PENGENDALIAN EROSI DENGAN TUTUPAN LAHAN TANAMAN TAHUNAN DI DAS SOLO SUB DAS KEDUANG SUB SUB DAS DUNGWOT

PENGENDALIAN EROSI DENGAN TUTUPAN LAHAN TANAMAN TAHUNAN DI DAS SOLO SUB DAS KEDUANG SUB SUB DAS DUNGWOT

Oleh : ANDI WIJAYANTO

H 0207025

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

commit to user

ii

PENGENDALIAN EROSI DENGAN TUTUPAN LAHAN TANAMAN TAHUNAN DI DAS SOLO SUB DAS KEDUANG SUB SUB DAS DUNGWOT

Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna memperoleh derajad Sarjana Pertanian *) di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Jurusan Ilmu Tanah

Oleh : ANDI WIJAYANTO

H 0207025

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Keterangan : *) Jurusan Ilmu Tanah : Sarjana Ilmu Tanah Pertanian

commit to user

iii

PENGENDALIAN EROSI DENGAN TUTUPAN LAHAN TANAMAN TAHUNAN DI DAS SOLO SUB DAS KEDUANG SUB-SUB DAS DUNGWOT

Yang dipersiapkan dan disusun oleh: ANDI WIJAYANTO

H 0207025

Telah diertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : Agustus 2011 dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Ketua

Anggota I

Anggota II

Ir. Sutopo, MP NIP. 19480101 197611 1 001

Drs. Irfan Budi Pramono, M Sc NIP. 19600513 198603 1 001

Ir. Sumani, M Si NIP. 19630704 198803 2 001

Surakarta, Agustus 2011

Mengetahui, Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian Dekan,

Prof. Dr. Ir. H. Bambang Pujiasmanto, M.S NIP. 19560225 198601 1 001

commit to user

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirobbil’aalamiin , segala puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ir. Sutopo, MP selaku pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Drs. Irfan Budi Pramono, MSc selaku pembimbing pendamping I yang telah dengan sabar membimbing dan mengarahkan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ir. Sumani, M Si selaku pembimbing pendamping II yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Balai Kehutanan Solo yang telah memberi kesempatan untuk melakukan penelitian guna penyusunan sekripsi ini.

5. Kedua orang tua (Sarwono dan Sudarmi), dan adik (Jamil dan Ardan ) yang selalu memberikan do’a dan kasih sayang serta motivasi untuk segera menyelesaikan Skripsi ini.

6. Bapak Sutino dan ibu sutino yang telah membantu kelancaran dalam penelitian saya.

7. My team (Siti Maro’ah) yang membantu dalam suka dan dukanya dalam penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-teman IMOET 07 terima kasih buat canda tawa dan kekompakan serta kekeluargaan yang telah dibangun selama ini.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun pada skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penyusun pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Surakarta, Agustus 2011

Penulis

commit to user

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Kemiringan Lereng Pada Plot Erosi ..................................................

20

Tabel 4.2. Data Curah Hujan di desa Gobeh 15 Tahun Terakhir ......................

23

Table 4.3. Data Curah Hujan Dungwot 4 bulan terakhir ...................................

24

Tabel 4.4. Tebal Limpasan Permukaan ...............................................................

25

Tabel 4.5. Data Erosi ............................................................................................

26

Tabel 4.6. Tinggi dan Diameter Batang Tanaman Jati.......................................

27

Tabel 4.7. Tinggi dan Diameter Batang Tanaman Mangga ...............................

27

Tabel 4.8. Tinggi dan Diameter Batang Tanaman Mete ....................................

28

Tabel 4.9. Tinggi dan Diameter Batang Tanaman Petai ....................................

29

Tabel 4.10. Tutupan Lahan rata-rata Setiap Bulan ............................................

29

commit to user

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1. Lokasi Penelitian ............................................................................

20

Gambar 4.2. Grafik curah hujan 4 bulan terakhir ...............................................

24

Gambar 4.3. Grafik Limpasan Permukaan ........................................................

25

Gambar 4.4. Grafik Erosi ....................................................................................

26

Gambar 4.3. Gambar Kerusakan Plot Erosi ........................................................

31

commit to user

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Klasifikasi Iklim .............................................................................

38

Lampiran 2. Rekap Curah Hujan 4 Bulan Terakhir ...........................................

41

Lampiran 3. Rekap Tutupan Lahan .....................................................................

42

Lampiran 4. Analisis Rancangan Percobaan ......................................................

42

Lampiran 5. Kriteria penetapan erosi .................................................................

45

Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian ..................................................................

46

Lampiran 7. Peta Administrasi Kecamatan Nguntoronadi ................................

47

Lampiran 8. Peta Plot Erosi .................................................................................

48

commit to user

RINGKASAN

Andi Wijayanto. H0207025. “Pengendalian Erosi Dengan Tutupan Lahan Tanaman Tahunan Di Das Solo Sub Das Keduang Sub Sub Das

Dungwot”. Latar belakang penelitian ini adalah lahan yang miring akan mudah tererosi bila tidak dikelola dengan baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengendalian erosi dengan tutupan lahan tanaman tahunan.

Penelitian ini dilakukan di Das Solo Sub Das Keduang Sub-sub Das Dungwot, tepatnya di desa Ngadipiro, Kecamatan Nguntoronadi, kabupaten Wonogiri pada bulan Oktober 2010 sampai bulan April 2011. Menggunakan rancangan dasar rancangan acak kelompok lengkap, dengan perlakuan pada plot

A tanaman jati, manga, dan jambu mete dengan teras gulud. Plot B dengan tanaman jati, mangga, pete dengan teras bangku. Plot C dengan tanaman jati, mangga, mete dan pete dengan teras tak terawat. Penelitian ini dilakukan pengukuran sedimen secara langsung dengan tong penampung. Adapun yang menjadi data primer adalah data curah hujan,limpasan permukaan dan erosi, dan yang menjadi data sekunder adalah, pertumbuhan tanaman dan tutupan lahan. Analisis data menggunakan uji normalitas data kemudian dengan uji F untuk mengetahui pengaruh perlakuan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa curah hujan tertinggi terjadi pada bulan januari sebesar 299 mm/bln dan curah hujan yang paling rendah terjadi pada bulan April sebesar 47 mm/bln. Diperoleh nilai P value pada limpasan permukaan pada uji F pada blok 0.098 yang menunjukan bahwa blok tidak berpengaruh nyata terhadap limpasan permukaan. Sedangkan nilai P value pada erosi diperoleh sebesar 0.012 yang menunjukan bahwa blok berpengaruh sangat nyata terhadap besarnya erosi. Hasil analisis menunjukan limpasan permukaan tertinggi terjadi pada plot A1 sebesar 89.88 mm/bln, dan yang paling rendah pada plot A2 sebesar 8.67 mm/ bln. Hasil pengukuran rata-rata erosi perbulan menunjukkan erosi tertinggi pada plot C1 sebesar 0.180 ton/ha/bln, dan yang paling rendah pada plot A2 sebesar 0.008 ton/ha/bln. Pengendalian erosi pada pola A2 (tanaman jati, mangga dan jambu mete dengan teras gulud) lebih efektif dari pada plot yang lain. Kata Kunci: Sub-sub Das Dungwot, Limpasan Permukaan, Erosi,

