PENGARUH PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI SHALAT FARDHU BERJAMA'AH SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 MANTUP LAMONGAN.

(1)

PENGARUH PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

TERHADAP IMPLEMENTASI SHALAT FARDHU

BER

JAMA’AH

SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 MANTUP

LAMONGAN

SKRIPSI

Oleh:

ABIDATUL CHOIRO

D01212069

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Judul: Pengaruh Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Terhadap Implementasi Shalat Fardhu Berjamaah Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Mantup Lamongan Nama: Abidatul Choiro (NIM. D01212069)

Penulis mengambil judul skripsi ini dengan latar belakang masalah ditengah keberadaan mata pelajaran umum, ternyata mata pelajaran pendidikan agama Islam kurang mendapatkan tempat dihati para siswa. Banyak siswa cenderung menganggap pelajaran pendidiksn agama Islam adalah bentuk pelajaran biasa yang mengutamakan konsep-konsep teori saja sehingga meraka lebih memburu nilai dari gurunya dari pada menghayati dan mengamalkan kandungan nilai yang terdapat dalam pelajaran ini. Sejalan dengan bentuk ibadah praktek yaitu shalat berjamaah Perbandingan pahala antara shalat sendiri dengan shalat berjamaah, yaitu satu berbanding 27 derajat. hal ini karena shalat berjamaah memiliki keutamaan, yaitu: menjalin silaturahim antarsesama, mengajarkan hidup disiplin, saling mencintai, dan menghargai, menjaga persatuan, kesatuan, dan kebersamaan, menahan dari kemauan sendiri (egois), mengajarkan kepatuhan seorang musli kepada pemimpin.

Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah: 1) Bagaimana pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam di kelas VII SMP Negeri 2 Mantup Lamongan; 2) Bagaimana implementasi shalat fardhu berjamaah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Mantup Lamongan; 3) Bagimana pengaruh pembelajaran pendidikan agama Islam terhadap implementasi shalat fardhu berjamaah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Mantup Lamongan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field Reserch) dengan menggunakan metode kuantitatif. Dalam penelitian ini penulis menyebarkan angket kepada siswa yang angket tersebut berisi tentang pengaruh pembelajaran pendidikan agama Islam dan angket tentang implementasi shalat fardhu berjamaah.

Berdasarkan penghitungan regresi linier sederhana bahwa hasil penganalisisan terhadap data pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam di kelas VII SMP Negeri 2 Mantup Lamongan cukup baik, hal ini dibuktikan dari rata-rata data angket 31.94. Implementasi shalat fardhu berjamaah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Mantup cukup baik, hal ini dibuktikan dari rata-rata data angket yaitu 31.26. Dalam uji koefisien determinasi, korelasi variabel pembelajaran pendidikan agama Islam terhadap Implementasi Shalat Fardhu berjamaah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Mantup Lamongan diperoleh 24.75% dan sisanya 75,22% dipengaruhi oleh faktor lain, diantaranya faktor keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, dan sebagainya.


(6)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR TRASLITERASI ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian... 8

E. Batasan Masalah... 9

F. Definisi Operasional ... 9

G. Hipotesis ... 12


(7)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ... 14

2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam ... 16

3. Materi Pendidikan Agama Islam ... 26

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran pendidikan agama Islam ... 29

B. Ibadah sholat Fardhu Berjama’ah 1. Pengertian ibadah shalat fardhu berjama’ah ... 34

2. Dasar Perintah Shalat Berjama’ah ... 38

3. Syarat Shalat Berjama’ah ... 41

4. Hikmah sholat fardhu berjama’ah ... 49

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi shalat berjama’ah ... 51

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian ... 55

B. Populasi dan sampel ... 56

C. Sumber data ... 57

D. Metode Pengumpulan Data ... 58

E. Instrument Penelitian ... 60

F. Teknik Analisis Data ... 63

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran umum SMP Negeri 2 Mantup Lamongan ... 68

B. Penyajian Data ... 76

C. Analisis Data ... 87

BAB V PENUTUPAN A. Kesimpulan ... 118


(8)

B. Saran ... 119 DAFTAR PUSTAKA


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sampai saat ini, pendidikan tetap dianggap sebagi penolong utama bagi manusia untuk menjalani kehidupan. Pendidikan bagi manusia merupakan kebutuha mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat, tanpa pendidikan mustahil manusia dapat hidup dan berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera, bahagia, karena pendidikanlah orang menjadi maju. Dengan ilmu pengetahua dan teknologi orang mampu mengolah yang dikaruniakan Allah SWT kepada manusia. Adapun pendidikan yang dibutuhkan bagi manusia bukan hanya pendidikan umum tetapi juga pendidikan Agama Islam merupakan pilar yang paling penting dalam membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, sehat jasmani dan rohani, berbakti kepada orang tua dan pada giliranya dapat mewujudkan cita-citanya yaitu menjadi manusia yang berkualitas dan kreatifitas berguna bagi bangsa dan negara juga agama.

Adapun pengertian pendidikan agama Islam itu sendiri adalah pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak-anak didik, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh dan dipelajarinya disekolah serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai pandangan atau jalan hidupnya (way of life), dengan diberikan pula nilai-nilai agama yang tertanam dalam


(10)

2

hubungan manusia dengan diberikan nilai-nilai agama yang tertanam dalam hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan manusia lainya, dan hubungan manusia dengan alam, demi keselamatan dan kesejahteraan hidupnya didunia dan di akhirat, sehingga pendidikan agama Islam adalah usaha menyiapkan peserta didik untuk memiliki keyakinan dan mampu mengamalkan ajaran Islam.

Pendidikan agama Islam di sekolah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pengumpulan pengetahuan, penghayatan, pengalaman, serta pengamalan peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, masyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada pendidikan yang lebih tinggi.

Pendidikan agama Islam hendaknya ditanamkan dalam pribadi anak sejak ia lahir bahkan sejak dalam kandungan dan kemudian hendaklah dilanjutkan pembinaan pendidikan di sekolah, mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Sebab pendidikan pada masa kanak-kanak merupakan dasar yang menentukan untuk pendidikan selanjutnya. Perkembangan agama pada seseorang sangatlah ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman hidup sejak kecil, baik dalam keluarga, sekolah, maupun dalam lingkungan masyarakat terutama pada masa pertumbuhan perkembangannya.


(11)

3

Dengan demikian, pendidikan agama Islam sebagai mata pelajaran di sekolah umum mepunyai peran penting dalam menanamkan rasa taqwa kepada Allah SWT yang pada akhirnya dapat menimbulkan rasa keagamaan yang kuat dan melahirkan perbuatan yang baik sesuai dengan ajaran agama yang diyakini, tentunya juga dengan melaksanakan ibadah secara sempurna sebagai bekal di akhirat.

Inti ajaran Islam pada garis besarnya berisi aqidah (iman atau tauhid), syariah dan akhlak. Salah satu ibadah yang sangat penting ialah shalat. Shalat memiliki kedudukan yang sangat istimewa, baik dilihat dengan cara memperoleh perintahnya yang diperoleh secara langsung, kedudukan shalat itu sendiri dalam agama Islam maupun dampak atau faedahnya. Shalat merupakan kebutuhan

untuk mewujudkan masyarakat yang diharapkan manusia, yakni hidup bahagia

selamat di dunia dan akhirat.1

Dalam ajaran Islam, ibadah shalat merupakan ibadah yang sangat penting perannya, baik untuk kehidupan di dunia maupun untuk kehidupan di akhirat nanti. Terutama ibadah shalat yang hukumnya wajib dilaksanakan setiap hari, yaitu ibadah shalat lima waktu yang telah ditentukan waktunya.

Ibadah shalat mengandung makna penghambaan dan simbol ketaatan seorang hamba kepada Tuhannya. Sebab tidak semata-mata manusia diciptakan oleh Allah SWT, melainkan agar senantiasa taat dan patuh beribadah

1

Sentot Haryanto, Psikologi Shalat, (Yogyakarta: Mutiara Pustaka, 2005), h. 6


(12)

4

kepadanya.2 Sebagaimana firman Allah SWT di dalam Qur’an surat

Al-Dzariyat ayat 56 yaitu:3





dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (Q.S Al-Dzariyat: 56)

Syiar terbesar dari syiar-syiar Islam adalah shalat jama’ah di masjid. semua kaum muslim telah sepakat bahwa melaksanakan shalat fardhu lima waktu di masjid merupakan jenis ketaatan yang paling tangguh dan jenis taqarub yang paling agung. Bahkan, merupakan syiar Islam yang paling agung dan paling jelas.4

Perbandingan pahala antara shalat sendiri dengan shalat berjamaah, yaitu satu berbanding 27 derajat. hal ini karena shalat berjamaah memiliki keutamaan, yaitu: menjalin silaturahim antarsesama, mengajarkan hidup disiplin, saling mencintai, dan menghargai, menjaga persatuan, kesatuan, dan kebersamaan, menahan dari kemauan sendiri (egois), mengajarkan kepatuhan seorang musli

kepada pemimpin.5

2

Mahrus As’ad, Memahami Pendidikan Islam SMK Tingkat 1, (CV. Amrico : Bandung , 2004), h. 77 3

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta; P. T. listakwara Putra, 2003), h. 862 4

Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Kitab Shalat, (PT Darul Falah : Jakarta, 2007),h. 191 5

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMP/MTS Kelas VII, (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan , Jakarta :2014), h . 52


(13)

5

Sejalan dengan bentuk ibadah praktek yaitu shalat berjamaah, maka terdapat bahan pelajaran yang tidak hanya bersifat praktek saja, tetapi juga bernuansa kajian ibadah yang luas yaitu mata pelajaran pendidikan agama Islam.

