PENGGUNAAN PENDEKATAN RASIONAL SECARA KIMIAWI-BIOLOGI DALAM PENGUMPULAN TUMBUHAN OBAT DI KABUPATEN SUMBAWA ipi352704
J. Pijar MIPA, Vol. III No.1, Maret 2008 : 6 - 10.
ISSN 1907-1744
[6] Galbreath, J. 1999. Preparing the 21st Century Worker:
The Link Between Computer-Based Technology and
Future Skill Sets. Educational Technology. Ed.
November-December 1999.
[7] Dryden, G. & Vos Jeannette, 2000, Revolusi Cara
Belajar,edisi Indonesia, Penerbit Kaifa, Bandung
Indonesia.
[8] Geremeck, B. 1996. Education For The Twenty-First
Century.Interparliamentary Conference on
Education, Science, Culture and Communication
on the Eve of The 21st Century. Paris: UNESCO.
[9] Trilling, B & P. Hood. 1999. Learning Technology and
Education Reform in the Knowledge Age or We’re
Wired, Webbed, and Windowed, Now What? Journal
of Educational Technology. May-June, p: 5-18.
[10] Sastrapratedja, M. 1993. Pendidikan Nilai, dalam
Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000 (penyunting:
Kaswardi). Gramedia. Jakarta.
Studi Bibit Mangrove Rhizophora stylosa Sebagai Bioindikator .... (Surya Hadi & Sucika Armiani)
PENGGUNAAN PENDEKATAN RASIONAL SECARA KIMIAWI-BIOLOGI DALAM
PENGUMPULAN TUMBUHAN OBAT DI KABUPATEN SUMBAWA
Surya Hadi
Program Studi Kimia Fakultas MIPA Universitas mataram
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi mengenai tumbuhan obat dari kabupaten
Sumbawa yang dilanjutkan dengan koleksi dan identifikasi botani, serta uji kandungan alkaloid dari bagian
tumbuh-tumbuhan tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksploratif dan
dilanjutkan dengan uji alkaloid di laboratorium. Pengumpulan informasi tumbuhan obat dilakukan dengan teknik
wawancara. Bagian-bagian tumbuhan obat yang dikumpulkan adalah daun, batang, akar, biji, umbi, bunga, dan
buah yang kemudian dijadikan herbarium untuk keperluan identifikasi tumbuhan berdasarkan kelompok spesies,
genus dan familia. Dari 25 jenis tumbuhan obat koleksi, tergolong dalam 24 genus dan 19 famili. Keperawakan atau
bentuknya terdiri dari pohon, perdu, semak dan herba. Tumbuhan tersebut diperoleh dari areal sawah, tegalan,
pekarangan, kebun dan hutan. Hasil uji alkaloid menunjukkan bahwa dari 25 tumbuhan terdapat 8 jenis (32%)
tumbuhan obat yang mengandung alkaloid dengan skala +1 sampai +4.
Kata Kunci: tumbuhan obat, alkaloid, Sumbawa
THE USE OF BIO- AND CHEMO-RATIONAL APPROACH FOR INVENTARIZATION OF
MEDICINAL PLANTS FROM SUMBAWA REGENCY
ABSTRACT: The overall aims of this research are to find information on medicinal plants from Sumbawa
Regency and to collect, indentify and also to test alkaloids of the collected plants. An explorative method followed
by alkaloid testing in the laboratory was implemented. The information of medicinal plants was taken by interview
technique. The plant parts collected were leaves, steams, roots, seeds, bulbs, fruits and flowers, which were then
made as herbarium for plant identification according to species group, genus, family. Of the 25 collected plans
species, they consisted of 24 genus and 19 families. The plant’s habitus varied to be grouped into trees, clump,
entagle, and herba. The collected medicinal plants were taken from farm areas, non irrigated dry fields, forests and
gardens. The alkaloid test results showed that there were 8 species (32%) containing alkaloids with scale of +1 to
+4.
Key Words: medicinal plants, alkaloid, Sumbawa
I. PENDAHULUAN
Tumbuhan obat merupakan salah satu kelompok
tumbuhan yang secara tradisional digunakan untuk
menanggulangi masalah-masalah kesehatan mulai dari
pemeliharaan, pengobatan maupun proses pemulihan.