commit to user

xi

SUMMARY

Andi Wijayanto. H0207025. "Erosion Management with Annual Crop As a Land Cover In Watershed of Solo Keduang Sub-Watershed Dungwot

Sub Sub Watershed". Background of the research was about the sloping land and easily eroded if not managed properly. The purpose of this study was to determine the effect of erosion management by annual crop as a land cover.

The research was conducted in Watershed of Solo, Keduang sub- watershed Dungwot sub sub watershed, precisely in the Ngadipiro village, Sub- district of Nguntoronadi, regency of Wonogiri in October 2010 to April 2011. Using a randomise divace group complete basic design, with treatment on plot A are teak plantation, mango, and cashew nuts with a ridges terrace. Plot B with teak, mango, petai with bench terrace. Plot C with teak, mango, cashew nut and petai with unmaintained terrace. Measurement of this study is held directly sediment with some patch trash. The primary data are of rainfall surface runoff and erosion, and the secondary data are, plant growth and land cover. Data analysis using a normality test, than F test to determine the effect of treatment.

The results showed that the highest rainfall occurred in January by 299 mm/month and the lowest rainfall occurred in April by 47 mm/month. P values of surface runoff on the F test is 0.098 at block, indicating that surface runoff does not affect significantly on the block. While, P values of erosion is 0.012 and showed that the blocks have a very significant impact on amount of erosion. Analysis results showed that the highest surface runoff was in plot A1 by 89.88 mm/month and the lowest was in plots A2 by 8.67 mm/month. Measurement result of average in monthly erosion showed that the highest erosion was in plot C1 by 0.180 ton/ha/month, and the lowest was in plot A2 by 0.008 ton/ha/month. Erosion management in pola A2 (are teak plantation, mango, and cashew nuts with a ridges terrace) more than effectiv at others.

Keywords: Dungwot Sub Sub Watershed, Surface Runoff, Erosion,

commit to user

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di alam ini terdapat dua sumberdaya alam yaitu sumberdaya alam hayati dan sumberdaya alam non hayati yang dikaruniakan Tuhan kepada manusia yang semakin hari semakin berkurang seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Kebutuhan lahan yang semakin meningkat, langkanya lahan pertanian yang subur dan potensial, serta adanya persaingan penggunaan lahan pertanian dan non-pertanian sehingga diperlukan upaya konservasi dalam mengoptimalkan penggunaan lahan secara berkelanjutan.

Salah satu unsur yang berkaitan dengan konservasi tanah dan air adalah erosi. Erosi merupakan banyak tanah hilang atau berpindah dari suatu tempat ketempat lain secara alami. Erosi dapat disebabkan oleh air, angin atau es. Akibat dari erosi terjadi pengendapan atau sedimentasi pada dasar sungai yang dapat mempengaruhi tinggi permukaan air sungai sehingga dapat menyebabkan banjir pada bagian hilir.

Desa Ngadipiro memiliki lahan pertanian yang termasuk dalam klasifikasi lahan miring. Lahan pertanian tersebut milik pemerintah dan sebagian sudah dipetakan oleh penduduk setempat menjadi milik pribadi, sehingga lahan yang dalam kondisi miring yang terletak di desa Ngadipiro tidak dapat dihutankan. Sebagian besar penduduk desa Ngadipiro adalah petani, kebutuhan sehari hari bergantung pada lahan pertanian.

Pada lahan yang miring apabila tidak tertutup tanaman akan mudah tererosi, apabila terjadi peningkatan curah hujan yang tinggi. Solum tanah tipis

pada daerah dengan slop tinggi akan terjadi degradasi lahan dan kesuburan menurun. Untuk mengatasi erosi yang kemungkinan terjadi, maka perlu adanya tindakan konservasi tanah. Selain dengan perlakuan konservasi yang perlu diperhatikan adalah pola tanam dan jenis tanaman yang akan ditanam didaerah tersebut.

commit to user

B. Perumuasan Masalah

Lahan pertanian miring dan solum tanah tipis yang sering diolah dengan pengolahan tanah yang tidak tepat dan tidak tertutup tanaman akan

mudah tergradasi dan tererosi. Alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan agroforestri dan konservasi tanah. Apakah pengendalian erosi dengan tutupan lahan tanaman tahunan berpengaruh terhadap besarnya erosi di sub-sub DAS Dungwot?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh besarnya erosi dengan berbagai tutupan lahan tanaman tahunan dan semusim serta teknik konservasi tanah yang paling sesuai.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk memberikan informasi tingkat bahaya dan tindakan untuk mengatasi erosi yang terjadi di Desa Ngadipiro Sub-sub DAS Dungwot Kecamatan Nguntoronadi sehingga dapat dijadikan rekomendasi untuk pengelolaan konservasi tanah yang tepat oleh masyarakat serta pemerintah daerah.

D. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini dilakukan di sub-sub DAS Dungwot Wonogiri

2. Penelitian ini menggunakan metode pengukuran langsung pada plot erosi

3. Penelitian ini dilakukan dilapang pada bulan Januari - April 2011

commit to user

E. Kerangka Berfikir

Pengolahan tanah secara intensif

Kebutuhan lahan meningkat seiring

bertambahnya jumlah penduduk

Lahan pertanian miring

EROSI

Pengolahan tanah kurang tepat

Lahan kritis

Produksi menurun

Sosial ekonomi menurun

Teknik konservasi Mekanik dan vegetatif

Pembuatan teras

Model tanaman tahunan dan semusim (agroforesty)

Lahan terhindar dari erosi produksi pertanian meningkat

Pembuatan model tanaman

Curah hujan tinggi

Limpasan permukaan

commit to user

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Erosi

Erosi mempunyai beberapa akibat buruk. Penurunan kesuburan tanah. Kedua menurunnya produksi sehingga akan mengurangi pendapatan petani. Erosi tanah dapat terjadi akibat adanya curah hujan yang tinggi, vegetasi penutup lahan yang kurang. Kemiringan lereng dan tata guna lahan yang kurang tepat. Pendangkalan sungai untuk mengalirkan juga berkurang dan menyebabkan bahaya banjir. Pendangkalan saluran pengairan mengakibatkan naiknya dasar saluran, mengurangi luas lahan pertanian yang mendapat aliran irigasi (Anonim, 2010).

