PENDUGAAN KERAGAMAN GENOTIPE PADA GALUR F3 PADI BERAS MERAH (Oryza sativa L.) DENGAN SISTEM TANAM YANG BERBEDA JURNAL

  

PENDUGAAN KERAGAMAN GENOTIPE PADA GALUR F3

PADI BERAS MERAH (Oryza sativa L.) DENGAN SISTEM

TANAM YANG BERBEDA

JURNAL

  

Oleh

Rizki Arfina Rahman

C1M014186

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MATARAM

  2018

  

ARTIKEL UNTUK JURNAL

PENDUGAAN KERAGAMAN GENOTIPE PADA GALUR F3 PADI BERAS

MERAH (Oryza sativa L.) DENGAN SISTEM TANAM YANG BERBEDA

  Estimation of the Genetic Diversity in F3 Strains of Red Rice (Oryza Sativa L.) with

  

Different Planting Systems

1) 2) 2) Rizki Arfina Rahman , A.A.K. Sudharmawan , Dwi Ratna Anugrahwati

  1)

  Alumni Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Mataram

  2)

  Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Mataram

  

PENDUGAAN KERAGAMAN GENOTIPE PADA GALUR F3 PADI BERAS

MERAH (Oryza sativa L.) DENGAN SISTEM TANAM YANG BERBEDA

ESTIMATION OF THE GENETIC DIVERSITY IN F3 STRAINS OF RED RICE

(Oryza sativa

L.) WITH DIFFERENT PLANTING SYSTEMS

  1) 2) 2)

  Rizki Arfina Rahman , A. A. K. Sudharmawan , Dwi Ratna Anugrahwati

  1)

  Alumni Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Mataram

  2)

  Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Mataram

  

Korespondensi : rizki_arfina@yahoo.com

ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya keragaman genotipe pada galur F3 padi beras merah (Oryza sativa L.) dan sistem tanam terbaik untuk tanaman padi. Metode yang digunakan adalah metode eksperimental dengan percobaan di lapangan. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Mataram, Desa Nyur Lembang, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat pada bulan Agustus hingga Desember 2017. Rancangan Percobaan yang digunakan adalah Rancangan Single Plant (Rancangan Tanpa Ulangan) yang menggunakan galur F3 padi beras merah dengan dua sistem tanam yaitu sistem tanam jajar legowo dengan jarak tanam 12.5 x 25 cm dan sistem tanam tegel dengan jarak tanam 25 x 25 cm. Data dianalisis menggunakan uji-t dan uji-f dengan Software Microsoft Office Excel 2007. Hasil penelitian menunjukkan adanya keragaman genotipe yang tergolong kedalam kategori kecil, sedang dan besar. Selain itu, sistem tanam terbaik yaitu jajar legowo karena menunjukkan umur berbunga dan panen genjah, malai panjang, gabah berisi lebih banyak dan gabah hampa yang lebih sedikit.

  

Kata kunci : beras merah, sistem tanam jajar legowo, sistem tanam tegel, keragaman

genotipe

ABSTRACT

  

The aim of this research is to evaluate the genotype diversity in the F3 strain of red rice

(Oryza sativa L.) and the best planting system for rice plants. The method used is

experimental method with experiment in the field. The experiment was conducted at

Experimental Field of Agricultural Faculty of Mataram University, Nyur Lembang Village,

Narmada Sub District, West Lombok Regency, West Nusa Tenggara Province from August

to December 2017. The experiment design used was Single Plant Design using F3 strain

red rice with two planting systems that are: pair rows with 12.5 x 25 cm spacing and

square plant spacing with 25 x 25 cm spacing. The data were analyzed by using t-test and

f-test with Microsoft Office Excel 2007 software. The results showed that the genotype

diversity was classified into small, medium and large categories. In addition, the best

planting system is pair rows because it has early flowering and harvest time, long panicle,

more grains and less empty grain.

