BAB III LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA ASURANSI JIWA 3.1 Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa 3.1.1 Pengertian Alternatif Penyelesaian Sengketa - DUALISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DALAM SENGKETA ASURANSI JIWA Repository - UNAIR REPOS

BAB III LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA ASURANSI JIWA

3.1 Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa

3.1.1 Pengertian Alternatif Penyelesaian Sengketa

  Dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, menjelaskan bahwa alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

  Selain berdasarkan pengertian formiil yang terdapat di dalam undang- undang, ada juga pendapat ahli hukum megenai pengertian Alternatif Penyelesaian Sengketa.

  Menurut Felix O. Soebagjo (2014-2017), Sekretaris Jenderal Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) mengatakan bahwa pengertian dari Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) adalah suatu bentuk penyelesaian sengketa selain pengadilan. Oleh karena itu APS sering pula disebut alternatif

  36 penyelesaian sengketa di luar pengadilan.

  Dan menurut Jimmy Joses Sembiring bahwa Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan suatu cara penyelesaian sengketa yang dilakukan diluar 36 BadanArbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI), Bentuk-Bentuk Peneyelesaian Alternatf

  Sengketa (dimuat juga pada harian Investor Daily edisi Rabu 25 Juli 2007, halaman 14) diakses pada tanggal 1 Maret 2015

  48 pengadilan dan pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada para pihak dan para pihak dapat memilih penyelesaian sengketa yang akan ditempuh yakni melalui konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau meminta penilaian dari

  37 ahli.

3.1.2 Jenis Alternatif Penyelesaian Sengketa

  Alternatif penyelesaian sengketa yang dikenal di Indonesia adalah sebagai berikut: 1) Negosiasi

  Beberapa pendapat mengenai pengertian negosiasi adalah sebagai berikut:

  a) Menurut Suyud Margono, negosiasi adalah komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak

  38 memiliki berbagai kepetingan yang sama maupun yang berbeda .

  b) Menurut Gary Godpaster menyatakan bahwa negosiasi adalah proses upaya untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain, suatu proses

  39 interaksi dan komunikasi yang dinamis dan beraneka ragam .

  Maka dapat ditarik kesimpulan dari beberapa pendapat mengenai pengertian negosiasi adalah proses dua arah dengan cara tawar-menawar untuk mencapai kesepakatan. Dalam negosiasi terdapat dua jenis negosiasi menurut Budiono

  Kusumohamidjojo, yakni negosiasi yang bersifat positif dan negosiasi yang

  40 bersifat negatif . 37 Jimmy Joses Sembiring, “Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan (Negosiasi, Mediasi,

  Konsiliasi, & Arbitrase) 38 ”, Jakarta:Visimedia, 2011, h.11 Suyud Margono, “ADR (Alternative Dispute Resolution) & Arbitrase:Proses Pelembagaan dan

  Aspek Hukum”, Bogor:Ghalia Indonesia,2004,h.49 39 Rachmadi Usman,” Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan”, Bandung:Citra Aditya Bakti, 2003, h.53. 40 Budiono Kusumohamidjojo, “Panduan Negosiasi Kontrak”, Jakarta:Grasindo,1999,h.10.

  2) Mediasi Menurut Jimmy Joses Sembiring, mediasi adalah proses penyelesaian sengketa dengan perantaraan pihak ketiga, yakni pihak yang memberi masukan-masukan kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa mereka karena tidak terdapat kewajuban para pihak untuk menaati apa yang

  41

  disarankan oleh mediator. Terdapat dua jenis mediasi yaitu mediasi di pengadilan dan mediasi di luar pengadilan.

  3) Konsiliasi Beberapa pendapat mengenai pengertian konsiliasi adalah sebagai berikut:

  a) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsiliasi adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yg berselisih untuk mencapai

  42 persetujuan dan menyelesaikan perselisihan itu.

  b) menurut Gunawan Widjaja, konsiliasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa alternatif yang melibatkan seorang pihak ketiga atau lebih dimana pihak ketiga yang diikutsertakan untuk menyelesaikan sengketa adalah seorang yang secara profesional sudah dapat dibuktikan

  43 kehandalannya.

