BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minapolitan - Diana Indra Dewi BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minapolitan Minapolitan terdiri dari kata mina dan kata politan (polis). Mina berarti

  ikan dan Politan berarti kota, sehingga Minapolitan dapat diartikan sebagai kota perikanan atau kota di daerah lahan perikanan atau perikanan di daerah kota.

  Minapolitan adalah kota perikanan yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha perikanan serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan ekonomi daerah sekitarnya.

  Sesuai

dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.12/MEN/2010

tentang Minapolitan, definisi dari Minapolitan adalah konsepsi pembangunan

ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip

terintegrasi, efisiensi, berkualitas dan percepatan.

B. Kawasan Minapolitan

  Kawasan Minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa, dan/atau kegiatan pendukung lainnya. (Keputusan Menteri Perikanan dan Kelautan No 18 Tahun 2011 Tentang Pedoman Umum Minapolitan). Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,Minapolitan masuk dalam kategori Agropolitan dijelaskan bahwa Kawasan Agropolitan/Minapolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian/perikanan dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hirarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.

C. Konsep Minapolitan

  Konsep Minapolitan didasarkan pada tiga azas yaitu demokratisasi ekonomi kelautan dan perikanan pro rakyat, pemberdayaan masyarakat dan keberpihakan dengan intervensi negara secara terbatas (limited state intervention), serta penguatan daerah dengan prinsip: daerah kuat

  • – bangsa dan negara kuat. Ketiga prinsip tersebut menjadi landasan perumusan kebijakan dan kegiatan pembangunan sektor kelautan dan perikanan agar pemanfaatan sumberdayanya benar-benar untuk kesejahteraan rakyat dengan menempatkan daerah pada posisi sentral dalam pembangunan. Dalam pengembangannya, kawasan minapolitan memiliki sasaran pengembangan Kawasan minapolitan yang secara lengkap disebutkan pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 18/Men/2011 tentang Pedoman Umum Minapolitan. Namun secara esensial, sasaran program minapolitan bisa disarikan menjadi 4(empat) hal utama sebagai berikut:

  1. Pelayanan secara terpadu dan efisien dari instansi pusat dan daerah serta instansi lintas-sektor pada kawasan minapolitan

2. Berkembangnya sektor ekonomi dari komoditas sektor perikanan

  3. Kawasan sentra minapolitan bersama wilayah sekitarnya tumbuh sebagai kota mandiri

  4. Pengisian tenaga kerja pada wilayah sekitar sentra minapolitan sesuai dengan kapasitas daya dukung produksi perikan

  Minapolitan merupakan konsep pembangunan kelautan dan perikanan berbasis manajemen ekonomi kawasan dengan motor penggerak sektor kelautan dan perikanan dalam rangka peningkatan pendapatan rakyat. Pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan dengan konsepsi Minapolitan dikembangkan melalui peningkatkan efsiensi dan optimalisasi keunggulan komparatif dan kompetitif daerah sesuai dengan eksistensi kegiatan pra produksi, produksi, pengolahan dan/atau pemasaran, serta jasa pendukung lainnya, yang dilakukan secara terpadu, holistik, dan berkelanjutan. Minapolitan bertujuan untuk: (a) meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat skala mikro dan kecil, (b) meningkatkan jumlah dan kualitas usaha skala menengah ke atas sehingga berdaya saing tinggi, dan (c) meningkatkan sektor kelautan dan perikanan menjadi penggerak ekonomi regional dan nasional.

  Pengembangan Kawasan Minapolitan adalah suatu pendekatan pembangunan kawasan perdesaan melalui upaya-upaya penataan ruang kawasan perdesaan dan menumbuhkan pusat-pusat pelayanan fasilitas perkotaan (urban

  

function center ) yang dapat mengarah pada terbentuknya kota-kota kecil berbasis

  Perikanan (minapolis) sebagai bagian dari sistem perkotaan dengan maksud meningkatkan pendapatan kawasan perdesaan (regional income). Dalam rangka mengembangkan kawasan Minapolitan diperlukan adanya rencana induk (masterplan) pengembangan kawasan Minapolitan oleh masing-masing kabupaten/kota.Peran pemerintah pusat lebih diarahkan pada memfasilitasi.

