BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Demam Tifoid - ARIS NURSIHAB BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Demam Tifoid

  a. Definisi Demam Tifoid Demam tifoid termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-undang nomor 6 Tahun 1962 tentang wabah.

  Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah (Sudoyo. 2010).

  Menurut Yahya (2008) penyakit demam tifoid ialah penyakit demam karena adanya infeksi bakteri salmonella typhi yang menyebar keseluruh tubuh. Gejala penyakit ini berkembang selama satu sampai dua minggu setelah seorang pasien terinfeksi oleh bakteri tersebut. Gejala umum yang terjadi pada penyakit demam tifoid mencakup suhu tubuh yang tinggi mencapai 39°C- 40°C, sakit kepala, nyeri otot, sakit perut, hilangnya nafsu makan, kelelahan dan lidah kotor. b. Etiologi Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella

  

typhi atauSalmonella paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini

  berbentuk batang, gram negatif,tidak membentuk spora, motil, berkapsul, dan mempunyai flagela (bergerak dengan rambut getar).

  Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah, dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 60°C) selama 15-20 menit, pasteurisasi, pndidihan, dan klorinisasi (Rahayu. 2013).

  Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi yaitu bakteri enterik gram negatif berbentuk basil dan bersifat patogen pada manusia (Nurtjahjani, 2007). Penyakit ini mudah berpindah dari satu orang ke orang lain yang kurang menjaga kebersihan diri dan lingkungannya yaitu penularan secara langsung jika bakteri ini terdapat pada fases, urine, atau muntahan penderita. Dapat menularkan kepada orang lain secara tidak langsung yaitu melalui makanan atau minuman. Demam tifoid disebarkan melalui jalur

  

fecal-oral dan hanya menginfeksi manusia yang mengkonsumsi

  makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri . Ada dua sumber penularan salmonella typhi,

  salmonella typhi yaitu penderita demam tifoid dan karier.

  Seorang yang karier adalah orang yang pernah menderita demam tifoid dan terus membawa penyakit ini untuk beberapa waktu atauselamanya (Djauzi, 2005; Esmon, 2005, vollard 2007).

  Menurut Widagdo (2011), penyebab dari demam typhiod adalah salmonella thypi, termasuk dalam genus salmonella yang tergolong dalam famili enterobacteriaceae.

  Salmonela bersifat bergerak, berbentuk batang, tidak membentuk spora, tidak berkapsul, gram (-). Tahan terhadap berbagai bahan kimia, tahan beberapa hari/minggu pada suhu kamar, bahan limbah, bahan makanan kering, bahan farmasi dan tinja. Salmonela mati pada suhu 54,4°C dalam 1 jam, atau 60°C dalam 15 menit. Salmonela mempunyai antigen O (stomatik), adalah komponen dinding sel dari lipopolisakarida yang stabil pada panas, dan antigen H (flagelum) adalah protein yang labil terhadap panas. Pada S. Typhi, juga pada S. Dublin, dan S. Hirschfeldii terdapat antigen Vi yaitu polisakarida kapsul.

  Menurut Sodikin (2011), penyebab penyakit demam

  typhoid adalah jenis salmonella thyposha, kuman ini memiliki ciri-

  ciri sebagai berikut :

  1.) Hasil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar dan tidak berspora.

  2.) Terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida, antigen H (flagella), dan antigen Vi.

  3.) Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium pasien,biasanya terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut.

  Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu:

  1.) Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid. 2.) Antigen H (Antigen flagela), yang terletak pada flagela, fimbriae atau pili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol yang telah memenuhi kriteria penilaian. 3.) Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope)dari kuman yang dapat melindungi kuman terhadap fagositosis.

  Ketiga macam antigen tersebut diatas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin (Sudoyo 2010).

  c. Patogenesis

  Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuhmanusia melalui makanan yang terkontaminasi kuman.

  Kemudian dimusnahkan di lambung dan sebagian agi masuk ke dalam usus halus kemudian berkembang biak. Jika respon imunitas huoral mukosa (IgA) usus kurangbaik maka kuman tersebut akan menembus sel-sel epiteldam selanjutnya menuju lamina propia. Di lamina propia kuman akan terus berkembang biak dan di tangkap oleh sel-sel fagosit terutama makrofag kemudian masuk melalui aliran limfe sehingga dapat menimbulkan bakterimia primer kemudian dibawa ke

  peyer’s patchesileum distal dan ke kelenjar

  getah bening mesentrika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang asimptomatik) dan menyebar keseluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa.