  4) Arbitrase Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang 41 42 Jimmy Joses Sembiring, Op.Cit.,h.28 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Konsiliasi, diakses pada

  tanggal 1 Maret 2015 43 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit, h.3.

  didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

  Selain itu menurut Gunawan Widjaja, arbitrase adalah suatu bentuk penyelesaian sengketa alternatif yang melibatkan pengambilan keputusan

  44 oleh satu atau lebih hakim swasta, yang disebut arbiter.

3.1.3 Asas-Asas Alternatif Penyelesaian Sengketa

  Pada umumnya, asas-asas yang berlaku pada alternatif penyelesaian

  45

  sengketa sebagai berikut: 1) Asas itikad baik, yakni keinginan dari para pihak untuk menentukan penyelesaian sengketa yang akan maupun sedang mereka hadapi.

  2) Asas kontraktual, yakni adanya kesepakatan yang dituangkan dalam bentuk tertulis mengenai cara penyelesaian sengketa.

  3) Asas mengikat, yakni para pihak wajib mematuhi apa yang telah disepakati. 4) Asas kebebasan berkontrak, yakni para pihak dapat dengan bebas menentukan apa saja yang hendak diatur oleh para pihak dalam perjanjian tersebut selama tidak bertentangan dengan undang-undang dan kesusilaan. Hal ini berarti pula kesepakatan mengenai tempat dan jenis penyelesaian sengketa yang akan dipilih.

  5) Asas kerahasiaan, yakni penyelesaian atas suatu sengketa tidak dapat disaksikan oleh orang lain karena hanya pihak yang bersengketa yang dapat menghadiri jalannya pemeriksaaan atas suatu sengketa.

  44 45 Ibid.

  Jimmy Joses Sembiring, Op.Cit.,h.11-12

3.2 Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

  Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Menurut Peraturan Otoritas Jasa keuangan adalah lembaga yang melakukan penyelesaian sengketa di luar pengadilan (Pasal 1 angka 2 dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan). Dalam hal ini, Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa dimuat dalam Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa ( Daftar LAPS) yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

  Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan Dapat dilihat pada Pasal 4 dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan meliputi Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang:

  a. Mempunyai layanan penyelesaian sengketa paling kurang: 1) Mediasi; 2) Ajudikasi; dam 3) Arbitrase.

  b. Mempunyai peraturan yang meliputi: 1) Layanan penyelesaian sengketa; 2) Prosedur penyelesaian sengketa; 3) Biaya penyelesaian sengketa; 4) Jangka waktu penyelesaian sengketa;

  5) Ketentuan benturan kepentingan dan afiliasi bagi mediator, ajudikator, dan arbiter; dan 6) Kode etik bagi mediator, ajudikator, dan arbiter;

  c. Menerapkan prinsip aksebilitas, independensi, keadilan, dan efisiensi dan efektifitas dalam setiap peraturannya; d. Mempunyai sumber daya untuk melaksanakan pelayanan penyelesaian sengketa; dan e. Didirikan oleh Lembaga Jasa Keuangan yang dikoordinasikan oleh asosiasi dan/atau didirikan oleh lembaga yang menjalankan fungsi self regulatory

  organization.

  Berdasarkan persyaratan daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa pada huruf c mengenai prinsip aksesbilitas, independensi, keadilan dan efisiensi dan efektifitas telah diatur sebagai berikut: a. Prinsip aksesbilitas diatur dalam Pasal 5 dalam Nomor Peraturan Otoritas

  Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 adalah sebagai berikut: (1) Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa memiliki skema layanan penyelesaian sengketa yang mudah diakses oleh konsumen.

  (2) Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa mengembangkan strategi komunikasi untuk meningkatkan akses konsumen terhadap layanan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa dan meningkatan pemahaman konsumen terhadap proses penyelesaian sengketa yang dilaksanakan oleh Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa.

  (3) Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa menyediakan layanan yang mencakup seluruh wilayah Indonesia b. Prinsip independensi diatur dalam Pasal 6 dalam Nomor Peraturan Otoritas

  Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 adalah sebagai berikut: (1) Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa mempunyai organ pengawas yang memastikan bahwa Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa telah memenuhi persyaratan untuk menjalankan fungsinya. (2) Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa dilarang memberikan hak veto kepada anggotanya.

