BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skabies - Syarah Mufidah BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skabies 1. Pengertian Skabies adalah penyakit zoonosis yang menyerang kulit, dapat

  mengenai semua golongan di seluruh dunia yang disebabkan oleh tungau (kutu atau mite) Sarcoptes scabiei (Al-Falakh, 2009). Kata skabies sendiri berasal dari bahasa Latin, yaitu scabere yang berarti menggaruk.

  Sedangkan nama Sarcoptes scabiei berasal dari bahasa Yunani yaitu sarx (daging) dan koptein (menancap dan memotong). Secara harfiah skabies berarti gatal pada kulit sehingga muncul aktivitas menggaruk kulit yang gatal (Griana 2013; Celcus 2014).

  Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitas terhadap tungau sarcoptes skabies varietas hominis. Di Indonesia agago (Djuanda, 2010). Skabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh sarcoptes scabiei varian hominis, yang penularannya terjadi secara kontak langsung (Marwali,2010).

2. Patofisiologi

  Seseorang mengalami gejala skabies ketika tungau Sarcoptes scabiei masuk dalam lapisan kulit dan membuat terowongan di startum korneum yang menyebabkan lesi dan tungau betina pun bertelur. Telur yang menetas menjadi larva dalam waktu 2-3 hari dan larva mnjadi nimfa dalam waktu 3-4 hari dan nimfa akan menjadi tungau dewasa dalam waktu 407 hari. Tungau jantan akan mati setelah melakukan kopulasi. Diperkirakan pada sebagian infeksi hanya terdapat 10 sampai 15 tungau. Terkadang terowongan sulit di identifikasi.

  Terowongan tersebut biasanya berisi tungau, telur, dan hasil metabolisme. Terowongan tersebut berwarna puih keabu-abuan dan berkelok-kelok dengan panjang 1-10mm. saat menggali terowongan tungau skabies mengeluarkan sekret yang mampu melisiskan stratum korneum. Sekret tersebut menimbulkan sensitisasi shingga memicu individu untuk menggaruk dan menimbulkan lesi sekunder. Lesi sekunder tersebut berupa papul, vesikul, pustul, dan terkadang bula. Terdapat juga lesi tersier yang berupa eksoriasi, eksematisasi, dan piderma. Tungau hanya dapat ditemukan pada lesi primer. Lesi primer tersebut sangat menular melalui jatuhnya krusta yang berisikan tungau dan menyediakan (Syailindra & Mutiara, 2016).

3. Etiologi

  Skabies merupakan penyakit yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei yang transmisinya dapat melalui skin-to-skin atau melalui baju, handuk, kasur, yang digunakan secara bersamaan atau bergantian (Amanda, 2010). Selain itu, penyebab skabies pada manusia adalah Sarcoptes scabiei varietas hominis, yang merupakan tungau berwarna putih-krem dan tubuhnya simetris bilateral berbentuk oval yang cembung pada bagian dorsal dan pipih pada bagian ventral. Warna tungau jantan lebih gelap daripada betina. Permukaan tubuhny bersisik dan dilengkapi dengan kutikula serta banyak dijumpai garis-garis paralel yang berjalan transversal (Griana, 2013)

  Kondisi kebersihan yang kurang terjaga, sanitasi yang buruk, kurang gizi, dan kondisi ruangan yang lembab, dan kurang mendapat sinar matahari secara langsung. Penyakit skabies juga menular dengan cepat pada komunitas yang tinggal bersama. Skabies ditularkan oleh kutu betina yang telah dibuahi melalui kontak fisik yang erat. Penularan melalui pakaian dalam, handuk, seprei, tempat tidur, perabot rumah. Kutu dapat

  o

  hidup diluar kulit hanya 2-3 hari dan pada suhu kamar 21 C dengan kelembapan relatif 40-80% (Marwali, 2010).

4. Manifestasi Klinis

  Gatal merupakan manifestasi klinis utama dan terjadi lebih hebat pada meningkatnya aktivitas tungau saat suhu tubuh meningkat (Patel et al.

