CITRA PENDIDIKAN NILAI DALAM NOVEL LASKAR PELANGI KARYA ANDREA HIRATA TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA

  

CITRA PENDIDIKAN NILAI

DALAM NOVEL LASKAR PELANGI

KARYA ANDREA HIRATA

TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA

  Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia (S1) Program Studi Sastra Indonesia

  Disusun Oleh

  

SRI WAHYUNI

NIM: 044114025

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2009

  Skripsi ini dipersembahkan kepada :

  • Keluargaku, Bapak Tukijan, Ibu Agustina Tukirah, dan kedua adikku Dwi Puji Rahayu dan Tri Agung Purwanto, serta keluarga besarku • Orang-orang yang peduli dan sangat menyayangiku...

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Sri Wahyuni Nomor Mahasiswa : 044114025

  Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : ”CITRA PENDIDIKAN NILAI DALAM NOVEL LASKAR PELANGI KARYA ANDREA HIRATA” beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dan bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

  Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : Desember 2009 Yang menyatakan, Sri Wahyuni

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, Desember 2009 Penulis,

  Sri Wahyuni

  

ABSTRAK

Wahyuni, Sri. 2009. Citra Pendidikan Nilai

Dalam Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata

Pendekatan Sosiologi Sastra

  Penelitian ini menganalisis citra pendidikan nilai yang terjadi dalam novel

  

Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Pendekatan yang digunakan dalam novel ini

  adalah pendekatan sosiologi sastra yang bertumpuan bahwa karya sastra mencerminkan kehidupan dalam suatu masyarakat. Citra pendidikan nilai yang dibahas peneliti, merupakan cerminan kehidupan suatu kelompok masyarakat di suatu daerah, yakni Belitung.

  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode ini digunakan untuk menganalisis tokoh dan penokohan dan citra pendidikan nilai dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.

  Hasil analisis tokoh dan penokohan, menunjukan bahwa tokoh utama novel ini adalah Ikal, Lintang, dan Mahar. Kehadiran Ikal, Lintang, dan Mahar dalam novel Laskar Pelangi paling banyak diceritakan, sebagai pelaku ceritanya langsung maupun sebagai pencerita beberapa tokoh yang lainya. Tokoh tambahan novel ini adalah Sahara, Syahdan, Kucai, Trapani, Borek/Samson, A Kiong, Harun, Flo, Bu Mus, Pak Harfan, dan A Ling. Citra pendidikan nilai di Belitung juga ditunjukan secara nyata, dan hal itu mempengaruhi perilaku tiap-tiap tokohnya dalam mengahadapi suatu peristiwa.

  Citra pendidikan nilai yang terjadi dalam novel Laskar Pelangi, merupakan masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan nilai berisi tentang: penghargaan pada nilai kemanusiaan, penghargaan atas hak asasi manusia, penghargaan pada perbedaan, kemampuan hidup pada perbedaan, persaudaraan, sopan santun, demokrasi, kejujuran, tanggung jawab, keadilan, daya juang, kerohanian, dan kelestarian alam.

  Citra pendidikan nilai yang ada dalam novel ini adalah kejujuran, tekad kuat, penemuan identitas, bertanggung jawab, bekerja keras, keikhlasan, menepati janji, dapat dipercaya, beradaptasi, baik hati, kebijaksanaan, keramahan, kesabaran, dan silaturahmi.

  Citra pendidikan nilai menurut Andrea Hirata dalam novelnya Laskar

  

Pelangi adalah citra pendidikan nilai yang menggambarkan tentang kualitas

  pendidikan di Indonesia, khususnya masyarakat Belitung. Citra pendidikan nilai harus mencerminkan kualitas pendidikan yang bermutu.

  

ABSTRACT

Wahyuni, Sri. 2009. The Image of Education Value

as seen in Andrea Hirata’s Laskar Pelangi

Literature Sociological Approach

  This study analyzes image of education value as reflected in Andrea Hirata’s Laskar Pelangi. This study applies the literature sociological approach which focuses on the description that a literary work portrays the life of a society.

  In this study, image of education value shows the portrayal of a society life in Belitung.

  The method of this study is descriptive method. This method is used to analyze the character and characterization of the novel. It is also used in order to analyze image of education value in Laskar Pelangi written by Andrea Hirata .

  The analysis of the character and characterization shows that the major characters in the novel are Ikal, Lintang, and Mahar. In the novel, they appear more often than others, who play the story itself and play as a narrator for others. While the minor characters in the novel are Sahara, Syahdan, Kucai, Trapani, Borek/Samson, A Kiong, Harun, Flo, Bu Mus, Pak Harfan, and A Ling. Image of education in Belitung is also clearly shown, and that influences the characters’ behaviors in coping with a happening.

  Image of education value in Laskar Pelangi novel are problems when it's happens in life time. Education value is contain pride of humanity value, pride of human right, different things of pride, different things of problem in living, brotherhood, polite, democration, honesty, responsibility, justice, struggle hard, spirituality, and the everlasting of nature.

  Image of education value in this novel are involves character building, such as honesty, strong willed, self-identity, responsibility, hard working, sincerity, keeping on a promise, trustworthy, adaptation, kindness, be wish, be friendly, to be patient, and good relationship.