Ditengah keberadaannya dengan mata pelajaran umum, ternyata mata pelajaran pendidikan agama Islam kurang mendapatkan tempat dihati para siswa. Banyak siswa cenderung menganggap pelajaran pendidiksn agama Islam adalah bentuk pelajaran biasa yang mengutamakan konsep-konsep teori saja, sehingga meraka lebih memburu nilai dari gurunya dari pada menghayati dan mengamalkan kandungan nilai yang terdapat dalam pelajaran ini. Maka sudah sewajarnya jika seorang guru agama lebih meningkatkan perannya dalam mengkaji dan sekaligus memberikan pencerahan dengan wajah baru setiap melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan siswa.

Guru memberikan kesempatan kepada siswa-siswanya untuk turut serta melakukan shalat bersama-sama. Sebab dengan kebiasaan ini diharapkan siswa akan mengerti bahwa shalat itu merupakan keharusan bagi setiap orang Islam, bila dewasa kelak menjadi kebiasaan yang sudah berakar dalam kehidupannya sehinga menjadi tanggung jawab moral dalam melaksanakannya.

Kelihatannya shalat berjamaah tidak mempunyai dampak terhadap pembentukan pribadi anak, padahal dalam shalat berjamaah banyak nilai-nilai pendidikan dan nilai sosial yang sangat besar manfaatnya. Oleh karena itu, shalat berjamaah yang dilakukan secara teratur dalam setiap hari akan membawa


(14)

6

dampak positif pada diri anak. Dalam shalat berjamaah banyak hikmah yang dapat diambil dan dapat berpengaruh pada perilaku keagamaan anak.

Firman Allah SWT dalam surat Al- Ankabuut ayat 45:yaitu:6







“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al kitab (Al-quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Q.S Al- Ankabuut : 45)

Oleh karenanya, pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah tidak hanya berupa materi-materi saja tetapi juga mengadakan praktik jika ada keterkaitan dengan perbuatan ibadah, seperti shalat, puasa, mengaji, dan lain-lain yang berhubungan dengan perbuatan dalam pendidikan agama Islam dan mampu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP Negeri 2 Mantup sudah cukup baik. Dalam pembelajaran, selain membekali siswa dengan pengetahuan-pengetahuan agama, guru juga membiasakan membaca Al-Qur’an sebelum memulai pembelajaran dan senantiasa mengajak siswa untuk melaksanakan praktek-raktek ibadah. Ini dilakukan hanya untuk memotivasi siwa agar giat melaksanakan ibadah khususnya shalat lima waktu. Shalat merupakan pondasi 6

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta; P. T. listakwara Putra, 2003), h. 409


(15)

7

terbaik bagi amal kebaikan di dunia, serta rahmat dan keilmuan di akhirat kelak. Shalat adalah kewajiban mutlak dari Allah yang tidak dapat ditinggalka, jika

ditinggalkan akan mendapat dosa dan akan celaka jika lalai dalam shalat. Namun demikian, realitanya masih ada siswa yang tidak melaksanakan

shalat atau meninggalkan shalat, sering menunda-nunda waktu shalat, bermain pada waktu shalat dan sulit membaca Al-Qur’an. Oleh karena itu penulis ingin meneliti pengaruh pembelajaran pendidikan agama Islam terhadap implementasi shalat fardhu berjamaah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Mantup Lamongan. B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam di kelas VII

SMP Negeri 2 Mantup Lamongan?

2. Bagaimana implementasi shalat fardhu berjamaah siswa kelas VII SMP

Negeri 2 Mantup Lamongan?

3. Bagimana pengaruh pembelajaran pendidikan agama Islam terhadap

implementasi shalat fardhu berjamaah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Mantup Lamongan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pembelajaran pendidikan Islam di kelas VII SMP Negeri 2


(16)

8

2. Untuk mengetahui implementasi shalat fardhu berjamaah siswa kelas VII

SMP Negeri 2 Mantup Lamongan.

3. Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran pendidikan agama Islam terhadap

implementasi shalat fardhu berjamaah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Mantup Lamongan.

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai acuan dalam konsep pengajaran

agama Islam pada siswa di sekolah.

b. Bagi guru, hasil penelitian dapat menjadikan pijakan dan panduan bahwa

pembelajaran pendidikan agama Islam berpengaruh terhadap implementasi shalat fardhu berjamaah siswa.

c. Bagi peneliti menambah paradigma berfikir dan cakrawala pengetahuan

bagi para pembaca. Serta salah satu syarat dalam menyelesaikan program studi sarjana strata (SI)

d. Bagi sekolah, dapat menjadikan acuan bagi pemenuhan sarana dan

prasarana untuk kegiatan ibadah disekolah.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian dapat meningkatkan implementasi shalat berjama’ah.


(17)

9

c. Bagi guru, memperoleh pengalaman dalam menerapkan shalat berjama’ah.

E. Batasan Masalah

Dengan banyaknya permasalahan, keterbatasan waktu serta kemampuan, penulis memandang perlu mengadakan pembatasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. kehadiran pada waktu mengikuti pelajaran pendidikan agama Islam dan

pemahaman siswa terhadap materi pendidikan agama Islam.

2. Implementasi shalat dhuhur berjamaah di SMP Negeri 2 Mantup Lamongan.

3. Implementasi shalat maghrib berjamaah waktu di rumah

F. Definisi Operasional

Defenisi operasional adalah defenisi didasarkan sifat-sifat hal yang

didefenisikan yang dapat diamati atau diobservasikan. Konsep ini sangat penting, karena hal yang diamati itu membuka kemungkinan untuk orang lain untuk melakukan hal yang serupa. Sehingga apa yang dilakukan oleh penulis terbuka

untuk diuji kembali oleh orang lain.7

Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang penulisan proposal ini ada baiknya penulis menjelaskan terlebih dahulu kata kunci yang terdapat dalam pembahasan ini.

1. Pengaruh

7

Suryadi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1988), 76


(18)

10

Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau

benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan.8

2. Pembelajaran

Secara sederhana, istilah pembelajaran (instruction) bermakna sebagai upaya untuk membelajarankan seseorang atau kelompok orang melalui berbagai upaya (effort) dan berbagai strategi, metode, dan pendekatan kearah pencapaian tujuan yang telah direncanakan. Pembelajaran dapat pula dipandang sebagai kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan

pada penyediaan sumber belajar.9

3. Pendidikan agama Islam

Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani, berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuku kepada terbentuknya

kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.10

4. Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan; penerapan implementasi.11

Pelaksanaan adalah prses, cara, perbuatan melaksanakan (rancangan,

8

Anton M. Moeliono, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdiknas, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005), h. 849

9

Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), h. 109

10

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1980), Cet. 4, h. 23

11

Pius A Partanto, Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah PopulerI, (Surabaya: Arkola Offset, 2001), 254


(19)

11

keputusan, dsb)12.

Penerapan adalah pemasangan, pengenaan; perihal mempraktikkan.13

5. Shalat fardhu

Shalat fardhu adalah ibadah shalat yang wajib dikerjakan oleh setiap muslim yang mukallaf (baligh dan berakal sehat), baik laki-laki maupun perempuan lima kali sehari semalam dan dikerjakan pada waktu-waktu yang telah ditentukan.

6. Berjamaah

Berjamaah adalah shalat bersama-sama, dimana salah satu orang

menjadi imam dan yang lain menjadi makmum.14

Dengan demikian maksud dari judul skripsi ini adalah daya yang timbul dari suatu kegiatan terprogram (Pendidikan Agama Islam) untuk mencapai tujuan kegiatan belajar mengajar pendidikan agama Islam sehingga mendorong di implementasikannya shalat dhuhur dan maghrib berjamaah.

G. Hipotesis

Hipotesis adalah mendalami permasalahan dengan seksama serta menetapkan anggaran dasar membuat teori sementara yang kebenarannya masih perlu diuji

(di bawah kebenaran)15.

12

Anton M. Moeliono, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdiknas, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005),h. 488

13

Ibid, h. 935 14

Hartono, Ibadah Syariah, (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1985). 15

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 71


(20)

12

Adapun hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:

Ha : Terdapat pengaruh pembelajaran pendidikan agama Islam terhadap implementasi ibadah shalat fardhu berjamaah.

H0 : Tidak terdapat pengaruh pembelajaran pendidikan agama Islam terhadap implementasi ibadah shalat fardhu berjamaah.

H. Sisitematika Pembahasan

Sistematika pembahasan merupakan suatu aspek yang sangat penting. Karena sisitematika pembahasan dimaksudkan untuk mempermudah pembaca memperoleh gambaran jelas tentang uraian penelitian atau skripsi ini. Sistematika pembahasan dalam skripsi ini diklasifikasikan menjadi lima bab yang terbagi menjadi sub- subbab yang saling berkaitan, adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:

BAB I : Berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan

BAB II : Memuat tentang kajian teori yang pertama mengkaji tentang pendidikan

agama Islam yang meliputi: pengertian pendidikan agama Islam, dasar dan tujuan pendidikan agama Islam, hikmah pembelajaran pendidikan agama Islam dan materi pendidikan agama Islam. Yang kedua tentang shalat fardhu berjamaah yang meliputi: Pengertian ibadah shalat fardhu berjamaah, hikmah shalat fardhu berjamaah, syarat shalat berjamaah,


(21)

13

faktor-faktor yang mempengaruhi shalat berjamaah. Dan yang ketiga tentang hipotesis.

BAB III : Berisi tentang metode penelitian yang meliputi jenis penelitian, populasi dan sampel, sumber data dan jenis penelitian, metode pengumpulan data dan teknis analisis data.

BAB IV : Berisi tentang hasil penelitian yang meliputi gambaran umum SMP Negeri 2 Mantup Lamongan, penyajian data, analisisi data.


