KONSEP DIRI REMAJA VEGETARIAN

KONSEP DIRI REMAJA VEGETARIAN

  

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

  

Disusun Oleh :

Marmili Yartini

NIM 999114122

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  ‘

  Seratus ribu gajah, Seratus ribu kuda, Seratus ribu kereta yang ditarik bagal, Seratus ribu gadis

  Yang dipercantik dengan perhiasan dan anting-anting

Kesemuanya tidak seharga seperenam bela s

Satu langkah maju

  Ku persembahkan Untuk MAMA, yang terka sih

  

ABSTRAK

KONSEP DIRI REMAJA VEGETARIAN

Marmili Yartini

Universitas Sanata Dharma

  

Yogyakarta

2007

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran konsep diri dan faktor– faktor yang mempengaruhi terbentuknya konsep diri pada remaja vegetarian. Konsep diri adalah pandangan seseorang tentang dirinya sendiri Acocella.

  Subjek penelitian adalah remaja dengan kriteria berusia 15-17 tahun penganut Buddhis alliran Maitreya, dan sudah menjalani vegetarian jenis pure vegetarian lebih dari satu tahun. Subjek penelitian sebanyak satu orang dan diperoleh dengan tekhnik voluntarily sampling.

  Pengumpulan data diperoleh dengan menggunakan teknik wawancara dan observasi dengan batasan kajian dimensi konsep diri menurut Acocella J.R & Calhoun F. J. Analisis data yang digunakan adalah analisis induktif.

  Hasil penelitian ini menunjukan (1) konsep diri remaja vegetarian secara menyeluruh adalah relatif positif; (2) konsep diri remaja vegetarian sub dimensi pengetahuan sosial relatif negatif; (3) faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri remaja vegetarian adalah hubungan dengan teman sebaya, hubungan keluarga, identifikasi, dan reaksi orang lain.

   Kata kunci : konsep diri, remaja, vegetarian

  

ABSTRACT

THE SELF CONCEPT OF VEGETARIAN ADOLESCENCE

Marmili Yartini

Universitas Sanata Dharma

  

Yogyakarta

2007

  The purpose of this study was to obtain a description of the self concept and the factors which have an effect to self concept of vegetarian adolescence. Self concept is his personal view of himself,

  The subject in the study is adolescence with age range from 15 to 17 years old, and Buddhist maitreya and has been purely vegetary more than one years. Voluntarily sampling was used to obtain a sample of one subject.

  Data of this study was gained by interview, and observation with theory of sub dimension of self concept by Acocella J.R & Calhoun F. Data analysis used in this research is induktif analysis method .

  Results of this research are (1) Self concept of vegetarian adolescence is relative positive (2) Self concept of vegetarian adolescence in sub dimension of social knowledge is relative negative (3) The factors which have effect to self concept of vegetarian adolescence are relationship with peers, relationship with family, identification, and other people reaction. Key word : self concept, adolescence, vegetarian

  KATA PENGANTAR Terpujilah Sang Hyang Adi Buddha, berkat kamma baik dan usaha serta kerja keras penulis akhirnya mampu menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul

  “Konsep Diri Remaja Vegetarian”. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam upaya menyelesaikan tugas akhir ini, antara lain

  Ibu Sylvia CMYM., S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing yang 1. telah banyak memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini. Bapak P. Eddy Suhartanto S.Psi., M.Si. selaku Dekan Fakultas 2. Psikologi Universitas Sanata Dharma. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

  3. Mas Gandhung, Mbak Nanik, Mas Doni, Mas Muji atas semua 4. bantuannya. Untuk Pak Gie dengan semua ketulusannya dalam bekerja.

  5. Mama, yang nggak pernah cape mengingatkan aku untuk 6. menyelesaikan studi. Henny, untuk semua bantuan dan pengorbananmu di awal kuliahku 7. dan juga terima kasih karna telah menjadi seorang kakak yang baik dan kuat, nggak pernah mengeluh walau adeknya banyak dan bandel-bandel terutama aku dan juga untuk Ko Lim-lim dan pink kecil yang ceriwis. Untuk lily, seorang kakak dan teman dalam mengatasi semua 8. masalah keluarga kita Untuk adek- adekku, Dina (ayo cepet, selesaikan kuliahmu), Lita 9. (skripsinya cepat diselesaikan ya, biar bisa terbang yang jauh), Lisan ‘Beck’ (nggak kebayang kalo kamu dah kuliah & kerja juga),

  Liki’Owen’( yang terkecil harus jadi yang tersukses ok!) dan untuk Hendra(wherever you been, we here as your family) Ko Charles, trims karena bisa nerima aku apa adanya.

10. Helen, kamsia telah menjadi teman diskusi dan bercerita dalam 11.

  banyak hal. Untuk Oma yang galak, Ko Hen & Cie Afni, Nathan & Sakya yang 12. telah memberikan dukungan moral dan material selama ini. Della, Sisil, Erna, Velly, teman-teman yang banyak memberikan 13. pengalaman berharga dalam hidupku. Yuyun, Asti, Rani, Dian, Ana, dan semua teman-teman 14. seperjuangan. Anathapindika, ‘Ye, makasih atas bantuanmu nyariin buku selama 15. aku kuliah, walau kita gak bisa sama-sama tapi aku selalu menganggapmu seorang teman yang sangat membangun.

  Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu 16. Semoga dengan jasa dan kebajikan yang telah dilakukan dapat membuahkan kebahagiaan. Dengan segala keterbatasan yang dimiliki, penulis menyadari bahwa pembuatan tugas akhir ini tidak luput dari berbagai kekurangan, Semoga dalam keterbatasannya skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Semoga Semua Makhluk Hidup Berbahagia

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i

  HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii HALAMAN PENGESAHAN iii

  HALAMAN MOTTO iv

  HALAMAN PERSEMBAHAN v

  PERNYATAAN KEASLIAN KARYA vi ABSTRAK vii

  ABSTRACT

  viii KATA PENGANTAR ix

  DAFTAR ISI x

  DAFTAR TABEL xi

  BAB I. PENDAHULUAN

  1

  1 A. Latar Belakang Masalah

  6 B. Rumusan Masalah

  6 C. Tujuan Penelitian

  7 D. Manfaat Penelitian

  BAB II. LANDASAN TEORI

  8

  8 A. Konsep Diri

  8

  9

  2. Dimensi - Dimensi konsep Diri

  3. Proses Terbentuknya konsep Diri & Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Konsep Diri

  13

  16

  4. Penggolongan Konsep Diri & ciri – Cirinya

  18 B. Remaja

  18

  1. Pengertian Remaja

  19

  2. Usia Masa Remaja

  20

  3. Tugas Perkembangan Masa Remaja

  20

  4. Konsep Diri Remaja

  22 C. Vegetarian

  22

  1. Pengertian Vegetarian

  23

  2. Aspek – aspek Vegetarian

  32

  3. Jenis Vegetarian

  33 D. Konsep Diri Remaja Vegetarian

  BAB III. METODE PENELITIAN

  36

  36 A. Jenis Penelitian

  37 B. Subjek Penelitian

  37 C. Prosedur Pengambilan Sampel

  38 D. Batasan Kajian Penelitian

  39 E. Metode Pengambilan Data

  40

  2. Observasi

  41 F. Metode Analisis Data

  42 G. Keabsahan Data Penelitian

  42

  1. Kredibilitas

  44

  2. Dependabilitas

  45

  3. Konfirmabilitas

  BAB IV. PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN SERTA PEMBAHASAN

  46

  46 A. Pelaksanaan Penelitian

  48 B. Identitas Subjek Penelitian

  49 C. Latar Belakang Subjek Penelitian

  50 D. Hasil Penelitian

  50

  1. Wawancara

  50

  2. Observasi

  52 E. Tabel Dinamika Psikologis

  56 F. Analisis Data Hasil Penelitian

  56

  1. Gambaran Umum Remaja Vegetarian

  59

  2. Kondisi Fisik Dan Psikologis

  63

  3. Hubungan Dengan Lingkungan Sekitar

  65

  4. Konsep Diri BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN

  74 A. Kesimpulan

  74 B. Saran-saran

  75 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 1 Tabel Dinamika Psikologis

  53 Tabel 2 Tabel Gambaran Umum

  56 Tabel 3 Tabel Kondisi Fisik

  59 Tabel 4 Tabel Kondisi Psikologis

  60 Tabel 5 Tabel Hubungan Dengan Lingkungan Sekitar

  63 Tabel 6 Tabel Konsep Diri

  66

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah suatu masa yang selalu menarik untuk dibicarakan,

  hal tersebut dikarenakan posisinya yang tidak jelas dalam satu masa perkembangan kehidupannya. Disatu sisi remaja sudah tidak mau lagi diperlakukan sebagai anak-anak yang harus selalu diarahkan dan dibimbing, disisi yang lainnya dia belum bisa diperlakukan sebagai orang dewasa. Karena posisinya yang kurang begitu jelas tersebut maka seringkali banyak remaja yang mengalami kesulitan ataupun mengalami konflik-konflik tertentu dalam menghadapi masa perkembangan tersebut.

  Remaja lebih merasa tertarik kepada agama dan keyakinan spiritual dari pada anak-anak karena pemikiran abstrak mereka yang semakin meningkat dan pencarian identitas yang mereka lakukan membawa mereka pada masalah-masalah agama dan spiritual (Spilka dalam Santrock, 1996).

  Disisi lain agama dan keyakinan spiritual pada remaja menjadi bagian yang cukup penting dalam jiwa remaja. Sebagian orang berpendapat bahwa agama bisa mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak dewasa ini. Remaja sendiri butuh adanya suatu pedoman atau petunjuk dalam rangka mencari jalannya sendiri, juga dibutuhkan untuk menuju kematangan

  Di indonesia, keberadaan agama menjadi salah satu faktor penting dalam mengendalikan tingkah laku remaja. Hal ini disebabkan karena agama memang mewarnai kehidupan masyarakat setiap hari. Tidak saja dalam peringatan hari-hari besar agama atau upacara-upacara pada peristiwa-peristiwa khusus tetapi juga dalam tingkah laku biasa sehari-hari (Sarwono, 2006). Salah satu lembaga keagamaan tersebut adalah lembaga keagamaan umat Buddha.

  Lembaga keagamaan umat Buddha di Indonesia yakni WALUBI (Perwalian Umat Buddha Indonesia) yang terdiri dari berbagai aliran/sekte yaitu Majelis Mahayana Buddhis Indonesia (MAHABUDHI), Majelis Ijmat Buddha Mahayana Indonesia (MAJUBUMI), Majelis Agama Buddha Tantrayana Kasogatan Indonesia (KASOGATAN), Majelis Agama Buddha Tantrayana Satya Buddha Indonesia (MADHA TANTRI), Majelis Umat Buddha Theravada Indonesia (MATHBTHI), Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia (MAPANBUMI), Majelis Rohaniwan Tridharma seluruh Indonesia (MARTRISIA), Majelis Agama Buddha Tantrayana Indonesia (THARPALING), Persaudaraan Vihara Buddha Mahayana Indonesia (PERVIBUMI), Lembaga keagamaan Buddha Indonesia (LKBI) dan Budhis Vihara maitreya.

  Secara historis Budhisme Maitreya adalah bagian dari Buddhissme Mahayana sebab Buddhisme Maitreya memiliki kaitan yang erat dengan Buddhisme Mahayana yang amat popular. Dalam perkembangan hingga kebentuknya yang sekarang Buddhisme Maitreya memiliki doktrin dan garis kepatriatan yang langsung dan kontinue dari Buddhisme Dhyana/Zen (Hu She, 1992:8).

