18522 22570 1 PB

(1)

Jurnal Ilmiah Pendidikan MatematikaVolume 3 No. 5 Tahun 2016

ISSN : 2301-9085

PROSES BERPIKIR SISWA SMP DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA KONTEKSTUAL PADA MATERI HIMPUNAN BERDASARKAN GAYA KOGNITIF

IMPULSIVE DAN REFLECTIVE

Fatimah Nurdhania Vahrum

Pendidikan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya, e-mail: fatimahv@mhs.unesa.ac.id

Endah Budi Rahaju

Pendidikan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya, e-mail: endahrahaju@unesa.ac.id Abstrak

Proses berpikir merupakan serangkaian aktivitas mental meliputi kegiatan mengingat, mempertimbangkan, membuat argumen, dan mengambil keputusan yang dilakukan seseorang dalam pikirannya saat memecahkan masalah. Sementara itu, adanya perbedaan gaya kognitif siswa, memungkinkan terjadinya perbedaan proses berpikir dalam memecahkan suatu masalah. Menurut Woolfolk, gaya kognitif berdasarkan dimensi waktu pemahaman konsep (konseptual tempo) dibedakan menjadi impulsive dan reflective. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan proses berpikir siswa SMP dalam memecahkan masalah matematika kontekstual pada materi himpunan berdasarkan gaya kognitif impulsive dan reflective. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang dilaksanakan di kelas VII-C SMP Negeri 1 Waru tahun ajaran 2015/2016. Subjek penelitian terdiri dari satu siswa dari masing-masing gaya kognitif impulsive dan reflective. Instrumen penelitian terdiri dari tes penggolongan gaya kognitif impulsive dan reflective (MFFT), tes kemampuan matematika (TKM), tes pemecahan masalah (TPM) matematika kontekstual, dan pedoman wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam tahap memahami masalah, ketika membuat argumen subjek reflective dapat menjelaskan bagaimana cara menentukan apa yang ditanyakan menggunakan apa yang diketahui, sedangkan subjek impulsive hanya menemukan keterkaitan antara apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan tanpa dapat menjelaskannya. Ketika mengambil keputusan, subjek impulsive menuliskan apa yang diketahui pada masalah dengan kata-kata yang singkat dan tidak menuliskan apa yang ditanyakan pada lembar jawaban, sedangkan subjek reflective menuliskan secara lengkap apa yang diketahui dan yang ditanyakan pada masalah menggunakan uraian kalimat bahkan hampir sama dengan soal. Dalam tahap merencanakan penyelesaian masalah, ketika membuat argumen, subjek impulsive tidak dapat menentukan hubungan rencana dengan masalah/materi yang pernah diterima sebelumnya karena subjek menyebutkan beberapa materi yang menurutnya terkait dengan masalah tetapi sebenarnya materi-materi yang disebutkan tidak relevan dengan masalah, sedangkan subjek reflective dapat menentukan hubungan rencana dengan masalah yang pernah diselesaikan sebelumnya dengan baik. Dalam tahap melaksanakan rencana penyelesaian, ketika mengingat, diagram Venn yang digambarkan oleh subjek impulsive tidak sesuai dengan masalah terutama untuk masalah nomor 2, sedangkan diagram Venn yang digambarkan oleh subjek reflective sudah sesuai dengan masalah baik masalah nomor 1 maupun masalah nomor 2.

Kata Kunci: proses berpikir, pemecahan masalah, masalah matematika kontektual, gaya kognitif, impulsive-reflective.

Abstract

Thinking process is a series of mental activities that consist of memorizing, considering, making arguments, and taking decisions that was done by people’s mind to do problem solving. Meanwhile, the existence of differences between student’s cognitive styles, enable the differences of thinking processes in problem solving. According to Woolfolk, cognitive styles based on the dimension of time


(2)

understanding the concept (conceptual tempo) are differentiated into impulsive and reflective. This research aimed to describe the thinking process of junior high school students in solving contextual mathematics problems of a set based on cognitive styles of impulsive and reflective. This is a descriptive research with qualitative approach that was implemented in class VII-C SMP Negeri 1 Waru on academic year 2015/2016. The subjects in this research consisted of one student from each of the impulsive and reflective cognitive styles. The research instruments that were used are matching familiar figures tests (MFFT) to classified impulsive and reflective cognitive styles of students, mathematical ability tests, contextual mathematics problem solving tests, and interview guidelines. The result of this research showed that in understanding the problem, when making the argument, Reflective student could explain how to determine what is being asked using what is known, while the Impulsive student only found a relevance between what is known and what is asked without being able to explain it. When taking a decision, Impulsive student could write down what is known from the problem with concise words and did not write down what is asked on the answer sheet, while the Reflective student wrote the complete information about what is known and what is asked from the problem using the description sentence even almost the same as the problem. In planning problem solving, when making the argument, Impulsive student could not determine the relevance between plans and the problems or material that ever solved before. However, the student mentioned some of the materials which she thought were relevant with the problem but in fact the materials mentioned were irrelevant with it. Meanwhile, the Reflective student could determine the relevance between plans and the problems ever solved before as well. In carrying out the plan, when memorizing, Venn diagram that was created by the Impulsive student were not appropriate with the problem, especially for the problem number 2, while the Venn diagram that was created by Reflective student were appropriate with both of the problems, either for the problem number 1 or problem number 2.

Keywords: thinking process, problem solving, contextual mathematics problem, cognitive style, impulsive-reflective.


(3)

PENDAHULUAN

Pada era globalisasi sekarang ini, bangsa Indonesia berhadapan dengan tantangan dan hambatan yang semakin bertambah. Demi menghadapi hal tersebut bangsa Indonesia perlu mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing. Berdasarkan hal tersebut, pendidikan nasional mengemban tugas penting untuk mengembangkan bangsa Indonesia agar memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Hal ini sejalan dengan pendapat Hamalik (2014) bahwa proses pendidikan merupakan upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas.

Salah satu bidang studi yang memiliki peran dalam mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas ialah matematika. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2014) bahwa matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Pada kenyataan dalam dunia pendidikan Indonesia, matematika diajarkan kepada siswa mulai dari jenjang sekolah dasar sampai jenjang perguruan tinggi.

Dalam pembelajaran matematika, untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan matematika siswa dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah. National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (2010) mengemukakan bahwa tugas-tugas pemecahan masalah dapat meningkatkan pemahaman konseptual siswa, membantu perkembangan kemampuan menalar dan komunikasi matematika siswa, dan menangkap minat dan keingintahuan mereka. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 58 Tahun 2014, salah satu tujuan pembelajaran matematika ialah menganalisis dan memecahkan masalah dalam konteks matematika maupun masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Berkaitan dengan pemecahan masalah, menurut Polya (2004) terdapat empat langkah dalam pemecahan masalah, yaitu (1) memahami masalah (understanding the problem), (2) membuat rencana penyelesaian

(devising a plan), (3) melaksanakan rencana penyelesaian (carrying out the plan), dan (4) memeriksa kembali (looking back). Dengan langkah-langkah tersebut, siswa akan dapat memecahkan masalah secara efektif karena melalui proses tersebut permasalahan dapat terdefinisikan dengan jelas.

