IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DENGAN MEDIA FILM DALAM MENGETAHUI PEMAHAMAN SISWA KELAS IX DI SMP MA’ARIF 4 MANTUP LAMONGAN.
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DENGAN MEDIA FILM DALAM MENGETAHUI PEMAHAMAN SISWA KELAS IX DI SMP
MA’ARIF4 MANTUP LAMONGAN
(Studi kasus di SMP Ma’arif 4 Mantup – Lamongan)
SKRIPSI
Oleh :
YUNIA NUR LAILY FARICHAH
NIM. D01212098
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DESEMBER 2015
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
ABSTRAK
Yunia Nur Laily Farichah 2015 : Implementasi Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Dengan Media Film Dalam Mengetahui Pemahaman Siswa Kelas IX Di SMP Ma’arif 4 Mantup Lamongan pada tahun 2015.
Penelitian lapangan ini mengunakan jenis data kualitatif. Data kualitatif yang diambil meliputi struktur organisasi, jumlah guru dan karyawan, jumlah siswa, analisa penelitian dan segala sesuatu yang mendukung penelitian. Teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi, observasi, dan wawancara. Dalam penelitian ini menjelaskan implementasi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dengan media film dalam mengetahui pemahaman siswa kelas IX di SMP Ma’arif 4 Mantup Lamongan.
Berdasarkan hasil data penelitian yang di lakukan di SMP Ma’arif 4 Mantup
Lamongan melalui teknik observasi, interview dan dokumentasi ini menyatakan bahwa pemahaman siswa bisa dibilang sudah memenuhi target. Karena sudah banyak siswa yang dapat memahami pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang diajarkan menggunakan media film. Dan hal ini bisa dilihat dari hasil belajar siswa, pertanyaan yang diajukan kepada siswa,
(7)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN MOTTO ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
ABSTRAK... v
KATA PENGANTAR... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Kegunaan Penelitian ... 8
D. Penelitian Terdahulu ... 9
E. Defiisi Operasional ... 10
F. Metodologi Penelitian ... 11
G. Batas Penelitian ... 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Implementasi Pembelajaran ... 16
B. Pembahasan Tentang Sejarah Kebudayaan Islam ... 17
1. Pengertian Sejarah Kebudayaan Islam ... 17
2. Tujuan Mempelajari Sejarah Kebudayaan Islam ... 19
3. Islam di Nusantara ... 19
C. Media Pembelajaran ... 26
1. Pengertian Media ... 26
2. Pengertian Media Pembelajaran ... 27
3. Pengguna’an dan Pemilihan Media Pembelajaran ... 27
4. Fungsi Media Pembelajaran ... 28
5. Jenis Media Pembelajaran ... 29
6. Metode pengembangan Media Pembelajaran ... 31
D. Film ... 35
(8)
3. Sejarah Penemuan Film ... 39
4. Jenis dan Genre Film ... 44
5. Unsur – unsur Dalam Sebuah Film ... 49
6. Tahap pembuatan Film ... 49
E. Film Sebagai Media Pembelajaran ... 55
F. Langkah – Langkah Pemanfaatan Film ... 57
G. Karakteristik Film Sebagai Media Pembelajaran ... 59
H. Keunggulan dan Kekurangan Media Film ... 60
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 62
B. Kehadiran Peneliti ... 65
C. Sumber Data ... 65
D. Teknik Pengumpulan Data ... 67
E. Teknik Analisa Data ... 69
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 73
B. Penyajian Data dan Analisis Data ... 100
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 108
B. Saran ... 110 DAFTAR PUSTAKA
(9)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses pembelajaran selain merupakan upaya pemberian ilmu pengetahuan atau transfer of knowledge akan tetapi juga merupakan value education dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pembelajaran dilihat dari ruang lingkupnya terdiri dari beberapa komponen. Komponen tersebut meliputi tujuan, bahan pelajaran,
kegiatan belajar mengajar, metode, alat, sumber belajar dan evaluasi.1 Keenam
komponen tersebut harus saling terkait satu sama lain untuk mencapai keberhasilan pendidikan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Hakikat mengajar bukan sekedar ceramah dan berdiri di depan kelas, akan tetapi bagaimana teknik dan strategi yang digunakan pendidik dapat berfungsi sebagai alat untuk transfer of knowledge sekaligus transfer of value; menyampaikan pesan/materi ajar, nilai-nilai, berinteraksi, mengorganisir, dan mengelola peserta didik sehingga dapat berhasil dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Asumsi umum yang berkembang menyatakan bahwa salah satu kunci keberhasilan pembelajaran adalah apabila pendidik memiliki dan menguasai metodologi pembelajaran (didaktik dan metodik) secara baik. Tidak sedikit kegagalan guru dalam mengajar disebabkan
oleh lemahnya penguasaan metodologi pengajaran.2
Penggunaan media dalam proses pembelajaran sebenarnya dapat membantu kelancaran, efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan pembelajaran serta mengatasi penggunaan metode konvensional dan menjadikan proses pembelajaran lebih hidup. Media merupakan salah satu komponen yang tidak dapat diabaikan dalam
1
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta,1996), hlm. 48.
(10)
2
pengembangan sistem pengajaran yang sukses. Bahan pengajaran yang di manipulasikan dalam bentuk media pengajaran dapat menjadikan siswa belajar sambil bermain dan bekerja. Dengan dipakainya suatu media dalam belajar, maka akan lebih menyenangkan siswa dan sudah tentu pengajaran akan benar-benar bermakna (meaningful).
Salah satu alasan digunakannya media erpikir abstrak, dimulai dari berpikir
sederhana ke kompleks.3 Penggunaan media pendidikan erat kaitannya dengan
tahapan berpikir tersebut. Karena dengan media, hal-hal yang abstrak dapat dikonkretkan dan hal-hal yang kompleks dapat disederhanakan.
Keberhasilan suatu proses pembelajaran tidak dapat terlepas dari peran media di dalamnya, sebab alat atau media pendidikan merupakan suatu bagian integral dari
proses pendidikan di sekolah.4 Begitu pula dalam pengajaran Sejarah Kebudayaan
Islam yang biasanya sarat dengan meteri pelajaran yang padat serta identik dengan metode hafalan. Pada kasus semacam ini seorang guru Sejarah Kebudayaan Islam yang professional dituntut untuk menguasai penggunaan media yang efektif dan efisien dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang ditentukan.
Para ahli memiliki pandangan yang searah mengenai media pembelajaran dengan stimulus gambar dengan indera pandang dan stimulus kata dengan indera dengar atau visual dan verbal. Perbandingan perolehan hasil belajar melalui indera pandang dan indera dengar sangat menonjol perbedaannya. Kurang lebih 90% hasil belajar seseorang diperoleh melalui indera pandang, dan hanya sekitar 5% diperoleh
dari indera dengar dan 5% lagi dengan indera lainnya.5
3
Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, Media Pengajaran, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005), hlm. 3.
4
(11)
3
Dale memperkirakan dalam proses belajar-mengajar adalah berkenaan dengan taraf berpikir siswa. Taraf berpikir manusia mengikuti taraf perkembangan, dimulai dari berpikir konkret menjadi b
bahwa pemerolehan hasil belajar melalui indera pandang berkisar 75%, melalui
indera dengar sekitar 13%, dan melalui indera lainnya sekitar 12%.6 Dengan
demikian, media pembelajaran secara visual lebih besar daripada media pembelajaran secara audio. Namun, jika media pembelajaran tersebut di kolabolasikan antara audio dan visual diharapkan akan meningkatkan hasil belajar sesuai di inginkan. Media pembelajaran berbasis audio visual menurut Leshin, Pollock, & Reigeluth dapat
berupa video, film, progam slide-tape, dan televisi.7
Media pembelajaran berbasis film banyak sekali akan makna, amanat, dan penokohan serta dialog-dialog yang dapat menyentuh para penikmat film. Karena dengan media film, kita akan lebih mudah untuk mengingatkan dan mengarahkan seorang siswa untuk mengambil pesan moral yang terkandung dari sebuah film. Film adalah sebuah alat untuk bercerita, sebuah media untuk berekspresi. Seperti halnya membaca buku dan mendengarkan musik, film adalah karya seni yang dapat memberikan sebuah pengalaman bagi yang menikmatinya.
Film biasanya menceritakan tentang masalah kehidupan sehari-hari. Media pembelajaran berbasis film diharapkan memberikan dampak positif pada sikap moral siswa saat ini agar tidak terjerumus pada kenalakalan remaja masa kini. Sikap moral yang lebih baik ini tidak lepas pada permasalahan kehidupan pada bidang lainnya.
Oleh karena itu, film juga harus mencerminkan sisi ketrampilan dan kreatifitas
yang dapat diaplikasikan oleh siswa pada kehidupan sehari – hari. Agar film bisa
optimal digunakan sebagai media pembelajaran, maka harus digunakan pendekatan
6
(12)
4
yang sesuai, salah satunya adalah Contextual Teaching and Learning.Salah satu
materi ajar yang sesuai dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning yakni
materi Memahami Perkembangan Islam di Indonesia pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam.
Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam sendiri adalah proses interaksi siswa dengan guru pada suatu lingkungan belajar yang di dalamnya terdapat materi berisikan persitiwa sejarah masa lalu. Dalam pembelajaran sejarah terdapat beberapa aspek yang mesti diperhatikan oleh guru yakni menguasai fakta, konsep, struktur komponen pendidikan dan mengembangkan kebiasaan berpikir kesejarahan. “Melalui kajian sejarah siswa dapat memperoleh gambaran mengenai latar belakang kehidupannya yang sekarang, sehingga belajar tentang peristiwa masa lampau memberikan pemahaman bahwa terdapat kontinuitas dengan kehidupan masa kini”.8
Terkait dengan pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam ini, Hariyono menjelaskan bahwa:
Pembelajaran mengenai materi Sejarah Kebudayaan Islam bukanlah pembelajaran yang dapat diajarkan atau dipelajari dalam tata cara matematika atau bahasa asing tingkat dasar, seperti memotong dan memisahkan urutan informasi serta berbagai prinsip untuk di ingat langkah demi langkah. Akan tetapi, pembelajaran sejarah merupakan materi pembelajaran yang di dalamnya terdapat usaha untuk bagaimana menguasai kemampuan berfikir secara imaginatif, mengorganisir informasi dan menggunakan berbagai fakta dalam rangka menemukan dan memahami
ide yang signifikan.9
8Amru Sahmono, “
Pembelajaran Sejarah Berbasis Realitas Sosial Kontemporer Untuk Meningkatkan Minat Belajar Siswa”, dalam http://hanckey.pbworks.com/Pembelajaran-Sejarah. Diakses pada 07Juli 2015
9
(13)
5
Secara materi, Sejarah Kebudayaan Islam yaitu cerita masa lalu, namun ruang lingkupnya tidak sesempit apa yang diwacanakan. Di dalamnya terdapat kebudayaan yang banyak direfleksikan dalam seni, sastra, religi, dan moral. Terdapat juga peradaban manusia yang direfleksikan dalam politik, ekonomi dan teknologi, yang tentu bias dikaji guna kemajuan peradaban Islam masa kini. Manifestasi kemajuan mekanis dan teknologis menjadi wujud dari peradaban yang dimaksud. Hal ini mengandung pemahaman bahwa:
Sejarah Kebudayaan Islam bukan sekedar cerita masa lalu. Ia kental dengan budaya dan peradaban Islam sebagai komparasi dan ruh semangat peradaban masa kini dan mendatang. Siswa harus bisa memahami dan menghargai prestasi budaya serta peradaban dari pelaku sejarah masa lalu. Sebab di setiap zamannya terkandung
nilai dan semangat yang bermanfaat untuk siswa, sekarang dan mendatang.10 Seperti
yang telah di terangkan dalam surat An-Nahl ayat 24
Yang artinya :
Dan apabila dikatakan kepada mereka "Apakah yang telah diturunkan Tuhanmu?"