(22)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

1. Pengerian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Pembelajaran menurut Oemar Hamalik mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu kombinasi yang tersusun, meliputi unsur-unsur manusiawi, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan

pembelajaran.14

Pada hakekatnya pembelajaran terkait dengan bagaimana membelajarkan peserta didik atau bagaimana membuat peserta didik dapat belajar dengan mudah dan terdorong oleh kemampuannya sendiri untuk mempelajari apa yang

teraktualisasikan dalam kurikulum sebagai kebutuhan peserta didik.15

Adapun pengertian Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk menyakini, memahami dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Zuhairimi mengartikan Pendidikan Agama Islam sebagai asuhan-asuhan secara sistematis dalam membentuk anak didik supaya mereka hidup sesuai 14

Oemar Hamalik, Kurikulum Dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), h. 57 15

Muhaimin, Peradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan PAI di Sekolah, (Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2002), h. 145


(23)

15

denhgan ajaran Islam.16

Sedangkan Zakiyah Drajat dalam bukunya ilmu pengetahuan Pendidikan Agama Islam menyatakan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama serta

menjadikannya sebagai pedoman sebagai pandangan hidup.17

Dengan demikian pembelajaran Pendidikan Agama Islam dapat diartikan sebagai upaya membuat peserta didik dapat belajar, terdorong belajar, mau belajar dan tertarik untuk terus menerus mempelajari Agama Islam secara menyeluruh yang mengakibatkan beberapa perubahan yang relatif tetap dalam tingkah laku

seseorang baik dalam kognitif, efektif dan psikomotorik.18

Dari pengertian tersebut terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam, yaitu:

a. Pendidikan agama Islam sebagai usaha, yakni suatu kegiatan bimbingan

pengajaran dan latihan yang dilakukan secara berencana dan sadar untuk mencapai suatu tujuan.

b. Peserta didik dibimbing, diajari dan dilatih dalam meningkatkan

keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengalaman terhadap ajaran agama Islam.

16

Zuhairimi, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Offset Printing, 1981), h. 25 17

Zakiyah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 86 18

Abdul Majid dan Dina Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h. 132


(24)

16

Dengan demikian, maka bimbingan menjadi muslim yang tangguh dan mampu merealisasikan ajaran Pendidikan Agama Islam dalam kehidupan sehari-hari sehingga menjadi insan kamil. Untuk itu penanaman Pembelajaran Pendidikan Agama Islam sangat penting dalam membentuk dan mendasari anak sejak dini. Dengan penanaman Pembelajaran Pendidikan Agama Islam sejak dini diharapkan mampu membentuk pribadi yang kokoh, kuat dan mandiri untuk berpedoman pada Agama Islam.

2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam a. Dasar Pendidikan Agama Islam

Dasar adalah landasan tempat berpijak atau tegaknya sesuatu agar sesuatu tersebut tegak kokoh berdiri. Fungsi dasar ialah memmberikan arah kepada tujuan yang akan dicapai dan sekaligus sebagai landasan untuk berdirinya sesuatu. Dasar pendidikan Islam tentu saja didasarkan kepada falsafah hidup umat Islam dan tidak didasarkan kepada falsafah suatu negara, sebab sistem pendidikan Islam tersebut dapat dilaksanakan di mana saja dan kapan saja tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu.

Dasar Pendidikan Agama Islam dapat dibagi kepada dua kategori, yaitu: dasar religius dan dasar yuridis/hukum.


(25)

17

1) Dasar Religius

Dasar pendidikan Islam adalah segala ajarannya yang bersumber dari

Al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad (ra’yu). Dasar inilah yang mebuat pendidikan Islam menjadi ada, tanpa dasar ini tidak akan ada pendidikan Islam.

a) Al- Qur’an

Al- Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad perantara Malaikat Jibril dalam bahasa arab yang terang guna menjelaskan jalan hidup yang bermaslahat bagi umat manusia di dunia dan di

akhirat.19 Ia merupakan sumber pendidikan yang terlengkap, baik itu

pendidikan kemasyarakatan (sosial), moral (akhlak), maupun spiritual (kerohanian), serta material (kejasamanian) dan alam semesta. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan Islam harus senantiasa mengacu pada sumber yang termuat dalam Al-Qur’an. Dengan berpegang kepada nilai-nilai Al-Qur’an terutama dalam pelaksanaan pendidikan Islam, akan mampu mengarahkan dan mengantarkan manusia bersifat dinamis kreatif, serta

mampu mencapai esensi nilai-nilai ‘ubudiyah pada Khaliqnya.20

Ajaran yang terkandung di dalam Al-Qur’an itu terdiri dari dua prinsip besar, yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut dengan syari’ah dan istilah-istilah yang biasa digunakan dalam membicarakan ilmu tentang syari’ah ini ialah:

19

Hery Nur Aly, Ilmu Pendidikan Islam,(Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu , 1999), h. 32 20

Samsul Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta : Media Pratama, 2001), h.96


(26)

18

a. Ibadah untuk perbuatan yang langsung berhubungan dengan Allah.

b. Muamalah untuk perbuatan yang berhubungan selain dengan Allah.

c. Akhlak untuk tindakan yang m`enyakngkut etika dan budi pekerti

dalam pergaulan.

Pendidikan, karena termasuk ke dalam usaha tindakan untuk membentuk manusia, termasuk ke dalam ruang lingkup muamalah. Pendidikan sangat penting karena, ikut menentukan corak dan bentuk amal serta kehidupan manusia baik pribadi maupun masyarakat.

Di dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat-ayat yang dapat diambil sebagai landasan Pendidikan Agama Islam yaitu terdapat dalam surat

An-Nahl 16 ayat 64 :21

                           “Dan kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (Q.S An-Nahl 16 : 64)

Dalam Surat Al-Isra’ 17 ayat 9 yang berbunyi :22

                            21

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta; P. T. listakwara Putra, 2003), h. 273

22

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta; P. T. listakwara Putra, 2003), h. 284


(27)

19

“Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (Q.S – Al- Isra’ 17 : 9)

Selanjutnya firman Allah SWT dalam Surat Shad 38 ayat 29 :23

















 

“ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (Q.S Shad 38 : 29)

Al-Qur’an merupakan kitab Allah yang memiliki perbendahan yang besar bagi pengembangan umat manusia. Ia merupakan sumber pendidikan terlengkap, baik itu pendidikan kemasyarakatan (sosial), moral (akhlak), maupun spiritual (kerohanian), serta material (kejasmanian) dan alam semesta. Al-Qur’an merupakan sumber nilai yang disebut nilai yang absolu dan utuh sampai akhir zaman, eksistensinya tidak akan pernah mengalami perubahan dan terjamin kemurniannya sampai kapanpun.

b) As- Sunnah

As-Sunnah ialah perkataan, perbuatan atau pengakuan Rasul Allah SWT. Sunnah merupakan sumber ajaran kedua sesudah Al-Qur’an. Sunnah berisi petunjuk (pedoman) untuk kemashlahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim

23

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta; P. T. listakwara Putra, 2003), h. 423


(28)

20

yang bertaqwa.24 Sunnah dapat dijadikan dasar pendidikan Agama Islam

karena sunnah menjadi sumber utama pendidikan Agama Islam karena Allah menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai teladan bagi umatnya. Firman

Allah dalam Surat Al-Ahzab 33 ayat 21 yang berbunyi :25

                               

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (Q.S Al-Ahzab 33 : 21)

Nabi menganjurkan dan mempraktikkan sikap dan amal baik kepada istrinya dan sahabatnya , dan seterusnya mereka mempraktikkan pula seperti yang dipraktikkan Nabi dan mengajarkan pula kepada orang lain.

لﻮﺳر ﺔ ﺳو ﷲ بﺎ ﺎ ﮭ ﺳ ﺎ نا ﺎ اﻮ ﻀ ﺮ ا ﻓ ﺮ “Kutinggalkan kepadamu dua perkara (pusaka) tidaklah kamu akan tersesat selama-lamanya, selama kamu masih berpegang kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).

Prinsip menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai dasar pendidikan Islam bukan hanya dipandang sebagai kebenaran keyakinan semata. Lebih jauh kebenaran itu juga sejalan dengan kebenaran yang dapat diterima oleh akal yang sehat dan bukti sejarah. Dengan demikian barangkali wajar jika kebenaran itu kita kembai kepada pembuktian kebenaran pernyataan Allah SWT dalam Al-Qur’an. Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah 2 ayat 2).

24

Zakiyah Daradjat, 21 25

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta; P. T. listakwara Putra, 2003), h.

421


(29)

21















“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka

yang bertaqwa”. (Q.S Al-Baqarah 2: 2)26

Al-Qur’an dan Sunnah disebut sebagai dasar pokok karena keabsahan dasar ini sebaagai pedoman hidup sudh mendapat jaminan Allah SWT dan

Rasul-Nya.27

c) Ijtihad

Ijtihad adalah istilah para fuqaha, yaitu berpikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syari’at Islam untuk menetapkan atau menentukan sesuatu hukum syari’at Islam dalam hal-hal yang ternyata ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur’an dan Sunnah.

Ijtihad dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah. Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah yang diolah oleh akal dari pada ahli pendidikan Islam dan kebutuhan hidup.

