MAKNA KEPERAWANAN DALAM NOVEL VIRGIN (ketika keperawanan dipertanyakan) KARYA AGUNG BAWANTARA TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA

  VIRGIN (ketika keperawanan dipertanyakan)

  Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

  Oleh Elisabeth Tresnawaty

  NIM: 044114024 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

  Juni 2011

  

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

MAKNA KEPERAWANAN DALAM NOVEL

KARYA AGUNG BAWANTARA TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA

  i

  VIRGIN (ketika keperawanan dipertanyakan)

  Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

  Oleh Elisabeth Tresnawaty

  NIM: 044114024 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

  Juni 2011

  

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

MAKNA KEPERAWANAN DALAM NOVEL

KARYA AGUNG BAWANTARA TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA

  ii Tugas Akhir

  VIRGIN (ketika keperawanan dipertanyakan)

  

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

MAKNA KEPERAWANAN DALAM NOVEL

KARYA AGUNG BAWANTARA TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA

  iii Skripsi

  VIRGIN (ketika keperawanan dipertanyakan)

  

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

MAKNA KEPERAWANAN DALAM NOVEL

KARYA AGUNG BAWANTARA TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA

  PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERNYATAAN KEASLIAN

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah saya sebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 27 Juli 2011 iv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah

untuk Kepentingan Akademis

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Elisabeth Tresnawaty NIM : 044114024

  Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul Makna

  

keperawanan dalam novel virgin (Ketika Keperawanan Dipertanyakan) karya

Agung Bawatara tinjauan sosiologi sastra, beserta perangkat yang diperlukan

  (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media yang lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

  Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 27 Juli 2011 Yang menyatakan, Elisabeth Tresnawaty v PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR

  Penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kekuatan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tanpa bantuan dan dukungan dari segala pihak, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin selesai. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa syukur dan terima kasih kepada:

  1. Bapak Drs. B. Rahmanto, M. Hum selaku pembimbing I yang telah membantu dengan sabar kepada penulis untuk menyelesaiakn skripsi.

  2. Ibu S. E. Peni Adji, S.S., M. Hum selaku pembimbing II telah membantu dengan sabar dan teliti kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.

  3. Drs. Hery Antono, M. Hum, Dr. I. Praptomo Baryadi, M. Hum, Dra. Fr.

  Tjandrasih Adji, M. Hum selaku Bapak/Ibu dosen pengampu mata kuliah di program studi (Prodi) Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma yang telah mengajar dengan penuh sabar, kasih sayang, dan perhatian kepada penulis.

  4. Staf Sekretariat Sastra Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan pelayanan yang baik.

  5. Petugas Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan pelayanan yang baik.

  6. Bapak Drs. Fabianus Padiser dan Ibu Agustina Florida Mahing selaku orang tua yang telah memberikan dukungan doa dan semangat kepada penulis.

  7. Romo Felix Djawa, Pr., Romo Yet Koten, Pr., dan Romo Luis,Pr. yang telah membantu penulis dalam segala hal untuk menyelesaikan skripsi ini.

  8. Sisilia Novianti dan Karol Juan Paulus selaku adik-adikku yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

  9. Dianisius Agung (ndoet) terima kasih banyak untuk semua perhatian, kasih sayang, kesabaran, dan setia mendampingi penulis selama vi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  menyelesaikan skripsi ini terimakasih untuk kebersamaan yang tidak terlupakan selama di kampus.

  10. Tidak lupa buat ade ketemu gede, Pipin Rachel, Erwin Prabowo dan Candra Phanda yang telah mambantu penulis baik dalam bentuk tenaga maupun pikiran.

  11. Agustina, Anas, Yusi, Valent, Inung, Dista, Hendra Sigalingging, dan teman-teman angkatan 2004 terimakasih banyak untuk kebersamaan dan persahabatan selama di Sanata Dharma.

  12. Terima kasih kepada semua teman-teman yang telah membantu penulis tetapi tak bisa disebutkan satu persatu.

  Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas amal baik Bapak/Ibu dan saudara. Penulis sadar skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik yang sifatnya membangun akan penulis terima dengan senang hati untuk kesempurnaan skripsi ini.

  Yogyakarta, 27 Agustus 2011 Elisabeth Tresnawaty vii

  • tresnawaty-
  • trivina- Segala perkara dapat ku tanggung di dalam DIA yang memberi kekuatan kepadaku.
  • Filipi 4:13-

  viii

  MOTTO Segala yang indah belum tentu baik, namun segala yang baik sudah tentu indah

  Seorang sahabat adalah orang yang menjawab,apabila kita memanggil dan sering menjawab sebelum kita panggil.

  

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ix

  Penulis persembahkan karya kecil ini untuk orang-orang yang penulis cintai, kedua orang tua dan Ndoet.

  PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN PERSEMBAHAN

  PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK

Tresnawaty, Elisabeth. 2011. Makna Keperawanan Dalam Novel Virgin Karya

Agung Bawantara Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra. Skripsi.