  Di organ-organ ini kuman meningggalkan sel-sel fagosit kemudian berkemang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjtnya masuk ke dalam sirkulasi darah darah lagi yang mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, dan sakit perut (Sudoyo 2010).

  d. Tanda dan Gejala demam tifoid Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari.

  Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingg kematian. Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala seupa dengan penyakit infeksi akut lain yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, munta, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik yang didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan terutama pada sore hari hingga malam hari. (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2014).

  Masa tunas 7-14 hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodromal (gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas) yaitu :

  1.) Perasaan tidak enak badan 2.) Nyeri kepala 3.) Pusing 4.) Diare 5.) Anoreksia 6.) Batuk 7.) Nyeri otot 8.) Muncul gejala klinis yang lain

  Demam berlangsung 3 minggu. Minggu pertama: demam remiten, biasanya menurun pagi hari, dan meningkat pada sore haridan malam hari. Minggu kedua: demam terus. Minggu ketiga: demam mulai turun secara berangsur-angsur, gangguan pada sistem pencernaan, lidah kotoryaitu di tutupi oleh selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor, hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan, gangguan pada kesadaran (apatis dan samnolen), bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit. Menurut Sudoyo A. W (2010) gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu : 1.) Demam

  Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remiten dan suhu tidak tinggi. Pada minggu pertama kebanyakan penderita hanya mengalami demam yang samar-samar, suhu tubuh akan naik turun.

  Penderita akan mengalami demam yang intermitten, yaitu pagi suhu tubuhnya normal sedangkan sore dan malam hari suhu tubuhnya akan lebih tinggi. Intensitas demam dari hari ke hari akan semakin tinggi disertai beberapa gejala tambahan seperti sakit kepala, nyeri otot, pegal-pegal, insomnia, mual dan munta. Pada minggu kedua demam tinggi terjadi terus menerus. Pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.

  2.) Gangguan pada saluran pencernaan Pada mulut nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah. Lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung dan tepina kemerahan, jarang disertai tremor. Pada umumnya penderita sering mengeluh nyeri di bagian perut, terutama di bagian ulu hati disertai mual dan munta. Pada awal sakit penderita mengalami konstipasi namun kadang timbul diare pada minggu-minggu berikutnya.

  3.) Gangguan kesadaran Umumnya kesadaran penderita menurun yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.

  e. Komplikasi Menurut Sodikin (2011) komplikasi biasanya terjadi pada usus halus, namun hal tersebut jarang terjadi. Apabila komplikasi ini terjadi pada seorang anak, maka dapat berakibat fatal. Gangguan pada usus halus dapat berupa :

  1.) Perdarahan usus Apabila perdarahan terjadi dalam jumlah sedikit, perdarahan tersebut hanya dapat ditemukan jika dilakukan pemeriksaan feses dengan benzidin, jika perdarahan banyak maka dapat terjadi melena yang bisa disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan. Perforasi usus biasanya timbul pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada bagian usus distal ileum. 2.) Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yait pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.

  3.) Peritonitis Peritonitis biasanya menyertai perforasi, namun dapat juga terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut seperti nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defebce musculair) dan nyeri tekan.

  4.) Komplikasi diluar usus Terjadi lokalisasi peradangan akibat sepsis

  (bakteremia), yaitu meningitis, kolesistisis, ensefalopati, dan lain-lain. Komplikasi diluar usus ini terjadi karena infeksi sekunder, yaitu bronkopneumenia.

  f. Diagnosis Menurut Mutaqin dan Kumala (2011), diagnosis keperawatan yang dapat muncul pada penyakit demam tifoid adalah : 1) Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan infeksi.

  2) Nyeri akut berhubungan dengan saluran gastrointestinal. 3) Kekurangan volume cairanberhubungan dengan kekurangan asupan nutrisi 4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.

  5) Diare berhubungan dengan proses infeksi. 6) Konstipasi berhubungan denganasupan cairan yang tidak mencukupi.

  7) Gangguan pola tidur berhubungan dengan suhu dan lingkungan sekitar.

  8) Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit, misinterpretasi informasi.