  Keywords: red rice, pair rows, square plant spacing, genotype diversity

  

PENDAHULUAN

  Padi adalah tanaman berumpun yang banyak dikembangkan di Indonesia sebagai makanan pokok sebagian besar masyarakat yang tergolong kedalam tanaman semusim yang berumur pendek. Konsumsi akan padi beras merah semakin meningkat dari tahun ke tahun karena mengandung gizi yang tinggi yaitu zat besi 4,2%, vitamin B1 0,34%, protein 7,3%, serat, karbohidrat, niasin, fosfor, dan antioksidan tinggi dan bermanfaat untuk menangkal radikal bebas berantai yang dapat menyebabkan kerusakan ataupun kematian sel (Suardi, 2005).

  Produktivitas padi di Indonesia semakin ditingkatkan, tidak terkecuali dengan padi beras merah. Produksi padi pada tahun 2015 sebanyak 75,40 juta ton gabah kering giling (Badan Pusat Statistik, 2016). Peningkatan produksi padi beras merah tidak bisa optimal karena berbagai masalah yang belum dapat diatasi yaitu kurangnya varietas unggul yang berakibat pada persediaan padi beras merah (Muliarta, 2014). Pengembangan varietas padi beras merah semakin ditingkatkan. Saat ini, pemulia tanaman Fakultas Pertanian telah melakukan proses persilangan antara varietas Fatmawati/padi beras merah // IPB 3S/padi beras merah (Sunarya, 2018). Hasil dari persilangan tersebut, kemudian ditanam dan diseleksi.

  Seleksi adalah memilih tanaman-tanaman yang memiliki karakter yang baik sehingga dapat meningkatkan hasil dan mutu tanaman (Syukur et al., 2012). Keberhasilan dalam seleksi tergantung dari kemampuan pemulia mengenali genotipe unggul tanaman serta adanya keragaman yang tinggi pada populasi tanaman (Bari et al., 1981). Keragaman genetik terjadi karena adanya rekombinasi gen setelah persilangan. Keragaman tersebut akan membantu dalam proses seleksi karena keragaman genetik yang luas menunjukkan populasi yang beragam sehingga genotip yang diharapkan memiliki peluang besar untuk seleksi (Bahar dan Zein, 1993).

  Seleksi sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan sistem tanam yang digunakan. Pengaruh lingkungan yaitu kesuburan tanah, pengairan, cahaya yang mampu diserap oleh tanaman, dan ketersediaan unsur hara. Pengaruh lain yaitu sistem tanam yang umumnya menggunakan sistem tanam tegel dan jajar legowo. Sistem tanam tegel adalah cara penanaman padi tanpa diselingi satu barisan kosong, sedangkan sistem tanam jajar legowo adalah cara penanaman padi yang diselingi dengan satu barisan kosong (Abdulrachman et al., 2013).

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya keragaman genotipe pada galur F3 padi beras merah (Oryza sativa L.) pada dua sistem tanam dan terdapat sistem tanam terbaik untuk tanaman padi.

METODE PENELITIAN

  Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Mataram, Desa Nyur Lembang, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi NTB pada bulan Agustus-Desember 2017. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan

  

Single Plant dengan dua sistem tanam yaitu jajar legowo (jarak tanam 12,5 x 25 cm) dan

  tegel (jarak tanam 25 x 25 cm). Variabel pengamatan yaitu tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah anakan produktif, jumlah anakan non produktif, umur panen, panjang malai, jumlah gabah berisi, jumlah gabah hampa, berat gabah per rumpun dan berat 100 butir. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara random sampling dengan jumlah sampel yaitu 400 dari kedua sistem tanam. Analisis data dilakukan untuk mengetahui adanya keragaman genotipe dan sistem tanam terbaik pada galur F3 padi beras merah pada sistem tanam yang berbeda. Analisis yang digunakan adalah uji-t dan uji-f dengan software Microsoft Office

  Excel 2007.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Berdasarkan hasil analisis uji-t, terdapat variabel yang menunjukkan hasil signifikan (beda nyata) dan non signifikan (tidak berbeda nyata) antara sistem tanam jajar legowo dan tegel, sebagaimana tercantum pada Tabel 1.