  Image of education value according to Andre Hinata in his Laskar Pelangi novel are image of education when it's drawed quality of education in Indonesia, just for Belitung society. Image of education value must be to reflect quality of education.

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih yang dicurahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

  Semuanya tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terimakasi kepada :

  1. Ibu Susilowati Endah Peni Adji, S.S., M.Hum, sebagai pembimbing I, yang dengan sabar membimbing penulis selama proses pembuatan skripsi ini.

  2. Ibu Dra. Fr. Tjandrasih Adji, M.Hum, sebagai pembimbing II, yang setulus hati membimbing penulis dan memberikan masukan dan kritik kepada penulis.

  3. Para dosen yang telah mengajar dan membagi ilmunya kepada penulis selama penulis menyelesaikan studinya di USD. Pak Rahmanto, Pak Praptomo, Pak Heri Antono, Pak Ari, Bu Peni, Bu Tjandra, Pak Santosa, Pak Putu, Pak Arwan, Pak Heri Madiyanto, Pak Heri Santoso, dan semua dosen yang pernah mengajar penulis.

  4. Staf Fakultas Sastra, terima kasih atas bantuannya.

  5. Perpustakaan USD dan segenap karyawannya, terima kasih atas bantuanya selama ini.

  6. Kedua orang tuaku dan seluruh keluarga besarku yang selalu memberikan dukungan dan semangat. Mama terima kasih doanya.

8. Teman-teman seperjuangan angkatan ’04 Sastra Indonesia, senang bisa kenal dan berteman dengan kalian semua.

  9. Terima kasih untuk rekan-rekan yang tak bisa disebutkan satu persatu, yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan doanya. Semua yang kenal denganku dan mengenalku, tetap semangat!!! Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pembaca dan peminat karya sastra.

  Penulis

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL……………………...……………………………………..i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………ii HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………..…………………...iii HALAMAN LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS............................iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA..........................................v ABSTRAK.............................................................................................................vi ABSTRACT...........................................................................................................vii KATA PENGANTAR.........................................................................................viii DAFTAR ISI...........................................................................................................x

  1.6.3 Citra Pendidikan Nilai.....................................................12

  

2.1 Tokoh dan Penokohan.......................................................................17

  BAB II ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN DALAM NOVEL LASKAR PELANGI...................................................17

  1.9 Sistem Penyajian................................................................................16

  1.8 Sumber Data.......................................................................................15

  1.7.2 Pengumpulan Data...........................................................15

  1.7.1 Metode Penelitian.............................................................14

  1.7 Metode Penelitian...............................................................................14

  1.6.2 Sosiologi Sastra.................................................................10

  BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

  1.6.1 Tokoh dan Penokohan.......................................................6

  1.6 Landasan Teori.....................................................................................6

  1.5 Tinjauan Pustaka.................................................................................5

  1.4 Manfaat Penelitian...............................................................................4

  1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................4

  1.2 Rumusan Masalah................................................................................4

  1.1 Latar Belakang Masalah.....................................................................1

  

2.2 Tokoh Utama......................................................................................18

   2.2.2 Lintang.................................................................................22

   2.2.3 Mahar...................................................................................28

  

2.3 Tokoh Tambahan...............................................................................32

  2.3.4 Sahara...................................................................................32

  2.3.5 Syahdan................................................................................33

  2.3.6 Kucai.....................................................................................34

  2.3.7 Trapani.................................................................................36

  2.3.8 Borek/Samson......................................................................37

  2.3.9 A Kiong................................................................................38

  2.3.10 Harun.................................................................................40

  2.3.11 Flo.......................................................................................41

  2.3.12 Bu Mus...............................................................................43

  2.3.13 Pak Harfan.........................................................................46

  2.3.14 A Ling.................................................................................48

  

2.4 Rangkuman.........................................................................................48

  BAB III CITRA PENDIDIKAN NILAI DALAM NOVEL LASKAR PELANGI...................................................50

  

3.1 Pengantar............................................................................................50

  

3.2 Citra Pendidikan Nilai.......................................................................51

  3.2.3 Kejujuran.............................................................................51

  3.2.2 Tekad Kuat..........................................................................52

  3.2.3 Penemuan Identitas.............................................................55

  3.2.4 Bertanggung Jawab............................................................56

  3.2.5 Bekerja Keras......................................................................58

   3.2.6 Keikhlasan...........................................................................62

  3.2.7 Menepati Janji.....................................................................63

  3.2.8 Dapat Dipercaya..................................................................63

   3.2.9 Beradaptasi..........................................................................64

   3.2.10 Baik Hati............................................................................64

  3.2.11 Kebijaksanaan...................................................................66

  3.2.13 Kesabaran..........................................................................68

   3.2.3.14 Silaturahmi.....................................................................69

  

3.3 Rangkuman.........................................................................................69

  BAB IV PENUTUP..............................................................................................70

  

4.1 Kesimpulan.........................................................................................70

  

