Analisis hukum Islam dan standar nasional Indonesia terhadap timbangan kadar perhiasan emas di toko emas Surabaya.

ANALISIS HUKUM ISLAM DAN STANDAR NASIONAL
INDONESIA TERHADAP TIMBANGAN KADAR PERHIASAN
EMAS DI TOKO EMAS SURABAYA

SKRIPSI

Olehs
Nia Rahmadhani
NIM. C02213054

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah
Surabaya
2017

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul “Analisis Hukum Islam dan Standar Nasional
Indonesia terhadap Timbangan Kadar Perhiasan Emas di Toko Emas Surabaya”
ini merupakan hasil penelitian kualitatif untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan

tentang bagaimana penentuan timbangan kadar perhiasan emas di toko emas
Surabaya dan bagaimana analisis Hukum Islam dan Standar Nasional Indonesia
terhadap timbangan kadar perhiasan emas di toko emas Surabaya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif
dengan analisis data menggunakan deskriptif, yaitu mengungkapkan realita
tentang timbangan perhiasan emas berdasarkan observasi lapangan. Kemudian
data dianalisis menggunakan pola induktif, yaitu penentuan timbangan kadar
perhiasan emas di toko emas Surabaya menurut hukum Islam dan penentuan
timbangan kadar perhiasan emas di toko emas Surabaya menurut Standar
Nasional Indonesia.
Penelitian ini menghasilkan bahwa timbangan kadar perhiasan emas
memiliki tolak ukur pada ketentuan toko emas. Kadar emas dalam perhiasan
emas dibuktikan pada keterangan label yang diikatkan pada perhiasan emas. Pada
saat ini, harga perhiasan emas beracuan pada besarnya kadar emas dalam
perhiasan emas bukan pada besaran karat.
Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa timbangan kadar
perhiasan emas di toko emas Surabaya tidak sesuai dengan ketentuan hisbah
yaitu Standar Nasional Indonesia, namun hal ini diperbolehkan oleh Badan
Standar Nasional Indonesia karena perhiasan emas tidak termasuk daftar wajib
SNI. Dengan analisis menggunakan sumber hukum islam yaitu istihsan qiyasi,

menjadikan diperbolehkannya ketidaksempurnaan timbangan kadar perhiasan
emas di toko emas Surabaya karena timbangan yang dijadikan tolak ukur
sempurna adalah ketentuan dari toko emas.
Banyaknya penafsiran mengenai kadar dan karat perhiasan emas,
alangkah baiknya Standar Nasional Indonesia memberlakukan wajib SNI bagi
seluruh produk buatan di Indonesia tanpa terkecuali agar dapat meningkatkan
daya saing perekonomian Negara Indonesia. Yang mana toko emas juga
sebaiknya mengikuti ketentuan kadar perhiasan emas yang telah diatur dalam
Standar Nasional Indonesia guna menyamaratakan persepsi masyarakat tentang
kadar perhiasan emas.

DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ..........................................................................................

i

PERNYATAAN KEASLIAN ..........................................................................

ii


PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................

iii

PENGESAHAN ...............................................................................................

iv

ABSTRAK .......................................................................................................

v

KATA PENGANTAR .....................................................................................

vi

DAFTAR ISI ....................................................................................................

viii


DAFTAR TRANSLITERASI .........................................................................

x

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..........................................................

1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah.............................................

8

C. Rumusan Masalah ....................................................................


10

D. Kajian Pustaka..........................................................................

10

E. Tujuan Penelitian .....................................................................

13

F. Kegunaan Hasil Penelitian .......................................................

13

G. Definisi Operasional.................................................................

14

H. Metode Penelitian.....................................................................


16

I. Sistematika Pembahasan ..........................................................

21

TIMBANGAN DAN JUAL BELI
A. Timbangan ...............................................................................

23

B. Jual Beli....................................................................................

27

C. Istihsa>n.. ...................................................................................

35

D. Standar Nasional Indonesia .....................................................


41

BAB III

PENENTUAN TIMBANGAN KADAR PERHIASAN EMAS
DI TOKO EMAS SURABAYA
A. Lokasi Pasar Blauran Baru Surabaya ......................................

53

B. Profil Toko Emas .....................................................................

54

C. Penentuan Timbangan Kadar Perhiasan Emas di Toko
Emas Surabaya .......................................................................
BAB IV

BAB V


ANALISIS HUKUM ISLAM DAN STANDAR NASIONAL
INDONESIA
TERHADAP
TIMBANGAN
KADAR
PERHIASAN EMAS DI TOKO EMAS SURABAYA
A. Analisis Penentuan Timbangan Kadar Perhisan Emas di
Toko Emas Surabaya Menurut Standar Nasional
Indonesia ............................................................................. ..
B. Analisis Timbangan Kadar Perhiasan Emas di Toko
Emas Surabaya Menurut Hukum Islam .............................. ..

59

68
73

PENUTUP
A. Kesimpulan ..............................................................................


81

B. Saran ........................................................................................

83

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk yang paling mulia dibandingkan
dengan makhluk lainnya, karena manusia dikaruniai akal, perasaan, dan
kehendak yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Menurut Abdul Kadir
Muhammad, dalam Supriadi, akal adalah alat berpikir, sebagai sumber
ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan akal, manusia menilai mana yang
benar dan yang salah. Perasaan adalah alat untuk menyatakan keindahan

sebagai sumber seni. Dengan perasaan, manusia menilai mana yang indah
dan yang jelek. Kehendak adalah alat untuk menyatakan penilaian sebagai
kebaikan. Dengan kehendak, manusia menilai mana yang baik dan buruk,
sebagai sumber nilai moral.
Sejalan dengan pendapat Abdul Kadir Muhammad di atas, Soren
Kierkegaard, dalam Supriadi, seorang filsuf Denmark memandang
manusia secara konkret seperti yang kita alami dalam kehidupan sehari –
hari. Eksistensi manusia dalam konteks kehidupan konkret adalah
makhluk alamiah yang terikat dengan lingkungannya, memiliki sifat – sifat
alamiah dan tunduk pada hukum alamiah pula.1
Dalam Al-Quran manusia dipanggil dengan beberapa istilah, antara
lain al-insa>n, al-na>s, al- ‘abd, dan bani adam dan sebagainya. Al-insa>n
1