  Tabel 1.Rata-Rata Hasil Pengamatan dan Analisis Uji-t Seluruh Variabel pada Sistem Tanam Berbeda

  No. Variabel Jajar legowo Tegel Notasi

  1 Tinggi tanaman (cm) 134,33 s 128,40

  2 Umur berbunga (hss) 75,32 ns 84,75

  3 Umur panen (hss) 112,19 ns 117,77

  4 Jumlah anakan produktif (batang) 13,34 s 11,64

  5 Jumlah anakan non produktif (batang) 0,44 ns 0,37

  6 Panjang malai (cm) 28,82 s 27,60

  7 Jumlah gabah berisi (butir) 160,58 ns 154,9

  8 Jumlah gabah hampa (butir) 60,41 s 68,86

  9 Berat 100 butir (gram) 2,72 ns 2,72

  10 Berat gabah per rumpun (gram) 42,66 s 47,73 Keterangan : s = signifikan ; ns = non signifikan

  Tinggi tanaman merupakan salah satu ukuran yang sering diamati dalam penelitian, karena tinggi tanaman dapat menentukan produksi tanaman yang dapat dicapai (Yoshida, 1981). Analisis menunjukkan bahwa tinggi tanaman pada sistem tanam jajar legowo dan tegel yaitu berbeda nyata yang tergolong tanaman sedang sampai tinggi. Hal ini disebabkan oleh faktor seperti cahaya dan jarak tanam yang mempengaruhi proses serapan hara dan air (Ikhwani et al., 2013).

  Selain tinggi tanaman, jumlah anakan produktif berbeda nyata antara sistem tanam, sedangkan jumlah anakan non produktif tidak berbeda nyata. Perbedaan anakan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya yaitu ketersediaan air. Semakin tergenang tanaman dengan air maka tanaman tersebut aktif untuk membentuk anakan. Anakan akan terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan hingga mencapai tahap pemanjangan batang optimum sehingga sangat menentukan produksi tanaman. Selain itu, pindah tanam akan mempengaruhi kecepatan tanaman untuk beradaptasi dengan lingkungan (Firmansyah et al., 2009).

  Umur berbunga dan umur panen merupakan indikasi kegenjahan pada tanaman padi. Analisis menunjukkan bahwa umur berbunga menunjukkan hasil tidak berbeda nyata. Umur berbunga pada tanaman padi dapat dihitung apabila 50% populasi tanaman telah mengeluarkan bunga. Pada Tabel 1. umur berbunga pada sistem tanam jajar legowo yaitu 75,32 dan 84,75 hss yang termasuk kategori umur berbunga yang genjah karena dapat berbunga <110 hari. Tanaman yang berbunga lebih cepat berarti bahwa tanaman tersebut memiliki fase generatif lebih cepat sehingga umur panen semakin cepat (Ismunadji et al., 1988).

  Umur panen dengan sistem tanam jajar legowo dan tegel yaitu tidak berbeda nyata. Umur panen pada sistem tanam jajar legowo yaitu 112,19 hari dan 117,77 hari pada sistem tanam tegel. Umur panen ini termasuk genjah karena berkisar antara 105-124 hari.

  Menurut Silitonga et al. (2003), terdapat lima golongan padi beras merah yaitu tanaman berumur sangat genjah sekali (<90 hari), berumur sangat genjah (90-104 hari), berumur genjah (105-124 hari), berumur sedang (125-150 hari) dan berumur sangat dalam (>150 hari). Menurut Muliarta (2010), karakter pada padi beras merah yang harus diperbaiki yaitu umur panen yang diharapkan memiliki umur genjah.

  Panjang malai menunjukkan hasil berbeda nyata diantara sistem tanam. Panjang malai ini termasuk malai sedang karena nilai berkisar antara 20-30 cm. Hirupbagja (2009), menyatakan bahwa malai terbagi kedalam tiga golongan yaitu malai pendek (<20 cm), malai sedang (20-30 cm), dan malai panjang (>30 cm). Makarim dan Suhartatik (2009), semakin panjang malai rata-rata tanaman padi, maka semakin banyak jumlah gabah yang dihasilkan.