4.2 Saran....................................................................................................76

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................77

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Pendidikan tidak terjadi di ruang hampa melainkan berada dalam realita perubahan sosial yang sangat dahsyat. Pendidikan di sekolah merupakan salah satu subsistem dari keseluruhan pendidikan yang terdiri dari sentra keluarga, masyarakat, media, dan sekolah (Lie, 2005:1)

  Dalam memetakan masalah pendidikan perlu diperhatikan realitas pendidikan itu sendiri yaitu pendidikan sebagai sebuah subsistem yang sekaligus juga merupakan suatu sistem yang kompleks. Gambaran pendidikan sebagai sebuah susbsistem adalah kenyataan bahwa pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang berjalan dengan dipengaruhi oleh berbagai aspek eksternal yang saling terkait satu sama lain. Aspek politik, ekonomi, sosial-budaya, pertahanan-keamanan, bahkan ideologi yang sangat erat pengaruhnya terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan, begitupun sebaliknya. Pendidikan sebagai suatu sistem yang kompleks menunjukkan bahwa pendidikan di dalamnya terdiri dari berbagai perangkat yang saling mempengaruhi secara internal, sehingga dalam rangkaian input-proses-output pendidikan, berbagai perangkat yang mempengaruhi tersebut perlu mendapatkan jaminan kualitas yang layak oleh berbagai stakeholder yang terkait (Handayani).

  Pendidikan di Indonesia masih sangat memberatkan masyarakat. Pendidikan yang dinilai mahal oleh masyarakat ekonomi lemah membuat masyarakat beranggapan bahwa pendidikan adalah hal yang sangat mewah. Hanya orang-orang yang berekonomi kecukupan yang mampu mengenyam pendidikan. Anggapan yang mungkin sampai saat ini terus berada dalam benak masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Belitung. Namun, hal itu tidaklah menjadi kendala bagi anak-anak Belitung yang mempunyai semangat belajar yang tinggi.

  Dengan mengangkat persoalan pendidikan, penulis ingin mengungkapkan citra pendidikan niali dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Novel ini diangkat dari kisah nyata penulisnya. Novel Laskar Pelangi menceritakan kisah masa kecil anak-anak kampung dari suatu komunitas Melayu yang sangat miskin di Belitung (Prov. Bangka Belitung). Anak miskin ini mencoba memperbaiki masa depan dengan menempuh pendidikan dasar dan menengah di sebuah lembaga pendidikan Muhammadiyah. Bersebelahan dengan sebuah lembaga pendidikan yang dikelola dan difasilitasi begitu modern pada masanya, lembaga pendidikan Muhammadiyah tampak tidak ada apa-apanya dibanding dengan sekolah-sekolah PN Timah (Perusahaan Negara Timah). Mereka, para anak Belitung ini tersudut dalam ironi yang sangat besar karena kemiskinannya justru berada di tengah-tengah kekayaan PN Timah yang mengeksploitasi tanah mereka.

  Kesulitan terus-menerus dialami oleh sekolah kampung itu. Sekolah yang dibangun atas jiwa keikhlasan dua orang guru, seorang kepala sekolah yang sudah tua, Bapak Harfan Efendy Noor dan ibu guru muda, Ibu Muslimah Hafsari, yang juga sangat miskin, berusaha mempertahankan semangat besar pendidikan. Sekolah yang hampir ditutup oleh pengawas sekolah Depdikbud Sumsel karena kekurangan murid itu, terselamatkan berkat seorang anak idiot yang sepanjang masa bersekolah tidak pernah mendapatkan rapor. Sekolah yang dihidupi lewat uluran tangan para donatur di komunitas marjinal itu begitu miskin: gedung sekolah yang rusak, ruang kelas beralas tanah, atap yang bocor, berbangku seadanya, jika malam dipakai untuk menyimpan ternak, bahkan kapur tulis pun terasa mahal bagi sekolah yang hanya mampu menggaji guru dan kepala sekolahnya dengan sekian kilo beras, sehingga para guru itu terpaksa menafkahi keluarganya dengan cara lain.

  Begitu banyak hal menakjubkan yang terjadi dalam masa kecil para anggota Laskar Pelangi. Sebelas orang anak Melayu Belitung yang luar biasa ini tak meyerah walau keadaan tak bersimpati pada mereka. Misalnya Lintang, seorang anak kuli kopra cilik yang genius dan dengan senang hati bersepeda 80 kilimeter pulang pergi untuk mengenyam pendidikan, bahkan terkadang hanya untuk menyanyikan Padamu

  

Negeri di akhir jam sekolah. Atau Mahar seorang pesuruh tukang parut kelapa

  sekaligus seniman dadakan yang imajinatif, tak logis, kreatif, dan sering diremehkan sahabat-sahabatnya, namun berhasil mengangkat derajat sekolah kampung mereka dalam karnaval 17 Agustus. Begitu juga sembilan orang Laskar Pelangi lain yang begitu bersemangat dalam menjalani hidup dan berjuang meraih cita-cita.

  Penulis tertarik mengkaji novel ini karena mengangkat sebagian dari citra pendidikan nilai yang ada di Indonesia yang tertuang dalam sebuah novel dan penulis ingin mengungkapkan secara rinci citra pendidikan nilai dalam novel Laskar Plelangi karya Andrea Hirata. Untuk mengungkapkan citra pendidikan niali tersebut, terlebih dahulu penulis akan menganalisis struktur penceritaannya yang dibatasi pada unsur tokoh dan penokohan saja.