  Yogyakarta: Sastra Indonesia, Sastra, Universitas Sanata Dharma.

  Penelitian ini mengkaji makna keperawanan dalam novel Virgin karya Agung Bawantara. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan tokoh dan penokohan, sekaligus juga mendeskripsikan makna dan akibat keperawanan dalam novel Virgin karya Agung Bawantara.

  Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan sosiologi sastra yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan kajian penelitian. Pertama-tama, peneliti menganalisis tokoh dan penokohan. Dari hasil kajian tokoh dan penokohan, peneliti menjadikan dasar penelitian selanjutnya, yakni menganalisis makna dan akibat keperawanan dalam novel virgin. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripsi, dan metode kualitatif deskriptif.

  Dari hasil penelitian di atas, tokoh penokohan dibagi menjadi dua, yakni tokoh antagonis yang diperankan oleh tokoh Stela dan Kety, sedangkan tokoh protagonis diperankan oleh Biyan.

  Makna dan akibat kehilangan keperawanan yang terjadi pada novel virgin antara lain Pemaknaan mengenai keperawanan dalam perkembangan masyarakat modern tidak hanya mengenai sobek atau tidaknya selaput dara, namun pemaknaan mengenai virginitas di kalangan remaja yang menganut seks bebas tentu saja berbeda halnya dengan kalangan yang menjunjung tinggi nilai keperawanan. Adapun akibat dari kehilangan keperawanan yang berkaitan dengan diri sendiri namun berkaitan juga dengan masyarakat yang ada di sekitarnya. Salah satu dari akibat kehilangan keperawanan di luar nikah adalah, hamil, penyakit kelamin. x PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT

The Meaning of Virginity in Novel Virgin by Tresnawaty, Elisabeth. 2011. Agung Bawantara; A Literature Sociology Perspective. Final Task.

  Yogyakarta: Indonesian Literature, Literature Department, Sanata Dharma University.

  This research analyzes the meaning of virginity in novel Virgin by Agung Bawantara. This research aims to describe the character and characterization, and describing the meaning and the risk of virginity in novel Virgin.

  The author uses the literature sociology approach with the literature text as the main research. First, the author analyzes the characters and characterizations. The results of the first step will be used in the next analyze, the meaning and the risk of virginity in novel Virgin. The methods in this research are description method and descriptive – qualitative method.

  Based on the research, the characters and characterizations are divided into two main parts; the antagonists which rolled by Stela and Kety; and Biyan who has the protagonist part.

  The meaning and the risk of losing virginity in novel Virgin is not about the breaking of hymen only. The modern teenagers, who have free sex as one of their lifestyle, have a different meaning of virginity. The risk of losing virginity is not about the woman herself only but also about the community or the people around. The risks of losing virginity out of marriage are pregnancy and venereal or sexual disease. xi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

  1.8 Sumber Data ………………………………………… 25

  26 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  2.1 Pengantar ……………………………………………

  26

  BAB II TOKOH PENOKOHAN DALAM NOVEL VIRGIN KARYA AGUNG BAWANTARA …………………..

  1.9 Sistematika Penulisan ……………………………….. 25

  xii

   halaman HALAMAN JUDUL ……………………………………………………. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………. ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ……………………………… iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……………………………….. iv PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS …………………………….. v KATA PENGANTAR ………………………………………………….. vi

MOTTO …………………………………………………………………. viii

HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………….. ix ABSTRAK ………………………………………………………………. x

ABSTRACK ……………………………………………………………... xi

DAFTAR ISI ……………………………………………………………. xii

  1.6 Landasan Teori ………………………………………. 6

  1.5 Tinjauan Pustaka …………………………………….. 5

  1.4 Manfaat Penelitian …………………………………… 4

  1.3 Tujuan Penelitian …………………………………….. 4

  1.2 Rumusan Masalah ……………………………………. 4

  1.1 Latar Belakang ………………………………………. 1

  BAB I PENDAHULUAN ………………………………………. 1

  1.7 Metode Penelitian …………………………………… 22

  

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  2.2 Tokoh dan Penokohan ………………………………

  28 2.3 Rangkuman ………………………………………….

  40 BAB III MAKNA DAN AKIBAT KEHILANGAN KEPERAWANAN ……………………………………..

  43 3.1 Makna Keperawanan ………………………………..

