BAB II TINJAUAN PUSTAKA - KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN ALBASIA PADA DAERAH RAWAN LONGSORLAHAN DI SUB - DAS LOGAWA KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lahan Lahan adala hamparan permukaan bumi yang berupa tembereng (segment)

  sistem teristik yang memedukan sejumlah sumberdaya alam dan binaan. Lahan juga merupakan suatu wilayah (region), yaitu suatu ruang beruapa lingkungan hunian manusia, hewan, dan tumbuhan (Tejoyuwono Notohadiprawiro, 2006)

  Lahan merupakan bagian dari bentang alam atau landscape yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi, hidrologi, bahkan keadaan vegetasi alami yang secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO., 1976). Pengertian yang luas tentang lahan ialah suatu daerah permukiman daratan bumi yang ciri-cirinya mencakup segala tanda pengenal, baik yang bersifat cukup mantap maupun yang dapat di ramalkan bersifat mendaur dari biosfer, atmosfer, tanah, geologi, hidrologi, populasi, tumbuhan, dan hewan, serta hasil kegiatan manusia pada masa lampau dan masa kini sejauh tanda-tanda pengenal tersebut memberikan pengaruh atas penggunaan lahan oleh manusia pada masa kini dan masa mendatang (FAO., 1976).

  Penggunaan lahan adalah setiap bentuk intervensi atau campur tangan manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil maupun spiritual (Arsyad, 1989 dalam As-syakur, 2011). Penggunaan lahan berkaitan erat dengan ketersediaan lahan dan air. Ketersediaan lahandan air akan

  4 menentukan produktivitas sumberdaya yang mampu diproduksi, selain itu juga mampumemberikan data tentang potensi produksinya (As-syukur, 2011)

B. Karakteristik lahan

  Beberapa karakteristik lahan yang dikemukakan oleh Sujarto dan Drabkin, (1985 dalam Marangkup, 2006) adalah berikut ini.

  1. Secara fisik, lahan merupakan aset ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh kemungkinan penurtman nilai dan harga, dan tidak terpengaruhi oleh waktu, lahan juga merupakan aset yang terbatas dan tidak bertambah besar kecuali melalui reklamasi.

  2. Perbedaan antara lahan tidak terbangun dan lahan terbangun adalah lahan tidak terbangun tidak akan dipengarahi oleh kemungkinan penurunan nilai, sedangkan lahan terbangun nilainya cenderung turun karena penurunan nilai struktur bangunan yang ada di atasnya. Tetapi penurunan nilai struktur bangunan juga dapat meningkatkan nilai lahannya karena adanya harapan peningkatan fungsi penggunaan lahan tersebut selanjutnya.

  3. Lahan tidak dapat dipindahkan tetapi sebagai substitusinya intensitas penggunaan lahan dapat ditingkatkan, sehingga faktor lokasi untuk setiap jenis penggunaan lahan tidak sama.

  4. Lahan tidak hanya berfungsi untuk tujuan produksi tetapi juga sebagai investasi jangka panjang (long-ferm investment) atau tabungan. Keterbatasan lahan dan sifatnya yang secara fisik tidak terdepresiasi membuat lahan menguntungkan sebagai tabungan. Investasi lahan berbeda dengan investasi barang ekonomi yang lain, dimana biaya perawatannya (maintenance cost) hanya meliputi pajak dan interest charges. Biaya ini relatif jauh lebih kecil dibandingkan dengan keuntungan yang akan diperoleh dari penjualan lahan tersebut.

C. Kualitas lahan

  Kualitas lahan adalah sifat-sifat atau atribut yang bersifat kompleks dari suatu bidang lahan. Kualitas lahan mempunyai keragaan (performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu. Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1993), akan tetapi pada umumnya ditetapkan berdasarkan karakteristik lahan (FAO., 1976). Hubungan antara karakteristik dan kualitas lahan menurut (Djaenudin, 2003 dalam Sofyan Ritung, dkk., 2007) disajikan pada Tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1 Hubungan karakteristik lahan dan kualitas lahan

  No Karakteristik Lahan Kualitas Lahan o

  1 Temperatur (tc) Temperatur rata-rata (

  C) Ketersediaan Air (wa) Curah hujan (mm), Kelembaban (%),

  2 Lamanya bulan kering (bln)

  3 Ketersediaan oksigen (oa) Drainase Keadaan media perakaran (rc) Tekstur, bahan kasar (%), kedalaman tanah

  4 (cm)

  Gambut Ketebalan (cm) jika ada sisipan bahan

  5 mineral, kematangan Retensi hara (nr) KTK liat (cmol/kg). kejenuhan basa (%),

  6 C-organik Ph H2o (%)

  7 Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m)

  8 Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%)

  9 Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm)

  10 Bahaya Erosi (eh) Lereng (%), bahaya erosi

  11 Bahaya banjir (fh) Genangan

  12 Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%), Singkapan batuan Sumber: Djaenudin, 2003 dalam Sofyan Ritung, dkk., 2007.