1.2 Rumusan Masalah

  1.2.1 Bagaimanakah tokoh dan penokohan novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata?

  1.2.2 Bagaimanakah citra pendidikan nilai dalam novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata?

1.3 Tujuan Penelitian

  1.3.1 Mendeskripsikan tokoh dan penokohan novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.

  1.3.2 Mendeskripsikan citra pendidikan nilai dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai dunia pendidikan dalam pandangan ilmu sastra.

  1.4.2 Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan kepada ilmu-ilmu sosiologi tentang citra pendidikan yang diterapkan dalam sebuah karya sastra yang berbentuk novel.

  1.4.3 Hasil penelitian ini diharapkan memberikan referensi terhadap ilmu pendidikan

1.5 Tinjauan Pustaka

  Novel Laskar Pelangi adalah novel pertama dari tetralogi karya Andrea Hirata. Novel ini telah diresensi oleh beberapa orang, antara lain oleh Hernadi Tanzil dengan judul resensinya “Berpetualang Bersama Laskar Pelangi” yang dimuat dalam www.google.com, yang membahas tentang keseluruhan kisah Laskar Pelangi yang tersaji dengan sangat memikat. Pembaca akan dibuat tercenung, menangis, dan tertawa bersama kepolosan dan semangat juang para Laskar Pelangi.

  Ia juga menyebutkan bahwa novel Laskar Pelangi sangat berpotensi untuk memperluas wawasan pembacanya. Lingkungan Kampung Melayu Belitung yang digambarkan secara jelas dan memikat membuat pembaca novel ini akan mengetahui kondisi lingkungan dan kondidi sosial budaya masyarakat Kampung Melayu Belitung yang hidup di bawah garis kemiskinan yang ironisnya ternyata berdampingan dengan komunitas masyarakat gedong PN Timah yang hidup dengan segala kemewahan dan fasilitas yang lebih dari cukup.

  Kemunculan nama-nama latin dari tumbuh-tumbuhan sepertinya akan membuat kelancaran membaca ini menjadi sedikit tersendat. Kisah ini dikemas dalam bentuk fiksi maka batas antara fakta dan fiksi kiranya tak perlu diperdebatkan. Pada intinya novel Laskar Pelangi menyampaikan pesan mulia bahwa kemiskinan bukanlah alasan untuk berhenti belajar dan bukan tak mungkin sebuah sekolah kecil dengan segala keterbatasannya ternyata mampu melahirkan kreativitas-kreativitas yang melampaui sekolah-sekolah favorit yang telah mapan baik dari segi fisik maupun pengajarnya.

1.6 Landasan Teori

  Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini meliputi (i) tokoh dan penokohan, (ii) sosiologi sastra, (iii) citra pendidikan nilai.

1.6.1 Tokoh dan Penokohan

1.6.1.1 Tokoh

  Dalam novel ini akan dianalisis unsur tokoh karena dengan menganalisis unsur tokoh tersebut akan ditemukan bentuk dari citra pendidikan dalam novel

  Laskar Pelangi .

  Tokoh menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2002:165), adalah orang(- orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dan tindakan.

  Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca.

  Keadaan ini justru sering (dapat) berakibat kurang menguntungkan para tokoh cerita itu sendiri dilihat dari segi kewajarannya dalam bersikap dan bertindak (Nurgiyantoro, 2002:167).

  Walaupun tokoh cerita hanya merupakan tokoh ciptaan pengarang, ia haruslah merupakan seorang tokoh yang hidup secara wajar, sewajar sebagaimana kehidupan manusia yang terdiri dari darah dan daging, yang mempunyai pikiran dan perasaan (Nurgiyantoro, 2002:167). Tokoh cerita dilihat dari segi peranan dan tingkat pentingnya, dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Tokoh utama merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian sekaligus berhubungan dengan tokoh lain.

  Sedangkan tokoh tambahan pemunculannya dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak terlalu penting, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung atau pun tidak langsung (Nurgiyantoro, 2002:176).

1.6.1.2 Penokohan

  Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2002:165). Istilah penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh dan perwatakan sebab ia mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakannya, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kapada pembaca. Penokohan sekaligus menyaran pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2002:166)

  Menurut Nurgiyantoro (2002:195-214), ada tiga teknik pelukisan tokoh, yaitu teknik ekspositori, teknik dramatik, dan catatan tentang identifikasi tokoh, yang akan dijabarkan berikut ini:

  a. Teknik Ekspositori Teknik ekspositori disebut juga teknik analitis, pelukisan cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung.

  Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang kehadapan pembaca secara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kehadirannya, yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau bahkan juga ciri fisiknya.

  b. Teknik Dramatik Penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik mirip dengan yang ditampilkan pada drama, dilakukan secara tak langsung. Ada 8 wujud penggambaran teknik dramatik, yaitu:

  (1) Teknik Cakapan Percakapan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh cerita biasanya juga dimaksudkan untuk menggambarkan sifat-sifat tokoh yang bersangkutan.