2) Dasar Yuridis / Hukum

Dasar pelaksanaan pendidikan agama berasal dari perundangan-undangan yang secara tidak langsung dapat menjadi pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama di sekolah secara formal. Dasar yuridis

26

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta; P. T. listakwara Putra, 2003), h. 1 27

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,…..,h. 123-124


(30)

22

formal tersebut terdiri dari tiga macam, yaitu:

a) Landasan idiil Pancasila, sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa

mengandung pengertian behwa seluruh bangsa Indonesia harus percaya kepada Tuhan Yang Maha Esaau dengan kata lain harus beragama. Untuk mewujudkan manusia yang mampu mengamalkan ajaran agamanya sangat diperlukan pendidikan agama karena pendidikan agama mempunyai tujuan membentuk manusia bertakwa kepadaa Allah.

b) Landasan sruktural/konstitusional yaitu Perundang- undangan yang berlaku

di Indonesia. Yaitu dasar dari UUD 1945 dalam Bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2, yang berbunyi: Ayat 1 berbunyi: “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.”. Ayat 2 berbunyi: “ Negara menjamin

kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya dan

kepercayaannya itu.”28

Bunyi daripada undang-undang di ats mengandung pengertian bahwa bangsa Indonesia harus beragama dan Negara melindungi umat beragama untuk menunaikan.

b. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Tujuan yaitu sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melakukan suatu kegiatankarena iu,tujuanPendidikan Agama Islam merupakan sasaran yang akan dicapai oleh seseorag atau sekelompok orang 28

Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen, (Jakarta: Sunar Grafika, 2005), Cet. 2, h. 24


(31)

23

yang melaksanakan pendidikan Islam.29

Tujuan dasar ini diperinci oleh Prof. Dr. Hj. Zakiyah Daradjat, sebagai berikut:

1) Mengetahui dan melaksanakan ibadah dengan baik. Ibadah harus sesuai

dengan yang dinyatakan dalam hadits Rasulullah SAW yang antara lain mengakui dengan setulus hati dan seyakin-yakinnya tabpa ada keraguan bahwa Tuhan yang wajib disembah hanya Allah SWT dan Muhammad SAW sebagai Rasul-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan puasa di bulan Ramadhan serta menunaikan ibadah haji bagi yang mampu

2) Memperoleh bekal pengetahuan, ketrampilan, sikap dan perbuatan uang

dipergunakan untuk mendapatkan nafkah bagi diri sendiri dan keluarganya.

3) Mengetahui dan mempunyai ketrampilan untuk melaksanakannya dengan

baik, berakhlak mulia dengan titik tekan pada dua sasaran, pertama, akhlak mulia yang diperlukan untuk berhubungan dengan orang lain, diri sendiri, dan umat. Akhlak ini meliputi berbakti kepada orang tua, membelanjakan harta di jalan Allah, bersikap rendah hati, tidak sombong, adil, ihsan, menjauhi perbuatan keji, menghindari kemungkaran, berhati-hati, menjauhi sikap aniaya, menjauhi pembicaraan yang tidak ada gunanya, menepati janji dan sumpah yang diungkapkan. Kedua, akhlak yang terkait dengan kasih sayang kepada orang yang lemah dan kasih sayang kepada hewan, 29

Abdul Majid, dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, h. 132-133


(32)

24

seperti membuang duri di jalan, member minum hewan yang kehausan, menyembelih hewan dengan cara yang ma’ruf sesuai dengan syari’at Islam.

Dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional tentang sistem pendidikan nasional, Bab II pasal 4 yaitu: “Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

kemasyarakatan dan kebangsaan”30

Dari tujuan tersebut dapat ditarik beberapa dimensi yang hendak ditingkatkan dan dituju oleh kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam, yaitu:

a. Dimensi keimanan peserta didik terhadap ajaran agama Islam.

b. Dimensi pemahaman dan penalaran (intelektual) serta keilmuwan

peserta didik terhadap ajaran agama Islam.

c. Dimensi penghayatan dan pengalaman batin yang dirasakan peserta

didik dalam menjalankan ajaran Islam; dan

d. Dimensi pengamalannya, dalam arti bagaimana ajaran agama Islam

30

Muhaimin, M.A et, ai. Paradikma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Cet.II (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya : 2002)


(33)

25

yang telah diimani, dipahami dan dihayati atau diinternalisasikan oleh peserta didik itu mampu menumbuhkan motivasi dalam dirinya untuk menggerakkan, mengamalkan dan menaati ajaran Islam dan nilainya dalam kehidupan pribadi, sebagai manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta mengaktualisasikan dan merealisasikannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

3. Materi Pendidikan Agama Islam

Materi adalah isi pembelajaran yang berfungsi sebagai sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran bersamaan dengan prosedur didaktis yang

digunakan oleh guru.31 Bahan pengajaran yang hendak dijadikan materi dalam

program pengajaran bidang studi pendidikan agama dicerminkan di dalam SKKD (Standar Kompetensi-Kompetensi Dasar) dari suatu kurikulum. Dalam hubungan ini, penyusunan bahan pengajaran Pendidikan Agama Islam yang hendak dijadikan program pengajaran haruslah meliputi keseluruhan ajaran Islam dengan memperhatikan aspek-aspek:

1) Hubungan Manusia dengan Tuhan

Hubungan vertikal antara insan dengan khaliqnya mendapatkan prioritas pertama dalam penyusunan bahan pengajaran, karena pokok ajaran inilah yang pertama-tama perlu ditanamkan kepada anak didik. Tujuan kurikuler yang hendak dicapai dalam hubungan manusia dengan

31

Suprayekti, Interaksi Belajar Mengajar, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat

Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Tenaga Kependidikan, 2003), h. 17.


(34)

26

Allah ini mencakup segi keimanan, rukun Islam dan ihsan, termasuk di dalamnya membaca al-Qur`an dan menulis huruf al-Qur`an.

2) Hubungan Manusia dengan Manusia

Aspek pergaulan hidup manusia dengan sesamanya sebagai pokok ajaran Islam, penting ditempatkan pada prioritas kedua dalam urutan kurikulum ini. Tujuannya mencakup segi kewajiban dan larangan di dalam bidang pemikiran, jasa, kebiasaan hidup bersih dan sehat baik jasmani maupun rohani, serta sifat-sifat kepribadian yang baik.

3) Hubungan Manusia dengan Alam

Aspek hubungan manusia dengan alam mempunyai dua arti untuk kehidupan anak didik:

a) Mendorong anak didik untuk mengenal alam, selanjutnya

mencintai dan mengetahui manfaatnya. Tentu dengan demikian, secara tidak langsung mendorong mereka untuk ikut ambil bagian

dalam pembangunan, baik untuk dirinya maupun untuk

masyarakat dan negara.

b) Dengan mengenal alam dan mencintainya, anak didik akan

mengetahui keindahan dan kehebatan alam semesta. Hal yang demikian akan menambah iman mereka kepada Allah SWT


(35)

27

mencakup segi cinta alam dan turut serta memelihara, mengolah, dan memanfaatkan alam sekitar, sikap syukur terhadap nikmat Allah SWT, mengenal hukum- hukum agama tentang makanan dan

minuman.3233

Sebagaimana diketahui, ajaran pokok Islam adalah akidah (keimanan),

syariah (keislaman) dan akhlak (ihsan). Akidah bersifat34 itikad batin,

mengajarkan ke-Esaan Allah, Esa sebagai Tuhan yang menciptakan, mengatur, dan meniadakan alam ini. Syariah berhubungan dengan amal lahir dalam rangka mentaati semua peraturan dan hukum Tuhan, guna mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, mengatur pergaulan hidup dan kehidupan manusia.

Sedangkan akhlak adalah suatu amalan yang bersifat pelengkap dan

penyempurna bagi kedua amal di atas dan mengajarkan tentang cara pergaulan hidup manusia.

Tiga inti ajaran pokok ini kemudian dijabarkan dalam bentuk rukun iman, rukun Islam, dan akhlak. Dari ketiganya lahirlah ilmu tauhid, ilmu fiqih, dan ilmu akhlak. Ketiga kelompok agama ini kemudian dilengkapi dengan pembahasan dasar hukum Islam yaitu al-Qur`an dan al-hadits, ditambah lagi dengan sejarah Islam (tarikh) sehingga secara berurutan:

1) Ilmu Tauhid (keimanan)

32

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h. 75


(36)

28

2) Ilmu Fiqih

3) Ilmu Akhlak

4) Al-Qur`an dan al-Hadits

5) Tarikh Islam28

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwasanya pendidikan Islam sangat komprehensif dalam mengatur kehidupan umat manusia. Oleh karena itu, Pendidikan Agama Islam haruslah ditanamkan sedini mungkin agar anak menjadi insan kamil seperti yang dicita-citakan oleh Islam.

4. Faktor yang mempengaruhi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Faktor-faktor yang mempengruhi pendidikan agama diantaranya sebagai beriku t:

a. Pengajaran agama yang disusun dalam rencan pengajaran yang ditetapkan

untuk sekolah dasar, sekolah menengah dan perguruan tinggi.29

Pendidikan agama dalam sekolah sangat penting ntuk pembinaan dan penyempurnaan pertumbuhan kepribadian anak didik, karena pendidikan agama mempunyai dua aspek terpenting.

Aspek pertama dari pendidikan agama adalah yang ditujukan pada

28

Ibid, hlm. 77 29

Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam: Metode Mengajar Pendidkan Agama di SD, SMP, SMA dan Fakultas Umum serta metode Mengajar Ilmu Agama di PGAN 6 Tahun, ( Jakarta: PT Hida Karya Agung, 1983), Cet.2, h. 13.


(37)

29

jiwa atau pembentukan kepribadian anak didik diberi kesadaran adanya Tuhan, lalu dibiasakan melakukan perintah-perintah Tuhan dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Dalam hal ini anak didik dibimbing agar agama, seperti yang diberikan oleh keluarga yang berjiwa agama.

Pendidikan agama di sekolah, harus juga melatih anak didik untuk melakukan ibadah yang diajarkan dalam agama, yaitu praktek-praktek agama itulah yang akan membawa jiwa si anak dekat pada Tuhan.

Aspek kedua dari pendidikan agama adalah yang ditujukan kepada pikiran yaitu pengajaran agama itu sendiri, kepercayaan kepada Tuhan tidak akan sempurna bila isi dari ajaran-ajaran Tuhan itu tidak diketahui betul-betu. Anak didik harus ditunjukan apa yang diperintahkan, apa yang dilarang, apa yang boleh, apa yang dianjurkan melakukannya dan apa yang dianjurkan meninggalkannya menurut agama.