Erosi dapat juga disebut pengikisan atau kelongsoran sesungguhnya merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan air dan angin, baik yang berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat tindakan perbuatan manusia. Secara alamiah terjadinya erosi dilapang melalui tahap-tahap. Pemecahan agregat tanah atau bongkahan tanah menjadi partikel tanah yang lebih kecil. Pemindahan partikel-partikel tanah melalui penghanyutan oleh air bisa juga karena kekuatan angin. Pengendapan partikel tanah yang terpindahkan atau terangkut ditempat yang lebih rendah atau didasar-dasar sungai (Kartasapoetra, 1991).

Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan partikel lainnya) akibat transportasi angin, air atau es, karakteristik hujan, creep pada tanah dan material lain di bawah pengaruh gravitasi, atau oleh makhluk hidup semisal hewan yang membuat liang, dalam hal ini disebut bio- erosi. Erosi tidak sama dengan pelapukan akibat cuaca, yang merupakan proses penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi maupun fisik, atau gabungan keduanya (Anonim,2010).

Beberapa macam erosi yang dikenal dalam kamus konservasi tanah dan air, yaitu erosi geologi, erosi normal, erosi dipercepat. Erosi geologi adalah erosi yang terjadi sejak permukaan bumi terbentuk menyebabkan terkikisnya batuan sehingga terjadi bentuk permukaan bumi seperti yang

commit to user

sekarang ini. Erosi normal, disebut erosi alami merupakan proses pengangkutan tanah atau bagian-bagian tanah yang terjadi dibawah keadaan alami. Erosi alami terjadi dengan laju yang lambat yang memungkinkan terbentuknya tanah yang tebal yang mampu mendukung pertumbuhan vegetasi secara normal. Erosi dipercepat adalah pengangkutan tanah dengan laju yang jauh lebih cepat dari erosi normal dan lebih cepat dari pembentukan tanah yang menimbulkan kerusakan tanah, sebagai akibat perbuatan manusia yang menghilangkan tumbuhan penutup tanah (Arsyad, 2006).

Sedimen atau pengendapan material-material tanah yang terangkut merupakan kelanjutan akibat adanya erosi dan limpasan permukaan dari daerah yang ada diatasnya. Sedimentasi dan erosi merupakan proses yang berbeda tetapi saling berkaitan, tetapi dalam hal ini terjadinya sedimentasi karena diawali oleh adanya erosi (Harjadi, 1997).

Nilai erosi yang masih dapat ditoleransi(T) dapat dihitung dengan beberapa cara diantaranya, metoda Thompson (1957), yang didasarkan pada sifat-sifat tanah dari sebaran jenis tanah yang ada di DAS, seperti kedalaman solum tanah, jenis batuan (lunak dan keras), serta permeabilitas tanah dapat dilihat pada (lampiran tabel 6.). berdasarkan kriteria baku kerusakan tanah pada lahan kering dari peraturan pemerintah (PP) No.150 tahun 2000 (lampiran tabel 7.). Metoda Hammer (1981), yang menggunakan konsep kedalaman ekuivalen (depth eqivalen) dan umur guna (resource life) tanah.

T=

Ket : T (mm/th) = erosi yang masih dapat dibiarkan

Dei (mm) = kedalaman ekivalen Dei = Di x nilai faktor kedalaman Di (mm) = kedalaman efektif tanah RL (tahun) = umur guna tanah SFR = laju pembentukan tanah = 0.5 mm/th

Kedalaman ekivalen (DEi) adalah kedalaman tanah yang setelah mengalami erosi produktivitasnya berkurang 60% dari produktivitas tanah yang tidak tererosi.kedalaman efektif tanah / effective soil depth (Di) adalah

commit to user

kedalaman tanah sampai suatu lapisan (horizon) yang menghambat pertumbuhan akar tanaman, nilai ini diperoleh berdasarkan hasil survei tanah. Umur guna tanah (RL) adalah jangka waktu yang cukup untuk memelihara kelestarian tanah. Sedangkan nilai faktor kedalaman adalah gabungan menurunnya sifat fisik dan kandungan unsur hara yang menyebabkan erosi.

Untuk itu pengamatan erosi pada penelitian ini dilakukan hanya pada bulan basah. Menurut Mohr ahli pedologi (ilmu tanah) dalam segala perhitungannya menggunakan pedoman dari Koppen. Bulan disebut kering jika anggka presipitasinya kurang dari 60 mm. Adapun angka 100 mm menandakan bulan basah. Sedangkan pada presipitasi 60-100 mm menandakan bulan lembab (Daljdjoeni, 1986).

Limpasan permukaan merupakan sebagian dari air hujan yang mengalir diatas permukaan tanah. Butir-butir hujan dengan gaya kinetik menimpa tanah (terutama pada tanah-tanah gundul) dan memecahkan bongkah tanah atau agregat tanah menjadi partikel yang lebih kecil. Partikel- partikel tersebut mengikuti infiltrasi dan menyumbat pori tanah. Bila hujan berlangsung lebih lama terbentuklah limpasan permukaan. Limpasan permukaan dengan jumlah dan kecepatan yang besar mengakibatkan pemindahan atau pengangkutan massa tanah (Supli, 2003).

B. Degradasi lahan

Degardasi lahan adalah proses penurunan produktivitas lahan, baik yang bersifat sementara maupun tetap. Akibat dari proses degradasi lahan adalah timbulnya areal-areal yang tidak produktif atau dikenal sebagai lahan kritis (Anonim, 1993).

Pembukaan lahan yang tidak menggunakan prinsip dapat mengakibatkan banyak hal negatif, tidak hanya dalam hal pembukaannya tetapi juga pada penggunaan dan pengelolaannya. Pembukaan secara besar- besaran antara lain menggunakan alat-alat berat dapat menimbulkan pencemaran suara. Tidak hanya itu, keterlambatan penanaman lahan yang telah dibuka juga banyak menimbulkan erosi pada saat musim hujan.

commit to user

Sehingga banyak kemungkinan perairan menjadi keruh dan pada gilirannya mengakibatkan gangguan terhadap kehidupan perairan misalnya turunnya produksi perikanan. Sedangkan erosi yang terus menerus dan berlebihan mengakibatkan sedimentasi (Anonim, 2010).