Mereka menjawab: "Dongeng – dongengan orang –orang dahulu”.
Pada dasarnya, substansi materi Sejarah Kebudayaan Islam sangat kompleks dan membutuhkan daya nalar, analisis dan sintesis yang baik dalam proses pembelajaran. Hal ini tentu dipengaruhi juga oleh bagaimana guru menyampaikan materi tersebut sehingga tujuan pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam akan
10Anang Sumarna, “Aktualisasi Multiple Intelligence dalam Pembelajaran Sejarah
(14)
6
tercapai dengan baik dan kompleksitas materi pelajaran tersebut dapat dikuasai siswa sebagai akibat dari proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Pembelajaran yang harusnya dikembangkan dalam Sejarah Kebudayaan Islam bukanlah pembelajaran yang membosankan, tetapi pembelajaran aktif dan
transformatif. ”Pembelajaran aktif merupakan pembelajaran yang mengajak siswa
untuk belajar secara aktif. Ketika siswa belajar dengan aktif, berarti mereka yang
mendominasi aktivitas pembelajaran”.11 Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
mencakup pengelolaan informasi dan transformasi.
Umumnya, dalam proses pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam kerap kali guru terjebak dalam metode pengajaran yang justru jauh dari pembelajaran aktif dan transformatif serta cenderung membosankan siswa, seperti penerapan metode ceramah. Metode ini jelas mendatangkan kebosanan bila guru yang memberikan materi tersebut tidak bisa menyesuaikan dengan kondisi siswa. Oleh karena itu, apabila terjadi kebosanan pada siswa maka akan berpengaruh pula pada kecerdasan kognitif mereka dalam menyerap informasi Sejarah Kebudayaan Islam.
Dalam kegiatan belajar mengajar Sejarah Kebudayaan Islam siswa diharapkan tidak hanya dapat mengambil suatu kesan aktivitas edukatif yang diterapkan guru dalam bentuk life skill sesuai minat dan bakatnya, tetapi juga dapat menguasai materi pembelajaran secara teoritis. Bila mereka dapat menguasainya maka, materi itu pun bisa tersimpan dengan baik di memoriotak mereka yang dapat terus di ingat dan inilah yang termasuk proses kognitif dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam.
Dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam sering kali guru tidak menghubungkan materi dengan tujuan pembelajaran. Guru masuk kelas dan langsung bercerita atau mendikte kisah sejarah. Guru lupa bahwa kegiatan yang dilakukan
11Tarmizi Ramadhan, ”
(15)
7
didalam kelas adalah bertujuan. ”Tujuannya bukan hanya menghabiskan jam mata
pelajaran saja namun, mengajak siswa untuk belajar dan menumbuh kembangkan kecerdasan yang dimiliki dalam hal inikecerdasan kognitif yang meliputi proses
belajar, persepsi, ingatan, berpikir dan memecahkan masalah”12
Sejarah Kebudayaan Islam seyogyanya dapat digunakan untuk menanamkan kekuatan mental dan daya ingat seseorang. Melalui proses belajar mengajar Sejarah Kebudayaan Islam yang menarik dan memberikan peran aktif pada siswa akan dapat mempertajam kesenangan pencarian dan penemuan (inquiry and discovery). “Dari pencarian dan penemuan inilah yang nantinya akan membangun proses penyesuaian pikiran siswa dengan objek - objek sejarah yang mereka temukan. Proses yang
demikian merupakan konsep perkembangan kognitif menurut Piaget”.13
Pada realita sekarang, materi Sejarah Kebudayaan Islam selalu disajikan dalam bentuk narasi kurang menarik. Kisah sejarah yang sering tampil dan menjadi bahan dialog adalah kisah sepotong - potong (atomic narrative) yang mematikan daya kognitif dan keaktifan siswa. Inilah sebabnya mengapa hasil belajar Sejarah Kebudayaan Islam kerap kali tidak memberikan perkembangan berarti bagi kecerdasan kognitif siswa dan hanya kebosanan yang membodohkan mereka (the numbing dullness).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti akan mengadakan penelitian dengan
judul “IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN
ISLAM DENGAN MEDIA FILM DALAM MENGETAHUI PEMAHAMAN
SISWA KELAS IX DI SMP MA’ARIF 4 MANTUP LAMONGAN”
12
Hariyono,Mempelajari Sejarah Secara Efektif,(Jakarta: PT.Dunia Pustaka Jaya, 1995), Cet. I, hlm. 185.
13
(16)
8
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, adapun pertanyaan yang muncul sebagai rumusan masalah penelitian ini diantaranya adalah :
1. Bagaimana pembelajaran sejarah kebudayaan Islam di SMP Ma’arif 4 Mantup
Lamongan?
2. Bagaimana pemahaman siswa terhadap mata pelajaran sejarah kebudayaan
Islam?
3. Bagaimana implementasi pembelajaran sejarah kebudayaan Islam dengan
media film dalam mengtahui pemahaman siswa kelas IX di SMP Ma’arif 4 Mantup pada materi Islam di Nusantara?
C. Kegunaan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang ingin dilakukan penulis adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di SMP Ma’arif 4
Mantup Lamongan.
2. Mengetahui pemahaman siswa tentang Sejarah Kebudayaan Islam.
3. Mengetahui implementasi pembelajaran sejarah kebudayaan Islam dengan
media film dalam mengtahui pemahaman siswa kelas IX di SMP Ma’arif 4 Mantup pada materi Islam di Nusantara.
D. Penelitian Terdahulu
Kajian tentang masalah dalam media pembelajaran melalui film sudah pernah dilakukan sebelumnya. Berikut beberapa peneliti yang telah membahas masalah tersebut:
(17)
9
Pada Tahun 2014 skripsi dari Rahmat jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya “Pengembangan Media Pembelajaran Matematika Berbasis Media Film Pada Materi Aritmatika Sosial Kelas VII – D SMP Ulul Albab Sidoarjo” dalam skripsi ini yang teliti lebih kepada karakteristik media dan film, dan kualitas media pembelajaran berbasis film. Disebutkannya dalam hasil penelitian:
1. Karakteristik media pembelajaran berupa media film yang
dikembangkan pada penelitian ini pada ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik dinilai cukup baik. Berdasarkan data pada ranah kognitif diperoleh 100% siswa tuntas dalam belajar dengan nilai
diatas KKM yang ditentukan. Serta nilai rata – rata hasil belajar siswa
secara klasikal 78,33. Pada ranah afektif diperoleh dari persentase total yakni 75,5%, sedangkan pada ranah psikomotorik diperoleh dari persentase total yakni 77,7%.
2. Kualitas media pembelajaran berbasis film ini diperoleh dari penilaian
beberapa ahli, yakni ahli materi, ahli media, ahli pengguna. Berdasarkan
persentase rata - rata dari para ahli, yakni ahli materi memperoleh rata –
rata 32 dengan skor maksimal 40, ahli media menilai dengan rata – rata
45 dengan skor maksimal 55, sedangkan ahli pengguna menilai dengan
rata – rata 52,5 dengan skor maksimal 55. Adapun persentase penilaian
dari beberapa ahli menunjukkan bahwa persentase kelayakan menunjukkan nilai persentase sebesar 86,33%. Sehingga sesuai persentase pencapaian pada bab III nilai tersebut termasuk pada
interpretasi “Sangat Layak”,Dengan demikian film dapat dikatakan
(18)
10
E. Devinisi Operasional
1. Implementasi Pembelajaran
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata implementasi berarti pelaksanaan atau penerapan. Sedangkan pembelajaran adalah suatu proses. Jadi implementasi pembelajaran adalah pelaksanaan suatu proses untuk menjadi apa yang sudah ditujukan.
2. Media Film
Media adalah sarana pendidikan yang digunakan dalam proses
pembelajaran berlangsung untuk mempertinggi efektifitas dan efisiensi dalam
mencapai tujuan pembelajaran.14 Biasanya kata media sering juga diidentikkan
dengan metode. Jadi apabila kita membicarakan tentang media tidak terlepas dengan membicarakan masalah metode, jika media mengalami masalah, maka berarti metode juga mengalami masalah. Jika media yang kita gunaka menyenangkan, maka kita menggunakan metode yang menyenangkan pula.
Kata media berasal dari kata latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium, yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Dengan demikian, media merupakan wahana pengantar informasi belajar atau penyalur
pesan.15 Sedangkan Film adalah Film adalah teks yang memuat seangkaian
citra fotografi yang mengakibatkan adanya ilusi gerak dan tindakan dalam kehidupan nyata. Pada tingkat petanda, film merupakan cermin kehidupan metaforis. Di dalam genre film terdapat system signifikasi yang ditanggapi orang - orang masa kini dan melalui film mereka mencari rekreasi, inspirasi,
dan wawasan, pada tingkat interpretant. Jadi media film di sini adalah suatu
sarana pendidikan penyalur pesan yang menggunakan teks yang memuat
14
Soepomo, Media Pengajaran Bahasa, (Jakarta: IKIP Yogya,1998), hlm. 15.