Masyarakat Indonesia mengenal dan memakai tumbuhan
berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam
penanggulangan masalah kesehatan jauh sebelum
pelayanan kesehatan secara formal menggunakan obatobatan modern. Umumnya, pengetahuan tentang tumbuhan
obat merupakan warisan budaya bangsa yang secara turun
temurun telah diwariskan oleh generasi terdahulu kepada
generasi berikutnya, termasuk generasi sekarang ini.
Informasi ini terbatas pada pengalaman masyarakat di setiap
daerah dan kemungkinan manfaat suatu jenis tanaman
tersebut dapat beragam antara satu daerah dengan daerah
lain .
Pada dasarnya semua tumbuhan mempunyai daya
pengobatan. Telaah pustaka mengenai tumbuhan obat
memberikan gambaran bahwa hampir setiap gangguan atau
penyakit agaknya dapat disembuhkan dengan produk
tanaman. Walaupun demikian, masih banyak jenis tumbuhan
yang sampai sekarang belum diketahui manfaatnya dalam
penyembuhan penyakit. Salah satu upaya untuk mengetahui
manfaat tersebut adalah melalui studi fitokimia [1]. Di
Indonesia lebih dari ribuan jenis tanaman obat tradisional
tersebar di seluruh propinsi. Tumbuhan tersebut mampu
menyembuhkan beberapa jenis penyakit, baik yang ringan
maupun yang berat. Berbagai jenis ramuan dalam
pengobatan alternatif dengan tumbuhan-tumbuhan obat
ternyata cukup ampuh dalam mencegah serta melumpuhkan
berbagai virus yang mematikan dalam tubuh [2].
Pencarian dan penelusuran pemanfaatan
tumbuhan sebagai obat sangat perlu dilakukan untuk
J. Pijar MIPA Vol. III No. 1, Maret 2008 : 6 - 10.
penyembuhan penyakit., Pendekatan dan pencarian
tumbuhan obat diperlukan untuk memperoleh hasil yang
cepat dan optimal. Salah satu pendekatan yang saat ini
dikembangkan dalam pencarian tumbuhan obat dikenal
dengan istilah pendekatan rasional secara Biologi dan
Kimia. Senyawa-senyawa tersebut telah banyak diketahui
memiliki bioaktifitas. Selain itu, sifat basa yang dimiliki
alkaloid secara teknis sangat memudahkan senyawa ini
untuk diisolasi [3].
Kabupaten Sumbawa memiliki lahan yang cukup luas
dan potensi alam yang belum banyak di manfaatkan
termasuk keberadaan tumbuhan obat. Kecamatan Empang,
Plampang dan Maronge merupakan kecamatan yang memiliki
potensi tersebut dan sekaligus menjadi daerah tujuan
penelitian. Tumbuhan yang dikoleksi secara keseluruhan
diperoleh dari beberapa tempat tumbuh yang berbeda,
tersebar di kebun, sawah, pekarangan, tegalan dan hutan.
Keanekaragaman tempat tumbuh ini menjadi indikasi
8
keanekaragaman jenis tumbuhan obat yang tinggi di
wilayah Kabupaten Sumbawa.
II. BAHAN DAN METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode eksploratif melalui teknik wawancara, koleksi,
identifikasi yang dilanjutkan dengan uji alkaloid di
laboratorium. Target wilayah untuk kegiatan inventarisasi
ini adalah kabupaten Sumbawa. Penentuan responden
ditentukan di tiga kecamatan, dimana tiap kecamatan dipilih
dua desa yang paling banyak menggunakan tumbuhan obat,
yaitu Kecamatan Plampang (Desa Muer, Desa Brangkolong),
Kecamatan Empang (Desa Ongo, Desa Karongkeng), dan
Kecamatan Maronge (Desa Simu, Desa Maronge).
Responden yang diambil dari masing-masing desa adalah
sebanyak lima orang yang ditentukan berdasarkan
keterlibatannya dalam usaha pengobatan secara tradisional,
yaitu petugas kesehatan, dukun, petugas penyuluhan
Studi Bibit Mangrove Rhizophora stylosa Sebagai Bioindikator .... (Surya Hadi & Sucika Armiani)
pertanian dan masyarakat setempat. Informasi yang
dikumpulkan adalah jenis dan bagian tumbuhan yang
penggunaannya dapat bermanfaat untuk menyembuhkan
berbagai jenis penyakit.
