Studi Deskriptif Mengenai Budaya Organisasi di PT "X", Kota Cirebon.

(1)

gambaran tujuh dimensi Budaya Organisasi dan faktor-faktor yang meningkatkan atau mengurangi Budaya Organisasi pada para karyawan yang bekerja di PT “X”, kota Cirebon, dibandingkan dengan prinsip FAST yang menjadi patokan nilai-nilai yang sudah ditetapkan perusahahaan oleh karyawan.

Budaya Organisasi, menurut Chatman, dkk. (1991, dalam Robbins, 2013), terdiri dari adanya tujuh nilai, yang masing-masing berdiri sendiri. Ketujuh nilai itu adalah Innovation and risk taking, attention to detail, outcome orientation, people orientation, team orientation, aggresiveness, dan stability. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan deskriptif dengan teknik pengambilan data survey dengan menggunakan kuesioner.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini merupakan alat ukur yang dibuat sendiri oleh peneliti, diturunkan dari teori Chapman (1991), dalam Robbins (2013), yang terdiri dari tujuh dimensi. Dalam pengukuran validitas, didapat angka validitas berkisar antara 0,303-0,507, dan reliabilitas berkisar antara 0.624-0,735.

Dari hasil pengolahan data, Terdapat 50 profil yang ditemukan, yang menggambarkan, bahwa budaya organisasi yang terbentuk di PT ‘X” masih sangat bervariasi. Hal ini dikarenakan adanya penerapan nilai-nilai FAST yang baru ditetapkan, sehingga masih memungkingkan tejadinya perubahan/penyesuaian dari pihak karyawan terhadap aktivitas kerja yang dilakukan. Peneliti menemukan, bahwa pada profil-profil yang umum ditemukan, didapat memiliki Innovation dan Risk Taking yang tinggi, Attention to Detail, Outcome Orientation, People Orientation, dan Team Orientation. Hal ini menggambarkan, bahwa secara umum, budaya organisasi yang dimiliki oleh para karyawan Indoor di PT ‘X”, kota Cirebon sudah memiliki kesinambungan dengan Nilai-nilai FAST (Focus, Accurate, Safety, dan Timely) yang selama ini ditekankan oleh perusahaan. Oleh karena itu, sudah ada kesesuaiaan antara budaya Organisasi dan nilai-nilai yang dimiliki.


(2)

decrease the Organization Culture on the employees who work in PT " X " , Cirebon city , is compared with the principle of FAST as a standard of values that have been set by the company by employees .

Organizational culture , according to Chatman , et al . (Robbins , 2013 ) , consists of the existence of seven grades , each of which stands alone . Seventh value that is Innovation and risk -taking , attention to detail , outcome orientation , people orientation , team orientation , aggresiveness , and stability . The research design used in this research is descriptive design with data retrieval technique using a questionnaire survey .

Measuring instruments used in the development of this research is a measurement tool that constructed by researcher , derived from Chapman theory (1991 ) , in Robbins ( 2013 ) , which consists of seven dimensions . In the measurement validity , the validity of the figures obtained ranged from 0.303 to 0.507 , and reliability ranged from 0624 to 0.735 .

From the results of data processing , There are 50 profiles were found , which illustrates , that cultural organization formed in PT ' X ' is still very varied . This is because the application of the values of the new FAST is set , so it still can contributes to change / adjustment of employees to work activities are carried out . Researchers found that the profiles are common , has acquired Innovation and Risk Taking high , Attention to Detail , Outcome Orientation , People Orientation and Orientation Team . This illustrates , that in general , organization culture owned by the Employee Indoor PT ' X ' , the city of Cirebon already have continuity with values FAST ( Focus , Accurate , Safety , and Timely ), which is emphasized by the company . Therefore , there is a fit between Organizational culture and values held .


