam 3 domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang terdiri dari ranah kognitif (kognitif domain), ranah affektif (affectifie domain), dan ranah psikomotor (psicomotor domain). Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk kepentingan pengukuran hasil, ketiga domain itu diukur dari pengetahuan, sikap dan tindakan.

a. Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, telinga, hidung, dsb). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indera pendengaran dan mata. Pengetahuan atau kognitif merupakakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan seseorang

a. Faktor Internal faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensia, minat, kondisi fisik.

b. Faktor Eksternal faktor dari luar diri, misalnya keluarga, masyarakat, sarana. c. Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar, misalnya strategi dan metode


(55)

Menurut Andersen & Krathwohl (2001), dimensi pengetahuan terdiri dari empat jenis pngetahuan, yaitu: pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedur, dan pengetahuan metakognitif. Perbedaan antara pengetahuan-pengetahuan faktual dan pengtahuan konseptual perlu dijelaskan disini, perlu perbedaan antara pengetahuan elemen-elemen kandungan yang tidak berkembang atau tertutup dan terpisah contohnya istilah-istilah dan fakta-fakta dengan pengetahuan bagian-bagian pengetahuan yang lebih tersusun dan lebih luas (contohnya konsep-konsep, prinsip-prinsip, model-model, atau teori-teori).

a. Pengetahuan faktual meliputi elemen-elemen dasar yang para ahli gunakan dalam menyampaikan disiplin ilmu akademis mereka, memahaminya dan mengaturnya secara sistematis. Elemen-elemen ini biasanya dapat diberikan pada orang-orang yang bekerja pada beragam bentuk disiplin antara elemen-elemen tersebut disajikan, mereka memerlukan sedikit atau tidak ada perubahan dari elemen atau penerpan yang digunakan pada elemen lainnya.

b. Pengetahuan konseptual meliputi skema-skema, model-model, mental dan teori-teori eksplisit dan implisit dalam model-model psikologis kognitif yang berbeda, skema-skema, model-model dan teori-teori ini menunjukkan pengetahuan yang seseorang miliki.

c. Pengetahuan prosedur (terminologi) meliputi nama-nama dan simbol-simbol verbal dan non verbal tertentu (contohnya: kata-kata, angka-angka, tanda-tanda, dan gambar-gambar) setiap pokok bahasan berisi sejumlah besar nama-nama dan simbol, baik verbal maupun non verbal, yang memiliki rujukan tertentu, mereka


(56)

berada pada bahasan disiplin dasar jalan pintas yang digunakan para ahli untuk mengungkapkan apa yang mereka ketahui.

d. Pengetahuan metakognitif yaitu pengetahuan yang detail dan elemen yang spesifik mengacu pada pengetahuan peristiwa-peristiwa, tempat, orang-orang, tanggal, sumber informasi dan semacamnya. Hal ini dapat melibatkan informasi yang sangat tepat dan spesifik, seperti tanggal yang tepat dari suatu peristiwa atau besarnya fenomena dengan tepat. Hal ini dapat juga meliputi informasi perkiraan seperti periode waktu dimana suatu peristiwa terjadi atau besarnya tata cara yang dapat terpisah, elemen terpisah berlawanan dengan elemen-elemen yang hanya dapat dikethui dalam kontek yang lebih jelas.

b. Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan 1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).


(57)

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

c. Praktik atau Tindakan (practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan faktor dukungan (support) praktik ini mempunyai beberapa tingkatan:

1. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama

2. Respon terpimpin (guide response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat kedua.


(58)

3. Mekanisme (mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mancapai praktik tingkat tiga.

4. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu (recall). Pengucuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

Menurut penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yakni

1. Kesadaran (awareness)

Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)

2. Tertarik (interest)


(59)

3. Evaluasi (evaluation)

Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Mencoba (trial)

Dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5. Menerima (Adoption)

Dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

2.4.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku

Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), ada tiga faktor yang merupakan penyebab perilaku, yaitu faktor pendorong (predisposing) seperti pengetahuan, sikap, keyakinan, dan nilai yang berkenaan dengan motivasi seseorang untuk bertindak. Faktor kedua adalah faktor pendukung (enabling) yaitu tersedianya fasilitas, sarana atau prasarana yang mendukung dan memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Faktor ketiga adalah faktor penguat (reinforcing) seperti keluarga, tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas kesehatan dan juga termasuk undang-undang atau peraturan-peraturan baik yang dan pusat maupun kebijakan daerah yang terkait dengan kesehatan.