  43

  3.1.1 Pemaknaan Keperawanan Berdasarkan Tokoh Biyan ……………………………………. 44

  3.1.2 Pemaknaan Keperawanan Berdasarkan Tokoh Stella …………………………………… 46

  3.1.3 Pemaknaan Keperawanan Berdasarkan Tokoh Kety …………………………………..... 49 3.2 Akibat Kehilangan Keperawanan …………………..

  53

  3.2.1 Akibat Kehilangan Keperawanan Pada Tokoh Biyan …………………………….. 54

  3.2.2 Akibat Kehilangan Keperawanan Pada Tokoh Stella …………………………….. 55

  3.2.3 Akibat Kehilangan Keperawanan Pada Tokoh Kety ……………………………... 56

  3.3 Rangkuman …………………………………………

  62 BAB IV PENUTUP ……………………………………………… 65 4.1 Kesimpulan ………………………………………….

  65

  4.2 Saran ………………………………………………… 68

  

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 69

BIOGRAFI PENULIS ………………………………………………….. 71

  xiii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I PENDAHULUAN

  1. 1 Latar Belakang Masalah Membaca karya sastra berarti menikmati kehidupan atau kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat. Di dalamnya berisikan berbagai nilai yang akhirnya mewarnai karya sastra tersebut dalam konteks sejarah dan sosial budaya suatu bangsa; (Pradopo, 2005). Masuknya nilai suatu kehidupan atau kebudayaan dalam masyarakat merupakan suatu proses yang mempengaruhi si pengarang. Seperti yang dikemukakan oleh Selden (1991) bahwa pengarang merupakan (1) individu yang melakukan proses kreatif dan sebagai manusia ia memiliki dunia pengalaman pengetahuan tentang wujud dunia luar dan nilai sosial budaya, (2) pengolah ide yang membuahkan butir- butir preposisi sebagai pembentuk unit pesan yang disampaikan dengan bertumpu pada konvensi sastranya dan sebagai hasil pemapar hasil pembahasan pesan. Dengan demikian dalam proses penciptaan, pengarang tidak bebas dari pengaruh-pengaruh tersebut baik dari dirinya sendiri maupun pengaruh keadaan sosial budaya serta pandangan masyarakat sekelilingnya.

  Karya sastra sesungguhnya tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teeuw, 1983:11). Oleh karena itu, daya cipta karya pengarang dapat dipengaruhi dari segala hubungan dengan masyarakat sekitarnya. Setiap karya mengandung aspek-aspek kemasyarakatan yang mungkin pernah,

  1  

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI   sedang, dan akan terjadi (Ratna, 2006: 338). Dengan kata lain, faktor sosial mempengaruhi proses mengarang seorang sastrawan.

  Demikian pula dalam karya sastra novel. Novel merupakan salah satu karya sastra yang menceritakan kehidupan seseorang. Novel bukan sekedar bacaan, melainkan mengandung nilai-nilai yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat bawah atau menengah. Di antara genre utama karya sastra, yaitu puisi, prosa, dan drama, genre prosa-lah, khususnya novel, yang dianggap paling dominan dalam menampilkan unsur-unsur sosial (Ratna, 2006: 335).

  Novel merupakan istilah yang berasal dari bahasa asing. Menurut Tarigan (1985: 164) kata novel berasal dari kata latin novellus yang diturunkan pula dari kata novies yang berarti baru. Perkataan baru ini dikaitkan dengan kenyataan bahwa novel merupakan jenis cerita fiksi yang muncul belakangan dibandingkan dengan cerita pendek dan roman.

  Demikian pula dalam novel Virgin yang merupakan bagian dari sebuah karya sastra tentu tidak akan terpisah dari warna yang diberikan ketika pengarang berinteraksi dengan lingkungan masyarakat sekitar. Pada kenyataannya novel Virgin seperti halnya novel lain yang merupakan kisah fiksi tidak akan terpisahkan bahwa pengarang mendapatkan pengaruh dari kehidupan sosial remaja metropolis saat ini. Pengaruh ini kemudian menjadi sebuah cerita yang dituturkan. Secara singkat novel Virgin merupakan penuturan seorang pengarang yang mendapatkan pengaruh dari masyarakat khususnya remaja metropolis yang mempertanyakan nilai-nilai keperawanan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI  

  Virgin (ketika keperawanan dipertanyakan) adalah sebuah novel bertemakan dunia remaja. Kehadiran Virgin memunculkan pro dan kontra dalam masyarakat, sebagian besar pendapat yang kontra menganggap novel ini tidak sesuai dengan budaya Indonesia (timur). Novel ini mengisahkan suka duka persahabatan tiga orang remaja dengan latar belakang (kelas sosial, ekonomi, dan kondisi keluarga) berbeda-beda. Namun, ketiga sahabat ini, yaitu Biyan, Stella dan Katie sama-sama menjalani kisah suka duka persahabatan pada masa remaja yang berusaha mempertahankan keperawanannya.

  Suatu fenomena yang paling besar dan universal yang melanda kaum remaja saat ini, terutamanya di kota-kota besar, ialah perilaku penyalahgunaan virginitas. Ironisnya, dalam masyarakat modern, perilaku ini merupakan sesuatu yang hampir tidak mungkin dihindari. Hal ini membuatnya menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh para remaja di kota-kota besar. Terlebih lagi perilaku ini juga banyak mendapat dukungan dari elemen-elemen kebudayaan masal yang mudah diakses oleh mereka seperti syair-syair lagu, situs-situs internet, majalah, film, tayangan televisi, dan teman-teman sebaya yang menggambarkan perilaku penyalahgunaan virginitas sebagai sesuatu gaya hidup yang tidak dapat dipisahkan dari identitas diri mereka sebagai remaja yang gaul, funky dan cool. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI  

  Oleh karena itu peneliti merasa tertarik untuk mengangkat tema di atas menjadi sebuah penelitian dengan judul “Makna Keperawanan dalam Novel Virgin ” (Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra).

