Sejarah dan perkembangan stasiun kereta api Tugu di Yogyakarta 1887-1930 - USD Repository

  SEJARAH DAN PERKEMBANGAN STASIUN KERETA API TUGU DI YOGYAKARTA 1887-1930

  SKRIPSI

  Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Ilmu Sejarah

  Oleh: Rechardus Deaz Prabowo

  NIM: 094314002 PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH JURUSAN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

  2013 i

  SEJARAH DAN PERKEMBANGAN STASIUN KERETA API TUGU DI YOGYAKARTA 1887-1930

  SKRIPSI

  Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Ilmu Sejarah

  Oleh: Rechardus Deaz Prabowo

  NIM: 094314002 PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH JURUSAN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

  2013

  

ii

  SKRIPSI SEJARAH DAN PERKEMBANGAN STASIUN KERETA API TUGU DI YOGYAKARTA 1887-1930

  Disusun Oleh: Nama : Rechardus Deaz Prabowo NIM : 094314002

  Telah disetujui oleh: Pembimbing I Tanggal Drs. Silverio R. L. A. Sampurno, M.Hum 29 November 2013

  

SKRIPSI

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN STASIUN KERETA API TUGU DI

YOGYAKARTA 1887-1930

Dipersiapkan dan ditulis oleh:

  

Nama : Rechardus Deaz Prabowo

NIM : 094314002

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji

Pada Tanggal 18 September 2013

  

Dan menyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan Ketua : Drs. Silverio R. L. A. Sampurno, M. Hum. ……………………….. Sekretaris : Drs. Hb. Hery Santosa, M. Hum ……………………….. Anggota : 1. Dr. H. Purwanta, M. A. ………………………..

   2. Drs. Ign. Sandiwan Suharso ………………………..

   3. Drs. Silverio R. L. A. Sampurno, M. Hum. ………………………..

  

Yogyakarta, 29 November 2013

Fakultas Sastra

Universitas Sanata Dharma

Dekan

  

(Dr. F. X. Siswadi, M.A.)

iii

  PERSEMBAHAN

   Pertama-tama, skripsi ini saya persembahkan kepada keluarga saya, Paulus

  Suwondo, Kristina Triani, Mbah Suyatmi, dan Yohanes Davin Dwiatmoko, yang dengan penuh pengertian serta dukungan doa dan tenaga telah menyemangati penulis untuk segera menyelesaikan skripsinya. 

  Kepada para Dosen Ilmu Sejarah Sanata Dharma yang dengan senang hati memberikan perhatian kepada penulis selama proses perkuliahan dan penulisan Skripsi. 

  Selanjutnya kepada teman-teman seperjuangan natas dan keluarga besar Ilmu Sejarah yang dengan suka cita menjadi tempat berkumpul dan berdiskusi mengenai masalah-masalah yang dihadapi penulis.

  iv

  MOTTO

  The beginning of all things are small

  • Marcus Tullius Cicero-

  v

  

Pernyataan

  Dengan ini saya menyatakan bahwa isi dalam karya skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Yogyakarta, 30 Agustus 2013

  Rechardus Deaz Prabowo

  

vi vii

KATA PENGANTAR

  Selama menginjakkan kaki ke Universitas Sanata Dharma dan menjalani studi di Program Studi Ilmu Sejarah, sering muncul pertanyaan dalam benak saya, “Bagaimana toh rasanya menulis skripsi.” Setelah menjalani hari demi hari, bulan demi bulan, da semester demi semester, akhirnya tiba juga bagi saya saat yang menentukan dalam hidup seorang mahasiswa tingkat akhir, dimulainya proses penulisan skripsi.

  Dengan semangat bak pejuang ’45, yang memegang bendera merah putih di tangan kiri dan senapan di tangan kanan, saya memasuki ruangan guru pembimbing akademik sambil dengan mantap berkata, “Pak, saya mau mengambil mata kuliah skripsi.” Maka dimulailah saat-saat mendebarkan dan mencengangkan selama saya menjadi mahasisa S-1 Ilmu Sejarah Sanata Dharma, membuat skripsi haruslah disertai kemauan yang kuat, akal yang sehat, serta waktu yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.

  Dengan berbagai cobaan dan rintangan, sudah banyak sekali tulisan yang dikoreksi, buku-buku yang terbaca, perpustakaan yang didatangi, diskusi yang dilakukan, serta kembali lagi untuk menulis dan menulis mengingat waktu yang kunjung habis. Ada satu titik dimana akhirnya saya mulai jenuh dengan skripsi.

  Sebagai seorang mahasiswa tingkat akhir, yang harus melalui dunia kuliah dan

  

viii bersiap menuju dunia kerja, mulai jarang sekali ke kampus karena sedikitnya mata kuliah dan teman-teman yang juga sibuk karena skripsi, Tiba-tiba muncul rasa keterasingan dan semangat menulis skripsi pun mengedur dan pikiran mulai teralih ke kegiatan lain.

  Tanpa bermaksud menjadikan kata pengantar menjadi ajang curhat, akhirnya skripsi ini selesai dengan akhir ang cukup membahagiakan. Semangat yang tadinya mengendur mulai menguat sampai karya ilmiah seorang mahasiswa ini menjadi layak untuk dibaca dan dikaji lebih lanjut bagi para peneliti atau mahasiswa di masa mendatang.

