Zona Kebidanan | Blogger Lampung Tengah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari
pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal (Depkes RI. 2004).
Anak adalah pewaris, penerus, dan calon pengemban bangsa. Secara lebih
dramatis dikatakan bahwa anak merupakan penanaman modal sosial ekonomi suatu
bangsa. Dalam arti individual, anak bagi orang-tuanya mempunyai nilai khusus yang
penting pula. Dalam kedua aspek tersebut yang diharapkan adalah agar anak dapat
tumbuh dan berkembang sebaik-baiknya sehingga kelak menjadi orang dewasa yang
sehat secara fisis, mental, dan psikososial sebagai sumber daya manusia yang
berkualitas.
Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan kurun waktu yang sangat
penting dan kritis: tumbuh kembang fisik, mental, dan psikososial berjalan demikian
cepatnya sehingga keberhasilan tahun-tahun pertama untuk sebagian besar
menentukan hari depan anak. Kelainan atau penyimpangan apapun apabila tidak
diintervensi secara dini dengan baik pada saatnya, dan tidak terdeteksi secara nyata
mendapatkan perawatan yang bersifat purna yaitu promotif, preventif, dan
rehabilitatif (Iwan, S, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Tuhan menciptakan setiap makhluk hidup dengan kemampuan untuk
mempertahankan diri terhadap ancaman dari luar dirinya. Salah satu ancaman
terhadap manusia adalah penyakit, terutama penyakit infeksi yang dibawa oleh
berbagai macam mikroba seperti virus, bakteri, parasit, jamur. Tubuh mempunyai
cara dan alat untuk mengatasi penyakit sampai batas tertentu. Beberapa jenis penyakit
seperti pilek, batuk, dan cacar air dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Dalam hal
ini dikatakan bahwa sistem pertahanan tubuh (sistem imun) orang tersebut cukup baik
untuk mengatasi dan mengalahkan kuman-kuman penyakit itu. Tetapi bila kuman
penyakit itu ganas, sistem pertahanan tubuh (terutama pada anak-anak atau pada
orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah) tidak mampu mencegah kuman
itu berkembang biak, sehingga dapat mengakibatkan penyakit berat yang membawa
kepada cacat atau kematian (Saroso, S, 2010).
Telah diketahui bahwa periode balita merupakan periode kritis. Apabila
lingkungan menunjang maka anak tersebut akan mulus melalui periode kritis ini dan
ia bahkan mendapatkan nilai tambah, namun sebaliknya apabila lingkungannya tidak
mendukung maka tumbuh kembang anak akan terhambat. Dengan berpandangan
secara prospektif positif dapatlah dikatakan bahwa periode kritis ini merupakan masa
atau tahun-tahun keemasan dan dengan demikian sudah selayaknya dimanfaatkan
secara maksimal, ia memberikan peluang untuk optimalisasi tumbuh kembang serta
peluang untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi sebelumnya (Iwan, S, 2008).
Proporsi kematian neonatal di Indonesia sebesar 39% dari seluruh kematian
bayi. Rasio kematian postneonatal dan neonatal adalah 1,58. Kematian neonatal
adalah 180 kasus, sedangkan kasus lahir mati berjumlah 115 kasus. Menurut umur
Universitas Sumatera Utara
kematian 79,4% dari kematian neonatal terjadi pada usia 7 hari pertama, dengan
penyebab terbesar (57,1%) karena infeksi dan pneumonia (Badan Litbang Kesehatan,
2001). Hal di atas yang mendorong perlu segera pemberian imunisasi dini pada 7 hari
pertama kehidupan bayi, sehingga dapat dibentuk kekebalan sedini mungkin.
Timbulnya infeksi pada bayi dapat dimulai sejak dalam kandungan yang dikarenakan
saat hamil ibu terserang penyakit. Pada ibu hamil pengidap hepatitis B, sebesar 50%
akan menularkan penyakit tersebut kepada bayinya. Data epidemiologi menyatakan
sebagian kasus pada penderita hepatitis B (10%) akan menjurus kepada kronis dan
dari kasus yang kronis ini 20% akan menjadi hepatoma serta kemungkinan kronisitas
akan lebih banyak terjadi pada anak-anak balita oleh karena respon imun pada
mereka yang belum sepenuhnya berkembang sempurna, terutama balita di Negara
berkembang seperti Indonesia (www.imunisasi.htm, 2005).