Menurut Shadiq (2011) adanya konteks pada suatu masalah penting untuk memotivasi siswa dalam memecahkan masalah karena masalah tersebut menjadi tidak terlalu abstrak, tidak terlalu mudah, dan tidak terlalu sulit untuk dapat diselesaikan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 58 Tahun 2014 bahwa salah satu pilar pembelajaran matematika yaitu penyajian masalah kontekstual. Masalah matematika kontekstual sendiri diartikan sebagai soal matematika yang materinya terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa baik kasat mata maupun tidak kasat mata, namun dapat dibayangkan oleh siswa karena terkait dengan pengalaman masa lalunya (Wardhani, 2004). Oleh karena itu dengan pengajuan masalah kontekstual akan memunculkan keterlibatan siswa dalam memecahkan masalah tersebut sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri.

Di samping itu, masalah yang mendorong keterlibatan siswa merupakan masalah yang “berharga/bermakna” bagi siswa. Hal ini diperkuat oleh pernyataan NCTM (2010:1) tentang 10 kriteria “worthwhile problem” yang salah satunya yaitu “The problem encourages student engagement and discourse” yang jika diterjemahkan berarti masalah yang dapat mendorong keterlibatan dan wacana siswa. Oleh karena itu masalah kontekstual penting untuk dilatihkan pada siswa karena dapat membangkitkan keterlibatan siswa dalam menyelesaikan masalah yang mereka hadapi.

Pada pembelajaran matematika, salah satu materi yang sering muncul dengan pengajuan masalah kontekstual ialah materi himpunan. Alasan peneliti memilih materi tersebut yaitu banyak siswa mengalami kesalahan dalam memecahkan masalah pada materi himpunan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wakhidatunisyak (2012) bahwa siswa


(4)

melakukan kesalahan konseptual sebesar 33,74% dalam menentukan daerah komplemen suatu himpunan dan 14,44% kesalahan prosedural dalam menghitung dan kurang menuliskan anggota himpunan dalam diagram Venn. Pada studi pendahuluan yang dilakukan oleh Amrullah (2014) menunjukkan bahwa sebesar 37,5% siswa melakukan kesalahan dalam menempatkan banyaknya anggota himpunan dalam penggambaran diagram Venn ketika menyelesaikan soal irisan dan gabungan himpunan. Dari penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa cenderung masih banyak melakukan kesalahan pemecahan masalah pada materi operasi himpunan. Kesalahan-kesalahan tersebut dapat menjadi salah satu penyebab rendahnya hasil belajar siswa pada materi himpunan. Hal ini didukung berdasarkan data yang dikeluarkan Balitbang Kemendibud bahwa daya serap ujian nasional SMP tahun ajaran 2014/2015 pada cakupan materi himpunan mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2013/2014, yaitu dari 61,32% menjadi 57,28%.

Untuk membantu meminimalisir kesalahan-kesalahan siswa dalam pemecahan masalah pada materi himpunan, guru memerlukan informasi tentang bagaimana siswa berpikir, menggunakan pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang dimilikinya, dan prosedur pemecahan masalah yang seperti apa yang digunakan oleh siswa. Berkaitan dengan hal tersebut, Suryabrata (2006) berpendapat bahwa berpikir merupakan proses yang dinamis yang dapat dilukiskan menurut jalannya, yaitu (1) pembentukan pengertian, (2) pembentukan pendapat, dan (3) penarikan kesimpulan. Hal inilah yang kemudian disebut dengan proses berpikir. Sehingga salah satu cara guru untuk mendapatkan informasi-informasi tersebut yaitu dengan mengetahui bagaimana proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah matematika kontekstual. Proses berpikir itu sendiri adalah serangkaian aktivitas mental, yaitu mengingat, mempertimbangkan, membuat argumen, dan mengambil keputusan yang dilakukan siswa dalam memecahkan masalah (Warsito, 2013).

Di samping itu, selain guru memerlukan informasi tentang bagaimana proses berpikir siswa, gaya kognitif siswa juga merupakan salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam pembelajaran terutama pada tahap pemecahan masalah. Hal ini sesuai dengan pendapat Uno (2008) bahwa pengetahuan guru tentang gaya kognitif dibutuhkan untuk merancang materi pembelajaran, tujuan pembelajaran, dan metode pembelajaran. Diharapkan dengan adanya interaksi dari faktor gaya kognitif, materi, tujuan, dan metode pembelajaran, hasil belajar siswa dapat dicapai semaksimal mungkin. Berbicara tentang gaya kognitif, Woolfolk (dalam Uno, 2008) membedakan gaya kognitif berdasarkan dimensi, yaitu (1) perbedaan aspek psikologis, yaitu field independent (FI) dan field dependent (FD), dan (2) waktu pemahaman konsep (konseptual tempo), yaitu impulsive dan reflective.

Gaya kognitif berdasarkan waktu pemahaman konsep atau yang lebih dikenal dengan konseptual tempo, yaitu perbedaan gaya kognitif berdasarkan atas waktu yang digunakan untuk merespon suatu stimulus dan kecermatan siswa dalam memecahkan masalah. Siswa dengan gaya kognitif impulsive mempunyai karakteristik cepat tetapi tidak cermat sehingga cenderung tidak dapat mengingat informasi yang terstruktur, kurang cermat dalam memahami dan menginterpretasi teks sehingga terjadi kendala dalam memecahkan masalah dan jawaban siswa cenderung salah. Sedangkan untuk siswa dengan gaya kognitif reflective mempunyai karakteristik lambat tetapi cermat sehingga cenderung dapat mengingat informasi yang terstruktur, membaca dengan memahami dan menginterpretasi teks, memecahkan masalah dan membuat keputusan, dan lebih mungkin dapat berkonsentrasi terhadap informasi yang relevan serta jawaban yang diberikan cenderung benar (Kagan dalam Mustoha, 2015). Sejalan dengan hal tersebut, Santrock (2010) menyatakan bahwa siswa yang impulsive sering kali lebih banyak melakukan kesalahan daripada siswa yang reflective. Siswa yang reflective biasanya memiliki standar kinerja yang tinggi dan lebih mungkin


(5)

menentukan sendiri tujuan belajar dan berkonsentrasi pada informasi yang relevan dibandingkan dengan siswa yang impulsive. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa siswa yang reflective lebih efektif dan lebih baik dalam pelajaran sekolah dibandingkan dengan siswa yang impulsive.

Namun hasil analisis inferensial pada penelitian yang dilakukan oleh Rahman (2008), nilai probabilitas uji yang berkenaan dengan gaya kognitif siswa secara konseptual tempo (impulsive dan reflective) adalah p = 0,658 > µ = 0,05 yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar matematika siswa yang bergaya kognitif impulsive dengan hasil belajar matematika siswa yang bergaya kognitif reflective. Hal ini sedikit menyimpang secara teoretis dimana siswa yang bergaya kognitif reflective memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan siswa yang bergaya kognitif impulsive.

Untuk itu pada penelitian ini, berdasarkan gaya kognitif impulsive dan reflective, peneliti ingin mengkaji lebih lanjut terkait proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah matematika pada materi himpunan karena pada materi tersebut memerlukan kecermatan siswa dalam memecahkan masalah dan materi himpunan juga merupakan materi yang banyak penerapannya dalam kehidupan sehari-hari atau bersifat kontekstual.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Proses Berpikir Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah Matematika Kontekstual pada Materi Himpunan Berdasarkan Gaya Kognitif Impulsive dan Reflective”.

Tujuan penelitian ini ialah untuk mendeskripsikan proses berpikir siswa SMP yang memiliki gaya kognitif impulsive dan reflective dalam memecahkan masalah matematika kontekstual pada materi himpunan.

METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang dilaksanakan di kelas VII-C SMP Negeri 1 Waru pada semester genap tahun ajaran

2015/2016. Subjek penelitian terdiri atas satu siswa dari masingmasing gaya kognitif -impulsive dan reflective.