Identifikasi tumbuhan koleksi berdasarkan tingkat
klasifikasi, misalnya spesies, genus dan famili. Uji alkaloid
dilakukan secara semi kuantitatif dengan mengikuti
prosedur Culvenor dan Fitzgeral dalam [3], yaitu dengan
mengambil bagian tumbuhan yang telah dikoleksi,
kemudian dimasukkan kedalam blender untuk dihaluskan
dan ditimbang sebanyak 5 gram. Setelah itu diberikan
amoniak (NH3) dan diklorometana (CH2CL2) masing-masing
sebanyak 20 ml. Campuran ini diaduk selama satu menit
sebelum disaring ke dalam tabung reaksi. Pelarut yang
diperoleh dari saringan ditambahkan asam sulfat (H2SO4)
encer sebanyak 10 ml lalu dikocok. Fase pelarut cairan
dibiarkan terpisah sedangkan fase cairan diambil 2 ml,
kemudian dimasukan ke dalam tabung reaksi untuk
ditambahkan reagen Mayer (K2Hg14) 1 ml atau 2 tetes.
Intensitas presipitasi yang terbentuk (dari kabut putih
sampai berbentuk gumpalan putih) dijadikan tolak ukur
pengukuran kandungan konsentrasi alkaloid, dan ditandai
dengan skala +1 sampai +4.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penggunaan obat tradisional dalam usaha penyembuhan
penyakit oleh masyarakat di Kabupaten Sumbawa relatif
tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain adanya budaya kepercayaan/kebiasaan pada
masyarakat dalam pengobatan tradisional, tingginya biaya
pengobatan modern dan tingkat pendidikan masyarakat
relatif rendah. Penggunaan obat tradisional, khususnya
yang berasal dari tumbuhan dapat memberikan beberapa
manfaat, salah satunya penghematan biaya pengobatan,
karena secara umum tumbuhan yang digunakan mudah
didapat secara alami.
9
J. Pijar MIPA, Vol. III No.1, Maret 2008 : 6 - 10.
Tabel 2. Lanjutan...
Tumbuhan hasil koleksi dari Kabupaten Sumbawa,
memiliki keanekaragaman tumbuhan obat yang masih relatif
tinggi. Hal tersebut dilihat dari 25 jenis tumbuhan obat yang
dikumpulkan berasal dari 24 genus dan 19 famili (lihat Tabel
1 dan 2). Sebagian besar tumbuhan yang dikoleksi diperoleh
dari kawasan hutan. Pengamatan secara visual menunjukkan
keanekaragaman tumbuhan sangat tinggi pada kawasan
tersebut, namun penelitian yang intensif belum banyak
dilakukan.
Dari hasil penelusuran informasi tumbuhan obat yang
dilanjutkan dengan koleksi, identifikasi dan uji alkaloid dari
Kecamatan Plampang, terkumpul 10 jenis tumbuhan (Desa
Muer 6 jenis, Desa Brangkolong 4 jenis). Dari kecamatan
Empang dikoleksi 9 Jenis tumbuhan (Desa Ongko 5 jenis,
J. Pijar MIPA, Vol. III, No.1, Maret 2008 : 11 - 16.
ISSN 1907-1744
Desa Kerongkeng 4 jenis) dan dari kecamatan Maronge
diperoleh 6 jenis (Desa Maronge 3 jenis, Desa Simu 3 jenis).
Seluruh jenis tumbuhan hasil koleksi merupakan jenis yang
paling banyak digunakan oleh masyarakat setempat sebagai
tumbuhan obat. Jenis-jenis penyakit yang dapat
disembuhkan dan cara penggunaannya dapat dilihat pada
Tabel 1 dan 2.
Secara umum habitus tumbuhan obat yang dikoleksi
terdiri atas herba, semak, perdu dan pohon. Jenis-jenis
tumbuhan obat yang mempunyai perawakan herba adalah
Kunyit (Curcuma longa L.), Je/Jahe (Zingiber officinale),
Eta/Sirih (Piper betle L.) dan Cabe olat/cabai jawa (Piper
retrofractum). Dari perawakan semak adalah Terong para/
Tekokak (Solanum torvum), Katuk (Sauropus androgynus),
Mariga/Biduri (Calotropis gigantea), Sisir kijang/Meniran
(Phyllanthus ninuri L.), Pki/Bandotan (Ageratum
conyzoides L.), Ruku/Kemangi hutan (Ocimum santum L.),
Salaguri/Sidaguri (Sida rhombifolia L.) dan Balobo
(Indigofera sp). Dari perawakan perdu adalah Yamung resa/
Jambu biji (Psidium guajava L.), Jeliti (Kopsia sp.), Kayu
kapas (Gossypium purpurascen.). Dari jenis pohon adalah
Peko/Pulai (Alstonia scholaris L.), Ketimis (Protium
javanicum L.), Goal/Bidara (Ximenia americana L.),
Kenanga (Canangium odoratum Baill.), Gelumpung
(Sterculia foetida L.), Kemang kuning (Pterocarpus indicus
citrifolia L.) dan Kesaming/Kesambi (Schleichera voleasa).