  2007). Gatal terjadi karena adanya akumulasi kotoran dan material sekresi lainnya dari tungau ketika membuat terowongan sehingga menyebabkan iritasi dan aktivasi reaksi hipersensitifitas. Terkadang hal ini juga menyebabkan terjadinya kerontokan rambut pada area yang terinfeksi (Garcia, 2007). Manifestasi kulit lain berupa papul, vesikel atau nodul yang timbul pada ujung terowongan (Sudarsono, 2012).

  Lesi luka skabies yang patognomonik yaitu berupa terowongan linier dengan panjang 1-10mm. Terowongan tersebut dapat terlihat jelas di sela jari tangan dan kaki, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipatan ketiak bagian depan, dada, periareolar, punggung, pinggang, pusar, bokong, selangkangan, sekitar alat kelamin, dan penis. Pada bayi dan anak-anak dapat juga ditemukan ruam pada kulit kepala, wajah, leher telapak tangan, dan kaki (Centers for Disease Control and Prevention, 2010).

5. Diagnosis

  Penegakan diagnosis dapat dilakukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik unuk mnemukan 2 dari 4 tanda kardinal, yaitu: (1) gatal terutama malam hari, (2) ditemukan lesi kulit yang khas pada tempat predileksi, (3) adanya riwayat anggota keluarga yang menderita kelainan yang sama, serta (4) detemukan Sarcoptes scabiei dalam berbagai stadium atau skibala pada pemeriksaan mikroskopis (Sudarsono, 2012). Bebrapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu dengan dermatoscopy, 2011).

  Dermatoscopy merupakan cara mengidentifikasi struktur triangular pada tungau khususnya pada bagian anterior, mulut, dan dua buah tungkai depan tungau menggunakan dermatoskop. Cara ini merupakan cara yang paling akurat untuk mendiagnosis, namun harus menggunakan peralatan yang canggih dan kemampuan tenaga medis yang handal. Skin-scaping technique merupakan cara untuk mengidentifikasi tungau yang invasif. Skapel digunakan untuk mengambil bagian kulit yang diduga terdapat tungau, telur, maupun skibala dibawahnya lalu diamati dibawah mikroskop. BIT merupakan cara mengidentifikasi tungau yang paling sederhana, cepat, dan non-invasif yang dapat mengidentifikasi penderita dalam jumlah besar. BIT dilakukan dengan cara meneteskan tinta pada terowongan dan menghapuskannya dengan alkohol. Tinta akan membuat terowongan terisi penuh sehingga terlihat bentuk terowongan pada stratum korneum penderita (Leung & Miller 2011).

  6. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Skabies Penyakit skabies ini dapat dicegah dengan cara selalu menjaga kebersihan lingkungan dan menjaga kebersihan diri sendiri, mencuci bersih baju, handuk, seprei penderita skabies bahkan lebih baik apabila dicuci menggunakan air panas kemudian menjemurnya sampai kering, menghindari pemakaian baju, handuk, seprai secara bersama-sama. Dan yang lebih utama adalah engan memutuskan mata rantai penularan (Rohmawati, 2010).

  7. Cara Penularan Skabies Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung, adapun cara penularannya: a.

  Kontak langsung (kulit dengan kulit) Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Pada orang dewasa hubungan seksual merupakan hal tersering, Sedangkan pada anak-anak penularan didapat dari orang tua tau temannya.

  b.

  Kontak tidak langsung (melalui benda) Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk dahulu dikatakan mempunyai peran kecil pada penularan. Namun demikian, penelitian terakhir menunjukan bahwa hal tersebut memegang peranan panting dalam penularan skabies dan dinyatakan bahwa sumber penularan utama adalah selimut (Djuanda, 2010).

B. Personal Higiene 1.

  Pengertian Higiene adalah ilmu kesehatan. Cara perawatan-diri manusia untuk memelihara kesehatan mereka disebut hygiene perorangan. Personal hygiene berasa dari bahasa yunani yaitu personal berarti perorangan dan hygiene bearti sehat. Kebersihan diri perorangan adalah cara perawatan Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara kesehatan mereka. Pemeliharaan hygiene perorangan diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan, dan kesehatan. Praktek hygiene sama dengan mningkatkan kesehatan (Potter dan Perry, 2012)

2. Macam-macam personal hygiene

  Menurut Potter dan Perry (2012) baha macam-macam personal hygiene adalah sebagai berikut : a.