2.4.5 Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku

Menurut WHO yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perubahan perilaku itu dikelompokkan menjadi tiga yaitu :


(60)

1. Perubahan alamiah

Sebagian perubahan alamiah disebabkan oleh perubahan alam yang terjadi. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat di dalamnya juga akan mengalami perubahan.

2. Perubahan terencana

Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek. 3. Kesediaan untuk berubah

Apabila tedadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang akan mengadopsi inovasi tersebut dengan cepat dan sebagian mengadopsi secara lambat. Hal ini menegaskan bahwa setiap orang di dalam suatu masyarakat mempunyai kesediaan untuk berubah.

2.5 Rumah Sakit

2.4.3 Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit dalam bahasa Inggris disebut hospital. Kata hospital berasal dari kata bahasa latin hospital yang berarti tamu. Secara lebih luas kata itu bermakna menjamu para tamu. Memang menurut sejarahnya, hospital atau rumah sakit adalah suatu lembaga yang bersifat kedermawanan (charitable), untuk merawat pengungsi atau memberikan pendidikan bagi orang-orang yang kurang mampu atau miskin, berusia lanjut, cacat, atau para pemuda. (Kepmenkes RI, No. 1426/MENKES/SK/XII/2006).


(61)

Rumah sakit adalah saran kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara merata dengan mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit dalam suatu tatanan rujukan, serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga dan penelitian. Rumah sakit juga merupakan institusi yang dapat memberi keteladanan dalam budaya hidup bersih dan sehat serta kebersihan lingkungan (Depkes RI, 2003).

2.4.4 Fungsi Rumah Sakit

Adapun fungsi-fungsi yang harus diselenggarakan oleh rumah sakit adalah: a. Menyelenggarakan pelayanan medis, yang meliputi rawat jalan, rawat inap, rawat

darurat, bedah sentral, perawatan intensif, dan kegiatan pelayanan medis lain. b. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan non medis, yang meliputi

radiologi, farmasi, gizi, rehabilitasi, medis, patologi klinis, patologi anatomi, pemulasaran jenasah, pemeliharaan sarana rumah sakit, dan penunjang medis lain. c. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan.

d. Menyelenggarakan pelayanan rujukan. e. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan. f. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan. g. Menyelenggarakan administrasi umun dan keuangan.

2.8. Promosi Kesehatan

Berdasarkan WHO promosi kesehatan adalah suatu proses yang bertujuan memungkinkan individu meningkatkan kontrol terhadap kesehatan dan


(62)

mengingkatkan kesehatannya berbasis filosofi yang jelas mengenai pemberdayaan diri sendiri (self empowerment) “Promosi Kesehatan adalah kombinasi berbagai dukungan menyangkut pendidikan, organisasi, kebijakan dan peraturan perundang-undangan untuk perubahan lingkungan dan perilaku yang menguntungkan kesehatan” (Maulana, 2009).

Promosi Kesehatan rumah sakit adalah bagian dari pendidikan kesehatan dengan memberi informasi tentang kesehatan kepada pasien, keluarga pasien juga petugas yang bekerja di rumah sakit.

Menurut Ewles & Simnett (1994), promosi kesehatan adalah memperbaiki kesehatan atau mendorong untuk menempatkan kesehatan sebagai kebutuhan yang lebih tinggi pada agenda individu ataupun dalam masyarakat. Aspek promosi kesehatan yang mendasar bertujuan untuk melakukan pemberdayaan sehingga orang memiliki keinginan lebih besar terhadap aspek kehidupan yang mempengaruhi kesehatan. Dengan peningkatan pengetahuan maka informasi masalah kesehatan akan membantu individu maupun masyarakat untuk tanggap dengan masalah kesehatannya dan cepat bertindak untuk mencari tahu ke tempat pelayanan kesehatan atau untuk mendapatkan pengobatan (Hartono, 2010).

Promosi kesehatan dilakukan dengan perencanaan melaui tahap analisis untuk mengetahui permasalahan dan apa yang menjadi penyebabnya, dilakukan penyusunan program agar dapat dilakukan penyelesaian permasalahan tersebut (Diagnan dan Carr, 1992).