  Menurut FAO (1976) dalam Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1993 beberapa kualitas lahan yang berhubungan atau berpengaruh terhadap:

  1. Hasil atau produksi tanaman

  a. Kelembaban

  b. Ketersediaan hara

  c. Ketersediaan oksigen didalam zone perakaran

  d. Media untuk perkembangan akar

  e. Kondisi untuk pertumbuhan

  f. Kemudahan diolah dalam hal ini pengolahan tanah

  g. Salinitas atau alkalinitas

  h. Toksistasi tanah i. Resistensi terhadap erosi j. Hama penyakit k. Bahaya banjir (frekuensi dan periode genangan) l. Rejim temperatur m. Energi radiasi dan fotoperiode n. Bahaya iklim terhadap pertumbuhan tanaman (angina, kekeringan) o. Kelembaban udara pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman p. Periode kering untuk pemasakan (ripening) tanaman

  2. Terhadap manajemen dan masukan yang diperlukan

  a. Terrain berpengaruh terhadap mekanisasi dan pengelolaan praktis (teras, alley cropping).

  b. Terrain berpengaruh terhadap konstruksi dan pemeliharaan jalan penghubung. c. Ukuran dari unit potensial manajemen (blok area atau lahan pertanian)

  d. Lokasi dalam hubungannya untuk pemasaran dan penyediaan sarana produksi (input).

D. Kesesuaian Lahan

  Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu, sebagai contoh lahan sesuai untuk irigasi, tambak, pertanian tanaman tahunan, atau pertanian tanaman semusim. Lebih spesifik lagi kesesuaian lahan tersebut ditinjau dari sifat lingkungan fisiknya, yang terdiri dari iklim, tanah, topografi, hidrologi, dan drainase (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1993).

  Penilaian kesesuaian lahan dapat dibuat secara mutlak, dapat pula dibuat berdasarkan keadaan lahan sekarang (actual suitability) atau berdasarkan keadaan lahan setelah diadakan pembenahan besar-besaran (potential suitability), yang mengubah ciri-ciri lahan dan hasil pengubahannya dapat bertahan selama lebih dari 10 tahun (Brinkman & Smyth, 1973; FAO., 1976 dalam Notohadiprawiro, 2006). Beberapa penilaian kesesuaian lahan dibedakan menurut tingkatannya (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1993):

  1. Ordo Pada tingkatan ini kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S) dan lahan yang tidak tergolong sesuai (N)

  2. Kelas Pada tingkatan kelas, lahan lahan yang tergolong sesuai (S) dibedakan antara lahan yang sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan marginal sesuai (S3).

  Kelas S1 sangat sesuai: Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berat atau hanya faktor pembatas yang bersifat minor dan tidak akan mereduksi produktifitasnya secara nyata. Kelas S2 cukup sesuai: Lahan mempunyai faktor pembatas dan faktor pembatas ini berpengaruh terhadap produktifitasnya, memerlukan tambahan input. Kelas S3 marginal sesuai: Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat dan faktor pembatas ini berpengaruh terhadap produktifitasnya, memerlukan tambahan input yang lebih banyak. Kelas N tidak sesuai: Lahan yang tidak sesuai karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat. Lahan yang tergolong N1 mempunyai faktor pembatas yang sangat berat, tetapi sifatnya tidak permanen dan secara ekonomis masih memungkinkan untuk diperbaiki (improvement), yaitu dengan mengatasi faktor-faktor pembatasnya. Lahan kelas N2 tidak memungkinkan untuk diperbaiki karena faktor pembatas yang sangat berat dan sangat sulit diatasi karena sifatnya permanen.

  3. Sub Kelas Pada tingkat ini kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi sub kelas berdasarkan karakteristik lahan yang merupakan faktor pembatas pada masing-masing sub kelas, kemungkinan kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan bisa diperbaiki dan ditingkatkan kelasnya sesuai dengan masukan yang diperlukan.