  Jumlah gabah berisi menunjukkan hasil tidak berbeda nyata pada sistem tanam jajar legowo yaitu 160,58 butir dan sistem tanam tegel yaitu 154,9 butir gabah. Hal ini sangat dipengaruhi oleh panjang malai, faktor lingkungan, serta hama dan penyakit yang menganggu tanaman padi selama masa perkembangan. Jumlah gabah hampa yang dianalisis menunjukkan hasil yang berbeda nyata diantara dua sistem tanam yaitu 60,41 butir pada sistem tanam jajar legowo dan 68,86 butir pada sistem tanam tegel. Pada penelitian yang dilakukan oleh Sunarya (2018), genotipe yang menghasilkan jumlah gabah hampa yang lebih sedikit dapat dijadikan bahan seleksi untuk menghasilkan galur yang diinginkan.

  Berat 100 butir merupakan salah satu variabel pengamatan yang berhubungan erat dengan produksi suatu tanaman. Berdasarkan hasil analisis, berat 100 butir yang diperoleh diantara dua sistem tanam tidak berbeda nyata. Menurut Makarim dan Suhartatik (2009), berat 100 butir (2,72 gr) termasuk gabah berat karena berkisar 2,2-2,8 gr. Semakin berat bobot 100 butir maka semakin tinggi hasil produksi yang diperoleh. Sebaliknya, semakin ringan bobot 100 butir maka semakin rendah pula hasil produksi suatu tanaman. Analisis berat gabah per rumpun menunjukkan hasil signifikan. Trisvanaya (2011) menyatakan bahwa berat gabah per rumpun dipengaruhi oleh iklim, cahaya matahari, panjang malai, jumlah gabah berisi, serta kandungan unsur hara didalam tanah.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sistem tanam jajar legowo lebih baik dibandingkan dengan sistem tanam tegel karena menunjukkan umur berbunga dan umur panen yang genjah, malai panjang, jumlah gabah berisi lebih banyak, sedangkan jumlah gabah hampa lebih sedikit. Kelebihan dari sistem tanam ini yaitu memudahkan petani dalam pengendalian hama dan penyakit, meningkatkan jumlah populasi tanaman, efektif dalam penyerapan air, unsur hara dan cahaya matahari untuk fotosintesis (Sembiring, 2001). Tabel 2. Ragam Genotipe pada Dua Sistem Tanam Galur F3 Padi Beras Merah (Oryza

  sativa L.) No. Variabel ² Notasi g

  1 Tinggi tanaman (cm) 89,48 ns

  2 Umur berbunga (hss) 0,36 s

  3 Umur panen (hss) 0,13 s

  4 Jumlah anakan produktif (batang) 6,26 ns

  5 Jumlah anakan non produktif (batang) 0,45 s

  6 Panjang malai (cm) 3,81 s

  7 Jumlah gabah berisi (butir) 1395,93 ns

  8 Jumlah gabah hampa (butir) 446,75 s

  9 Berat 100 butir (gram) 0,10 ns

  10 Berat gabah per rumpun (gram) 48,79 s Keterangan : s = signifikan ; ns = non signifikan

  Tabel 3. Nilai Koefisien Keragaman Genetik pada Sistem Tanam Berbeda

  No. Variabel KKG (%) Kriteria

  1 Tinggi tanaman (cm) 7,20 Sedang

  2 Umur berbunga (hss) 0,75 Kecil

  3 Umur panen (hss) 0,31 Kecil

  4 Jumlah anakan produktif (batang) 20,09 Besar

  5 Jumlah anakan non produktif (batang) 16,71 Besar

  6 Panjang malai (cm) 6,92 Sedang

  7 Jumlah gabah berisi (butir) 23,69 Besar

  8 Jumlah gabah hampa (butir) 32,70 Besar

  9 Berat 100 butir (gram) 11,70 Sedang

  10 Berat gabah per rumpun (gram) 15,46 Besar

Keterangan : KKG (Koefisien keragaman genetik) dengan kategori kecil < 5%, sedang 5-14,5%, besar

>14,5% (Miligan et al., 1994 cit. Sudarmadji, 2007).