  (2) Teknik Tingkah Laku Teknik tingkah laku menyaran pada tindakan nonverbal, fisik. Apa yang dilakukan orang dalam wujud tindakan dan tingkah laku, dalam banyak dapat dipandang sebagai menunjukan reaksi, tanggapan, sifat, dan sikap yang mencerminkan sifat-sifat kediriannya.

  (3) Teknik Pikiran dan Perasaan Teknik pikiran dan perasaan dapat ditemukan dalam teknik cakapan dan teknik tingkah laku. Artinya, penuturan itu sekaligus untuk menggambarkan pikiran dan perasaan tokoh. Teknik pikiran dan perasaan dapat juga berupa sesuatu yang tidak pernah dilakukan secara konkret dalam bentuk tindakan dan kata-kata, dan hal ini tidak dapat terjadi sebaliknya.

  (4) Teknik Arus Kesadaran Teknik arus kesadaran berkaitan erat dengan teknik pikiran dan perasaan.

  Arus kesadaran merupakan sebuah teknik narasi yang berusaha menangkap pandangan dan aliran proses mental tokoh, di mana tanggapan indera bercampur dengan kesadaran dan ketidaksadaran pikiran, perasaan, ingatan, harapan, dan asosiasi-asosiasi acak.

  (5) Teknik Reaksi Tokoh Teknik reaksi tokoh dimaksudkan sebagai reaksi tokoh terhadap satu kejadian, masalah, keadaan, kata, dan sikap-tingkah-laku orang lain, dan sebagainya yang berupa rangsangan dari luar diri tokoh yang bersangkutan

  (6) Teknik Reaksi Tokoh Lain Reaksi tokoh lain dimaksudkan sebagai reaksi yang diberikan oleh tokoh lain terhadap tokoh utama, atau tokoh yang dipelajari kediriaannya, yang berupa pendangan, pendapat, sikap, komentar, dan lain-lain. Reaksi tokoh juga merupakan teknik penokohan untuk menginformasikan kedirian tokoh kepada pembaca.

  (7) Teknik Pelukisan Latar Suasana latar sekitar tokoh sering dipakai untuk melukiskan kediriannya.

  Pelukisan suasana latar dapat lebih mengintensifkan sifat kedirian tokoh seperti yang telah diungkapkan dengan berbagai teknik yang lain.

  (8) Teknik Pelukisan Fisik Pelukisan keadaan fisik tokoh, dalam kaitannya dengan penokohan memang penting. Keadaan fisik tokoh perlu dilukiskan, terutama jika ia mempunyai bentuk fisik khas sehingga pembaca dapat menggambarkan secara imajinatif.

  Dalam penelitian ini, penulis hanya menganalisis masalah tokoh dan penokohan saja, sedangkan tema, alur, dan latar sudah cukup dijelaskan dalam penggambaran dan analisis penulis.

1.6.2 Sosiologi Sastra

  Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari akar kata sosio (Yunani) (socius berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman) dan

  

logi (logos berarti sabda, perkataan, perumpaman). Perkembangan berikutnya

  mengalami perubahan makna, sosio/socius berarti masyarakat, logi/logos berarti ilmu. Jadi sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul dan pertumbuhan (evolusi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keselurahan jaringan hubungan antarmanusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional, dan empiris. Sastra berasal dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Jadi, sastra berarti kumpulan alat mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik. Makna kata sastra lebih spesifik lagi menjadi kumpulan hasil karya sastra yang baik. Jadi sosiologi sastra adalah pemahaman terhadap totalitas karya sastra disertai dengan aspek-aspek kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya (Ratna, 2003:1-2)

  Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat, dengan demikian harus diteliti dalam kaitannya dengan masyarakat. Pertama, karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh penyalin, sedangkan subjek tersebut adalah anggota masyarakat. Kedua, karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat, yang pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat. Ketiga, medium karya sastra baik lisan maupun tulisan dipinjam melalui kompetensi masyarakat, yang dengan sendirinya mengandung masalah-masalah kemasyarakatan (Ratna, 2003:332-333).

  Hubungan antara sastra dan masyarakat dalam ilmu sastra disebut sosiologi sastra. Sosiologi sastra adalah suatu telaah sosiologis terhadap suatu karya sastra.

  Sosiologi sastra merupakan satu telaah sastra yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat dan tentang sosial serta proses sosialnya (Semi, 1989:52).

  Menurut Damono, sosiologi sastra merupakan sebuah pendekatan yang menganggap sastra sebagai lembaga sosial yang diciptakan oleh sastrawan yang juga bagian dari anggota masyarakat (2002:2).

  Jadi dapat disimpulkan bahwa sosiologi dan sastra mempunyai saling keterkaitan meskipun bidang yang dimilikinya sama. Manusia dan masyarakat adalah salah satu dunia dari sosiologi dan sastra. Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari masyarakat beserta isinya, sedangkan sastra merupakan cerminan masyarakat.