(3)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

HALAMAN JUDUL ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 16

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 17

1.3.1. Maksud Penelitian ... 17

1.3.2. Tujuan Penelitian ... 17

1.4. Kegunaan Penelitian... 17

1.4.1. Kegunaan Teoretis ... 17

1.4.2. Kegunaan Prakis... 18

1.5. Kerangka Pemikiran ... 18

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA... 28

2.1. Budaya Organisasi ... 28

2.1.1. Definisi Budaya Organisasi... 28

2.1.2. Karakterstik Budaya Organisasi ... 28


(4)

2.1.7.Mempertahankan Budaya Organisasi ... 35

2.1.8. faktor-faktor yang mempengaruhi budaya organisasi ... 37

2.1.9.Peran Budaya Organisasi ... 40

2.1.10.Dimensi-dimensi Budaya Organisasi ... 41

2.1.11.Sosialisasi dalam Budaya Organisasi ... 46

2.2. Teori Perkembangan Masa Dewasa Awal ... 47

2.2.1. Ciri-ciri masa dewasa awal ... 48

2.3. Teori Perkembangan masa Dewasa Madya ... 52

2.3.1. Perkembangan Fisik ... 52

2.3.2. Perkembangan Kogntif ... 53

2.3.3. Perkembangan Sosioemosional ... 54

2.3.4. Masa Krisis ... 54

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN ... 57

3.1. Rancangan Penelitian ... 57

3.2. Bagan Rancangan Penellitian ... 57

3.3. Variabel Penelitian ... 58

3.4. Definisi ... 58

3.4.1. Definisi Konseptual ... 58

3.4.2.Definisi Operasional... 59

3.5.Alat Ukur ... 60

3.5.1.Cara Skoring ... 62

3.5.2.Data Pribadi dan Data Penunjang ... 64


(5)

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 70

4.1. Hasil penelitian... 70

4.1.1. Hasil Penelitian Berdasarkan data Demografis Responden ... 70

4.1.2. Hasil Penelitian Berdasarkan dimensi-dimensi Budaya Organisasi ... 74

4.1.3. Hasil penelitian berdasakan sebarran profil Budaya organisasi yang dimiliki oleh karyawan ... 81

4.2.Pembahasan ... 84

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ... 118

5.1. Kesimpulan ... 118

5.2.Saran ... 119

5.2.1.Saran Teoretis... 119

5.2.2. Saran Guna Laksana ... 120

DAFTAR PUSTAKA ... 124

DAFTAR REFERENSI ... 125 LAMPIRAN


(6)

Lampiran 2: Alat Ukur Penelitian

Lampiran 3: Alat ukur yang digunakan dalam pengambilan data Lampiran 4: Tabulasi Data

Lampiran 5: Lampiran Kostabulasi data Lampiran 6: Profil PT “X”


(7)

1.1.Latar Belakang Masalah

Dalam perkembangan industri modern, minyak bumi dan gas, merupakan salah satu bahan baku yang sangat dibutuhkan. Saat ini, perkembangan industri modern mendorong kebutuhan akan minyak bumi dan gas menjadi sangat besar, karena minyak bumi dan gas tidak hanya digunakan sebagai bahan bakar yang untuk menggerakkan proses produksi, namun juga menjadi bahan mentah bagi berbagai indutri, seperti plastik, petrokimia, dan bahan pangan. Karena itu, tidak mengherankan, industri minyak bumi dan gas yang ada di Indonesia mengalami peningkatan yang pesat. Menurut Mahfoedz (dalam Tempo.com, 2013), industri migas di Indonesia sepanjang tahun 2012 menjadi penyumbang pendapatan negara sebesar US$ 35 miliar. Dalam kesempatan lain, kepala SKK Migas, mengungkapkan bahwa saat ini industri migas telah berperan dalam memberikan pendapatan ke negara sebesar USD 35 miliar atau Rp 300 triliun dari investasi yang dikeluarkan USD 1,55 milar. Penerimaan ke negara tersebut terbilang paling besar dibandingkan pendapatan dari sektor lain.

Kontribusi yang besar dari Sektor Minyak Bumi dan Gas, mengakibatkan, ada banyak perusahaan yang berusaha untuk mendapatkan keuntungan dengan terjun dalam bidang bisnis ini karena potensi eksplorasi dan keuntungan yang masih begitu besar di seluruh penjuru Indonesia. Untuk dapat menjalankan


(8)

kegiatan bisnisnya, maka setiap perusahaan akan membutuhkan berbagai peralatan dan infrastruktur yang dibutuhkan, terutama perusahaan-perusahaan yang ada di daerah yang sulit diakses. Misalnya, perusahaan yang digunakan untuk melakukan eksplorasi dan penambangan minyak bumi di daerah tertentu, harus memiliki akses terhadap lokasi penambangan, dan harus memiliki peralatan yang memadai untuk dapat melakukan kegiatan kerjanya.