  Perawatan kulit Kulit merupakan organ aktif yang berfunsi pelindung, sekresi, ekskresi, pengaturan temperatur, dan sensasi kulit. Kulit memiliki tiga lapisan utama : Epidermis, dermis, dan subkutan. Epidermis disusun beberapa lapisan tipis dari sel yang mengalami tahapan berbeda dari maturasi. Selama remaja pertumbuhan dan maturasi integumenn meningkat. Pada wanita sekresi estrogen menyebabkan kulit menjadi lenih halus, lembut, dan tebal dengan peningkatan vaskularitas. Kelenjar sebasea menjadi lebih aktif, yang mempengaruhi remaja untuk berjerawat. Kelenjar keringat ekrin dan apokrin berfungsi selama pubertas. Remaja biasanya mulai menggunakan antiperspiran. Frekuensi mandi dan bershampo yang lebih sering penting untuk mengurangi bau badan.

  b.

  Perawatan kaki dan kuku Kaki dan kuku seringkali memerlukan perhatian khusus untuk digabungkan selama mandi atau pada waktu terpisah. Seringkali orang tidak sadar akan masalah kaki dan kuku sampai terjadi nyeri atau ketidaknyamanan. Masalah dihasilkan karena perawatan yang salah satu kurang terhadap kaki dan tangan seperti menggigi kuku atau pemotongan yang tidak tepat, pemaparan dengan zat-zat kimia yang tajam dan pemakaian sepatu yang tidak pas. Memotong kuku merupakan cara untuk pemeliharaan kuku dan kaki. c.

  Perawatan Mulut Hygiene mulut membantu mempertahankan status kesehatan mulut, gigi, gusi, dan bibir. Menggosok membersihkan gigi dari partikel-partikel makanan, plak, bakteri, memasase gusi dan mengurangi ketidaknyamanan yang dihasilkan dari baud an rasa tidak nyaman. Flossing membantu lebih lanjut dalam mengangkat plak dan tartar di antara gigi untuk mengurangi inflamasi gusi dan infeksi.

  Hygiene mulut yang lengkap memberikan rasa sehat dan selanjutnya menstimulasi nafsu makan.

  d.

  Perawatan Rambut Penampilan dan kesejahteraan seseorang seringkali tergantung dari cara penampilan dan perasaan mengenai rambutnya. Penyakit atau ketidakmampuan mencegah untuk memelihara perawatan rambut sehari-hari. Rambut akan terlihat kusut dan tidak sehat untuk itu memotong rambut, menyikat, menyisir, dan bershampo adalah cara e.

  Perawatan Mata Secara normal tidak ada perawatan khusus yang diperluhkan untuk mata karena secara terus-menerus dibersihkan air mata dan kelopak mata dan bulu mata mencegah masuknya partikel asing. Seseorang hanya memerlukan untuk memindahkan sekresi kering yang terkumpul pada kantus sebelah dalam atau bulu mata.

  f.

  Perawatan Telinga

  Hygiene telinga mempunyai implikasi untuk ketajaman pendengaran bila substansi lilin atau benda asing terkumpul pada kanal telinga luar yang mengganggu konduksi suara. Hygiene telinga dengan cara membersihkan telinga secara teratur dan jangan mengorek-ngorek telinga dengan benda tajam.

  g.

  Perawatan Hidung Hidung memberikan indera penciuman tetapi juga memantau temperatur dan kelembaban udara yang dihirup serta mencegah masuknya partikel asing ke dalam sistem pernafasan. Akumulasi sekresi yang mengeras di dalam nares dapat merusak sensasi olfaktori dan pernafasan. Secara tipikal perawatan hygiene hidung adalah sederhana dengan membersihkan hidung secara teratur.

  h.