  4. Unit Tingkatan ini merupakan bagian dari tingkat sub kelas, yang dibedakan masing-masing berdasarkan sifat-sifat yang akan berpengaruh terhadap aspek produksi atau dalam aspek manajemen.

E. Tanaman Albasia

  Tanaman Albasia memiliki sifat tanaman keras yang ringan dengan perakaran dalam sehingga cocok untuk ditanam di daerah rawan longsorlahan (Suryatmojo dan Soedjoko, 2008).

  Tanaman untuk dapat tumbuh dan berproduksi memerlukan persyaratan- persyaratan tertentu, yang kemungkinan antara tanaman satu dengan yang lainnya berbeda. Persyaratan tersebut terutama enegri radiasi, temperatur yang cocok untuk pertumbuhannya, kelembaban, oksigen, dan usur hara (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1993). Syarat tumbuh tanaman Albasia, yaitu:

  1. Tanah Tanaman Albasia dapat tumbuh baik pada tanah regosol, aluvial, dan latosol yang bertekstur lempung berpasir atau lempung berdebu dengan kemasaman tanah sekitar pH 6-7. Tanaman ini tumbuh pada daerah dengan ketinggian 600 s/d 2.700 m dpl dan temperatur 22º C.

  2. Iklim Ketinggian tempat yang optimal untuk tanaman Albasia antara 0 – 800 m dpl.

  Walapun demikian tanaman Albasia ini masih dapat tumbuh sampai ketinggian 1500 m diatas permukaan laut. Albasia termasuk jenis tanaman tropis, sehingga untuk tumbuhnya memerlukan suhu sekitar 18 ° – 27 °C.

  3. Sinar matahari Sinar matahari sangat dibutuhkan atau berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman Albasia.

  4. Curah Hujan Curah hujan mempunyai beberapa fungsi untuk tanaman, diantaranya sebagai pelarut zat nutrisi, pembentuk gula dan pati, sarana transpor hara dalam tanaman, pertumbuhan sel dan pembentukan enzim, dan menjaga stabilitas suhu. Tanaman Albasia membutuhkan batas curah hujan minimum yang sesuai, yaitu 15 hari hujan dalam 4 bulan terkering, namun juga tidak terlalu basah, dan memiliki curah hujan tahunan yang berkisar antara 2000

  • – 4000 mm.

  5. Kelembaban Kelembaban mempengaruhi kehidupan setiap tanaman. Reaksi setiap tanaman terhadap kelembaban tergantung pada jenis tanaman itu sendiri. Tanaman Albasia membutuhkan kelembaban sekitar 50%-75%.

F. Longsorlahan

  Longsorlahan adalah gerakan massa berupa tanah dan atau bahan rombakan gerakannya meluncur atau menggeser atau berputar, yang disebabkan karena adanya gaya gravitasi

  (

  Thornbury, 1969). Longsorlahan adalah gerakan masa tanah atau batuan yang bergerak menuruni lereng karena pengaruh gravitasi (PMPU No. 22/PRT/M/2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor).

  Longsorlahan merupakan suatu gerakan tanah pada lereng, dimana gerakan tersebut merupakan akibat dari pergerakan menuruni lereng dan terganggunya kesetabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut (Nuning. dan Firdaus, 2011).

  Proses terjadinya longsorlahan bersifat mengubah atau merusak terhadap konfigurasi permukaan bumi. Bencana longsor lahan dapat menyebabkan dampak terhadap lingkungan fisik maupun lingkungan non fisik. Beberapa perubahan konfigurasi bentuk permukaan bumi akibat longsorlahan (Sutikno, 1994 dalam Muhammad Nursa’ban, 2008) :

  1. Daerah asal terjadinya longsorlahan mengalami pemotongan lereng, pengurangan material, kerusakan lahan pada daerah sekitarnya sehingga dapat menyebabkan erosi yang lebih aktif.

  2. Daerah yang dilalui terjadi kerusakan lahan pertanian, permukiman, vegetasi, bangunan fisik dan topografi lembah yang juga dapat mempercepat terjadinya proses erosi.

  3. Daerah yang tertimbun mengalami dampak yang lebih banyak yaitu topografi lembah, vegetasi, permukiman tertimbun, dan tata air keadaannya menjadi sangat kecil sehingga proses berikutnya masih sering terjadi.