  Ajaran Buddhisme Mahayana, untuk mencapai KeBuddha-an haruslah melalui semangat Bodhisatva yaitu perjuangan pengorbanan demi kebahagiaan dan keselamatan semua makhluk didunia. Penekanan pada ajaran kasih sayang, dan cinta yang memandang semua makhluk adalah bagian dari dirinya yang memiliki watak Buddhata yang sama. Pandangan Mahayana bahwa semua makhluk memiliki watak Buddhata dan dapat mencapai Ke-Buddha-an seperti Sang Buddha (Chau Ming, 1994:46).

  Buddhisme Dhayana/ Zen yang merupakan bagian dari Buddhiisme Mahayana juga meyakini inti ajaran Buddhis atau spirit of Buddhis terletak pada spiritual atau kesadaran watak Buddhata yang hidup dan eksis dalam raga setiap makhluk. Sang Buddha pada saat momen pencerahan-Nya bersabda: “Sungguh menakjubkan ternyata semua makhluk hingga seekor ulat sekalipun memiliki raga Vairobuddha” . Oleh karena itu, setiap makhluk hidup mempunyai hak atas dunia (Chau Ming, 1994:46).

  Berdasarkan falsafah Buddhisme Maitreya ini, umat Buddhis Vihara Maitreya menjalankan pola perilaku vegetarian, yaitu pola perilaku yang tidak mengkonsumsi daging, ikan, unggas maupun segala produk daging. semua produk yang bersifat nabati. Pola perilaku vegetarian ini, dijalankan dalam rangka memberikan keseimbangan kehidupan untuk mencapai tujuan hakiki kehidupan manusia.

  Pola perilaku vegetarian dalam perspektif keagamaan, dilakukan untuk menjaga keseimbangan dan keselarasan dengan alam, karena Tuhan telah menciptakan alam berserta isinya yang sangat seimbang, mempunyai ekologi yang begitu sempurna sehingga manusia wajib memelihara, serta melestarikan alam beserta isinya dan juga untuk membangkitkan rasa kasih, sayang, dan cinta kepada semua manusia dan mahkluk hidup sehingga memulai untuk vegetarian (Rozin, 1996).

  Umat Buddhis Vihara Maitreya yang berpola perilaku vegetarian, selain dari golongan dewasa, juga terdapat golongan remaja.

  Remaja memiliki pemikiran tentang siapakah diri mereka dan apa yang membuat mereka berbeda dengan yang lain. Mereka memegang erat identitas dirinya dan berpikir bahwa identitas ini bisa menjadi lebih stabil. Banyak perubahan yang dialami remaja baik itu perubahan biologis maupun psikologis, mereka tidak hanya mengalami perubahan dalam dirinya akan tetapi juga perubahan sikap yang ditujukan oleh orang tua, pendidik, pengasuh, dan teman sebaya. Mereka sangat berperan membantu remaja dalam menemukan identitas dirinya. Gambaran dan penilaian seseorang tentang dirinya disebut sebagai konsep diri. Konsep diri merupakan motif sosial, emosional, aspirasi, dan prestasi (Hurlock, 1990; 58). Pada masa remaja, pembentukan konsep diri dianggap sangat penting, karena konsep diri akan mempengaruhi sukses atau gagalnya seseorang dalam mengatasi persoalan dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan dalam tahap selanjutnya (Erickson, dalam Partosuwido 1979). Remaja mempunyai tugas utama mencari dan menegaskan eksistensi dan jati dirinya, mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, mencari arah dan tujuan, serta menjalin hubungan dengan orang yang dianggap penting (Purwadi, 2004). Konsep diri sebagai produk sosial tumbuh dan berkembang melalui interaksi sosial dalam lingkup pergaulan individu.

  Bagi remaja lingkungan sosial bisa memberikan gambaran ideal bagi dirinya dan pada kenyataannya mereka dituntut untuk bisa memenuhi gambaran tersebut (Hurlock 1990 : 234) gambaran ideal ini bisa berupa nilai, sikap, norma, serta aturan yang berlaku dalam masyarakat. Remaja mulai bisa belajar mengenal, melihat, dan mengetahui apa yang harus ia lakukan untuk bisa memenuhi harapan-harapan lingkungan sosial.

  Lingkungan sosial remaja dan remaja saling mendukung. Lingkungan sosial memberikan gambaran dan masukan tentang apa dan bagaimana individu menurut penilaian mereka, dan ini penting sekali bagi perkembangan konsep diri remaja.

  Konsep diri merupakan evaluasi tehadap domain yang spesifik dari hidupnya, antara lain akademik, penampilan fisik dan lain sebagainya. Konsep diri adalah gambaran seseorang mengenai dirinya (Calhoun &Acocella, 1993). Konsep diri menjadi faktor penting dalam diri remaja karena konsep diri mencakup bagaimana individu dapat menerima dan menghargai diri sendiri berkaitan dengan kelebihan dan kekurangan yang terdapat dalam dirinya, dimana konsep diri ini bersifat dinamis dan selalu mengalami perubahan. Konsep diri ini terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan manusia dari kecil hingga dewasa. Proses pembentukan diri ini dipengaruhi oleh berbagai aspek seperti pola asuh, lingkungan, pengalaman, kritik internal (Rini, 2002).

  Dinamika remaja yang melakukan pola kehidupan vegetarian tersebut sedikit banyak memberikan kontribusi atau pengaruh pada pembentukan konsep diri mereka. Remaja vegetarian mengalami perubahan yang menyeluruh terhadap pola kehidupan mereka sehari-hari. Remaja vegetarian memiliki pengalaman dan lingkungan yang memberikan berbagai perubahan atau dinamika kehidupan. Sesuai dengan apa yang peneliti perhatikan remaja vegetarian memiliki perbedaan dalam berperilaku sehari-hari dengan remaja pada umumnya, hal ini berkaitan dengan aturan-aturan yang harus mereka jalani sebagai umat Buddha yang menjalani vegetarian.