15
(19)
11
serangkaian citra fotografi yang mengakibatkan adanya ilusi gerak dan
tindakan dalam kehidupan nyata.16
F. Metodologi Penelitian.
Metode disini diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang akan dilakukan dalam proses penelitian, sedangkan penelitian itu sendiri diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan sistematis untuk mewujudkan
kebenaran.17 Oleh karena itu di sini akan di paparkan mengenai:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian yang mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan bermacam - macam materi yang terdapat dalam kepustakaan (buku) atau jenis penelitian kualitatif, yaitu suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran
orang secara individu maupun kelompok.18 Penelitian ini menggunakan
pendekatan terhadap siswa, untuk mengetahui Proses pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di SMP Ma’arif 4 Mantup Lamongan. Pendekatan kualitatif menurut Kirk dan Miller dalam Lexy Moleong bahwa „penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam illmu pengetahuan social yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam bawaannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam
peristilahannya.19
16
Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, (Yogyakarta, Jalasutra 2010), hlm. 134
17
Mardalis, Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995) cetakan ke-5, hlm. 24
18
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007) hlm. 60
(20)
12
Pendekatan yang diteliti dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif deskriptif. Maksudnya adalah dalam penelitian kualitatif data yang
dikumpulkan bukan berupa angka – angka melainkan data tersebut berasal dari
naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo dan dokumen resmi lainnya. Peneliti deskristif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan data yang ada, disamping itu penelitian deskriptif terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau suatu keadaan peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar
menggunakan fakta.20
2. Sumber Data
Sumber data peneliti diperoleh dari interview dan dokumentasi siswa dan siswi dan guru PAI yang dijadikan sampel dalam data dari sekolah SMP Ma’arif 4 Mantup Lamongan.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Teknik dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah proses pengumpulan data dengan menyelidiki benda-benda tertulis sepeti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, dan catatan harian.
b. Teknik wawancara
Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh
pewawancara untuk memperoleh informasi dari responden yang di wawancarai. Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan terhadap seluruh sampel yang telah ditentukan, dengan tujuan untuk mengungkap data atau informasi tentang tanggapan guru dan siswa tentang efektifitas
(21)
13
pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam kelas IX di SMP Ma’arif 4 Mantup Lamongan menggunakan media film pada materi memahami perkembangan Islam di Indonesia. Setelah semua terkumpul, maka data-data tersebut akan di analisis dengan menggunakan analisis data-data yang telah di tentukan.
c. Teknik observasi
Teknik observasi yaitu mengadakan penelitian langsung ke lapangan atau di laboratorium terhadap obyek penelitian, hasilnya dicatat, kemudian dianalisis.Teknik ini digunakan untuk melihat situasi dan kondisi, proses interaksi dan pergaulan siswa serta kegiatan di dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di SMP Ma’arif 4 Mantup Lamongan.
d. Teknik analisis data
Analisis data adalaah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian
dasar.21 Teknik analisis yang peneliti gunakan dalam penulisan ini adalah
teknik analisis deskriptif, yaitu pengumpulan data berupa kata-kata, bukan
angka-angka.Hal ini karena adanya penerapan pendekatan
kualitatif.Penelitian deskriptif kualitatif berisi kutipan-kutipan data, baik berasal dari naskah wawancara, atau catatan laporan dokumen pribadi lainnya.
Dalam menganalisis data ini peneliti mendeskripsikan dan menguraikan tentang efektifitas pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam menggunakan media film, Setelah data terkumpul maka untuk
(22)
14
menganalisisnya peneliti menggunakan analisis deskriptif, sebagaimana dijelaskan di atas.
G. Batas Penelitian
Dalam penelitian ini batasan masalah yang akan digunakan adalah :
1. Penelitian ini merupakan penelitian yang menghasilkan produk terbatas. Oleh
karena itu, peneliti hanya melakukan 6 tahap dari 10 tahap pengembangan menurut Sugiyono. Enam tahap itu diantaranya : tahap potensi dan masalah, pengumpulan data, desain produk, validasi desain, perbaikan desain, ujicoba produk.
2. Materi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sejarah kebudayaan islam
pada tema memahami perkembangan islam di Indonesia.
3. Karakteristik media pembelajaran pada penelitian ini meliputi ranah kognitif,
ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Pada ranah afektif peneliti hanya mengamati perilaku siswa saat mengikuti pembelajaran dengan menggunakan media film. Pada ranah kognitif peneliti hanya mengetahui hasil belajar siswa setelah menggunakan media film, sedangkan ranah psikomotorik peneliti hanya mengamati ketrampilan siswa saat dan setelah menggunakan media film tersebut.
(23)
16
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Implementasi Pembelajaran Pengertian Implementsi
Menurut Jeffri L.Pressman dan Aaron B.Wildavski (Charles O.Jones ,1996: 265), mengartikan Implementasi sebagai suatu proses interaksi antara suatu perangkat tujuan dan tindakan yang mampu untuk meraihnya. Implementasi adalah kemampuan membentuk hubungan-hubungan lebih lanjut dalam rangkaian sebab- akibat yang menghubungkan tindakan dengan tujuan.
Secara sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan, Majone dan Wiloldavsky (Nurdin dan Usaman, 2002:68), mengemukakan implementasi sebagai evaluasi. Browne dan Wildavsky (dalam Nurdin Dan Usman, 2004:70) mengemukakan bahwa “Impelemtasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan”.
Pengertian implementasi sebagai aktivitas yang saling menyesuaikan jugaa dikemukakan oleh Mclughin (dalam Nurdin dan Usman, 2004) . Adapun schubert (dalam Nurdin dan Usman, 2002;70) mengemukakan bahwa “implementasi adalah sistem rekayasa”. Pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada aktivitas, adanya aksi, atau mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sugguh-sungguh berdasarkan acuan norma
(24)
17
tertentu untuk mencpai tujuan kegiatan. Jadi implementasi dapat juga
diartikan mempresentasikan hasil desain ke dalam pemrograman.1
B. Sejarah Kebudayaan Islam
1. Pengertian Sejarah Kebudayaan Islam
Menurut bahasa, sejarah berarti riwayat atau kisah. Dalam bahasa Arab, sejarah disebut dengan tarikh, yang mengandung arti ketentuan masa atau waktu. Sebagian orang berpendapat bahwa sejarah sepadan dengan kata syajarah yang berarti pohon (kehidupan). Sedangkan menurut istilah, sejarah ialah proses perjuangan manusia untuk mencapai penghidupan kemanusiaan yang lebih sempurnah dan sebagai ilmu yang berusaha mewariskan pengetahuan tentang masa lalu suatu masyarakat tertentu. Sejarah juga merupakan gambaran tentang kenyataan-kenyataan masa lampau yang dengan menggunakan indranya serta memberi kepahaman makna yang
terkandung dalam gambaran itu.2
Kebudayaan berasal dari bahasa Sansakerta yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal). Budi mempunyai arti akal, kelakuan, dan norma. Sedangkan “daya” berarti hasil karya cipta manusia. Dengan demikian, kebudayaan adalah semua hasil karya, karsa dan cipta manusia di masyarakat. Istilah "kebudayaan" sering dikaitkan dengan istilah "peradaban". Perbedaannya : kebudayaan lebih banyak diwujudkan dalam bidang seni, sastra, religi dan moral, sedangkan peradaban
1
http://karyatulisilmiah.com/pengertian-implementasi/. Diakses pada 20 Desember 2015.
2
Hugiono dan P.K. Poerwantana, Pengantar Ilmu Sejarah, (Jakarta : PT Rineka Cipta,1992), hlm. 8
(25)
18
diwujudkan dalam bidang politik, ekonomi, dan teknologi. Apabila dikaitkan dengan Islam, maka Kebudayaan Islam adalah hasil karya, karsa dan cipta umat Islam yang didasarkan kepada nilai-nilai ajaran Islam yang bersumber hukum dari al-Qur'an dan sunnah Nabi.
Islam berasal dari bahasa arab yaitu “Aslama-Yuslimu-Islaman” yang artinya selamat. Menurut istilah, Islam adalah agama samawi yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw sebagai petunjuk bagi manusia agar kehidupannya membawa rahmat bagi seluruh alam. Jadi kesimpulannya, Sejarah Kebudayaan Islam adalah kejadian atau peristiwa masa lampau yang berbentuk hasil karya, karsa dan cipta umat Islam yang didasarkan kepada sumber nilai-nilai Islam. Unsur Pembentuk Kebudayaan Islam adalah :
a. Sistem politik, meliputi:
1) Hukum Islam, Kebudayaan Islam mencapai puncak kejayaan ketika
diterapkannya hukum Islam. Di dalam Islam sumber hukum utama adalah Al Qur’an dan Hadits.
2) hilafah, Setelah Rosulullah saw wafat , orang-orang yang diberi
tanggung jawab melaksanakan hukum islam adalah para pengendali pemerintahan. Kedudukan mereka adalah sebagai kholifah atau pengganti saw.
b. Sistem kemasyarakatan, Terbagi dalam kelompok-kelompok berikut:
(26)
19
Kelompok Cendikiawan, Kelompok Pekerja dan Budak, serta Kelompok Petani.
c. Ilmu Pengetahuan, Pada masa awal Perkembangan Islam, ilmu
pengetahuan kurang mendapat perhatian. Ilmu Pengetahuan baru mendapat perhatian pada masa Dinasti Abbasiyah. Pada saat itu banyak buku-buku dari berbagai disiplin ilmu dan kebudayaan lain diterjemahkan kedalam bhasa Arab.
2. Tujuan Mempelajari Sejarah Kebudayaan Islam
a. Mengetahui lintasan peristiwa, waktu dan kejadian yang berhubungan
dengan kebudayaan Islam
b. Mengetahui tempat-tempat bersejarah dan para tokoh yang berjasa dalam
perkembangan Islam.
c. Memahami bentuk peninggalan bersejarah dalam kebudayaan Islam dari
satu periode ke periode berikutnya.3
3. Islam Di Nusantara
a. Masuknya Islam Di Nusantara
Agama Islam masuk di Nusantara sekitar abad VII dan VIII Masehi. Agama Islam masuk di Nusantara dibawa oleh para pedagang mslim melalui dua jalur, yaitu jalur utara dan jalur selatan. Melalui jalur
utara, dengan rute : Arab (Mekkah dan Madinah) – Damaskus – Baghdad
– Gujarat (pantai barat India). Nusantara melalui jalur selatan, dengan
3
Abd Djabbar Adlan, Dirasat Islamiyyah III, (Surabaya : CV Anika Bahagia Offset, 1993), hlm. 4
(27)
20
rute : Arab (Mekkah dan Madiah) – Yaman – Gujarat (pantai barat India)
– Srilanka – Nusantara.