Instrumen penelitian meliputi instrumen Matching Familiar Figures Test (MFFT), tes kemampuan matematika (TKM), tes pemecahan masalah, dan pedoman wawancara. MFFT digunakan untuk mengelompokkan siswa berdasarkan gaya kognitif impulsive dan reflective. Instrumen ini diadopsi dari MFFT yang telah dimodifikasi oleh Warli berupa tes objektif berisi 15 gambar yang terdiri atas 2 gambar sebagai percobaan dan 13 gambar sebagai soal tes, dengan masing-masing memuat 8 variasi gambar. TKM digunakan untuk mengontrol kemampuan matematika subjek agar subjek yang dipilih memiliki kemampuan matematika setara. TKM terdiri atas 5 soal uraian yang diadaptasi dari soal-soal Ujian Nasional Matematika SMP/MTs Tahun Ajaran 2014/2015. Tes pemecahan masalah terdiri atas dua butir soal uraian yang disusun oleh peneliti berupa soal materi himpunan yang relevan dengan kehidupan sehari-hari (kontekstual). Pedoman wawancara terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang disusun oleh peneliti yang disesuaikan dengan indikator-indikator proses berpikir dan kondisi pemecahan masalah yang dilakukan oleh subjek penelitian.

Metode pengimpulan data dalam penelitian ini terdiri atas tes dan wawancara. Tes yang diberikan berupa MFFT dan TKM yang bertujuan untuk memperoleh subjek penelitian. Kemudian subjek penelitian diberi tes pemecahan masalah untuk memperoleh data mengenai proses berpikirnya dalam memecahkan masalah matematika kontekstual. Wawancara yang dilakukan yaitu wawancara berbasis tes dan dilaksanakan setelah subjek melakukan pemecahan masalah matematika kontekstual.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

1. Data Hasil Matching Familiar Figures Test (MFFT)

Data hasil MFFT dianalisis menggunakan penetapan yang dilakukan oleh Warli. Siswa dikatakan memiliki gaya kognitif impulsive jika menyelesaikan MFFT dalam waktu ≤ 7,28 menit dan jawaban salah ≥ 7


(6)

soal. Sedangkan siswa dikatakan memiliki gaya kognitif reflective jika menyelesaikan MFFT dalam waktu > 7,28 menit dan memiliki jawaban salah < 7 soal.

2. Data Hasil Tes Kemampuan Matematika (TKM)

Data hasil TKM dianalisis menggunakan pedoman penskoran tes kemampuan matematika yang telah dibuat oleh peneliti.

3. Data Hasil Tes Pemecahan Masalah

Data hasil tes pemecahan masalah matematika kontekstual dianalisis berdasarkan indikator proses berpikir

(terdiri atas mengingat,

mempertimbangkan, membuat argumen, dan mengambil keputusan) siswa dalam memecahkan masalah matematika kontekstual berdasarkan langkah-langkah Polya.

4. Data Hasil Wawancara

Data hasil wawancara dianalisis sesuai tahap-tahap yang mengacu pada Miles dan Huberman (1992) sebagai berikut. a. Reduksi data

Reduksi data merupakan proses pemilihan data yang benar-benar dibutuhkan dalam penelitian dan mengabaikan data yang dianggap tidak penting. Setelah membaca, mempelajari dan menelaah data yang diperoleh dari hasil tes pemecahan masalah pembuktian dan wawancara, maka dilakukan reduksi data. Hasil wawancara dituangkan secara tertulis dengan cara sebagai berikut.

1) Mendengarkan rekaman hasil wawancara beberapa kali agar dapat menuliskan dengan tepat apa yang diucapkan responden.

2) Membuat transkrip hasil wawancara 3) Memeriksa kembali transkrip hasil

wawancara dengan cara

mendengarkan kembali rekaman hasil wawancara.

b. Penyajian data

Penyajian data dilakukan dengan mendeskripsikan data hasil wawancara. Data hasil wawancara yang sudah ditranskrip disajikan dalam kode-kode percakapan agar pembaca dapat memahami hasil wawancara dengan

mudah. Setelah data disajikan dalam bentuk kode-kode percakapan selanjutnya data tersebut diidentifikasi, ditafsirkan, dan dimaknai. Pada tahap ini peneliti menggambarkan deskripsi singkat dari hasil wawancara yang telah diolah dalam tahap reduksi data.

c. Penarikan kesimpulan atau verifikasi Penarikan kesimpulan didasarkan atas data yang telah dianalisis, meliputi data hasil tes pemecahan masalah pembuktian dan hasil wawancara. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Waru pada tanggal 2, 4 dan 14 Mei 2016. Data Hasil Tes Gaya Kognitif dan Kemampuan Matematika

Setelah pelaksanaan tes, dilakukan penskoran terhadap pengerjaan siswa baik tes penggolongan gaya kognitif maupun tes kemampuan matematika. Berdasarkan hasil tes penggolongan gaya kognitif dan tes kemampuan matematika, diperoleh data seperti yang disajikan pada tabel berikut.

Tabel 1 Data Hasil Tes Penggolongan Gaya Kognitif (MFFT) dan Tes Kemampuan Matematika (TKM) N

m r.

Kode Nam

a

MFFT Sko

r TK

M f r t KognitiGaya

f

1 MAA 7 6 12.15 LTA 68

2 RR 9 4 11.50 LTA 64

3 ANI 11 2 11.55 LTA 60

4 SLM 8 5 12.61 LTA 60

5 ARW 9 4 12.00 LTA 56

6 DPA 8 5 10.66 LTA 52

7 TZ 7 6 10.16 LTA 52

8 AO 10 3 14.80 LTA 34

9 MZA 8 5 9.22 LTA 24

1

0 MDM

1

0 3 8.84 LTA 16

1

1 SAP* 6 7 8.30 Reflective 92 1

2 FRAA 5 8

13.3


(7)

1

3 ILG 4 9

10.8

3 Reflective 88 1

4 RSA 6 7 13.36 Reflective 84 1

5 MS 6 7 12.41 Reflective 76 1

6 SAH 6 7

12.2

3 Reflective 76 1

7 NSEA 6 7 16.85 Reflective 72 1

8 WC 4 9 20.26 Reflective 72 1

9 EFS 6 7

11.2

5 Reflective 68 2

0 LAR 6 7 13.34 Reflective 60 2

1 SMP 6 7 12.13 Reflective 60 2

2 CA 3

1 0

20.0

5 Reflective 56 2

3 MAVJ 5 8 8.31 Reflective 52 2

4 PAJAZ 5 8 11.02 Reflective 52 2

5 DNN 5 8 12.73 Reflective 48 2

6 RMS 4 9

12.6

7 Reflective 44 2

7 SBW 3 10 12.69 Reflective 44 2

8 ABP 3 10 20.20 Reflective 39 2

9 DNS 5 8

19.7

6 Reflective 33 3

0 SP 6 7 9.10 Reflective 32 3

1 RM 6 7 5.41 CA 84

3

2 NPA 6 7 6.86 CA 36

3

3 MIZ 6 7 5.90 CA 24

3

4 IAP* 7 6 6.60 Impulsive 88 3

5 SAPW 8 5 6.04 Impulsive 60 3

6 S 8 5 6.67 Impulsive 56 Keterangan: f: Jumlah jawaban salah; r: Jumlah jawaban benar; t: Waktu pengerjaan; LTA = Lambat Tidak Akurat; CA = Cepat Akurat

Selanjutnya peneliti memilih dua subjek penelitian yang terdiri atas satu siswa dengan gaya kognitif impulsive dan satu siswa dengan gaya kognitif reflective. Pemilihan subjek penelitian juga mempertimbangkan

hasil tes kemampuan matematika untuk mendapatkan subjek penelitian yang memiliki kemampuan matematika yang setara. Kemampuan matematika subjek dikatakan setara jika selisih skornya kurang dari sama dengan 5 dalam skala 100. Selain itu, pemilihan subjek penelitian juga memperhatikan kemampuan komunikasi siswa yang baik agar memudahkan peneliti ketika melakukan wawancara.