  Tentu saja dalam enulisan skripsi ini, penulis banyak dibantu oleh dukungan moral dan semangat dari berbagai pihak. Oleh karena itulah dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1.

  Kedua orang tua saya yang selalu menunggu di rumah, Paulus Suwondo dan Kristina Triani, terima kasih atas bimbingan, perhatian, serta kesabaran dalam menunggu selesainya studi penulis di Ilmu Sejarah.

  2. Kepada para dosen Ilmu Sejarah USD,yang telah membimbing penulis selama 4 tahun di perkuliahan, Drs. Silverio R. L. A. Sampurno, Drs. H. Purwanta, M. A, Drs. Ign. Sandiwan Suharso, Drs. Hb. Hery Santosa, M. Hum, Drs. Manu Joyoatmojo, Dra. Lucia Juningsih, M. Hum, DR. F.X. Baskara T. Wardaya, M. Hum. Terimakasih atas ilmu yang telah diberikan.

  

ix

  3. Kepada teman-teman Ilmu Sejarah ankatan 2009, Belo, Amor, Maksi, Avent, Ayunda, Silvi, Sari, Yuli, terima kasih atas kebersamaannya selama menjalani kuliah di Ilmu Sejarah.

  4. Kepanda teman-teman natas dari segala angkatan, mulai dari Al, Fafa, Sita, Bayu, Tara, Endi, Erda, Pita, Veta, Putri, Bertha, Ayu, Towo, Bayu Pamungkas, Garit, Ayu, Vania, Wendi, Lia, Nana, Nino, Hana, Sari, Ansel, Tasya, Gita, Bayu, dan kawan-kawan lainnya, sungguh sangat berterimakasih saya telah diterima di rumah natas, rumah jurnalistik yang penuh dengan canda, tawa, diskusi, emosi, serta suka duka yang kita lewati bersama.

  5. Kepada teman-teman SMA Sedes Sapientiae Bedono yang kuliah di Yogyakarta, terlebih Pandur, Reza, dan Mario yang kembali membuat saya fokus dan melepas keraguan saya sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini.

  6. Terimakasih kepada perpustakaan-perpustakaan yang ada di Yogyakarta yang telah menyediakan sumber pustaka, mulai dari Perpustakaan Universitas Sanata Dharma (khususnya Mbak Sandra dan Pak Sudrajad), Perpustakaan FIB UGM, Perpustakaan Pusat Studi Kawasan dan Pedesaan UGM dan Perpustakaan Pusat UGM, Perpustakaan Karta Pustaka, Perpustakaan Pusat Yogyakarta, dan Balai kearsipan Yogyakarta atas segala sumber-sumber yang membantu penyelesaian skripsi ini.

  x

  7. Kepada teman-teman PKM-P Mendut Sojiwan (Diah, Lia, Milli, Irawan) dan Pak Hery sebagai pembimbing yang sudah memberi kenangan dan kesempatan untuk merasakan pengalaman sebagai peneliti dan petualang.

8. Dan yang terakhir, saya sangat berterima kasih kepada mereka yang telah membatu saya di tengah-tengah kesulitan maupun dalam lautan kegembiraan.

  Saya sungguh berterima kasih,. Walaupun nama-nama mereka tidak dapat saya tambahkan mengungat terbatasnya jumlah halaman, maupun karena memori saya yang terbatas sehingga saya tidak bisa mengingat nama kalian. Tetapi satu kata yang bisa saya ucapkan. Terima kasih atas kenangan berkesan yang telah kalian berikan.

  Sebelum mengucapkan terima kasih, penulis ingin berpesan bahwa karya ini merupakan batu pijakan bagi karya-karya selanjutnya. Tentu saja bukan tidak mungkin bila tema yang penulis angkat akan terus muncul. Hal ini dikarenakan tidak ada sesuatu yang baru di dunia ini, yang berbeda adalah dari perspektif mana kita melihat karya tersebut. Karena itu jangan ragu untuk penulis-penulis berikutnya. Masih ada banyak sekali tema-tema yang bisa kalian tulis. Masih banyak sumber- sumber yang menunggu untuk dibuka dan dianalisa.

  Yogyakarta, 30 Agustus 2013 Rechardus Deaz Prabowo

  

xi

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL …………………………………………………………….........i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………………...ii HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………………….iii HALAMAN PERSEM

  BAHAN ………………………………………………….….iv HALAMAN MOTTO ………………………………………………………………..v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……………………………....vi LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ……………………….vii KATA P

  ENGANTAR …………………………………………………………...…viii DAFTAR ISI ………………………………………………………………………..xii DAFTAR TABEL

  DAN GRAFIK…………………………………………………xiiv DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………..xv ABSTRAK ……………………………………………………………………….....xvi ABS

  TRACT …………………………………………………………………...…..xvii

  BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………….1 A. Latar Belakang ………………………………………………………………..1 B. Perumusan Masalah …………………………………………………………..7 C. Pembatasan Masalah ………………………………………………………….8 D. Tujuan Penulisan ……………………………………………………………..9 E. Manfaat Penelitian ……………………………………………………………9 F. Tinjauan Pustaka …………………………………………………………….10 G. Landasan Teori ……………………………………………………………...13 H. Metode Penelitian …………………………………………………………...15 I. Sistematika Penulisan ……………………………………………………….17 BAB II KONDISI WILAYAH YOGYAKARTA YANG MELATARBELAKANGI PEMBANGUNAN STASIUN KERETA API TUGU YOGYAKARTA ...19 A. Kondisi Kesultanan Yogyakarta Dan Persewaan Tanah Pada MasaHamengkubuwana VII …………….…………………………………..19

  xii

  B.