  (3) Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa berkonsultasi dengan pemangku kepentingan yang relevan dalam menyusun atau mengubah peraturan sebelum mengimplementasikannya. (4) Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa mempunyai sumber daya yang memadai untuk melaksanakan fungsinya dan tidak tergantung kepada

  Lembaga Jasa Keuangan Tertentu.

  c. Prinsip keadian diatur dalam Pasal 7 dalam Nomor Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 adalah sebagai berikut: (1) Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa memiliki peraturan dalam pengambilan keputusan, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Mediator benar-benar bertindak sebagai fasilitator dalam rangka mempertemukan kepentingan para pihak yang bersengketa untuk memperoleh kesepakatan penyelesaian; b. Ajudikator dan arbiter dilarang mengambil putusan berdasarkan pada informasi yang tidak diketahui para pihak; dan c. Ajudikator dan arbiter wajib memberikan alasan tertulis dalam setiap putusannya.

  (2) Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa memberikan alasan tertulis atas penolakan permohonan penyelesaian sengketa dari konsumen dan/atau Lembaga Jasa Keuangan.

  d. Prinsip efisiensi dan efektifitas diatur dalam Pasal 8 dalam Nomor Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 adalah sebagai berikut: (1) Peraturan penyelesaian sengketa pada Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa mengatur tentang jangka waktu penyelesaian sengketa.

  (2) Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa mengenakan biaya murah kepada konsumen dalam penyelesaian sengketa.

  (3) Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa memiliki peraturan penyelesaian sengketa yang memuat ketentuan yang memastikan bahwa anggotanya mematuhi dan melaksanakan setiap putusan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa.

  (4) Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa mengawasi pelaksanaan putusan.

  Berdasarkan persyaratan daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa pada huruf e diatas menjelaskan bahwa Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa didirikan oleh Lembaga Jasa Keuangan yang dikoordinasikan oleh asosiasi. Persyaratan ini diperjelas dengan adanya kententuan pada pasal 10 ayat 1 dan penjelasannya yang berbunyi : Dalam Pasal 10 ayat (1), menyatakan bahwa Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa dibentuk oleh Lembaga Jasa keuangan yang dikoordinasi oleh masing- masing sektor jasa keuangan. Sedangkan dalam Penjelasan Pasal 10 ayat (1), menyatakan bahwa Contoh pembentukan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Perbankan dibentuk oleh bank-bank yang dikoordinasikan oleh asosiasi di sektor Perbankan, misalnya Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), Perhimpuan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), dan Asosiasi Bank Asing Indonesia. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Asuransi Jiwa adalah Badan Mediasi Asuransi Indonesia.

  Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ketut

46 Sendra pada tanggal 3 Maret 2015 adalah sebagai berikut: 1. Yang menjadi dasar operasionalnya BMAI yaitu berdasarkan POJK No.

  1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen dan No. 1/POJK. 07/2014 tentang LAPS (Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa) dan UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, Pasal 54 tentang kewajiban Penanggung menjadi Anggota BMAI, sebagai lembaga independen dan imparsial, sebagai lembaga yang mendapatkan persetujuan dari OJK, Kesepakatannya bersifat final dan mengikat. (teknisnya diatur dalam LAPS-POJK). 46 Bapak Ketut Sendra merupakan Sekretaris dan Mediator Badan Mediasi Asuransi Indonesia

  2. Berdasarkan POJK tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS), mengatur bahwa setiap Lembaga Keuangan wajib memiliki LAPS, seperti di Pasar Modal ada BAPMI (Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia) di Dana Pensiun ada BMDP (Badan Mediasi Dana Pensiun) dan di Perasuransian ada BMAI, sedangkan di Perbankan diharapkan berdiri pada akhir tahun ini dan menyusul yang lainnya.

  3. Sampai saat ini berdasarkan Pasal 54 UU No. 40 Tahun 2014, Pelaku Usaha Asuransi hanya mendirikan dan menjadi anggota dari BMAI dan tidak ada lembaga lain yang didirikan. Sampai saat ini juga hanya BMAI di industri perasuransian yang diakui secara lisan dan de facto oleh OJK (de jurenya menyusul dalam tahun 2015). BMAI berdiri tanggal 12 Mei 2006.

  4. Sampai saat ini, yang benar-benar telah menjadi sengketa Asuransi (Jiwa dan Umum) atau dalam yuridiksi BMAI pada umumnya diselesaikan oleh BMAI.

