perkembangan UKM paska turunnya SBI

(1)

PELUANG PERKEMBANGAN

USAHA KECIL MENENGAH

PASCA TURUNNYA SUKU

BUNGA BANK INDONESIA

OLEH :

EMY APITRIA

09650026/A2

D3 MKP


(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

TANAMAN UBI KAYU (MANIHOTUTIKISIMA) MEMILIKI BERBAGAI VARITAS ATAU

KLONYANG DAPAT LANGSUNG DIKONSUMSI SEBAGAI MAKANAN ATAU MENJADI BAHAN

BAKU BAGI INDUSTRI TAPIOKA DAN GAPIEK (MANIHOK) ATAUPUN TEPUNG GAPIEK, YANG SELANJUTNYA DIPERGUNAKAN UNTUK BERBAGAI MACAM INDUSTRI SEPERTI MAKANAN, MAKANAN TERNAK, KERTAS, KAYU LAPIS DAN LAINNYA.

BERDASARKAN POTENSI FISIK SEPERTI KESESUAIAN LAHAN, IKLIM, SUMBERDAYA

MANUSIA, DAN TINGKAT ADAPTASI TEKNOLOGI, TANAMAN UBI KAYU BANYAK

DIDAPATKAN DAN BISA DIBUDIDAYAKAN DI BANYAK TEMPAT/LOKASI DI INDONESIA SEHINGGA MEMUNGKINKAN UNTUK DIUSAHAKAN OLEH PARA PETANI SECARA

LUAS.

HASIL OLAHAN UBI KAYU BERUPA TAPIOKA DAN GAPIEK (MANIHOK) DALAM

BENTUK

CHIPS, PELLET ATAUPUN LAINNYA, TELAH LAMA MENJADI KOMODITI EKSPOR YANGSANGAT PENTING DALAM MENYUMBANG PENDAPATAN DEVISA, KARENANYA

MERUPAKAN ASET YANG SANGAT BERHARGA DAN PERLU DIJAGA KELESTARIANNYASEHINGGA DAPAT DIMANFAATKAN UNTUK PENGEMBANGAN EKSPOR PADA


(3)

B. TUJUAN

Secara rinci tujuan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Menyediakan suatu referensi bagi perbankan tentang kelayakan budidaya tanaman ubi kayu yang ditinjau dari sisi prospek/kelayakan pasar, kelayakan teknis budidaya yang dilaksanakan dengan

penerapan teknologi yang lebih maju, kelayakan dari sisi keuangan, terutama bilamana sebagian dari biaya produksi yang diperlukan akan dibiayai dengan kredit perbankan. Begitu juga pengorganisasian

pelaksanaan proyeknya dapat menjamin kelancaran pelaksanaan dan menjamin keuntungan semua pihak;

2. Dengan demikian, tujuan dalam mengembangkan usaha kecil melalui peningkatan mutu budidaya tanaman ubi kayu tercapai sasarannya yang ditempuh melalui peningkatan realisasi kredit yang cocok untuk usaha kecil, meningkatkan keamanan pelaksanaan kreditnya,

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani ubi kayu;

3. Mendorong perluasan budidaya ubi kayu serta meningkatkan produksi tepung tapioka dan gaplek/chips secara nasional untuk keperluan

Dalam Negeri dan ekspor karena bahan baku ubi kayu dapat diusahakan cukup tersedia secara berkesinambungan.


(4)

BAB II KEMITRAAN

TERPADU

a. Organisasi

Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) adalah suatu

program kemitraan terpadu yang melibatkan

usaha besar (inti), usaha kecil (plasma)

dengan melibatkan bank sebagai pemberi

kredit dalam suatu ikatan kerja sama yang

dituangkan dalam nota kesepakatan. Tujuan

PKT antara lain adalah untuk meningkatkan

kelayakan plasma, meningkatkan keterkaitan

dan kerjasama yang saling menguntungkan

antara inti dan plasma, serta membantu

bank dalam meningkatkan kredit usaha kecil

secara lebih aman dan efisien.