  1. 2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka masalah-masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

  1.2.1 Bagaimana tokoh dan penokohan dalam novel Virgin karangan Agung Bawantara?

  1.2.2 Bagaimana makna dan akibat kehilangan keperawanan dalam novel Virgin? 1. 3 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan penelitian yang ingin diangkat dalam penelitian ini adalah: 1.3.1 mendeskripsikan tokoh dan penokohan dalam novel dalam novel Virgin karangan Agung Bawantara, 1.3.2 mendeskripsikan makna dan akibat keperawanan dalam novel

  Virgin karangan Agung Bawantara, 1. 4 Manfaat Penelitian

  1.4.1 Bagi bidang keilmuan diharapkan agar penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu bahasa dan

    sastra sehingga dapat digunakan sebagai landasan untuk penelitian selanjutnya, khususnya kajian sosiologi sastra yang ada di Universitas Sanata Dharma.

1.4.2 Dapat digunakan sebagai sarana untuk memahami kondisi sosial masyarakat yang terkandung dalam novel Virgin.

  1. 5 Tinjauan Pustaka Berdasarkan hasil penelusuran secara kepustakaan, peneliti belum mendapatkan penelitian yang bertujuan untuk mengangkat tokoh dan penokohan perawan serta non perawan dalam novel Virgin serta mendeskripsikan makna dan akibat keperawanan bagi remaja dalam novel.

  Dalam penelusuran tersebut diketahui bahwa terdapat beberapa penelitian yang mengangkat novel Virgin serta makna keperawanan sebelumnya.

  Untuk selanjutnya penelitian-penelitian ini dgunakan peneliti sebagai sumber referensi Berikut penelitian terdahulu tersebut:

  1. Penelitian oleh Riza Tria Nugroho (2011) Kenakalan Remaja dalam novel 'Virgin' karya Agung Bawantara dan implikasinya sebagai bahan pengajaran sastra di SMA (Tinjauan Sosiologi). Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan permasalahan-permasalahan seputar kenakalan remaja yang tergambarkan dalam novel Virgin karya Agung Bawantara.

2. Penelitian oleh Rika Kusuma Hardani (2006) dalam Analisis Makna

  Keperawanan di Kalangan Remaja Modern (Analisis Semiotik Dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI  

  Film Virgin). Dalam penelitiannya, Rika mengungkap makna tanda-

  tanda dalam film “Virgin” berkaitan dengan keperawanan di kalangan . remaja modern dari perspektif sosial

  Dari penelitian terdahulu, peneliti berusaha melakukan penelitian yang berhubungan dengan Makna Keperawanan dalam Novel Virgin berdasarkan pendekatan sosiologi sastra.

  1. 6 Landasan Teori Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.6.1 Pengertian Sosiologi Sastra

  Sosiologi adalah ilmiah yang objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga-lembaga dan proses-proses sosial. Selanjutnya dikatakan bahwa sosiologi berusaha menjawab pertanyaan mengenai bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana cara kerjanya, dan mengapa masyarakat itu bertahan hidup. Sorokin dalam Suekanto (1990:20) mendefinisikan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan dengan timbal balik antara gejala-gejala sosial (misalnya antara gejala ekonomi dengan agama; keluarga dengan moral; hukum dengan ekonomi; masyarakat dengan politik dan sebagainya). Selain itu, sosiologi sastra juga merupakan hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala-gejala non-sosial (misalnya gejala geografis biologis). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI  

  Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat. Karenanya, asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam kekosongan sosial. Kehidupan sosial akan menjadi picu lahirnya karya sastra. Karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu yang mampu merefleksikan zamannya (Endraswara, 2008:77).

  Karya sastra bukan semata-mata kualitas otonom atau dokumen sosial, melainkan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Kenyataan yang ada dalam sosiologi bukanlah kenyataan objektif, tetapi kenyataan yang sudah ditafsirkan, kenyataan sebagai konstruksi sosial. Alat utama dalam menafsirkan kenyataan adalah bahasa sebab bahasa merupakan milik bersama, di dalamnya terkandung persediaan pengetahuan sosial. Lebih-lebih dalam sastra, kenyataan bersifat interpretatif subyektif, sebagai kenyataan yang diciptakan. Pada gilirannya kenyataan yang tercipta dalam karya menjadi model, lewat mana masyarakat pembaca dapat membayangkan dirinya sendiri. Karakterisasi tokoh-tokoh dalam cerpen misalnya, tidak diukur atas dasar persamaannnya dengan tokoh masyarakat yang dilukiskan. Sebaliknya citra tokoh masyarakatlah yang mesti meneladani tokoh cerpen, karya seni sebagai model yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI   diteladani. Proses penafsirannya bersifat bolak-balik, dwiarah, yaitu antara kenyataan dengan rekaan (Teeuw, 1998:23).