(63)

bahwa promosi kesehatan merupakan “the process of enabling individuals and communities to increase control over the determinants of health and thereby improve their health” (proses mengupayakan individu-individu dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan dalam mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan, dengan demikian meningkatkan derajat kesehatan). Di Indonesia promosi kesehatan dirumuskan sebagai “upaya untuk meningkatakan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat agar dapat menolong dirinya sendiri serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan” (Depkes RI, 2005b).

2.5.1. Promosi Kesehatan oleh Rumah Sakit

Jika promosi kesehatan rumah sakit ditetapkan di rumah sakit, maka dapat dibuat rumusan sebagai berikut: Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) adalah upaya rumah sakit meningkatkan kemampuan pasien kelompok masyarakat agar dapat mandiri dalam mempercepat kesembuhan dan rehabilitasinya, klien dan kelompok-kelompok masyarakat dapat mandiri dalam meningkatkan kesehatan, mencegah masalah-masalah kesehatan dan mengembangkan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat sesuai sosial budaya mereka serta didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Depkes RI, 2008).

Sebagaimana tercantum dalam keputusan menteri Nomor 1114/MENKES/SK/VII/2005 tentang pedoman pelaksanaan promosi kesehatan di daerah, Promosi Kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan


(1)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hsail dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan penelitian ini adalah :

1. Berdasarkan hasil uji chi square terdapat hubungan keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan dalam melakukan komunikasi interpersonal terhadap kepuasan keluarga pasien rawat inap di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

2. Hasil analisa multivariat dengan uji regresi logistik berganda memperlihatkan ada pengaruh antara variabel keterbukaan dan empati dalam komunikasi interpersonal memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan keluarga pasien rawat inap di RSUD dr. Zainoel Banda Aceh.

6.2 Saran

Adapun saran dari penelitian ini adalah :

1. Kepada petugas PKMRS di BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh sebagai pemberi penyuluhan kepada keluarga pasien rawat inap agar tidak menilai orang yang berbicaram memahami konteks, pembicaraan, menghargai pemberi informasi dan tidak mendikte orang lain dalam komunikasi interpersonal.


(2)

2. Agar petugas dapat meningkatkan pelayanannya dalam bentuk memberikan komunikasi yang jelas dan efektif.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Agustin Mieke, 2003. Analisis Pelaksanaan PKRS (Promosi Kesehatan Rumah Sakit) di Pelayanan Kesehatan Sint Carolus Jakarta. Tesis FKM UI.

Alfisyah, 2010 Tingkat Kepuasan Pasien di Ruang Penyakit Dalam Pria Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pidie Tahun 2011. Dibuka pada tanggal 16 Maret

Andreassen, For Wallin, 1994 “Satisfaction Loyality and Repulation Indicators of Costumer Orientation in the Public Sector”, International Journal of Public Sector Management, Vol 7.

Anjaryani WD, 2009 Kepuasan Pasien Rawat Inap Terhadap Pelayanan Perawat di RSUD Tugurejo Semarang. Dibuka tanggal 16 Maret 2011.

Anima, 2009 Empati Sebuah Resonansi dari Perasaan. Diakses tanggal 10 Juli 2012;

Departemen Kesehatan RI (2000) Panduan Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit. Jakarta

_____________, 2008 Petunjuk Teknis Promosi Kesehatan Rumah Sakit. Jakarta _____________, 2002 Sejarah Promosi Kesehatan. Promosi Kesehatan Online

webmaster @ Promkes.go.id 07 Januari 2006

_____________, 2003 Panduan Promosi Kesehatan Rumah Sakit, Jakarta. _____________, 2005a Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan, Jakarta

_____________, 2005b Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di daerah, Jakarta _____________, 2010 http//www.Kemenkesstandart PKRS, 2010

Devito, 1989, The Interpersonal Communication Book

Dignan, M.B., Car, PA, 1992 Program Planning for Health Education and Promotion, Philadelphia, 1992.


(4)

Ewles, L, Simnett, 1994., Promosi Kesehatan, Terjemahan oleh Ova, E., Gadjah Mada University

Ghozali, Imam 2005. Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS, Edisi Ketiga, BP Universitas Diponegoro, Semarang

Gibson, James, L, Ivancevic, Donnely, 1997. Organisasi dan Manajemen : Perilaku, Struktur dan Proses (terjemahan Djakarsih), Jakarta : Erlangga

Hartono Bambang, 2010, Promosi Kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit, Jakarta; Rineka Cipta

Hasibuan, Malayu. S.P., 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Bina Aksara

Heriandi, 2006. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Tingkat Kepuasan Pasien di Instalasi Rawat Jalan RSOB. Dibuka pada tanggal 2 Maret 2011. heriandi-2433kq=faktor.