(5)

b. Pola Kerjasama

 

Kemitraan antara petani/kelompok tani/koperasi dengan perusahaan

mitra, dapat dibuat menurut dua pola yaitu :

a. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani mengadakanperjanjian kerjasama langsung kepada Perusahaan Perkebunan/

Pengolahan Eksportir.

Dengan bentuk kerja sama seperti ini, pemberian kredit yang berupaKKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan Koperasisebagai Channeling Agent, dan pengelolaannya langsung ditanganioleh Kelompok tani. Sedangkan masalah pembinaan harus bisadiberikan oleh Perusahaan Mitra.

b. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani, melaluikoperasinya mengadakan perjanjian yang dibuat antara Koperasi(mewakili anggotanya) dengan perusahaan

perkebunan/pengolahan/eksportir. Dalam bentuk kerjasama seperti ini,

pemberian KKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan koperasi sebagai Executing Agent. Masalah pembinaan teknis budidaya tanaman/pengelolaan usaha, apabila tidak dapat dilaksanakan oleh pihak Perusahaan Mitra, akan menjadi tanggung jawab koperasi.


(6)

c. Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu

 

Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada

skema berikut ini : Bank pelaksana akan menilai kelayakan

usaha sesuai dengan prinsip-prinsip bank teknis. Jika proyek

layak untuk dikembangkan, perlu dibuat suatu nota

kesepakatan (Memorandum of Understanding = MoU) yang

mengikat hak dan kewajiban masing-masing pihak yang

bermitra (inti, Plasma/Koperasi dan Bank). Sesuai dengan

nota kesepakatan, atas kuasa koperasi atau plasma, kredit

perbankan dapat dialihkan dari rekening koperasi/plasma ke

rekening inti untuk selanjutnya disalurkan ke plasma dalam

bentuk sarana produksi, dana pekerjaan fisik, dan lain-lain.

Dengan demikian plasma tidak akan menerima uang tunai

dari perbankan, tetapi yang diterima adalah sarana produksi

pertanian yang penyalurannya dapat melalui inti atau


(7)

d. Perjanjian Kerjasama

Untuk meresmikan kerja sama kemitraan ini, perlu dikukuhkan

dalam suatu surat perjanjian kerjasama yang dibuat dan

ditandatangani oleh pihak-pihak yang bekerjasama berdasarkan

kesepakatan mereka.

Perjanjian tersebut memuat ketentuan yang menyangkut kewajiban

pihak Mitra Perusahaan (Inti) dan petani/usaha kecil (plasma) antara

lain sebagai berikut :

1. Kewajiban Perusahaan Perkebunan/Pengolahan/Eksportir sebagai

mitra (inti)

a. Memberikan bantuan pembinaan budidaya/produksi dan

penaganan hasil;

b. Membantu petani di dalam menyiapkan kebun, pengadaan

sarana produksi (bibit, pupuk dan obat-obatan), penanaman

serta pemeliharaan kebun/usaha;

c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan


(8)

BAB III ASPEK

PEMASARAN

a. Permintaan Luar Negeri

Ubi kayu kering diperlukan untuk bahan pakan ternak dan

banyak lainnya, yang jumlah kebutuhan selama ini makin

meningkat sejalan dengan peningkatan populasi konsumen

akhir dari ubi kayu tersebut.

b. Permintaan Dalam Negeri

Konsumsi Dalam Negeri ubi kayu dalam bentuk gapiek ataupun

tapioka di

Indonesia, terutama diperlukan untuk kebutuhan pakan ternak,

tekstil,

kerupuk dan berbagai bahan campuran bagi produk makanan

lainnya yang

dibuat dari tepung. Bisa dibayangkan bahwa kebutuhan tepung

ubi kayu

ataupun tapioka akan terus meningkat di Indonesia, sesuai

dengan


(9)