Namun, tidak semua perusahaan memiliki sumber daya keuangan yang cukup untuk dapat memiliki seluruh perlengkapan ini seuai dengan kebutuhan yang dimiliki dan kapasitas kerja yang diinginkan. Hal ini, mendorong munculnya berbagai bentuk usaha lain untuk memberikan jasa pengadaan peralatan berat yang dibutuhkan industri Minyak Bumi dan Gas, terutama yang berada di daerah-daerah terpencil, seperti di pedalaman Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan wilayah-wilayah lain di seluruh Indonesia. Perusahaan-perusahaan ini, seperti perusahan “X”, menjual atau menyewakan unit-unit kendaraan berat untuk digunakan dalam operasional perusahaan lain, di lokasi yang mereka miliki masing-masing.

Perusahaan “X” sendiri, merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang pengadaan dan penyewaan peralatan berat, terutama kendaraan-kendaraan yang dibuat untuk tugas spesifik, seperti pengeboran dan trasnportasi peralatan berat yang digunakan untuk pembuatan sumur minyak bumi dan Gas. Bidang kerja yang dimiliki oleh Perusahaan “X” ini muncul dari fakta, bahwa tidak semua perusahaan yang melakukan eksplorasi Minyak Bumi dan Gas dapat membeli seluruh peralatan yang dibutuhkan secara internal, karena harga


(9)

peralatan-peralatan ini sangat mahal. Selain peralatan-peralatan yang dibutuhkan untuk eksplorasi, seperti rig pengeboran, mesin derek, dan berbagai peralatan operasional lain, maka perusahaan eksplorasi minyak bumi dan gas juga membutuhkan adanya sarana transportasi yang dibutuhkan untuk mencapai wilayah eksplorasi, yang seringkali berada di daerah-daerah yang terpencil di selluruh penjuru Indonesia. Hal ini yang menjadi landasan bagi PT ‘X” untuk menyediakan jasa dalam bentuk penyewaan alat berat, transportasi darat untuk peralatan berat, dan matting system yang digunakan dalam areal eksplorasi minyak bumi dan gas.

Bukan hanya itu, Perusahaan juga harus menyediakan sendiri

maintenance/perawatan untuk memastikan peralatan-peralatan tersebut bekerja

dengan baik. Namun, dengan adanya perusahaan-perusahaan seperti PT “X” ini, maka perusahaan-perusahaan tersebut cukup menyewa kendararaan dan peralatan berat kepada PT “X”, yang juga akan menyediakan fasilitas maintenance. Selain itu, dengan jasa transportasi yang diberikan PT “X” untuk pemindahan peralatan-peralatan berat yang hanya digunakan sewaktu-waktu, perusahan-perusahaan eksplorasi minyak Bumi dan Gas cukup membayar jasa ketika harus melakukan proses pemindahan, sehingga tidak usah memiliki sendiri kendaraan pengangkut dengan harga yang mahal.

Karena bidang kerja yang sangat jarang dan membutuhkan perlatan yang spesifik ini, PT “X” sering memenangkan tender-tender pembangunan transportasi darat, pembangunan, dan operasional dari berbagai perusahaan eksplorasi Minyak Bumi dan Gas, seperti Pertamina, Conoco Philips, dan


(10)

Haliburton, melalui proses tender. Dengan kerjasama ini, pihak perusahaan eksplorasi tersebut mempercayakan pemindahan dan pembangunan, dan maintenance rig (fasilitas pengeboran dan pemompaan minyak bumi dan gas) dengan alat-alat berat yang disewakan oleh PT “X”. Hal ini, mendorong perkembangan usaha yang sangat pesat dari PT. “X”, dengan semakin banyaknya jumlah peralatan berat yang dimiliki dan disewakan oleh PT “X”. Bahkan, pada saat ini, bagian operasional dari PT “X” telah mengoptimalkan kinerja pengelolaan alat berat yang digunakan, mencapai 150% dari sebelumnya. Bukan hanya itu, dengan dibukanya 5 kantor cabang, yang kebanyakan berada di luar jawa (terutama di pulau Sumatera dan Kalimantan), menggambarkan betapa pesatnya kegiatan yang terjadi.