  Dengan demikian, sebuah karya sastra bisa dikaji secara sosiologi yaitu dikenal dengan tinjauan sosiologi sastra. Dalam hal ini novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dapat dikatakan sebagai bentuk karya sastra sosiologis, karena cerita yang dipaparkan merupakan cerminan kehidupan masyarakat.

1.6.3 Citra Pendidikan Nilai

  Menurut Kamus Besar Basaha Indonesia (2008:270), citra adalah rupa; gambar; gambaran.

  Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik (KBBI, 2008:326).

  Pendidikan nilai adalah usaha untuk membantu peserta didik untuk menyadari dan mengalami nilai-nilai, menyumbangkan secara integral dan keseluruhan hidup mereka (Mardiatmadja, 1986:56).

  Citra pendidikan nilai adalah gambaran usaha untuk membantu peserta didik untuk menyadari dan mengalami nilai-nilai, menyumbangkan secara integral dan keseluruhan hidup mereka.

  Pendidikan nilai harus berisi tentang: penghargaan pada nilai kemanusiaan, penghargaan atas hak asasi manusia, penghargaan pada perbedaan, kemampuan hidup pada perbedaan, persaudaraan, sopan santun, demokrasi, kejujuran, tanggung jawab, keadilan, daya juang, kerohanian, dan kelestarian alam (Lie, 2005:92).

  Dalam sebuah pendidikan tidak cukup dengan ilmu pengetahuan yang diberikan saja, tetapi harus juga dibekali oleh ilmu-ilmu lain, seperti pendidikan sosial dan kemasyarakatan, pendidikan nilai kemanusiaan, pendidikan budi pekerti, dan pendidikan moral.

  Pendidikan sosial mengutamakan kemampuan lidah, kemampuan lingua, kamampuan bahasa dengan segala gejalanya, sedangkan pendidikan kemasyarakatan bergerak dari diri sendiri ke luar dan dari luar ke diri sendiri. Tidak mutlak, tapi selalu relatif dan situsional (Lie, 2005:60)

  Budi pekerti sering diartikan sebagai moralitas yang mengandung pengertian antara lain, adat istiadat, sopan santun, dan perilaku. Budi pekerti dapat dianggap sebagai sikap dan perilaku yang membantu orang dapat hidup lebih baik (Suparno, 2005:111)

  Pendidikan moral adalah keseluruhan proses dan usaha-usaha pengembangan budi pekerti, atau dengan kata lain, pendidikan moral adalah seluruh proses dan semua usaha orang-orang dewasa untuk membantu orang-orang muda, agar hati mereka semakin tulus dan tindakan-tindakan mereka semakin berkenan di hati Tuhan dan sesama (Hadiwardoyo, 2005:92).

  Dari citra pendidikan nilai di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk menyeimbangi pendidikan yang bersifat teoritis harus dibekali juga dengan pendidikan yang bersifat membentuk pribadi manusia yang lebih baik lagi. Dengan begitu, keseimbangan antara ilmu pengetahuan dan akhlak dapat tercipta, dan saling menopang satu sama lain.

  Penelitian ini difokuskan pada pendidikan nilai yang meliputi kejujuran, tekad kuat, penemuan identitas, bertanggung jawab, bekerja keras, keikhlasan, menepati janji, dapat dipercaya, beradaptasi, baik hati, kebijaksanaan, keramahan, kesabaran, dan silaturahmi.

1.7 Metode Penelitian

1.7.1 Metode Penelitian

  Dalam penelitian ini, penulis menggunakan yakni metode diskriptif untuk menganalisis data. Metode diskriptif adalah metode yang melukiskan sesuatu yang digunakan untuk memaparkan secra keseluruhan hasil analisis yang dilakukan (Keraf, 1981:93). Langkah-langkah yang ditempuh penulis dalam melakukan penelitian ini adalah pertama membaca novel yang akan dianalisis, kedua mencari rumusan masalah yang akan diteliti, ketiga mengumpulkan data-data dengan cara teknik catat atau mencatat hal-hal yang mendukung rumusan masalah. Data tersebut akan dianalisis dan diinterpretasikan. Hasil analisis dan interpretasi tersebut dideskripsikan dalam bentuk laporan penelitian.

1.7.2 Pengumpulan Data

  Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik catat yakni mencatat data yang berasal dari buku-buku maupun artikel yang memuat hal-hal yang berhubungan dengan novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dan masalah ssiologi sastra. Peneliti mengmpulkan data yang diperoleh kemudian mencatatnya pada buku atau kertas (Sudaryanto, 1993). Teknik ini digunakan penulis untuk mencatat data-data yang menjadi bagian dari novel Laskar Pelangi dan berhubungan dengan masalah penelitian di atas.

1.8 Sumber Data Sumber data terdiri atas sumber data primer dan sumber data sekunder.

1.8.1 Sumber data primer

  Judul Buku : Laskar Pelangi Pengarang : Andrea Hirata Penerbit : Bentang Pustaka, Yogyakarta Tahun Terbit : 2005 Halaman : xviii + 534 halaman

1.8.2 Sumber data sekunder

  Sumber data seunder berupa hasil penelitian, artikel dari internet, dan pustaka- pustaka lain yang berhubungan dengan obek penelitian ini.