Pendidikan yang diajarkan sejak kecil, akan memberikan kekuatan yang akan menjadi benteng moral dan polisi yang mengawasi tingkah

laku dan jalan hidupnya dan menjadi obat anti penyakit/gangguan jiwa.35

b. Tiruan dan contoh teladan yang baik bagi anak-anak yaitu dari ibu bapak,

saudara-saudara dan guru-guru.36

Seperti yang telah diketahui pembinaan mental tidaklah dimulai dari

35

Zakiyah Darajat, Kesehatan Mental, (Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 2001), Cet. 28, h. 124-125. 36

Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, h. 16


(38)

30

sekolah, akan tetapi di rumah tangga. Sejak si anak dilahirkan di dunia, mulailah ia meneima didikan-didikan dan pelakuan-pelakuan, mula-mula dari ibu-bapaknya kemudiam dari anggota keluarganya yang lain, semuanya itu ikut memberikan dasar-dasar pembentukan kepribadiannya. Pembinaan dan pertumbuhan kepribadian itu kemudian ditambah dan disempurnakan oleh sekolah.

Pendidikan agama pada masa kanak-kanak, sebaiknya dilakukan oleh orang tua, yaitu dengan jalan membiasakan kepada tingkah laku dan akhlaq yang diajarkan oleh agama, dalam menumbuhkan kebiasaan berakhlaq beik seperti kejujuran, adil dan sebagainya, orang tua harus memberikan contoh, karena si anak dalam umur ini belum dapat mengerti, mereka baru dapat meniru. Apabila anak sudah terbiasa menerima perlakuan adil, maka akan tertanam rasa keadilan itu pada jiwanya dan menjadi salah satu unsure dari kepribadian. Demikian pula dengan nilai-nilai agama dan kaidah-kaidah sosial yang lain, sediit demi sedikit harus masuk dalam pembinaan mental si anak.

Apabila pendidikan agama itu tidak diberikan kepada sejak kecil, maka akan sukarlah baginya untuk menerimanya nanti kalau ia sudah dewasa, karena dalam kepribadiannya yang terbentuk sejak kecil itu tidak ada nilai-nilai agama, akan mudahlah orang melakukan segala sesuatu menurut dorongan dan keinginan jiwanya tanpa mengindahkan


(39)

31

kepentingan dan hak orang lain.37

c. Mengadakan suasana keagamaan yang abik dalam lingkungan dan alam

sekitar anak-anak, seperti rumah tangga, sekolah dan pergaulannya sehar-hari

d. Masyarakat yang baik dan bersemangat agama dan menghargai akhlak.38

Ada beberapa saran atau nasihat dari Prof. DR. Hj. Zakiyah Darajat (ahli ilmu jiwa ternama di Indonesia) sehubungan dengan pembinaan dan pendidikan tershadap anak. Yaitu:

1) Tunjukkan pengertian dan perhatian terhadap mereka.

2) Bantulah anak untuk mendapatkan rasa aman.

3) Timbulkan pada mereka bahwa dia disayang.

4) Hargai dan hormati mereka.

5) Berilah mereka kebebasan dalam batas-batas tertentu (kebebasan

yang tidak melanggar norma-norma agama).

6) Timbulkan pada mereka rasa butuh akan agama.

7) Sediakan waktu dan sarana untuk berkonsultasi dengan mereka.

8) Usahakan agar mereka merasa berhasil.39

Semoga dengan kedelapan saran tersebut akan membantu para orang tua dalam mendidik dan membimbing para putra dan putrinya sehingga mereka

37

Zakiyah Darajata, Kesehatan Mental,…..h. 122-123 38

Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam: Metode mengajarkan Pendidikan Agama di SD, SMP, SMA dan Fakultas umum serta Metode Mengajar Ilmu Agama di PGAN 6 Tahun……., h. 17

39

Heri Jauhari Muchtar, Fiqih Pendidikan, (Bandung: P.T. Remaja Rosda Karya. 2005), Cet. 1. h. 71


(40)

32

menjadi generasi yang cerdas, shaleh dan kreatif.

Dengan demikian jelaslah bahwa pendidikan agama pada anak harus ditanamkan sejak kecil, agar mereka mengetahui segala yang diperintahkan Allah dan segaa yang dilarang oleh Allah. Pembinaan agama dimulai dari lingkungan keluarga dan disempurnakan di sekolah. Keberhasilan dalam pendidikan agama tergantung dengan kerjasama berjasama berbagai pihak, seperti orang tua, guru dan lingkungan masyarakat. Suasana keagamaan yang abik akan memberikan pengaruh besar dalam pembentukan kepribadian muslim sempurna sesuai dengan tuntutan Islam.

B. Ibadah Shalat Fardhu Berjama’ah

1. Pengertian Ibadah Shalat Fardhu Berjama’ah

Ibadah berasal dari bahasa Arab berasal dari kata ةدﺎ اﺪ ﺪ ﺪ yang

berarti taat, tunduk, patuh, merendakan diri dari hina. Kesemua pengertian itu mempunyai makna yang berdekatan. Seseorang yang tunduk, patuh, merendahkan diri, dan hina diri di hadapan yang disembah disebut ‘abid (yang beribadah).

Budak disebut dengan ﺪ karena dia harus tunduk dan patuh serta merendahkan

diri terhadap majikannya.28F

40

dijelaskan oleh para ulama sebagai berikut:

a. Al-Jurjani mengatakan :

ﮫ ﺮ ﺎ ﻈﻐ ﮫ ىﻮھ ف ﻰ ا ﻲھ ةدﺎ ا

40

A. Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, (Jakarta : Media Pratama, 1997), cet. 1, h. 1


(41)

33

Ibadah ialah perbuatan yang dilakukan oleh mukallaf, tidak menurut hawa nafsunya, untuk memuliakan Tuhan.

b. Menurut ibnu Kasir:

فﻮ او عﻮ او ﺔ ا لﺎ ﺎ ةرﺎ

Himpunan cinta, ketundukan, dan rasa takut yang sempurna.

c. Dari beberapa keterangan yang dikutipnya, Yusuf al-Qardawi menyimpulkan

bahwa ibadah yang disyari’at oleh Islam itu harus memenuhi dua unsur:

(a) Mengikat diri (iltizam) dengan syari’at Allah yang diserukan oleh para

Rasul-Nya, meliputi perintah, larangan, penghalangan, dan pengharaman, sebagai perwujudan ketaatan kepada Allah, dan

(b) Ketaatan itu harus tumbuh dari kecintaan hati kepada Allah karena

sesungguhnya Dialah yang paling berhak untuk dicintai sehubungan

dengan nikmat yang diberikan-Nya.41

Ibadah begitu penting karena sesungguhnya untuk itulah manusia diciptakan oleh Allah, sesuai dengan firman-Nya di dalam surat Al-Dzariyat 51 ayat 56 yaitu:















“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”

41

Lahmiddin Nasution, Fiqh 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, t, t.) h. 2


(42)

34

Begitu pula dalam surat Al-Anbiya’ 21 ayat 25 yang berbunyi:

                          

“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku".

Shalat berasal dari kata kerja Shalla yang berarti memuja. Jika dikaitkan dengan tindakan Tuhan kata ini berarti memberkahi, dan jika dikaitkan dengan

tindakan manusia berarti menyembah.42 Shalat berasal dari bahasa arab yaitu dari

kata shalla, yushalli, shalaatan yang berarti “doa”,43 Allah berfirman :

 ……..                   

“…… Dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”. (At-Taubah: 103)

Secara istilah shalat mempunyai pengertian :

ﺎ ﺔ ﺮ ﺎ ﺔ ﺔ ﻮ لﺎ آو لاﻮ آ ﻲھ ة ا

“Sholat adalah beberapa ucapan dan perbuatan tertentu yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam”

Hasbi Ash Shiddeqy memberikan pengertian yang agak berbeda dari yang sudah disebutkan di atas. Menurutnya shalat adalah “menghadapkan hati menghadap yang mendatangkan takut, menumbuhkan rasa kebesaran-Nya dan

42

Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam (ringkas), Terj. Ghufron A. Mas’adi (ed). (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1999), Cet. 2. H.361

43

Husni M. Saleh, Fiqh Ibadah, (Surabaya : IAIN Sunan Ampel Press, 2012), h. 87 44

Zainuddin bin Abdul Aziz, Fath Al Mu’in, (Semarang : Toha Putra, t.th), h.3


(43)

35

kekuasaan-Nya dengan penuh khusyuk, ikhlas dalam perkataan, perbuatan yang

dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam”.45

Shalat adalah menyembah Tuhan. Shalat adlah kewajiban bagi orang beriman untuk dilakukan lima kali sehari.

Adapun shalat berjama’ah adalah sholat yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, seorang diantaranya menjadi imam dan yang lain menjadi

makmum.46

Adapun dua orang bersama-sama melakukan shalat dan salah seorang diantara mereka mengikuti yang lainnya, maka keduanya dinamakan shalt berjama’ah. Orang yang diikuti di depan disebut imam, dan orang yang mengikuti

disebut makmum.47

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa shalat berjama’ah adalah shalat yang dikerjakan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama salah seorang diantara mereka menjadi imam shalat dan yang lainnya mengikuti imam disebut dengan makmum, dengan menghadapkan hati kepada Allah SWT secara khusyuk dan ikhlas.

45

HAsbi Ash Shiddieqy, Pedoman Shalat, (Jakarta : Pustaka Al Husna, 1994), Cet. VI, h. 118 46

Asjmuni Abdurrahma, Shalat Berjama’ah. (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2003), h. 1 47

Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Jakarta: Attahiriyah, 1995), h. 109


(44)

36

2. Dasar Perintah Shalat Berjama’ah

Allah telah mewajibkan kita untuk shalat. Melaksanakannya pada waktu yang ditetapkan, serta dilakukan dengan khusyuk. Selanjutnya dalam pelaksanaannya, shalat juga dianjurkan untuk dilakukan secara berjama’ah.

Firman Allah SWT dalam surat An-Nisa’ ayat 102 yang berbunyi :48

                                                                                                                    

Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, Maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu. . .