  Dari sinilah muncul ketertarikan peneliti untuk melakukan penelitian terhadap remaja vegetarian berkaitan dengan gambaran konsep diri mereka. Apakah pola hidup vegetarian mempengaruhi gambaran konsep diri remaja tersebut.

  B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah gambaran konsep diri pada remaja vegetarian ?

  C. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah tersebut diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran konsep diri dan mencoba mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya konsep diri pada remaja vegetarian.

  D. Manfaat Penelitian

  Jika tercapainya tujuan penelitian tersebut diatas, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : Bagi Penulis a. Kegiatan peneitian ini merupakan kesempatan berharga untuk menerapkan teori yang diperoleh selama kuliah di fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

  Penelitian ini diharapkan dapat mendatangkan manfaaat bagi remaja khususnya yang berhubungan dengan konsep diri.

  Bagi Pihak lain c. Pembaca maupun peminat dibidang psikologi perkembangan, hasil. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi bagi penelitian sejenis.

BAB II DASAR TEORI A. KONSEP DIRI

1. Pengertian Konsep Diri Konsep diri adalah seluruh pandangan seseorang tentang dirinya.

  Pandangan itu berasal dari bagaimana seseorang melihat dirinya, bagaimana pemikiran dan pendapat tentang dirinya, bagaimana sikapnya terhadap dirinya (Noesjirwan, 1979). Brooks (dalam Rakhmat, 2000) mendefinisikan konsep diri sebagai pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial, dan fisik, dan bukan hanya gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian seseorang tentang dirinya sendiri.

  Pengertian konsep diri menurut Hurlock (1990) adalah gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri. Konsep diri merupakan gabungan keyakinan yang dimiliki orang langsung dari mereka sendiri yang mencakup karakteristik fisik, psikologis, emosional, aspirasi, dan prestasi.

  Konsep diri menurut Fitts (dalam Tarakanita, 2002) adalah sesuatu konstruk sentral untuk mengenal dan mengerti manusia dan sifatnya fenomenologis yang berarti terdapat prinsip dasar bahwa manusia bereaksi terhadap dunia fenomenal seseorang. Aspek yang paling penting yaitu dirinya Konsep diri ini mengandung unsur penilaian dan mempengaruhi perilaku seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain.

  Pengertian menurut Santrock (1996), konsep diri merupakan evaluasi terhadap domain yang spesifik dari diri. Konsep diri berbeda dengan rasa percaya diri.

  Berdasarkan uraian diatas, maka disimpulkan bahwa konsep diri adalah gambaran seseorang tentang dirinya sendiri, sebagaimana diri diamati, dipersepsi, dan dialami oleh orang tersebut.

2. Dimensi-Dimensi Konsep Diri

  Menurut Acocella J.R & Calhoun F. J (1993), konsep diri memiliki beberapa aspek, yaitu a. Aspek Pengetahuan ( Knowledge), adalah dimensi pertama dalam konsep diri yang merupakan dimensi yang diketahui oleh seseorang tentang dirinya sendiri. Aspek ini memberikan gambaran tentang keadaan diri sendiri (self picture). Gambaran mengenai diri sendiri akan membentuk citra diri (self image). Aspek ini merupakan data yang bersifat objektif. Misalnya jenis kelamin, pekerjaan, suku, kebangsaan.

  b. Aspek Harapan ( Expectations), pada saat seseorang mempunyai satu set pandangan tentang siapa dirinya, maka orang tersebut juga mempunyai pandangan lain tentang kemungkinan orang

  Calhoun&Acocella, 1990). Pandangan ini akan mengakibatkan orang tersebut memiliki pengharapan bagi dirinya sendiri.

  c. Aspek Evaluasi (Evaluation), adalah dimensi ketiga dari konsep diri. Setiap hari individu selalu memberikan penilaian terhadap dirinya sendiri, apakah saya dapat melakukan seperti yang saya harapkan, dan apakah saya dapat memenuhi apa yang menjadi standar saya. Berzonnsky (1981) menyatakan bahwa untuk mengerti konsep diri seseorang dapat dilihat melalui penilaian terhadap diri-dirinya, penilaian tersebut terdapat dalam beberapa aspek berikut, yaitu:

  a. Aspek fisik, meliputi penilaian individu terhadap segala sesuatu yang dimilikinya seperti tubuh, pakaian, dan benda miliknya.

  b. Aspek psikis, di dalamnya terdapat pikiran, perasaan, dan sikap yang dimiliki individu terhadap dirinya sendiri.

  c. Aspek sosial, meliputi bagaimana peran sosial yang diperankan individu dan penilaian individu terhadap peranan tersebut.

  d. Aspek moral, meliputi nilai dan prinsip yang memberi arti serta arah bagi kehidupan seseorang.