Setelah lahir, bayi belum punya daya tahan yang cukup untuk menangkal
berbagai penyakit. Walaupun memperoleh antibodi bawaan yang diberikan ibu sejak
dalam kandungan, bayi memerlukan perlindungan tambahan untuk menjaga
ketahanan tubuhnya terhadap penyakit. Imunisasi merupakan suntikan vaksin atau
bahan antigenik untuk menghasilkan kekebalan aktif pada tubuh bayi (Nurlaila, et al,
2010).
Imunisasi penting untuk diberikan karena daya tahan secara umum tidaklah
cukup. Daya tahan secara umum membantu mencegah penyakit seperti flu, batuk dan
sejenisnya. Sedangkan imunisasi bertujuan memberikan kekebalan kepada bayi
terhadap penyakit-penyakit yang membutuhkan penanganan khusus atau spesifik
seperti polio, diptheri, pertusis, tetanus atau hepatitis B. Imunisasi membantu bayi
Universitas Sumatera Utara
membangun daya tahan tubuhnya terhadap penyakit-penyakit spesifik yang umum
menyerang bayi-bayi yang baru lahir dan anak-anak (Rini, 2009).
Sejak dilaksanakannya program imunisasi campak pada tahun 1963, angka
kesakitan dan angka kematian karena penyakit campak menurun dengan drastis
sampai 86%, yaitu dengan didapatkannya angka kematian sebesar 800.000 pertahun
pada tahun 1995. Dengan demikian, dengan pemberian imunisasi campak saja telah
bisa menyelamatkan berjuta-juta nyawa anak setiap tahunnya, berarti memberi
kesempatan hidup pada berjuta-juta anak. Dengan telah dilaksanakannya Expanded
Program on Immunization (EPI) pada tahun 1973 dan Program Pengembangan
Imunisasi (PPI) pada tahun 1974 yang meliputi pemberian imunisasi terhadap tujuh
penyakit, yaitu BCG, DPT, Polio. Campak dan Hepatitis B akan lebih menunjang
tumbuh kembang anak Indonesia menjadi anak Indonesia yang sehat fisik, jasmani,
mental, beriman, bertaqwa, mandiri, sehingga nantinya akan menghasilkan manusia
dewasa yang tangguh sebagai penerus generasi bangsa.(WHO,2006)
Menurut laporan WHO pada tahun 2002, lembaga ini memperkirakan terdapat
kematian balita sebesar 1,4 juta jiwa yang disebabkan oleh karena penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi, yaitu campak 540.000 (38%), Haemophilus
influensa type b 386.000 (27%), pertussis 294.000 (20%) dan tetanus 198.000 (14%).
Adapun laporan WHO pada tahun 2006, angka cakupan imunisasi untuk DPT3 dan
Polio secara global adalah 78%. Berarti terdapat 28 juta anak didunia yang belum
mendapat imunisasi DPT3 dan Polio pada 2005. Tujuh puluh lima persen dari anakanak ini tinggal di 10 negara, di antaranya Indonesia. Saat ini, WHO dan UNICEF
bekerja sama dengan mitra untuk mengembangkan Global Imminization Vision and
Universitas Sumatera Utara
Strategy (GIVS) untuk implementasi selama tahun 2006-2015. Tujuan GIVS ini
adalah melindungi lebih banyak anak terhadap lebih banyak penyakit dengan
mengembangkan pencapaian imunisasi untuk semua anak (WHO, 2006)
Belakangan ini, perubahan positif dalam hal perawatan dan pemeliharaan bayi
ternyata semakin banyak para ayah yang berperan serta secara aktif dalam
membesarkan bayi mereka. Sebenarnya peran serta ayah dalam membesarkan
bayinya bukan hanya untuk meringankan beban sang ibu, tetapi menurut penelitian,
ternyata juga sangat diperlukan oleh bayi. Bahkan, sebenarnya bayi memerlukan
partisipasi aktif sang ayah sejak proses kelahirannya. Banyak juga kita temukan para
ayah yang merasa nyaman melakukan pekerjaan ini dan tidak hanya mau, bahkan
mereka bersemangat dalam berbagi tugas dengan sang ibu. Karena dengan demikian,
mereka bisa berperan aktif dalam berbagai kejadian sehari-hari yang menyenangkan
dan tak terlupakan dalam kehidupan bayi mereka, sehingga membentuk ikatan kuat
antara mereka (Ribeka, 2008).