  Munculnya Kebutuhan Akan Sarana Transportasi Kereta Api Di Yogyakarta

  …………………………………………………………………..29

  BAB III PEMBANGUNAN DAN PERKEMBANGAN STASIUN TUGU DI YOGYAKARTA ………………………………………………………..36 A.

  Lahirnya Perusahaan Kereta Api SS dan Dimulainya Usaha Pemerintah Di Bidang Kereta Api …………………..………………………………………36 B. Munculnya Stasiun Kereta Api Di Yogyakarta ……………………………..47 C. Berdirinya Stasiun Tugu Di Yogyakarta ……………………………………49 D.

  Perbandingan Stasiun Tugu Dan Lempuyangan Dalam Data Statistik……...63

  BAB IV PENGARUH YANG MUNCUL DARI PEMBANGUNAN DAN AKTIVITAS STASIUN TUGU BAGI KOTA YOGYAKARTA ………………………………………………………….70 A. Perubahan Sosial Yang Terjadi Bagi Masyarakat Pribumi DI Yogyakarta P asca Pembangunan Stasiun Kereta Api Tugu…………. ………………….70

  BAB V PENU TUP…………………………………………………………………..84 A. Kesimpulan ………………………………………………………………….84 B. Saran ………………………………………………………………………...89 DAFTAR PU STAKA ……………………………………………………………….91 LAMPIRAN .............................................................................................................95

  

xiii

  

xiv

DAFTAR TABEL DAN GRAFIK

  3.1 Perbandingan Keuntungan Dan Kerugian Dari Pembangunan Perusahaan Kereta Api Milik Pemerintah Belanda

  ………...……………………………………………………..…………40

  3.2 Jumlah Keuntungan Dan Kerugian Perusahaan SS Di Jalur Yogyakarta- Cilacap

  …………………………………………………………………..……….60

  3.3 Total Pengeluaran Perusahaan Kereta Api SS Dan NISM Di Pulau Jawa Tahun 1980.......................................................................................................................65

  3.4 Total Pendapatan Perusahaan Kereta Api SS Dan NISM Di Pulau Jawa Tahun 1890.......................................................................................................................65

  3.5 Rincian Pendapatan Perusahaan Kereta Api SS Dan NISM Di Pulau Jawa Tahun 1890.......................................................................................................................67

  4.1 Perbandingan Jumlah Penumpang Yang Diangkut Kereta SS Dan NISM Di Yogyakarta Tahun 1890

  ……………….………………………………………...77

  4.2 Lalu Lintas Penumpang Di Jalur Kereta Api Dari Semarang Menuju Vorstenlanden (Yogyakarta & Semarang)

  …………..…………………………..79

  6.1 Daftar Perusahaan Perkebunan Swasta Di Yogyakarta Tahun 1890…….…….100

  6.2 Daftar Perusahaan Perkebunan Swasta Yang Membuat Kontrak Persewaan Tanah Di Yogyakarta Tahun 1920-

  1925……………………...………………..……...101

  

xv

DAFTAR GAMBAR

  3.1 Peta jalur kereta api Yogyakarta yang melewati sebelah barat Yogyakarta……..59

  6.1 PetaYogyakarta ………………………………………………………….….…..96

  6.2 Jalur Kereta Api Uap Di Kota Yogyakarta…………………………..…………..97

  6.3 Stasiun Tugu Pada Saat Selesai Dibangun……………………………..………..98

  6.4 Stasiun Tugu Saat Masih Dipakai Untuk Mengangkut Hasil Bumi Ke Pelabuhan Cilacap…………………………………………………………………………...98

  6.5 Stasiun Tugu Setelah Direnovasi Untuk Mengakomodasi Kereta Penumpang…………………………………………………..………………......99

  6.6 Peta Jalur Kereta Api Uap SS Yogyakarta-Cilacap...…………..………………103

  

ABSTRAK

  SEJARAH DAN PERKEMBANGAN STASIUN KERETA API TUGU DI YOGYAKARTA 1887-1930

  Skripsi ini mengambil tema penelitian seputar sejarah dari Stasiun Tugu Yogyakarta, sebuah stasiun kereta api yang sudah beroperasi sejak masa Hindia Belanda hingga di masa modern seperti sekarang ini. Tujuan dari skripsi ini adalah untuk mengetahui bagaimana latar belakang pembangunan stasiun tersebut di Yogyakarta, perkembangan apa saja yang muncul setelah stasiun tersebut selesai dan beroperasi, serta sejauh mana pengaruh yang ditimbulkan dari terbentuknya Stasiun Tugu bagi masyarakat Yogyakarta.

  Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka dan observasi lapangan. Selain itu, dalam melaksanakan analisis data dilakukan kritik sumber setelah ditemukannya berbagai macam sumber yang sesuai dengan kebutuhan penilitian sehingga dapat dibandingkan dan memunculkan sebuah kesimpulan yang menjadi jawaban dari penelitian ini.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bagaimana dalam kemunculannya, Stasiun Tugu Yogyakarta merupakan wujud turut campurnya dua kekuasaan yang memiliki pengaruh besar bagi Yogyakarta, yaitu perusahaan kereta api dan tram Negara Belanda SS (De Staatspoor en Tramwegen) yang menjadi perpanjangan tangan dari Pemerintah Hindia Belanda, serta Kesultanan Yogyakarta. Hal ini merupakan sesuatu yang unik di Hindia Belanda, mengingat bagaimana dalam menerapkan kebijakannya, Belanda selalu berhasil menekan pemerintahan lokal di Hindia Belanda.

  Selain itu, Stasiun Tugu yang dikelola oleh SS merupakan sebuah usaha pemerintah untuk ikut serta dalam bisnis transportasi. Hal ini sangat tidak umum mengingat bagaimana di Hindia Belanda urusan transportasi kereta api sudah dikuasai oleh NISM (Nederlandsch Indisch Spoorweg Maatschppij) yang merupakan perusahaan swasta. Sesuai dengan konsep liberalisme yang mulai berkembang di Eropa dan terus menjalar ke seluruh dunia.

  Setelah dilakukannya penelitian dapat dilihat bagaimana sejarah transportasi lebih dari sekedar pembangunan alat transportasi dan fasilitas pendukungnya. Ada banyak sekali tangan-tangan tidak terlihat yang memiliki kepentingan dalam pembangunan fasilitas tersebut dengan berbagai motif. Seperti motif politik dan ekonomi dalam Stasiun Tugu. Tidak hanya berperan sebagai sarana pengangkutan hasil bumi yang laku di pasar dunia, Stasiun Tugu menjadi wujud kekuatan dan pengaruh Keraton Yogyakarta.

  Kata Kunci: Stasiun Kereta, Tugu, Yogyakarta

  

xvi

  

ABSTRACT

  THE HISTORY AND DEVELOPMENT OF TUGU RAILWAY STATION IN YOGYAKARTA 1887-1930

  This Thesis have a theme about the history of Tugu Railway Station, a railway station that have been operated from the time of Dutch Indies until the modern time. The purpose of this thesis is to know the background of the construction from this railway station in Yogyakarta, the development that rise after the railway station have been finished and operated, and how far the effect that come from the construction of Tugu Railway Station for the citizen of Yogyakarta.

  The methods that used are literature studies and field observations. Moreover, in carrying out data analysis performed after the discovery of source criticism various sources to suit the needs research that can be compared and conclusions of a one raises an answer from this research

  The result from this study show how in the appearance, Tugu Railway Station is the embodiment of two great power that have a big influence for Yogyakarta, that is the state railway and tram company, SS (De Staatspoor en Tramwegen) that become the extension from the Dutch Government and The Sultanate of Yogyakarta. This is something unique in Dutch Indies, from how to apply the policies, Dutch always give the pressure to the local government in Dutch Indies.

  Beside that, Tugu Railway Station that operate under the management of SS was the work of the state to join in the transportation business. This is the anomaly, if we remember in the Dutch Indies, the railway connection have been controlled by the NISM (Nederlandsch Indisch Spoorweg Maatschppij), the private company. in accordance with the concept of liberalism that began to develop in Europe and continues to spread throughout the world.

  After the research have been done, we can see how far the history of transportation more than just the construction of supporting facilities. There were so many invisible hands that have the control in the development of that facilities with so many motive behind them. Like the politic and economic motive in Tugu Railway Station. Not only serves as a means of transporting agricultural products sold in the world market, Tugu Station to form the power and influence of Yogyakarta Palace.

  Key Words: Railway Station, Tugu, Yogyakarta

  

xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah: Sejak zaman dahulu transportasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan

  dalam kehidupan manusia. Dari zaman manusia purba sampai di masa modern seperti sekarang ini manusia terus berupaya memecahkan permasalahan dalam transportasi yang semakin kompleks dalam perjalanan waktu. Hal ini dikarenakan manusia merupakan makhluk yang dinamis yang selalu bergerak mengatasi rintangan alam. Selain berhubungan dengan bidang sosial, transportasi juga memiliki hubungan erat dengan bidang ekonomi serta politik. Oleh karena itulah persoalan transportasi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia dari masa ke masa. Hal inilah yang menjadikan manusia mampu membuat perahu untuk menyebrangi sungai serta menjinakkan hewan liar seperti kuda, kerbau, dan lainnya untuk ditunggangi. Penemuan manusia di bidang transportasi semakin berkembang semenjak ditemukannya roda oleh bangsa Sumeria guna menopang beban gerobak yang ditarik oleh hewan dan

  1 ditemukannya mesin uap oleh James Watt.