  Hurlock (1990) menyatakan bahwa konsep diri seseorang terdiri dari beberapa komponen, antara lain sebagai berikut :

a. Konsep diri dasar (the basic self concept)

  Konsep diri dasar sama dengan konsep diri real, menurut pandangan seseorang tentang suatu atau hal-hal yang benar-benar ada dalam dirinya, mencakup penilaian dirinya, kemampuan dan ketidakmampuan, status, peranan, keyakinan, aspirasi, dan nilai- nilai. Individu memandang dirinya sebagaimana adanya, bukan diri yang diinginkannya.

  b. Konsep diri sementara (the trainsitority self concept) Pandangan seseorang tentang diri yang diharapkan dan diri yang sebenarnya, jadi individu mempunyai gambaran diri yang dia yakini saat ini sifatnya sementara dan akan segera dilepas.

  c. Konsep diri sosial ( the social self concept) Didasarkan pada keyakinan tentang penerimaan orang-orang lain terhadapnya melalui perkataan dan perbuatan biasa disebut “gambaran cermin” (mirror image).

  d. Konsep diri ideal (the ideal self concept) Konsep tentang diri sendiri yang diharapkfan dan diyakini seharusnya terjadi. Konsep diri ideal dapat bersiat realistis dalam arti dapat dicapai secara nyata, namun dapat juga tidak realistis karena apa yang diinginkan tidak akan pernah terjadi dalam kenyataan hidup. Menurut Fitts (dalam Tarakanita, 2002) konsep diri dapat dipahami a. Dimensi internal, terdiri dari

  • Diri identitas, merupakan kumpulan label dan simbol yang digunakan seseorang untuk menggambarkan dirinya,. Diri identitas ini dapat dipengaruhi oleh cara seseorang berinteraksi dengan lingkungan dan dengan diri sendiri.
  • Diri penilaian, yang mempunyai fungsi mengamati dan menilai, memberikan standar dan memberikan perbandingan terhadap dirinya.
  • Diri pelaku, ,merupakan persepsi seseorang terhadap tingkah lakunya atau caranya bertindak.

  b. Dimensi eksternal, terdiri dari

  • Diri fisik, merupakan persepsi seseorang terhadap keadaan fisik, kesehatan, penampilan dan gerakan motoriknya.
  • Diri etik-moral, merupakan persepsi individu tentang dirinya ditinjau dari standar pertimbangan nilai – nilai moral dan etika.
  • Diri personal, merupakan perasaan individu terhadap nilai-nilai pribadi, terlepas dari keadaan fisik dan hubungannya dengan orang lain dan sejauh mana individu merasa adekuat sebagai pribadi
  • Diri keluarga, merupakan perasaan dan harga diri individu sebagai anggota keluarga dan teman-teman dekatnya.

  • Diri sosial, merupakan penilaian individu terhadap dirinya dalam interaksi dengan orang lain dalam lingkungan yang lebih luas.
  • Diri akademi/ kerja, merupakan penilaian yang berkaitan dengan penilaian ketrampilan dan prestasi akademik.

  Berdasarkan pemaparan diatas maka peneliti cenderung menggunakan teori tentang dimensi-dimensi konsep diri menurut Acocella J.R & Calhoun F. J, dengan pertimbangan dimensi-dimensi tersebut dianggap cukup mewakili beberapa pendapat dari beberapa ahli.

3. Proses Terbentuknya Konsep Diri & Faktor-faktor Yang Mempengaruhi

  Terbentuknya Konsep Diri Menurut Symonds (dalam Partosuwido, 1979), konsep diri bukanlah terjadi dengan sendirinya, tetapi terbentuk sejak kemampuan perspektif anak mulai berfungsi. Melalui proses pengalaman belajar terus menerus terhadap diri sendiri, kemudian berkembang pula atas dasar nilai-nilai yang dipelajari dari interaksi sosial dengan orang lain.

  Konsep diri bukanlah bawaan sejak lahir, melainkan dalam perkembangannya konsep diri merupakan hasil dari proses belajar dan berinteraksi. Gunarsa dan Gunarsa (1986) mengatakan bahwa pada dasarnya konsep diri itu tersusun atas tahapan-tahapan yaitu :

a. Konsep diri primer

  Konsep diri primer terbentuk atas dasar pengalaman seseorang Pengalaman-pengalaman yang berbeda yang ia terima melalui anggota rumah dari orang tua, paman, nenek atau anggota rumah yang lain.

  Konsep tentang bagaimana dirinya banyak bermula dari perbandingan antara dirinya dengan saudara yang lain, sedangkan konsep terntang bagaimana aspirasi ataupun tanggung jawabnya dalam kehidupan ini banyak ditentukan atas dasar pendidikan ataupun tekanan-tekanan yang datang dari orangtuanya.

b. Konsep diri sekunder

  Setelah bertambah besar, ia akan mempunyai hubungan yang lebih luas dari pada sekedar hubungan dalam lingkungan keluarganya, ia mempunyai banyak teman, lebih banyak kenalan sehingga ia lebih banyak pengalaman. Akhirnya anak akan mempunyai sikap diri yang baru yang berbeda dengan apa yang sudah terbentuk dari rumah. Terbentuknya konsep diri sekunder ini banyak ditentukan oleh konsep diri primer yang sudah terbentuk, dan orang akan cenderung memilih teman yang sesuai dengan konsep diri sebelumnya yang sudah terbentuk.

  Dengan demikian konsep diri bukanlah faktor keturunan atau sifat bawaan sejak lahir, namun merupakan faktor-faktor yang dipelajari dan terbentuk dari interaksi individu dengan individu lainnya. Pertama dengan lingkungan keluarganya lalu melalui hubungan individu dengan lingkungan yang lebih luas. Menurut Argyyle (dalam Soenarji, 1988) terdapat empat

  • Reaksi orang lain

  Reaksi yang tidak biasa dari seseorang akan mempengaruhi dan dapat mengubah konsep diri, apabila reaksi ini muncul dari orang lain yang memiliki arti bagi individu maka reaksi ini dapat mempengaruhi perkembangannya.

  • Pembandingan dengan orang lain

  Konsep diri sangat tergantung kepada bagaimana cara orang tersebut membandingkan dirinya dengan orang lain.

  • Peranan seseorang

  Setiap orang memainkan peran yang berbeda-beda, didalam setiap peran tersebut individu diharapkan akan melakukan perbuatan dengan cara-cara tertentu.