  Gejala umum longsorlahan ditandai dengan munculnya retakan-retakan dilereng yang sejajar dengan arah tebing, biasanya terjadi setelah hujan, munculnya mata air baru secara tiba-tiba dan tebing rapuh serta kerikil mulai berjatuhan (Nandi, 2007). Faktor penyebab lainnya adalah berikut ini.

  1. Hujan Ancaman longsorlahan biasanya dimulai pada bulan November karena meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air dipermukan tanah dalam jumlah besar.

  Hal ini mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan. Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsorlahan, karena melalui tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi dibagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Bila ada pepohonan di permukaanya, longsorlahan dapat dicegah karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan akan berfungsi mengikat tanah.

  2. Lereng Terjal Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal terbentuknya karena pengikisan air sungai, mata air, air laut dan angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsorlahan adalah 180˚ apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsoran mendatar.

  3. Tanah yang kurang padat dan tebal Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih dari 2.5 m dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini memilki potensi untuk terjadinya longsorlahan terutama bila terjadi hujan, selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlau panas.

  4. Batuan yang kurang kuat Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap longsorlahan bila terjadi pada lereng yang terjal.

  5. Jenis tata guna lahan Longsorlahan banyak terjadi di daerah tata lahan sawah, ladang dan adanya genangan air pada lereng yang terjal. Pada lahan sawah akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsorlahan. Daerah ladang penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama.

  6. Getaran Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempa bumi, ledakan, getaran mesin dan getaran lalu lintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkan adalah tanah, badan jalan, lantai dan dinding rumah menjadi retak.

  7. Susut muka air danau atau bendungan Akibat penyusutan muka air dengan cepat yang ada didanau maka gaya penahan lereng menjadi hilang dan akan menyebabkan longsoran atau penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.

  8. Beban tambahan Beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng dan kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsorlahan, terutama disekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya penurunan dan retakan yang arahnya kearah lembah.

  9. Pengikisan/erosi Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai kearah tebing, selain itu akibat penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.

  10. Material timbunan pada tebing Pengembangan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada dibawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah.

  11. Bekas longsoran lama Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah terjadi patahan kulit bumi.

  12. Penggundulan hutan Longsorlahan banyak terjadi di daerah yang relatif gundul dimana pengikatan air tanah sangat kurang, hal ini disebabkan karena vegetasi yang terdapat di daerah tersebut sangat sedikit.

G. Kerawanan Longsorlahan

  Disiplin ilmu yang dapat digunakan untuk mengkaji kerawanan longsorlahan adalah geografi dan geomorfologi. Geografi mempunyai tiga macam pendekatan untuk mengkaji fenomena yang ada di lingkungan, yaitu pendekatan spasial, ekologikal, dan kompleks wilayah. Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuklahan pembentuk muka bumi, baik di daratan maupun di dasar lautan dan menekankan pada proses pembentukan dan perkembangan pada masa yang akan datang, serta konteksnya dengan lingkungan (Verstappen, 1983 dalam Aji Bangkit dan Danang, tt). Analisis longsor didasarkan pada lima faktor yang menyebabkan terjadinya kelongsoran (Sugalang dan Siagian, 1991 dalam Habib Subagyo dan Bambang Riadi, 2008) :

  1. Geologi yang meliputi, sifat fisik batuan, sifat keteknikan batuan, batu/tanah pelapukan, susunan dan kedudukan batuan (stratigrafi), dan struktur geologi.

  2. Morfologi yang meliputi, aspek yang diperhatikan adalah kemiringan lereng dan permukaan lahan.

  3. Curah hujan yang meliputi, intensitas dan lama hujan.

  4. Penggunaan lahan yang meliputi, pengelolaan lahan dan vegetasi penutup

  5. Kegempaan yang meliputi, intensitas gempa Berdasarkan faktor-faktor tersebut, disusun tingkatan kerawanan bencana alam longsorlahan (Sugalang dan Siagian, 1991, dalam Habib Subagyo dan Bambang Riadi, 2008) lihat Tabel 2.2 berikut ini.