  9) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, salah interprestasi informasi, kurang pajanan, kurang minat dan belajar. 10) Intoleransi aktifitas berhubungan dengankelemahan umum. 11) Uji serologi

  Uji serologi dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dengan cara mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen Salmonella typhi maupun mendeteksi antigen itu sendiri.

  Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi uji widal dan tubex test.

  a) Uji widal Uji widal dimaksudkan untuk mendeteksi antibodi terhadap kuman Salmonella typhi. Pada uji widal terjadi reaksi aglutinasi antara antigen kuman salmonella typhidan antibodi penderita. Antigen yang digunakan adalah suspensi biakan Salmonella typhi yang dimatikan dan diolah di laboratorium.

  Salmonella typhi memiliki 3 macam antigen, yaitu: antigen O (antigen somatik), antigen H (antigen flagela) dan antigen Vi (antigen kapsul). Ketiga macam antigen tersebut ada di dalam tubuh penderita, maka secara alami tubuh penderita tersebut akan membentuk antibodi yang biasa disebut aglutinin (Widodo, 2006).

  b) Pemeriksaan tubex Pemeriksaan tubex merupakan metode diagnosis demam tifoid dengan tingkat sensitifitas dan spesifisitas yang lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan widal. Pemeriksaan tersebut lebih cepat, mudah, sederhana dan akurat untuk digunakan dalam penegakan diagnosis demam tifoid (Rahayu, 2013). 12) Pemeriksaan kuman secara molekuler

  Pendeteksian DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri

  

Salmonella typhi dalam darah dengan teknik hibridisasi asam

  nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase chain

  

reaction (PCR) melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik

  untuk Salmonella typhi merupan cara paling akurat untuk diagnosis demam tifoid (Liana, 2015).

  2. Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Penanganan Demam Tifoid Pada Anak

  Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri

  

Salmonella typhi yang bersifat endemik yang termasuk dalam penyakit

menular (Cahyono, 2010).

  Demam typhoid salah satu penyebab kematian utama di dunia yang ditandai dengan demam salah satunya demam typhoid, dengan angkakematian sebesar 12,6 juta kasus dan diperkirakan terjadi 600.000 kematian tiap tahunnya. Abro, 2009 mengatakan hampir 80% dari kasus tersebut terjadi di Asia. Nasrudin, 2007 mengatakan kejadian demam typhoid di Indonesia sekitar 1100 kasus per 100.000 penduduk pertahunnya dengan angka kematian 3,1-10,4%.

  Balitbangkes, 2008.

  Menurut Departemen Kesehatan RI penyakit ini menduduki urutan kedua sebagai penyebab kematian pada kelompok umur 5-14 tahun di daerah perkotaan dan prevalensi penyakit ini di Kalimantan Selatan masih cukup tinggi yaitu sebesar 1,95% (Arifin, 2009).

  Dalam hal pencegahan tertular demam tifoid pada anak, sangat dibutuhkan partisipasi orang tua dalam menjaga perilaku dan kebiasaan anak. Tingkat pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain adalah pekerjaan, pengalaman, pendidikan, sosial ekonomi, dan keterdapatan informasi.

  Pengetahuan merupakan hasil tahu manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan apa sesuatu itu. Beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain; pengalaman, tingkat pendidikan yang luas, keyakinan tanpa adanya pembuktian, fasilitas (televisi, radio, majalah, koran, buku), penghasilan, dan sosial budaya (Notoatmodjo, 2011).

  Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat dan sebagainya. Pengetahuan ini dapat membantu keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai keyakinan tersebut (Kismoyo cit Afriyanti, 2011).

  Menurut Notoatmojo (2012) tingkat pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

  Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu :

  1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah di pelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mangingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

  2. Memahami Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

  3. Aplikasi (aplication) Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya)

  4. Analisis (analysis) Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

  5. Sintesis (syntesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

  6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

  Menurut Notoatmodjo (2010) ada beberapa proses yang terjadi untuk memperoleh pengetahuan antara lain; awarenes (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulasi (obyek), interes (tertarik) terhadap stimulus atau obyek tersebut, evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Trial (mencoba) dimana subyek sudah mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus, dan adopsi (meniru) dimana subyek berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

  Berdasarkan penelitian yang dilakukan Amarilla Riandita (2012) di RSUP Dr. Kariadi Semarang, menunjukkan bahwa sebagian responden memiliki tingkat pengetahuan rendah (52%), selanjutnya adalah pengetahuan tinggi (25%), dan paling sedikit adalah pengetahuan sedang (23%).