  Cuci Tangan Pakai Sabun 1)

  Pengertian cuci tangan Mencuci tangan adalah proses yang secara mekanis menggunakan sabun biasa dan air, tujuannya adalah merupakan salah satu pencegahan penularan infeksi (Depkes RI, 2009). Cuci tangan merupakan suatu prosedur tindakan membersihkan tangan dengan menggunakan sabun atau antiseptik dibawah air mengalir atau dengan menggunakan handscrub yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran dari kulit secara mekanis dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara (Perdalin, 2010)

  2) Waktu mencuci tangan

  Ada 5 waktu kritis untuk cuci tangan pakai sabun yang harus diperhatikan (Depkes RI, 2009), yaitu saat-saat sebagai berikut: a.

  Sebelum makan b. Sebelum menyiapkan makanan c. Setelah buang air besar d. Setelah menceboki bayi/anak e. Setelah memegang unggas/hewan

  Setelah 5 waktu kritis tersebut, ada beberapa waktu lain yang juga panting dan harus dilakukan cuci tangan, yaitu? a.

  Sebelum menyusui bayi b. Setelah batuk/bersin dan membersihkan hidung c. Setelah membersihkan sampah d. Setelah bermain di tanah atau lantai (terutama bagi anak-anak)

  3) Cara mencuci tangan a.

  Ratakan sabun dengan menggosokan pada kedua telapak tangan b. Gosok punggung tangan dan sela-sela jari, lakukan pada kedua tangan c.

  Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari kedua tangan d. Gosok punggung jari kedua tangan dengan posisi tangan saling mengunci e.

  Gosok ibu jari kiri dengan putaran dalam genggaman tangan kanan, lakukan juga pada tangan satunya f.

  Usapkan ujung jari tangan kanan dengan diputar di telapak tangan kiri, lakukan juga pada tangan satunya, kemudian bilas 4)

  Manfaat mencuci tangan Manfaat mencuci tngan menurut Depkes (2009), yaitu : a. Membunuh kuman penyakit yang ada di tangan b. Mencegah penularan penyakit seperti Diare, Kolera Disentri,

  Typhus, Cacingan, Penyakit Kulit, Infeksi saluran Pernafasan Akut (ISPA) c. Tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman.

  5) Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene

  Menurut Potter dan Perry (2012). Factor-faktor yang dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan personal hygiene yaitu : a.

  Citra tubuh hygiene pada orang tersebut. Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang tentang penampilan fisiknya. Citra tubuh ini dapat sering berubah. Citra tubuh mempengaruhi cara mempertahankan hygiene. Citra tubuh dapat berubah akibat adanya pembedahan atau penyakit fisik maka harus membuat suatu usaha ekstra untuk meningkatkan hygiene.

  b.

  Praktik sosial

  Kelompok-kelompok sosial wadah seseorang klien berhubungan dapat mempengaruhi praktik hygiene pribadi. Selama masa kanak- kanak, anak-anak mendapatkan praktik hygiene dari orang tua mereka. Kebiasaan keluarga, jumlah orang di rumah, ketersediaan air panas dan atau air mengalir hanya merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi perawatan kebersihan.

  c.

  Status sosial ekonomi Sumber daya ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkat praktik kebersihan yang dilakukan. Apakah dapat menyediakan bahan-bahan yang panting seperti deodoran, shampoo, pasta gigi, dan kosmetik (alat-alat yang membantu dalam memelihara hygiene dalam lingkungan rumah).

  d.

  Pengetahuan Pengetahuan tentang pentingnya hygiene dan implikasinya bagi kesehatan mempengaruhi praktik hygiene. Kendati demikian, memelihara perawatan diri.

  e.

  Variabel kebudayaan Kepercayaan kebudayan klien dan nilai pribadi mempengaruhi perawatan hygiene. Orang dari latar kebudayaan yang berbeda mengikuti praktek perawatan diri yang berbeda.

  f.

  Pilihan pribadi

  Kebebasan individu untuk memilih waktu untuk perawatan diri, memilih produk yang ingin digunakan, dan memilih bagaimana cara melakukan hygiene.