Kerusakan sumber daya air selain banjir dan erosi adalah kekeringan dan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Kerusakan sumber daya tanah dan air merupakan masalah yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini karena sebagai sumber daya alam tanah mempunyai peranan yang sangat penting. Sebagai sumber unsur bagi tumbuhan dan sebagai media akar tumbuhan berjangkar dan tempat air tanah tersimpan. Erosi yang terjadi secara terus menerus dapat mengakibatkan sedimentasi. Sedimentasi adalah terbawanya material hasil dari pengikisan dan pelapukan oleh Air, angin atau gletser ke suatu wilayah yang kemudian diendapkan (Anonim, 2010).

Proses degradasi lahan sering mengakibatkan suatu lahan menjadi kritis adalah erosi air maupun angin, proses degradasi lahan ini menyebabkan: penggurunan

(acidification), penggaraman (salinisation), penggenangan (waterlogging), penurunan permukaan tanah organik (peatsubsidence) dan penurunana permukaan air bawah tanah (over drainge). Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi proses degradasi lahan adalah iklim (hujan dan temperatur), ordo tanah, topografi, vegetasi (tipe penggunaan lahan dan sistem pertanian) serta manusia (sosial, ekonomi dan teknologi atau agroteknologi) (Sinukaban. 2003).

Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas, yang akan menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan). Akibat lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan tanah akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan mengakibatkan banjir di sungai. Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan pada akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi)

commit to user

yang selanjutnya akibat tingginya sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan sungai sehingga akan mempengaruhi kelancaran jalur pelayaran. Erosi dalam jumlah tertentu sebenarnya merupakan kejadian yang alami, dan baik untuk ekosistem. Misalnya, kerikil secara berkala turun ke elevasi yang lebih rendah melalui angkutan air. erosi yang berlebih, tentunya dapat menyebabkan masalah, semisal dalam hal sedimentasi, kerusakan ekosistem dan kehilangan air secara serentak (Anonim, 2010).

C. Teknik Konservasi

Teknik konservasi tanah secara mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan yang ditujukan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi serta meningkatkan kelas kemampuan lahan. Penerapan teknik konservasi tanah secara mekanik juga akan lebih efektif dan efisien apabila dikombinasikan dengan teknik konservasi tanah vegetatif, seperti penggunaan rumput atau legume sebagai tanaman penguat teras (Dariah, et al. 2004).

Teras dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara. Sukartaatmadja (2004) mengklasifikasikan teras berdasarkan fungsi dan berdasarkan bentuk.. Berdasarkan fungsi, teras diklasifikan lagi dalam dua jenis yaitu: (a) teras intersepsi (interception terrace) dan (b) teras diversi (diversion terrace). Pada teras intersepsi aliran permukaan ditahan oleh saluran yang memotong lereng. Sedangkan teras diversi berfungsi untuk mengubah arah aliran sehingga tersebar ke seluruh lahan dan tidak terkonsentrasi pada satu tempat. Berdasarkan bentuk, teras dibedakan ke dalam beberapa bentuk diantaranya teras kredit, teras guludan, teras datar, teras bangku, teras kebun dan teras individu (Anonim, 2010).

Teras bangku atau teras tangga dibuat dengan jalan memotong lereng dan meratakan tanah di bagian bawah sehingga terjadi suatu deretan bentuk tangga atau bangku. Teras jenis ini dapat datar atau miring ke dalam. Teras bangku yang berlereng ke dalam dipergunakan untuk tanah-tanah yang permeabilitasnya rendah dengan tujuan agar air yang tidak segera terinfiltrasi

commit to user

tidak mengalir ke luar melalui talud. Teras bangku sulit dipakai pada usaha pertanian yang menggunakan mesin-mesin pertanian yang besar dan memerlukan tenaga dan modal yang besar untuk membuatnya (Arsyad, 2000).

Teras gulud adalah barisan guludan yang dilengkapi dengan saluran air dibagian belakang guludnya. Metode ini dikenal juga dengan istilah guludan saluran. Bagian-bagian dari teras gulud terdiri atas guludan, saluran air, dan bidang olah. Fungsi dari teras gulud hampir sama dengan teras bangku, yaitu untuk menahan laju aliran permukaan dan meningkatkan penyerapan air kedalam tanah. Saluran air dibuat untuk mengalirkan aliran permukaan ke saluran air. Untuk meningkatkan efektifitas teras gulud dalam menanggulangi erosi dan aliran permukaan, serta agar guludan tidak mudah rusak sebaiknya guludan dibuat dengan penguat teras. Jenis tanaman yang dapat digunakan untuk penguat teras bangku juga dapat digunakan pada teras gulud. Sebagai kompensasi kehilangan luas bidang olah, bidang teras gulud dapat ditanami cash crops misalnya tanaman katuk, cabai rawit, dan jenis cash crops lainnya. Teras gulud cocok untuk kemiringan lahan antara 10-40%, dapat juga diterapkan pada kemiringan 40-60%, namun relatif kurang efektif (Agus et al., 1999).

D. Tanaman Penutup Tanah

Tanaman penutup tanah adalah tumbuhan atau tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi dan atau untuk memperbaiki sifat kimia dan sifat fisik tanah. Tanaman penutup tanah berperan: (1) menahan atau mengurangi daya perusak butir-butir hujan yang jatuh dan aliran air di atas permukaan tanah, (2) menambah bahan organik tanah melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh, dan (3) melakukan transpirasi, yang mengurangi kandungan air tanah. Peranan tanaman penutup tanah tersebut menyebabkan berkurangnya kekuatan dispersi air hujan, mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah, sehingga mengurangi erosi (Anonim,2010).

commit to user

Tumbuhan atau tanaman yang sesuai untuk digunakan sebagai penutup tanah dan digunakan dalam sistem pergiliran tanaman harus memenuhi syarat-syarat (Osche et al, 1961): (a) mudah diperbanyak, sebaiknya dengan biji, (b) mempunyai sistem perakaran yang tidak menimbulkan kompetisi berat bagi tanaman pokok, tetapi mempunyai sifat pengikat tanah yang baik dan tidak mensyaratkan tingkat kesuburan tanah yang tinggi, (c) tumbuh cepat dan banyak menghasilkan daun, (d) toleransi terhadap pemangkasan, (e) resisten terhadap gulma, penyakit dan kekeringan, (f) mampu menekan pertumbuhan gulma, (g) mudah diberantas jika tanah akan digunakan untuk penanaman tanaman semusim atau tanaman pokok lainnya, (h) sesuai dengan kegunaan untuk reklamasi tanah, dan (i) tidak mempunyai sifat-sifat yang tidak menyenangkan seperti duri dan sulur-sulur yang membelit (Arsyad, 2006).