Berdasarkan hasil tes penggolongan gaya kognitif dan tes kemampuan matematika, maka subjek penelitian terpilih dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 2 Subjek Penelitian Kode

Nam a

MFFT Sko

r TK

M

Kode Subje

k f r t KognitifGaya

SAP 6 7 8.30 Reflective 92 R IAP 7 6 6.60 Impulsiv

e 88 I

Proses Berpikir Subjek Impulsive (I)

dalam Memecahkan Masalah

Matematika Kontekstual pada Materi Himpunan

Berikut ini proses berpikir subjek impulsive (I) dalam memecahkan masalah matematika kontekstual pada materi himpunan untuk setiap tahap pemecahan masalah Polya.

Dalam memahami masalah subjek impulsive (I) mengingat dengan menceritakan kembali dan menyebutkan secara rinci informasi-informasi yang terdapat pada masalah, mempertimbangkan dengan menilai kecukupan syarat dari apa yang diketahui sudah lengkap untuk mencari apa yang ditanyakan, membuat argumen dengan menemukan keterkaitan antara apa yang diketahui dan ditanyakan pada masalah meskipun belum dapat menjelaskan bagaimana keterkaitan tersebut, dan mengambil keputusan dengan menuliskan (dengan pemisalan yang kurang jelas karena tidak menggunakan konsep himpunan) dan menyebutkan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan menggunakan uraian kata-kata secara singkat.

Dalam merencanakan penyelesaian masalah subjek impulsive (I) mengingat dengan menyebutkan konsep atau operasi


(8)

yang sesuai dengan situasi masalah yang dihadapi yaitu masalah terkait operasi himpunan dan subjek menyebutkan rencananya dalam menyelesaikan masalah meskipun tidak menjelaskan secara rinci, membuat argumen dengan menyebutkan beberapa materi yang menurutnya terkait dengan masalah tetapi sebenarnya materi-materi yang disebutkan oleh subjek tidak relevan dengan masalah, dan mengambil keputusan dengan tetap memilih menggunakan rencana awal yaitu menggunakan diagram Venn karena subjek tidak mempunyai alternatif cara lain dan menurutnya sudah sesuai dengan informasi dan konsep terkait masalah.

Dalam melaksanakan rencana penyelesaian subjek impulsive (I) mengingat rencana yang telah disusunnya, yaitu dengan menggunakan diagram Venn tetapi kurang sesuai dengan masalah dan subjek tidak dapat menggambarkan diagram Venn tersebut dengan benar, mempertimbangkan dengan menjelaskan bahwa langkah-langkah penyelesaian masalah yang telah dilakukan sesuai dengan rencana utama yang telah disusunnya, membuat argumen pada setiap langkah penyelesaian dan perhitungannya meskipun subjek tidak menuliskan rincian perhitungan yang dilakukannya, dan mengambil keputusan dengan memilih menggunakan rencana utama karena tidak memiliki rencana alternatif.

Dalam tahap memeriksa kembali subjek impulsive (I) mengingat dengan memeriksa hasil penyelesaian dan perhitungan sudah sesuai dengan apa yang ditanyakan, membuat argumen bahwa jawaban akhir yang dituliskan sudah benar karena subjek telah meneliti kembali jawabannya, dan mengambil keputusan dengan menyimpulkan solusi/hasil penyelesaian masalah dan dapat memberikan alasan bahwa solusi yang diperoleh itu benar.

Proses Berpikir Subjek Reflective (R)

dalam Memecahkan Masalah

Matematika Kontekstual pada Materi Himpunan

Berikut ini proses berpikir subjek reflective (R) dalam memecahkan masalah matematika kontekstual pada materi himpunan untuk setiap tahap pemecahan masalah Polya.

Dalam memahami masalah subjek reflective (R) mengingat dengan menceritakan kembali dan menyebutkan secara rinci informasi-informasi yang terdapat pada masalah, mempertimbangkan dengan menilai kecukupan syarat dari apa yang diketahui sudah lengkap untuk mencari apa yang ditanyakan, membuat argumen dengan menemukan kaitan antara apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan serta dapat menjelaskan bagaimana cara menentukan apa yang ditanyakan menggunakan apa yang diketahui, dan mengambil keputusan dengan menuliskan (tidak menggunakan pemisalan) dan menyebutkan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan menggunakan uraian kalimat hampir sama dengan soal.

Dalam merencanakan penyelesaian masalah subjek reflective (R) mengingat dengan menyebutkan konsep atau operasi yang sesuai dengan situasi masalah yang dihadapi yaitu masalah terkait dengan operasi himpunan dan subjek menyebutkan rencananya dalam menyelesaikan masalah meskipun tidak menjelaskan secara rinci, membuat argumen dengan menentukan hubungan rencana dengan masalah yang pernah diselesaikan sebelumnya, dan mengambil keputusan dengan tetap memilih menggunakan rencana awal karena subjek tidak mempunyai alternatif cara lain dan menurutnya masalah tersebut hanya bisa dikerjakan menggunakan diagram Venn.

Dalam melaksanakan rencana penyelesaian subjek reflective (R) mengingat rencana yang telah disusunnya, yaitu dengan menggunakan diagram Venn sesuai dengan masalah tetapi subjek tidak dapat menggambarkan diagram Venn tersebut dengan benar, mempertimbangkan dengan menjelaskan bahwa langkah-langkah penyelesaian masalah yang telah dilakukan sesuai dengan rencana utama yang telah disusunnya, membuat argumen pada setiap langkah dalam membuat diagram Venn, penyelesaian masalah dan perhitungannya tetapi subjek tidak menuliskan rincian perhitungan yang dilakukannya, dan mengambil keputusan dengan memilih menggunakan rencana utama karena tidak memiliki rencana alternatif.


(9)

Dalam tahap memeriksa kembali subjek reflective (R) mengingat dengan memeriksa hasil penyelesaian sudah sesuai dengan apa yang ditanyakan, membuat argumen bahwa jawaban akhir yang dituliskan sudah benar karena subjek telah meneliti kembali jawabannya, dan mengambil keputusan dengan menyimpulkan solusi/hasil penyelesaian masalah dan dapat memberikan alasan bahwa solusi yang diperoleh itu benar.

PENUTUP Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diambil simpulan bahwa. 1. Proses Berpikir Subjek Impulsive

dalam Memecahkan Masalah

Matematika Kontekstual pada Materi Himpunan

Dalam tahap memahami masalah, subjek mengingat dengan menceritakan kembali dan menyebutkan secara rinci informasi-informasi yang terdapat pada

masalah. Kemudian subjek

mempertimbangkan dengan menilai kecukupan syarat dari apa yang diketahui sudah lengkap untuk mencari apa yang ditanyakan. Selanjutnya, subjek membuat argumen dengan menemukan keterkaitan antara apa yang diketahui dan ditanyakan pada masalah meskipun belum dapat menjelaskan bagaimana keterkaitan tersebut. Subjek mengambil keputusan dengan menuliskan (dengan pemisalan yang kurang jelas karena tidak menggunakan konsep himpunan) dan menyebutkan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan menggunakan uraian kata-kata secara singkat.