1.9 Sistem Penyajian

  Sistematika dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut. Penelitian ini dibagi menjadi 4 bab. Bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metodologi penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II berisi analisis struktur yang meliputi tokoh dan penokohan. Bab III berisi analisis tentang citra pendidikan di Indonesia. Bab IV penutup berisi kesimpulan dan saran.

BAB II ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN NOVEL LASKAR PELANGI KARYA ANDREA HIRATA Pada bagian ini akan dianalisis tokoh dan penokohan saja. Hal ini

  dimaksudkan untuk mengetahui pengagambaran tiap tokohnya. Seluruhnya akan diuraikan sebagai berikut.

2.1 Tokoh dan Penokohan

2.1.1 Tokoh

  Menurut Sudjiman (1988:16), tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh pada umumnya berwujus manusia, tetapi dapat pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan. Menurut Nurgiyantoro (2002:176), dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga terasa mendomonasi sebagian besar cerita, dan sebaliknya, ada tokoh(-tokoh) yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita (central

  

character, main character), sedang yang kedua adalah tokoh tambahan

(peripheral character).

  Tokoh yang ada dalam novel Laskar Pelangi meliputi tokoh utama dan tokoh tambahan. Menurut Nurgiantoro (2002:176-177), tokoh utama adalah tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian, sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh yang dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitanya dengan tokoh utama, secara langsung maupun tidak langsung.

  Tokoh utama dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata adalah Ikal, Lintang, dan Mahar sedangkan tokoh tambahannya adalah Sahara, Syahdan, Kucai, Trapani, Borek, A Kiong, Harun, Flo, Bu Mus, Pak Harfan, dan A Ling.

2.1.2 Penokohan

  Penokohan merupakan penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh berdasarkan penggambaran ciri-ciri lahir, sifat, dan sikap batin dalam cerita (Sudjiman, 1988:23). Dengan adanya penggambaran tersebut, dapat diketahui pula watak tokoh-tokoh yang ada dalam novel yang akan dianalisis.

  Dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata terdapat beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut pandang dan tinjauanya. Dalam penelitian ini penulis akan memaparkan tokoh-tokoh yang ada dalam novel Laskar Pelangi dan menganalisis tokoh-tokoh yang berkaitan citra pendidikan nilai.

2.2 Tokoh Utama

2.2.1 Ikal

  Secara fisik, Ikal mempunyai tinggi badan yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek. Ia juga mempunyai rambut yang ikal. Hal ini digambarkan menggunakan teknik dramatik (teknik reaksi tokoh lain dan pelukisan fisik), yang dapat dilihat dalam kutipan berikut ini: (1)

  … Tingginya (A Ling) tak kurang dari 175 cm, jelas lebih tinggi dariku (Ikal).(hlm.269) (2)

  Umumnya Bu mus mengelompokan tempat duduk kami berdasarkan kemiripan. Aku dan Lintang sebangku karena kami sama-sama berambut ikal….(hlm.13)

  Ikal berasal dari keluarga yang miskin dan bersaudara banyak. Ayahnya adalah seorang buruh tambang dan saudara-saudara Ikal adalah kuli di pasar pagi dan kuli kopra di pesisir pantai. Hal ini digambarkan menggunakan teknik ekspositori dan teknik dramatik (teknik pikiran dan perasaan), yang dapat dilihat dalam kutipan berikut ini:

  (3) … Aku (Ikal) tahu beliau (ayah Ikal) sedang gugup dan aku maklum bahwa tak mudah bagi seorang pria berusia empat puluh tujuh tahun, seorang buruh tambang yang beranak banyak dan bergaji kecil, untuk menyerahkan anak laki-lakinya ke sekolah. Lebih mudah menyerahkan pada tauke pasar pagi untuk jadi tukang parut atau pada juragan pantai untuk menjadi kuli kopra agar dapat membantu ekonomi keluarga. Menyekolahkan anak berarti mengikatkan diri pada biaya selama belasan tahun dan hal itu bukan perkara gampang bagi keluarga kami.(hlm.2-3)

  (4) “Kasihan ayahku…” maka aku tak sampai hati memandang wajahnya.

  “Barang kali sebaiknya aku pulang saja, melupakan keinginan sekolah, dan mengikuti jejak beberapa abang dan sepupu- sepupuku, menjadi kuli…”(hlm.3)

  Ikal sangat menyayangi dan menghormati ibunya. Ia akan berkata jujur walaupun dengan kejujuran itu mempermalukan dirinya sendiri. Hal ini digambarkan menggunakan teknik dramatik (teknik tingkah laku dan reaksi tokoh lain), yang dapat dilihat dalam kutipan berikut ini:

  (5) Ketika ibuku bertanya tentang tanda itu aku tak berkutik, karena pelajaran Budi Pekerti Kemuhammadiyahan setiap Jumat pagi tak membolehkan aku membohongi orang tua, apalagi ibu. Maka dengan amat sangat terpaksa kutelanjangi kebodohanku sendiri….(hlm.82)

  (6) “Namanya A Ling…!” bisiknya ketika kami sedang khatam Al- Qu’ran di masjid Al Hikmah. Jantungku (Ikal) berdetak kencang.