  Realisasi hasil Mediasi dan Ajudikasi atas sengketa-sengketa yang masuk

  sejak berdirinya BMAI hingga Desember 2014 adalah :

  Tabel 3. 1 Asuransi Umum ASURANSI UMUM KETERA NGAN Mediasi Ajudikasi Total jml Jml M+A A B C E A D (M) (A)

  Sept 2006

  80

  53

  48 4 185

  10

  5 15 200

  • – 2012

  Diterima Th 2013

  3 Jumlah

  2

  5

  5

  7  Okt-Des

  2014

  1

  1

  2

  2

  Sengketa

  1

   95

  56

  52 7 210

  23

  5

  28 238

  Sumber: DR. Ketut Sendra, SPd, SH, MM, MH Keterangan tabel diatas,

  A = Termohon membayar B = Termohon tidak membayar (Pemohon menerima keputusan

  penolakan klaim)

  1

  2014

  11

  13

  3

  3

  3

  20

  20 Diterima Th 2014

  4

  1

  5

  13

  18

  1  Juli-Sept

   Jan-

  Maret 2014

  1

  1

  6

  6

  7  April-

  Juni 2014

  1

  1

  C = Para pihak tidak sepakat & atau tidak melanjutkan ke Ajudikasi

  D = Termohon diputuskan tidak membayar = Pemohon menarik perkaranya & Pemohon sulit dihubungi & E Sengketanya diakhiri sebelum bermediasi.

Tabel 3.1 mengenai asuransi umum Pada data Tahun 2006 sampai

  Tahun 2012 terdapat jumlah sengketa yang diselesaikan melalui mediasi berjumlah 185 (seratus delapan puluh lima) dan melalui ajudikasi berjumlah 15 (limabelas). Sedangkan pada tahun 2013 sengketa yang diselesaikan melalui mediasi berjumlah 20 (duapuluh) dan melalui ajudikasi berjumlah 0 (nol), dan pada Tahun 2014 sengketa yang diselesaikan melalui mediasi 5 berjumlah (lima) dan melalui ajudikasi berjumlah 18 (delapan belas). Apabila dilihat secara sekilas, terlihat perbedaan yang signifikan antara Tahun 2006 sampai Tahun 2012 dengan Tahun 2013 dan Tahun 2014. Tetapi apabila dilihat secara seksama pada tahun 2006

  • – 2012 terdapat 6 (enam) tahun yang dihitung secara akumulasi sedangkan pada tahun 2013 dan tahun 2014 dihitung setiap tahunnya. Apabila sengketa pada Tahun 2006 sampai Tahun 2012 yang diselesaikan melalui mediasi sejumlah 185 dibagi 6 tahun maka sengketa rata-rata pertahun yang diselesaikan berjumlah 31 sengketa, sedangkan sengketa yang diselesaikan melalui ajudikasi sejumlah 15 dibagi 6 tahun maka sengketa rata-rata pertahun yang diselesaikan sejumlah 3 sengketa. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi perbedaan yang signifikan di setiap tahunnya terhadap sengketa yang diselesaikan melalui mediasi dan ajudikasi.
  • – 2012

  Tabel 3. 2 Asuransi Jiwa dan Jaminan Sosial: KETERA NGAN ASURANSI JIWA & JAMINAN SOSIAL Mediasi Ajudikasi Total M+A A B C E Jml (M) A D Jml (A) Sept 2006

  Sept 2014

  4

  9

  9

   April-

  Juni 2014

  1

  1

  1

   Juli-

  1

  Maret 2014

  2

  3

  1

  1

  4

   Okt-Des

  2014

  1

  1

  5

   Jan-

  53

  2

  39

  32 4 128

  13

  2 15 143 Diterima Th 2013

  8

  4

  1

  4

  17

  3

  15

  5

  22 Diterima

  Th 2014

  7

  6

  1

  14

  1

  1

  1

  Jumlah 180

  68 49

  33 9 159

  15

  6

  21 kasus

  Sumber: DR. Ketut Sendra, SPd, SH, MM, MH Keterangan tabel diatas,

  A = Termohon membayar B = Termohon tidak membayar (Pemohon menerima keputusan

  penolakan klaim)

  C = Para pihak tidak sepakat & atau tidak melanjutkan ke Ajudikasi D = Termohon diputuskan tidak membayar = Pemohon menarik perkaranya & Pemohon sulit dihubungi & E

  Sengketanya diakhiri sebelum bermediasi.