Dalam ayat ini dijelaskan tentang shalat jama’ah dalam kondisi perang dan takut. Maka dalam kondisi aman dan selamat, hal ini lebih diprioritaskan lagi untuk dilaksanakan. Shalat berjama’ah mempunyai kedudukan yang sangat istimewa dalam Islam. Begitu pentingnya shalat berjama’ah, sampai-sampai Rosulullah Saw mempunyai perhatian yang khusus, bahkan dalam dalam satu riwayat, beliau memberi ketenangan bahwa shalat berjama’ah lebih utama 25 derajat dari pada shalat sendiri. Mereka yang berpendapat hukumnya sunnah dengan sabda nabi Muhammad Saw, yaitu:

48

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta; P. T. listakwara Putra, 2003), h.


(45)

37

ﺬ ا ة ﺔ ﺎ ا ة لﻮ و ﮫ ﷲ ﻰ ﻰ ا ﮫ ا ﮫ ﷲ ﻰ ر ىرﺬ ا ﺪ ﻰ ا

(ىرﺎ ا هاور) ﺔ رد ﺮﺸ و

Artinya: Abi Sa’id al Khudhri r.a, mendengar dari Nabi saw. bersabda: Shalat berjama’ah lebih utama dengan dua puluh lima derajat daripada shalat sendiri (HR.

Bukhori)49

Dari hadits di atas membedakan keutamaan antara shalat sendiri dengan shalat berjama’ah. Adapun ulama yang menyatakan hukumnya fardhu ‘ain

berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW.50

Melalui ayat ini Allah SWT memerintah agar shalat dilaksanakan secara berjama’ah. Sebab, ketika shalat dilaksanakan secara bersamaah, semua jiwa bersatu memajukan doa dan mengadu kepada Allah SWT. Di samping itu jama’ah bisa pula membina adanya saling pengertian antar kaum muslim. Sebab ketika mereka berkumpul tentunya akan membicarakan hal-hal yang bermanfaat di kalangan mereka. Allah SWT sengaja mengungkapkan pengertian shalat dengan kata ruku’ agar berbeda dengan kebiasaan shalat yang biasa dilakukan kaum

Yahudi sebelum Islam. Ketika itu shalat mereka tidak memakai ruku’.51

ﺮ آ نآ ھ ﺪ هﺪ ﻰ يﺬ او : لﺎ ﱠ و ﮫ ﷲ ﻰﱠ ﷲ لﻮ ر ﱠنآ ةﺮ ﺮھ ﻰ آ

هاور) . ﮭ ﻮ ﮭ قﺮ ﺂ ل ﺎ ر ﻰ ا اﺎ آ ﱠ ﺛ سﺎﱠ ا ﺆ ر ﺮ آ ﱠ ﺛ ﻄ ﻄ

(ىﺮ ا

Dari Abi Hurairah sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Demi jiwaku yang berada dikekuasaan-Nya sungguh aku ingin menyuruh untuk mengumpulkan kayu bakar kemudian aku perintah untuk menegakkan shalat dan adzan baginya kemudian aku suruh seorang laki-laki untuk mengimami jama’ah lalu aku gantikan

49

Mustofa M Umar, 2003, h. 11 50

Mustofa M Umar, 2003, h. 110 51

Ahmad Musthafa Al Maraghi, Tafsir Al Maraghi, Juz 1, (Semarang: Toha Putra, 1992), Cet. II, h. 179


(46)

38

dia untuk menghadapi orang-orang (yang meninggalkan shalat berjama’ah) lantas aku bakar rumah-rumah mereka beserta orang-orang yang ada di dalamnya.” (HR. Bukhari).

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum shalat berjama’ah. umhur ulama berpendapat bahwa hukumnya sunnah atau fardhu kifayah. Golongan ulama dzahiriyah berpendapat hukumnya fardhu atau wajib bagi setiap orang mukallaf.

Islam sangat menganjurkan agar syiar-syiar agama dilakukan secara berjama’ah, sehingga mereka bisa saling bahu membahu dalam mengerjakannya. Oleh karena itu, kebiasaan shalat berjama’ah harus digalang setiap masjid oleh setiap muslim di sekitarnya.

3. Syarat Shalat Berjama’ah

Shalat berjama’ah sah apabila memenuhi syarat sebagai berikut: a. Imam

Imam adalah pemimpin dalam shalat berjama’ah. Kedudukan imam dalam shalat berjama’ah sangat penting. Dia akan menjadi pemimpin seluruh jama’ah shalat sehingga untuk menjadi imam ada syarat tersendiri. Syarat yang dimaksud adalah:

a. Mengetahui syarat dan rukun shalat serta perkara yang membatalkan


(47)

39

b. Fasih dalam membaca ayat-ayat al-Qur’an.52

c. Paling luas wawasan agamanya dibandingkan yang lain,

d. Berakal sehat,

e. Ballig,

f. Berdiri pada posisi paling depan,

g. Laki-laki boleh menjadi imam bagi laki-laki dan perempuan hanya

boleh menjadi imam bagi sesame perempuan, tidak boleh bagi laki-laki.53

h. Tidak sedang bermakmum kepada orang lain

b. Makmum

Makmum adalah orang yang mengikuti imam. Makmum yang akan shalat di belakang imam harus berniat mengikuti shalat imam. Gerakan-gerakan makmum dalam shalat berjama’ah, mulai dari takbiratul ihram sampai salam harus selalu mengikuti gerakan-gerakan imam dan tidak boleh mendahuluinya.

Sebagaimana hadits riwayat Muslim dari Anas bin Malik :

اذإو اوﺮ ﺮ اذﺈ ﮫ ﺆ مﺎ ا ﺎ إ : . و ﮫ ﷲا ﻰ ﷲا لﻮ ر لﺎ : لﺎ ﺎ أ

52

Muhammad Jawaz Mugniyah,Fiqih Ja’fari, Terj. Syamsuri Rifai’I dan Abu Zainab AB, (Jakarta: Lentera, 1996), Cet. 2, h. 208

53

Ahmad Sarwono, Masjid Jantung Masyaakat, (Yogya: ‘Izzan Pustaka, 2003, et, 1, h. 60


(48)

40

ر اذإو اوﺪ ﺎ ﺪ

ﻰ اذإو ﺪ ا و ﺎ ر اﻮ ﻮ هﺪ ﷲا لﺎ اذإو اﻮ رﺎ

هاور) نﻮ أ ادﻮ اﻮ اﺪ ﺎ

(

Dari Anas malik ia berkata Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya seseorang dijadikan imam adalah untuk diikuti, maka apabila bertakbir, bertakbirlah kamu, dan apabila ia bersujud, bersujudlah kamu, apabila diangkat kepalanya, angkatlah kepalamu, dan apabila ia membaca Sami’allahuliman hamidah, bacalah Rabbanaa wa lakal hamdu, dan apabila ia shalat dengan duduk, maka kamu semua dengan duduk.” (HR. Muslim)

Makmum Masbaq adalah makmum yang tidak sempat membaca surat

al-Fatihah bersama imam di rakaat pertama. Lawan katanya adalah makmum muwfiq,

yakni makmum yang dapat mengikuti seluruh rangkaian shalat berjama’ah

bersama imam.

Ketentuan dalam makmum masbuk:

a. Jika ia mendapati imam sedang ruku’ dan terus mengikutinya, maka

sempurnalah satu rakaat baginya meskipun tidak sempat membaca fatihah.

b. Jika mendapati imam telah melakukan ruku’ maka tidak sempurnalah

satu rakaat baginya dan ia harus mengulangi satu rakaat itu setelah imam salam.

c. Jika mendapati imam sedang sujud maka langsung takbirotul ikhram

lalu mengikuti sujud bersama imam. Hadits riwayat Abu Dawud dari Abu Hurairah

دﻮ ﺳ ﺤ و ة ا ﻰ ﺈ ﺌ اذإ : . ﺳو ﮫ ﷲا ﻰ ﷲا لﻮﺳر لﺎ : لﺎ ةﺮ ﺮھ ﻰ أ

ﺔ ﺮ ا كردا و ﺎﺌ ﺷ ﺎھوﺪ و اوﺪ ﺳﺎﻓ دواد ﻰ أ هاور) ة ا كردا ﺪ ﻓ (


(49)

41

Dari Abu Hurairah ia berkata Rasulullah SAW bersabda: “Jika kamu datang untuk shalat (bersama kami) dan kami sedang sujud maka sujudlah dan jangan menghitungnya menjadi satu rakaat dan barang siapa mendapat ruku’ maka ia dihitung mendapat shalat satu rakaat”. (HR. Abi Dawud).

d. Jika mendapati imam pada akhir shalat, maka langsung takbiratul

ihram dan duduk mengikuti imam meskipun tidak dihitung satu

rakaat.54

Sedangkan syarat-syarat menjadi makmum adalah seperti berikut:55

a. Makmum berniat mengikuti imam,

b. Mengetahui gerakan shalat imam,

c. Berada dalam satu tempat dengan imam,

d. Posisinya di belakang imam, dan

e. Hendaklah shalat makmum sesuai dengan shalat imam, misalnya

imam shalat Asar makmum juga shalat Asar.