1.6.2 Tokoh dan Penokohan

1.6.2.1 Tokoh

  Boulton dalam Aminuddin (2000:79) mengungkapkan bahwa cara pengarang menggambarkan atau memunculkan tokoh sebagai pelaku yang hidup di alam mimpi, pelaku yang memiliki semangat perjuangan dalam mempertahankan hidupnya. Pelaku yang memiliki cara sesuai dengan kehidupan manusia yang sebenarnya maupun pelaku egois, kacau, dan mementingkan diri sendiri. Dalam cerita fiksi pelaku itu dapat berupa manusia atau tokoh makhluk lain yang diberi sifat seperti manusia. Dalam menentukan siapa tokoh utama dan tokoh pembantu dalam suatu cerpen, pembaca dapat menentukannya dengan jalan melihat keseringan pemunculannya, dalam menentukan tokoh dalam suatu cerita.

  Selain lewat memahami dari peranan dan keseringan pemunculannya, dalam menentukan tokoh utama serta tokoh tambahan dapat juga ditentukan lewat petunjuk yang diberikan oleh pengarangnya, sedang tokoh tambahan hanya dibicarakan ala kadarnya (Aminuddin, 2000:80).

  Tokoh dalam cerita fiksi bukan orang-orang yang ada dalam kenyataan. Mereka tidak memiliki kehidupan di luar

    cerita tokoh. Tokoh cerita fiksi merupakan hasil imajinasi pengarang yang hanya berupa kata-kata yang dapat digunakan untuk menyampaikan ide-ide atau pandangannya kepada pembaca, namun diberi sentuhan yang dekat dengan kehidupan manusia. Menurut Abrams (via Nurgiyantoro, 1985) “tokoh cerita adalah orang-orang yang terdapat dalam suatu karya sastra dan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu yang diinterprestasikan pembaca melalui ucapannya dan tindakan.” Tokoh berdasarkan fungsinya menurut Nurgiyantoro ada dua:

  1.6.2.1.1. Tokoh protagonis Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan- harapan kita, pembaca. Maka, kita sering mengenalinya sebagai memiliki kesamaan dengan kita, permasalahan yang dihadapinya seolah-olah juga sebagai permasalahan kita, demikian pula halnya dalam menyikapinya.

  Pendek kata, segala yang dirasa, dipikir, dan dilakukan tokoh itu sekaligus mewakili kita (Nurgiyantoro, 1995:178).

  PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI  

  1.6.2.1.2 Tokoh antagonis adalah tokoh yang menentang tokoh protagonis atau mencegah tindakan protagonis. Menurut Saini (1986) “tokoh lain yang kedudukannya penting pula dalam cerita adalah tokoh kepercayaan (confidante). Tokoh ini menjadi kepercayaan tokoh protagonis atau antagonis. Dengan adanya tokoh kepercayaan, maka tokoh protagonis ataupun tokoh antagonis dapat mengungkapkan isi hatinya dan oleh karena itu memberi peluang lebih besar kepada pembacanya untuk mengenal watak dan niat para tokoh dengan lebih baik.

  Mutu sebuah cerita akan banyak ditentukan oleh kemampuan penulis menghidupkan watak tokoh-tokohnya. Hanya dalam satu adegan saja biasanya seorang penulis yang handal akan mampu memberikan kepada kita seluruh latar belakang kehidupan seseorang yaitu lewat cara bicara tokoh, reaksinya terhadap peristiwa, cara berpakaiannya dan tindakannya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI  

1.6.2.2Penokohan

  Pembedaan antara tokoh dan penokohan terletak pada subjek dan apa yang dituturkan. Watak, perwatakan dan penokohan menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, atau dapat dikatakan juga menunjuk kepada kualitas pribadi seorang tokoh. Menurut Jones (1968) penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

  Penggunaan penokohan sendiri dalam literature bahasa Inggris menyaran pada dua pengertian yaitu sebagai tokoh cerita yang ditampilkan dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan, emosi dan prinsip moral yang dimiliki tokoh- tokoh tertentu (Stanton, 1965).

  Jumlah tokoh yang terlibat dalam novel biasanya ditampilkan dalam bentuk yang lengkap baik menyangkut jumlah data-data jati diri tokoh khusunya yang berkaitan dengan perwatakan, sehingga pembaca dapat mengkontruksi dengan lengkap gambaran mengenai tokoh tersebut. Itulah sebabnya tokoh dalam novel umumnya dapat lebih mengesankan (Nurgiyantoro, 2007). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI  

  Dalam penokohan novel yang dapat mengundang perhatian pembaca maka setidaknya harus mengandung dua hal, sebagai berikut:

  1.6.2.2.1Kewajaran Fiksi adalah suatu bentuk karya kreatif, maka bagaimana pengarang mewujudkan dan mengembangkan tokoh ceritanya pun tidak lepas dari kebebasan kreativitasnya. Fiksi mengandung dan menawarkan model kehidupan seperti yang disikapi dan dialami tokoh-tokoh cerita sesuai dengan pandangan pengarang terhadap kehidupan itu sendiri.oleh karena pengarang yang sengaja menciptakan dunia dalam fiksi, ia mempunyai kebebasan penuh untuk menampilkan tokoh-tokoh cerita sesuai dengan seleranya, siapa pun orangnya, apapun status sosialnya, bagaimanapun perwatakannya, dan permasalahan apapun yang dihadapinya. Singkatnya, pengarang bebas untuk menampil dan memperlakukan tokoh siapa pun dia orangnya walau hal itu berbeda dengan “dunianya” sendiri didunia nyata (Nurgiyantoro, 2007).