  Ragam genetik ( ² ) sangat penting dalam program pemuliaan tanaman sehingga

  g

  pendugaan besarnya perlu diukur (Syukur et al., 2012). Variabel yang menunjukkan hasil berbeda nyata yaitu umur berbunga, umur panen, jumlah anakan non produktif, panjang malai, jumlah gabah hampa dan berat gabah per rumpun. Variabel yang tidak berbeda nyata yaitu tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, jumlah gabah berisi dan berat 100 butir. Populasi yang beragam menunjukkan bahwa variasi genetik dalam populasi tersebut tergolong besar sehingga membantu dalam mengefesienkan kegiatan seleksi (Bahar dan Zen, 1993).

  Menurut Yunianti et al. (2010), kunci keberhasilan suatu seleksi ditentukan oleh kriteria seleksi yang sesuai, salah satunya dengan mengetahui koefisien keragaman genetik (KKG). Karakter tanaman yang memiliki nilai koefisien keragaman yang rendah termasuk keragaman genetik yang sempit. Sebaliknya, keragaman genetik yang luas artinya tanaman tersebut memiliki nilai koefisien keragaman tinggi. Keragaman genetik yang luas akan mempermudah dalam seleksi untuk perbaikan genotipe tanaman (Zen dan Bahar, 2001).

  Seleksi pada variasi genetik yang luas yaitu dengan memilih genotipe-genotipe yang diinginkan dan dapat dihitung dari koefisien keragaman genetik (KKG). Koefisien keragaman merupakan gambaran mengenai keragaman genetik yang ada dalam suatu populasi tanaman. Murdaningsih et al. (1990) menyatakan bahwa koefisien keragaman yang termasuk kategori rendah (kecil) digolongkan sebagai sifat yang memiliki keragaman genetik yang sempit.

  Variabel yang menunjukkan nilai koefisien keragaman kecil yaitu umur berbunga dan umur panen. Koefisien keragaman sedang yaitu tinggi tanaman, panjang malai dan berat 100 butir. Nilai koefisien keragaman besar yaitu jumlah anakan produktif dan non produktif, jumlah gabah berisi, jumlah gabah hampa dan berat gabah per rumpun. Nilai koefisien keragaman yang besar (tinggi) artinya tanaman memiliki keragaman genetik yang luas. Menurut Barmawi et al. (2013), keragaman genetik yang luas disebabkan oleh segregasi pada populasi tanaman. Luasnya keragaman genetik tersebut menunjukkan bahwa terdapat peluang besar untuk melakukan seleksi pada sifat-sifat yang diinginkan. Keragaman genetik yang luas artinya seleksi yang dilakukan berlangsung secara efektif sehingga meningkatkan potensi genetik melalui perbaikan genotipe (Herawati et al., 2009).

  KESIMPULAN

  1. Keragaman genotipe dua sistem tanam yang tergolong koefisien keragaman besar yaitu jumlah anakan produktif, jumlah anakan non produktif, jumlah gabah berisi, jumlah gabah hampa dan berat gabah per rumpun.

  2. Sistem tanam jajar legowo lebih baik dibandingkan dengan sistem tanam tegel karena menunjukkan umur berbunga dan umur panen yang genjah, malai panjang, jumlah gabah berisi lebih banyak, sedangkan jumlah gabah hampa lebih sedikit.

  SARAN

  campestris L., Chinensis group) yang Ditanam dalam Naungan Kasa di Dataran Medium. Jurnal Agrikultura 3 : 216-224.

  Muliarta A. IGP. 2010. Pemuliaan Padi Beras Merah Toleran Kekeringan. UNRAM Press. Mataram. Muliarta A. IGP. 2014. Teknik Pemuliaan Khusus Padi Beras Merah. Arga Puji Press.

  Bogor. Makarim A. K., Suhartatik E. 2009. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi. Iptek Tanaman Pangan: 295-330.

  Padi Melalui Penerapan Jarak Tanam Jajar Legowo. Iptek Tanaman Pangan 8: 72- 79. Ismunadji, Sotjepto, Siam, Widjoyo A. M. 1988. Padi. Pengembangan dan Penelitian.