Supriadi, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2006),
1–2

1

2


berarti suka, senang, jinak, ramah, atau makhluk yang sering lupa. Al-na>s
berarti manusia (jama’). Al-‘abd berarti manusia sebagai hamba Allah.
Bani adam berarti anak-anak Adam karena berasal dari keturunan Nabi
Adam.
Sebagai makhluk Allah, manusia adalah satu-satunya ciptaan Allah
yang selalu berkembang dengan pengaruh lingkungan sekitarnya karena
makhluk sempurna dibanding makhluk lain ini memiliki potensi pokok
yang terdiri atas jasmani, rohani, dan akal. Namun potensi dasar yang
membedakan manusia dengan makhluk ciptaan Allah lainnya terutama
hewan adalah nafsu dan akal/pemikiran. Manusia memiliki nafsu dan akal,
sedangkan binatang hanya memiliki nafsu. Manusia yang cenderung
menggunakan nafsu saja atau tidak mempergunakan akal dan berbagai
potensi pemberian Allah lainnya secara baik dan benar, maka manusia
akan menurunkan derajatnya sendiri menjadi binatang, walaupun AlQuran tidak menggolongkan manusia ke dalam kelompok binatang seperti
yang dinyatakan Allah dalam Al-Quran Q.S. Al A’raf : 179 yaitu sebagai
berikut:
             

                

  
“ Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam)
kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka

3

mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tandatanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai
binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orangorang yang lalai.” 2
Dalam menjalani kehidupan, Islam mengajarkan kepada umatnya
untuk menjaga 3 hubungan yaitu: Hubungan dengan Allah, Hubungan
dengan sesama manusia, serta hubungan dengan makhluk Allah lainnya
termasuk alam dan lingkungan.3 Untuk itulah manusia diciptakan oleh
Allah untuk mengisi dan memakmurkan hidup sesuai dengan tata aturan
dan hukum-hukum Allah.4 Manusia dipilih menjadi Khalifah di bumi
dengan tujuan mengolah, menjaga, serta memakmurkan seluruh isi bumi.
Hal ini sesuai dengan Firman Allah QS. Al-Baqarah: 30 yang berbunyi
sebagai berikut:

               

              
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi
itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan

2

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemah Bahasa Indonesia, (Bandung: Diponegoro, 2005),
174.
3
Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2014), 2.
4
Ahmad Munif Suratmaputra, Filsafat Hukum Islam Al-Ghazali, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
2002), 1.

4

mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui."”5
Allah juga menciptakan manusia sebagai makhluk sosial, yaitu
makhluk yang membutuhkan orang lain atau tidak dapat hidup sendiri
terutama dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Adapun
kebutuhan manusia dapat digolongkan menjadi 3 kebutuhan. Pertama,
kebutuhan mendasar dan harus dipenuhi karena sangat penting bagi
kelangsungan hidup manusia adalah kebutuhan pokok berupa sandang,
pangan, maupun papan. Kedua, kebutuhan sekunder yaitu jenis kebutuhan
yang diperlukan setelah semua kebutuhan pokok primer telah semuanya
terpenuhi dengan baik. Kebutuhan sekunder sifatnya menunjang
kebutuhan primer. Kebutuhan sekunder antara lain handphone, televisi,
meja dan kursi, tempat tidur, motor dan sebagainya. Manusia sebagai
makhluk sosial yang berbudaya mempunyai kebutuhan yang berkembang
seiring dengan tuntutan kepuasan yang diinginkan. Ketiga, kebutuhan
tersier yaitu kebutuhan manusia yang sifatnya mewah, tidak sederhana dan
berlebihan yang timbul setelah terpenuhinya kebutuhan primer dan
kebutuhan skunder. Kebutuhan tersier atau kebutuhan akan barang mewah
antara lain villa, mobil mewah, perhiasan dan kebutuhan mewah lainnya.
Kebutuhan tersier timbul setelah kebutuhan primer dan kebutuhan
sekunder terpenuhi. Namun, dalam era modern sekarang batasan antar

5

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemah..., 6.

5

kebutuhan tidaklah sama melainkan melihat status ekonomi pada setiap
manusia.6
Dewasa ini kebutuhan manusia semakin meningkat dan manusia
cenderung lebih memilih memiliki kebutuhan tersier yang memiliki nilai
tukar yan lebih tinggi dikemudian hari, serta dapat digunakan sebagai
tabungan untuk masa depan ataupun dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan mendadak. Kebutuhan tersier yang tergolong mempunyai nilai
tukar tersebut adalah perhiasan yang terbuat dari emas. Harga emas selalu
mengalami fluktuasi dengan faktor nilai tukar US Dollar. Namun fluktuasi
ini tidak mempengaruhi minat dari masyarakat di Indonesia. Akan tetapi
masyarakat akan berbondong-bondong membeli perhiasan emas ketika
harga emas turun dan akan menjual perhiasan emas ketika harga emas
naik.
Pada saat kepercayaan terhadap mata uang kertas menurun, nilai
emas cenderung meningkat. Orang tidak pernah kehilangan kepercayaan
terhadap emas. Emas adalah emas, makin tinggi inflasi makin mahal harga
emas. Makin mahal harga BBM, makin tinggi harga emas. Jika berlian
merupakan simbol keabadian cinta, maka emas merupakan perlambangan
keabadian nilai aset.7
Emas merupakan barang tambang yang memiliki unsur kimia
dalam tabel periodik dengan simbol Au yang berarti “Aurum”

dan

memiliki nomor atom 79. Sebuah logam yang memiliki tekstur lunak,
6
7

Imamul Arifin, Membuka Cakrawala Ekonomi, (Bandung:PT. Setia Purna Inves, 2007), 2.
William Tanuwidjaja, Cerdas Investasi Emas, (Yogyakarta: Media Pressindo, 2009), 19.