Bangsa Arab merupakan pemeluk agama Islam yang pertama
karena agama Islam diwahyukan ditengah – tengah mereka. Didorong
oleh panggilan suci sebagai bangsa Arab berusaha menyebarluaskan
agama Islam ke seluruh penjuru dunia, termasuk Nusantara.4
Mereka dating ke Nusantara dengan tujuan berdagang dan berdakwah. Mereka mengajarkan agama Islam ke Nusantara secara damai, tidak ada unsure paksaan sedikitpun.
Secara garis besar, penyebaran agama Islam ke Nusantara melalui tiga cara, yaitu : perdagangan, pernikahan, dan pembebasan harta.
b. Kerajaan Islam Di Jawa, Sumatra, Dan Sulawesi
Agama Islam masuk ke Nusantara tidak hanya ke satu daerah tertentu dan dalam waktu yang bersamaan. Islam tersebar ke berbagai wilayah Nusantara dan dalam kurun waktu yang berlainan. Perkembangan Islam
ditunjukkan dengan adanya kerajaan – kerajaan Islam di Nusantara.
Berikut ini akan kita pelajari beberapa kerajaan Islam di Jawa, Sumatra dan Sulawesi.
1) Kerajaan Islam di Jawa
Islam tersebar luas di jawa, hal ini di tunjukkan adanya
beberapa kerajaan Islam yang berdiri.
4
Panduan Belajar Siswa Megantara, Pendidikan Agama Islam, (CV. “MIA” Surabaya –
(28)
21
a) Kerajaan Islam di Demak, Pajang dan Mataram
Kerajaan Islam yang pertama di Jawa adalah kerajaan Demak, di wilayah pantai utara Jawa. Kerajaan Demak berdiri
pada abad ke- XVI (1500 – 1550). Pada masa itu Demak
merupakan pelabuhan laut yang maju. Raja pertama Demak adalah Raden Fatah, putra Raden Majapahit yang terakhir.
Sejak kerajaan Demak berdiri, wilayahnya mencakup daerah Jawa Barat pesisir utara, terutama Cirebon yang masyarakatnya beragama Islam. Setelah Raden Fatah meninggal, tahta kerajaan dilanjutkan oleh Pati Unus (Pangeran Sabrang Lor) pada masa pemerintahannya, kerajaan Demak dapat memperluas kekuasaan Jepara.
Pada masa pemerintahannya, Pangeran Sabrang Lor mengundang Sunan Kalijaga untuk menetap di Kalidagueka kerajaan Demak. Sunan Kalijaga kemudian diangkat menjadi penasehat Raja, setelah Pangeran Sabrang Lor meninggal, tahta kerajaan diganti oleh Sultan Tenggono.
Sultan Tenggono adalah sultan yang membawa kerajaan Demak pada masa kejayaan. Demak mengalami kemunduran pada masa pemerintahan Sultan Pramata. Kemunduran kerajaan Demak segera digantikan oleh kerajaan Pajang. Raja pertama bernama Raja Tingkir, murid Sunan Kalijaga. Jaka Tingkir
(29)
22
adalah menantu Sultan Tenggono sebagai kerajaan Pajang. Jaka Tingkir bergelar Sultan Hadiwiyata.
Pada tahun 158 M, Sultan Pajang (Sultan Hadiwiyata) meninggal dunia dan dimakamkan di Butuh, sebelah barat taman kerajaan Pajang.
b) Kerajaan Islam di Cirebon
Di daerah Cirebon terdapat pesantren yang bernama Gunung Jati yang dipimpin oleh Syekh Datu Kahfi (Syekh Nurul Jati). Pesantren ini adalah tempat Pangeran Walangsungsang (Putra Prabu Siliwangi, dari Pajajaran) dan adiknya, Nyai Rara Santang mendapat Pendidikan agama Islam.
Di Makkah, Nyai Rara Santang menikah dengan Sultan Maulana Mahmud (Syarif Abdullah), seorang bangsawan Arab dari Bani Hasyim.
Pernikahan Nyai Rara Santang dengan Maulana Sultan Mahmud melahirkan seorang anak yang diberi nama Syarif Hidayatullah. Ketika pamannya wafat, Syarif Hidayatullah menggantikan dan mengubah status Cirebon menjadi kesultanan. Syarif Hidayatullah kemudian dikenal sebagai Sunan Gunung Jati.
Setelah Sunan Gunung Jati wafat, kemudian tahta kerajaan diganti oleh cucunya yang terkenal dengan gelar Pangeran ratu atau Penambahan Ratu. Sepeninggal Pangeran
(30)
23
Ratu, tahta kerajaan dilanjutkan oleh putranya yang bergelar Penembahan Girilaya. Setelah Penembahan Girilaya meninggal, kerajaan Cirebon diperintah dua putranya, yaitu Martawijaya dan Kartawijaya. Martawijaya memimpin kesultanan kanoman dengan gelar Badrudin.
c) Kerajaan Islam Banten
Sultan Tenggono adalah Sultan yang angat gigih dalam upaya menghancurkan Portugis di Nusantara. Namun, Pajajaran justru menjalin hubungan dengan Portugis. Hal itu membuat Sultan Tenggono berkeinginan menghancurkan Pajajaran. Ia memerintahkan Fatahillah, panglima perang Demak, untuk
menyerang Banten (bagian wilayah Pajajaran).5
Pada tahun 1552 M, Banten ditunjuk sebagai bagian Negara Demak dan Maulana Hasanuddin didaulat sebagai sultan. Sultan Maulana Hasanuddin adalah raja pertama di Banten. Pada tahun 1570 M Sultan Maulana Hasanuddin wafat, kemudian diganti oleh putranya yang bernama Maulana Yusuf. Pada tahun 1580 M, Maulana Yusuf meninggal kemudian diganti putranya yang bernama Maulana Muhammad, setelah beliau wafat tahta kerajaan diganti oleh putranya yang bernama Abdul Mufakir.
5
(31)
24
2) Kerajaan Islam di Sumatra
Beberapa kerajaan Islam juga berdiri di Sumatra, diantaranya
kerajaan Samudra Pasai dan Kerajaan Aceh. a) Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudra Pasai alam Sdalah kerajaan pertama di Indonesia. Kerajaan ini terletak di pesisir timur Aceh (Lhokseumawe atau Aceh utara sekarang). Kerajaan Islam Samudra Pasai berdiri pada abad ke XIII. Pendirinya adalah Marah Salu atau Marah Sile yang bergelar Sultan Malik As-Saleh. Hal ini didukung adanya nisan kubur yang bertulis nama Sultan Malik Saleh bertahun 696H/1297M. Sultan Malik As-Saleh adalah raja pertama kerajaan Islam Samudra Pasai.
Ibnu Batutah, seorang pengembara dari maroko, pada abad ke XIV mengunjungi Samudra Pasai. Pada saat itu Samudra Pasai dipimpin oleh Sultan Malik Zahirputra Sultan Malik As-Saleh.
Pada tahun 1521 M, kerajaan Samudra Pasai ditaklukkan Portugis dan diduduki selama tiga tahun. Pada tahun 1524 M dan seterusya, kerajaan Samudra Pasai berada di bawah kesultanan Aceh.
b) Kesultanan Aceh
Kesultanan Aceh didirikan pada tahun 1514 M oleh Ali Mugayat Syah yang sekaligus menjadi sultan yang pertama.
(32)
25
Kesultanan ini terletak di ujung pulau Sumatra. Kesultanan Aceh juga disebut Aceh Darussalam. Sultan Ali Mugayat meninggal dunia pada tahun 1607 M.
Sultan Iskandar Muda mendapat gelar Perkasa Alam. Pada masa pemerintahan Iskandar Muda, hokum Islam diterapkan secara tegas. Hal ini dibuktikan ketika putranya yang bernama Meurah Berzina dengan istri seorang perwira kesultanan. Setelah Sultan Iskandar wafat, tahta kerajaan diganti menantunya yang bernama Sultan Iskandar Sani. Beliau mendirikan Masjid, seperti Masjid Baiturrahman. Pada masa Sultan Iskandar Sani, ada seorang ulama dari Gujarat yang bernama Nuruddin ae-Raniri. Ia menulis kitab as-Shirat Al-Mustaqim yang berisi ibadah dalam Islam.
3) Kerajaan Islam di Sulawesi
Pada tahun 1600 M di Sulawesi berdiri kerajaan kecil, yaitu kerajaan Gua dan Tanlo. Dua kerajaan kecil tersebut bergabung menjadi
satu dengan nama Gua – Tanlo atau Makasar dengan ibu kotanya di
Sumbu Opu. Raja Gua menjadi Raja Gua Tanlo dengan gelar Sultan Alauddin, sedangkan Raja Tanlo menjadi mangkubumi dengan gelar Sultan Abdullah.
Setelah menjadi kerajaan Islam, kerajaan Gua Tanlo dengan cepat
mengalami kemajuan. Olh karena itu, kerajaan – kerajaan di sekitarnya
(33)
26
atau Makasar meluas hingga ke sekayar, Bulu kumbang, dan Sulawesi utara. Gua Tanlo mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Sultan
Hasanuddin, cucu Sultan Alauddin.6
C. Media Pembelajaran 1. Media
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah
berarti „tengah’, „pengantar’. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara (wasilah) atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Ada juga yang memakainya dalam menjelaskan kata “pertengahan” seperti dalam kalimat “medio abad 19” (atau pertengahan abad 19). Ada yang memakai kata media dalam istilah “mediasi”, yakni sebagai kata yang biasa dipakai
dalam proses perdamaian dua belah pihak yang sedang bertikai.7
Menurut Gerlach dan Ely, media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi dan kejadian yang membangun kondisi yang
membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, ketrampilan atau sikap.8
Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Sedangkan menurut Criticos yang dikutip oleh Daryanto, media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan.
Secara lebih khusus Azhar Arsyad mengatakan, pengertian media
dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat – alat grafis,
6
Ibid, Hlm. 56
7
Arsyad,A. Media Pembelajaran (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2009), hlm. 3
8
(34)
27
photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun
kembali informasi visual atau verbal.9 Berdasarkan beberapa pendapat di
atas dapat disimpulkan bahwa media adalah segala sesuatu benda atau komponen yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa dalam proses belajar.