  Dalam implementasinya, pengembangan suatu kawasan Minapolitan dikarakteristikan pada sentra-sentra produksi dan pemasaran berbasis perikanan dan mempunyai multiplier effect tinggi terhadap kegiatan ekonomi, produksi, perdagangan, jasa, pelayanan, kesehatan dan sosial yang saling terkait, dan mempunyai sarana dan prasarana memadai sebagai pendukung keanekaragaman aktivitas ekonomi layaknya sebuah kota. Tata laksana pengembangan Minapolitan tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: PER.18/MEN/2012 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Kawasan Minapolitan yang antara lain menetapkan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh Kabupaten/Kota untuk menjadi kawasan Minapolitan, antara lain komitmen daerah, memiliki komoditas unggulan dan tersedianya fasilitas pendukung, seperti pelabuhan, industri pengolahan, jalan, listrik dan lainnya. Untuk mengintegrasikan kawasan Minapolitan kedalam konteks pengembangan wilayah secara makro dan memberikan masukan yang komprehensif berdasarkan potensi perikanan yang terintegrasi.

  Pengembangan Minapolitan diawali oleh adanya base line study untuk dijadikan dasar dalam penyusunan rencana induk (master plan) kawasan dan jenis komoditas andalan yang akan dikembangkan dengan berbagai persyaratan, baik teknis maupun sosial untuk kemudian dapat digunakan sebagai indikator dalam evaluasi kinerja Minapolitan. Minapolitan ialah proses yang dinamis secara siklik, melibatkan peran multi-sektor secara terintegrasi untuk mewujudkan kota kecil secara mandiri dengan sektor penggerak ekonomi dari perikanan yang dilakukan secara berkelanjutan.

D. Karakterisik dan Syarat Kawasan Minapolitan Dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No.

  18/Men/2012 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Kawasan Minapolitan, suatu kawasan minapolitan sebaiknya mempunyai karakteristik sebagai berikut:

  1. Suatu kawasan ekonomi yang terdiri atas sentra produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran dan kegiatan usaha lainnya, seperti jasa dan perdagangan;

  2. Mempunyai sarana dan prasarana sebagai pendukung aktivitas ekonomi;

  3. Menampung dan mempekerjakan sumberdaya manusia di dalam kawasan dan daerah sekitarnya; dan

  4. Mampu menjadi motor perekonomian di daerah sekitarnya Dalam pengembangan kawasan minapolitan, suatu kawasan dapat ditetapkan sebagai kawasan minapolitan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. Kesesuaian dengan Rencana Strategis, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan/atau Rencana Zonasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) kabupaten/kota, serta Rencana Pengembangan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang telah ditetapkan;

  2. Memiliki komoditas unggulan di bidang kelautan dan perikanan dengan nilai ekonomi tinggi,meliputi : a) Keberadaan komoditas unggulan, yaitu melimpah atau dapat dibudidayakan dengan baik dengan prospek pengembangan tinggi dimasa depan;

  b) Nilai perdagangan komoditas tinggi dengan pertimbangan sebagai berikut:

  1. Memiliki pasar: lokal, nasional dan internasional;

  2. Volume atau kemampuan produksi tinggi: dapat atau berpotensi memenuhi permintaan pasar;

  3. Tingkat produktivitas tinggi: kemampuan pemanfaatan teknologi untuk mencapai tingkat produktivitas tinggi atau dapat dikembangkan sehingga secara ekonomi menguntungkan;

  4. Jumlah pelaku utama/usaha perikanan relatif besar atau sebagian besar penduduk setempat bekerja di kawasan tersebut;

  5. Mempunyai keunggulan komparatif: mempunyai nilai lebih karena keberadaan komoditas, iklim, SDM, dan ongkos produksi murah;

  6. Mempunyai keunggulan kompetitif: produk berkualitas dan sistem pemasaran efektif.

  3. Letak geografis kawasan yang strategis dan secara alami memenuhi persyaratan untuk pengembangan produk unggulan kelautan dan perikanan, meliputi:

  a) Lokasi kawasan strategis

  1. Jarak dan sistem transportasi;

  2. Mempunyai akses terhadap jaringan pengadaan bahan baku, pengolahan, dan pemasaran (mata rantai pemasokan

  • supply chain)

  b) Kawasan yang secara alami cocok untuk usaha kelautan dan perikanan

  1. Potensi sumber daya kelautan dan perikanan;

  2. Kesesuaian lahan dan potensi sumber daya air;

  3. Sarana dan prasarana perikanan (Pelabuhan Perikanan, BBI, cold

  storage, pabrik es dll);

  4. Dekat dengan fishing ground;

  5. Sentra produksi garam; dan

  6. Sentra pengolahan dan pemasaran

  4. Terdapat unit produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran dan jaringan usaha yang aktif berproduksi, mengolah dan/atau memasarkan yang terkonsentrasi di suatu lokasi dan mempunyai mata rantai produksi pengolahan, dan/atau pemasaran yang saling terkait, meliputi : a. Sistem dan mata rantai produksi perikanan budidaya 1.