Kempul.com. 2009 Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Rumah Sakit. Maulana, DJ. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC

Meinanda Teguh, Pengantar Ilmu Komunikasi dan Jurnalisitk, Armico, Bandung 1981

Muhammad, Arni, 2009. Komunikasi Organisasi. Jakarta : Bumi Aksara.

Mulyana Deddy, 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.

Notoatmodjo Soekidjo, 2003, Pendidikan dan Perilaku, Rineka Cipta, Jakarta.

____________, 2005 Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Jakarta; Rineka Cipta, Jakarta

____________, 2007 Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku, Rineka Cipta, Jakarta ____________, 2010 Promosi Kesehatan, Jakarta, Rineka Cipta.


(5)

Parasuraman, A Zeithami V.A, and Berry LL, 1988, Servequal : A Multiple Item Measuring Costumer Perception of Service Quality, Journal of Retailing.

Praktikto, Riyono, Lingkaran-lingkaran Komunikasi, Alumni, Bandung, 1982.

Puti, P, 2007. Pengaruh Persepsi Pasien Partikular tentang Kualitas Pelayanan terhadap Tingkat Loyalitas di Ruang Rawat Inap di RS Islam Malahayati Medan Tahun 2007, Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Meda

Rahkmat Jalaluddin. 2008, Psikologi Komunikasi, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.

Rangkuti, F., 2002. Measuring Customer Satisfaction, Cetakan Ketiga. PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta.

____________, 2005. Riset Pemasaran. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Riduwan, 2010. Metode dan Teknik Penyusunan Tesis, Penerbit Alfabet, Bandung. Robbin, S.P, 2002. Perilaku Organisasi, Jakarta : Penerbit Erlangga.

Sastroasmoro, Sudigdo dan Ismail, Sofyan, 2002. Dasar-dasar Metodologi Klinis Edisi ke 2. Penerbit CV. Sagung Seto, Jakarta.

Sebayang, MT., 2004. Analisis Hubungan Mutu Pelayanan Kesehatan dengan Kepuasan Pasien RSU dr. Pirngadi Medan. Tesis Program Magister Administrasi Rumah Sakit, Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Setiani L, 2005. Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat, Bogor Ghalia Indonesia.

Shahin, Arash, 1994 Serqual and Model of Service Quality Gaps. A Framework for Determinan and Prioritizing Critical Factors in Delivering Quality Services, Department of Management, University of Isfahan Iran.

Singarimbun, M. 1989. Metodologi Penelitian Survei, Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3S), Yogyakarta.

Stoner, James, A.F. 1992. Manajemen. (Terjemahan Agus Maulana). Jakarta : Penerbit Erlangga.


(6)

Sunarto, 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Citra Aditya Bakti, Bandung. Supranto, J, 2000. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Menaikkan

Pangsa Pasar. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Thoha, Miftah, 2007. Perilaku Organisasi : Konsep Dasar dan Aplikasinya. Cetakan ke 17, Jakarta: PT. Rajagraifndo Persada.

Tjiptono Fandy, 2002, Strategi Pemasaran, Penerbit Andi diterjemahkan oleh Hendra Teguh., PT. Prenhallindo, Yogyakarta.

___________, 2004, Pemasaran Jasa Bayumedia Publishing, Malang.

Tjiptono Fandy & Gregorius Chandra, 2004, Service Quality & Satisfaction, Yogyakarta, Penerbit ANDI.

___________, 2011, Service, Quality & Satisfaction, Edisi 3, Yogyakarta, Penerbit ANDI.

Tse LK dan PC. Wilson, 1988. Metode of Consumer Satisfaction formation : an Extension”, Journal of Marketing Research. Vol 25.

Usmara. A., 2003. Strategi Baru Manajemen Pemasaran. Amara Book. Yogyakarta. Wasisto, B, 2000. Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit, Cermin Dunia

Kedokteran, Edisi Khusus, No. 90, Jakarta.

Wiryanto, 2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.