2. Media Pembelajaran
Menurut Heinich media pembelajaran adalah perantara yang membawa pesan atau informasi bertujuan instruksional atau mengandung
maksud-maksud pengajaran antara sumber dan penerima.10
Media pembelajaran adalah sarana penyampaian pesan pembelajaran kaitannya dengan model pembelajaran langsung yaitu dengan cara guru berperan sebagai penyampai informasi dan dalam hal ini guru seyogyanya menggunakan berbagai media yang sesuai. Media pembelajaran adalah alat bantu proses belajar mengajar. Segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau ketrampilan pebelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar. 3. Penggunaan dan Pemilihan Media Pembelajaran
Menurut Arief S. Sadiman, mengemukakan pemilih media antara lain adalah a) bermaksud mendemonstrasikannya seperti halnya pada kuliah tentang media, b) merasa sudah akrab dengan media tersebut, misalnya
9
Ibid. Hlm. 4
10
(35)
28
seorang dosen yang sudah terbiasa menggunakan proyektor transparansi, c) ingin memberi gambaran atau penjelasan yang lebih konkret, dan d) merasa bahwa media dapat berbuat lebih dari yang bisa dilakukan, misalnya untuk
menarik minat atau gairah belajar siswa.11 Pendapat lain mengungkapkan
bahwa dalam memilih media hendaknya memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut :
a. Kemampuan mengakomodasikan penyajian stimulus yang tepat (visual
dan/ atau audio)
b. Kemampuan mengakomodasikan respon siswa yang tepat (tertulis,
audio, dan/ atau kegiatan fisik)
c. Kemampuan mengakomodasikan umpan balik
d. Pemilihan media utama dan media sekunder untuk penyajian informasi
atau stimulus, dan untuk latihan dan tes (sebaiknya latihan dan tes menggunakan media yang sama)
e. Tingkat kesenangan (preferensi lembaga, guru, dan pelajar) dan
keefektivan biaya.
4. Fungsi Media Pembelajaran
Hamalik (1986) mengemukakan bahwa pemakaian media pengajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh- - pengaruh
psikologis terhadap siswa.12
11
Arif s. sadiman, dkk, Media Pendidikan (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 1986), hlm 84
12
(36)
29
Menurut Arif S. Sadiman, menyebutkan bahwa kegunaan-kegunaan
media pembelajaran yaitu:13
a. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis.
b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera.
c. Penggunaan media pembelajaran yang tepat dan bervariasi dapat
mengatasi sikap pasif anak didik.
d. Memberikan perangsang belajar yang sama.
e. Menyamakan pengalaman.
f. Menimbulkan persepsi yang sama.
5. Jenis Media Pembelajaran
Sejalan dengan perkembangan teknologi, maka media pembelajaran pun mengalami perkembangan melalui pemanfaatan teknologi itu sendiri. Berdasarkan teknologi tersebut, Azhar Arsyad mengklasifikasikan media
atas empat kelompok, yaitu :14
a. Media hasil teknologi cetak.
b. Media hasil teknologi audio-visual.
c. Media hasil teknologi yang berdasarkan komputer. d. Media hasil gabungan teknologi cetak dan komputer.
13
Arief S. Sadiman dkk. Media Pendidikan (Jakarta: Rajawali. 1990), hlm 17-18
14
(37)
30
Klasifikasi media pembelajaran menurut Seels dan Glasgow membagi media kedalam dua kelompok besar, yaitu : media tradisional
dan media teknologi mutakhir.15
a. Pilihan media tradisional
1) Visual diam yang diproyeksikan yaitu proyeksi apaque, proyeksi
overhead, slides, filmstrips.
2) Visual yang tak diproyeksikan yaitu gambar, poster, foto, charts,
grafik, diagram, pameran, papan info, papan-bulu.
3) Audio yaitu rekaman piringan, pita kaset, reel, cartridge.
4) Penyajian multimedia yaitu slide plus suara (tape).
5) Visual dinamis yang diproyeksikan yaitu film, televisi, video.
6) Media cetak yaitu buku teks, modul, teks terprogram, workbook,
majalah ilmiah, lembaran lepas (hand-out).
7) Permainan yaitu teka-teki, simulasi, permainan papan.
8) Media realia yaitu model, specimen (contoh), manipulatif (peta,
boneka).
b. Pilihan media teknologi mutakhir
1) Media berbasis telekomunikasi yaitu telekonferen, kuliah jarak
jauh.
2) Media berbasis mikroprosesor yaitu computer-assisted
instruction, permainan komputer, sistem tutor intelijen, interaktif, hipermedia, compact (video) disc.
15
(38)
31
Sedangkan klasifikasi media pembelajaran menurut Ibrahim yang dikutip oleh Daryanto, media dikelompokkan berdasarkan ukuran dan kompleks tidaknya alat dan perlengkapannya atas lima kelompok, yaitu media tanpa proyeksi dua dimensi, media tanpa proyeksi tiga dimensi, audio, proyeksi, televisi, video, dan komputer. Kemp & Dayton yang dikutip oleh Azhar Arsyad, mengelompokkan media kedalam delapan jenis,
yaitu : media cetakan, media pajang, overhead transparancies, rekapan
audiotape, seri slide dan film strips, penyajian multi-image, rekaman video
dan film hidup, komputer.16
6. Metode Pengembangan Media Pembelajaran
Menurut Sugiyono, metode penelitian dan pengembangan atau
dalam bahasa Inggrisnya research and development (R&D) adalah metode
penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut. Menurut Borg & Gall yang dikutip Sugiyono,
penelitian (Research and Development/R&D), merupakan metode penelitian
yang digunakan untuk mengembangkan atau memvalidasi produk-produk yang digunakan dalam pendidikan dan pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan, penelitian dan pengembangan (R & D) dalam pembelajaran adalah suatu penelitian untuk menghasilkan dan memvalidasi produk-produk yang digunakan dalam proses pembelajaran berdasarkan prosedur atau langkah-langkah kegiatan. Produk-produk yang dihasilkan dalam penelitian dan
16
(39)
32
pengembangan antara lain materi-materi pelatihan untuk guru, materi belajar untuk siswa, media pembelajaran untuk memudahkan belajar, sistem
pembelajaran dan lain sebagainya.17
Prosedur penelitian pengembangan oleh Tim Puslitjaknov (2008), peneliti menyebutkan sifat-sifat komponen pada setiap tahapan dalam pengembangan, menjelaskan secara analitis fungsi komponen dalam setiap tahapan pengembangan produk, dan menjelaskan hubungan antar komponen dalam sistem. Sebagai contoh prosedur pengembangan yang dilakukan Borg
dan Gall dalam tim Puslitjaknov, mengembangkan pembelajaran mini (mini
course) melalui 10 langkah:
a. Melakukan penelitian pendahuluan (prasurvei) untuk mengumpulkan
informasi (kajian pustaka, pengamatan kelas), identifikasi permasalahan yang dijumpai dalam pembelajaran, dan merangkum permasalahan,
b. Melakukan perencanaan (identifikasi dan definisi keterampilan,
perumusan tujuan, penentuan urutan pembelajaran, dan uji ahli atau
ujicoba pada skala kecil, atau expert judgement),
c. Mengembangkan jenis / bentuk produk awal meliputi: penyiapan materi
pembelajaran, penyusunan buku pegangan, dan perangkat evaluasi,
d. Melakukan uji coba lapangan tahap awal; pengumpulan informasi/data
dengan menggunakan observasi, wawancara, atau kuesioner,dan dilanjutkan analisis data,
17
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. (Bandung: Alfabeta. 2010) hlm. 297
(40)
33
e. Melakukan revisi terhadap produk utama, berdasarkan masukan dan
saran-saran dari hasil uji lapangan awal,
f. Tes/penilaian prestasi belajar siswa sebelum dan sesudah pembelajaran,
g. Melakukan revisi terhadap produk operasional, berdasarkan masukan
dan saran-saran hasil uji lapangan utama,
h. Melakukan uji lapangan operasional, data dikumpulkan melalui
wawancara, observasi, dan kuesioner,
i. Melakukan revisi terhadap produk akhir, berdasarkan saran dalam uji
coba lapangan,
j. Mendesiminasikan dan mengimplementasikan produk, melaporkan dan
menyebarluaskan produk.
Prosedur penelitian pengembangan menurut Borg dan Gall dalam Tim Puslitjaknov, dapat dilakukan dengan lebih sederhana melibatkan 5 langkah utama:
a. Melakukan analisis produk yang akan dikembangkan,
b. Mengembangkan produk awal,
c. Validasi ahli dan revisi,
d. Ujicoba lapangan skala kecil dan revisi produk,
e. Uji coba lapangan skala besar dan produk akhir.
Menurut Sugiyono, langkah-langkah penelitian dan pengembangan meliputi sebagai berikut :
a. Potensi dan masalah yang dikemukakan dalam data empirik. Potensi
(41)
34
sedangkan masalah adalah penyimpangan antara yang diharapkan dengan yang terjadi.
b. Pengumpulan data, yaitu mengumpulkan informasi yang dapat
digunakan sebagai bahan untuk perencanaan produk tertentu yang diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut.
c. Desain produk, yaitu penjelasan mengenai produk yang akan
dihasilkan.
d. Validasi desain, yaitu proses kegiatan untuk menilai apakah rancangan
produk secara rasional akan lebih efektif dari yang lama atau tidak. Validasi desain dilakukan oleh para ahli atau pakar yang berpengalaman untuk menilai produk baru tersebut, sebelum fakta lapangan.
e. Revisi desain, yaitu memperbaiki Desain produk oleh peneliti
berdasarkan hasil validasi oleh ahli.
f. Uji coba produk, yaitu melakukan pengujian penggunaan produk untuk
mengetahui efektifitas produk tersebut. Uji coba dilakukan dengan membandingkan nilai sebelum dan sesudah pada kelas eksperimen dengan kelas kontrol.
g. Revisi produk, yaitu memperbaiki produk berdasarkan hasil uji coba
produk.
h. Uji coba pemakaian, yaitu menerapkan produk baru dalam lingkup yang
(42)
35
i. Revisi produk, dilakukan apabila dalam pemakaian pada lembaga
pendidikan yang lebih luas terdapat kekurangan dan kelemahan.
j. Produksi masal, yaitu apabila produk yang telah diuji coba dinyatakan
efektif dan layak dalam beberapa kali pengujian, maka dapat dilakukan kerjasama dengan perusahaan untuk memproduksi produk tersebut secara masal.
D. Film
1. Pengertian Film
Filim adalah teks yang memuat serangkaian citra fotografi yang
mengakibatkan adanya ilusi gerak dan tindakan dalam kehidupan nyata.18
Film adalah gambar-hidup, juga sering disebut movie. Film, secara kolektif, sering disebut sinema. Sinema itu sendiri bersumber dari kata kinematik atau gerak.
Pengertian secara harafiah film (sinema) adalah Cinemathographie yang berasal dari Cinema + tho = phytos (cahaya) + graphie = grhap (tulisan = gambar = citra), jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan cahaya. Pengertian film menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu:
Selaput. Selaput yang terbuat dari seluloid untuk tempat negative yang
dari situ dibuat potretnya,tempat gambar positif yang akan dibuat di bioskop.