  Hirupbagja. 2009. Budidaya Tanaman/Morfologi Tanaman Padi. Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian/BP3. Bogor. Ikhwani, Pratiwi G. R., Paturrohman E., Makarim A. K. 2013. Peningkatan Produktivitas

  J. Agron Indonesia 2 : 87-94.

  Herawati R., Purwoko B. S., Dewi I. S. 2009. Keragaman Genetik dan Karakter Agronomi Galur Haploid Ganda Padi Gogo dengan Sifat-Sifat Tipe Baru Hasil Kultur Antera.

  Populasi Tanaman terhadap Hasil dan Kualitas Sayuran Packcoy (Brassica

  Galur F3 padi beras yang memiliki keragaman genetik yang luas yaitu jumlah anakan produktif dan non produktif, jumlah gabah berisi, jumlah gabah hampa dan berat gabah per rumpun dapat diseleksi pada galur berikutnya untuk mendapatkan individu tanaman yang lebih baik. Penelitian lebih lanjut diharapkan menyertakan tetua dan jumlah sampel yang lebih besar.

  Karakter Agronomi Kadelai Generasi F2 Hasil Persilangan antara Yellow Bean dan Taichung. J. Agrotek Tropika 1 : 20-24. Firmansyah F., Anggo T. M., Akyas, A. M. 2009. Pengaruh Umur Pindah Tanam dan Bibit

  enetik Pertumbuhan Tanaman, Hasil dan Kompenen Hasil Jagung. Zuriat 1 : 4-7. Bari A. J. S., Musa dan E Samsudin. 1981. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Departemen Agronomi Fakultas Pertanian Bogor. Bogor. Barmawi M., Yushardi A., Sa’diyah N. 2013. Daya Waris dan Harapan Kemajuan Seleksi

  http://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/865 [21 Februari 2018]

  Badan Pusat Statistik. 2016. Produksi Padi Menurut Provinsi (Ton) 1993-2015.

  Sistem Tanam Jajar Legowo. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

  DAFTAR PUSTAKA Abdulrachman S., Mejaya M. J., Agustiani N., Gunawan I., Sasmita P., Guswara A. 2013.

  Gunung Sari, Lombok Barat. Murdaningsih H. K., Baihaki, Satari G., Danakusuma T., Permadi A. H. 1990. Variasi Genetik Sifat Tanaman Bawang di Indonesia. Zuriat 1 : 32-36. Sembiring. 2001. Komuditas Unggulan Pertanian Provinsi Sumatera Utara. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Sumatera Utara. Silitonga T. S., Ida H. S., Aan A. D., Hakim K. 2003. Panduan Sistem Karakteristik dan

  Evaluasi Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Komisi Nasional Plasma Nutfah. Bogor.

  Suardi K. D. 2005. Potensi Beras Merah Untuk Peningkatan Mutu Pangan. Jurnal Litbang Pertanian 3: 93-100. Sudarmadji, Mardjono R., Sudarmo H. 2007. Variasi Genetik, Heritabilitas dan Korelasi

  Genotipik Sifat-Sifat Penting Tanaman Wijen (Sesanum indicum L.). Jurnal Littri 13 : 88-92. Sunarya A. 2018. Penampilan Fenotipe Padi Beras Merah Hasil Persilangan IPB 3S dan

  Fatmawati dengan Galur Harapan G9. [Skripsi, Unpublished]. Fakultas Pertanian, Universitas Mataram. Mataram. Trisvanaya E. 2011. Uji Sifat Kuantitatif dan Kemajuan Seleksi Beberapa Galur F7 Padi

  Beras Merah (Oryza sativa L.). [Skripsi, Unpublished]. Fakultas Pertanian, Universitas Mataram. Mataram. Syukur M., Sujiprihati S., Yunianti R. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta. Yoshida S. 1981. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Tanaman Padi.

  (Terjemahan dari “Fundamental Rice”). IRRI. Los Banos, Laguna, Philippines. Yunianti R., Sastrosumarjo S., Sujiprihati S. 2010. Kriteria untuk Perakitan varietas Tahan Phytophthora capsici Leonian. J. Agron Indonesia 38 : 122-129.

  Zen S. H., Bahar. 2001. Variabilitas Genetik, Karakter Tanaman dan Hasil Padi Sawah Dataran Tinggi. Stigma 1 : 25-28.