6

mengkilap, kuning, dan berat (dengan volume yang sama, emas lebih berat
dibanding besi). Emas bersifat inert atau tidak bereaksi dengan zat kimia
lainnya.8 Meskipun emas mudah dibentuk akan tetapi emas murni tidak
dapat dibentuk menjadi perhiasan. Untuk itulah emas akan dicampur
dengan berbagai logam lainnya agar dapat dibentuk menjadi perhiasan.
Emas juga berdaya hantar listrik dan panas, akan tetapi emas dapat
melebur menjadi bentuk cair pada suhu sekitar 1000 derajat celcius.
Logam ini berasal dari batuan asal tererosi terangkat oleh aliran sungai dan
terendapkan karena massa jenisnya yang tinggi. Logam emas dapat
dipisahkan dari kotorannya dengan cara menghaluskan dan dikocok
dengan air.
Kadar emas merupakan tingkat keaslian emas, atau jumlah
kandungan kemurnian emas. Kadar emas dinyatakan dalam satuan karat.
Besarnya kadar emas dalam perhiasan berkaitan dengan timbangan,
karena kadar emas tersebut disebutkan dengan jelas berapa kadar emas
yang terkandung dalam perhiasan. Besaran kadar emas dalam perhiasan ini
pada umumnya ditimbang dalam persen. Timbangan yang dimaksud
adalah ukuran yang tetap dan selalu digunakan untuk suatu pekerjaan dan
tidak boleh ditambah atau dikurangi. Jika seseorang menambah atau
mengurangi, maka ia melanggar peraturan atau suatu kebiasaan.
Kegiatan timbang-menimbang inilah menjadi fenomena yang
sangat populer dalam pengaruh keuntungan penjual. Biasanya kegiatan
8

Sholeh Dipraja, Golden Planner- Pasti Kaya dengan Investasi Emas, (Jakarta: Tangga Pustaka,
2011), 21.

7

timbang-menimbang dilakukan di depan pembeli, sehingga pembeli
mengetahui secara langsung timbangan barang yang akan dibelinya.
Namun, berbeda dengan timbangan dalam perhiasan emas di toko emas
yang umumnya sudah tertera timbangan pada label kertas yang sudah
ditali di perhiasan emas tersebut.
Di Surabaya banyak pengusaha perhiasan emas dengan kata lain
memiliki toko emas. Perhiasan emas dalam proses pembuatannya
memiliki tetapan standar dalam pencampuran bahan. Setiap negara
memiliki lembaga pengawasan pasar yakni hisbah. Di Indonesia hisbah
dikenal dengan Standar Nasional Indonesia karena satu-satunya standar
yang berlaku secara nasional di Indonesia merupakan Standar Nasional
Indonesia.9 Standar Nasional Indonesia salah satu lembaga yang berfungsi
sebagai pengawas pasar ekonomi di Indonesia. Adapun standar campuran
perhiasan emas ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia barangbarang emas. Dalam Standar Nasional Indonesia kadar emas, emas dengan
karat 22 memiliki kadar emas sekitar 90,6% hingga 94,79% sedangkan
kadar emas 70% merupakan emas 16 karat. Namun, sebagian besar toko
emas di Surabaya memiliki aturan tersendiri yaitu kadar perhiasan emas
70% sering disebutkan dengan emas 22 karat. Sejak dulu masyarakat
sudah mengenal kadar perhiasan emas 70% dengan karat 22. Tujuan
membeli perhiasan tersebut digunakan sebagai perhiasan, tabungan, dan
bukan untuk diperjualbelikan lagi. Namun, apabila perhiasan emas
9

Zulhamidi, “Standar Nasional Indonesia-Wikipedia Bahasa Indonesia”,
dalam
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Standar_Nasional_Indonesia, diakses pada 4 November 2016.

8

tersebut ingin dijual akan dijual kembali di toko emas dimana perhiasan
emas itu dibeli karena nota pembelian tertera nama toko emas dimana
perhiasan itu dibeli. Perhiasan emas yang dijual kembali pada toko emas
yang berbeda dengan toko emas dimana perhiasan emas tersebut dibeli
akan terdapat selisih harga.10
Realita seperti inilah yang mendarah daging pada masyarakat
sehingga masyarakat tidak mengetahui kadar karat menurut Standar
Nasional Indonesia. Dan apabila perhiasan emas dengan kadar 70% dijual
kembali ke toko emas yang menggunakan aturan Standar Nasional
Indonesia, maka perhiasan tersebut tidaklah ditaksir menjadi emas 22 karat
akan tetapi ditaksir menjadi 17 karat.
Berdasarkan realita tersebutlah yang melatarbelakangi penulis
tertarik untuk meneliti terkait penentuan kadar emas toko emas di
Surabaya. Dan untuk bahasan lebih lanjut akan dituang dalam bentuk
skripsi yang berjudul “Analisis Hukum Islam dan Standar Nasional
Indonesia terhadap Timbangan Kadar Perhiasan Emas di

Toko Emas

Surabaya”.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Identifikasi masalah dilakukan untuk menjelaskan kemungkinankemungkinan cakupan masalah yang dapat muncul dalam penelitian
dengan melakukan identifikasi sebanyak-banyaknya kemudian yang dapat
10

Sunarti, Wawancara, Surabaya, 8 November 2016.

9

diduga sebagai masalah.11 Berdasarkan paparan latar belakang di atas,
penulis mengidentifikasi inti dari permasalahan yang terkandung di
dalamnya sebagai berikut:
1.

Kadar perhiasan emas 70% yang disamakan dengan emas 22 karat di
Toko Emas Surabaya.

2.

Penentuan timbangan kadar perhiasan emas di toko emas Surabaya.

3. Penjualan kembali perhiasan emas pada toko emas yang menggunakan
aturan Standar Nasional Indonesia.
4.

Tetapan Standar Nasional Indonesia (SNI) terhadap kadar perhiasan
emas di toko emas Surabaya.