Pengetahuan masyarakat tentang obat tradisional sangat
beragam. Pengetahuan ini dapat dijadikan petunjuk untuk
memperkirakan tumbuhan tersebut mengandung senyawasenyawa target atau kandungan bioaktif lainnya [3]. Sebagai
contoh, apabila tumbuhan dapat digunakan untuk
menyembuhkan beberapa jenis penyakit, misalnya luka baru,
demam, bisul dan lain-lain, maka dapat diduga dari jenis
tumbuhan tersebut mengandung senyawa aktif antimikrobia. Jika ada tanaman yang memiliki morfologi daun,
batang, akar yang masih utuh berada diantara populasi
tumbuhan yang terserang hama dan penyakit. Hal ini
mengindikasikan bahwa tumbuhan tersebut mengandung
beberapa senyawa anti serangga dan anti mikrobia.
Upaya untuk menemukan bahan aktif atau bahan kimia
yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan dapat dilakukan
dengan pendekatan yang dikenal dengan istilah Bio and
Chemo-Rational Approach. Dengan pendekatan tersebut
dilakukan penelusuran informasi kegunaan tumbuhan obat
secara tradisional untuk dijadikan dasar untuk
memperkirakan senyawa aktif atau senyawa target. Dalam
usaha pencarian senyawa aktif, pencarian difokuskan pada
kelompok senyawa alkaloid karena senyawa tersebut telah
diketahui memiliki bioaktifitas dan mudah untuk didiisolasi
karena memiliki sifat basa [4].
Dari 25 jenis yang dikumpulkan, terdapat 8 jenis
tumbuhan yang positif mengandung alkaloid dari skala +1
sampai +4. Persentase tumbuhan yang mengandung alkaloid
relatif tinggi karena nilainya mencapai 32%, sedangkan 17
jenis lainnya negatif (Tabel 1 dan 2). Dari jenis tumbuhan
obat yang tidak mengandung alkaloid tersebut, pada bagian
tumbuhan yang tidak diuji dalam penelitian ini seperti bunga
dan buah, masih berpeluang mengandung senyawa
alkaloid. Pada penelitian ini terdapat beberapa jenis
tumbuhan yang pada saat pengujian belum berbunga atau
berbuah. Senyawa alkaloid ditemukan tersebar tidak merata
pada organ tumbuhan. Hal ini dapat dilihat dari variasi
konsentrasi alkaloid yang terukur dari organ-organ tanaman
yang diuji. Penyimpanan kandungan alkaloid yang sudah
terbentuk di dalam suatu jaringan ditranslokasikan ke
jaringan lain, dapat diduga akibat translokasi alkaloid
tersebut di bagian daun lebih banyak mengandung alkaloid
[5].
IV. KESIMPULAN DAN TINDAK LANJUT
Berdasarkan hasil inventarisasi, didapatkan 25 jenis
tumbuhan yang tergolong kedalam 24 genus dan 19 famili
dengan habitus yang bervarisi yaitu pohon, perdu, semak
dan herba. Uji alkaloidnya yang dilakukan secara semi
kuantitatif menunjukkan bahwa dari 25 jenis tumbuhan obat
yang dikoleksi terdapat 8 jenis (32%) yang mengandung
alkaloid dengan skala +1 sampai +4.
Penelitian selanjutnya diarahkan untuk identifikasi dan
penentuan struktur senyawa alkaloid dan uji bioaktifitas
masing-masing senyawa.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Harborne, J. B., 1987. Metode Fitokimia. ITB Press.
Bandung.
[2] Kartasapoetra, G., 2004. Budidaya Tanaman Berkhasiat
Obat. Rineka Cipta, Jakarta.
[3] Hadi, S., 2002. Bioactive Alkaloid From Medicinal Plants
of Lombok . Department of Chemistry. The University
of Wollongong. Wollongong.
[4] Hadi, S dan Beremer, B., 2000, Initial Studies on Alkaloids
from Lombok Medicinal Plants, Molecules: 6, 117129
[5] Mellyantie, R, 2004. Potensi Tumbuhan Pulai (Alstonia
scholaris L.) Dalam Pertumbuhan Kaloni Jamur
Patogen Tular Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas
Mataram.