4. Keutamaan Shalat Berjama’ah

Sebagai karunia Allah SWT pada hamba-Nya adalah memberikan pahala yang berlimpah kepada orang yang melaksanakan shalat berjama’ah. Di antara keutamaan shalat berjama’ah adalah sebagai berikut :

54

Ridwan Nasir dan Hamim, Pedoman Shalat Lengkap, (Surabaya: Anika Bahagia, 1997), h. 98-99 55

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia 2014, Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, (Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014), h. 49


(50)

42

a. Shalat berjama’ah lebih utama dibanding shalat sendirian dengan dua

puluh tujuh derajat. Hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Bukhari dari Abdulllah bin Umar:

ﱢﺬ ا ة ﺔ ﺎ ا ة : ل ﺎ و ﮫ ﷲ ﻰ ﷲ لﻮ ر ﱠنأ ﺮ ﷲ ﺪ

(ىرﺎ ا هاور) ﺔ رد ﺮﺸ و

Dari ‘Abdillah bin Umar sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda “Sahat bejama’ah melebihi shalat sendiri dengan dua puluh tuju derajat.”(HR. Bukhari)

b. Shalat sunnah qabliyah, sunah ba’diyah dan berzikir waktunya

melingkupi shalat fardhu. Biasanya dengan shalat berjama’ah menjadikan mudah melaksanakan amalan-amalan pengiring tersebut.

c. Shalat berjama’ah adalah kesempatan bagus untuk belajar mendengar

bacaan Imam yang tartil dan sesuai tajwid.

d. Shalat berjama’ah meripakan sarana mendisiplikan diri dan mengontrol

pribadinya serta brlatih untuk taat.

e. Shalat berjama’ah akan membuat seorang muslim memperhatikan diri

dan penampilannya serta kebersihan pakaiannya yang demikian itu karena ia berumpul dengan orang banyak dikala siang maupun malam.

f. Shalat berjama’ah merupakan kesempatan besar untuk saling megenal

dan beramah tamah sesame muslim.

g. Mensyi’arkan agama Islam.57

56

Abu Abdillah Muhammad Isssmail AlBukhari,Shahih Bukhari,Juz 1, (Semarang: Toha Putra, 1992),Cet. II, h. 158

57

Ahmad Sarwono, Masjid Jantung Masyarakat, (Yogyakarta: Izzan Pustaka, 2003), cet I, h. 57-58


(51)

43

Selain mempunyai keutamaan-keutamaan sebagaimana yang telah disebutkan di atas, shalat berjama’ah juga mempunyai dimensi psikologis dan nilai-nilai terapeutik.

Dimensi psikologis dan nilai terapeutik shalat berjama’ah antara lain:

1) Aspek Demokratis

Aspek Psikologis pertama shalat berjama’ah adalah aspek demokratis. Hal ini terlihat dari berbagi aktivitas yang melingkupi shalat berjama’ah itu sendiri, antara lain:

(a) Memukul kentongan atau bedug.

(b) Mengumandangkan Adzan.

(c) Melantunkan Iqamat.

Untuk ketiga hal di atas boleh dilakukan oleh siapa saja, namun tentunya harus mengerti kesepakatan atau aturan di daerah tersebut. Ini berarti Islam sudah menerapkan bahwa kedudukan manusia sama, tidak dibedakan berdasarkan berbagai atribut kemanusiaan.

(d) Pemilian atau pengisian shaf

Pada saat seseorang masuk ke masjid, siapapun ia memperoleh hak di depan atau shaf pertama. Dengan kata lain siapa yang datang dahulu maka boleh menempati tempat yang paling terhormat yaitu di depan.


(52)

44

(e) Proses Pemilihan Imam.

Shalat berjama’ah harus ada yang menjadi imam dan makmum meski itu hanya dua orang. Apabila diperhatikan seolah-olah ada suatu musyawarah untuk memilih imam (pemimpin dalam shalat) yang dilakukan di masjid.

2) Rasa diperhatikan dan berarti Setelah selesai shalat jama’ah

mempunyai kebiasaan untuk bersalaman dengan jama’ah yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa ia berhak untuk menyapa lingkungannya.

3) Perasaan kebersamaan Aspek kebersamaan pada shalat berjama’ah

mempunyai nilai terapeutik, dapat menghindarkan seseorang dari rasa terisolir, tidak dapat bergabung dalam kelompok, tidak diterima atau dilupakan. Ia juga mempunyai efek terapi kelompok (group therapy), sehingga perasaan cemas, terasing, takut akan hilang. Di dalam kelompok, seseorang dapat merasakan adanya universalitas.

4) Tidak ada jarak personal (personal space)

Salah satu kesempurnaan shalat berjama’ah adalah lurus dan rapatnya barisan atau shaf para jama’ahnya. Ini berarti tidak ada jarak personal antara satu dengan lainnya. Masing-masing berusaha untuk mengurangi jarak personal, bahkan kepada mereka yang tidak dikenal, namun merasa ada satu ikatan yaitu ikatan aqidah.


(53)

45

5) Terapi lingkungan Salah satu kesempurnaan shalat adalah dilakukan

secara berjama’ah dan lebih utama lagi dilakukan di masjid. Masjid dalam Islam mempunyai perananan yang cukup besar. Masjid bukan sebagai pusat aktivitas beragama dalam arti sempit namun sebagai pusat aktivitas umat sehingga shalat berjama’ah di masjid ini mengandung unsur terapi lingkungan.

6) Pengalihan perhatian

Melakukan shalat berjama’ah di masjid diharapkan akan mengalihkan perhatian seseorang dari kesibukan yang sudah menyita segala energi yang ada dalam diri seseorang. Lingkungan masjid akan memberikan suasana relaks dan tenang.

7) Melatih saling ketergantungan (interdependency)

Shalat berjama’ah yang utama dilakukan di masjid atau mushalla dan hal ini mengajarkan nilai-nilai seperti saling membutuhkan atau ketergantungan satu jama’ah dengan jama’ah lainnya.

8) Membantu pemecahan masalah (problem solving)

Sekarang ini sudah banyak para takmir masjid menyelenggarakan pengajian pendek yang lebih dikenal kultum (kuliah tunjuh menit). Tentunya salah satu pokok pembahasan adalah mengenai permasalahan manusia, sehingga hal ini akan membantu pemecahan


(54)

46

masalah,58 Salah satu warisan anatomis dahsyat yang membuat orang

merasa perlu membentuk kelompok adalah neokorteks, lapisan paling atas pada otak yakni bagian yang memberi kemampuan berpikir. Neokorteks akan makin “membesar” sebanding dengan besarnya kelompok yang mampu dibentuk. Maka shalat berjama’ah akan membangun kecerdasan sosial manusia, melalui peningkatan neokorteks yang memberi dan meningkatkan kemampuan berpikir serta kemampuan bersosialisasi dan bersinergi. Suatu perintah untuk meningkatkan neokorteks langsung dari Allah SWT melalui Rasulullah melalui shalat berjama’ah.

5. Hikmah Shalat berjama’ah

Shalat menjadi salah satu hasil yang terpenting dari Isra’ Mi’raj itu mengandung hikmah dan rahasia-rahasia yang mendatangkan kebahagiaan bagi manusia di dunia dan di akherat. Kebahagiaan di dunia dan di akherat hanya dinikmati oleh orang-orang yang dinamakan muflihun sebagaimana Firman

Allah :59









58

Sentot Haryanto, Psikologi Shalat, (Yogyakarta: pustaka Pelajar, 2001), h, 117-147 59

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta; P. T. listakwara Putra, 2003), h. 3


(55)

47

Artinya : mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung (Q.S Al Baqarah : 5).

Diantara beberapa hikmah shalat berjama’ah yaitu antara lain:60

a. Allah telah mensyariatkan pertemuan bagi umat ini pada

waktu-waktu tertentu. Ada yang dilaksanakan secara berulang kali dalam sehari semalam, yaitu shalat lima waktu dengan berjama’ah di masjid.

b. Sebagai bentuk ibadah kepada Allah melalui pertemuan ini dalam

rangka memperoleh pahala dari-Nya dan takut akan adzab-Nya.

c. Menanamkan rasa saling mencintai. Melalui pelaksanaan shalat

berjama’ah, akan saling mengetahui keadaan sesamanya. Jika ada yang sakit dijenguk, ada yang meninggal di antarkan jenazahnya, dan jika ada.

6. Faktor-faktor yang mempengaruhi Anak dalam pelaksanaan Shalat Fardhu Berjama’ah

Sikap keagamaan merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendororng terhadap agama. Sikap keagamaan tersebut oleh adanya konsisten antara kepercayaan terhadap agama sebagai unsure\

efektif, dan perilaku terhadap agama sebagai unsure psikkomotorik. Jadi sikap keagamaan merupakan integrasi secarakompleks antara 60

Sa'id bin Ali bin Wahf al Qahthani, Shalah al Mukmin, (2012:), h. 2-3


(56)

48

pengetahuanagama, perasaan keagamaan serta tidak keagamaan diri seseorang.

Beranjak dari kenyataan yang ada, maka sikap keagamaan tersebut terbentuk oleh dua factor, yaitu factor intern dan faktor ekstern. Hal tersebut

di atas dapt dijelaskan sebagai berikut:61

a. Faktor Intern

Jiwa keagamaan memang bukan secara langsung sebagai faktor bawaan yang diwariskan secara turun temurun, melainkan terbentuk dari unsur kejiwaan lainya yang mencakup kognitif, afektif, dan psikomotorik.

b. Faktor Usia

Dalam bukunya Development of relegius on Children, Ernes Harm mengungkapkan bahwa perkembangan agama pada anak-anak ditentukan oleh tingakt usia mereka. Perkembangan berbagai aspek kejiwaan

termasuk perkembangan berfikir.62 Selanjutnya pada tingkat remaja saat

mereka menginjak usia kematangan seksual, pengau itupun menyertai perkembangan jiwa keagaan mereka. Tingkat perkembangan usia dan kondisi yan dialami para remaja menimbulkan konflik kejiwaan yang mempengaruhi seseorang dalam hidup beragama dan akhirnya mempengaruhi dan akhirnya mempengaruhi juga terjadinya agama,

61

Jalaluddi, Psikologi Agama Edisi Revisi 2004, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 223 62

Ibid, h. 235


(57)

49

bahwasannya konversi cenderung dinilai sebagai produk sugesti dan bukan akibat perkembangan kehidupan spiritual seseorang.

c. Kepribadian

Unsur kepribadian manusia dapat dibagi dua, yaitu unsure hereditas dan

pengaruh lingkungan.63 Unsur akan membentuk jati diri seseorang yang

sedikit banyaknya yang menampilkan cirri-ciri pembeda dari individu luar dirinya, jadi diri tersebut bersifat permanen dan tidak dapat berubah. Pengaruh lingkungan akan membentuk kaakter dan sifatnya dapat berubah karena adanya pengaruh dari luar dirinya.

d. Kondisi Kejiwaan

Kondisi kejiwaan manusia akan mempengaruhi jiwa keagamaan. Hal ini dapat dicondongkan dari seorang pengidap schizophrenia akan mengisolasi diri dar kehidupan sosial serta persepsinya tentang agama

akan mempengaruhi oleh halusinasi.64

2. Fakotr Ekstern

Manusia sering disebut dengan homo relligius makhluk beragama yang menyata kan bahwa manusia memiliki potensi dasar yang dapat dikembangkan sebagai makhluk yang beragama. Jadi manusia memiliki potensi berupa kesiapan untuk menerima pengaruh luar sehinga dirinya dapat dibama. entuk menjadi makhluk yang memiliki rasa dan perilakebutu agama.