Teknologi vegetatif tepat diterapkan pada suatu DAS dengan distribusi debit sungai yang tidak seragam. Artinya perbedaan antara debit puncak dan aliran dasar sangat besar. Percobaan yang pernah dilakukan di Indonesia berupa membandingkan DAS untuk pertanian, dengan satu 25 % wilayahnya dihutankan kembali, dan yang lain lagi 100 % dihutankan kembali dengan Pinus mercusi, Tectona gandis, Swetenia macrophylla dan Eucalyptus alba.

Hasil dilaporkan bahwa, daerah yang dihutankan kembali aliran sungainya secara terus-menerus dalam musim kering yang besarnya 2,5 kali lipat dari aliran sungai yang berasal dari DAS untuk pertanian (Hamilton, 1997). Selanjutnya Hamilton, (1997), melaporkan pula bahwa dengan penanaman hutan mengakibatkan volume aliran mendadak yang agak lebih rendah, penurunan nyata dalam debit puncak, serta penundaan waktu tercapainya puncak yang nyata.

Percobaan Pine Tree Branch yang dilaksanakan antara tahun 1941- 1960 tidak hanya menunjukkan penurunan yang besar dalam puncak musiman tertinggi, tetapi juga penurunan dalam pelepasan aliran puncak dari badai sebelum dan sesudah penanaman yang sebanding yang meliputi seluruh kisaran keadaan lengas, intensitas curah hujan dan musim (Tennesse Valley

commit to user

Athority, 1962 dalam Hamilton, et.al., 1997). Sebagai contoh, waktu yang diperlukan oleh 20 dan 95 persen air yang jatuh untuk mengalir ke luar dari daerah tampung masing-masing menjadi lebih lama kira-kira 5-18 kali, dan penurunan debit puncak antara 92-97 % dalam musim pertumbuhan dan 71-

92 % dalam musim dorman. Demikian halnya dengan hasil penelitian Tsukamoto yang dilaporkan pada tahun 1981 menunjukkan bahwa di Jepang debit puncak dari DAS yang gundul adalah 1,4 kali lebih besar daripada DAS yang dihutankan kembali. Hutan yang tidak terganggu merupakan penutup tanah yang baik terhadap erosi. Sedimen yang tersuspensi pada 250 juta hektar hanya terjadi sebesar 0,4 ton/ha/thn (Pauler dan Heady, 1981 dalam Hamilton, et.al., 1997). Pada hutan sekunder sedimen hanya terjadi sebesar 1,19 ton/ha/thn. Anderson (1978), mengamati bahwa erosi meningkat sebagai akibat hutan yang terbakar, sedimen terjadi sebesar 3,12 ton/ha/thn atau 5-8 kali daripada hutan yang tidak terganggu di DAS Oregon USA (Anonim, 2010).

Intersepsi oleh vegetasi mempengaruhi erosi melalui dua cara yaitu (a) mengurangi jumlah air yang sampai ke tanah sehingga mengurangi aliran permukaan, dan (b) mengurangi kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh menimpa tanah. Kemampuan vegetasi untuk menahan air, sebagai air intersepsi ditunjukan oleh jumlah air hujan yang diintersepsi, disebut simpanan intersepsiyang besarnya tergantung pada jenis tanaman dan curah hujan (Arsyad, 2006).

E. Agroforestri

Agroforestri adalah sistem penggunaan lahan (usahatani) yang mengkombinasikan pepohonan dengan tanaman pertanian untuk meningkatkan keuntungan, baik secara ekonomis maupun lingkungan. Pada sistem ini, terciptalah keanekaragaman tanaman dalam suatu luasan lahan sehingga akan mengurangi risiko kegagalan dan melindungi tanah dari erosi serta mengurangi kebutuhan pupuk atau zat hara dari luar kebun karena adanya daur-ulang sisa tanaman (Anonim, 2010).

commit to user

Sistem multistrata adalah sistem pertanian dengan tajuk bertingkat, terdiri dari tanaman tajuk tinggi (seperti mangga, kemiri), sedang (seperti lamtoro, gamal, kopi) dan rendah (tanaman semusim, rumput) yang ditanam di dalam satu kebun. Antara satu tanaman dengan yang lainnya diatur sedemikian rupa sehingga tidak saling bersaing. Tanaman tertentu seperti kopi, coklat memerlukan sedikit naungan, tetapi kalau terlalu banyak naungan pertumbuhan dan produksinya akan terganggu (Anonim, 2010).

Cara yang efektif untuk mencegah erosi dan mempertahankan kesuburan tanah serta menjadi sumber pendapatan petani secara berkesinambungan adalah sistem agroforestry dari berbagai hasil penelitian terbukti sistem tersebut berfungsi mempertahankan layanan lingkungan seperti memelihara biodiversitas (Van Schaik and Van Noordwijk, 2002). Sistem agroforestry yang multispesies mempunyai beberapa kelebihan dibanding sistem monokultur karena: a) mempunyai produksi per satuan luas lebih tinggi karena berkurangnya resiko kegagalan panen akibat hama dan penyakit tanaman serta pemanfaatan sumberdaya yang lebih efisien, b) mempunyai stabilitas yang lebih tinggi terhadap fluktuasi lingkungan, c) meningkatkan keberlanjutan produksi melalui pengurangan erosi,

penambahan N dari penambatan N 2 , pemanfaatan kembali hara dari lapisan bawah, serta mengurangi kehilangan hara akibat limpasan permukaan dan pelindian (Kosasih et al., 2009).