5.

Analisis hukum Islam terhadap penentuan timbangan kadar perhiasan
emas di toko emas Surabaya.
Dari beberapa identifikasi masalah tersebut, penulis perlu

menjelaskan batasan dan ruang lingkup persoalan yang akan dikaji dalam
penelitian ini agar terfokus dan terarah. Adapun batasan dalam skripsi ini
adalah:
1.

Penentuan timbangan kadar perhiasan emas di toko emas Surabaya
dalam tetapan Standar Nasional Indonesia (SNI) Kadar Emas.

2.

Penentuan timbangan kadar perhiasan emas di toko emas Surabaya
yang tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia dalam perspektif
hukum Islam.

11

Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi,
(Surabaya: Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam, 2016), 8.

10

C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah memuat pertanyaan yang akan dijawab melalui
penelitian. Melalui deskripsi fenomena di atas, maka peneliti dapat
merumuskan masalah sebagai berikut :
1.

Bagaimana penentuan timbangan kadar perhiasan emas di toko emas
Surabaya?

2.

Bagaimana analisis Hukum Islam dan Standar Nasional Indonesia
terhadap timbangan kadar perhiasan emas di toko emas Surabaya?

D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian
yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti
sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak
merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian/penelitian yang telah
ada.12 Penelitian terdahulu sangatlah penting sebagai dasar pijakan dalam
rangka menyusun dan melengkapi penelitian ini. Adapun kegunaan dari
penelitian terdahulu adalah untuk mengetahui hasil yang telah dilakukan
oleh pemelitian terdahulu juga menentukan posisi pembeda dari penelitian
ini baik dari aspek yang diteliti, lokasi, dan objeknya. Dalam pembahasan
skripsi kali ini peneliti akan melakukan penelitian timbangan kadar emas
toko emas di Surabaya.

12

Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis..., 20.

11

Dengan kajian pustaka ini diharapkan dapat mempunyai nilai yang
besar dalam mendapatkan suatu informasi tentang teori yang ada
kaitannya dengan judul dalam penelitian ini. Beberapa kajian pustaka
tersebut diantaranya adalah :
1.

Skripsi yang ditulis oleh M. Mujiburrohman (2015) yang berjudul
“Tinjauan Hukum Islam terhadap Jual Beli Tembakau dengan
Sistem Pengurangan Timbangan (Studi Kasus di Desa
Pitrosari, Kecamatan Wonoboyo, Kabupaten Temanggung)”.
Skripsi ini membahas tentang praktik jual beli tembakau di Desa
Pitrosari dalam penjualannya terdapat pengurangan timbangan
yang dilakukan oleh pembeli, pengurangan tersebut sudah menjadi
kebiasaan. Sehingga para petani selaku penjual walaupun merasa
dirugikan terpaksa harus bisa menerima.13

2.

Skripsi yang ditulis oleh M. Farid Fadllullah (2016) yang berjudul
“Studi Hukum Islam tentang Sistem Pengupahan Berdasarkan
Kelebihan Timbangan di Desa Mingkung Jaya Kecamatan
Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi”. Skripsi ini membahas
tentang praktik pengupahan berdasarkan kelebihan timbangan
melibatkan dua pihak, yaitu kelompok tani dan pekerja timbang
kelapa sawit di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam
Kabupaten Muaro Jambi. Kelompok tani sebagai penyewa jasa
(musta’jir), sedangkan pekerja timbang sebagai orang yang

13

M. Mujiburrohman, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Jual Beli Tembakau dengan Sistem
Pengurangan Timbangan (Studi Kasus di Desa Pitrosari, Kecamatan Wonoboyo, Kabupaten
Temanggung)”, (Skripsi--Uin Walisongo, Yogyakarta, 2015).

12

menyewakan

jasanya

(muajjir).

Objek

ija>rah-nya

adalah

penimbangan kelapa sawit. Sedang upah pekerja timbang
disesuaikan dengan jumlah kelebihan timbangan, yang kemudian
diuangkan. Kemudian upah tersebut diberikan dalam jangka waktu
sebulan sekali.14
3.

Skripsi yang ditulis oleh Silvia Ratna Juwita (2016) yang berjudul
“Tinjauan Hukum Islam terhadap Kenaikan Harga Jual
Bensin Melebihi Batas Harga Resmi Dari Pemerintah di Desa
Sawahmulya

Kecamatan

Sangkapura

(Pulau

Bawean)

Kabupaten Gresik”. Skripsi ini membahas tentang praktik
kenaikan harga jual bensin melebihi batas harga resmi dari
pemerintah di Desa Sawahmulya adalah penjual bensin eceran
menjual bensin dengan menaikkan harga dari Rp 8.500 menjadi Rp
12.000 hingga Rp 18.000 kepada konsumen yang disebabkan oleh
beberapa faktor yang mengakibatkan persediaan di desa tersebut
semakin sedikit sehingga mengalami kelangkaan. Faktor penyebab
tersebut adalah faktor keterlambatan datangnya transportir yang
membawa bensin ke pulau Bawean sehingga persediaan bensin
yang masuk ke desa Desa Sawahmulya menjadi sangat jarang dan
membuat persediaan bensin di desa tersebut semakin sedikit,
sehingga dalam keadaan tersebut pedagang melakukan upaya untuk
menambah pendapatan dengan mengambil keuntungan yang lebih
14

M. Farid Fadllullah, “Studi Hukum Islam tentang Sistem Pengupahan Berdasarkan Kelebihan
Timbangan di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi”,
(Skripsi-- UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2016).

13

besar.15
Skripsi yang akan diteliti oleh peneliti berbeda dengan ketiga
skripsi yang telah disebutkan diatas, yaitu membahas tentang timbangan
kadar perhiasan emas di toko emas Surabaya. Sehingga, tidak terdapat
kesamaan objek yang akan diteliti oleh peneliti.