63

Ibid, h. 236 64

Ibid, 239


(58)

50

Pengaruh tersebut dapat berupa bimbingan, pembinaan, latihan pendidikan dan sebagainya yang secara umum disebut sosialisasi.

Faktor ekstern yang dinilai berpengaruh dalam perkembangan jiwa keagamaan seseorang dapat dibagi menjadi lima, yaitu: lingkungan keluarga, lingkungan institusional atau sekolah, lingkungan masyararakat, tempat ibadah dan teman sepermainan.

a. Lingkungan keluarga

Lingkungan keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan peletak dasar dari pembentukan pribadi anak untuk masa-masa selanjutnya, sehingga keluarga merupakan fase awal pembentukan jiwa keagamaan pada anak. Sigmund Freud dengan keonsep Father imag (citra kebapaan) menyatakaan bahwa perkembangan jiwa keagamaan pada anak

dipengaruhi oleh citra bapak kepada anaknya.65 Jika seorang bapak

memperlihatkan sikap dan tingkah laku yang baik, maka anak akan mengidentifikasi sikap tingkah laku sang bapak pada dirinknya. Beitu pula sebaliknya, jika bapak menampilkan sikap yang buruk itu juga akan ikut berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak. Sebagai investasi terhadap perkembangan orang tua diberi tanggung jawab untuk

65

Ibid, h. 240


(1)

119

Implementasi shalat fardhu berjamaah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Mantup

Lamongan. Dalam uji koefisien determinasi, korelasi variabel pembelajaran

pendidikan agama Islam terhadap Implementasi Shalat Fardhu berjamaah siswa

kelas VII SMP Negeri 2 Mantup Lamongan diperoleh 24.75% dan sisanya

75,25% dipengaruhi oleh faktor lain, diantaranya faktor keluarga, lingkungan

sekolah, lingkungan masyarakat, dan sebagainya.

B. Saran

Dari adanya simpulan yang telah dipaparkan di atas, maka penulis member

saran-saran sebagai berikut:

1. Pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP Negeri 2 Mantup

Lamongan sudah cukup baik. Namun demikian, hendaknya harus lebih

ditingkatkan karena semakin baik proses pembelaaran pendidikan agama

Islam, siswa akan semakin giat untuk melaksanakan shalat fardhu.

2. Hendaknya guru senantiasa memberikan tauladan kepada siswa dalam hal

pelaksanaan ibadah khususnya shalat fardhu. Tidak hanya dengan tori saja

melainkan dengan praktek. Alangkah baiknya sebelum mengajarkan

kepada siswa, guru terlebih dahulu mengapliasikannya dalam kehidupan

pribadi sehari-hari.

3. Bagi para orang tua , hendaknya selalu mengawasi putra-putrinya dalam


(2)

120

kepada anaknya dengan melaksanakan shalat lima waktu khususnya


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, Jakarta : Media Pratama, 1997, cet. 1

Abdul Majid dan Dina Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis

Kompetensi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi,

Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, Bandung: Remaja Rosda Karya,

2004

Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Bandung: PT.

Remaja Rosda Karya, 2012

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: PT. Al-Ma’arif,

1980

Ahmad Musthafa Al Maraghi, Tafsir Al Maraghi, Juz 1, Semarang: Toha Putra, 1992,

Cet. II

Ahmad Sarwono, Masjid Jantung Masyaakat, Yogyakarta: ‘Izzan Pustaka, 2003, et, 1

Anton M. Moeliono, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa Depdiknas, Jakarta : Balai Pustaka, 2005

Arief furhan, Pengantar penelitian dalam pendidikan, Surabaya: usaha nasional,

1982

Asjmuni Abdurrahma, Shalat Berjama’ah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2003,

Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam (ringkas), Terj. Ghufron A. Mas’adi (ed). Jakarta :

Raja Grafindo Persada, 1999, Cet. 2

Fauti Rohmah dan ahmad Zayadi, Ilmu Jiwa Agama, Ponorogo: Al-Amin

Hartono, Ibadah Syariah, Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,


(4)

Heri Jauhari Muchtar, Fiqih Pendidikan, Bandung: P.T. Remaja Rosda Karya. 2005,

Cet. 1

Hery Nur Aly, Ilmu Pendidikan Islam, Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu, 1999

Husni M. Saleh, Fiqh Ibadah, Surabaya : IAIN Sunan Ampel Press, 2012

Jalaluddi, Psikologi Agama Edisi Revisi 2004, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2004

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia 2014, Pendidikan

Agama Islam dan Budi Pekerti, Jakarta: Kementrian Pendidikan dan

Kebudayaan, 2014

Lahmiddin Nasution, Fiqh 1, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, t, t.

M. Muslich, Motode Kuantitatif, Jakarta: lembaga penerbit fakultas ekonomi

universitas Indonesia, 1993

Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam: Metode Mengajar

Pendidkan Agama di SD, SMP, SMA dan Fakultas Umum serta metode

Mengajar Ilmu Agama di PGAN 6 Tahun, Jakarta: PT Hida Karya Agung,

1983, Cet.2

Mahrus As’ad, Memahami Pendidikan Islam SMK Tingkat 1, CV. Amrico : Bandung

, 2004

Mardalis, Metode Penelitian, Jakarta: Bumi aksara,1995

Muhaimin, M.A et, ai. Paradikma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan

Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Cet.II, Bandung: PT. Remaja Rosda

Karya : 2002

Muhammad Jawaz Mugniyah,Fiqih Ja’fari, Terj. Syamsuri Rifai’I dan Abu Zainab

AB, Jakarta: Lentera, 1996, Cet. 2

Musfiqon, Panduan Lengkap Metodelogi Penelitian Pendidikan, Jakarta: PT. prestasi

Pustakarya, 2012


(5)

Pius A Partanto, Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah PopulerI, Surabaya: Arkola Offset,

2001

Ridwan Nasir dan Hamim, Pedoman Shalat Lengkap, Surabaya: Anika Bahagia,

1997

S. Nasution, Metode Reseach, Jakarta: Bumi aksa, 2006

Sa'id bin Ali bin Wahf al Qahthani, Shalah al Mukmin, 2012

Saiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasih Orangtua & Dalam Keluarga (Sebuah

Persepektif Pendidikan Islam, Jakarta: PT Renika Cipta

Samsul Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta : Media

Pratama, 2001

Sentot Haryanto, Psikologi Shalat, Yogyakarta: Mutiara Pustaka, 2005

Sentot Haryanto, Psikologi Shalat, Yogyakarta: pustaka Pelajar, 2001

Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Kitab Shalat, PT Darul Falah : Jakarta, 2007

Sugiono, Statistik untuk Penelian, Bandung: Alfabeta, 2010

Suharsimi Arikunto, prosedur penelitian suatu pendekatan praktek, Jakarta: Rineka

cipta,2002

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 2006

Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Jakarta: Attahiriyah, 1995

Suprayekti, Interaksi Belajar Mengajar, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional,

Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Tenaga Kependidikan, 2003

Suryadi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1988

Syaiful Bahri Djamarah, Guru Anak-anak dalam Interaksi, Jakarta: PT. renika Cipta

Syofian Siregar, Metode Penelitian Kualitatif Dilengkapi Perbandingan Hitung

Manual & SPSS, Jakarta: 2014, Kencana Prenadamedia Group

Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen, Jakarta: Sunar Grafika, 2005, Cet. 2


(6)

Zainuddin bin Abdul Aziz, Fath Al Mu’in, Semarang : Toha Putra, t.th

Zakiyah Darajat, Kesehatan Mental, Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 2001, Cet. 2

Zakiyah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992

Zuhairimi, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: Usaha Offset Printing,


Dokumen yang terkait

Pengaruh pembelajaran pendidikan agama islam terhadap pelaksanaan shalat fardhu siswa SMP islam al Ma'arif Cinangka sawangan Depok

2 21 109

Hikmah shalat berjama'ah dalam al-qur'an menurut penafsiran ibnu katsir (surat an-Nisa: 102, dan al-Baqarah: 432

0 11 100

Kontribusi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Terhadap Pelaksanaan Shalat Lima Waktu Siswa SMP Negeri 37 Jakarta

0 4 110

“UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN AKHLAKUL KARIMAH SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Akhalakul Karimah Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Mojogedang Tahun Pelajaran 2014/2015.

0 3 20

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS VIII DI SMP NEGERI 2 POLANHARJO KLATEN TAHUN Implementasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas VIII Di SMP Negeri 2 Polanharjo Klaten Tahun Pelajaran 2014/2015.

0 8 13

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS VIII DI SMP NEGERI 2 POLANHARJO KLATEN TAHUN PELAJARAN Implementasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas VIII Di SMP Negeri 2 Polanharjo Klaten Tahun Pelajaran 2014/2015.

0 7 19

PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SHALAT FARDHU PADA SISWA SMK Pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhadap Pelaksanaan Shalat Fardlu Pada Siswa SMK Muhammadiyah 01 Boyolali Tahun 2014 / 2015.

0 2 17

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DENGAN MEDIA FILM DALAM MENGETAHUI PEMAHAMAN SISWA KELAS IX DI SMP MA’ARIF 4 MANTUP LAMONGAN.

0 1 118

Implementasi Shalat Fardhu dalam Pembent

0 0 16

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN TUTORIAL DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS VII SMP NEGERI 26 MAKASSAR

0 2 95