Dalam tahap merencanakan

penyelesaian masalah, subjek mengingat dengan menyebutkan konsep atau operasi yang sesuai dengan situasi masalah yang dihadapi yaitu masalah terkait operasi himpunan dan subjek menyebutkan rencananya dalam menyelesaikan masalah meskipun tidak menjelaskan secara rinci.

Kemudian ketika proses

mempertimbangkan, subjek tidak membuat rencana alternatif untuk menyelesaikan masalah, sehingga subjek tidak membandingkan rencana utama

dengan rencana alternatif. Selanjutnya, subjek membuat argumen dengan menyebutkan beberapa materi yang menurutnya terkait dengan masalah tetapi sebenarnya materi-materi yang disebutkan oleh subjek tidak relevan dengan masalah. Subjek mengambil keputusan dengan tetap memilih menggunakan rencana awal yaitu menggunakan diagram Venn karena subjek tidak mempunyai alternatif cara lain dan menurutnya sudah sesuai dengan informasi dan konsep terkait masalah.

Dalam tahap melaksanakan rencana penyelesaian, subjek mengingat rencana yang telah disusunnya, yaitu dengan menggunakan diagram Venn tetapi kurang sesuai dengan masalah dan subjek tidak dapat menggambarkan diagram Venn tersebut dengan benar. Kemudian subjek mempertimbangkan dengan menjelaskan bahwa langkah-langkah penyelesaian masalah yang telah dilakukan sesuai dengan rencana utama yang telah disusunnya. Selanjutnya, subjek membuat argumen pada setiap langkah penyelesaian dan perhitungannya meskipun subjek tidak menuliskan rincian perhitungan yang dilakukannya. Subjek mengambil keputusan dengan memilih menggunakan rencana utama karena tidak memiliki rencana alternatif.

Dalam tahap memeriksa kembali, subjek mengingat dengan memeriksa hasil penyelesaian dan perhitungan sudah sesuai dengan apa yang ditanyakan.

Kemudian ketika proses

mempertimbangkan, subjek tidak membandingkan hasil yang diperoleh pada cara utama dan cara alternatif karena subjek hanya mempunyai jawaban akhir dari rencana/cara utama. Selanjutnya, subjek membuat argumen bahwa jawaban akhir yang dituliskan sudah benar karena subjek telah meneliti kembali jawabannya. Subjek mengambil keputusan dengan menyimpulkan solusi/hasil penyelesaian masalah dan dapat memberikan alasan bahwa solusi yang diperoleh itu benar. 2. Proses Berpikir Subjek Reflective

dalam Memecahkan Masalah

Matematika Kontekstual pada Materi Himpunan


(10)

Dalam tahap memahami masalah, subjek mengingat dengan menceritakan kembali dan menyebutkan secara rinci informasi-informasi yang terdapat pada

masalah. Kemudian subjek

mempertimbangkan dengan menilai kecukupan syarat dari apa yang diketahui sudah lengkap untuk mencari apa yang ditanyakan. Selanjutnya, subjek membuat argumen dengan menemukan kaitan antara apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan serta dapat menjelaskan bagaimana cara menentukan apa yang ditanyakan menggunakan apa yang diketahui. Subjek mengambil keputusan dengan menuliskan (tidak menggunakan pemisalan) dan menyebutkan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan menggunakan uraian kalimat hampir sama dengan soal.

Dalam tahap merencanakan

penyelesaian masalah, subjek mengingat dengan menyebutkan konsep atau operasi yang sesuai dengan situasi masalah yang dihadapi yaitu masalah terkait dengan operasi himpunan dan subjek menyebutkan rencananya dalam menyelesaikan masalah meskipun tidak menjelaskan secara rinci. Kemudian ketika proses mempertimbangkan, subjek tidak membuat rencana alternatif untuk menyelesaikan masalah, sehingga subjek tidak membandingkan rencana utama dengan rencana alternatif. Selanjutnya, subjek membuat argumen dengan menentukan hubungan rencana dengan masalah yang pernah diselesaikan sebelumnya. Subjek mengambil keputusan dengan tetap memilih menggunakan rencana awal karena subjek tidak mempunyai alternatif cara lain dan menurutnya masalah tersebut hanya bisa dikerjakan menggunakan diagram Venn.

Dalam tahap melaksanakan rencana penyelesaian, subjek mengingat rencana yang telah disusunnya, yaitu dengan menggunakan diagram Venn sesuai dengan masalah tetapi subjek tidak dapat menggambarkan diagram Venn tersebut dengan benar. Kemudian subjek mempertimbangkan dengan menjelaskan bahwa langkah-langkah penyelesaian

masalah yang telah dilakukan sesuai dengan rencana utama yang telah disusunnya. Selanjutnya, subjek membuat argumen pada setiap langkah dalam membuat diagram Venn, penyelesaian masalah dan perhitungannya tetapi subjek tidak menuliskan rincian perhitungan yang dilakukannya. Subjek mengambil keputusan dengan memilih menggunakan rencana utama karena tidak memiliki rencana alternatif.

Dalam tahap memeriksa kembali, subjek mengingat dengan memeriksa hasil penyelesaian sudah sesuai dengan apa yang ditanyakan. Kemudian ketika proses mempertimbangkan, subjek tidak membandingkan hasil yang diperoleh pada cara utama dan cara alternatif karena subjek hanya mempunyai jawaban akhir dari rencana/cara utama. Selanjutnya, subjek membuat argumen bahwa jawaban akhir yang dituliskan sudah benar karena subjek telah meneliti kembali jawabannya. Subjek mengambil keputusan dengan menyimpulkan solusi/hasil penyelesaian masalah dan dapat memberikan alasan bahwa solusi yang diperoleh itu benar. Saran

Berdasarkan pembahasan dan simpulan yang diperoleh, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut.

1. Pada tes pemecahan masalah, tingkat kesulitan soal yang disusun oleh peneliti masih kurang. Selain itu, pada lembar soal juga tidak diberikan petunjuk pengerjaan soal. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan agar memperhatikan tingkat kesulitan soal dan memberikan petunjuk pengerjaan soal atau contoh pengerjaan soal dengan menggunakan prosedur pemecahan masalah Polya.

2. Peneliti tidak menggali data mengenai tes pemecahan masalah yang digunakan pada penelitian ini apakah merupakan masalah bagi subjek atau tidak. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan agar lebih baik digali lebih dahulu apakah tes pemecahan masalah yang akan digunakan merupakan masalah bagi subjek.

3. Pada proses penyelesaian masalah, peneliti mengharapkan ada alternatif penyelesaian yang dapat digunakan untuk


(11)

memecahkan masalah tetapi ternyata soal yang diberikan membuat siswa tidak dapat menyebutkan lebih dari satu cara penyelesaian masalah. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan agar peneliti melakukan pemeriksaan kembali terhadap soal yang akan diberikan.

4. Dalam pemilihan subjek penelitian, selisih waktu dan kesalahan pengerjaan MFFT antara subjek impulsive dan reflective yang terlalu kecil menyebabkan perbedaan gaya kognitif yang dimiliki oleh kedua subjek tidak terlalu ekstrim. Terutama untuk subjek reflective, seharusnya akan lebih cocok jika yang dipilih sebagai subjek yaitu FRAA yang memiliki kesalahan sebanyak 5 dari 13 soal dengan waktu pengerjaan 13,34 menit.