E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah titik akhir yang akan dicapai dalam sebuah
penelitian dan juga menentukan arah penelitian agar tetap dalam koridor yang
benar hingga tercapainya sesuatu yang dituju.16 Tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini antara lain:
1.

Untuk mengetahui bagaimana penentuan kadar perhiasan emas toko
emas di Surabaya.

2.

Untuk mengetahui bagaimana penentuan kadar perhiasan emas toko
emas di Surabaya menurut hukum Islam.

F. Kegunaan Hasil Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.

Kegunaan secara teoritis, sebagai upaya untuk menambah dan
memperluas wawasan serta pengetahuan tentang timbangan dalam

15

Silvia Ratna Juwita, "Tinjauan Hukum Islam terhadap Kenaikan Harga Jual Bensin Melebihi

Batas Harga Resmi Dari Pemerintah di Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura (Pulau
Bawean) Kabupaten Gresik”,(Skripsi--UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2016).
16
Haris Herdiansyah, “Metodologi Penelitian Kualitatif”, (Jakarta Selatan: Salemba Humanika,
2010), 89.

14

perspektif hukum Islam dan untuk mengetahui apakah diperbolehkan
ketidaksesuaian kadar emas menurut Standar Nasional Indonesia
(SNI) No. 13-3487-2005 ketika pembeli mendapat perhiasan emas 22
karat hanya dengan kandungan emas 70%. Sehingga hasil penelitian
ini dapat dijadikan informasi bagi para pembaca dalam memahami
hukum Islam tentang timbangan.
2.

Kegunaan secara praktis, Diharapkan hasil penelitian yang berupa
skripsi ini bisa dijadikan sebagai bahan masukan kepada para pemikir
hukum Islam di masa modern, para pembaca, para inventaris emas,
para pelaku bisnis emas dan calon pebisnis emas untuk dijadikan
sebagai salah satu metode ijtihad terhadap peristiwa-peristiwa yang
belum diketahui status hukumnya tentang praktik timbangan dalam
Islam, khususnya yaitu apabila kadar emas harus sesuai dengan
ketentuan yang terdapat dalam Standar Nasional Indonesia.

G. Definisi Operasional
Definisi operasional yaitu untuk memuat penjelasan tentang
pengertian yang bersifat operasional dari konsep atau variabel penelitian
sehingga bisa dijadikan acuan dalam menelusuri, menguji atau mengukur
variabel tersebut melalui penelitian.17 Penelitian ini berjudul “Analisis
Hukum Islam dan Standar Nasional Indonesia terhadap Takaran Kadar Emas

17

Fakultas Syari’ah UIN Sunan Ampel, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi, (Surabaya: Fakultas
Syari’ah, 2016), 9.

15

di Toko Emas Surabaya”. Untuk memudahkan pemahaman dalam judul
penelitian ini, maka perlu untuk menjelaskan secara operasional agar terjadi
kesepahaman dalam memahami judul skripsi.
Hukum Islam

:Adalah

peraturan-peraturan

dan

ketentuan hukum yang bersumber dari al-

Qur’a>n, as-Sunnah, dan Istihsan.18 Aturan
yang dimaksud dalam skripsi ini yaitu
aturan tentang timbangan kadar perhiasan
emas dalam hukum Islam dan hisbah.
Standar Nasional Indonesia

: Adalah satu-satunya standar (persyaratan
yang biasanya berupa suatu dokumen
formal yang menciptakan kriteria, metode,
proses, dan praktik rekayasa atau teknis
yang

seragam)

yang

berlaku

secara

nasional di Indonesia yang dikeluarkan
oleh Badan Standarisasi Nasional di
bawah

koordinasi

Menteri

Riset,

Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.19
Timbangan Kadar Perhiasan Emas :Adalah

pengukuran

terhadap

massa

kandungan emas dalam perhiasan di Toko
Emas Surabaya.
18

Anwar Harjono, Indonesia Kita Pemikiran Berwawasan Iman-Islami, (Jakarta: Gema Insani
Press, 1995), 83.
19
Lukman Tomayahu, “Bandan Standarisasi Nasional -Wikipedia Bahasa Indonesia”, dalam
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Badan_Standarisasi_Nasional, diakses pada 8 November 2016.

16

Toko Emas Surabaya

:Adalah toko emas yang terdapat di
wilayah Pasar Blauran Baru Surabaya.
Jumlah toko emas yang diteliti sebanyak 3
toko emas dari 16 toko emas yaitu Toko
Emas

Mahkota

Rama,

Toko

Emas

Nusantara, dan Toko Emas Semar.

H. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research)
terhadap penentuan timbangan kadar perhiasan emas di toko emas Surabaya
dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Kemudian untuk
memberikan gambaran yang baik, dibutuhkan serangkaian langkah yang
sistematis. Adapun langkah-langkah tersebut terdiri dari, data yang
dikumpulkan, sumber data, teknik analisis data, dan sistematika pembahasan.
1.

Data yang dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah hal-hal yang
berkenaan dengan masalah yang ingin dijawab dalam penelitian ini
sesuai dengan rumusan masalah diatas. Data yang akan dikumpulkan
dalam penelitian ini meliputi:
a.

Data tentang penentuan timbangan kadar perhiasan emas menurut
Standar Nasional Indonesia.

b.

Data tentang penentuan timbangan kadar perhiasan emas di toko
emas Surabaya.

17

c.
2.

Data tentang timbangan perhiasan emas.

Sumber Data
Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan
penelitian lapangan (field research) yang mengkhususkan pada kasus
yang terjadi di lapangan (toko emas Surabaya) dengan tetap mengarah
pada konsep-konsep yang ada seperti sumber dari kepustakaan maupun
dari subyek penelitian sebagai bahan data pendukung. Adapun sumbersumber dalam penelitian ini didapat dari sumber primer dan sumber
sekunder yaitu:
a.

Sumber Primer
Yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber subyek
penelitian.20 Yakni sumber data dari informasi atau wawancara
dengan karyawan atau pemilik toko emas yang telah ditunjuk dan
wawancara dengan pembeli perhiasan di toko emas Surabaya.

b.