  Penemuan kedua benda diatas merevolusi sarana transportasi dalam kehidupan manusia. Ditemukannya Roda membuat manusia mampu membawa barang lebih banyak karena dibantu oleh gerobak yang ditarik oleh hewan.

1 Dick, Howard, et al. Cities, Transport and Communications, The

  Integration of South East Asia since 1850 , (New York:2003). Hal. 48

  Berbeda dengan sebelum ditemukannya roda dimana setiap orang hanya bisa membawa barang secara terbatas dengan tangannya. Sedangkan ditemukannya mesin uap oleh James Watt di Inggris tahun 1776 membawa perubahan besar dalam dunia industri, dimana dengan ditemukannya mesin yang mampu bergerak dengan menggunakan tenaga uap mulai menggantikan tenaga manusia dan hewan dalam kegiatan industri.

  Lahirnya kereta api uap secara langsung berhubungan dan mempengaruhi bidang sosial, ekonomi dan politik. Salah satu contoh nyata adalah persaingan antara perusahaan transportasi milik negara dengan perusahaan swasta serta hubungannya dengan kolonialisme. Kedua contoh tersebut bisa dilihat pada kemunculan kereta api uap di Hindia Belanda pada masa kolonial.

  Kemunculan kereta api uap di wilayah Asia dimulai oleh Inggris yang membangun jalur kereta api uap di India pada tahun 1853. Belanda adalah negara kedua yang membangun jalur kereta api uap di Hindia Belanda. Wilayah-wilayah lainnya yang menyusul adalah Jepang (1872), Cina (1875), Myanmar (1877), Turki (1888). Sementara wilayah lainnya di Asia Tenggara seperti Malaysia,

  2 Singapura, Thailand, Filipina baru menyusul sesudahnya.

  Selesainya Perang Jawa tahun 1830, menjadi awal dimulainya usaha mengembalikan kas negara yang kosong karena perang. Akhirnya, muncul sebuah

2 Setijowarno, Djoko,

  “Moda Kereta Api Pantas Dilirik Kembali” dalam

Jurnal Wacana, Menuju Transportasi Yang Manusiawi . (Yogyakarta:2005), hal.

  93

  3

  gagasan pelaksanaan kebijakan pertanian yang disebut dengan cultuurstelsel atas usul Gubernur Jendral Johanes Van den Bosch. Selain cultuurstelsel, di wilayah

  

Vorstenlanden seperti Yogyakarta dan Surakarta dikenal usaha sewa menyewa

  tanah lungguh kepada pihak swasta. Sistem ini diatur berdasarkan kesepakatan antara pihak koloni dan pihak yang menyewakan lahan guna dipakai untuk daerah

  4

  perkebunan. Hasil dari usaha-usaha di atas dengan cepat menutupi kas Belanda yang habis, bahkan Belanda mengalami surplus. Maraknya pertumbuhan daerah perkebunan serta kendala di bidang transportasi mengakibatkan munculnya

  5 keinginan untuk membangun jalur kereta api.

  Dimulai dari usul seorang kolonel yang bernama Jhr. Van Der Wijk pada tahun 1840, pembangunan jalur kereta api uap mulai terealisasi tanggal 7 Juni 1864. Rutenya dimulai dari Semarang menuju Tanggung, Grobogan. Dengan diawali pencangkulan tanah oleh Gubernur Jendral Baron Sloet van den Beele

  3 Sulistyo, Bambang, Pemogokan Buruh Sebuah Kajian Sejarah,

  Yogyakarta:1995) Hal. 9. Masa pemberlakuan sistem tanam terkoordinasi antara pusat sampai daerah pelosok. Dimana rakyat tidak lagi menyerahkan uang melainkan hasil bumi yang laku di pasaran dunia dan bisa diekspor Belanda. Karena hal tersebut nantinya sistem ini akan dikenal sebagai sistem Dwang Stelsel (tanam paksa).

  4 J. H, Houben, Vincent, Keraton dan Kompeni, (Yogyakarta:2002)

  Hal.512-524. Sebelum dimulainya pembangunan kereta api di Pulau Jawa, Hindia Belanda mengalami masa Cuultuurstelsel. Hanya Yogyakarta dan Surakarta wilayah yang tidak mengalaminya. Sebaliknya, pemerintah maupun pengusaha Belanda dapat menyewa lahan milik pegawai Kraton sesuai dengan syarat dan ketentuan yang disepakati kedua belah pihak.

  5 Mrazek, Rudolf, Engginers of Happy Land: Perkembangan Teknologi dan Nasionalisme di Sebuah Koloni, (Jakarta:2006) Hal. 9 sebagai penanda dimulainya pembangunan jalur kereta api uap dan konstruksi jalurnya yang dipegang oleh Nederlandsch-Indisch Spoorweg Maatscappij

  6 (NISM) , perusahaan swasta yang bergerak dalam usaha kereta api uap.

  Pembangunan jalur tersebut terus melebar dari Semarang menuju daerah-daerah perkebunan inti yang menjadi penyokong kelangsungan Hindia Belanda.

