PENGUJIAN TOLERANSI BEBERAPA KULTIVAR PADI BERAS MERAH (Oryza sativa L.) TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN.

PENGUJIAN TOLERANSI BEBERAPA KULTIVAR
PADI BERAS MERAH (Oryza sativa L.) TERHADAP
CEKAMAN KEKERINGAN

SKRIPSI

OLEH
SALIMA NOVITA
0910212052

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014

PENGUJIAN TOLERANSI BEBERAPA KULTIVAR
PADI BERAS MERAH (Oryza sativa L) TERHADAP
CEKAMAN KEKERINGAN

ABSTRAK
Penelitian ini telah dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian

Universitas Andalas dari Bulan Maret–September 2013. Penelitian dilakukan
dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan adalah 5
kultivar padi beras merah yaitu: BM Sungai Abu, BH Siarang, BM Karajut, BM
Siopuk, BM Silopuk. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui toleransi
beberapa kultivar padi beras merah terhadap cekaman kekeringan. Data hasil
pengamatan dianalisis secara statistik dengan uji F dan jika hasil F hitung lebih
besar dari pada nilai F tabel 5% dilanjutkan dengan Duncan’s Multiple Range
Test (DNMRT) pada taraf nyata 5%. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
bahwa toleransi kekeringan dan daya sembuh padi beras merah terhadap cekaman
kekeringan berbeda pada setiap kultivarnya dan cekaman kekeringan
mempengaruhi aspek pertumbuhan seperti, jumlah anakan produktif dan
komponen hasil berupa jumlah gabah per malai, berat basah dan berat kering
gabah per tanaman, persentase gabah bernas, hasil tanaman per plot dan bobot
kering akar per tanaman serta menurunkan kualitas padi. BH Siarang memiliki
keunggulan seperti toleran kekeringan, recovery 100%, tinggi tanaman 94.81 cm,
jumlah anakan produktif 5.2 batang, berat basah gabah 9.52 g dan berat kering
8.47 g, persentase gabah bernas 25.13 % dan hasil tanaman per plot 9.85 g, tetapi
jumlah gabah per malainya rendah yaitu 468.99 butir. Sedangkan BM Siopuk jika
dibandingkan dengan 4 kultivar lainnya moderat terhadap kekeringan, recovery
60%, tinggi tanaman 91.91 cm, jumlah anakan produktif 1.6 batang, bobot kering

akar 3.02 g, jumlah gabah per malai 196.84 butir, berat basah 2.56 g, berat kering
1.96 g, persentase gabah bernas 15.38 % dan hasil tanaman per plot 2.03 g.

Kata kunci : toleransi, kultivar, padi beras merah, cekaman kekeringan

STUDY ON THE TOLERANCE OF SOME GENOTYPES OF RED RICE
(Oryza sativa L.) TO DROUGHT STRESS

ABSTRACT
An experiment to determine the tolerance of some red rice genotypes to
water stress has been carried out at the green house of the Faculty of Agriculture
of Andalas University from March to September 2013. Five red rice genotypes
was treatment factor in a completely randomized design (CRD). The genotypes
were BM Sungai Abu, BH Siarang, BM Karajut, BM Siopuk, and BM Silopuk.
Data were statistically analysed with analysis of variance (ANOVA) and mean
comparisons of Duncan's Multiple Range Test (DNMRT) at 5% level. Data
indicated that the growth of red rice genotypes responded differently to water
stress. Genotype of BH Siarang was tolerant to drought and was superior to other
genotypes with 100% recovery. BH Siarang had 94.80cm plant height, number of
productive tillers of 5.2, grain fresh weight of 9.52 g and dry weight of 8.47, and

yield per plot of 9.85 g. However, it had relatively low of grains per panicle which
was 468.99 grains. In contrast, rice genotype BM Siopuk was moderat to drought
compared to other genotypes with 60% recovery, plant height of 91.91 cm,
number of productive tillers of 1.6, root dry weight of 3.02 g, number of grains
per panicle of 196.84, fresh weight of2.56 g, dry weight of 1.96 g, and yield per
plot of 2.03 g.
Keywords: tolerance, genotypes, red rice, drought stres

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman
pertanian kuno ini berasal dari 2 benua yaitu Asia dan Afrika Barat Tropis. Bukti
sejarah memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina) sudah dimulai
pada 3.000 tahun sebelum masehi. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hasti
Napur Uttarpradesh India sekitar 100-800 SM. Selain Cina dan India beberapa
wilayah asal padi adalah Bangladesh Utara, Burma, Thailand, Laos, Vietnam
(Suparyono dan Setyono, 1994 ; Noftaria, 2010).
Padi merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia.
Pemenuhan kebutuhan akan beras selalu diprioritaskan oleh Pemerintah. Pada
tahun 2010 produksi padi Sumatera Barat di perkirakan mencapai 2.192.288 ton

gabah kering giling (GKG), atau mengalami peningkatan sebesar 86.498 ton
(4,11%) di bandingkan produksi padi tahun 2009.