Agroforestri adalah penanaman dan pengusahaan tanaman pohon- pohon yang dicampur atau diurutkan dengan tanaman pertanian dan rumput untuk ternak dalam bentuk usaha tani kecil atau perusahaan besar. Melalui kombinasi ini yang menciptakan komunitas tanaman dengan berbagai strata tajuk, pertanian hutan bertujuan memaksimalkan penggunaan sinar matahari, meminimkan kehilangan unsur hara dari sistem tersebut, dan mengoptimalkan efisiensi penggunaan air serta meminimalkan aliran permukaan dan erosi (Arsyad, 2006).

commit to user

13

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Ngadipiro, Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Wonogiri. Termasuk dalam DAS Solo, Sub DAS Keduang, Sub- Sub DAS dungwot. Dengan kondisi wilayah sebagai berikut:

Secara geografis Sub-DAS Dungwot terletak pada 110 o 59’ 52’’ BT; 7 o 53’ 8’’ LS Sedangkan di tinjau secara administratif Sub-DAS Dungwot berbatasan dengan beberapa wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara

: Desa Godong Ngadirojo

b. Sebelah Timur

: Desa Gemawang Ngadirojo

c. Sebelah Selatan

: Desa Semin Nguntoronadi

d. Sebelah Barat

: Desa Bumiharjo Nguntoronadi

B. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan Peta dan Data

a) Peta Administrasi Sub-sub DAS Dungwot

b) Peta Penggunaan Lahan Sub-sub DAS Dungwot

c) Peta Rupa Bumi Sub- sub DAS Dungwot

d) Data analisis lapang

e) Data analisis laboratorium

f) Data pendukung berupa data curah hujan

2. Alat

a) Soil Colector ( drum penampung sedimen)

b) Alat penakar hujan (Ombrometer)

c) Meteran

d) Abney level

e) Altimeter

f) Kamera Digital

g) Komputer beserta software arc view 3.3, MS word, Excel dan power

commit to user

point

h) Alat tulis

i) Seperangkat alat untuk analisis laboratorium

C. Perancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan perlakuan: · Plot A1: tanaman jati, mangga, dan jambu mete dengan teras gulud · Plot A2: tanaman jati, mangga, dan jambu mete dengan teras gulud · Plot B1: tanaman jati, mangga, dan pete dengan teras bangku

terawat serta penguat teras rumput dan lamtoro · Plot B2: tanaman jati, mangga, dan pete dengan teras bangku

terawat serta penguat teras rumput dan lamtoro · Plot C1: tanaman jati, mangga, jambu mete dan pete dengan teras

gulud tak tarawat · Plot C2: tanaman jati, mangga, jambu mete, dan pete dengan teras

gulud tak tarawat

Teras terawat adalah menjaga kondisi teras apabila teras jebol dilakukan perbaikan teras dan didalamnya dilakukan pengolahan tanah sehingga tidak membiarkan rumput dan alang-alang tumbuh. Sedangkan teras tak terawat adalah teras yang didalamnya tidak ada perawatan teras apabila ada teras yang rusak dibiarkan tetap rusak dan sengaja dibiarkan tumbuh rumput dan alang-alang.

commit to user

Penelitian dilakukan dengan metode pengkuran langsung pada plot ukuran 4 x 22. Survey dilakukan melihat jenis-jenis erosi yang ada di sub- Das Dungwot. Pengukuran erosi dilakukan pada lokasi-lokasi yang diduga berpotensi erosi besar. Erosi on site diukur dengan Metode Pengendapan Tanah Terangkut (Priono, 1996).

D. Variabel Pengamatan

Variable yang diamati meliputi :

1. Data curah hujan

2. Volume limpasan permukaan

3. Jumlah sedimen yang terangkut

4. Pertumbuhan tanaman

5. Tutupan lahan (Land cover)

E. Tata Laksana Penelitian

1. Tahap ke-1 (Persiapan)

a) Studi pustaka untuk mengkaji hal-hal yang berhubungan dengan

penelitian

b) Survei tempat lokasi penalitian

c) Pembuatan percobaan petak erosi (plot erosi) ukuran 4 m x 22 yang

sudah dilakukan sebelumnya oleh BPK Solo.

2. Tahap ke-2 (Pengamatan)

a) Analisis data lapang untuk perhitungan dengan cara mengambil sample air dan sedimen, kemudian dianalisis laboratorium untuk menentukan jumlah tanah yang tererosi.

b) Analisis laboratorium sifat fisik tanah, analisis dilakukan dengan cara sempel suspensi dari drum kolektor dioven kemudian didapat data air yang menguap dan sedimen tanah yang tersisa.

c) Pengukuran curah hujan, dilakukan dengan pengukuran secara langsung menggunakan ombrometer yang terpasang dilokasi pengamatan.

commit to user

d) Pengamatan pertumbuhan tanaman, data yang diamati dari pertumbuhan tanaman diantaranya adalah diameter batang, tinggi tanaman, lebar tajuk.

e) Pengamatan land cover dilkaukan dengan cara pengamatan secara langsung, dengan melihat prosentase antara tajuk tanaman dengan luasan lahan

3. Tahap ke-3 (Analisis data)

a) Analisis data curah hujan, erosi dan tanaman.

b) Pengumpulan analisis data keseluruhan, interpretasi dan penyajian

data.

c) Pembuatan dan penyususnan laporan.

F. Analisis Data

1. Volume limpasan permukaan Untuk menghitung besarnya limpasan permukaan dengan rumus sebagai berikut:

V = A + 3(B + 8C)

Keterangan:

V = Volume limpasan permukaan untuk suatu periode yaitu satu hari

hujan (m 3 )

A = Isi pada drum kecil 3 lubang (m 3 )

B = Isi pada drum besar 8 lubang (m 3 )

C = Isi pada drum besar tertutup (m 3 )

2. Jumlah sedimen terangkut Untuk menghitung jumlah sedimen terangkut digunakan rumus sebagai berikut:

E=SxV

Keterangan:

E = Besarnya erosi untuk suatu periode yaitu satu hari hujan (g) S

= Berat tanah dalam sempel (g/l).

V = Volume limpasan permukaan untuk suatu periode yaitu satu hari

hujan (m 3 )

Rumus dalam (ton/Ha)

commit to user

∑ E = E/88m 2

Keterangan : ∑ E = jumlah erosi dalam ton/ha

3. Pertumbuhan tanaman Untuk mendapatkan data pertumbuhan tanaman dengan cara :

a. Mengukur tinggi tanaman dengan menggunakan meteran, tinggi tanaman yang diukur dari permukaan tanah hingga ujung tanaman.

b. Mengukur diameter batang dengan cara membelitkan meteran pada batang bisa juga menggunakan jangka sorong bila tanaman belum terlalu besar.

c. Persentase tanaman yang hidup dengan cara membandingkan jumlah tanaman yang ditanam dengan jumlah tanaman yang hidup dikalikan 100%.