  Walaupun tokoh cerita “hanya” merupakan tokoh ciptaan pengarang, ia haruslah seorang tokoh PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI   yang hidup secara wajar, sewajar sebagaimana kehidupan manusia yang terdiri dari darah dan daging, yang mempunyai pikiran dan perasaan.

  Kehidupan tokoh cerita adalah kehidupan dalam dunia fiksi, maka ia haruslah bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntutan cerita dengan perwatakan yang disandangnya. Jika terjadi seorang tokoh bersikap dalam bertindak secara lain dari citranya yang telah digambarkan sebelumnya, dan karenanya merupakan suatu kejutan, hal itu haruslah tidak terjadi begitu saja, melainkan harus dapat dipertanggungjawabkan dari segi plot sehingga cerita tetap memiliki kadar publisitas. Atau, kalaupun tokoh itu bertindak secara “aneh” untuk ukuran kehidupan yang wajar, maka sikap dan tindakannya itu haruslah tetap konsisten.

  1.6.2.2.2 Kesepertihidupan Masalah kewajaran tokoh cerita sering dikaitkan dengan kenyataan kehidupan manusia sehari-hari. Seorang tokoh cerita dikatakan wajar, relevan, jika mencerminkan dan mempunyai kemiripan dengan kehidupan manusia sesungguhnya (life like). Tokoh cerita hendaknya bersifat alami, memiliki sifat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI   lifelikeness , ‘kesepertihidupan’, paling tidak itulah harapan pembaca. Hal itu disebabkan dengan bekal acuan pada kehidupan realitas itulah pembaca masuk dan berusaha memahami kehidupan tokoh dalam dunia fiksi. Persepsi dan pengalaman pembaca pada dunia realitas dipakai sebagai dasar memahami karya fiksi. Namun, sebenarnya yang lebih penting bukan pada detil-detil tingkah laku tokoh yang mencerminkan tingkah laku keseharian itu, melainkan pada pencerminan kenyataan situasional.

  Namun, usaha memahami, atau bahkan menilai, tokoh cerita yang hanya mendasarkan diri pada kriteria kesepertihidupan saja tidak cukup atau bahkan tidak tepat. Sebab, pengertian lifelikeness itu sendiri merupakan suatu bentuk penyederhanaan yang berlebihan (oversimplification). Tokoh cerita haruslah mempunyai dimensi yang lain disamping kesepertihidupan. Kriteria kemiripan hidup itu sendiri tak terlalu menolong untuk memahami kehidupan tokoh fiksi,bahkan ia dapat menyesatkan ke arah pemahaman literer (Nurgiyantoro, 1998; 23) Lebih dari itu, jika pembaca terlalu mengharapkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI   tokoh cerita yang berciri kehidupan seperti yang dikenalnya pada kehidupan nyata, hal itu sebenarnya berarti pendangkalan terhadap karya kesastraan yang “sastra” dan imajiner. Karya yang merekam begitu saja emosi-emosi realitas kehidupan, sebagaimana telah dikemukakan, lebih banyak dilakukan oleh sastra populer. Sastra yang sastra, dipihak lain, lebih menampilkan tafsiran terhadap emosi dan berbagai aspek realitas kehidupan itu.

  Realitas kehidupan manusia memang perlu dipertimbangkan dalam kaitannya dengan kehidupan tokoh cerita. Namun, haruslah disadari bahwa hubungan itu tidaklah bersifat sederhana, melainkan bersifat kompleks, sekompleks berbagai kemungkinan kehidupan itu sendiri. Kita harus menyadari bahwa hubungan antara tokoh-tokoh fiksi dengan realitas kehidupan manusia tak hanya berupa hubungan kesamaan saja, melainkan juga pada hubungan perbedaan. Tokoh manusia nyata memang memiliki banyak kebebasan, namun tokoh fiksi tak pernah berada dalam keadaan yang benar- benar bebas. Tokoh karya fiksi hanyalah bagian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI   yang terikat pada keseluruhannya, keseluruhan bentuk artistik yang menjadi salah satu tujuan penulisan fiksi itu sendiri. Hal inilah, sebenarnya, yang merupakan perbedaan paling penting antara tokoh fiksi dengan tokoh manusia nyata, dan hal itu pulalah yang menjadi dasar perbedaan-perbedaan yang lain (Nurgiyantoro, 1998; 23).