18
(43)
36
Gulungan serangkaian gambar-gambar yang diambil dari objek-objek
yang bergerak dan akhirnya proyeksi dari hasil pengambilan gambar tersebut.
Cerita yang diputar di bioskop.
Film mempunyai banyak pengertian yang masing-masing artinya dapat dijabarkan secara luas. Film merupakan media komunikasi sosial yang terbentuk dari penggabungan dua indra, penglihatan dan pendengaran, yang mempunyai inti atau tema sebuah cerita yang banyak mengungapkan realita sosial yang terjadi di sekitar lingkungan tempat dimana film itu sendiri tumbuh.
Film sendiri dapat juga berarti sebuah industri, yang mengutamakan eksistensi dan ketertarikan cerita yang dapat mengajak banyak orang terlibat. Film berbeda dengan cerita buku, atau cerita sinetron. Walaupun sama-sama mengangkat nilai esensial dari sebuah cerita, film mempunyai asas sendiri. Selain asas ekonomi bila dilihat dari kacamata industri, asas yang membedakan film dengan cerita lainnya adalah asas sinematografi. Asas sinematografi tidak dapat digabungkan dengan asas-asas lainnya karena asas ini berkaitan dengan pembuatan film. Asas sinematografi berisikan bagaimana tata letak kamera sebagai alat pengambilan gambar, bagaimana tata letak properti dalam film, tata artistik, dan berbagai pengaturan
pembuatan film lainnya.19
19
http://susanpinter.blogspot.co.id/2011/06/sejarah-film.html. Diakses pada 11 November 2015
(44)
37
Agar kita dapat melukis gerak dengan cahaya, kita
harus menggunakan alat khusus, yang biasa kita sebut dengan kamera. Sedangkan menurut UU No 8 Tahun 1992, film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem Proyeksi mekanik, eletronik, dan/atau lainnya.
Istilah film pada awalnya mengacu pada suatu media sejenis plastik yang dilapisi dengan zat peka cahaya. Media peka cahaya ini sering disebut selluloid. Dalam bidang fotografi film ini menjadi media yang dominan digunakan untuk menyimpan pantulan cahaya yang tertangkap lensa. Pada generasi berikutnya fotografi bergeser pada penggunaan media digital elektronik sebagai penyimpan gambar.
Dalam bidang sinematografi media penyimpan ini telah mengalami perkembangan yang pesat. Macam-macam media penyimpan antara lain selluloid (film), pita analog, dan yang terakhir media digital (pita, cakram, memori chip). Bertolak dari pengertian ini maka pengertian film pada
awalnya adalah karya sinematografi yang memanfaatkan media selluloid
sebagai penyimpannya. Sejalan dengan perkembangan media penyimpan dalam bidang sinematografi, maka pengertian film telah bergeser.
(45)
38
Perkembangan teknologi media penyimpan ini telah mengubah pengertian film dari istilah yang mengacu pada bahan, menjadi istilah
yang mengacu pada bentuk karya seni audio-visual. Singkatnya film kini
diartikan sebagai suatu genre (cabang) seni yang menggunakan audio (suara)
dan visual (gambar) sebagai medianya.20
Film pembelajaran adalah sebuah film atau video dari sebuah gambar
bergerak yang digunakan untuk proses pembelajaran. Film pembelajaran yang
dikembangkan disini adalah video dari permasalahan sehari-hari khususnya
yang berkaitan dengan materi aritmatika sosial yang kemudian film tersebut akan digunakan sebagai media pembelajaran pada proses pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran berbasis masalah.
2. Fungsi Film
Fungsi film dalam proses pembelajaran terkait dengan tiga hal, yaitu untuk tujuan kognitif, untuk tujuan psikomotor, dan untuk tujuan afektif.
Dalam hubungannya dengan tujuan kognitif, film dapat digunakan untuk:
a) Mengajarkan pengenalan kembali atau pembedaan stimulasi gerak yang
relevan, seperti kecepatan obyek yang bergerak, dan sebagainya
b) Mengajarkan aturan dan prinsip. Film dapat juga menunjukkan deretan
ungkapan verbal, seperti pada gambar diam dan media cetak. Misalnya untuk mengajarkan arti ikhlas, ketabahan, dan sebagainya.
c) Memperlihatkan contoh model penampilan, terutama pada situasi yang
menunjukkan interaksi manusia.
20
(46)
39
Dalam hubungannya dengan tujuan psikomotor, film digunakan untuk memperlihatkan contoh keterampilan gerak. Media ini juga dapat memperlambat atau mempercepat gerak, mengajarkan cara menggunakan suatu alat, cara mengerjakan suatu perbuatan, dsn sebagainya. Selain itu, film juga dapat memberikan umpan balik tertunda kepada siswa secara visual untuk menunjukkan tingkat kemampuan mereka dalam mengerjakan keterampilan gerak, setelah beberapa waktu kemudian.
Dengan hubungannya dengan tujuan afektif, film dapat mempengaruhi emosi dan sikap seseorang, yakni dengan menggunakan berbagai cara dan efek. Ia merupakan alat yang cocok untuk memperagakan informasi afektif, baik melalui
efek optis maupun melalui gambaran visual yang berkaitan.21
3. Sejarah Penemuan Film
Perfilman Indonesia sangat menarik, sebab lika-liku yang terjadi dalam perfilman dapat memberikan pengetahuan baru yang berkaitan erat dengan perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia terutama Perusahaan Umum Produksi Negara (Perum PFN). Perusahaan perfilman ini sangat menarik untuk diketahui perkembangannya sebab merupakan saksi perjuangan bangsa dan salah satu perusahaan perfilman yang tetap bertahan hingga sekarang. Walaupun perjalanan sejarahnya tidak mudah terutama seringnya pergantian nama membuat perusahaan ini juga harus selalu melakukan pengembangan dan perbaikan segala bidang.
21
http://griyadownload.blogspot.co.id/2012/01/film-sebagai-media-pembelajaran.html. Diakses pada 11 November 2015
(47)
40
Cikal bakal berdirinya perusahaan film milik negara ini diawali dengan pendirian perusahaan perfilman oleh Albert Ballink pada tahun1934. Perusahaan ini bernama Java Pasific Film namun pada tahun 1936 namanya berubah menjadi Algemeene Nederlands Indiesche Film (ANIF). Perusahaan ini memfokuskan diri pada pembuatan film cerita dan film dokumenter. Peristiwa pendudukan Jepang di Indonesia pada tahun 1942 disertai dengan pengambilalihan seluruh kekayaan yang berada di bawah kekuasaan Hindia Belanda oleh pihak Jepang, salah satunya adalah Algemeene Nederlands Indiesche Film (ANIF). Setelah terjadinya peristiwa tersebut, Jepang kemudian mendirikan sebuah perusahaan perfilman yang diberi nama Nippon ii Eiga Sha yang berada di bawah pengawasan Sendenbu. Film yang diproduksi Nippon Eiga Sha pada umumnya bertujuan sebagai alat propaganda politik Jepang.
Perkembangan Perum PFN diawali dengan terbentuknya BFI yang dilatarbelakangi oleh adanya gerakan karyawan film yang bekerja pada Nippon Eiga Sha. Adanya peristiwa penandatanganan draft persetujuan penyerahan Nippon Eiga Sha kepada perwakilan Indonesia pada tanggal 6 Oktober 1945 semakin mempermudah gerak para karyawan BFI untuk melakukan peliputan berbagai peristiwa bersejarah. Pada tahun 1950, BFI berganti nama menjadi Perusahaan Pilem Negara (PPN) namun penyempurnaan EYD membuat namanya berubah kembali menjadi Perusahaan Film Negara (PFN). Pergantian nama perusahaan kembali terjadi dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Penerangan No. 55 B/MENPEN/1975 pada tanggal 16 Agustus 1975.
(48)
41
Berdasarkan surat keputusan ini maka secara resmi PFN berubah menjadi Pusat Produksi Film Negara (PPFN). Pergantian nama kembali terjadi seiring dengan berbagai usaha yang dilakukan untuk mengembangkan perusahaan dan agar perusahaan dapat dikelola secara profesional dengan menggunakan prinsip-prinsip yang dapat memberikan keuntungan bagi negara serta mampu untuk mendiri. Agar dapat mencapai hal tersebut maka PPFN merubah statusnya menjadi Perum sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1988 yang dikeluarkan pada tanggal 7 Mei 1988. Dengan demikian resmilah PPFN berganti nama menjadi Perusahaan Umum Produksi Film Negara (Perum PFN).
Perkembangan film Indonesia beberapa tahun belakangan ini cukup menggembirakan. Meskipun tema yang diangkat masih belum terlalu variatif dan kualitas yang tidak merata namun jumlah film Indonesia yang diputar di bioskop terus meningkat dari waktu ke waktu. Bahkan di beberapa jaringan 21 Cineplex, layar yang tersedia sempat didominasi oleh film Indonesia. Di Surabaya 21, misalnya. Pada pertengahan bulan Juni 2006 kemarin, dari 5 layar yang tersedia, 3 di antaranya diisi oleh film Indonesia. Saat itu film yang sedang tayang adalah Heart, Cewek Matrepolis, dan Lentera Merah.
Secara keseluruhan, selama kurun waktu Januari hingga Juni 2006 saja jumlah film Indonesia yang sudah dan tengah ditayangkan jaringan 21 Cineplex mencapai 19 buah. Sementara, “Tahun lalu, dalam kurun waktu yang sama, ada 14 buah film Indonesia. Total untuk 2005 semuanya ada 29 judul,” kata Joen
(49)
42
Soemarno dari PT Indo Ika Mandiri, perwakilan 21 Cineplex untuk Jawa Timur dan Bali.
Dari data itu terlihat bahwa hingga pertengahan tahun 2006 telah terjadi peningkatan 35% dibanding tahun 2005. Padahal masih ada sederet film Indonesia lainnya yang sudah bersiap untuk diputar usai Piala Dunia 2006.
Ada dua aspek penting dari awal sejarah film untuk melihat bagaimana status dan peranan film ditumbuhkan.
Film dilahirkan sebagai tontonan umum (awal 1900-an), karena
semata-mata menjadi alternatif bisnis besar jasa hiburan di masa depan manusia kota.
Film dicap 'hiburan rendahan' orang kota. namun sejarah membuktikan
bahwa film mampu melakukan kelahiran kembali untuk kemudian mampu menembus seluruh lapisan masyarakat, juga lapisan menengah dan atas, termasuk lapisan intelektual dan budayawan. bahkan kemudian seiring dengan kuatnya dominasi sistem Industri Hollywood, lahir film-film perlawanan yang ingin lepas dari wajah seragam Hollywood yang kemudian melahirkan film-film Auteur. Yakni film-film personal sutradara yang sering disebut sebagai film seni.