C. Pengetahuan 1.

  Pengertian Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2012) merupakan hasil “tahu” pengindraan terhadap suatu obyek tertentu setelah terjadinya pengindraan terhadap obyek terjadi melalui panca indra manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian terhadap obyek, yang sebagian besar pengetahuan manusia dipengaruhi oleh mata dan telinga. Pengetahuan erat hubungannya dengan pendidikan, diharapkan dengan pendidikan yang tinggi maka seseorang akan semakin luas pengetahuannya, tetapi bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah.

  Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan Menurut Mubarak (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut ini: a.

  Pendidikan Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah pula seseorang menerima informasi, dan pada akhirnya pengetahuan yang dimilikinya akan semakin banyak.

  b.

  Pekerjaan Lingkungan pekerjaan dapat membantu seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

  c.

  Umur Pertambahan umur mengakibatkan perubahan fisik dan psikologis

  (mental). Perubahan fisik terdiri dari: perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama, dan timbulnya ciri-ciri baru.

  Sedangkan, perubahan psikologis menyebabkan taraf berpikir seseorang menjadi semakin matang dan dewasa.

  d.

  Minat Minat sebagai kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu.

  e.

  Pengalaman Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

  Kebudayaan di lingkungan sekitar Lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan pribadi atau sikap seseorang.

  g.

  Informasi Kemudahan dalam memperoleh informasi dapat mempercepat seseorang memperoleh pengetahuan yang baru.

3. Taksonomi Bloom

  Kata “taksonomi” diambil dari bahasa Yunani “tassein” yang mengandung arti untuk mengelompokkan dan “nomos” yang berarti aturan. Taksonom dapat diartikan sebagai pengelompokan suatu hal berdasarkan hierarki (tigkatan) tertentu (Sunaryo, 2011 dalam Rukayyah, 2017). Menurut Herman Hujodo, taksonomi pendidikan adalah suatu bentuk klasifikasi tingkah laku siswa yang memerlukan hasil yang dikehendaki dari proses belajar (Herman, 2011 dalam Rukkayah 2017). Berdasarkan pengertian taksonomi tersebut, maka didapat bahwa pentingnya seorang guru untuk mempelajari mengenai taksonomi pendidikan, agar dapat melihat sejauh mana tingkatan hasil belajar setiap siswa.

  Bloom dan Krathwohl telah memberikan banyak inspirasi kepada banyak orang yang melahirkan taksonomi lain. Prinsip-prinsip dasar yang digunakan ada 4 poin, yaitu: a.

  Prinsip metodologis Perbedaan-perbedaan yang besar telah merefleksikan kepada cara-cara guru dalam mengajar.

  b.

  Prinsip psikologi Taksonomi hendaknya konsisten dengan fenomena kejiwaan yang ada sekarang.

  c.

  Prinsip logis Taksonomi hendaknya dikembangkan secara logis dan konsisten. d.

  Prinsip tujuan Tingkatan-tingkatan tujuan tidak selaras dengan tingkatan-tingkatan nilai.

  Menurut Benyamin S.Bloom, dkk. Hasil belajar dapat dikelompokkan kedalam tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor setiap domain disusun kedalam beberapa jenjang pengetahuan dari yang sederhana sampai hal yang kompleks, mulai hal yang mudah sampai hal yang sukar, dan mulai hal yang konkrit sampai hal yang abstrak. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Dari ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang menjadi objek penilaian utama oleh guru. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan difokuskan kedalam ranah kognitif dalam menganalisis hasil hasil belajar matematika dalam meteri lingkaran. Bloom membagi tingkat kemampuan atau tipe hasil belajar yang termasuk ranah kognitif menjadi enam, yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi (Ngalim, 2006 dalam Rukkayah, 2017).

  Ranah kognitif berisi perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, dan keterampilan berpikir. Ranah kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan kehiatan mental yang sering berawal dari tingkat mengingat sampai tingkat yang paling tinggi yaitu mencipta (Retno, 2015 dalam Rukayyah, 2017).