  Rute Semarang-Tanggung dibuka tanggal 10 Februari 1870. Bersamaan dengan tanggal tersebut, jalur kereta api uap telah menembus Surakarta walaupun proyek ini sempat mengalami masalah keuangan. Akhirnya tanggal 10 Juni 1872, jalur yang menuju Yogyakarta berhasil diselesaikan. Kehadiran transportasi kereta api uap ini menjadi bukti bagaimana Belanda membutuhkan modal yang sangat

  7 besar untuk menyangga jalannya kolonialisme di Hindia Belanda.

  Kemunculan awalnya yang diusulkan oleh seorang pegawai militer menandakan peran politik dari jalur kereta api uap tersebut guna memadamkan sisa-sisa laskar Pangeran Diponegoro yang masih tersebar di wilayah sekitar

  8 Semarang, Kedu, Bagelen, hingga Banyumas , selain dari peran ekonominya

  6 Selanjutnya disingkat NISM dalam karya ini. NISM pula yang

  membangun jalur Batavia-Buitenzorg sepanjang 54 Km. Pembangunan jalur kereta api uap di Jawa akhirnya diserahkan oleh perusahaan swasta karena pihak pemerintah Belanda masih belum memiliki dana yang cukup. Selain itu, ada kemungkinan Belanda merasa perlu melakukan uji coba yang dilakukan oleh perusahaan swasta ini untuk mengetahui seberapa efektif dan menguntungkan kehadiran moda transportasi yang tergolong baru ini, sebelum Belanda ikut terjun dalam usaha pembangunan jalur dan stasiun kereta api uap di Hindia Belanda.

  7 Caldwell, Malcolm, & Utrecht, Ernst, Sejarah Alternatif Indonesia,

  (Yogyakarta:2011) Hal. 76

  8 Subarkah, Imam, Sekilas 125 Tahun Kereta Api Kita, (Bandung:1992)

  Hal. 5 setelah munculnya industri perkebunan dan pertanian yang dikelola oleh orang-

  9 orang Belanda.

  Yang unik dalam pembangunan jalur dan stasiun kereta api uap di Hindia Belanda adalah pembangunannya yang menghubungkan daerah hulu sebagai daerah inti pemasok hasil perkebunan komoditas ekspor hingga bermuara ke pelabuhan-pelabuhan terdekat sebelum akhirnya barang muatan tadi dikapalkan

  10 dan dijual ke pasar internasional.

  Kemunculan jalur kereta api uap beserta stasiun-stasiunnya di Yogyakarta tumbuh bersamaan dengan semakin meningkatnya usaha sewa menyewa tanah lungguh pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwana VII. Tanah-tanah tersebut disewakan untuk menanam komodititas ekspor yang laku di pasaran

  11 dunia, seperti tembakau, kopi, nila, serta primadona ekspor wilayah ini, tebu.

  Banyaknya perkebunan swasta dari hasil persewaan tanah menimbulkan masalah dalam pengangkutannya menuju pelabuhan Semarang. Pada masa ini,

  9 Supangkat, Eddy, Ambarawa Kota Lokomotif Tua, (Salatiga:2008) Hal.

  2. Sama seperti di Semarang, dimana di sana terdapat banyak sekali perkebunan- perkebunan swasta kepunyaan pihak asing yang jumlahnya mencapai 80 buah lebih.

  10 Dick, Howard & Rimmer, Peter J., Cities, Transport and

  (NewYork:2003) Hal. 64. Disini dijelaskan bagaimana dalam

  Communications

  struktur rel kereta api di Asia Tenggara, pasti menghubungkan antara daerah pedalaman (hinterland) menuju kota-kota pelabuhan sebagai upaya negara-negara penjajah untuk memasarkan hasil bumi dari negara jajahannya ke pasar dunia.

  11 Zuhdi, Susanto, Cilacap 1830-1942, Bangkit dan Runtuhnya Suatu

Pelabuhan di Jawa , (Jakarta:2002) Hal. 44. Tercatat pabrik-pabrik gula di

  Yogyakarta berada di bagian barat Yogyakarta, sebut saja daerah Rewulu, Klaci, Sedayu dan Sewugalur. untuk mengangkut hasil bumi dipergunakan alat transportasi tradisional seperti gerobak, cikar, maupun andong yang masih ditarik sapi, kerbau, atau kuda. Ada berbagai resiko yang dihadapi, baik dalam segi waktu, keamanan, kualitas dan kuantitas barang yang dikirim. Karena pertimbangan tersebut, ditambah dengan persaingan Belanda dengan negara kolonial lainnya di Asia Tenggara membuat Belanda merasa perlu untuk membangun jalur kereta api uap di Yogyakarta.

  Sebagai kelanjutan dari pembangunan stasiun dan jalur kereta api uap dari Semarang, dibangunlah stasiun Lempuyangan oleh NISM tanggal 2 Maret 1872.

  Jalur Semarang-Yogyakarta terhubung tanggal 10 Juni 1872.

  Melihat keuntungan yang didapat oleh NISM, Pemerintah Kolonial Belanda mulai tertarik untuk menjajaki usaha transportasi kereta api uap.