Dalam pertumbuhannya, baik film hiburan yang mengacu pada Hollywood ataupun film-film seni kadang tumbuh berdampingan, saling memberi namun juga bersitegang. Masing-masing memiliki karakter diversifikasi pasar, festival dan pola pengembangannya sendiri.
(50)
43
Sementara pada proses pertumbuhan film Indonesia tidak mengalami proses kelahiran kembali, yang awalnya dicap rendahan menjadi sesuai dengan nilai-nilai seluruh lapisan masyarakat, termasuk kelas menengah ke atas, juga intelektual dan budayawan.
Perfilman Indonesia pernah mengalami krisis hebat ketika Usmar Ismail menutup studionya tahun 1957. Pada tahun 1992 terjadi lagi krisis besar. Tahun 1991 jumlah produksi hanya 25 judul film (padahal rata-rata produksi film nasional sekitar 70 - 100 film per tahun). Yang menarik, krisis kedua ini tumbuh seperti yang terjadi di Eropa tahun 1980, yakni tumbuh dalam tautan munculnya industri cetak raksasa, televisi, video, dan radio. Dan itu didukung oleh kelembagaan distribusi pengawasannya yang melahirkan mata rantai penciptaan dan pasar yang beragam sekaligus saling berhubungan, namun juga masing-masing tumbuh lebih khusus. Celakanya di Indonesia dasar struktur dari keadaan tersebut belum siap. Seperti belum efektifnya jaminan hukum dan pengawasan terhadap pasar video, untuk menjadikannya pasar kedua perfilman nasional setelah bioskop.
Faktor yang mempengaruhi rendahnya mutu film nasional salah satunya adalah rendahnya kwalitas teknis karyawan film. Ini disebabkan kondisi perfilman Indonesia tidak memberikan peluang bagi mereka yang berpotensi untuk berkembang.
Pertunjukan film di Indonesia sudah dikenal orang pada tahun 1990, sebab pada tahun itu iklan bioskop sudah termuat di koran-koran. Sedang pembuatan film, baru dikenal tahun 1910-an. Itu pun sebatas pada pembuatan
(51)
44
film dokumenter, film berita atau film laporan. Pada tahun 1926, barulah dimulai
pembuatan film cerita di Bandung.22
4. Jenis dan Genre Film
Beberapa jenis film, antara lain:
a. Film Dokumenter (Documentary Film)
Dokumenter adalah sebutan yang diberikan untuk film pertama karya Lumiere Bersaudara yang berkisah tentang perjalanan (travelogues) yang dibuat sekitar tahun 1890-an. Tiga puluh enam tahun kemudian, kata dokumenter kembali digunakan oleh pembuat film dan kritikus film asal Inggris John Grierson untuk film Moana (1926) karya Robert Flaherty. Grierson berpendapat bahwa dokementer merupakan cara kreatif mempresentasikan realitas. Film dokementer menyajikan realita melalui berbagai cara dan dibuat untuk berbagai tujuan. Film dokumenter tak pernah lepas dari tujuan penyebaran informasi, pendidikan dan propaganda bagi orang atau kelompok tertentu. Intinya film dokumenter berpijak pada hal-hal
senyata mungkin.23
b. Film Cerita Pendek (Short Film)
Yang dimaksud film pendek disini artinya sebuah karya film cerita
fiksi yang berdurasi kurang dari 60 menit.24 Jenis film ini banyak dihasilkan
22
http://susanpinter.blogspot.co.id/2011/06/sejarah-film.html. Diakses pada 20 November 2015
23
Panca javandalasta, 5 hari mahir bikin film, (Surabaya: MUMTAZ media, 2011), hlm. 2
24
(52)
45
oleh para mahasiswa jurusan perfilman atau mereka yang menyukai dunia film dan ingin berlatih membuat film dengan baik.
c. Film Panjang
Film panjang adalah film cerita fiksi yang berdurasi lebih dari 60 menit. Umumnya berkisar antara 90-100 menit. Film yang diputar di bioskop umumnya termasuk dalam kelompok ini.
Genre film adalah bentuk, kategori atau klasifikasi tertentu dari beberapa film yang memiliki kesamaan bentuk, latar, tema, suasana dan lainnya. Beberapa genre film utama yaitu:
1) Action – Laga
Pada genre ini biasanya untuk film yang bercerita mengenai perjuangan
seorang tokoh untuk bertahan hidup. Biasanya dibumbui oleh adegan pertarungan. Sehingga penonton seolah-olah mampu merasakan ketegangan yang dialami si tokoh di dalam film.
2) Mistery– Horor
Genre misteri biasa mengetengahkan cerita yang terkadang berada diluar
akal umat manusia.25
3) Drama
Suatu kejadian atau peristiwa hidup yang hebat mengandung konflik pergolakan, clash atau benturan antara dua orang atau lebih. Sifat drama
antara lain: romance, tragedy, dan komedi.26
25
(53)
46
4) Realisme
Film yang mengandung relevansi dengan kehidupan keseharian.
5) Film Sejarah
Yaitu film yang melukiskan kehidupan tokoh tersohor dan peristiwanya.
6) Film Futuristik
Yaitu film yang menggambarkan masa depan secara khayal.
7) Film Anak
Yaitu film yang mengupas kehidupan anak-anak.
8) Cartoon – Kartun
Yaitu cerita bergambar yang mulanya lahir di media cetak yang diolah menjadi gambar bergerak.
9) Adventure– Petualangan
Adventure adalah Jenis film yang menitik beratkan pada sebuah alur petualangan yang sarat akan teka teki dan tantangan dalam berbagai adegan film.
10)CrimeStory
Crime adalah Jenis film yang menampilkan skenario kejahatan kriminal sebagai inti dari keseluruhan film.
26
Syukriadi Sambas, Komunikasi dan penyiaran islam, (Bandung: BenangMerah press, 2004), hlm. 101
(54)
47
11) Animation
Animation adalah Jenis film kartun animasi dengan berbagai alur cerita. Biasanya genre film ini memiliki sub genre hampir sama dengan genre utama film non animasi.
12)Biography
Biography adalah Jenis film yang mengulas sejarah, perjalanan hidup atau karir seorang tokoh, ras dan kebudayaan ataupun kelompok.
13)Comedy
Comedy adalah Jenis film yang dipenuhi oleh adegan komedi dan lelucon sebagai benang merah alur cerita film.
14) Family
Family adalah Jenis film yang sangat cocok untuk dapat di saksikan bersama keluarga.
15)Fantasy
Fantasy adalah Jenis film yang penuh dengan imajinasi dan fantasy.
16)Horror
Horror adalah Jenis film yang berisi tentang kejadian mistis dan berhubungan dengan kejadian-kejadian yang menyeramkan dan menakutkan sebagai nyawa dari film tersebut.
17)Musical
Musical adalah Jenis film yang berkaitan dengan musik.
18) Romance
(55)
48
19) Sci-Fi
Sci-Fi adalah Jenis film fantasi imajinasi pengetahuan khususnya yang bersifat exact yang dikembangkan untuk mendapatkan dasar pembuatan alur film yang menitikberatkan pada penelitian dan penemuan-penemuan teknologi.
20)Sport
Sport adalah Jenis film dengan latar belakang tentang olahraga.
21)Thriller
Thriller adalah Jenis film yang penuh dengan aksi menegangkan dan mendebarkan dan biasanya tipe alur ceritanya biasanya berupa para jagoan yang berpacu dengan waktu, penuh aksi menantang, dan mendapatkan berbagai bantuan yang kebetulan sangat dibutuhkan yang harus menggagalkan rencana-rencana kejam para penjahat yang lebih kuat dan lebih lengkap persenjataannya.
22)War
War adalah Jenis film yang sesuai dengan kategorinya yaitu memiliki inti cerita dan latar belakang peperangan.
23)Western
Western adalah Jenis film yang berkaitan dengan suku di amerika dan kehidupan pada zaman kebudayaan suku indian masih ada yang
(56)
49
biasanya memiliki tokoh koboi berkuda, sherif dan aksi khas duel
menembak.27
5. Unsur – unsur Dalam Sebuah Film a. Title : Judul Film
b. Crident Title : Meliputi: produser, karyawan, artis, dan lain-lain c. Intrik : Usaha pemeranan film untuk mencapai tujuan
d. Klimaks : Benturan antar kepentingan e. Plot : Alur cerita
f. Suspen : Masalah yang masih terkatung-katung
g. Seting/latar : Latar belakang terjadinya peristiwa, masa/waktu, bagian kota, perlengkapan, aksesoris, dan fashion yang disesuaikan.
h. Sinopsis : Memberi ringkasan atau gambaran dengan cepat kepada orang yang berkepentingan.
i. Trailer : Bagian film yang menarik
j. Character : Karakteristik pelaku-pelakunya.28 6. Tahap Pembuatan Film
a. Tahap Pra Produksi
Tahap pra produksi adalah proses persiapan hal-hal yang menyangkut semua hal sebelum proses produksi sebuah film, seperti pembuatan jadwal shooting, penyusunan crew, dan pembuatan skenario.
27
http://moviezone.heck.in/mengenal-jenis-jenis-genre-film.xhtml. Diakses pada 20 November 2015
28
Syukriadi Sambas, Komunikasi dan penyiaran islam, (Bandung: BenangMerah press, 2004), hlm. 100
(57)
50
Susunan kru yang diperlukan pada tahap pra produksi antara lain:
1) Produser : Orang yang memproduksi film, yaitu yang merumuskan suatu
proyek film, menyusun dan memimpin tim produksi agar proyek tersebut
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.29
2) Product designer (Desainer Produksi) : Tergantung kesepakatan job. Dapat bertugas merancang sejumlah aspek produksi film hingga detil misalnya hingga ke aspek marketing.
3) Scriptwriter ( Penulis Naskah/Skenario) : Film dibuat berdasarkan suatu naskah/skenario yang memiliki format tertentu sedemikian rupa yang dimengerti oleh kru produksi film. Skenario ini dapat berasal dari cerita novel, naskah adaptasi, maupun cerita asli. Penulis naskahlah yang melakukan pekerjaan ini.
4) Director ( Sutradara ) : Orang yang menerjemahkan bahasa tulisan dari sebuah skenario kedalam bahasa visual hasil syuting maupun elemen visual lain. Termasuk mengarahkan adegan dan dialog para pelaku, serta mengkoordinasikan kru yang berkaitan dengan tugas utamanya tersebut. 5) Director of Photografy ( Penata Kamera ) : Orang yang membantu
sutradara dalam menerjemahkan “bahasa tulisan ke visual” melalui pemilihan angle dan gerakan kamera, serta pencahayaan. Dalam proyek kecil, penata kamera ini dirangkap oleh seorang kameramen yang juga
mengatur peran petugas pencahayaan ( Lighting man ).