  Hasil penelitian Sugihartiningsih (2012) di Desa Bakalan Banjarsari Surakarta diketahui bahwa pengetahuan ibu tentang merawat demam anak usia 4-6 tahun dapat dikategorikan sebagai berikut: baik 9 responden (29%), cukup 19 responden (61,3%), dan kurang 3 responden (9,7%). Dapat digambarkan bahwa lebih dari 50% ibu yang tidak memiliki pengetahuan perawatan demam anak usia 4-6 tahun secara penuh atau kategori baik.

  3. Gambaran Penatalaksanaan Demam Tifod Pada Anak Dengan Teknik Kompres Hangat

  Suhu tubuh mencerminkan keseimbangan antara produksi dan pengeluaran panas dari tubuh, yang diukur dalam unit panas yang disebut derajat. Ada dua jenis suhu tubuh yaitu suhu inti dan suhu permukaan. Suhu inti merupakan suhu tubuh jaringan bagian dalam seperti rongga abdomen dan suhu permukaan merupakan suhu pada kulit, jaringan subkutan, dan lemak. Tubuh akan terus menerus menghasilkan panas sebagai produk hasil metabolisme. Panas akan keluar dari tubuh melalui proses radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi (Kozier, 2010).

  Demam adalah keadaan ketika suhu tubuh mengalami peningkatan melebihi suhu tubuh normal diatas 37,5°C pada temperatur aksila. Peningkatan suhu tubuh ini pula sebagai respon terhadap infeksi atau peradangan, dimana demam sering menjadi alasan mengapa orang tua membawa anaknya ke pelayanan kesehatan (Sodikin, 2012).

  Demam merupakan salah satu tanda gejala klinik pada pasien yang menderita demam demam thypoid. Demam thypoidadalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh salmonella typhi. Demam typhoid banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat kita, baik di perkotaan maupun pedesaaan. Dan demam typhoid masih merupakan masalah kesehatan penting di negara berkembang (Saraswati, 2010).

  Seringnya demam terjadi pada berbagai penyakit, banyak orang tua yang langsung memberikan obat penurun panas saat anak mereka demam. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kemudahan mencari obat penurun panas, atau mereka berpikir lebih praktis bila dubandingkan dengan cara-cara yang lain, seperti memberikan kompres hangat (Rahayuningsih, 2011).

  a. Pengertian Kompres Hangat Dalam penatalaksaan demam pada anak-anak dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan farmakologi dan nonfarmakologi.

  Penanganan demam pada anak nonfarmakologis dapat dilakukan dengan kompres hangat.

  Kompres hangat adalah melapisi permukaan kulit dengan handuk yang telah dibasahi air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentusehingga dapat memberikan rasa nyaman dan menurunkan suhu tubuh. Tindakan kompres hangat merupakan tindakan yang cukup efektif dalam menurunkan demam (Mohamad, 2012).

  b. Mengukur Suhu Tubuh Mengukur suhu tubuh secar akurat ketika anak demam sangatlah penting, karena suhu tubuh dapat digunakan untuk mengetahui penyebab demam dan penanganan selanjutnya. Mengukur suhu tubuh dapat dilakukan melalui mulut, ketiak, dan rectal menggunakan thermometer.

  c. Cara Mengatasi Demam Demam atau suhu tubuh yang tinggi dapat diturunkan dengan berbagai cara. Cara yang paling sering digunakan adalah meminum obat penurun demam seperti Paracetamol ataupun Ibuprofen. Selain itu adalah dengan mengobati penyebab demam, dan apabila ternyata demamnya karena infeksi oleh bakteri maka diberikan antibiotik untuk membunuh bakteri.

  Tetapi obat- obatan saja tidak cukup, sehingga perlu dilakukan kompres untuk membantu menurunkan suhu tubuh saat demam (asmadi 2008 dalam ayu 2015).