  Tahapan ranah ini dapat digambarkan dalam betuk piramida berikut:

Gambar 2.2 Hieraki Ranah Kognitif Menurut Revisi Taksonomi Bloom

  Aspek kognitif adalah aspek yang berkaitan dengan kemampuan berpikir. Seseorang dapat dikatakan telah belajar sesuatu dalam dirinya telah terjadi perubahan, akan tetapi tidak semua perubahan terjadi. Jadi hasil belajar merupakan pencapaian tujuan belajar dan hasil belajar sebagai produk dari proses belajar. Selain ranah afektif dan psikomotorik, hasil belajar yang perlu diperhatikan adalah dalam ranah kognitif. Dalam Taksonomi Bloom yang direvisi oleh David R. Krathwohl di jurnal Theory

  

into Practice, aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang yang diurutkan

  sebagai berikut: 1.

  Mengingat (remembering) Mengingat merupakan proses kognitif paling rendah tingkatannya.

  Untuk mengkondisikan agar “mengingat” bisa menjadi bagian belajar bermakna, tugas mengingat hendaknya selalu dikaitkan dengan aspek pengetahuan yang lebih luas dan bukan sebagai suatu yang lepas dan terisolasi. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif yaitu mengenali (recognizing) dan mengingat. Kata operasional mengetahui yaitu mengutip, menjelaskan, menggambar, menyebutkan, membilang, mengidentifikasi, memasangkan, menandai, menamai.

  2. Memahami (understanding).

  Pertanyaan pemahaman menuntut siswa menunjukkan bahwa mereka telah mempunyai pengertian yang memadai untk mengorganisasikan dan menyusun materi-materi yang telah diketahui. Siswa harus memilih fakta-fakta yang cocok untuk menjawab pertanyaan. Jawaban siswa tidak sekedar mengingat kembali informasi, namun harus menunjukkan pengertian terhadap materi yang diketahuinya. Kata operasional memahami yaitu menafsirkan, meringkas, mengklasifikasikan, membandingkan, menjelaskan, membeberkan.

  3. Menerapkan (applying).

  Pertanyaan penerapan mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas. Oleh karena itu, mengaplikasikan berkaitan erat dengan pengetahuan prosedural. Namun tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai untuk pengetahuan prosedural saja. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif yaitu menjalankan dan mengimplementasikan. Kata oprasionalnya melaksanakan, menggunakan, menjalankan, melakukan, mempraktekan, memilih, menyusun, memulai, menyelesaikan, mendeteksi.

  4. Menganalisis (analyzing).

  Pertanyaan analisis menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsur-unsur-unsurnya dan menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur tersebut. Kata oprasionalnya yaitu menguraikan, membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang, mengubah struktur, mengkerangkakan, menyusun outline, mengintegrasikan, membedakan, menyamakan, membandingkan, mengintegrasikan.

  5. Mengevaluasi (evaluating).

  Mengevaluasi membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Ada dua macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini adalah memeriksa dan mengkritik. Kata operasionalnya yaitu menyusun hipotesi, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji, membenarkan, menyalahkan.

  6. Mencipta (creating).

  Membuat adalah menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini yaitu membuat, merencanakan, dan memproduksi. Kata oprasionalnya yaitu merancang, membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan, membaharui, menyempurnakan, memperkuat, memperindah, menggubah.

4. Cara Mengukur Tingkat Pengetahuan

  Nursalam (2007) menyatakan bahwa pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian. Cara mengukur tingkat pengetahuan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada responden.

D. Perilaku 1.

  Pengertian Perilaku adalah cerminan kepribadian seseorang yang tampak dalam perbuatan dan interaksi terhadap orang lain dalam lingkungan sekitarnya.

  Perilaku merupakan internalisasi nilai-nilai yang diserap oleh seseorang selama proses berinteraksi dengan orang lain di luar dirinya. Perilaku seseorang menunjukan tingkat kematangan emosi, moral, agama, sosial kemandirian dan konsep dirinya. (Gunarti, W, Suryani, L. Dan Muis, A. 2012).

2. Batasan Perilaku

  Perilaku dilihat dari segi biologis adalah suatu kegiatan atau aktivitas makhluk hidup. Perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri antara lain : berjalan, berbicara,bekerja, kuliah, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan ataupun aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007).