  • Identifikasi terhadap orang lain

  Anak-anak khususnya mengagumi orang dewasa, mereka seringkali mencoba menjadi pengikut orang dewasa antara lain dengan meniru keyakinan, nilai, dan perbuatan mereka. Proses ini menyebabkan anak merasa mereka memiliki beberapa sifat dari orang yang dikaguminya. Model tersebut biasanya mereka ambil dari keluarga (orang tua, saudara, kerabat), lingkungan (guru, pemuka

4. Penggolongan konsep Diri & Ciri-Cirinya

a. Konsep diri positif

  Konsep diri positif diartikan sebagai evaluasi diri positif, penghargaan diri yang positif. Pengetahuan yang luas dan beragam tentang diri sendiri, harapan yang masuk akal serta harga diri yang tinggi. (Burns, dalam Limbong, 2002).

  Konsep diri positif menurut William (dalam Rakhmat, 2000) adalah orang yang yakin akan kemampuannya dalam mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengemukakan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.

  Konsep diri positif menurut Hamachek (dalam Rakhmat, 2000) adalah orang yang betul-betul meyakini nilai-nilai dan prinsip-prinsip tertentu serta bersedia mempertahankannya walaupun menghadapai tantangan, berani mengubah prinsip bila ternyata pengalaman dan bukti-buktinya ternyata salah, mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik, tidak terlalu cemas akan apa yang akan terjadi hari esok, masa lalu, dan sekarang.

  Memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan, menerima diri apa adanya dan mampu menikmati hidup secara utuh dalam berbagai kegiatan seperti, pekerjaan, permainan, maupun persahabatan.

  Berdasarkan paparan diatas maka peneliti menarik kesimpulan bahwa orang yang memiliki konsep diri positif adalah orang yang meyakini nilai-nilai dan prinsip-prinsip tertentu serta bersedia mempertahankannya serta mampu mengatasi tantangan dan persoalan yang dihadapinya.

b. Konsep diri negatif

  Konsep diri yang negatif sama dengan evaluasi diri yang negatif , rasa tidak suka terhadap diri, kurang menghargai dirinya, pengetahuan yang tidak tepat, harapan yang salah dan harga diri yang rendah (Burns, dalam Limbong, 2002). Orang yang memiliki konsep diri negatif peka terhadap kritik dan responsif terhadap pujuan, penghargaan terhadap dirinya, merasa tidak diperhatikan, tidak disenangi dan pesimis terhadap kompetisi.

  Orang yang memiliki konsep diri negatif mempunyai pengetahuan yang tidak tepat tentang dirinya sendiri, pengharapan yang tidak realistis dan harga diri yang rendah. Biasanya hal ini menghambat lancarnya hubungan sosialyang dilakukan dengan orang lain. Anggapan bahwa orang lain tidak suka akan dirinya , peka terhadap keritik dan pesimis terhadap kehidupan menyebabkan ia enggan menjalin hubungan dengan orang lain (Calhoun & Acocella, 1990).

  Menurut Fitts (dalam Partosuwido, 1979) ciri-ciri individu yang memiliki konsep diri rendah adalah tidak menyukai dan menghormati diri sendiri, memiliki gambaran yang tidak pasti terhadap dirinya, sulit mendefinisikan diri sendiri dan mudah terpengaruh dari luar, tidak mempumyai pertahanan psikologis yang membantu menjaga tingkat harga dirinya. Merasa asing dan aneh terhadap diri sehingga sulit bergaul, mengalami kecemasan negatif dan tidak mampu mengambil manfaat dari pengalaman tersebut.

  Berdasarkan uraian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa orang yang memiliki konsep diri negatif adalah orang yang mempunyai gambaran dan pengetahuan yang tidak tepat mengenai dirinya sehingga ia menjadi tidak suka dan tidak menghormati dirinya.

B. REMAJA

  1. Pengertian Remaja Remaja diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial. fungsi seksual, proses berfikir abstrak sampai dengan kemandirian (Santrock, 1996).

  Berdasarkan teori Erikson remaja berada pada tahap perkembangan ke lima yaitu identitas VS kekacauan identitas,pada tahap ini individu dihadapkan pada pertanyaan siapa mereka, mereka itu sebenarnya apa, dan kemana sebenarnya mereka akan menuju dalam hidupnya. Remaja dihadapkan akan banyak peran baru dalam hidupnya (Santrock,1996).

  Menurut Rifai (1984), masa remaja merupakan taraf perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana mereka sudah tidak dapat lagi disebut anak kecil namun belum dapat disebut orang dewasa, disebut juga masa psysiological learning dan social learning , hal ini berarti bahwa pada masa ini individu sedang mengalami suatu pematangan fisik dan pematangan sosial. Kedua hal ini serempak terjadi pada waktu bersamaan.

2. Usia Masa Remaja

  Secara umum masa remaja dibagi menjadi dua bagian yaitu awal masa dan akhir masa remaja. Masa remaja awal (early adolescence) kira-kira sama dengan masa sekolah menengah pertama, dan mencakup kebanyakan perubahan pubertas. Masa remaja akhir (late adolescence) menunjuk kira- kira setelah usia 15 tahun, minat pada karir, pacaran dan eksplorasi diri menjadi lebih nyata pada masa ini.

  Subjek penelitian adalah remaja berusia 15 tahun, jadi termasuk

3. Tugas Perkembangan Masa Remaja

  Tugas – tugas perkembangan remaja menurut Havighurst ( Hurlock, 1980)

  • Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya
  • baik pria maupun wanita
  • Mencapai peran sosial
  • Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif
  • Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab
  • Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya
  • Mempersiapkan karir ekonomi
  • Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
  • Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku ideologi.