4. Tutupan lahan Untuk mendapatkan data tutupan lahan dilakukan dengan pengamatan secara langsung. Pengukuran dengan menggunakan asumsi plot erosi dibagi menjadi 4 bagian, setiap bagian bila tertutup penuh tanaman menunjukkan 25% namun bila terdapat sela, setiap sela dikurangi 5%. Kemudian nilai persen tiap bagian dikalikan 4 sehingga diperoleh nilai tutupan tiap plot.

5. Pengamatan curah hujan Untuk mendapatakan data curah hujan dilakukan pengukuran dengan alat penakar hujan ada 2 data curah hujan:

a. Data curah hujan tahunan diperoleh dari penakar hujan yang dipasang didesa gobeh letaknya kurang lebih 1 km dari lokasi penelitian.

b. Data curah hujan bulanan diperoleh dari penakar hujan yang terletak di lokasi penelitian.

6. Analisis Data rancangan percobaan Analisis data menggunakan Uji F (uji keragaman), untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Dilakukan dengan analisis menggunakan minitab.

commit to user 18

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENGAMATAN

1. Kondisi Umum

a. Letak Geografis

Secara administrasi, daerah penelitaian terletak di Dusun Dungwot Desa Nagdipiro, Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Wonogiri termasuk dalam DAS Solo. Sub DAS Keduang Sub-Sub DAS Dungwot yang dibatasi oleh koordinat 110 o 59’ 52’’ BT; 7 o 53’ 8’’ LS. Luas wilayah 10 Ha dan terletak dibukit Kendeng dengan ketinggian lokasi antara 196-427 mdpl. Areal penelitian merupakan areal penelitian BPK Solo. Lahan yang digunakan untuk penelitian adalah lahan milik perhutani dan sebagaian adalah milik penduduk setempat.

b. Iklim

Berdasarkan analisis peta rupa bumi lembar 1508-111 PULOREJO, lembar 1408-322 TALUN dan lembar 1408-324 WONOGIRI serta pengecekan dilapang dengan GPS maka daerah penelitian terletak diantara 196 – 427 mdpl. Berdasarkan rumus Break (Arsyad, 1989:223), maka rerata suhu udara daerah penelitian berkisar antara 25.1 o

C sampai 23.7 o

C, perhitungan ditunjukan pada lampiran klasifikasi iklim bagian C. Oleh karena itu secara umum berdasarkan klasifikasi Koppen (Wisnubroto et al., 1983: 70) termasuk dalam tipe iklim A. Daerah dengan tipe iklim A dicirikan dengan temperatur suhu udara terdingin lebih besar dari 18 o

C. Berdasarkan gambar batas tipe iklim Af, Am, dan Aw (Ibid, Wisnubroto et al.,1983:78 ), maka daerah penelitian termasuk termasuk dalam tipe iklim tipe Aw ini dicirikan oleh jumlah bulan-bulan basah tidak dapat mengimbangi kekurangan hujan pada bulan kering, sehingga pada bulan kemarau tanaman semusim tidak dapat tumbuh.

commit to user

Berdasarkan data curah hujan selama 15 tahun disajikan pada tabel 4.2. dapat diketahui bahwa rerata jumlah hujan tahunan didaerah penelitian yaitu 2971 mm. Berdasarkan klasifikasi Smith dan Ferguson (ibid, Wisnubroto et al., 1983: 75) daerah penelitian dicirikan dengan jumlah bulan basah (7,2) dan bulan kering (4,2) sehingga termasuk dalam tipe iklim C yaitu agak basah. Adapun daerah penelitian berdasarkan klasifikasi Oldeman daerah penelitian memiliki jumlah bulan basah (5,6) dan bulan kering (4,8) sehingga termasuk dalam tipe iklim C agak basah. Sedangkan berdasarkan Oldeman daerah penelitian memiliki jumlah bulan basah 5,6 dan bulan kering 4,8 termasuk dalam tipe iklim C3 . Tipe iklim ini dapat ditanamai dengan tanaman musiman 2 kali, namun sekali disaat curah hujan kurang dari 200 mm perlu adanya pengairan.

c. Topografi

Topografi merupakan bentuk wilayah dari suatu areal dan dinyatakan dengan kemiringan dan panjang lereng. Topografi atau bentuk wilayah berperan dalam menentukan kecepatan aliran air permukaan yang mengangkut partike-partikel tanah. Dalam hal ini ada tiga faktor yaitu panjang lereng, kemiringan dan bentuk lereng kemiringan atau slope pengaruhnya terhadap erosi tanah pada perbandingan infiltrasi dan aliran permukaan, pada tanah yang keadaanya tidak begitu miring maka laju air dipermukaan akan berkurang sehingga erosi semakin kecil sebaliknya bila lahan curam erosi semakin besar. Areal penelitian memiliki rata-rata kemiringan lereng 37%. Kemiringan pada masing-masing plot dapat dilihat pada tabel 4.1. Areal penelitian topografi didominasi dengan bentuk lahan cembung hingga rata. Kenampakan bentuk dilapang dapat dilhat pada gambar 4.1.

commit to user

Gambar. 4.1. Lokasi penelitian (di bukit kendeng desa Dungwot Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri. Merupakan areal penelitian BPK Solo).

Tabel. 4.1 Kemiringan Lereng Pada Plot Erosi

PLOT

A1 A2 B1 B2 C1 C2 KEMIRINGAN(%)

39 39 34 34 39 39 Sumber: Pengukuran Langsung Pada Plot Erosi Dengan Klinometer

Berdasarkan tabel kelas lereng menurut (Kucera,1988) besar lereng 25% - 35% agak curam dan 35% - 45% curam, jadi lokasi penelitian memiliki lereng dari agak curam hingga curam. Sedangkan panjang lereng tergolong sangat pendek < 50 m karena sudah dibuat

Lokasi Penelitian

Sungai Keduang

commit to user

teras-teras yang berfungsi untuk mengurangi laju limpasan permukaan dan memperkecil erosi.

d. Vegetasi

Arsyad (1989) dan Lee (1988) mengungkapkan bahwa vegetasi yang baik dapat mengurangi pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi. Vegetasi dapat mengurangi daya perusak butir-butir hujan yang jatuh, menambah bahan organik. Sehingga, vegetasi yang baik berupa penutupan oleh tajuk atau tanaman bahwa dapat mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan sehingga erosi dapat ditekan dan memperbesar infiltrasi kedalam tanah.