29
(58)
51
6) Art Director ( Penata Artistik ) : Menyediakan segala properti, tempat
dan lingkungan pengambilan gambar untuk tiap-tiap adegan,
menyesuaikan diri dengan setting adegan yang disebutkan dalam skenario.
7) Make-up Artist ( Penata Rias ) : Melakukan penataan rias untuk para pelaku adegan, termasuk penata rambut.
8) Wardrobe/costume Designer : Merancang pakaian untuk para pelaku adegan, sesuai dengan setting cerita dalam skenario.
9) Music arranger ( Penata Musik ) : Mendesain ilustrasi musik untuk film, dapat berasal dari ciptaan sendiri atau karya orang lain yang ditata ulang. 10)Editor : Melakukan pengeditan gambar, menyusunnya menjadi cerita
yang utuh sesuai skenario, dan menambah elemen-elemen lain yang
diperlukan, seperti sound dan musik ilustrasi, melakukan
sentuhan-sentuhan artistik lain melalui grafis sehingga tercipta mood/style film
tertentu.30
Pembuatan skenario adalah proses untuk menyampaikan pesan
komunikasi antara pembuat film dengan penikmat atau penonton film.31
Adapun aspek penulisan skenario adalah :
a) Konsep cerita, dirumuskan dalam sebuah kalimat tunggal yang
menjelaskan tokoh utama dalam film dan apa yang ingin diperbuat atau diperjuangkannya.
30
Panca javandalasta, 5 hari mahir bikin film, (Surabaya: MUMTAZ media, 2011), hlm. 8-9
31
(59)
52
b) Karakterisasi ( Perwatakan ), yaitu tokoh-tokoh yang terlibat dalam
cerita.
c) Alur cerita, rangkaian kejadian dan hubungannya dengan karakter.
d) Perancangan ade per adegan, rangkaian rencana pengambilan gambar
yang meliputi dialog, akting, set properti, setting lokasi, dsb.32
b. Tahap Produksi
Tahap produksi adalah proses eksekusi semua hal yang sebelumnya
telah dipersiapkan pada proses pra produksi.33 Pada proses ini kerja sama tim
semakin diutamakan. Setiap crew film pada proses ini harus bisa saling
mengerti dan berusaha menahan ego masing-masing demi mendapatkan film yang baik. Yang perlu dipersiapkan dengan baik dalam proses produksi ini adalah:
1) Desain produksi termasuk skenario, yang bisa menjadi panduan yang baik
tentang apa-apa yang harus dikerjakan selama shooting.
2) Kesiapan kru dalam menjalankan perannya masing-masing.
3) Kesiapan perlengkapan yang juga merupakan tanggung jawab
masing-masing kru.34
Suatu fungsi produksi (Shooting Video) juga dapat dilakukan oleh tim
kecil yang terdiri atas 3-5 orang, yang memiliki kompetensi untuk menjalankan fungsi-fungsinya, diantaranya:
32
Ibid, hlm. 11-12
33
Ibid, hlm. 5
34
(60)
53
1) Fungsi Sutradara
Seorang sutradara berusaha menerjemahkan bahasa tulisan pada
skenario menjadi bahasa visual video. Sutradara inilah yang mengatur
akting artis/talent termasuk dialognya.
2) Fungsi Kameramen
Kameramen membantu sutradara dalam upaya penerjemahan dari
bahasa tulisan ke bahasa visual. Sudut pengambilan gambar amat menentukan keberhasilan penyampaian pesan. Untuk mendapatkan gambar yang baik yang perlu diperhatikan antara lain:
Gerakan Kamera
Angle Kamera
Contunuity
Close Up
3) Fungsi Artistik
Seorang penata artistik bertanggung jawab menyiapkan setting
lokasi shooting termasuk semua propoerti yang merupakan bagian dari skenario. Pada tahap produksi, penata artistik terus mengikuti kegiatan shooting untuk menyiapkan semua kebutuhan bagi adegan demi adegan yang akan dishooting. Kecepatan dan keterampilan dalam membongkar pasang properti akan merupakan salah satu penentu berlangsungnya kegiatan shooting yang efektif dan efisien.
(1)
109
Peta konsep adalah cara yang praktis untuk mendeskripsikan gagasan yang ada dalam benak.
2. Mengenai pemahaman siswa kelas IX pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dalam bab Masuknya Islam di Nusantara sudah cukup bagus. Terbukti sebagian besar siswa – siswi kelas IX sudah dapat menjawab pertanyaan penrtanyaan dengan baik dan benar. Siswa juga bisa menceritakan kembali isi dari materi dalam film yang telah di tayangkan.
3. Dengan penggunaan media film ini dapat membangkitkan semangat siswa untuk memperhatikan saat pelajaran berlangsung. Setidaknya siswa menjadi antusias menyaksikan film yang sedang di putar. Pemahaman siswa terhadap pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam pun dapat meningkat, siswa dapat memahami dengan baik isi dari film tersebut. Siswa dapat melihat kehidupan masyarakat Indonesia pada zaman dahulu, siswa juga dapat melihat bagaimana para wali dan orang – orang terdahulu menyebarkan Islam di Nusantara.
(2)
110
1. Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di SMP Ma’arif 4 Mantup
hendaknya di sampaikan dengan metode – metode baru yang akan membuat siswa – siswi lebih antusias dan lebih bersemangat mengikuti pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam.
2. Di perlukan sebuah perencanaan yang matang untuk matang untuk setiap metode yang akan di gunakan dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam agar siswa dapat memahami pelajaran dengan mudah dan menyenangkan.
3. Untuk semua siswa – siswi SMP Ma’arif 4 Mantup Lamogan supaya bias menjadi siswa – siswi yang mengunggulkan nilai – nilai agama Islam dalam kehidupan sehari – hari.
(3)
111
DAFTAR PUSTAKA
Zein, Aswan dan Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta,1996
Usman M. Basyirudddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta: Ciputat Press
Sudjana Nana dan Ahmad Rivai, Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005
Hamalik Oemar, Media Pendidikan. Bandung: PT.Citra AndilyBakti, 1989 Azhar, Arsyad. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2009
Sahmono Amru, “Pembelajaran Sejarah Berbasis Realitas Sosial
Kontemporer Untuk Meningkatkan Minat Belajar Siswa”,
dalamhttp://hanckey.pbworks.com/Pembelajaran-Sejarah.
Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 1995
Sumarna Anang, “Aktualisasi Multiple Intelligence dalam Pembelajaran
Sejarah Kebudayaan Islamdi Madrasah Aliyah”, dalam
http://abineu.blogspot.com/.
Ramadhan, Tarmizi. Ramadhan, ”Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif dan
Menyenangkan”, dalam http://tarmizi.wordpress.com/.
Nihayah, Zahrotun dkk, Psikologi Perkembangan: Tinjauan Psi kologi Barat dan Psikologi Islam, Jakarta:UIN Jakarta Press, 2006
(4)
112
Djamarah Syaiful Bahri dan Aswan Zein, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta, 1996
Danesi, Marcel, Pengantar Memahami Semiotika Media, Yogyakarta, Jalasutra 2010
Mardalis, Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal, Jakarta: Bumi Aksara, 1995 cetakan ke-5, hlm. 24
Sukmadinata Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007
Melong Lexy j, metodologi penelitian kualitatif, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002
Nabawi Handari , Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gajah Mada Pres, 2005
Tanzeh Ahmad, Pengantar Metode Penelitian,Yogyakarta: Teras,2009
http://karyatulisilmiah.com/pengertian-implementasi/. Diakses pada 20
Desember 2015.
Poerwantana Hugiono dan P.K., Pengantar Ilmu Sejarah, Jakarta : PT Rineka Cipta,1992
Adlan Abd Djabbar, Dirasat Islamiyyah III, Surabaya : CV Anika Bahagia Offset, 1993
Panduan Belajar Siswa Megantara, Pendidikan Agama Islam, CV. “MIA” Surabaya – Indonesia
Sadiman, Arif s. dkk, Media Pendidikan (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 1986
(5)
113
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. 2010
http://susanpinter.blogspot.co.id/2011/06/sejarah-film.html. Diakses pada 11 November 2015
Javandalasta, Panca. 5 hari mahir bikin film, Surabaya: MUMTAZ media, 2011
http://griyadownload.blogspot.co.id/2012/01/film-sebagai-media pembelajaran. html. Diakses pada 11 November 2015
Sambas, Syukriadi . Komunikasi dan penyiaran islam, Bandung: BenangMerah press, 2004
http://moviezone.heck.in/mengenal-jenis-jenis-genre-film.xhtml. Diakses pada 20 November 2015
Nasution, Zulkarimein. Media Dalam Pembelajaran, Jakarta: CV.Rajawali, 1984
Nasution, Teknologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2011
Usman, Basyiruddin. Media Pembelajaran, Jakarta: Ciputat Pers, 2002 Suprijanto, Pendidikan Orang Dewasa, Jakarta: PT Bumi Aksara: 2009
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, Jakarta: PT Grafindo Persada, 2011
Syam, Nur. Metodologi Peneliti Dakwah, Surabaya: Ramadhani, 2000
Arikunto , Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. PT Rienika Cipta : Jakarta, 2002
(6)
114
Margono, S. Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1997 Soehartono, Irawan . Metode Penelitian Sosial. Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 1995
Anwar, Syarifudin. Metode Penelitian, Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2003
https://yototaryoto.wordpress.com/implementasi-media-audio-visual-dalam-peningkatan-pemahaman-haji-studi-eksperimen-di-mts-n-bobotsari/ (4
Desember 2015)
Hasil wawancara dengan bapak Subkhi, guru SKI SMP Ma’arif 4 Mantup, pada tanggal 1 Desember 2015
Wawancara dengan Nur Hamidah, siswa kelas IX SMP Ma’arif 4 Mantup, tanggal 1 Desember 2015
Wawancara dengan Aqbiel Muchammad Rizal, siswa kelas IX SMP Ma’arif 4 Mantup, tanggal 1 Desember 2015
Wawancara dengan Anisa Anta Sofia, siswa kelas IX SMP Ma’arif 4 Mantup, tanggal 1 Desember 2015
Hasil wawancara dengan bapak Subkhi, guru SKI SMP Ma’arif 4 Mantup, pada tanggal 1 Desember 2015
Wawancara dengan bapak Tajib, kepala sekolah SMP Ma’arif 4 Mantu, tanggal 1 DEsember 2015