  Pemerintah pusat merasa perlu memaksimalkan keuntungan yang didapat dengan membangun jalur-jalur kereta api yang menghubungkan kota Yogyakarta dengan kota-kota lainnya. Hasil dari keputusan tersebut adalah selesainya pembangunan Stasiun Tugu Yogyakarta tanggal 12 Mei 1887 dibawah kendali perusahaan kereta

  12 dan trem negeri Belanda, De Staatspoor en Tramwegen (SS).

  Dipilihnya Yogyakarta pada tahun 1887 sebagai unsur spasial dan temporal karena Yogyakarta pada masa itu memiliki usaha sewa menyewa tanah lungguh yang terus meningkat hingga pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwana VII. Dengan banyak persewaan tanah oleh investor Belanda menyebabkan munculnya kebutuhan akan pengadaan alat transportasi yang cepat,

12 Ballegoijen de Jong, Michiel van, Spoorwegstations Op Java, (Amsterdam:1997). Hal 146. Selanjutnya akan disebut SS dalam karya ini.

  aman, dan efektif untuk mengantarnya ke pelabuhan terdekat sebelum menuju pasar dunia. Peluang ini menjadi rebutan antara SS dan NISM dalam mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya.

  Sedangan dipilihnya Stasiun Tugu sebagai objek dari karya ini karena keunikan yang dimilikinya dimana stasiun milik pemerintah tersebut muncul di tengah-tengah masa liberalisme yang memberikan peran lebih pada golongan swasta dalam bidang ekonomi sedangkan peran pemerintah hanya terbatas pada bidang pemerintahan dan pembuat kebijakan. Apalagi stasiun tersebut muncul di tengah kota Yogyakarta yang dekat sekali dengan Stasiun Lempuyangan yang dimiliki oleh NISM.

  Selain itu, terdapat lebih dari satu kepentingan dalam pembangunan Stasiun Tugu. Tidak hanya dari pemerintah Belanda yang memutuskan membangun Stasiun Tugu untuk ikut serta dalam persaingan dengan Stasiun Lempuyangan yang dimanajemeni oleh NISM. Keraton Yogyakarta ikut serta dengan peran yang bahkan cukup vital. Hal ini dikarenakan dari keinginan Keraton Yogyakarta dalam mengundang investor asing untuk menanam modal di

  13 tanah-tanah lungguh yang disewakan.

B. Perumusan Masalah

  Munculnya jalur kereta api di Jawa merupakan tanda mulai stabilnya kekuasaan kolonial sehingga membuat pemerintah Belanda dapat memasukkan

13 Widiyasuti, 1999

  , “Aspek Legal Formal Tanah Lungguh Di Kasultanan Yogyakarta 1831-1918

  ”, Tesis, Universitas Gajah Mada, unpublished Hal. 127 investasinya (baik perusahaan negeri maupun swasta) ke Nusantara, baik ke daerah yang secara administratif berada dalam kontrol Hindia Belanda maupun dalam kerajaan-kerajaan yang masih memiliki kedaulatan dan dapat diajak bekerja sama dengan Belanda.

  Revolusi dalam bidang transportasi baik secara langsung maupun tidak langsung merubah hampir segala aspek dalam kehidupan manusia. Terlebih setelah ditemukannya mesin uap yang membuat jarak dan waktu dapat diatasi dengan bantuan mesin serta mengangkut segala macam hasil bumi dan menghemat biaya operasional sehingga keuntungan yang didapat berlipat ganda.

  Dengan demikian beberapa permasalahan yang hendak diajukan dalam penelitian kali ini adalah;

1. Bagaimana latar belakang pembangunan Stasiun Kereta Api Tugu di

  Yogyakarta? 2. Bagaimana perkembangan stasiun kereta api Tugu di Yogyakarta hingga tahun 1930?

  3. Sejauh mana pengaruh yang muncul dari terbentuknya Stasiun Tugu bagi masyarakat di Yogyakarta?

C. Pembatasan Masalah

  Berdasarkan perumusan masalah, pembatasan dibuat agar pembahasan permasalahan tidak meluas. Batasan-batasan yang digunakan adalah:

1. Faktor-faktor yang melandasi berdiri dan berkembangnya Stasiun Tugu di Yogyakarta pada tahun 1887-1930.

2. Pengaruh yang ditimbulkan atas berdiri dan berkembangnya Stasiun Tugu bagi lingkungan masyarakat di sekitarnya.

  D. Tujuan Penelitian a.

  Akademis Penulisan karya ini diharapkan dapat menjelaskan sejarah berdirinya Stasiun Tugu serta pengaruhnya bagi masyarakat Yogyakarta.

  b.

  Praktis Penulisan karya ini diharapkan mampu memberi gambaran tentang kemuculan perusahaan kereta api milik pemerintah, persaingan yang dihadapi dengan perusahaan kereta swasta, serta pengaruhnya perkembangan Stasiun Tugu bagi masyarakat Yogyakarta yang dibahas dalam karya ini.

  E. Manfaat Penelitian

  Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah: a.

  Akademis Penulisan karya ini diharapkan dapat memberikan wacana baru dalam melihat kemunculan sebuah sarana dan prasarana transportasi yang cukup modern di masanya serta dinamika apa saja yang terjadi dalam perkembangannya. b.