DAFTAR PUSTAKA

Amrullah, Ardhini Lestari. 2014. “Penerapan Pendekatan Realistic Mathematics Education untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Soal Cerita tentang Himpunan di Kelas VII MTsN Palu Barat”. Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako. Volume 2 Nomor 1, September 2014.

Balitbang Kemendikbud. 2014. Laporan Hasil Ujian Nasional 2014. Jakarta: Pusat Penelitian Pendidikan.

Hamalik, Oemar. 2014. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Miles, Matthew B. dan Huberman, A. Michael.

1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press.

Mustoha, Aditya Ari. 2015. Profil Proses Berpikir Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah Matematika Berdasarkan Langkah-langkah Polya Ditinjau Dari Gaya Kognitif Reflektif dan Impulsif, (Online),

(http://eprints.uns.ac.id/19530/2/K131000 3_bab1.pdf, diakses 3 November 2015) National Council of Teachers of Mathematics

(NCTM). 2010. Why Is Teaching With Problem Solving Important to Student Learning?. Reston. VA: Author.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah

Menengah Pertama/Madrasah

Tsanawiyah.

Polya, G. 2004. How to Solve It: A New Aspect of Mathematical Method with a new foreword by John H. Conway. Princeton University Press.

Rahman, Abdul. 2008. “Analisis Hasil Belajar Matematika Berdasarkan Perbedaan Gaya Kognitif Secara Psikologis dan Konseptual Tempo pada Siswa Kelas X SMA Negeri 3 Makasar”. Jurnal Kependidikan dan Kebudayaan. No. 072, Tahun Ke-14, Mei 2008.

Santrock, John W. 2010. Psikologi Pendidikan. Terjemahan Tri Wibowo. Edisi Kedua. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Shadiq, Fadjar. 2011. Pentingnya Pemecahan

Masalah di SMP, (Online),

(http://p4tkmatematika.org/2011/03/ pentingnya-pemecahan-masalah-di-smp, diakses 10 Februari 2016)

Suryabrata, Sumadi. 2006. Psikologi Pendidikan. Edisi V. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Uno, Hamzah B. 2008. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Wakhidatunisyak. 2012. Analisis Kesalahan Menyelesaikan Soal Matematika Materi Himpunan Siswa Kelas VII D MTs Assyafi’iyah Gondang Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012, (Online), (http://opac.iain-tulungagung.ac.id/index. php, diakses 10 Februari 2016)

Wardhani, Sri. 2004. Pemasalahan Kontekstual Mengenalkan Bentuk Aljabar

di SMP, (Online),

(http://p4tkmatematika.org/downloads/pp p/PPP04_aljabarSMP.pdf, diakses 19 Desember 2015)

Warsito, Sugeng Joko. 2013. Profil Proses Berpikir Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah Perbandingan Ditinjau dari Perbedaan Kemampuan Matematika. Tesis tidak dipublikasikan. Surabaya: PPs Universitas Negeri Surabaya.


(12)

(1)

1

3 ILG 4 9

10.8

3 Reflective 88 1

4 RSA 6 7 13.36 Reflective 84 1

5 MS 6 7 12.41 Reflective 76 1

6 SAH 6 7

12.2

3 Reflective 76 1

7 NSEA 6 7 16.85 Reflective 72 1

8 WC 4 9 20.26 Reflective 72 1

9 EFS 6 7

11.2

5 Reflective 68 2

0 LAR 6 7 13.34 Reflective 60 2

1 SMP 6 7 12.13 Reflective 60 2

2 CA 3

1 0

20.0

5 Reflective 56 2

3 MAVJ 5 8 8.31 Reflective 52 2

4 PAJAZ 5 8 11.02 Reflective 52 2

5 DNN 5 8 12.73 Reflective 48 2

6 RMS 4 9

12.6

7 Reflective 44 2

7 SBW 3 10 12.69 Reflective 44 2

8 ABP 3 10 20.20 Reflective 39 2

9 DNS 5 8

19.7

6 Reflective 33 3

0 SP 6 7 9.10 Reflective 32 3

1 RM 6 7 5.41 CA 84

3

2 NPA 6 7 6.86 CA 36

3

3 MIZ 6 7 5.90 CA 24

3

4 IAP* 7 6 6.60 Impulsive 88 3

5 SAPW 8 5 6.04 Impulsive 60 3

6 S 8 5 6.67 Impulsive 56 Keterangan: f: Jumlah jawaban salah; r: Jumlah jawaban benar; t: Waktu pengerjaan; LTA = Lambat Tidak Akurat; CA = Cepat Akurat

Selanjutnya peneliti memilih dua subjek penelitian yang terdiri atas satu siswa dengan gaya kognitif impulsive dan satu siswa dengan gaya kognitif reflective. Pemilihan subjek penelitian juga mempertimbangkan

hasil tes kemampuan matematika untuk mendapatkan subjek penelitian yang memiliki kemampuan matematika yang setara. Kemampuan matematika subjek dikatakan setara jika selisih skornya kurang dari sama dengan 5 dalam skala 100. Selain itu, pemilihan subjek penelitian juga memperhatikan kemampuan komunikasi siswa yang baik agar memudahkan peneliti ketika melakukan wawancara.

Berdasarkan hasil tes penggolongan gaya kognitif dan tes kemampuan matematika, maka subjek penelitian terpilih dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 2 Subjek Penelitian Kode

Nam a

MFFT Sko

r TK

M

Kode Subje

k f r t KognitifGaya

SAP 6 7 8.30 Reflective 92 R IAP 7 6 6.60 Impulsiv

e 88 I

Proses Berpikir Subjek Impulsive (I)

dalam Memecahkan Masalah

Matematika Kontekstual pada Materi Himpunan

Berikut ini proses berpikir subjek impulsive (I) dalam memecahkan masalah matematika kontekstual pada materi himpunan untuk setiap tahap pemecahan masalah Polya.

Dalam memahami masalah subjek impulsive (I) mengingat dengan menceritakan kembali dan menyebutkan secara rinci informasi-informasi yang terdapat pada masalah, mempertimbangkan dengan menilai kecukupan syarat dari apa yang diketahui sudah lengkap untuk mencari apa yang ditanyakan, membuat argumen dengan menemukan keterkaitan antara apa yang diketahui dan ditanyakan pada masalah meskipun belum dapat menjelaskan bagaimana keterkaitan tersebut, dan mengambil keputusan dengan menuliskan (dengan pemisalan yang kurang jelas karena tidak menggunakan konsep himpunan) dan menyebutkan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan menggunakan uraian kata-kata secara singkat.

Dalam merencanakan penyelesaian masalah subjek impulsive (I) mengingat dengan menyebutkan konsep atau operasi


(2)

yang sesuai dengan situasi masalah yang dihadapi yaitu masalah terkait operasi himpunan dan subjek menyebutkan rencananya dalam menyelesaikan masalah meskipun tidak menjelaskan secara rinci, membuat argumen dengan menyebutkan beberapa materi yang menurutnya terkait dengan masalah tetapi sebenarnya materi-materi yang disebutkan oleh subjek tidak relevan dengan masalah, dan mengambil keputusan dengan tetap memilih menggunakan rencana awal yaitu menggunakan diagram Venn karena subjek tidak mempunyai alternatif cara lain dan menurutnya sudah sesuai dengan informasi dan konsep terkait masalah.