Sumber Sekunder
Yaitu data yang diperoleh dari bahan kepustakaan. Data
sekunder merupakan data pendukung proyek penelitian dan sebagai
pelengkap data primer, mengingat data primer merupakan data
praktik dalam lapangan.21 Karena penelitian ini merupakan
penelitian yang tidak terlepas dari kajian hukum Islam, maka penulis
menempatkan sekunder data yang berkenaan dengan kajian-kajian
tersebut sebagai sumber data sekunder. Adapun buku-buku atau

20

Restu Kartiko Widi, Asas Metodelogi Penelitian, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010), 236.
Andi Prastowo, Memahami Metode-Metode Penelitian, ( Yogyakarta : Ar-Ruz Media, 2011),
33.
21

18

literatur yang menjadi sumber data sekunder dalam skripsi ini
meliputi:
1) Ahmad bin ‘Abdurrazaq ad-Duwaisy, Fatwa-fatwa Jual
Beli.
2) Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah.
3) Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah.
4) Sayyid quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’a>n 12.
5) Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 12.
6) Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu 5.
Data sekunder selain disebutkan diatas juga dapat diperoleh
dari tulisan-tulisan yang tersebar, buku-buku dan jurnal-jurnal,
media masa baik cetak maupun elektronik.
3.

Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subyek
atau obyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya.22
Adapun sampel adalah bagian dari populasi.23 Oleh karena
populasi yang sangat besar, peneliti tidak mungkin mempelajari secara
keseluruhan yang terdapat dalam populasi. Dengan keterbatasan waktu,
tenaga, dan dana. Maka peneliti dapat menggunakan sampel dari populasi
tersebut.

22

Sugiyono, Statistika untuk Penelitian, (Bandung: CV Alfabeta, 2007), 61.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: CV.Alfabeta, 2010),
215.
23

19

Di Surabaya banyak terdapat toko emas. Karena luasnya
wilayah Surabaya, peneliti mengkerucutkan wilayah penelitian di Pasar
Blauran Surabaya. Lokasi tersebut merupakan populasi yang peneliti
jadikan obyek penelitian di skripsi ini. Di Pasar Blauran terdapat 16 toko
emas. Dan peneliti menggunakan sampel berjumlah tiga toko emas. Pada
waktu penelitian, peneliti mendatangi toko emas di Pasar Blauran
Surabaya. Namun tidak semua pemilik toko tersebut menerima penelitian
dan wawancara dari penulis. Dalam hal ini para pemilik toko emas tidak
bersedia di wawancara karena tidak menginginkan jam kerjanya
terganggu.
4.

Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a.

Observasi, yaitu suatu penggalian data dengan cara mengamati,
memperhatikan, mendengar dan mencatat terhadap peristiwa,
keadaan, atau hal lain yang menjadi sumber data.24 Dalam hal ini
peneliti akan terjun ke lapangan yaitu toko emas di Surabaya.

b.

Wawancara (interview), yakni proses percakapan dengan maksud
untuk mengonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi,
motivasi,

perasaan,

dan

sebagainya

yang

dilakukan

yaitu

pewawancara dan narasumber. Oleh karena itu wawancara
merupakan metode pengumpulan data yang amat terkenal, karena itu

24

Adi Riyanto, Metodologi Penelitian Social dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2004), 70.

20

banyak digunakan di berbagai penelitian.25 Adapun dalam penelitian
ini yakni dengan melakukan wawancara langsung kepada para pihak
yang berkaitan dengan penentuan timbangan kadar perhiasan emas,
yakni karyawan toko emas atau pemilik toko emas yang telah
ditunjuk dan pembeli.
c.

Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara melihat
atau mencatat suatu laporan yang telah tersedia. Dengan kata lain,
proses penyampaiannya dilakuan melalui data tertulis yang memuat
garis besar data yang akan dicari dan berkaitan dengan judul
penelitian.26 Dokumentasi ini merupakan data konkrit yang bisa
penulis jadikan acuan untuk menilai adanya data penentuan
timbangan kadar perhiasan emas di toko emas Surabaya.

5.

Teknik Pengolahan Data
Setelah data berhasil dikumpulkan dari lapangan maupun
penulisan. Maka peneliti menggunakan teknik pengolahan data dengan
tahapan-tahapan sebagai berikut:
a.

Organizing, yaitu menyusun data yang diperoleh secara sistematis
menurut kerangka paparan yang telah direncanakan sebelumnya.

b.

Editing, yaitu data yang sudah dikumpulkan tersebut lalu diperiksa
kembali secara cermat. Pemeriksaan tersebut meliputi segi
kelengkapan sumber informasi, kejelasan makna, kesesuaian dan
keselarasan

25

antara

satu

dan

yang

lainnya,

relevansi

dan

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif , (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006),
143.
26
Ahmad Tanzeh, Metodologi Penelitian Praktis, (Yogyakarta: Teras, 2011), 94.

21

keseragaman, serta kesatuan kelompok data kembali data yang
diperoleh.
c.

Analizing, yaitu menganalisa data-data tersebut sehingga diperoleh
kesimpulan-kesimpulan tertentu.

6.

Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul, yaitu data dari hasil lapangan maupun
pustaka, maka dilakukan analisa data secara kualitatif melalui pendekatan
deskriptif analisis dengan pola pikir induktif, yaitu

data yang telah

diperoleh akan digambarkan dan diuraikan sehingga menunjukkan suatu
proses berfikir yang mencari hubungan-hubungan dari suatu yang
berkaitan dengan objek yang diamati, dengan diiringi uraian-uraian yang
jelas mengenai penentuan timbangan kadar perhiasan emas di toko emas
Surabaya. Sehingga uraian-uraian tersebut dapat ditarik pada kesimpulan
yang lebih khusus.