  Keberadaan sejumlah unit produksi ikan budidaya yang aktif berproduksi dan terkonsentrasi di sentra produksi; dan

2. Mata rantai produksi:

a) Keberadaan sarana atau lahan produksi: kolam dan tambak yang

  luas;

  b)

  Fasilitas pengairan yang baik dan mencukupi atau potensi pengairan yang mungkin dikembangkan; c) Ketersediaan benih berkualitas tinggi atau kemungkinan pengadaan

  benih dengan harga murah;

  d) Ketersediaan pakan dan obat-obatan murah;

  e)

  Telah diterapkan sistem budidaya yang baik sehingga tingkat produksinya cukup tinggi dan berkualitas;

  f) Keterlibatan pembudidaya dan para pekerja setempat;

  g)

  Sistem distribusi dan pemasaran yang telah berjalan dengan baik atau dapat segera dikembangkan lebih baik; dan

  h)

  Sentra produksi mempunyai skala usaha layak secara ekonomi dan multiplier effect terhadap perekonomian di daerah sekitarnya.

  b. Sistem dan mata rantai produksi perikanan tangkap

  a)

  Keberadaan sejumlah kapal ikan yang aktif berproduksi dan mendaratkan hasil tangkapannya di lokasi tersebut; dan

  b)

  Mata Rantai Produksi:

  

c) Hasil tangkapan yang cukup besar dan mempunyai skala ekonomi

  cukup tinggi;

  d)

  Keberadaan sarana tambat, air bersih, tempat pendaratan ikan dan tempat pelelangan ikan yang memadai;

  

e) Sistem bongkar muat yang memadai atau mungkin dikembangkan

  dalam waktu dekat;

  f) Keterlibatan nelayan dan para pekerja setempat;

  g)

  Kegiatan di lokasi/pelabuhan perikanan/TPI mempunyai skala ekonomi dan multiplier effect terhadap perekonomian di sekitarnya;

h) Sistem distribusi dan pemasaran telah berjalan dengan baik atau dapat

  segera dikembangkan lebih baik; dan

i) Sentra produksi mempunyai skala usaha layak secara ekonomi dan multiplier effect terhadap perekonomian di daerah sekitarnya.

  c. Sistem dan mata rantai produksi hilir

  

a) Keberadaan unit-unit pengolahan atau potensi pengembangannya

  dalam waktu dekat;

  b) Keberadaan kelembagaan/SDM pengawasan mutu;

  c)

  Sistem tata niaga produk hasil olahan dan fasilitas pendukungnya;

  d) Keberadaan fasilitas pasar atau sistem pemasaran produk; dan

  

e) Sistem dan sarana distribusi (logistik) produk di dalam maupun di luar

kawasan.

  5. Tersedianya fasilitas pendukung berupa aksesibilitas terhadap pasar, permodalan, sarana dan prasarana produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran, keberadaan lembagalembaga usaha, dan fasilitas penyuluhan dan pelatihan, meliputi: a) Permodalan: aksesibilitas modal bagi nelayan, pembudidaya ikan, serta pengolah dan pemasar ikan; b) Kelembagaan: lembaga pemerintahan daerah;

  c) Lembaga usaha: koperasi, kelompok usaha atau usaha skala menengah dan atas; d) Penyuluhan dan pelatihan: lembaga dan SDM Penyuluhan dan

  Pelatihan; e) Prasarana pengairan: keberadaan jaringan pengairan (budidaya) utama/primer, sekunder atau lainnya sebagai pendukung sistem pengairan di kawasan;

  f) Energi: jaringan listrik yang memadai; dan

  g) Teknologi tepat guna: Penerapan teknologi tepat guna yang mampu meningkatkan daya saing.

  6. Kelayakan lingkungan diukur berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, potensi dampak negatif, dan potensi terjadinya kerusakan di lokasi di masa depan, meliputi:

  a) Kondisi sumberdaya alam (daya dukung dan daya tampung);

  b) Dampak atau potensi dampak negatif terhadap lingkungan; dan

  c) Sesuai tata ruang daerah dan nasional.