Dalam melaksanakan rencana penyelesaian subjek impulsive (I) mengingat rencana yang telah disusunnya, yaitu dengan menggunakan diagram Venn tetapi kurang sesuai dengan masalah dan subjek tidak dapat menggambarkan diagram Venn tersebut dengan benar, mempertimbangkan dengan menjelaskan bahwa langkah-langkah penyelesaian masalah yang telah dilakukan sesuai dengan rencana utama yang telah disusunnya, membuat argumen pada setiap langkah penyelesaian dan perhitungannya meskipun subjek tidak menuliskan rincian perhitungan yang dilakukannya, dan mengambil keputusan dengan memilih menggunakan rencana utama karena tidak memiliki rencana alternatif.

Dalam tahap memeriksa kembali subjek impulsive (I) mengingat dengan memeriksa hasil penyelesaian dan perhitungan sudah sesuai dengan apa yang ditanyakan, membuat argumen bahwa jawaban akhir yang dituliskan sudah benar karena subjek telah meneliti kembali jawabannya, dan mengambil keputusan dengan menyimpulkan solusi/hasil penyelesaian masalah dan dapat memberikan alasan bahwa solusi yang diperoleh itu benar.

Proses Berpikir Subjek Reflective (R)

dalam Memecahkan Masalah

Matematika Kontekstual pada Materi Himpunan

Berikut ini proses berpikir subjek reflective (R) dalam memecahkan masalah matematika kontekstual pada materi himpunan untuk setiap tahap pemecahan masalah Polya.

Dalam memahami masalah subjek reflective (R) mengingat dengan menceritakan kembali dan menyebutkan secara rinci informasi-informasi yang terdapat pada masalah, mempertimbangkan dengan menilai kecukupan syarat dari apa yang diketahui sudah lengkap untuk mencari apa yang ditanyakan, membuat argumen dengan menemukan kaitan antara apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan serta dapat menjelaskan bagaimana cara menentukan apa yang ditanyakan menggunakan apa yang diketahui, dan mengambil keputusan dengan menuliskan (tidak menggunakan pemisalan) dan menyebutkan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan menggunakan uraian kalimat hampir sama dengan soal.

Dalam merencanakan penyelesaian masalah subjek reflective (R) mengingat dengan menyebutkan konsep atau operasi yang sesuai dengan situasi masalah yang dihadapi yaitu masalah terkait dengan operasi himpunan dan subjek menyebutkan rencananya dalam menyelesaikan masalah meskipun tidak menjelaskan secara rinci, membuat argumen dengan menentukan hubungan rencana dengan masalah yang pernah diselesaikan sebelumnya, dan mengambil keputusan dengan tetap memilih menggunakan rencana awal karena subjek tidak mempunyai alternatif cara lain dan menurutnya masalah tersebut hanya bisa dikerjakan menggunakan diagram Venn.

Dalam melaksanakan rencana penyelesaian subjek reflective (R) mengingat rencana yang telah disusunnya, yaitu dengan menggunakan diagram Venn sesuai dengan masalah tetapi subjek tidak dapat menggambarkan diagram Venn tersebut dengan benar, mempertimbangkan dengan menjelaskan bahwa langkah-langkah penyelesaian masalah yang telah dilakukan sesuai dengan rencana utama yang telah disusunnya, membuat argumen pada setiap langkah dalam membuat diagram Venn, penyelesaian masalah dan perhitungannya tetapi subjek tidak menuliskan rincian perhitungan yang dilakukannya, dan mengambil keputusan dengan memilih menggunakan rencana utama karena tidak memiliki rencana alternatif.


(3)

Dalam tahap memeriksa kembali subjek reflective (R) mengingat dengan memeriksa hasil penyelesaian sudah sesuai dengan apa yang ditanyakan, membuat argumen bahwa jawaban akhir yang dituliskan sudah benar karena subjek telah meneliti kembali jawabannya, dan mengambil keputusan dengan menyimpulkan solusi/hasil penyelesaian masalah dan dapat memberikan alasan bahwa solusi yang diperoleh itu benar.

PENUTUP Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diambil simpulan bahwa. 1. Proses Berpikir Subjek Impulsive

dalam Memecahkan Masalah

Matematika Kontekstual pada Materi Himpunan

Dalam tahap memahami masalah, subjek mengingat dengan menceritakan kembali dan menyebutkan secara rinci informasi-informasi yang terdapat pada masalah. Kemudian subjek mempertimbangkan dengan menilai kecukupan syarat dari apa yang diketahui sudah lengkap untuk mencari apa yang ditanyakan. Selanjutnya, subjek membuat argumen dengan menemukan keterkaitan antara apa yang diketahui dan ditanyakan pada masalah meskipun belum dapat menjelaskan bagaimana keterkaitan tersebut. Subjek mengambil keputusan dengan menuliskan (dengan pemisalan yang kurang jelas karena tidak menggunakan konsep himpunan) dan menyebutkan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan menggunakan uraian kata-kata secara singkat.

Dalam tahap merencanakan penyelesaian masalah, subjek mengingat dengan menyebutkan konsep atau operasi yang sesuai dengan situasi masalah yang dihadapi yaitu masalah terkait operasi himpunan dan subjek menyebutkan rencananya dalam menyelesaikan masalah meskipun tidak menjelaskan secara rinci.

Kemudian ketika proses

mempertimbangkan, subjek tidak membuat rencana alternatif untuk menyelesaikan masalah, sehingga subjek tidak membandingkan rencana utama

dengan rencana alternatif. Selanjutnya, subjek membuat argumen dengan menyebutkan beberapa materi yang menurutnya terkait dengan masalah tetapi sebenarnya materi-materi yang disebutkan oleh subjek tidak relevan dengan masalah. Subjek mengambil keputusan dengan tetap memilih menggunakan rencana awal yaitu menggunakan diagram Venn karena subjek tidak mempunyai alternatif cara lain dan menurutnya sudah sesuai dengan informasi dan konsep terkait masalah.

Dalam tahap melaksanakan rencana penyelesaian, subjek mengingat rencana yang telah disusunnya, yaitu dengan menggunakan diagram Venn tetapi kurang sesuai dengan masalah dan subjek tidak dapat menggambarkan diagram Venn tersebut dengan benar. Kemudian subjek mempertimbangkan dengan menjelaskan bahwa langkah-langkah penyelesaian masalah yang telah dilakukan sesuai dengan rencana utama yang telah disusunnya. Selanjutnya, subjek membuat argumen pada setiap langkah penyelesaian dan perhitungannya meskipun subjek tidak menuliskan rincian perhitungan yang dilakukannya. Subjek mengambil keputusan dengan memilih menggunakan rencana utama karena tidak memiliki rencana alternatif.

Dalam tahap memeriksa kembali, subjek mengingat dengan memeriksa hasil penyelesaian dan perhitungan sudah sesuai dengan apa yang ditanyakan.

Kemudian ketika proses

mempertimbangkan, subjek tidak membandingkan hasil yang diperoleh pada cara utama dan cara alternatif karena subjek hanya mempunyai jawaban akhir dari rencana/cara utama. Selanjutnya, subjek membuat argumen bahwa jawaban akhir yang dituliskan sudah benar karena subjek telah meneliti kembali jawabannya. Subjek mengambil keputusan dengan menyimpulkan solusi/hasil penyelesaian masalah dan dapat memberikan alasan bahwa solusi yang diperoleh itu benar. 2. Proses Berpikir Subjek Reflective

dalam Memecahkan Masalah

Matematika Kontekstual pada Materi Himpunan


(4)

Dalam tahap memahami masalah, subjek mengingat dengan menceritakan kembali dan menyebutkan secara rinci informasi-informasi yang terdapat pada masalah. Kemudian subjek mempertimbangkan dengan menilai kecukupan syarat dari apa yang diketahui sudah lengkap untuk mencari apa yang ditanyakan. Selanjutnya, subjek membuat argumen dengan menemukan kaitan antara apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan serta dapat menjelaskan bagaimana cara menentukan apa yang ditanyakan menggunakan apa yang diketahui. Subjek mengambil keputusan dengan menuliskan (tidak menggunakan pemisalan) dan menyebutkan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan menggunakan uraian kalimat hampir sama dengan soal.