Berdasarkan pengamatan secara langsung dilapangan vegetasi yang terdapat dilokasi penelitian adalah tanaman tahunan dan tanaman semusim. Adapun tanaman tahunan diantaranya adalah tanaman jati, gamelina, mangga, pete, dan jambu mete. Sedangkan tanaman musiman tergantung pada pengelolaan lahan oleh penduduk setempat seperti kacang tanah, jagung, singkong dan bahkan pada saat kondisi curah hujan tinggi bisa dibudidayakan tanaman padi.

e. Jenis tanah

Jenis tanah yang mendominasi dilokasi penelitian adalah inceptisol. Adapun ciri-ciri tanah dilokasi penelitian (Bukit Kendeng) termasuk dalam klasifikasi Inceptisols dengan kedalaman dangkal hingga sangat dangkal (< 50 cm). Tanah tersebut didominasi oleh mineral lempung kaolinit serta mineral sekunder feldspar, mika dan feromagnesium. Inceptisols adalah tanah muda dan mulai berkembang. Profilnya mempunyai horison ynag dianggap pembentuknya agak lamban sebagai hasil alterasi bahan induk. Horison-horisonnya tidak memperlihatkan hasil hancuran eksterm. Horison timbunan liat dan besi aluminium oksida yang jelas tidak ada pada golongan ini. Perkembangan profil golongan ini lebih berkembang dibanding entisol.

commit to user

Inceptisols dapat berkembang dari bahan induk batuan beku, sedimen dan metamorf. Karena Inceptisol merupakan tanah yang baru berkembang biasnya mempunyai tekstur yang beragam dari kasar hingga halus, dalam hal ini dapat tergantung pada tingkat pelapukan bahan induknya. Bentuk wilayah beragam dari berombak hingga bergunung. Kesuburan tanahnya rendah, jeluk efektifnya beragam dari dangkal hingga dalam. Di dataran rendah pada umumnya tebal, sedangkan pada daaerah-daerah lereng curam solumnya tipis. Pada tanah berlereng cocok untuk tanaman tahunan atau tanaman permanen untuk menjaga kelestarian tanah (Munir, 1996).

2. Curah Hujan

Rata-rata curah hujan bulanan pada bulan Juni-September setiap tahun terjadi musim kering dan pada bulan yang lainnya terjadi musim hujan. Hujan sepanjang tahun terjadi pada tahun 1998. Rata- rata curah hujan tahunan dilokasi penelitian sebesar 2971 mm/th. Hasil curah hujan 15 tahun terkhir ditunjukan pada tabel 4.2.

Hasil pengamatan curah hujan dilokasi penelitian pada bulan Januari-April 2011 ditunjukan pada tabel 4.3. Rata-rata curah hujan tertinggi pada bulan Januari sebesar 299 mm, dalam sebulan jumlah hari hujan 19 hari dan curah hujan paling tinggi sebesar 41 mm/hari. Rata-rata curah hujan tertinggi pada bulan April sebesar 47 mm, dalam sebulan jumlah hari hujan 5 hari dan curah hujan paling tinggi sebesar 33 mm/hari.

23

Tabel 4.2. Data Curah Hujan di desa Gobeh 15 Tahun Terakhir (mm/bln)

Tahun Bulan

4043 3461 5404 4522 2125 2482 2043 2203 2585 3036 1954 2314 2569 2925 2901 Rata rata 2971

Sumber : Pengukur Curah Hujan BPK Solo di Gobeh

commit to user

Tabel 4.3. Data Curah Hujan Dungwot 4 bulan terakhir

Bulan

Curah Hujan

(mm)

Jumlah Hari

Hujan (mm)

Curah Hujan Maks (mm)

Curah Hujan Min (mm) Januari

Rata-rata 195 Sumber : Pengukur Curah Hujan BPK Solo di Dungwot

Gambar 4.2. Grafik curah hujan 4 bulan terakhir (mm)

3. Data Tebal Limpasan Permukaan (mm/bln)

Hasil pengamatan dan perhitungan limpasan permukaan pada masing-masing perlakuan bulan Januari-April 2011 disajikan pada

tabel 4.4. Air limpasan permukaan berasal dari air hujan yang jatuh kepermukaan tanah tidak dapat meresap kedalam tanah karena tanah sudah jenuh air. Rata-rata tebal limpasan permukaan tertinggi pada plot A1(tanaman jati, mangga, dan jambu mete dengan teras gulud) sebesar 89.88 mm/bln. Limpasan permukaan paling rendah pada plot A2 (tanaman jati, mangga, dan jambu mete dengan teras gulud) sebesar 8.67 mm/bln.

commit to user

Gambar 4.3. Grafik limpasan permukaan (mm)

4. Data Erosi

Hasil pengamatan dan analisis erosi pada bulan Januari-April 2011 ditunjukkan pada tabel 4.5. Hasil penelitian ini menunjukkan erosi paling besar pada plot C1 (tanaman jati, mangga, jambu mete dan pete dengan teras gulud tak tarawat) sebesar 0.180 ton/ha/bln. Erosi paling rendah pada plot A2 (tanaman jati, mangga, dan jambu

Tabel 4.4. Tebal Limpasan Permukaan (mm/bln)

April Rata-rata mm/bln

CH LP (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)

Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Tanah dan Hidrologi BPK Solo di Jumantono CH : Curah Hujan LP : Limpasan Permukaan

commit to user

mete dengan teras gulud) sebesar 0.008 ton/ha/bln. Besarnya erosi diperoleh dari analisis sempel sedimen di laboratorium.

Tabel 4.5. Data Erosi(Ton/ha/bln)

Rata-rata Erosi/ bln

Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Tanah dan Hidrologi BPK Solo.

Gambar 4.4. Grafik Erosi (ton/ha/bln)

5. Data Tinggi dan Diameter Batang Tanaman

Tanaman sudah berumur 3 tahun ditanam sejak tahun 2007. Hasil pengamatan tanaman jati ditunjukan pada tabel 4.6. Pengamatan pertumbuhan tanaman meliputi diameter batang, tinggi tanaman dan persen hidup. Persen hidup dihitung dari presentase

commit to user

jumlah tanaman yang ditanam dan jumlah tanaman yang masih hidup sampai saat penelitian.

Tabel 4.6. Tinggi dan Diameter Batang Tanaman Jati

2010 % T(cm) hidup ø(cm) T(cm) ø(cm) T(cm) ø(cm)

6.34 84.50 T : Tinggi Tanaman

Ø : Diameter Batang Tanaman

Sumber : Pengukuran langsung BPK Solo