Kenaikan produksi

diperkirakan karena terjadi peningkatan luas panen sebesar 12.318 hektar (2,80
%) dan produktivitas sebesar 0,61 kuintal/hektar (1,27%), sedangkan produksi
beras merah lokal di Indonesia saat ini hanya 2 – 3 ton /ha. Rendahnya produksi
ini diperkirakan karena terjadinya penurunan luas penen akibat sedikitnya petani
yang membudidayakan padi beras merah (Badan Pusat Statistik, 2011).
Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang
menyimpan sumber keragaman genetik yang eksotik dan memiliki nilai ekonomis
tinggi. Salah satu plasma nutfah yang ditemukan adalah padi beras merah. Beras
merah sudah lama diketahui sangat bermanfaat bagi kesehatan, selain sebagai
makanan pokok, seperti menyembuhkan penyakit kekurangan vitamin A (rabun
ayam) dan vitamin B (beri-beri), beras merah juga bermanfaat untuk mengatasi
kekurangan gizi bagi penduduk. Beberapa penelitian dan pengalaman masyarakat
menunjukkan pigmen antosianin yang merupakan sumber pewarna dari biji-bijian
dan buah-buahan berperan sebagai antioksidan untuk mencegah berbagai penyakit
seperti jantung koroner, kanker, diabetes, dan hipertensi (Suardi, 2005).

Padi beras merah merupakan salah satu jenis padi di Indonesia yang
mengandung gizi yang tinggi. Penelitian di Cina menunjukkan bahwa ekstrak

larutan beras merah mengandung protein, asam lemak tidak jenuh, beta-sterol,
camsterol, stigmasterol, isoflavones, saponin, Zn dan Se, lovastrin, dan
mevinolin-HMG-CoA. Unsur terakhir adalah reduktase inhibitor yang dapat
mengurangi sintesis kolesterol di hati (Suardi, 2004).
Beras merah juga terbatas dipasarkan dan harganya relatif tinggi. Dengan
makin meluasnya permasalahan terhadap kesehatan, potensi padi beras merah
perlu digali lebih intensif melalui berbagai penelitian. Peningkatan hasil panen
padi beras merah masih rendah. Hal ini bisa diakibatkan oleh beberapa hal
diantaranya adalah penentuan waktu panen, hama penyakit dan cekaman
kekeringan.
Kekeringan merupakan kendala bagi peningkatan produksi tanaman pada
lahan tadah hujan bahkan lahan sawah irigasi. Kekeringan terjadi hampir setiap
tahun yang disebabkan oleh musim hujan yang tidak menentu, terlalu cepat
berakhir, penanaman terlambat, dan pengairan yang umumnya sangat bergantung
pada air hujan. Kekeringan bisa berakibat fatal dan berpengaruh pada kestabilan
produksi padi beras merah. Lahan sawah tadah hujan negeri ini dengan luasan 2,1
juta ha dapat menjadi lumbung padi kedua nasional setelah lahan sawah irigasi.

Namun, produktivitas lahan tersebut masih rendah, yaitu, sekitar 3-3,5 ton/ha
(Anonim, 2009). Alternatif strategi untuk memperbaiki produktivitas di lahan
tadah hujan adalah melalui budidaya tanaman padi yang toleran kekeringan.
Salah satu masalah yang dihadapi petani saat ini adalah masih terbatasnya
bibit padi yang tahan kekeringan dan berproduksi tinggi sedangkan varietas padi
gogo yang dikembangkan saat ini produksinya masih rendah. Untuk mengatasi
hal ini perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan varietas padi beras merah
yang berproduksi tinggi dan tahan terhadap cekaman kekeringan.
Perbaikan sifat toleransi terhadap kekeringan pada padi mulai padi lokal
hingga padi unggul modren masih sangat terbatas. Varietas padi toleran terhadap
kekeringan yang telah dilepas adalah Gajah Mungkur dan Kelimutu

yang

merupakan padi gogo (Harahap et al., 1995; Suardi, 2005) dan IR52 untuk padi
sawah (IRRI, 1983; Suardi, 2005). Beberapa padi sawah yang relatif toleran
kekeringan dengan perakaran cukup dalam adalah Cipunegara, Cisadane, Krueng

Aceh, Ayung dan galur B2790b yang relatif sama dengan Salumpikit dan DM 59
(Suardi, 2005).

Provinsi Sumatera Barat memiliki banyak sekali genotipe atau kultivar
padi lokal dan baru beberapa kultivar yang diketahui tingkat toleransinya terhadap
kekeringan. Beras merah merupakan salah satu kultivar padi lokal yang tingkat
toleransinya terhadap kekeringan belum diketahui. Swasti et al., (2007); Noftaria,
(2010), melalui kegiatan eksplorasi telah berhasil mengumpulkan sebanyak 182
kultivar padi lokal di Sumatera Barat, dimana terdapat 15 kultivar padi beras
merah yang belum diketahui datanya apakah toleran atau tidak terhadap
kekeringan sehingga untuk itu diperlukan adanya penelitian terhadap kekeringan
menggunakan kultivar padi beras merah lokal tersebut. Sampai saat ini ada 5
kultivar padi beras merah lokal sumatera barat yang masih di budidayakan oleh
petani, namun data toleransinya terhadap kekeringan belum di ketahui. Kultivar
tersebut adalah BH Siarang, BM Sungai Abu, BM Karajut, BM Siopuk dan BM
Silopuk.
Berdasarkan berbagai masalah dan keterbatasan literatur tentang
ketahanan berbagai kultivar padi lokal terhadap cekaman kekeringan maka
penulis telah melakukan studi ketahanan berbagai kultivar padi lokal terhadap
cekaman kekeringan, khususnya yang terkait dengan tanaman padi. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan sumbangan nyata terhadap ketahanan pangan
khususnya bagi pemulia yaitu dengan memanfaatkan lahan marginal (lahan
kering) sebagai lahan budidaya padi beras merah ini. Dengan latar belakang

tersebut penulis telah melakukan penelitian dengan judul ”Pengujian Toleransi
Beberapa Kultivar Padi Beras Merah (Oryza sativa L.) Terhadap Cekaman
Kekeringan”.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui toleransi
beberapa kultivar padi beras merah terhadap cekaman kekeringan.