1.6.3 Perawan

1.6.3.1Pengertian Keperawanan

  Definisi tradisional virginitas khususnya dalam bahasa Inggris, keperawanan disebut sebagai virgin ity. Kata perawan atau virgin berasal dari kata virgo dalam bahasa Yunani dan Latin yang berarti gadis atau perawan. Kata ini dipakai dalam mitologi Yunani untuk mengelompokkan beberapa dewi seperti Artemis dan Heista. Perawan adalah label kekuatan dan kebebasan; menjelaskan kekuatan para dewi yang kebal dari godaan Dionysus - dewa rayuan dan anggur. Dengan demikian, pada zaman dulu, keperawanan merupakan konsep yang menunjukkan kekuatan seorang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI   gadis dalam melawan godaan. Sedangkan definisi umum Virginitas dalam bahasa Indonesia memiliki akar kata rawan atau mudah terkena sesuatu atau mudah patah/sobek. Bisa juga kata rawan menggambarkan sifat yang mudah terpengaruh atau situasi genting (Baswordono, 2005; 3-4).

1.6.4.2Makna Keperawanan

  Dalam perjalanan waktu, kata virgin atau perawan mengalami perubahan makna. Pada zaman pertengahan, virginitas menjadi istilah seksual yang menunjuk pada wanita heteroseksual yang secara fisik selaput daranya belum sobek karena belum pernah dipenetrasi alat kelamin pria. Keperawanan dianggap pemberian Tuhan yang hanya boleh dilepaskan oleh suami. Wanita diharapkan tetap menahan diri sampai perkawinan. Seorang wanita dianggap menjatuhkan kehormatan keluarga kalau ia berhubungan seks sebelum menikah.

  Pelanggaran ini akan dihukum berat. Pada zaman itu untuk membuktikan keperawanan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI   dipakai cara-cara medis maupun mistik (Baswordono, 2005; 19).

  Ketika di Indonesia masih banyak kerajaan, wanita dianggap perawan kalau selaput daranya tidak sobek. Kalau seorang wanita zaman dahulu selaput daranya sobek karena menaiki kuda, ia bukan perawan lagi. Begitu juga jika ia dilahirkan dengan selaput dara yang kecil atau malah tidak memiliki selaput dara, ia juga dianggap bukan perawan;. Sampai sekarang, bukan hanya di pedesaan, definisi ini masih dipegang teguh. Bahkan di perkotaan, di dalam rumah mewah yang penghuninya berpendidikan pun, definisi itu juga masih mengisi kepala banyak orang. Begitu pula di banyak budaya asingnya, seperti di Timur Tengah.

  Secara selintas, definisi tradisional mengenai perawan kelihatannya sudah jelas; sobek atau tidaknya selaput dara seorang wanita baik karena berhubungan seks maupun karena sesuatu hal. Meskipun definisi ini kelihatannya biasa-biasa saja, ternyata juga masih sangat menekankan pada aspek fisik atau medis. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI  

  Seorang yang selaput daranya masih utuh dianggap masih perawan. Padahal sebenarnya masih ada banyak hal penting yangtercakup dalam virginitas daripada sekedar sobeknya selaut dara, baik secara kerohaniam, fisik, emosional maupun intelektual. Melihat hal di atas, tentu saja barometer keperawanan ini hanya berlaku untuk perempuan. (Baswordono 2005;5-6)

  Dalam penelitiannya, Rika Kusuma Hardani mengemukakan bahwa remaja modern saat ini menganggap keperawanan sebagai aset yang berharga secara komersial. Mereka menganggap keperawanan bukan lagi kehormatan dan harga diri bagi seorang perempuan sebagaimana yang berlaku secara umum di masyarakat. Ini menunjukkan bahwa pada masyarakat sekarang, terutama di kalangan remaja modern, telah terjadi pergeseran nilai moral sehingga mereka tidak lagi menganggap sakral nilai sebuah keperawanan. Mereka juga tidak lagi mempedulikan mitos keperawanan yang mana seharusnya merupakan hal ‘suci’ yang harus PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI  

  selalu dijaga oleh perempuan. (Rika Kusuma hardani;2011) Pergeseran nilai ini dipengaruhi oleh gencarnya pengaruh budaya luar, seperti gaya pergaulan.

1.6.4 Akibat Kehilangan Keperawanan

  Pada saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang menguatirkan. Para remaja dengan bebas dapat bergaul antar jenis. Tidak jarang dijumpai pemandangan di tempat- tempat umum, para remaja saling berangkulan mesra tanpa memperdulikan masyarakat sekitarnya. Mereka sudah mengenal istilah pacaran sejak awal masa remaja. Pacar, bagi mereka, merupakan salah satu bentuk gengsi yang membanggakan. Akibatnya, di kalangan remaja kemudian terjadi persaingan untuk mendapatkan pacar. Pengertian pacaran dalam era globalisasi informasi ini sudah sangat berbeda dengan pengertian pacaran 15 tahun yang lalu.