  Menurut Purwanti dan Ambarwati, (2008) cara mengatasi demam yaitu sebagai berikut : 1.) Minum banyak, karena demam dapat menimbulkan dehidrasi 2.) Kompres anak dengan air hangat. Akibatnya suhu tubuh anak bukannya turun, melainkan tambah panas. Sebaiknya kompres dilakukan ketika: anak merasa uncomfortable, suhu mencapai

  40C, pernah kejang demam/keluarga dekat pernah menderita kejang demam atau anak muntah-muntah sehingga obat tidak bisa masuk. 3.) Beri obat penurun panas, acetaminophen atau paracetamol seperti tempra, panadol, atau paracetol, tylenol, sesuai dosis. Kapan obat penurun panas diberikan? Bila suhu di atas 38.5°C, atau bila anak uncomfortable. Sebaiknya jangan berikan obat demam apabila panasnya tidak terlalu tinggi (dibawah 38.5°C).

  d. Macan-macam Kompres Menurut Djuwariyah, 2011 ada beberapa teknik dalam memberikan kompres dalam upaya menurunkan suhu tubuh antara lain kompres hangat basah, kompres hangat kering (buli-buli), kompres dingin basah, kompres dingin kering (kirbat es), kompres plester. e. Manfaat Kompres Hangat Menurut Purwanti dan Ambarwati, (2008) kompres hangat dapat menimbulkan beberapa efek fisiologis seperti : menurunkan suhu tubuh, memberikan rasa nyaman, mengurangi nyeri, memperlancar aliran darah, dan mengurangi kejang otot.

  f. Pengaruh Kompres Hangat Efek dari kompres hangat adalah untuk meningkatkan aliran darah ke bagian yang terinjuri, melebarkan pembuluh darah dan memperbaiki peredaran daerah di dalam jaringan tersebut. Pada otot, panas memiliki efek menurunkan ketegangan, meningkatkan sel darah putih secara total dan fenomena reaksi peradangan serta adanya dilatasi pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah serta peningkatan tekanan kapiler. Tekanan O2 dan CO2 didalam darah akan meningkat sedangkan PH darah akan mengalami penurunan.

  Pemberian kompres hangat yang berkelanjutan berbahaya terhadap sel epitel, menyebabkan kemerahan, kelemahan local, dan bisa terjadi kelepuhan. Kompres hangat diberikan satu jam atau lebih (Nurwahyuni, 2009 dalam Mohamad, 2013). g. Area-area Kompres Hangat Kompres hangat dapat dilakukan pada bagian tuhun mana saja sperti dahi, punggung, dada, axilla atau lipat paha. Menurut Crowin

  (2002) dalam Ayu (2015), menyebutkan bahwa pemberian kompres hangat pada daerah aksila (ketiak) lebih efektif karena pada daerah tersebut banyak terdapat pembuluh darah besar dan banyak terdapat kelenjar keringat apokrin yang mempunyai banyak vaskuler sehingga akan memperluas daerah yang mengalami vasodilatasi yang akan memungkinkan percepatan perpindahan panas dari dalam tubuh ke kulit hingga delapan kali lipat lebih banyak.

  h. Indikasi Kompres Hangat 1) Klien hipertermi (suhu tubuh yang tinggi).

  2) Klien dengan perut kembung. 3) Klien yang mempunyai penyakit peradangan, seperti radang persendian.

  4) Sepasme otot. 5) adanya abses. 6) hematoma. i. Kontra Indikasi

  1) Trauma 12-24 jam pertama 2) Perdarahan/edema 3) Gangguan vascular 4) Pleuritis j. Prinsip Pemberian Kompres Hangat Pemberian kompres hangat pada aksila sebagai daerah dengan letak pembuluh darah besar merupakan upaya memberikan rangsangan pada area preoptik hipotalamus agar menurunkan suhu tubuh.sinyal hangat yang dibawa oleh darah ini menuju hipotalamus akan merangsang area preoptik mengakibatkan pengeluaran sinyal oleh sistem efektor. Sinyal ini akan menyebabkan terjadinya pengeluaran panas tubuh yang lebih banyak melalui dua mekanisme yaitu dilatasi pembuluh darah perifer dan berkeringat (Potter dan Perri, 2005).

  Kompres air hangat sangat dianjurkan untuk mengatasi demam. Tindakan ini bermanfaat untuk melebarkan pembuluh darah dan mempercepat pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan, serta menurunkan suhu tubuh pada bagian perifer. Intervensi pemberian kompres hangat dalam menangani demam dapat dilakukan pada beberapa area permukaan tubuh yaitu di daerah temporal/frontal (dahi),

  

axilla (ketiak), servikal (leher), dan inguinal (lipatan paha)

(stikes.wdh.ac.id dperoleh pada tanggal 17 juli 2018).

  k. Pemberian Kompres Hangat Pada studi kasus ini sebelum dilakukan pemberian kompres hangat pada anak terlebih dahulu dilakukan pengukuran suhu tubuh menggunakan termometer. Kemudian dilakukan pemberian kompres hangat dengan suhu 37°C selama 15 menit dengan metode kompres hangat basah.