  Praktis Penulisan karya ini diharapkan dapat menjadi batu pijakan bagi para peneliti selanjutnya yang berminat melakukan penelitian seputar kereta api uap di Indonesia.

F. Tinjauan Pustaka

  Dalam penelitian yang membahas tentang sejarah perkereta-apian di Indonesia tentunya tidak bisa lepas dari buku-buku yang sudah membahas perkembangan perkereta-apian sejak mesin uap hingga mesin diesel dan listrik yang dipakai sekarang. Karenanya penelitian ini tidak bisa serta merta lepas dari hasil penelitian tentang sejarah transportasi di Indonesia pada masa Hindia Belanda.

  Hanya saja, cukup disayangkan bila melihat masih sedikitnya buku-buku yang membahas secara serius mengenai sejarah perkereta-apian yang ditulis oleh orang Indonesia sendiri, karena kebanyakan masih berupa tulisan mengenai wacana pengembangan kereta api dan pembahasan dalam segi tehnik dan arsitektural. Buku-buku yang membahas tentang sejarah perkereta-apian di Indonesia pun kebanyakan ditulis oleh penulis asing.

  Buku sejarah perkereta- apian karya Jan de Bruin yang berjudul “Het

  Indische Spoor in Oorlogstijd

  ” merupakan buku yang membahas kondisi perkeretaapian Hindia Belanda sejak masa awal pembangunan hingga masa Perang Dunia II dan Perang Kemerdekaan Indonesia. Dalam buku ini diterangkan mengenai sebab awal kemunculan transportasi kereta api beserta perusahaan- perusahaan yang pernah beroperasi di Hindia Belanda. Namun, karena cakupan waktunya berfokus pada masa perang di Hindia Belanda, perkembangan pada masa sebelum perang hanya menjadi latar belakang yang singkat.

  Yang membedakan karya Jan de Bruin dengan penelitian ini adalah pemilihan sudut pandang yang berbeda, yaitu mengambil sejarah lokal dari sebuah stasiun kereta api di Yogyakarta, yaitu Stasiun Kereta Api Tugu. Topik pembahasannya dimulai dari latar belakang berdirinya stasiun hingga pengaruh yang muncul sejak stasiun tersebut beroperasi bagi masyarakat Yogyakarta. Waktu yang ditentukan untuk penelitian pun dibatasi sejak tahun 1887 hingga 1930, yaitu sejak stasiun itu berdiri hingga pengaruh yang ditimbulkan bagi masyarakat Yogyakarta sampai tahun 1930.

  Selain buku karya Jan de Bruin, juga terdapat jurnal ilmiah yang membahas tentang sejarah perkembangan kereta api di jalur Stasiun Willem I Ambarawa-Semarang-Vorstenlanden dengan judul “KERETA API AMBARAWA

  • – YOGYAKARTA SUATU KAJIAN SEJARAH SOSIAL EKONOMI PADA ABAD 19” karya Sri Retna Astuti dalam Laporan Penelitian JARAHNITRA nomer 002/P/1994.

  Topik pembahasan dari karya Sri Retna Astuti adalah perkembangan sosial ekonomi yang terjadi di jalur kereta yang menuju utara (Semarang). Karenanya, topik yang ditulis dalam karya tersebut adalah perusahaan kereta api NISM, perusahaan kereta api swasta yang melayani jalur Semarang Vorstenlanden.

  Walaupun sedikit sekali jalur kereta api SS yang dibahas, karya ini memberi penjelasan yang ringkas mengenai pengaruh akibat munculnya alat transportasi kereta api di tempat-tempat yang dilaluinya.

  Yang membedakan penelitian ini dengan karya Sri Retna Astuti adalah objek penelitian yang diteliti. Objek penelitian tersebut adalah stasiun kereta api yang didirikan oleh badan usaha milik Belanda (SS), Stasiun Tugu yang memiliki akses menuju Pelabuhan Cilacap. Karena didirikan oleh badan usaha milik negara Belanda, sudah pasti perusahaan tersebut adalah perusahaan milik negara.

  Selain melihat dari buku maupun jurnal ilmiah yang memiliki kesamaan tema, dalam penulisan karya ilmiah ini juga dilihat skripsi-skripsi dengan tema yang sama. Dari pencarian ditemukan 2 buah skripsi yang membahas tentang kereta api uap dan stasiun tugu.

  Skripsi pertama karangan Annasia Resta Darmayanti dari Universitas Sanata Dharma dengan judul “Sejarah Perkereta-apian di Indonesia 1945-1995”.

  Skripsi ini menjadi pengantar ringkas untuk melihat bagaimana perkembangan kereta api di Indonesia pada masa-masa kemerdekaan dan perang kemerdekaan, sehingga bisa menjadi pembanding dengan karya Jan de Bruin. Walaupun karya ini berupaya membahas perjalanan kereta api Indonesia, pokok bahasannya hanya menyentuh perkembangan kereta api di Pulau Jawa saja dan sedikit sekali informasi penting mengenai perkembangan kereta api di Indonesia setelah perang kemerdekaan selesai.