ISSN 1907-1744
[6] Galbreath, J. 1999. Preparing the 21st Century Worker:
The Link Between Computer-Based Technology and
Future Skill Sets. Educational Technology. Ed.
November-December 1999.
[7] Dryden, G. & Vos Jeannette, 2000, Revolusi Cara
Belajar,edisi Indonesia, Penerbit Kaifa, Bandung
Indonesia.
[8] Geremeck, B. 1996. Education For The Twenty-First
Century.Interparliamentary Conference on
Education, Science, Culture and Communication
on the Eve of The 21st Century. Paris: UNESCO.
[9] Trilling, B & P. Hood. 1999. Learning Technology and
Education Reform in the Knowledge Age or We’re
Wired, Webbed, and Windowed, Now What? Journal
of Educational Technology. May-June, p: 5-18.
[10] Sastrapratedja, M. 1993. Pendidikan Nilai, dalam
Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000 (penyunting:
Kaswardi). Gramedia. Jakarta.
Studi Bibit Mangrove Rhizophora stylosa Sebagai Bioindikator .... (Surya Hadi & Sucika Armiani)
PENGGUNAAN PENDEKATAN RASIONAL SECARA KIMIAWI-BIOLOGI DALAM
PENGUMPULAN TUMBUHAN OBAT DI KABUPATEN SUMBAWA
Surya Hadi
Program Studi Kimia Fakultas MIPA Universitas mataram
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi mengenai tumbuhan obat dari kabupaten
Sumbawa yang dilanjutkan dengan koleksi dan identifikasi botani, serta uji kandungan alkaloid dari bagian
tumbuh-tumbuhan tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksploratif dan
dilanjutkan dengan uji alkaloid di laboratorium. Pengumpulan informasi tumbuhan obat dilakukan dengan teknik
wawancara. Bagian-bagian tumbuhan obat yang dikumpulkan adalah daun, batang, akar, biji, umbi, bunga, dan
buah yang kemudian dijadikan herbarium untuk keperluan identifikasi tumbuhan berdasarkan kelompok spesies,
genus dan familia. Dari 25 jenis tumbuhan obat koleksi, tergolong dalam 24 genus dan 19 famili. Keperawakan atau
bentuknya terdiri dari pohon, perdu, semak dan herba. Tumbuhan tersebut diperoleh dari areal sawah, tegalan,
pekarangan, kebun dan hutan. Hasil uji alkaloid menunjukkan bahwa dari 25 tumbuhan terdapat 8 jenis (32%)
tumbuhan obat yang mengandung alkaloid dengan skala +1 sampai +4.
Kata Kunci: tumbuhan obat, alkaloid, Sumbawa
THE USE OF BIO- AND CHEMO-RATIONAL APPROACH FOR INVENTARIZATION OF
MEDICINAL PLANTS FROM SUMBAWA REGENCY
ABSTRACT: The overall aims of this research are to find information on medicinal plants from Sumbawa
Regency and to collect, indentify and also to test alkaloids of the collected plants. An explorative method followed
by alkaloid testing in the laboratory was implemented. The information of medicinal plants was taken by interview
technique. The plant parts collected were leaves, steams, roots, seeds, bulbs, fruits and flowers, which were then
made as herbarium for plant identification according to species group, genus, family. Of the 25 collected plans
species, they consisted of 24 genus and 19 families. The plant’s habitus varied to be grouped into trees, clump,
entagle, and herba. The collected medicinal plants were taken from farm areas, non irrigated dry fields, forests and
gardens. The alkaloid test results showed that there were 8 species (32%) containing alkaloids with scale of +1 to
+4.
Key Words: medicinal plants, alkaloid, Sumbawa
I. PENDAHULUAN
Tumbuhan obat merupakan salah satu kelompok
tumbuhan yang secara tradisional digunakan untuk
menanggulangi masalah-masalah kesehatan mulai dari
pemeliharaan, pengobatan maupun proses pemulihan.
Masyarakat Indonesia mengenal dan memakai tumbuhan
berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam
penanggulangan masalah kesehatan jauh sebelum
pelayanan kesehatan secara formal menggunakan obatobatan modern. Umumnya, pengetahuan tentang tumbuhan
obat merupakan warisan budaya bangsa yang secara turun
temurun telah diwariskan oleh generasi terdahulu kepada
generasi berikutnya, termasuk generasi sekarang ini.