  Pergaulan seks di luar lembaga pernikahan akan merusak sendi-sendi moral, susila, hukum dan agama. Terutama sekali PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI   menggoyahkan norma perkawinan, sehingga menyimpang dari adat kebiasaan, morma hukum dan agama, karena digantikan pola pelacuran dan promiskuitas; yaitu digantikan dengan pola pemuasan kebutuhan seks dan kenikmatan seks yang awut-awutan murah serta tidak bertanggung jawab. Bila pola pergaulan seks di luar lembaga pernikahan ini semakin membudaya maka rusaklah sendi- sendi kehidupan keluarga yang sehat.

  Pergaulan seks di luar lembaga pernikahan merusak sendi-sendi kehidupan keluarga. Para pelaku seks bebas bisanya melupakan fungsi sebagai kepala keluarga, sehingga keluarga menjadi berantakan. Dengan demikian justru akan menimbulkan efek berlanjut pada generasi selanjutnya yaitu mendemoralisir atau memberikan pengaruh demoralisasi kepada lingkungan; khususnya anak-anak muda remaja pada puber dan adolensi. Baswordono 2005;9) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI  

  Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa virgin sering dikaitkan dengan keperawanan. Oleh karena itu kata virgin dan perawan sendiri dikaitkan dengan hilangnya selaput dara seorang perempuan. Dalam perkembangannya virgin atau keperawanan juga dikaitkan dengan proses yang menyertai kehilangan selaput dara. Apakah melalui hubungan seks atau melalui berbagai kegiatan fisik lainnya. Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan apakah hubungan seks tersebut dilakukan di lembaga pernikahan, di luar pernikahan atau melalui faktor kesukaan atau pemaksaan. Hal inilah yang juga menjadi inti cerita dalam karya novel Virgin yaitu menyangkut pemaknaan virgin

1.7 Metode Penelitian

1.7.1 Metode Pengumpulan Data

  Dalam penelitian ini, dipergunakan bermacam-macam metode pengumpulan data. Penggunaan berbagai metode bertujuan untuk mengumpulkan data semaksimal mungkin. Dengan adanya data yang banyak, diharapkan hasil yang diperoleh lebih baik.

  Metode-metode tersebut sebagai berikut.

  1.7.1.2 Metode Baca Catat Metode yang digunakan dalam memperoleh data dengan jalan membaca suatu teks pada novel Virgin, selanjutnya dicatat. Novel Virgin dibaca secara teliti dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI   kritis kemudian mencoba mengidentifikasikan, gambaran masyarakat dalam novel.

  1.7.1.3 Metode Studi Kepustakaan Studi kepustakaan merupakan salah satu metode yang dipakai dalam penelitian. Metode studi kepustakaan ini digunakan untuk memperoleh sumber data, baik yang berbentuk buku-buku, surat kabar, maupun artikel-artikel yang sesuai dengan apa yang akan diteliti dalam membahas novel Virgin sebagai objek penelitian. Di samping meneliti novel Virgin, peneliti juga mengadakan kegiatan lain, misalnya mengamati dan mempelajari sumber data yang lain sebagai penunjang.

  1.7.1.4 Metode Deskripsi Metode yang digunakan dalam mencari data dengan jalan mendeskripsikan semua data yang diperoleh dari metode baca catat. Data yang telah diperoleh selanjutnya dikelompokkan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.

1.7.2 Metode Analisis Data

  Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Penelitian bentuk kata-kata bukan bentuk angka-angka.

  Pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif ini berpandangan bahwa semua hal yang berupa sistem tanda tidak ada yang patut diremehkan semuanya penting dan semuanya mempunyai pengaruh dan kaitan dengan yang lain (Semi, 1990;22-24). Untuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI   mempermudah dalam analisis ini, peneliti menguraikan data-data yang berkaitan dengan kajian yang diangkat yaitu gambaran mengenai nilai-nilai keperawanan dalam kehidupan remaja metropolis.

1.7.3 Penyajian Hasil Analisis Data

  Penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan metode analisis. Metode deskriptif diartikan sebagai pemecah masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Namawi dan Martini, 1994; 73). Selain itu, penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang menggambarkan atau menguraikan atas suatu ekadaan sejelas mungkin tanpa ada perlawanan terhadap objek yang diteliti (Kountour, 2003;105). Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan tujuan untuk menggambarkan secara tepat apa yang terjadi pada teks sastra tersebut.

   

  1.8 Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Judul Buku : Virgin, Ketika Keperawanan Dipertanyakan

  Pengarang : Agung Bawantara Tahun Terbit : 2005 Penerbit : Gagas Media Cetakan : Pertama (1) Halaman : 194 halaman

  1.9 Sistematika Penulisan Sistematika penyajian dari penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut. Bab 1 merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, tujuan penulisan, pembatasan masalah, metode dan pendekatan penulisan serta sistematika penulisan. Bab II merupakan analisis tokoh penokohan dalam novel Virgin karya Agung Bawantara. Bab III berisikan tentang makna dan akibat kehilangan keperawanan dalam novel Virgin.