4. Konsep Diri Remaja

  Perkembangan masa remaja sangat dipengaruhi oleh konteks dimana mereka berada. Latar belakang lingkungan, sosio kultural masyarakat sekitar maupun latar belakang keluraga akan ikun memberikan corak dan arah proses perkembangan maupun proses pembentukan identitas remaja yang

  Menurut Hurlock(1980) konsep diri remaja dipengaruhi oleh beberapa kondisi, yaitu:

  • Usia kematangan, remaja yang matang lebih awal akan diperlakukan hampir seperti orang dewasa, sehingga mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lebih baik.
  • Penampilan diri, perbedaan fisisk mengakibatkan remaja memiliki perbedaan dalam konsep diri.
  • Kepatutan seks, dalam penampilan diri, minat dan perilaku membantu remaja dalam mencapai konsep diri yang baik,
  • Nama dan julukan, remaja peka dan merasa malu bila teman sekelompok memberikan nama dan julukan yang bernada cemooh.
  • Hubungan keluarga, remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasikan dirinya dengan orang tersebut.
  • Teman-teman sebaya, keberadaan teman-teman sebaya mempengaruh kepribadian remaja dalam dua cara yaitu,
  • Konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang dirinya
  • Ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui oleh kelompoknya
  • Kreatifitas, remaja yang masa kanak-kanak didorong agar lebih kreatif
persaan individualitas dan identitas yang berpengaruh baik dalam pembentukan konsep dirinya.

  • Cita-cita, bila remaja punya cita-cita yang tidak realistik, ia akan mengalami kegagalan, hal ini akan menimbulkan perasaan tidak mampu dan reaksi-reaksi bertahan dimana ia akan menyalahkan orang lain atas kegagalannya.

  Selain kondisi-kondisi diatas, stereotipe yang populer juga mempengaruhi. Sangat mudah menempelkan stereotipe tertentu pada seseorang, termasuk golongan tertentu, stereotipe adalah suatu kategori umum yang merefleksikan kesan dan keyakinan kita tentang manusia, semua stereotipe merujuk pada citra tentang seperti apa anggota dari kelompok tertentu( Santrock, 1996). Banyak stereotipe tentang remaja, menurut Daniel Offer (Santrock, 1996) remaja digambarkan sebagai orang yang mudah tertekan dan terganggu, mereka memasuki masa dewasa dengan integrasi dari pengalaman sebelumnya.

C. VEGETARIAN

1. Pengertian Vegetarian

  Geoffrey L. Rudd, mantan sekretaris the British Vegetarian Society pada tahun 1842 menyatakan bahwa vegetarian bukanlah berasal dari kata vegetables (sayuran), melainkan berasal dari bahasa latin yakni vegetus yang veget dipakai di Inggris untuk mengatakan seseorang yang kuat dan sehat. Menu makanan yang veget adalah makanan yang berguna bagi kesehatan dan stamina tubuh (Wang Che Kuang, 2001:3).

  Vegetarian dapat diartikan sebagai seseorang yang sama sekali tidak memakan makhluk berjiwa. Baik makhluk berjiwa yang hidup di darat seperti: ayam, bebek, babi, sapi, kambing ataupun makhluk yang hidup di udara seperti: semua jenis burung atau unggas amapun juga dilaut seperti: ikan, udang, kepiting, kerang, tripang, lobster (Sumantri, 2005:1).

  Hidup vegetarian merupakan hidup yang tidak mengakibatkan kematian bagi makhluk lain. Seorang yang telah lama bervegetarian akan merasakan sekali pancaran kedamaian dari jiwanya dengan kandungan nilai- nilai spiritual yang kental. Sang Buddha bersabda “Ada persamaan antara manusia dengan hewan”. Artinya manusia ada kewajiban memelihara hewan, namun tidak berhak untuk membunuhnya, untuk itulah vegetarian menjadi penting dalam kehidupan seseorang (Bodhi, 2002:53).

  2 . Aspek-aspek Vegetarian

  a. Aspek tidak membuat penderitaan bagi makhluk lain Setiap manusia tidak ingin dilukai, disakiti, bahkan tidak segan menangis untuk memohon kepada orang lain agar tidak disakiti, demikian juga sama halnya dengan makhluk-makhluk lain seperti hewan. Mereka pada dasarnya memiliki perasaan yang begitu halus terhadap lingkungannya.

  Mereka akan menjaga lingkungannya selayak mereka menjaga dirinya terkadang terlihat sapi tersebut meneteskan air mata, sapi tersebut hanya pasrah menghadapi nasibnya. Tidak jauh berbeda dengan seorang penjahat saat divonis, ia akan menangis serta memohon ampunan. Dalam keadaan seperti itu tidak ada kebahagiaan dan tawa ria.

  Dalam sebuah cerita ketika Sang Buddha menerima semangkok susu sapi, Sang Buddha merasakan getaran kesedihan, kedukaan, dan kepiluan sehingga bertanya kepada muridnya, “darimana susu ini diperoleh?” dari induk sapi yang baru tujuh hari melahirkan anaknya”, jawab sang murid.

  “kembalikan kepada induk sapi, berikanlah pada anaknya yang membutuhkan”. Inilah cinta kasih Sang Buddha yang tidak ingin mendatangkan penderitaan bagi makhluk lain. Bagaimanapun hewan mempunyai perasaan yang sama dengan manusia (Bodhi, 2002:54).

  Praktek vegetarian ini tidak bisa dilepaskan dari kepercayaan Buddhisme Maitreya yang dianggap ganjil di mata pemeluk agama lainnya.

  Buddhisme Maitreya pada umumnya percaya bahwa praktek makan daging adalah sama dengan membunuh, dan praktek itu mengakibatkan penderitaan yang tiada henti karena akan selalu ada balas membalas antara yang memakan daging dan yang dimakan dagingnya.

  Perang atau pembunuhan manusia atas manusia lainnya berawal dari meja makan. Jeritan kesakitan dan tangisan pilu hewan yang dibunuh untuk dimakan dagingnya adalah salah satu suara penderitaan yang didengar oleh kandungan, demi tidak mendatangkan penderitaan bagi makhluk yang bernyawa (http://www.ivs-online.com).