I. Sistematika Pembahasan
Bab pertama merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar
belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah,
kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi
operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua memuat tentang landasan teori timbangan dan jual beli
dalam Islam yang berkaitan dengan studi ini. Dalam hal ini memuat
pengertian timbangan, dasar hukum timbangan, pengertian jual beli, dasar

22

hukum jual beli, jual beli yang tidak diperbolehkan, Istihsa>n, Standar
Nasional (hisbah) yang memiliki sub bab Standar Nasional Indonesia dan
ketentuan Standar Nasional Indonesia Kadar Emas.
Bab ketiga merupakan laporan hasil penelitian tentang penentuan
timbangan kadar perhiasan emas di toko emas Surabaya. Dalam bab ini
Peneliti akan membagi dalam beberapa bagian, yaitu: Pertama, lokasi
Pasar Blauran Surabaya. Kedua, profil toko emas. Ketiga, menjelaskan
penentuan kadar perhiasan emas pada beberapa toko emas di Surabaya.
Bab keempat memuat tentang analisis Hukum Islam dan Standar
Nasional Indonesia terhadap timbangan kadar perhiasan emas di toko
emas Surabaya. Pada bab ini merupakan kerangka menjawab pokok-pokok
permasalahan yang terdapat dalam bab tiga yang didasarkan pada landasan
teori yang terdapat dalam bab dua. Adapun sistematikanya yang pertama
adalah analisis penentuan timbangan kadar perhiasan emas di toko emas
Surabaya menurut Standar Nasional Indonesia, dan yang kedua adalah
analisis timbangan kadar perhiasan emas di toko emas Surabaya menurut
Hukum Islam.
Bab kelima merupakan bab penutup dari keseluruhan isi
pembahasan skripsi, pada bab ini meliputi kesimpulan dan saran dari
penulis.

BAB II
TIMBANGAN DAN JUAL BELI

A. Timbangan
1. Pengertian Timbangan
Kata “Takaran” dalam Kamus Bahasa Arab, yaitu: mikya>l,

kayl.1 Sedangkan kata “Timbangan” dalam Kamus Bahasa Arab yaitu:
wazn, mi>za>n.2 Takaran diartikan sebagai proses mengukur untuk
mengetahui kadar, berat, atau harga barang tertentu. Dalam kegiatan
proses mengukur tersebut dikenal dengan menakar. Menakar yang
sering disamakan dengan menimbang. Menakar atau menimbang
merupakan bagian dengan perniagaan yang sering dilakukan oleh
pedagang. Para pedagang menggunakan alat untuk menakar yaitu
kaleng, tangan, dll. Sedangkan alat untuk menimbang yaitu
timbangan yang juga disebut dengan neraca karena memiliki
keseimbangan. Timbangan dipakai untuk mengukur satuan berat (ons,
gram, kilogram, dll). Takaran dan timbangan adalah dua macam alat
ukur yang diberikan perhatian untuk benar-benar dipergunakan secara
tepat dan benar dalam perspektif ekonomi syariah.
Termasuk diantara hal-hal yang terkait dengan muamalah
adalah penipuan barang dagangan dan kecurangan. Jika penipuan

1

Imam Basyari Anwar, Kamus Lengkap Indonesia-Arab, (Kediri: Lembaga Pendidikan Pondok
Pesantren al Basyari, 1987), 625.
2
Ibid., 704.

23

24

dilakukan terhadap pembeli dan pembeli tidak mengetahuinya,
penipuan seperti itu tingkat dosanya sangat besar. Jika penipuan
diketahui pembeli, dosanya lebih ringan. Adapun jika muhtasib
(petugas hisbah) meragukan kebenaran timbangan dan takaran di
pasar, ia diperbolehkan mengujinya.3

2. Dasar Hukum Timbangan
Allah memerintahkan agar jual beli dilangsungkan dengan
menyempurnakan takaran dan timbangan. Sebagaimana firman-Nya
dalam Q.S Al-Isra>’ ayat 35 yang berbunyi:
            

“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan
timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.” 4
Di samping itu Allah S.W.T., mencegah mempermainkan
timbangan dan takaran serta melakukan kecurangan dalam
menakar dan menimbang.5 Sebagaimana firman Allah dalam Q.S
Al-Muthaffifi>n ayat 1-6 yang berbunyi:

3

Imam Al-Mawardi, Ahkam Sultahniyah: Sistem Pemerintahan Khilafah Islam , Penerjemah:
Khalifurrahman Fath & Fathurrahman, (Jakarta: Qisthi Press, 2014), 432.
4
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2005), 285.
5
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 12, 73-74.

25



      

  

           

       

“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (Yaitu)
Orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain
mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau
menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidaklah orangorang itu menyangka, bahwa Sesungguhnya mereka akan
dibangkitkan. Pada suatu hari yang besar. (Yaitu) Hari (ketika)
manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam?”6
Nash Al-Qur’an ini menunjukkan bahwa orang-orang curang
yang diancam oleh Allah dengan kecelakaan yang besar. Mereka
menakar untuk orang lain, bukan menerima takaran dari orang lain.
Seakan-akan mereka mempunyai kekuasaan terhadap manusia dengan
suatu sebab yang menjadikan mereka dapat meminta orang lain
memenuhi takaran dan timbangan dengan sepenuhnya.7
Dalam Fatwa-Fatwa Jual Beli, seorang pegawai toko roti
bertanya tentang mengurangi timbangan adonan kue atas perintah
pemilik toko kue yang kemudian dijawab bahwa yang wajib
dilakukan ialah menimbang secara adil sebagai wujud pelaksanaan
perintah dari Allah Ta’ala. Jangan sekali-sekali mentaati orang yang

6

Departemen Agama RI, Al-Qur’an..., 587.
Sayyid Quthb,Tafsir Fi Zhilalil Qur’an 12 Ed. Super Lux , Penerjemah: As’ad Yasin, Abdul Aziz
Salim Basyarahil, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), 206.
7

26

menyuruh untuk mengurangi timbangan atau takaran meskipun harus
dipecat dari pekerjaan.8
Allah memerintahkan kepada kita untuk menyempurnakan
takaran dan timbangan dan melarang untuk mengurangi takaran dan
timbangan, yaitu terdapat dalan Q.S Al-A’ra>f ayat 85 yang berbunyi:
               
          

           
  

“dan (kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan saudara
mereka, Syu'aib. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekalikali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang
kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah
takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia
barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu
membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya.
yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orangorang yang beriman".”9
Nabi

Syu’aib

memerintahkan

umatnya

untuk

menyempurnakan takaran dan timbangan serta melarang melarang
mereka berbuat curang masalah tersebut.