  “Seangkatan dengan kita di sekolah nasional!”…. “Jangan sampai tahu ibuku,” kataku cemas, “bisa-bisa aku kena rajam. (hlm.253)

  Ikal adalah salah satu murid yang pandai di kelasnya. Ia selalu mendapat rengking dua dan mempunyai rival berat dalam pelajaran, yaitu sahabatnya sendiri, Lintang, yang selalu menduduki rengking pertama di kelasnya. Hal ini digambarkan menggunakan teknik ekspositori, yang dapat dilihat dalam kutipan berikut ini:

  (7) Aku belajar keras sepanjang malam, tapi tak pernah sedetik pun, sedetik pun bisa melampaui Lintang. Nilaiku sedikit lebih baik dari rata-rata kelas namun jauh tertinggal dari nilainya. Aku berada di bawah bayang-bayangnya sekian lama, sudah terlalu lama malah. Rangking duaku abadi, tak berubah sejak caturwulan pertama kelas satu SD. Abadi seperti lukisan ibu menggendong anak di bulan. Rival terberatku, musuh bebuyutanku adalah temanku sebangku, yang aku sayangi.

  (hlm.122) Ikal mempunyai bakat pada seni khususnya puisi. Ia menulis puisi sebagai tugas pelajaran kesenian yang diserahkan kepada Bu Mus. Hal ini digambarkan menggunakan teknik dramatik (teknik pikiran dan perasaan), yang dapat terlihat dalam kutipan berikut ini:

  (8) Pesona hakiki Pangkalan Punai membayangiku menit demi menit sampai terbawa-bawa mimpi. Mimpi ini kemudian kutulis menjadi sebuah puisi karena sebagai bagian program, kami harus menyerahkan tugas untuk pelajaran kesenian berupa karangan, lukisan, atau pekerjaan tangan dari bahan-bahan yang didapat dari bahan-bahan yang didapat di pinggir pantai. (hlm.181) Ikal memiliki cita-cita sebagai pemain bulu tangkis dan menjadi penulis, tapi ia malah menjadi tukang sortir di salah satu kantor pos yang ada di Jakarta.

  Hal ini digambarkan menggunakan teknik dramatik (teknik pikiran dan perasaan), yang dapat dilihat dalam kutipan berikut ini: (9) … Dan aku senang sekali memiliki cita-cita atau arah masa depan yang sangat jelas, yaitu: menjadi pemain bulu tangkis yang berprestasi dan menjadi penulis berbobot….(hlm.342)

  (10) Dan kembali aku termangu-mangu menatap tiga karung surat tadi. Setelah terpuruk akibat dikhotbahi nyonya itu aku masih harus bekerja keras menyortir semuanya karena pukul delapan seluruh pengantar kilat khusus termin pertama akan berangkat dan karena aku adalah pegawai pos, tukang sortir, bagian kiriman peka waktu, shift pagi, yang bekerja mulai subuh.(hlm.438)

  Dari kutipan (1)-(10) di atas, dapat disimpulkan bahwa tokoh Ikal mempunyai tinggi badan yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek dan ia juga mempunyai rambut yang ikal (1-2). Ikal berasal dari keluarga berekonomi rendah. Ayahnya adalah seorang buruh tambang yang bergaji kecil, sedangkan saudara-saudara Ikal bekerja menjadi kuli (3-4). Ikal sangat menghormati dan menyayangi ibunya. Pelajaran kemuhammadiyahan tidak memperbolehkannya bohong, apalagi kepada ibu (5-6). Ikal mempunyai bakat seni, khususnya pada puisi. Ia menyerahkan karya puisinya sebagai tugas kesenian (8). Ikal termasuk anak yang pintar. Ia selalu menduduki peringkat kedua di kelasnya (7). Cita- citanya adalah ingin menjadi pemain bulu tangkis dan penulis yang berbobot (9), tapi ia malah menjadi tukang sortir di salah satu kantor pos yang ada di Jakarta

2.2.2 Lintang Secara fisik, Lintang berwajah manis dan berambut merah keriting.

  Tubuhnya tak terawat dan kotor. Hal ini dapat dilihat melalui penggambaran teknik dramatik (pelukisan fisik dan reaksi tokoh lain), yang terdapat dalam kutipan berikut ini:

  (11) Aku mengenal para orang tua dan anak-anaknya yang duduk di depanku. Kecuali seorang anak lelaki yang kotor berambut keriting merah yang meronta-ronta dari pegangan ayahnya….(hlm.3)

  (12) “Ayo yang lain, jangan hanya anak Tanjong keriting (Lintang) ini saja yang menjawab,” perintah Bu Mus.(hlm.122) (13) Meskipun rumahnya paling jauh tapi kalau datang ia (Lintang) paling pagi. Wajahnya manis senantiasa bersinar walaupun baju, celana, dan sandal cunghai-nya buruknya minta ampun. Namun sungguh kuasa Allah, di dalam tempurung kepalanya yang ditumbuhi rambut gimbal awut-awutan itu tersimpan cairan otak yang encer sekali… Dibalik tubuhnya yang tak terawat, kotor, miskin, serta berbau hangus, dia memiliki an