Tidak bisa dipungkiri bahwa peranan ayah sangat besar dan penting dalam
suatu keluarga. Ayah memang bukan yang melahirkan buah hati tercinta, tetapi
peranan ayah dalam tugas perkembangan anak sangat dibutuhkan. Tugas ayah selain
untuk menafkahi keluarga, ayah juga diharapkan menjadi teman dan guru yang baik
untuk anak. Anak dalam masa perkembangannya membutuhkan segala pengetahuan
di segala bidang. Di sinilah peranan ayah sangat penting (Utami, 2009).
Anak yang datang untuk mendapat imunisasi di Klinik Sari, mereka
didampingi oleh ayahnya, atau bahkan ibu yang datang dengan didampingi suaminya,
sehingga peran ayah dalam kegiatan pemberian imunisasi juga dapat dimengerti oleh
Universitas Sumatera Utara
mereka. Berdasarkan data yang ada di Klinik Sari Medan jumlah anak yang mendapat
cakupan imunisasi dari bulan April sampai Juni 2010 sebanyak 180 anak.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis ingin mengetahui bagaimana peran ayah
dalam pemberian imunisasi pada anak di Klinik Sari Medan Tahun 2010.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi rumusan permasalahan adalah
bagaimana peran ayah dalam pemberian imunisasi pada anak di Klinik Sari Medan
tahun 2010.
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran ayah
dalam pemberian imunisasi pada anak di Klinik Sari Medan tahun 2010.
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengidentifikasi karakteristik responden.
2. Untuk mengetahui peran ayah dalam pemberian imunisasi pada anak.
Universitas Sumatera Utara
D. Manfaat Penelitian
1. Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi penelitian lebih lanjut sekaligus sebagai
bahan atau sumber bacaan di perpustakaan institusi pendidikan tentang peran
ayah dalam pemberian imunisasi pada anak.
2. Bagi ayah
Sebagai masukan bagi para ayah agar ikut berperan aktif di dalam pemberian
imunisasi pada anak.
3. Peneliti lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai data dasar untuk penelitian
lebih lanjut yang lebih spesifik.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari
pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal (Depkes RI. 2004).
Anak adalah pewaris, penerus, dan calon pengemban bangsa. Secara lebih
dramatis dikatakan bahwa anak merupakan penanaman modal sosial ekonomi suatu
bangsa. Dalam arti individual, anak bagi orang-tuanya mempunyai nilai khusus yang
penting pula. Dalam kedua aspek tersebut yang diharapkan adalah agar anak dapat
tumbuh dan berkembang sebaik-baiknya sehingga kelak menjadi orang dewasa yang
sehat secara fisis, mental, dan psikososial sebagai sumber daya manusia yang
berkualitas.
Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan kurun waktu yang sangat
penting dan kritis: tumbuh kembang fisik, mental, dan psikososial berjalan demikian
cepatnya sehingga keberhasilan tahun-tahun pertama untuk sebagian besar
menentukan hari depan anak. Kelainan atau penyimpangan apapun apabila tidak
diintervensi secara dini dengan baik pada saatnya, dan tidak terdeteksi secara nyata
mendapatkan perawatan yang bersifat purna yaitu promotif, preventif, dan
rehabilitatif (Iwan, S, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Tuhan menciptakan setiap makhluk hidup dengan kemampuan untuk
mempertahankan diri terhadap ancaman dari luar dirinya. Salah satu ancaman
terhadap manusia adalah penyakit, terutama penyakit infeksi yang dibawa oleh
berbagai macam mikroba seperti virus, bakteri, parasit, jamur. Tubuh mempunyai
cara dan alat untuk mengatasi penyakit sampai batas tertentu. Beberapa jenis penyakit
seperti pilek, batuk, dan cacar air dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Dalam hal
ini dikatakan bahwa sistem pertahanan tubuh (sistem imun) orang tersebut cukup baik
untuk mengatasi dan mengalahkan kuman-kuman penyakit itu. Tetapi bila kuman
penyakit itu ganas, sistem pertahanan tubuh (terutama pada anak-anak atau pada
orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah) tidak mampu mencegah kuman
itu berkembang biak, sehingga dapat mengakibatkan penyakit berat yang membawa
kepada cacat atau kematian (Saroso, S, 2010).