  7. Komitmen daerah, berupa kontribusi pembiayaan, personil, dan fasilitas pengelolaan dan pengembangan minapolitan, meliputi:

  

a) Sesuai Renstra dan Tata Ruang Daerah (RTRW Kabupaten/Kota),

  RTRW Provinsi dan RTRW Nasional;

  b)

  Mempertimbangan Rencana Zonasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP-3-K);

  c) Masuk dalam RPJM;

  d) Ditetapkan oleh Bupati/Walikota;

  

e) Penyusunan Rencana Induk dan Rencana Program Investasi Jangka

  Menengah (RPIJM);

  f) Kontribusi anggaran APBD atau sumber dana lain yang sah; g) Keberadaan kelembagaan dinas yang membidangi kelautan dan

  perikanan dengan dukungan SDM yang memadai; dan

  h) Berkoordinasi dengan provinsi dan pusat

  8. Keberadaan kelembagaan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang kelautan dan perikanan, meliputi:

  a) Keberadaan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yaitu dinas yang

  bertanggung jawab di bidang kelautan dan perikanan; dan

  b) Kelompok kerja yang menangani pengembangan kawasan minapolitan.

  9. Ketersediaan data dan informasi tentang kondisi dan potensi kawasan, meliputi:

  a)

  Mempunyai data dan informasi mengenai sumber daya kelautan dan perikanan serta data dan informasi terkait; dan

  b)

  Mempunyai sistem pencatatan data statistik dan geografis di bidang kelautan dan perikanan.

E. Fungsi Kawasan Minapolitan

  Pengembangan Minapolitan sebagai sebuah program, bertujuan untuk mengurangi pengangguran, membuka kesempatan kerja dan berusaha masyarakat, serta menekan laju urbanisasi. Minapolitan sebagai sebuah program dengan diwujudkan melalui sistem kawasan minabisnis, minaindustri dan minawisata.

  Kawasan minapolitan dikembangkan menjadi beberapa fungsi kawasan, fungsi tersebut diantaranya :

  1. Kawasan Minabisnis Kegiatan perikanan merupakan kegiatan utama di kawasan Minabisnis, mengingat kawasan Minabisnis sebagai kawasan Agribisnis yang berbasis pada sektor perikanan. Produk di kawasan Minabisnis berorientsi pada pasar baik pasar lokal maupun pasar regional, dengan mutu serta harga yang kompetitif dan terjamin kesediaannya sepanjang tahun.

  2. Kawasan Minaindustri Kawasan Minaindustri dikembangkan sebagai pusat industri pedesaan yang memiliki skala usaha kecil dan bersifat tidak polutif. Usaha dan kegiatan industri di kawasan Minaindustri memenuhi kebutuhan desa-desa sekitarnya. Desa-desa di kawasan Minaindustri berbasis perikanan dengan tenaga dan teknologi yang berasal dari masyarakat setempat. Kegiatan industri di kawasan Minaindustri menghasilkan produk-produk untuk bahan baku industri pengolahan hasil perikanan.

  3. Kawasan Minawisata Kawasan Minawisata mempunyai potensi wisata yang dapat dikembangkan menjadi kegiatan utama kawasan, serta didukung oleh kegiatan lokal yang bersifat saling melengkapi seperti pertanian tanaman pangan, sayuran, maupun industri pariwisata baik kegiatan wisata alam dan wisata buatan. Selain itu kawasan Minawisata didukung dengan sarana dan prasarana transportasi yang mengubungkan jaringan pada tingkatan yang lebih tinggi seperti jalur provinsi maupun jalur nasional.

F. Perumusan Konsep Pengembangan Kawasan

  Perumusan konsep pengembangan kawasan perikanan budidaya diawali dengan identifikasi potensi dan masalah pembangunan. Identifikasi potensi dan masalah pemanfaatan ruang tidak hanya mencakup perhatian pada masa sekarang namun juga potensi dan masalah yang akan terjadi di masa depan. Identifikasi dari potensi dan masalah tersebut membutuhkan terjalinnya komunikasi antara perencana dengan masyarakat yang akan dipengaruhi oleh rencana. Langkah berikutnya adalah perumusan tujuan pemanfaatan ruang kawasan perikanan. Tujuan dan sasaran perencanaan tata ruang harus mencerminkan visi dari masyarakat setempat. Selanjutnya, dilakukan perumusan strategi dan kebijakan tata ruang sesuai dengan peraturan tata ruang yang telah ditentukan.