3. Perilaku Kesehatan

  Berdasarkan batasan perilaku menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2007), maka perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok: a.

  Perilaku pemeliharaan kesehatan Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha-usaha seseorng untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk menyembuhkan bilamana sakit. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour) Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati diri sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan keluar negeri.

  c.

  Perilaku kesehatan lingkungan

  Bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya (Notoatmodjo, 2007).

  4. Seorang ahli lain Becker dalam Notoatmodjo (2007) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan : a.

  Perilaku hidup sehat Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan kesehatannya.

  b.

  Perilaku sakit (illnes behaviour) Perilaku sakit ini mencangkup respons seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang : penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit, dan sebagainya.

  c.

  Perilaku peran sakit (the sick role behaviour) Perilaku peran sakit dilihat dari segi sosiologi, orang sakit (pasien) mempunyai peran yang mencangkup hak-hak orang sakit (right) dan harus diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang lain, yang selanjutnya disebut perilaku peran orang sakit (the sick role) (Notoatmodjo, 2007) E.

   Pondok Pesantren 1.

  Pengertian Pondok pesntren awal berdirinya mempunyai pengertian yang sederhana, yaitu tempat pendidikan santri-santri untuk mempelajari pengetahuan agama Islam dibawah bimbingan seorang Ustadz atau Kyai. Santri-santri yang brada di Pondok pesantren pada dasarnya sama saja dengan anak didik di sekolah-sekolah umumnya yang harus berkembang yang perlu mendapat pelatihan khusus terutama kesehatan dan pertumbuhannya. Permasalahan kesehatan yang dihadapi santri-santri tidak berbeda dengan permasalahan yang dihadapi anak sekolah umum, bahkan bgi santri yang modok akan bertambah lagi dengan masalah kesehatan lingkungan yang ada di pondok yang mereka tempati (Mahyuliansyah, 2009).

  Pondok pesantren adalah sekolah Islam dengan sistem asrama dan pelajarnya disebut santri. Pelajaran yang diberikan adalah pengetahuan umum dan agama tetapi dititik beratkan pada agama Islam (Haningih 2008). Terdapat 14.798 pondok pesantren dengan prevalensi skabies cukup tinggi di Indonesia, sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di Dunia (Ratnasari & Sungkar 2014). Jenis-jenis Pesantren

  Menurut Departemen Agama (2003), bahwa jenis-jenis pesantren yang ada di Indonesia, yaitu: a.

  Pondok pesantren salaf (tradisional) Pesantren salaf adalah lembaga pesantren yang mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik (salaf) sebagai inti pendidikan.

  Sedangkan sistem madrasah ditetapkan hanya untuk memudahkan sistem sorongan (face to face), yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum. Sistem pengajaran pesantren salaf memang lebih sering menerapkan model sorongan dan wetonan (waktu). Dimana pengajian model ini dilakukan pada waktu-waktu tertentu yang biasanya dilaksanakan setelah mengerjakan shalat fardhu.

  b.

  Pesantren khalaf (moderen) Pesantren khalaf adalah lembaga pesantren yang memasukan pelajaran umum dalam kurikulum madrasah yang dikembangkan, atau pesantren yang menyelenggarakan tipe sekolah-sekolah umum seperti: Raudhatul Athfal/TK, MI/SD, MTs/SMP, MA/SMA/SMK dan bahkan PT dalam lingkungannya. Dengan demikian pesantren modern merupakan pendidikan pesantren yang diperbaharui atau dimodernkan pada segi-segi tertentu untuk disesuaikan dengan sistem sekolah. F.

  Perspektif Teoritis

  Perilaku Perilaku Kesehatan Pengetahuan Penyakit -

  Skabies Perilaku hidup

  • Penularan bersih dan sehat Skabies Penjegahan - Skabies Kebersihan pribadi Kebersihan Kebiasaan pribadi dan personal tempat sehari-hari hygiene tinggal

  Sumber : Potter dan Perry (2012), WHO (2017), Notoatmodjo (2012)