Tabel 2.2 Tingkat kerawanan bencana longsorlahan

  No Kelas kerawanan Kriteria

1 Tidak Rawan

  a. Jarang atau tidak pernah longsor lama atau baru, kecuali di sekitar tebing sungai b. Topografi datar hingga landai bergelombang

  c. Lereng < 15%

  d. Material bukan lempung ataupun rombakan (talus)

2 Rawan

  a. Jarang terjadi longsorlahan kecuali bila lerengnya terganggu b. Topografi landai hingga sangat terjal

  c. Lereng berkisar Antara (5-15%) dan (<= 70%)

  d. Vegetasi penutup Antara kurang hingga amat rapat

  e. Batuan penyusun lereng umumnya lapuk tebal

3 Sangat rawan

  a. Dapat dan sering terjadi longsorlahan

  b. Longsor lama dan baru aktif terjadi

  

c. Curah hujan tinggi

  d. Topografi landai hingga sangat curam

  e. Lereng (5-15%) dan (>= 70%)

  f. Vegetasi penutup antara kurang hingga sangat kurang g. Batuan penyusun lereng lapuk tebal dan rapuh Sumber : Sugalang dan Siagian (1991, dalam Habib subagio dan Bambang Riadi, 2008)

H. Parameter kesesuaian lahan untuk tanaman Albasia

  Parameter untuk syarat tumbuh yang sesusai untuk tanaman Albasia terdiri atas, temperatur rata-rata tahunan 21

  • – 30 °C. Ketersediaan air dengan bulan kering kurang dari 4 dan dengan curah hujan 2500 - 3000 mm. Kemasaman tanah sekitar pH 5,5
  • – 7,0. Tekstur atau kondisi tanahnya harus mengandung unsur L, SCL, SiL, Si, CL, SC, SiCL dengan drainase tanah yang baik, agak cepat, sedang. Kedalaman sulfidak lebih dari 125 cm (> 125 cm) dan kemiringan lereng kurang dari 30 % (<30 %), batuan permukaan kurang dari 40 % dan singkapan batuan kurang dari 25 %. Bahaya erosi sangat rendah hingga sedang. Parameter syarat tumbuh tanaman Albasia tersaji pada Tabel 2.3 berikut ini.

Tabel 2.3 Parameter kesesuaian lahan untuk tanaman Albasia

  Kesesuaian lahan Karakteristik lahan

S1 S2 S3 N1 N2

  Temperatur ( C ) >30-34 rata-rata tahunan 21-30 Tidak berlaku Tidak berlaku >34, <19 19-<21

  Ketersediaan air (w)

Bulan Kering (<75mm) 2,1 Tidak berlaku Tidak berlaku >4

  • – 2 – 4 >3000-4000, >4000 Curah hujan/tahun (mm) 2500-3000 Tidak berlaku Tidak berlaku 2000-<2500 <2000

  Media Perakaran sangat Baik, agak cepat, agak lambat,

  Drainase Tanah Cepat Lambat lambat, sedang agak cepat sangat cepat Tekstur L, SCL,SiL, Si, S, LS, SI, SiC Liat masiv, Tidak berlaku Krikil, S

  

CL, SC, SiCL StrC

Kedalam Efekif (cm) >100 75 - <100 50 - <75 <50

referensi hara (f)

  • KTK tanah >7,0-7,5 5,0- >7,5-8,0 4,5- pH tanah 5,5-7,0 Td >8,0 <4,5 <5,5 <5,0
  • <
    • – organic

  Kegaraman (c)

  • Salinitas (mmhos/cm)

  Toksisitas (x)

  • Kejenuhan Al (%)
Lanjutan tabel

  

Kedalaman Sulfidik (cm) &gt;125 100-125 75-&lt;100 50 - &lt;75 &lt;50

Tidak Tidak berlaku Tidak berlaku Tidak berlaku Tidak berlaku

  Hara tersedia berlaku

  • Total N - -
  • 2 5 - P - - - - O Sangat keras,

      Kemudahan Pengolahan Berkeri

    • sangat teguh,

      (p) kil,berbatu sangat lekat

      Terrain Lereng (%) &lt;8 8 &gt;15 &gt;30 &gt;50

    • – 15 – 30 – 50 Batuan Permukaan (%) &lt;3

      3 &gt;15 -40 Td &gt;40

    • – 15 Singkapan Batuan (%) &lt;2

      2 – 10 &gt; 10-25 &gt;25-40 &gt;40

    Tingkat Bahaya erosi (e) SR R S B SB

    Bahaya Banjir (b) F0 F1 F2 F3 F4

      Sumber : Anonim, 2011 Keterangan : Untuk kedalaman sulfidik karena keterbatasan peneliti maka tidak dipergunakan Tekstur Tanah : Lempung (L), lempung liat berpasir (SCL), lempung berdebu (Sil), debu (Si), lempung berliat