  Konsep pengembangan kawasan dimaksudkan untuk memperkecil kesenjangan pertumbuhan dan ketimpangan kesejahteraan antar wilayah. Untuk itu pengertian wilayah menjadi penting dalam pembahasan ini. Menurut PPRI No.

  

47/1997 yang dimaksudkan dengan wilayah adalah ruang yang merupakan

  kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional tertentu.

  Jadi pengembangan kawasan merupakan usaha memberdayakan pihak terkait (stakeholders) di suatu wilayah dalam memanfaatkan sumberdaya dengan teknologi untuk memberi nilai tambah (added value) atas apa yang dimiliki oleh wilayah administratif/wilayah fungsional dalam rangka meningkatkan kualitas hidup rakyat di wilayah tersebut. Dengan demikian dalam jangka panjangnya pengembangan wilayah mempunyai target untuk pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

  Kajian pengembangan wilayah di Indonesia selama ini selalu didekati dari aspek sektoral dan aspek spasial. Pada kajian aspek sektoral lebih menyatakan ukuran dari aktivitas masyarakat suatu wilayah dalam mengelola sumberdaya alam yang dimilikinya. Sementara itu, kajian aspek spasial/keruangan lebih menunjukkan arah dari kegiatan sektoral atau dimana lokasi serta dimana sebaiknya lokasi kegiatan sektoral tersebut. Pada aspek inilah Sistem Informasi Geografi (SIG) mempunyai peran yang cukup strategis, dikarenakan SIG mampu menyajikan aspek keruangan/spasial dari fenomena/fakta yang dikaji (Susilo, K., 2000).

  Pendekatan yang mengacu pada aspek sektoral dan spasial tersebut mendorong lahirnya konsep pengembangan wilayah yang harus mampu meningkatkan efisiensi penggunaan ruang sesuai daya dukung, mampu memberi kesempatan kepada sektor untuk berkembang tanpa konflik dan mampu meningkatkan kesejahteraan secara merata. Konsep tersebut digolongkan dalam konsep pengembangan wilayah yang didasarkan pada penataan ruang. Dalam kaitan itu terdapat 3 (tiga) kelompok konsep pengembangan wilayah yaitu: konsep pusat pertumbuhan, konsep integrasi fungsional, dan konsep pendekatan desentralisasi (Alkadri et.al. (1999). Konsep pusat pertumbuhan menekankan pada perlunya melakukan investasi secara besar-besaran pada suatu pusat pertumbuhan atau wilayah/kota yang telah mempunyai infrastruktur yang baik. Pengembangan wilayah di sekitar pusat pertumbuhan diharapkan melalui proses/mekanisme tetesan ke bawah (trickle down effect).

   Penerapan konsep ini di Indonesia sampai dengan tahun 2000 telah

  melahirkan adanya 111 kawasan andalan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Konsep integrasi fungsional mengutamakan adanya integrasi yang diciptakan secara sengaja diantara berbagai pusat pertumbuhan karena adanya fungsi yang komplementer. Konsep ini menempatkan suatu kota/ wilayah mempunyai hirarki sebagai pusat pelayanan relatif terhadap kota/wilayah yang lain. Sedangkan konsep desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah tidak terjadinya aliran keluar dari sumberdana dan sumberdaya manusia.

G. Perikanan Budidaya

  Menurut UU RI No 45 tahun 2009 tentang perubahan aras UU No 31 tahun 2004 tentang perikanan, pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan /atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.

  Perikanan Budidaya disebut juga sebagai budidaya perairan atau akuakultur yang berasal dari bahasa inggris Aquaculture , aqua yang artinya perairan dan culture yang artinya budidaya. Jadi akuakultur adalah kegiatan untuk memproduksi biota atau organisme akuatik di lingkungan terkontrol dalam rangka mendapatkan keuntungan (profit). Yang dimaksud budidaya adalah kegiatan pemeliharaan untuk : a. Memperbanyak produksi

  b. Menumbuhkan (growth)

  c. Meningkatkan mutu biota akuatik sehingga memperoleh keuntungan Sedangkan usaha budidaya memiliki tujuan yaitu:

  a. Meningkatkan jumlah pangan

  b. Mengimbagi penurunan persediaan ikan secara alami

  c. Mencukupi kebutuhan protein hewani

  d. Meningkatkan produk lain seperti mutiara,rumput laut,dll Perikanan budidaya merupakan komoditas perikanan yang saat ini banyak menghasilkan keuntungan. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dunia dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun.