Telah diketahui bahwa periode balita merupakan periode kritis. Apabila
lingkungan menunjang maka anak tersebut akan mulus melalui periode kritis ini dan
ia bahkan mendapatkan nilai tambah, namun sebaliknya apabila lingkungannya tidak
mendukung maka tumbuh kembang anak akan terhambat. Dengan berpandangan
secara prospektif positif dapatlah dikatakan bahwa periode kritis ini merupakan masa
atau tahun-tahun keemasan dan dengan demikian sudah selayaknya dimanfaatkan
secara maksimal, ia memberikan peluang untuk optimalisasi tumbuh kembang serta
peluang untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi sebelumnya (Iwan, S, 2008).
Proporsi kematian neonatal di Indonesia sebesar 39% dari seluruh kematian
bayi. Rasio kematian postneonatal dan neonatal adalah 1,58. Kematian neonatal
adalah 180 kasus, sedangkan kasus lahir mati berjumlah 115 kasus. Menurut umur
Universitas Sumatera Utara
kematian 79,4% dari kematian neonatal terjadi pada usia 7 hari pertama, dengan
penyebab terbesar (57,1%) karena infeksi dan pneumonia (Badan Litbang Kesehatan,
2001). Hal di atas yang mendorong perlu segera pemberian imunisasi dini pada 7 hari
pertama kehidupan bayi, sehingga dapat dibentuk kekebalan sedini mungkin.
Timbulnya infeksi pada bayi dapat dimulai sejak dalam kandungan yang dikarenakan
saat hamil ibu terserang penyakit. Pada ibu hamil pengidap hepatitis B, sebesar 50%
akan menularkan penyakit tersebut kepada bayinya. Data epidemiologi menyatakan
sebagian kasus pada penderita hepatitis B (10%) akan menjurus kepada kronis dan
dari kasus yang kronis ini 20% akan menjadi hepatoma serta kemungkinan kronisitas
akan lebih banyak terjadi pada anak-anak balita oleh karena respon imun pada
mereka yang belum sepenuhnya berkembang sempurna, terutama balita di Negara
berkembang seperti Indonesia (www.imunisasi.htm, 2005).
Setelah lahir, bayi belum punya daya tahan yang cukup untuk menangkal
berbagai penyakit. Walaupun memperoleh antibodi bawaan yang diberikan ibu sejak
dalam kandungan, bayi memerlukan perlindungan tambahan untuk menjaga
ketahanan tubuhnya terhadap penyakit. Imunisasi merupakan suntikan vaksin atau
bahan antigenik untuk menghasilkan kekebalan aktif pada tubuh bayi (Nurlaila, et al,
2010).
Imunisasi penting untuk diberikan karena daya tahan secara umum tidaklah
cukup. Daya tahan secara umum membantu mencegah penyakit seperti flu, batuk dan
sejenisnya. Sedangkan imunisasi bertujuan memberikan kekebalan kepada bayi
terhadap penyakit-penyakit yang membutuhkan penanganan khusus atau spesifik
seperti polio, diptheri, pertusis, tetanus atau hepatitis B. Imunisasi membantu bayi
Universitas Sumatera Utara
membangun daya tahan tubuhnya terhadap penyakit-penyakit spesifik yang umum
menyerang bayi-bayi yang baru lahir dan anak-anak (Rini, 2009).
Sejak dilaksanakannya program imunisasi campak pada tahun 1963, angka
kesakitan dan angka kematian karena penyakit campak menurun dengan drastis
sampai 86%, yaitu dengan didapatkannya angka kematian sebesar 800.000 pertahun
pada tahun 1995. Dengan demikian, dengan pemberian imunisasi campak saja telah
bisa menyelamatkan berjuta-juta nyawa anak setiap tahunnya, berarti memberi
kesempatan hidup pada berjuta-juta anak. Dengan telah dilaksanakannya Expanded
Program on Immunization (EPI) pada tahun 1973 dan Program Pengembangan
Imunisasi (PPI) pada tahun 1974 yang meliputi pemberian imunisasi terhadap tujuh
penyakit, yaitu BCG, DPT, Polio. Campak dan Hepatitis B akan lebih menunjang
tumbuh kembang anak Indonesia menjadi anak Indonesia yang sehat fisik, jasmani,
mental, beriman, bertaqwa, mandiri, sehingga nantinya akan menghasilkan manusia
dewasa yang tangguh sebagai penerus generasi bangsa.(WHO,2006)
Menurut laporan WHO pada tahun 2002, lembaga ini memperkirakan terdapat
kematian balita sebesar 1,4 juta jiwa yang disebabkan oleh karena penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi, yaitu campak 540.000 (38%), Haemophilus
influensa type b 386.000 (27%), pertussis 294.000 (20%) dan tetanus 198.000 (14%).