      

    (CL), liat berpasir (SC), lempung liat berdebu (SiCL), Pasir (S), pasir berlempung (LS),

    lempung berpasir (SI), liat berdebu (SiC),Liat masiv, liat bertekstur (StrC). Bahaya Erosi : Sangat berat (SB), Rendah ( R), Sedang (S), Berat (B), Sangat rendah (SR) Bahaya Banjir : Tanpa (F0), Ringan (F1), Sedang (F2), Berat (F4), Agak besar (F3)

    I. Penelitian Relevan

      Agus widianto (2013), penelitian berjudul

      Kajian kesesuaian lahan

      tanaman Albasia (Albazia Falcataria) di Kecamatan Ajibarang Kab. B anyumas ”. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakteristik kualias lahan di Kecamatan Ajibarang dan mengetahui tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman Albasia di Kecamatan Ajibarang. Metode penelitian adalah metode suvei dengan teknik pengambilan sampel area dan analisa labolatorium. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa Kecamatan Ajibarang didominasi oleh kesesuaian tidak sesuai (N), yaitu terdapat 9 satuan bentuklahan dengan luas 5274,13 ha tidak sesuai (N), sedang yang sesuai (S) ada 3 satuan bentuklahan dengan luas 1632,32 ha.

      Umar Luthfi (2013), melakukan penelitian berjudul

      Kajian kesesuaian

      lahan untuk tanaman Pinus di Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas “. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman Pinus di Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas. Metode penelitian ini adalah menggunakan teknik pengambilan area sampling yang mendasarkan pada bentuklahan. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa bentuklahan yang ada di daerah penelitian &gt; 50% tidak sesuai untuk tumbuh tanaman Pinus, yaitu seluruh satuan bentuklahan yang ada di daerah penelitian adalah tidak sesuai (N) untuk tanaman Pinus, dengan luas wilayah 6.906,45 ha (100%).

      Hendy Indra Setiawan (2013), dalam penelitian berjudul “ Kajian kesesuaian lahan untuk tanaman Jati di Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas

      “. Tujuan dari penelitian ini adalah Mengetahui karakteristik dan

      kualitas lahan di daerah penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah menggunakan teknik area sampling.

      Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa satuan bentuklahan yang ada di daerah penelitian lebih didominasi kelas kesesuaian tidak sesuai (N), yaitu kelas tidak sesuai (N) terdapat pada 9 satuan bentuklahan seluas 5037,73 ha, sedangkan kelas sesuai (S) sebanyak 3 satuan bentuklahan seluas 1868, 72 ha.

    Tabel 2.4 Perbedaan penelitian terdahulu dengan peneliti

      Mengetahui kesesuaian lahan untuk tanaman Albasia pada mang- masing kerawanan longsorlahan di daerah aliran sungai Logawa

      Suatu karakteristik lahan yang dapat berpengaruh pada suatu kualitas lahan tertentu, tetapi tidak berpengaruh pada kualitas lahan lainnya.

      Kualitas lahan mempengaruhi tingkat kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu, kualitas lahan dinilai atas dasar karakteristik yang berpengaruh.

       Landasan Teori 1. Kualitas lahan adalah perilaku lahan yang menentukan pertumbuhan.

      Sumber: Agus Widianto (2014), Umar Luthfi (2013), dan Hendy Indra Setiawan (2013) J.

      Peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Albasia pada masing- masing kelas kerawanan longsorlahan

      Metode survei dengan teknik pengambilan sample area sampling. Analisis data dengan maching dan tumpang susun peta

      Ivan Saguh Uly Murti, 2015 Kajian kesesuaian lahan untuk tanaman Albasia pada wilayah rawan longsorlahan di daerah aliran sungai Logawa

      Nama Peneliti Judul Tujuan Metode Penelitian hasil Agus Widianto, 2014 Kajian kesesuaian lahan tanaman Albasia (Albazia Falcataria) di Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Mengetahui karakteristik kualias lahan dikecamatan ajibarang Mengetahui tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman Albasia di Kecamatan Ajibarang Metode survei dengan teknik pengambilan sample area sampling analisis data dengan maching dan keruangan Peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Albasia