Pemasaran Hasil Produksi Petani

Banyak masalah yang selama ini sering dihadapi para petani ubi kayu dalam

memasarkan produksinya, terutama sekali menyangkut harga, peran dan tingkah

para pengumpul, dan kebijakan yang dilakukan sendiri oleh para Pengusaha

Pabrik Pengolahan

a. Harga Jual Ubi Kayu

Harga jual ubi kayu ditingkat petani Ubi Kayu/Eksportir yang mungkin juga

dipengaruhi oleh adanya kebijakan Pemerintah tentang kuota ekspor, serta naik

turunnya nilai dolar terhadap rupiah. Disamping itu bisa dipahami pula bahwa

bagi daerah-daerah penghasil ubi kayu untuk industri, para petani di dalam

mengadakan penanaman tidak mampu mengantisipasi daya serap pihak.

b. Pedagang Pengumpul Perantara

Karena lokasi lahan petani yang terpencar jauh dari Pabrik Pengolahan Ubi Kayu,

maka banyak petani yang terpaksa menjual hasil panen ubi kayu kepada para

Pengumpul atau para Perantara yang datang ke tempat itu. Para Pengumpul ini

dengan kendaraan truk mengambil hasil panen petani untuk dibawa ke pabrik

dan ditimbang untuk menentukan beratnya. Banyak masalah dalam penentuan

berat timbangan ini, yang pabrik pengolahanUbi Kayu dan Eksportir.


(10)

c. Kebijakan Pengusaha Pabrik Pengolahan Ubi Kayu

Tentang Harga Beli UbiKayu Petani

Sering kali dialami bahwa kebijakan harga beli ubi kayu pada

saat panen

raya sangat merugikan petani. Beberapa yang sering

dikemukakan oleh

pihak Pengusaha adalah terbatasnya daya tampung fasilitas

pabrik, dan

kuota ekspor yang diterapkan oleh Pemerintah.

d.Pemasaran Ubi Kayu Petani Dalam Rangka Kemitraan

Dengan kemitraan terpadu antara para Petani dengan

Pengusaha

Pengolahan/Ekspotir Ubi Kayu, para Petani menggunakan

modal untuk


(1)

b. Pola Kerjasama

 

Kemitraan antara petani/kelompok tani/koperasi dengan perusahaan mitra, dapat dibuat menurut dua pola yaitu :

a. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani mengadakanperjanjian kerjasama langsung kepada Perusahaan Perkebunan/

Pengolahan Eksportir.

Dengan bentuk kerja sama seperti ini, pemberian kredit yang berupaKKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan Koperasisebagai Channeling Agent, dan pengelolaannya langsung ditanganioleh Kelompok tani. Sedangkan masalah pembinaan harus bisadiberikan oleh Perusahaan Mitra.

b. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani, melaluikoperasinya mengadakan perjanjian yang dibuat antara Koperasi(mewakili anggotanya) dengan perusahaan

perkebunan/pengolahan/eksportir. Dalam bentuk kerjasama seperti ini, pemberian KKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan koperasi sebagai Executing Agent. Masalah pembinaan teknis budidaya tanaman/pengelolaan usaha, apabila tidak dapat dilaksanakan oleh pihak Perusahaan Mitra, akan menjadi tanggung jawab koperasi.


(2)

c. Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu

 

Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada

skema berikut ini : Bank pelaksana akan menilai kelayakan

usaha sesuai dengan prinsip-prinsip bank teknis. Jika proyek

layak untuk dikembangkan, perlu dibuat suatu nota

kesepakatan (Memorandum of Understanding = MoU) yang

mengikat hak dan kewajiban masing-masing pihak yang

bermitra (inti, Plasma/Koperasi dan Bank). Sesuai dengan

nota kesepakatan, atas kuasa koperasi atau plasma, kredit

perbankan dapat dialihkan dari rekening koperasi/plasma ke

rekening inti untuk selanjutnya disalurkan ke plasma dalam

bentuk sarana produksi, dana pekerjaan fisik, dan lain-lain.