Adapun laporan WHO pada tahun 2006, angka cakupan imunisasi untuk DPT3 dan
Polio secara global adalah 78%. Berarti terdapat 28 juta anak didunia yang belum
mendapat imunisasi DPT3 dan Polio pada 2005. Tujuh puluh lima persen dari anakanak ini tinggal di 10 negara, di antaranya Indonesia. Saat ini, WHO dan UNICEF
bekerja sama dengan mitra untuk mengembangkan Global Imminization Vision and
Universitas Sumatera Utara
Strategy (GIVS) untuk implementasi selama tahun 2006-2015. Tujuan GIVS ini
adalah melindungi lebih banyak anak terhadap lebih banyak penyakit dengan
mengembangkan pencapaian imunisasi untuk semua anak (WHO, 2006)
Belakangan ini, perubahan positif dalam hal perawatan dan pemeliharaan bayi
ternyata semakin banyak para ayah yang berperan serta secara aktif dalam
membesarkan bayi mereka. Sebenarnya peran serta ayah dalam membesarkan
bayinya bukan hanya untuk meringankan beban sang ibu, tetapi menurut penelitian,
ternyata juga sangat diperlukan oleh bayi. Bahkan, sebenarnya bayi memerlukan
partisipasi aktif sang ayah sejak proses kelahirannya. Banyak juga kita temukan para
ayah yang merasa nyaman melakukan pekerjaan ini dan tidak hanya mau, bahkan
mereka bersemangat dalam berbagi tugas dengan sang ibu. Karena dengan demikian,
mereka bisa berperan aktif dalam berbagai kejadian sehari-hari yang menyenangkan
dan tak terlupakan dalam kehidupan bayi mereka, sehingga membentuk ikatan kuat
antara mereka (Ribeka, 2008).
Tidak bisa dipungkiri bahwa peranan ayah sangat besar dan penting dalam
suatu keluarga. Ayah memang bukan yang melahirkan buah hati tercinta, tetapi
peranan ayah dalam tugas perkembangan anak sangat dibutuhkan. Tugas ayah selain
untuk menafkahi keluarga, ayah juga diharapkan menjadi teman dan guru yang baik
untuk anak. Anak dalam masa perkembangannya membutuhkan segala pengetahuan
di segala bidang. Di sinilah peranan ayah sangat penting (Utami, 2009).
Anak yang datang untuk mendapat imunisasi di Klinik Sari, mereka
didampingi oleh ayahnya, atau bahkan ibu yang datang dengan didampingi suaminya,
sehingga peran ayah dalam kegiatan pemberian imunisasi juga dapat dimengerti oleh
Universitas Sumatera Utara
mereka. Berdasarkan data yang ada di Klinik Sari Medan jumlah anak yang mendapat
cakupan imunisasi dari bulan April sampai Juni 2010 sebanyak 180 anak.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis ingin mengetahui bagaimana peran ayah
dalam pemberian imunisasi pada anak di Klinik Sari Medan Tahun 2010.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi rumusan permasalahan adalah
bagaimana peran ayah dalam pemberian imunisasi pada anak di Klinik Sari Medan
tahun 2010.
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran ayah
dalam pemberian imunisasi pada anak di Klinik Sari Medan tahun 2010.
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengidentifikasi karakteristik responden.
2. Untuk mengetahui peran ayah dalam pemberian imunisasi pada anak.
Universitas Sumatera Utara
D. Manfaat Penelitian
1. Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi penelitian lebih lanjut sekaligus sebagai
bahan atau sumber bacaan di perpustakaan institusi pendidikan tentang peran
ayah dalam pemberian imunisasi pada anak.
2. Bagi ayah
Sebagai masukan bagi para ayah agar ikut berperan aktif di dalam pemberian
imunisasi pada anak.
3. Peneliti lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai data dasar untuk penelitian
lebih lanjut yang lebih spesifik.
Universitas Sumatera Utara