Informasi ini terbatas pada pengalaman masyarakat di setiap
daerah dan kemungkinan manfaat suatu jenis tanaman
tersebut dapat beragam antara satu daerah dengan daerah
lain .
Pada dasarnya semua tumbuhan mempunyai daya
pengobatan. Telaah pustaka mengenai tumbuhan obat
memberikan gambaran bahwa hampir setiap gangguan atau
penyakit agaknya dapat disembuhkan dengan produk
tanaman. Walaupun demikian, masih banyak jenis tumbuhan
yang sampai sekarang belum diketahui manfaatnya dalam
penyembuhan penyakit. Salah satu upaya untuk mengetahui
manfaat tersebut adalah melalui studi fitokimia [1]. Di
Indonesia lebih dari ribuan jenis tanaman obat tradisional
tersebar di seluruh propinsi. Tumbuhan tersebut mampu
menyembuhkan beberapa jenis penyakit, baik yang ringan
maupun yang berat. Berbagai jenis ramuan dalam
pengobatan alternatif dengan tumbuhan-tumbuhan obat
ternyata cukup ampuh dalam mencegah serta melumpuhkan
berbagai virus yang mematikan dalam tubuh [2].
Pencarian dan penelusuran pemanfaatan
tumbuhan sebagai obat sangat perlu dilakukan untuk
J. Pijar MIPA Vol. III No. 1, Maret 2008 : 6 - 10.
penyembuhan penyakit., Pendekatan dan pencarian
tumbuhan obat diperlukan untuk memperoleh hasil yang
cepat dan optimal. Salah satu pendekatan yang saat ini
dikembangkan dalam pencarian tumbuhan obat dikenal
dengan istilah pendekatan rasional secara Biologi dan
Kimia. Senyawa-senyawa tersebut telah banyak diketahui
memiliki bioaktifitas. Selain itu, sifat basa yang dimiliki
alkaloid secara teknis sangat memudahkan senyawa ini
untuk diisolasi [3].
Kabupaten Sumbawa memiliki lahan yang cukup luas
dan potensi alam yang belum banyak di manfaatkan
termasuk keberadaan tumbuhan obat. Kecamatan Empang,
Plampang dan Maronge merupakan kecamatan yang memiliki
potensi tersebut dan sekaligus menjadi daerah tujuan
penelitian. Tumbuhan yang dikoleksi secara keseluruhan
diperoleh dari beberapa tempat tumbuh yang berbeda,
tersebar di kebun, sawah, pekarangan, tegalan dan hutan.
Keanekaragaman tempat tumbuh ini menjadi indikasi
8
keanekaragaman jenis tumbuhan obat yang tinggi di
wilayah Kabupaten Sumbawa.
II. BAHAN DAN METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode eksploratif melalui teknik wawancara, koleksi,
identifikasi yang dilanjutkan dengan uji alkaloid di
laboratorium. Target wilayah untuk kegiatan inventarisasi
ini adalah kabupaten Sumbawa. Penentuan responden
ditentukan di tiga kecamatan, dimana tiap kecamatan dipilih
dua desa yang paling banyak menggunakan tumbuhan obat,
yaitu Kecamatan Plampang (Desa Muer, Desa Brangkolong),
Kecamatan Empang (Desa Ongo, Desa Karongkeng), dan
Kecamatan Maronge (Desa Simu, Desa Maronge).
Responden yang diambil dari masing-masing desa adalah
sebanyak lima orang yang ditentukan berdasarkan
keterlibatannya dalam usaha pengobatan secara tradisional,
yaitu petugas kesehatan, dukun, petugas penyuluhan
Studi Bibit Mangrove Rhizophora stylosa Sebagai Bioindikator .... (Surya Hadi & Sucika Armiani)
pertanian dan masyarakat setempat. Informasi yang
dikumpulkan adalah jenis dan bagian tumbuhan yang
penggunaannya dapat bermanfaat untuk menyembuhkan
berbagai jenis penyakit.