10

Sebagaimana Firman

Allah dalam QS. Asy-Syu’ara>’ ayat 181-184 .

8

Syaikh Ahmad bin ‘Abdurrazzaq ad-Duwaisy, Fatwa-Fatwa Jual Beli, Penerjemah: M. Abdul
Ghoffar E.M, (Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2005), 232-233
9
Departemen Agama RI, Al-Qur’an..., 161.
10
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir 6, Penerjemah: M. Abdul Ghoffar E.M, dkk, (Bogor: Pustaka
Imam Asy-Syafi’i, 2004), 178.

27

          
           

   

“Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu Termasuk orangorang yang merugikan. Dan timbanglah dengan timbangan yang
lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan
janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat
kerusakan. Dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan
kamu dan umat-umat yang dahulu.”11

B. Jual Beli
1. Pengertian Jual Beli
Dalam bahasa Arab kata jual al-bay’ dan kata beli ash-shara’i
adalah dua kata yang berlawanan artinya, namun orang-orang Arab
biasa menggunakan ungkapan jual-beli itu dengan suku kata yaitu al-

bay’.

Secara arti kata al-bay’ dalam penggunaan sehari-hari

mengandung arti “saling tukar” atau tukar menukar.12 Kata lain dari

al-bay’ adalah al-tija>rah, dalam Al-Qur’a>n surat Fa>thir ayat 29
dinyatakan13:
           

    

“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan
mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami
11

Departemen Agama RI, Al-Qur’an..., 374-375.
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Prenada Media, 2003), 192.
13
Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), 73.
12

28

anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan,
mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.”14

Wahbah al-Zuhaily mengartikannya secara bahasa dengan
“menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain”.15 Secara terminologi
jual-beli diartikan dengan “tukar menukar harta secara suka sama
suka” atau “peralihan pemilikan dengan cara penggantian menurut
bentuk yang diperbolehkan”.16

2. Dasar Hukum Jual Beli
Jual-beli merupakan tindakan atau transaksi yang telah
disyari’atkan dalam arti telah ada hukumnya yang jelas dalam Islam.
Hukumnya adalah boleh. Adapun dasarnya dalam Al-Qura>n
diantaranya adalah:
Pada potongan Surat Al-Baqara>h ayat 275, yang berbunyi:17
 ....      

“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”18
Potongan Surat An-Nisa>’ ayat 29, yang berbunyi:
 ...        ...
14

Departemen Agama RI, Al-Qur’an..., 437.
Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, (Damaskus: Da>r al-Fikr al Mu’a>shir,
2005), 3304.
16
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh... 193.
17
Ibid., 193.
18
Departemen Agama RI, Al-Qur’an..., 47.
15

29

“...kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama
suka di antara kamu...”19
Jual beli dalam Islam tidak dilarang, namun Islam sangat
memperhatikan unsur-unsur dalam transaksi jual beli. Itu artinya
bahwa semua kegiatan bermuamalah termasuk jual beli pada
dasarnya

diperbolehkan

selama

tidak

ada

dalil

yang

mengharamkannya, hal ini sesuai kaidah fikih:

ِ
ِ ِ
ِ
‫َح ِرْي‬
ْ َ‫اَْل‬
ْ ‫صل ِف ألْعق ْود َوالْم َعا َماَت الص َحة َح َّ يَق ْوَم َد ْليل َعلَى الْبطْاَن َوالت‬
“Pada dasarnya semua akad dan muamalah itu hukumnya sah sampai
ada dalil yang membatalkan dan mengharamkannya.”20
3. Jual Beli yang Tidak Diperbolehkan
Jual beli yang dilarang terbagi menjadi 2: Pertama, jual beli
yang dilarang dan hukumnya tidak sah (batal), yaitu jual beli yang
tidak memenuhi syarat dan rukunnya. Kedua, jual beli yang
hukumnya sah tetapi dilarang, yaitu jual beli yang telah memenuhi
syarat dan rukunnya, tetapi ada beberapa faktor yang menghalangi
kebolehan proses jual beli.
a) Jual beli yang terlarang karena tidak memenuhi syarat dan rukun.
Bentuk jual beli yang termasuk dalam kategori ini sebagai
berikut:
1) Jual beli barang yang zatnya haram, najis, atau tidak boleh
diperjualbelikan. Barang yang najis atau haram dimakan
19
20

Ibid., 83.
Rachmad Syafei, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), 283.

30

haram juga untuk diperjualbelikan, seperti babi, berhala,
bangkai, khamr (minuman yang memabukkan). Dalam hadis
riwayat Bukhari Muslim yang berbunyi:

ِْ ‫اْم ِر والْميتَ ِة و‬
ِ
‫َصَ ِام (روا البخارى و‬
ْ ‫اْْ ِزيْ ِر َوال‬
َ ْ َ َ ْ َْ ‫إ َن اللّهَ َوَرس ْولَه َحَرَم بَْي َع‬
)‫مسلم‬

“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan
menjual khamar, bangkai, babi, dan patung-patung.” (HR.
Bukhari Muslim).21
2) Jual beli yang belum jelas.
Sesuatu yang bersifat samar-samar haram untuk
diperjualbelikan, karena dapat merugikan salah satu pihak,
baik penjual, maupun pembeli. Yang dimaksud dengan
samar-samar adalah tidak jelas, baik barangnya, harganya,
kadarnya, masa pembayarannya, maupun ketidakjelasan