Dalam tahap merencanakan penyelesaian masalah, subjek mengingat dengan menyebutkan konsep atau operasi yang sesuai dengan situasi masalah yang dihadapi yaitu masalah terkait dengan operasi himpunan dan subjek menyebutkan rencananya dalam menyelesaikan masalah meskipun tidak menjelaskan secara rinci. Kemudian ketika proses mempertimbangkan, subjek tidak membuat rencana alternatif untuk menyelesaikan masalah, sehingga subjek tidak membandingkan rencana utama dengan rencana alternatif. Selanjutnya, subjek membuat argumen dengan menentukan hubungan rencana dengan masalah yang pernah diselesaikan sebelumnya. Subjek mengambil keputusan dengan tetap memilih menggunakan rencana awal karena subjek tidak mempunyai alternatif cara lain dan menurutnya masalah tersebut hanya bisa dikerjakan menggunakan diagram Venn.

Dalam tahap melaksanakan rencana penyelesaian, subjek mengingat rencana yang telah disusunnya, yaitu dengan menggunakan diagram Venn sesuai dengan masalah tetapi subjek tidak dapat menggambarkan diagram Venn tersebut dengan benar. Kemudian subjek mempertimbangkan dengan menjelaskan bahwa langkah-langkah penyelesaian

masalah yang telah dilakukan sesuai dengan rencana utama yang telah disusunnya. Selanjutnya, subjek membuat argumen pada setiap langkah dalam membuat diagram Venn, penyelesaian masalah dan perhitungannya tetapi subjek tidak menuliskan rincian perhitungan yang dilakukannya. Subjek mengambil keputusan dengan memilih menggunakan rencana utama karena tidak memiliki rencana alternatif.

Dalam tahap memeriksa kembali, subjek mengingat dengan memeriksa hasil penyelesaian sudah sesuai dengan apa yang ditanyakan. Kemudian ketika proses mempertimbangkan, subjek tidak membandingkan hasil yang diperoleh pada cara utama dan cara alternatif karena subjek hanya mempunyai jawaban akhir dari rencana/cara utama. Selanjutnya, subjek membuat argumen bahwa jawaban akhir yang dituliskan sudah benar karena subjek telah meneliti kembali jawabannya. Subjek mengambil keputusan dengan menyimpulkan solusi/hasil penyelesaian masalah dan dapat memberikan alasan bahwa solusi yang diperoleh itu benar. Saran

Berdasarkan pembahasan dan simpulan yang diperoleh, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut.

1. Pada tes pemecahan masalah, tingkat kesulitan soal yang disusun oleh peneliti masih kurang. Selain itu, pada lembar soal juga tidak diberikan petunjuk pengerjaan soal. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan agar memperhatikan tingkat kesulitan soal dan memberikan petunjuk pengerjaan soal atau contoh pengerjaan soal dengan menggunakan prosedur pemecahan masalah Polya.

2. Peneliti tidak menggali data mengenai tes pemecahan masalah yang digunakan pada penelitian ini apakah merupakan masalah bagi subjek atau tidak. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan agar lebih baik digali lebih dahulu apakah tes pemecahan masalah yang akan digunakan merupakan masalah bagi subjek.

3. Pada proses penyelesaian masalah, peneliti mengharapkan ada alternatif penyelesaian yang dapat digunakan untuk


(5)

memecahkan masalah tetapi ternyata soal yang diberikan membuat siswa tidak dapat menyebutkan lebih dari satu cara penyelesaian masalah. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan agar peneliti melakukan pemeriksaan kembali terhadap soal yang akan diberikan.

4. Dalam pemilihan subjek penelitian, selisih waktu dan kesalahan pengerjaan MFFT antara subjek impulsive dan reflective yang terlalu kecil menyebabkan perbedaan gaya kognitif yang dimiliki oleh kedua subjek tidak terlalu ekstrim. Terutama untuk subjek reflective, seharusnya akan lebih cocok jika yang dipilih sebagai subjek yaitu FRAA yang memiliki kesalahan sebanyak 5 dari 13 soal dengan waktu pengerjaan 13,34 menit.

DAFTAR PUSTAKA

Amrullah, Ardhini Lestari. 2014. “Penerapan Pendekatan Realistic Mathematics Education untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Soal Cerita tentang Himpunan di Kelas VII MTsN Palu Barat”. Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako. Volume 2 Nomor 1, September 2014.

Balitbang Kemendikbud. 2014. Laporan Hasil Ujian Nasional 2014. Jakarta: Pusat Penelitian Pendidikan.

Hamalik, Oemar. 2014. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Miles, Matthew B. dan Huberman, A. Michael.

1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press.

Mustoha, Aditya Ari. 2015. Profil Proses Berpikir Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah Matematika Berdasarkan Langkah-langkah Polya Ditinjau Dari Gaya Kognitif Reflektif dan Impulsif, (Online),

(http://eprints.uns.ac.id/19530/2/K131000 3_bab1.pdf, diakses 3 November 2015) National Council of Teachers of Mathematics

(NCTM). 2010. Why Is Teaching With Problem Solving Important to Student Learning?. Reston. VA: Author.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah.

Polya, G. 2004. How to Solve It: A New Aspect of Mathematical Method with a new foreword by John H. Conway. Princeton University Press.

Rahman, Abdul. 2008. “Analisis Hasil Belajar Matematika Berdasarkan Perbedaan Gaya Kognitif Secara Psikologis dan Konseptual Tempo pada Siswa Kelas X SMA Negeri 3 Makasar”. Jurnal Kependidikan dan Kebudayaan. No. 072, Tahun Ke-14, Mei 2008.

Santrock, John W. 2010. Psikologi Pendidikan. Terjemahan Tri Wibowo. Edisi Kedua. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Shadiq, Fadjar. 2011. Pentingnya Pemecahan

Masalah di SMP, (Online), (http://p4tkmatematika.org/2011/03/ pentingnya-pemecahan-masalah-di-smp, diakses 10 Februari 2016)

Suryabrata, Sumadi. 2006. Psikologi Pendidikan. Edisi V. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Uno, Hamzah B. 2008. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Wakhidatunisyak. 2012. Analisis Kesalahan Menyelesaikan Soal Matematika Materi Himpunan Siswa Kelas VII D MTs Assyafi’iyah Gondang Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012, (Online), (http://opac.iain-tulungagung.ac.id/index. php, diakses 10 Februari 2016)

Wardhani, Sri. 2004. Pemasalahan Kontekstual Mengenalkan Bentuk Aljabar

di SMP, (Online),

(http://p4tkmatematika.org/downloads/pp p/PPP04_aljabarSMP.pdf, diakses 19 Desember 2015)

Warsito, Sugeng Joko. 2013. Profil Proses Berpikir Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah Perbandingan Ditinjau dari Perbedaan Kemampuan Matematika. Tesis tidak dipublikasikan. Surabaya: PPs Universitas Negeri Surabaya.


(6)