Identifikasi tumbuhan koleksi berdasarkan tingkat
klasifikasi, misalnya spesies, genus dan famili. Uji alkaloid
dilakukan secara semi kuantitatif dengan mengikuti
prosedur Culvenor dan Fitzgeral dalam [3], yaitu dengan
mengambil bagian tumbuhan yang telah dikoleksi,
kemudian dimasukkan kedalam blender untuk dihaluskan
dan ditimbang sebanyak 5 gram. Setelah itu diberikan
amoniak (NH3) dan diklorometana (CH2CL2) masing-masing
sebanyak 20 ml. Campuran ini diaduk selama satu menit
sebelum disaring ke dalam tabung reaksi. Pelarut yang
diperoleh dari saringan ditambahkan asam sulfat (H2SO4)
encer sebanyak 10 ml lalu dikocok. Fase pelarut cairan
dibiarkan terpisah sedangkan fase cairan diambil 2 ml,
kemudian dimasukan ke dalam tabung reaksi untuk
ditambahkan reagen Mayer (K2Hg14) 1 ml atau 2 tetes.
Intensitas presipitasi yang terbentuk (dari kabut putih
sampai berbentuk gumpalan putih) dijadikan tolak ukur
pengukuran kandungan konsentrasi alkaloid, dan ditandai
dengan skala +1 sampai +4.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penggunaan obat tradisional dalam usaha penyembuhan
penyakit oleh masyarakat di Kabupaten Sumbawa relatif
tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain adanya budaya kepercayaan/kebiasaan pada
masyarakat dalam pengobatan tradisional, tingginya biaya
pengobatan modern dan tingkat pendidikan masyarakat
relatif rendah. Penggunaan obat tradisional, khususnya
yang berasal dari tumbuhan dapat memberikan beberapa
manfaat, salah satunya penghematan biaya pengobatan,
karena secara umum tumbuhan yang digunakan mudah
didapat secara alami.
9
J. Pijar MIPA, Vol. III No.1, Maret 2008 : 6 - 10.
Tabel 2. Lanjutan...
Tumbuhan hasil koleksi dari Kabupaten Sumbawa,
memiliki keanekaragaman tumbuhan obat yang masih relatif
tinggi. Hal tersebut dilihat dari 25 jenis tumbuhan obat yang
dikumpulkan berasal dari 24 genus dan 19 famili (lihat Tabel
1 dan 2). Sebagian besar tumbuhan yang dikoleksi diperoleh
dari kawasan hutan. Pengamatan secara visual menunjukkan
keanekaragaman tumbuhan sangat tinggi pada kawasan
tersebut, namun penelitian yang intensif belum banyak
dilakukan.
Dari hasil penelusuran informasi tumbuhan obat yang
dilanjutkan dengan koleksi, identifikasi dan uji alkaloid dari
Kecamatan Plampang, terkumpul 10 jenis tumbuhan (Desa
Muer 6 jenis, Desa Brangkolong 4 jenis). Dari kecamatan
Empang dikoleksi 9 Jenis tumbuhan (Desa Ongko 5 jenis,
J. Pijar MIPA, Vol. III, No.1, Maret 2008 : 11 - 16.
ISSN 1907-1744
Desa Kerongkeng 4 jenis) dan dari kecamatan Maronge
diperoleh 6 jenis (Desa Maronge 3 jenis, Desa Simu 3 jenis).
Seluruh jenis tumbuhan hasil koleksi merupakan jenis yang
paling banyak digunakan oleh masyarakat setempat sebagai
tumbuhan obat. Jenis-jenis penyakit yang dapat
disembuhkan dan cara penggunaannya dapat dilihat pada
Tabel 1 dan 2.
Secara umum habitus tumbuhan obat yang dikoleksi
terdiri atas herba, semak, perdu dan pohon. Jenis-jenis
tumbuhan obat yang mempunyai perawakan herba adalah
Kunyit (Curcuma longa L.), Je/Jahe (Zingiber officinale),
Eta/Sirih (Piper betle L.) dan Cabe olat/cabai jawa (Piper
retrofractum). Dari perawakan semak adalah Terong para/
Tekokak (Solanum torvum), Katuk (Sauropus androgynus),
Mariga/Biduri (Calotropis gigantea), Sisir kijang/Meniran
(Phyllanthus ninuri L.), Pki/Bandotan (Ageratum
conyzoides L.), Ruku/Kemangi hutan (Ocimum santum L.),
Salaguri/Sidaguri (Sida rhombifolia L.) dan Balobo
(Indigofera sp). Dari perawakan perdu adalah Yamung resa/
Jambu biji (Psidium guajava L.), Jeliti (Kopsia sp.), Kayu
kapas (Gossypium purpurascen.). Dari jenis pohon adalah
Peko/Pulai (Alstonia scholaris L.), Ketimis (Protium
javanicum L.), Goal/Bidara (Ximenia americana L.),
Kenanga (Canangium odoratum Baill.), Gelumpung
(Sterculia foetida L.), Kemang kuning (Pterocarpus indicus
citrifolia L.) dan Kesaming/Kesambi (Schleichera voleasa).