Perkembangan usaha yang sangat pesat sejak PT “X” didirikan pada tahun 1989 sampai saat ini, didasari adanya QHSE Policy yang ditetapkan dalam seluruh lini perusahaan, yaitu Focus, Accurate, Safety, dan Timely, yang disingkat sebagai FAST. Dengan adanya nilai-nilai ini, perusahaan berusaha memastikan kualitas kerja terbaik yang dilakukan untuk memberikan nilai tambah bagi seluruh

shareholder dan konsumen PT “X”. Untuk itu, perusahaan juga harus

mengembangkan sistem uantuk mengatur seluruh kegiatan kerja yang berskala nasional dan regional dengan teratur, berdasarkan prinsip-prinsip FAST yang ditetapkan.

Prinsip FAST sendiri, bukanlah prinsip yang sudah berlangsung sejak pendirian PT “X”, namun merupakan buah pemikiran dan perubahan yang terjadi internal dalam PT “X” dalam tahun-tahun belakangan ini. Sering dengan adanya


(11)

pengembangan yang sangat pesat, dan adanya pertumbuhan yang menggembirakan dari perusahaan, baik secara aset, permodalan, maupun keuntungan, maka PT “X” menetapkan adanya perubahan aktivitas kerja, dari sekedar kegiatan kerja tradisional yang biasa dijalankan selama belasan tahun, menjadi perusahaan yang Profesional dan memiliki nilai-nilai yang harus diikuti dan diterapkan dalam seluruh hasil pekerjaan.

Perkembangan yang pesat dari bisnis yang dilakukan oleh PT “X”, ternyata menimbulkan adanya penyesuaian yang harus dilakukan. Jika pada saat-saat sebelumnya, PT “X” lebih banyak dijalankan oleh Direktur Utama sebagai pemilik langsung, dimana seluruh kebijakan, baik yang bersifat teknis maupun strategis dilakukan oleh Direktur Utama itu sendiri, kali ini, mengalami perubahan yang besar. Luas wilayah kerja yang semakin luas, dan berada di pelosok-pelosok daerah, ditambah lagi dengan jumlah kendaraan dan alat berat yang banyak, membuat keputusan ini tidak lagi dapat diambil sendiri, melainkan harus didelegasikan ke pihak manajer, kecuali untuk kasus-kasus tertentu yang sangat vital.

Perubahan ini, membawa situasi yang baru bagi PT “X”, dimana para manajer, terutama yang berada di kantor pusat harus menyesuaikan dirinya dengan pengembilan keputusan yang biasanya dilakukan oleh atasannya. Selain itu, para karyawan, terutama yang bergerak di bidang administratif juga harus berusahaa proaktif untuk mendapatkan dan mengolah data ke dalam sistem yang disediakan. Perkembangan dari sebuah usaha keluarga, menjadi sebuah perusahaan dengan cakupan regional, bahkan nasional, membutuhkan adanya


(12)

pengembangan yang pesat juga dari para karyawan yang berada di dalam perusahaan. Perubahan yang terjadi dalam bidang usaha dan skala kegiatan kerja yang menjadi semakin luas, akan membutuhkan Sumber Daya Manusia yang juga berkualitas dalam melaksanakan kegiatan kerjanya.

Secara umum, karyawan yang ada di PT “X”, kota Cirebon sebagai kantor pusat kegiatan, dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu para karyawan yang bekerja outdoor dan karyawan indoor. Pembagian ini didasarkan apda tugas-tugas yang dimiliki oleh para karyawan, dan berhubungan juga dengan aktivitas kerja harian yang dilakukan sehari-hari. Jika para staff outdoor, yang terdiri dari supir, mandor, dan tim servis setiap hari berada dalam kegiatan kerja di lokasi (site) yang dimiliki oleh penyewa, pool kendaraan, dan bengkel, mereka melaksanakan kegiatan kerja dalam bentuk kerja lapangan. Dalam pekerjaan ini, mereka dituntut menggunakan skill dan kompetensi yang mereka miliki untuk dapat memastikan pekerjaan berjalan dengan baik. Biasanya staff outdoor memiliki tugas-tugas yang sangat spesifik, dan terus menerus berada di lokasi kerja.