  Umat manusia mempunyai tingkat pendidikan berbeda, pemahaman berbeda, penafsiran berbeda, kesadaran dan pengendalian diri yang berbeda pula. Kadang kala walaupun tahu, tetapi tidak dilaksanakan dalam artian semakin tinggi tingkat pengetahuan manusia harus diimbangi dengan pengendalian diri. Oleh karena kekacauan di dunia ini lebih banyak diperparah oleh yang memiliki pengetahuan tinggi tetapi tidak diimbangi dengan pengendalian diri yang berasal dari hati nurani.

  Semakin meningkatnya kesadaran umat beragama dan semakin banyak peminat kehidupan spiritual yang lebih menekankan pada pencarian ketenangan batin dan kebahagiaan, dimana kearifan pada masa lampau yang pernah dipraktekkan oleh leluhur manusia kembali dibangkitkan oleh kelompok Vegetarian meskipun di kalangan umat Buddha dan pelaku vegetarian sendiri dewasa ini masih kurang informasi dan pemahaman tentang vegetarian tersebut. Informasi tentang kelompok vegetarian khususnya pemahaman mereka terhadap konsep vegetarian, sejarah vegetarian, motivasi dan manfaatnya ( http://www.vegetariantimes.com ).

  b. Aspek cinta kasih terhadap semua makhluk Manusia menjadi kejam dan membunuh sesamanya karena tidak adanya rasa cinta kasih di dalam dirinya yang mengakibatkan antar manusia dilakukan terhadap hewan. Jika manusia telah meyakini akan makna cinta kasih sesama makhluk maka tidak akan terjadi pembunuhan dengan alasan untuk mencukupi kebutuhan vitamin di dalam tubuh manusia. Dengan bervegetarian maka sesungguhnya manusia telah mengurangi karma buruk, segala kenikmatan dan cita mulut dapat dikorbankan.

  “Manusia dengan segala kelengkapan fasilitas, ternyata tidak merasakan adanya berkah di dalam hidupnya, ini merupakan sifat dasar manusia yang tidak pernah merasa cukup terhadap sesuatu yang telah diperolehnya. Padahal dengan bervegetarian cenderung lebih menguasai emosi, lebih patuh karena tidak lagi menuruti hawa nafsu. Dengan bervegetarian akan membuat jiwa ataupun rohani lebih kuat” (Bodhi, 2002:54-55).

  Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa makan makanan dengan wajar akan mendatangkan kedamaian bagi jiwa manusia. Makan bukanlah sekedar meletakkan makanan diatas lidah. Kegiatan makan hanya bermanfaat bila makanan itu dikunyah, ditelan, dicernakan, diserap kedalam darah, kemudian diubah menjadi otot dan tulang, tenaga serta kekuatan, agar mesin badan ini dapat bekerja, diperlukan bahan bakar yaitu berupa makanan. Makanan itu sendiri bukanlah pengurbanan, tetapi makanan memungkinkan manusia melakukan pengurbanan. Karena itu, kegiatan makan tidak boleh dipandang rendah seolah-olah hanya memenuhi selera rakus. Kegiatan makan Sarasamuccaya menjelaskan ajaran Ahimsa dengan lengkap dan mendalam serta terkait dengan belas kasihan kepada setiap makhluk.

  Di dalam kitab Surangama Sutra dikatakan: “Ananda, aku mengijinkan para Bhikshu untuk memakan lima jenis daging yang murni. Daging ini sebenarnya diwujudkan oleh kekuatan spiritualKu. Sebenarnya tiada kehidupan di dalamnya. Kalian para Brahmana hidup ditengah-tengah suatu iklim yang panas dan lembab, dan di tanah yang berbatu-batu dan berpasir tersebut, sayuran tidak akan tumbuh, karenanya aku harus menolong kalian dengan kekuatan spiritual dan belas kasihKu.

  Oleh karena kebaikan dan belas kasih luar biasa ini, (kuciptakan) daging yang sesuai dengan selera kalian. Setelah ParnirvanaKu, bagaimana bisa mereka yang makan daging bisa disebut murid-murid Shakya? Engkau mengetahui bahwa orang yang makan daging ini dapat memperoleh kesadaran dan mungkin nampak berada dalam samdhi, namun mereka semua adalah para raksasa. Ketika buah karma dari mereka matang, mereka akan tenggelam kelautan pahit kelahiran dan kematian. Mereka bukanlah murid- murid Buddha. Orang semacam ini membunuh dan saling memakan satu sama lainnya di dalam lingkaran tanpa akhir.

  Pengendalian diri dapat diperoleh atau dilatih dengan tidak makan daging sebagai alternatif. Oleh karena itu, sebagai manusia yang dikaruniai akal dan pikiran, harus berpikir bijaksana dalam memilih makanan apa yang makhluk lain. Konsep ini dikenal dengan konsep Live and let live. Konsep Vegetarian juga merupakan salah satu bagian dari cinta kasih terhadap semua makhluk hidup. Untuk menerapkan konsep ini dalam kehidupan, manusia harus berperan menjaga keseimbangan ekosistem, salah satu caranya adalah dengan tidak membunuh binatang untuk dimakan atau menjadi vegetarian (Taniputera, 2003:163).

  Manusia berlomba mencari pekerjaan, motif utamanya hanyalah sekedar untuk bisa makan tetapi setelah mendapatkan rejeki ternyata tidak tahu cara makan apa yang perlu atau boleh dimakan dan apa yang tidak boleh dimakan. Makan hendaknya bukan untuk kenikmatan lidah, tetapi mestilah dengan kesadaran untuk memelihara tubuh agar bisa dipakai untuk melakukan pelayanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa dan Negara.

  Makanan ini harus mengandung unsur-unsur yang diperlukan tubuh.