Pengetahuan masyarakat tentang obat tradisional sangat
beragam. Pengetahuan ini dapat dijadikan petunjuk untuk
memperkirakan tumbuhan tersebut mengandung senyawasenyawa target atau kandungan bioaktif lainnya [3]. Sebagai
contoh, apabila tumbuhan dapat digunakan untuk
menyembuhkan beberapa jenis penyakit, misalnya luka baru,
demam, bisul dan lain-lain, maka dapat diduga dari jenis
tumbuhan tersebut mengandung senyawa aktif antimikrobia. Jika ada tanaman yang memiliki morfologi daun,
batang, akar yang masih utuh berada diantara populasi
tumbuhan yang terserang hama dan penyakit. Hal ini
mengindikasikan bahwa tumbuhan tersebut mengandung
beberapa senyawa anti serangga dan anti mikrobia.
Upaya untuk menemukan bahan aktif atau bahan kimia
yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan dapat dilakukan
dengan pendekatan yang dikenal dengan istilah Bio and
Chemo-Rational Approach. Dengan pendekatan tersebut
dilakukan penelusuran informasi kegunaan tumbuhan obat
secara tradisional untuk dijadikan dasar untuk
memperkirakan senyawa aktif atau senyawa target. Dalam
usaha pencarian senyawa aktif, pencarian difokuskan pada
kelompok senyawa alkaloid karena senyawa tersebut telah
diketahui memiliki bioaktifitas dan mudah untuk didiisolasi
karena memiliki sifat basa [4].
Dari 25 jenis yang dikumpulkan, terdapat 8 jenis
tumbuhan yang positif mengandung alkaloid dari skala +1
sampai +4. Persentase tumbuhan yang mengandung alkaloid
relatif tinggi karena nilainya mencapai 32%, sedangkan 17
jenis lainnya negatif (Tabel 1 dan 2). Dari jenis tumbuhan
obat yang tidak mengandung alkaloid tersebut, pada bagian
tumbuhan yang tidak diuji dalam penelitian ini seperti bunga
dan buah, masih berpeluang mengandung senyawa
alkaloid. Pada penelitian ini terdapat beberapa jenis
tumbuhan yang pada saat pengujian belum berbunga atau
berbuah. Senyawa alkaloid ditemukan tersebar tidak merata
pada organ tumbuhan. Hal ini dapat dilihat dari variasi
konsentrasi alkaloid yang terukur dari organ-organ tanaman
yang diuji. Penyimpanan kandungan alkaloid yang sudah
terbentuk di dalam suatu jaringan ditranslokasikan ke
jaringan lain, dapat diduga akibat translokasi alkaloid
tersebut di bagian daun lebih banyak mengandung alkaloid
[5].
IV. KESIMPULAN DAN TINDAK LANJUT
Berdasarkan hasil inventarisasi, didapatkan 25 jenis
tumbuhan yang tergolong kedalam 24 genus dan 19 famili
dengan habitus yang bervarisi yaitu pohon, perdu, semak
dan herba. Uji alkaloidnya yang dilakukan secara semi
kuantitatif menunjukkan bahwa dari 25 jenis tumbuhan obat
yang dikoleksi terdapat 8 jenis (32%) yang mengandung
alkaloid dengan skala +1 sampai +4.
Penelitian selanjutnya diarahkan untuk identifikasi dan
penentuan struktur senyawa alkaloid dan uji bioaktifitas
masing-masing senyawa.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Harborne, J. B., 1987. Metode Fitokimia. ITB Press.
Bandung.
[2] Kartasapoetra, G., 2004. Budidaya Tanaman Berkhasiat
Obat. Rineka Cipta, Jakarta.
[3] Hadi, S., 2002. Bioactive Alkaloid From Medicinal Plants
of Lombok . Department of Chemistry. The University
of Wollongong. Wollongong.
[4] Hadi, S dan Beremer, B., 2000, Initial Studies on Alkaloids
from Lombok Medicinal Plants, Molecules: 6, 117129
[5] Mellyantie, R, 2004. Potensi Tumbuhan Pulai (Alstonia
scholaris L.) Dalam Pertumbuhan Kaloni Jamur
Patogen Tular Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas
Mataram.