H. Penelitian Terdahulu

  Penelitian yang dilakukan oleh Yuli Setya Prayoga, 2009 dengan tujuan penelitian mengetahui status budidaya perikanan di Kecamatan Bawang Kabupaten Banjarnegara dan menyajikannya dalam bentuk peta tematik. Keadaan nyata mengenai budidaya perikanan perlu diketahui guna pengembangan di masa yang akan datang. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Metode yang digunakan untuk memperoleh data yaitu dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan tabulasi data,klasifikasi data, dan komputasi data yang kemudian disajikan dalam bentuk peta tematik. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Kecamatan Bawang merupakan wilayah yang mendukung untuk usaha budidaya perikanan dengan luas total kolam 122,38 Ha, tingkat produksi dari pembenihan 55.021.010 ekor/tahun, pendederan 71.924.569 ekor/tahun, dan dari pembesaran 273.615 kg/tahun. Faktor yang mrndukung budidaya ikan adalah air, tanah, dan kondisi lingkungan di Kecamatan Bawang Kabupaten banjarnegara yang secara umum merupakan wilayah yang baik untuk usaha budidaya ikan.

  Penelitian yang dilakukan oleh Edwin Dwi Putra,2011 dengan tujuan untuk mengetahui potensi perikanan di Kecamatan Labakkang dalam mendukung pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Pangkep dan untuk mengetahui arahan pengembangan ruang kawasan minapolitan di Kabupaten Pangkep. Metode analisa data yang di gunakan yaitu Analisis potensi perikanan Kecamatan Labakkang; Analisis Kebutuhan Infrastruktur Kawasan minapolitan; dan Anlisis Skalogram digunakan untuk mengetahui Hirarki dan pusat-pusat pelayanan kawasan minapolitan.

  Hasil penelitian menujukan bahwa Kecamatan Labakkang memiliki potensi dalam pengembangan kawasan minapolitan di antaranya mampu memproduksi perikanan sebanyak 3.602,3 ton/tahun dan surplus produksi perikanan sebanyak 2.380,7 ton/ tahun, memiliki potensi lahan budaidaya tambak 5.254,32 ha jumlah tenaga kerja di bidang budidaya tambak sebanyak 3.564 jiwa, selain itu komoditas perikanan pada daerah ini telah menebus pasar ekspor dengan negara tujuan export diantaranya Singapura, Hongkong, China dan Jepang. Pengembangan kawasan minapolitan pada Kecamatan Labakkang dibagi atas 4 (empat) Sentra kawasan yaitu; Pusat sentra atau kota tani utama (minapolis) yang berperan sebagai pusat kawasan minapolitan; Sentra produksi sebagai pusat produksi komoditas perikanan; Subsentra produksi sebagi pemasok hasil produksi dan; Outlet atau sentra pemasaran yang merupakan daerah-daerah yang menajdi sasaran pemasaran hasil produksi perikanan.

  Penelitian yang dilakukan oleh Kartika Yulinda, 2012 dengan tujuan penelitian untuk menganalisis spending policy sebagai salah satu kebijakan yang diimplementasikan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor melalui Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor untuk mendukung terciptanya akselerasi kawasan minapolitan berbasis budidaya ikan lele di Kabupaten Bogor dan memetakan kendala-kendala yang dihadapi para pembudidaya ikan lele di Desa Putat Nutug,Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor selama berjalannya akselerasi kawasan minapolitan berbasis budidaya ikan lele di Kabupaten Bogor. Metode penelitian yang digunakan adalah wawancara mendalam dan studi literatur. Hasil dari penelitian ini adalah pengalokasian DAK dan APBD Kabupaten Bogor yang memperlambat terciptanya akselerasi kawasan minapolitan Kabupaten Bogor karena kurangnya anggaran dan penurunan anggaran dari tahun 2011 ke tahun 2012.

  J. Hipotesis

  Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “potensi pengembangan kawasan minapolitan di Kecamatan Purwanegara

  ≥ 50% sesuai dengan persyaratan pengembangan Kawasan Minapolitan menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.18/Men/2012 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Kawasan Minapolitan ”.