Dengan demikian plasma tidak akan menerima uang tunai

dari perbankan, tetapi yang diterima adalah sarana produksi

pertanian yang penyalurannya dapat melalui inti atau


(3)

d. Perjanjian Kerjasama

Untuk meresmikan kerja sama kemitraan ini, perlu dikukuhkan

dalam suatu surat perjanjian kerjasama yang dibuat dan

ditandatangani oleh pihak-pihak yang bekerjasama berdasarkan

kesepakatan mereka.

Perjanjian tersebut memuat ketentuan yang menyangkut kewajiban

pihak Mitra Perusahaan (Inti) dan petani/usaha kecil (plasma) antara

lain sebagai berikut :

1. Kewajiban Perusahaan Perkebunan/Pengolahan/Eksportir sebagai

mitra (inti)

a. Memberikan bantuan pembinaan budidaya/produksi dan

penaganan hasil;

b. Membantu petani di dalam menyiapkan kebun, pengadaan

sarana produksi (bibit, pupuk dan obat-obatan), penanaman

serta pemeliharaan kebun/usaha;

c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan

pasca panen untuk mencapai mutu yang tinggi;


(4)

BAB III ASPEK

PEMASARAN

a. Permintaan Luar Negeri

Ubi kayu kering diperlukan untuk bahan pakan ternak dan

banyak lainnya, yang jumlah kebutuhan selama ini makin

meningkat sejalan dengan peningkatan populasi konsumen

akhir dari ubi kayu tersebut.

b. Permintaan Dalam Negeri

Konsumsi Dalam Negeri ubi kayu dalam bentuk gapiek ataupun

tapioka di

Indonesia, terutama diperlukan untuk kebutuhan pakan ternak,

tekstil,

kerupuk dan berbagai bahan campuran bagi produk makanan

lainnya yang

dibuat dari tepung. Bisa dibayangkan bahwa kebutuhan tepung

ubi kayu

ataupun tapioka akan terus meningkat di Indonesia, sesuai

dengan


(5)

Pemasaran Hasil Produksi Petani

Banyak masalah yang selama ini sering dihadapi para petani ubi kayu dalam

memasarkan produksinya, terutama sekali menyangkut harga, peran dan tingkah

para pengumpul, dan kebijakan yang dilakukan sendiri oleh para Pengusaha

Pabrik Pengolahan

a. Harga Jual Ubi Kayu

Harga jual ubi kayu ditingkat petani Ubi Kayu/Eksportir yang mungkin juga

dipengaruhi oleh adanya kebijakan Pemerintah tentang kuota ekspor, serta naik

turunnya nilai dolar terhadap rupiah. Disamping itu bisa dipahami pula bahwa

bagi daerah-daerah penghasil ubi kayu untuk industri, para petani di dalam

mengadakan penanaman tidak mampu mengantisipasi daya serap pihak.

b. Pedagang Pengumpul Perantara

Karena lokasi lahan petani yang terpencar jauh dari Pabrik Pengolahan Ubi Kayu,

maka banyak petani yang terpaksa menjual hasil panen ubi kayu kepada para

Pengumpul atau para Perantara yang datang ke tempat itu. Para Pengumpul ini

dengan kendaraan truk mengambil hasil panen petani untuk dibawa ke pabrik

dan ditimbang untuk menentukan beratnya. Banyak masalah dalam penentuan

berat timbangan ini, yang pabrik pengolahanUbi Kayu dan Eksportir.


(6)

c. Kebijakan Pengusaha Pabrik Pengolahan Ubi Kayu

Tentang Harga Beli UbiKayu Petani

Sering kali dialami bahwa kebijakan harga beli ubi kayu pada

saat panen

raya sangat merugikan petani. Beberapa yang sering

dikemukakan oleh

pihak Pengusaha adalah terbatasnya daya tampung fasilitas

pabrik, dan

kuota ekspor yang diterapkan oleh Pemerintah.

d.Pemasaran Ubi Kayu Petani Dalam Rangka Kemitraan

Dengan kemitraan terpadu antara para Petani dengan

Pengusaha

Pengolahan/Ekspotir Ubi Kayu, para Petani menggunakan

modal untuk