      Penelitian ini menggunakan teknik area sampling analisis data dengan maching dan keruangan Peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Jati

      Mengetahui karakteristik dan kualitas lahan di daerah penelitian Mengetahui tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman Jati di daerah penelitian

      Indra Setiawan, 2013 Kajian kesesuaian lahan untuk tanaman Jati di Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas

      Peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Pinus Hendy

      Teknik pengambilan area sampling analisis data dengan maching dan keruangan

      Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman Pinus di Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas

      Umar Luthfi, 2013 Kajian kesesuaian lahan untuk tanaman Pinus di Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas

      2. Syarat tumbuh tanaman Albasia Albasia termasuk jenis tanaman tropis, sehingga untuk tumbuhnya memerlukan suhu sekitar 18° - 27° C dan tanaman ini dapat tumbuh baik pada tanah regosol, alluvial, dan latosol dengan kemasaman tanah sekitar pH

      6 – 7.

      3. Kelas kesesuaian lahan Kelas kesesuaian lahan merupakan pembagian lebih lanjut dari Ordo dan menggambarkan tingkat kesesuaian dari suatu Ordo. Tingkat dalam kelas ditunjukkan oleh angka (nomor urut) yang ditulis dibelakang simbol Ordo.

      Nomor urut tersebut menunjukkan tingkatan kelas yang makin menurun dalam suatu Ordo. Jumlah kelas yang terdiri atas3 (tiga) kelas dalam Ordo S, yaitu: S1, S2, S3, dan 2 (dua) kelas dalam Ordo N, yaitu: N1 dan N2.

      4. Rawan Rawan adalah sesuatu yang dapat terjadinya bencana, lihat UU no 24 th 2007.

      5. Longsorlahan Longsorlahan adalah gerakan ke arah bawah material lereng yang dapat berupa batuan, tanah, bangunan, atau kombinasi dari berbagai material tersebut akibat adanya gaya gravitasi.

      6. Kesesuaian Lahan Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk pemanfaatan dalam penggunan lahan.

      K. Kerangka Pikir Karakteristik Lahan

      Syarat tumbuh Kualitas lahan tanaman Albasia Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Albasia

      Peta kelas kerawanan Peta kesesuaian lahan

    longsorlahan untuk tanaman Albasia

    Hubungan kesesuaian lahan untuk tanaman Albasia pada kelas kerawanan longsorlahan

    Gambar 2.1. Diagram alir kerangka pikir L.

       Hipotesis

      Hipotensisi yang di ajukan dalam penelitian ini adalah “ Kesesuaian lahan untuk tanaman Albasia di Sub

    • – DAS Logawa &gt; 50 % kategori sesuai terutama pada kelas kerawanan tinggi “.

Dokumen yang terkait

PENGENDALIAN EROSI DENGAN TUTUPAN LAHAN TANAMAN TAHUNAN DI DAS SOLO SUB DAS KEDUANG SUB SUB DAS DUNGWOT

0 0 46

SISTEM ONLINE PENENTUAN TINGKAT KERAWANAN LONGSORLAHAN SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (SUB DAS) LOGAWA

0 0 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka - KAJIAN STRENGTH, WEAKNESS, OPPORTUNITIES, THREATS (SWOT) PADA DEVELOPER REAL ESTATE INDONESIA (REI) DI KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 17

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Lahan - PENENTUAN TINGKAT KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN JATI MENGGUNAKAN SISTEM PENALARAN KOMPUTER BERBASIS KASUS - repository perpustakaan

1 1 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Lingkup Teknologi Pertanian - KAJIAN PENERAPAN TEKNOLOGI PERTANIAN PADA PETANI PEMBUDIDAYA TANAMAN SAYURAN DI DESA GOMBONG KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG - repository perpustakaan

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - ANALISIS KEKAMBUHAN PADA PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE SELAMA SATU TAHUN DI RSUD BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kekurangan Energi Kronis - FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN KEK PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS BATURRADEN II KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

0 10 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - GAMBARAN PENGENDALIAN VEKTOR PADA MASYARAKAT DI DAERAH ENDEMIS DBD DI WILAYAH DESA BOJONGSARI - repository perpustakaan

0 0 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Balita - HUBUNGAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEMBARAN II KECAMATAN KEMBARAN KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persepsi - PERSEPSI KEPALA PUSKESMAS TERHADAP PERAN APOTEKER DI PUSKESMAS KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

0 4 8