  Kemudian, setelah dilaukan tindakan kompres hangat, ukur kembali suhu tubuh untuk mengetahuai apakah terdapat penurunan suhu tubuh pada anak. l. Prosedur Pemberian Kompres Hangat

  1) Tahap pra interaksi

  a) Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada,

  b) Mencuci tangan, c) Menyiapkan alat yang dibutuhkan.

  2) Tahap Orientasi

  a) Berikansalam, perkenalkan diri, dan identifikasi pasien dengan memeriksa identitas pasien secara cermat, b) Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan pada keluarga,

  3) Tahap Kerja

  a) Beri tahu pasien bahwa tindakan akan segera dimulai,

  b) Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur,

  c) Ukur dan catat suhu tubuh anak sebelum dilakukan tindakan kompres air hangat pada lembar observasi d) Letakan perlak diatas tempat tidur tidurkan anak diatasnya,

  e) Atur posisi pasien sehingga merasakan aman dan nyaman,

  f) Buka pakaian pada tempat yang akan dikompres (axilla & lipat paha), g) Celupkan walsap atau kain dalam air hangat, peras hingga waslap lembab, h) Letakan waslap pada axilla selama 30 detik ulangi sampai 10 menit , kemudian kompres pada bagian lipat paha selama 30 detik ulangi sampai 5 menit, i) Hentikan prosedur sesuai waktu yang telah ditentukan, atau apabila terdapat tanda iritasi pada kulit sebelum batas waktu yang ditentukan, j) Ukur kembali suhu setelah dilakukan tindakan kompres air hangat selesai dilakukan kemudian catat pada lembar observasi k) Pakainkan anak baju yang tipis dan mudah menyerap keringat, l) Rapikan pasien ke posisi semula, m) Beri tahu bahwa tindakan sudah selesai. 4) Tahap Terminasi

  a) Bereskan alat-alat yang telah digunakan dan lepas sarung tangan,

  b) Kaji respon pasien (respon subjektif dan objektif),

  c) Berikan reinforce

  d) Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan ment positif pada pasien, e) Buat kontrak pertemuan selanjutnya, f) Berpamitan dengan pasien.

  Hasil penelitian Fatmawati Mohamad (2012) dengan judul perbedaan efektifitas kompres hangat dalam menurunkan demam pada pasien tifoid abdominalis di RSUD Prof. Dr. H. Aloe Saboe Kota Gorontalo tahun 2012 mendapatkan hasil p<0,05 yang menunjukan tindakan kompres air hangat efektif dalam menurunkan demam pada anak dengan penurunan mencapai 1°C.

  Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Ramdani (2014) dengan judul perbandingan efektifitas kompres hangat dan kompres plester dalam menurunkan suhu tubuh pada bayi umur 0-1 tahun yang mengalami demam di Puskesmas Bergas Semarang tahun 2014 menunjukkan rata-rata penurunan kompres air hangat sebesar 1,06°C, sedangkan kompres plester sebesar 0,64°C. Hal ini menunjukan kompres air hangat lebih efektif dibandingkan kompres plester.

  Hasil penelitian Djuwariyah (2010), di Ruang Kanthil Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas diketahui bahwa rata-rata penurunan suhu tubuh sebelum diberikan kompres air hangat adalah 38,39 terjadi penurunan setelah diberikan kompres air hangat yaitu menjadi 37,68 (dengan selisih sebesar 0,71). m. Kerangka Teori

  1. Pengetahuan ibu Demam Tifod

  2. Teknik Kompres Hangat

Bagan 2.1 Kerangka Teori n. Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah formulasi atau simplikasi dari kerangka teori atau teori-teori yang mendukung penelitian tersebut. Oleh karena itu kerangka konsep ini terdiri dari variabel-variabel serta hubungan variabel yang satu dengan yang lain. Dengan adanya kerangka konsep akan mengarahkan kita untuk menganalisis hasil penelitian (Notoatmodjo, 2010).

  Demam Tifoid :

  1. Pengetahuan Ibu

  2. Teknik Kompres Hangat