Tabel 3.2 mengenai asuransi jiwa dan jaminan sosial, pada Tahun 2006 sampai Tahun 2012 sengketa yang diselesaikan melalui mediasi berjumlah

  128 (seratus dua puluh delapan) dan melalui ajudikasi berjumlah 15 (limabelas). Sedangkan pada Tahun 2013 sengketa yang diselesaikan melalui mediasi berjumlah 17 (tujuhbelas) dan melalui ajudikasi berjumlah 5 (lima), dan pada Tahun 2014, sengketa yang diselesaikan melalui mediasi berjumlah 14 (empatbelas) serta sengketa yang diselesaikan melalui ajudikasi berjumlah 1 (satu). Apabila dilihat sekilas terjadi perbedaan yang signifikan antara Tahun 2006 sampai Tahun 2012 dengan Tahun 2013 dan Tahun 2014. Tetapi apabila dilihat secara seksama antara Tahun 2006 sampai Tahun 2012 terdapat 6 (enam) tahun sedangkan pada jumlah Tahun 2013 dan jumlah Tahun 2014 dihitung setiap tahunnya. Apabila pada jumlah sengketa Tahun 2006 sampai Tahun 2012 yang diselesaikan melalui mediasi berjumlah 128 dibagi 6 tahun maka memiliki rata- rata sengketa yang diselesaikan pertahunnya adalah 21 sengketa, sedangkan sengketa yang diselesaikan melalui ajudikasi berjumlah 15 dibagi 6 tahun maka memiliki rata –rata sengketa yang diselesaikan pertahunnya adalah 3 sengketa. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi perbedaan yang signifikan setiap tahunnya terhadap sengketa yang diselesaikan melalui mediasi maupun ajudikasi.

  5. Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) secara de facto sudah diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mensosialisasikan BMAI, Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) dan Badan Mediasi Dana Pensiun (BMDP) sebagai lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) yang sudah berdiri dan menjalankan fungsi serta tugasnya sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Sosialisasi ini telah dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam acara sosialisasi dan literasi keuangan pada Pasar Keuangan Rakyat yang telah dilakukan mulai Januari 2015 dan saat ini sedang berjalan BMAI dan Lembaga lainnya juga ikut dilibatkan Otoritas Jasa Keuangan.

  Dari hasil wawancara ini, bahwa yang berwenang dalam penyelesaian sengketa alternatif terkait permasalahan sengekta asuransi jiwa adalah Badan Mediasi Asuransi Indonesia. Selain itu hal-hal yang dapat membuktikan bahwa Lembaga Alternatif Penyelesaian Segketa yang berwenang adalah Badan Mediasi Asuransi Indonesia adalah:

  1) BMAI digagas oleh beberapa Asosiasi Perusahaan Perasuransian Indonesia yang berada di bawah Federasi Asosiasi Perasuransian Indonesia (FAPI) yang

  47

  sekarang merupakan Dewan Asuransi Indonesia (DAI), yaitu:

  1. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI),

  2. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI)

  3. Asosiasi Asuransi Jaminan Sosial Indonesia (AAJSI) Berdasarkan pernyataan ini, bahwa Badan Mediasi Asuransi Indonesia telah memenuhi persyaratan pada pasal 4 huruf e dan pasal 10 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan megenai Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang didirikan oleh asoiasi lembaga keuangan.

  48

  2) Selain itu, berdasarkan brosur Badan Mediasi Indonesia yang dapat di unduh di website resmi BMAI menjelaskan bahwa BMAI adalah sebuah Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) yaitu lembaga yang melakukan penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Oleh karena itu, Badan Mediasi dan Arbitrase Indonesia adalah Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) yang terdaftar dan diakui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga penyelesaian sengketa disektor perasuransian.

  47 Badan Mediasi Asuransi Indonesia, Sejarah BMAI, diakes tanggal 2 Maret 2015 48 Lihat dalam lampiran nomor 6 (enam).