Sebaliknya, para staff indoor berada dalam kegiatan kerja di dalam ruangan. Sebagian besar staff Indoor harus terus menerus berada di lingkungan kantor, karena mereka harus siap menginput data dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan kerja yang dilakukan oleh para staff outdoor. Karena itu, meskipun kegiatan kerja para karyawan indoor tidak bersifat teknis dan spesifik seperti para staff outdoor, namun tugas dan kegiatan kerja mereka menjadi sangat penting bagi


(13)

perusahan “X”, karena seluruh kegiatna kerja yang dilakukan oleh para staff outdoor, justru harus mendapatkan konfirmasi, surat tugas, dan perintah kerja dari rekan-rekan indoor.

Ketika melaksanakan kegiatan kerjanya, para staff indoor sangat mengandalkan berbagai masukan dan data, dalam bentuk laporan, permintaan peralatan, surat penyewaan, dan berbagai data lainnya dari para staff outdoor. Namun, dalam PT “X”, staff indoor memiliki tugas dan kegiatan kerja yang berat. Hal ini dapat dilihat, dari adanya berbagai jabatan fungsional dalam kegiatan kerja, yang hanya dijalankan oleh satu orang saja, seperti staff administrasi gudang, atau staff legal. Hal ini meningkatkan tingkat kesulitan dalam melaksanakan kegiatan kerja. Dalam tugas hariannya, sebagian besar kegiatan kerja yang dilakukan oleh para staff indoor memiliki deadline tersendiri, dimana jangka waktu yang dilakukan memiliki tenggang waktu yang sempit, misalnya dalam kegiatan tender, pelelangan, atau pembelian peralatan ke luar negeri. Kedua hal tersebut, membuat situasi kerja yang harus dilakukan harus dikerjakan tepat waktu. Selain itu, tidak ada toleransi untuk kesalahan yang bisa dilakukan. Karena harga penyewaan dan pembelian kendaraan atau peralatan yang akan disewakan mencapai harga ratusan juta, bahkan milyaran rupiah, maka kehati-hatian dalam melakukan input dan pengolahan data merupakan hal yang sangat vital bagi kelangsungan perusahaan.

Di Kantor pusat yang ada di Cirebon, PT “X” setiap hari harus mengatur keluar-masuk data dengan jumlah yang sangat besar. Data-data ini merupakan hasil laporan, kebutuhan spare part, dan dana yang dibutuhkan oleh seluruh staff


(14)

di berbagai daerah di luar kota, sampai ke site yang berada di pedalaman. Karena itu, para staff indoor kantor pusat yang berada di kota Cirebon, memiliki peranan yang penting, untuk menyampaikan berbagai kebutuhan yang dimiliki oleh kantor cabang dan daerah-daerah kepada pihak manajemen. Seringkali, berbagai data yang diampaikan merupakan data-data yang sangat penting karena akan menentukan kebijakan strategis yang akan diambil oleh pimpinan perusahaan, dan harus disampaikan secepatnya.

Prinsip-prinsip FAST (Focus, Accuracy, Safety, dan Timely), merupakan prinsip-prinsip yang harus dijalankan juga oleh para karyawan dalam lingkungan kerjanya, termasuk oleh para Staff Indoor. Setiap karyawan Indoor membutuhkan Fokus dalam kerja, karena tugas-tugas yang dimilikinya merupakan tugas yang penting dan tidak mungkin tergantikan oleh adanya orang-orang lain yang ada dalam llingkungan kerjanya. Jumlah karyawan yang terbatas dan spesialisasi kerja yang sangat mendalam, setiap orang harus memiliki fokus yang besar dan harus bertanggung jawab dengan segala peekerjaan yang ia lakukan, dan dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.

Di sisi lain, seorang karyawan Indoor harus juga bekerja dengan akurat. Setiap karyawan dituntut untuk dapat memiliki akurasi yang tinggi dalam bekerja. Karena ketelitian yang dimiliki dalam lingkungan kerja dianggap sangat penting, perusahaan tidak memberikan celah dan toleransi terhadap setiap kesalahan yang dilakukan. Accuracy juga sangat dibutuhkan, karena setiap kegiatan kerja yang dilakukan oleh para Staff Indoor, seperti menghitung kebutuhan biaya, parts, atau perhitungan biaya projek merupakan hal yang membutuhkan ketelitian yang


(15)

sangat tinggi, karena setiap kesalahan dapat merugikan karyawan dalam bentuk biaya (dalam bentuk denda, kerugian yang harus dibayar, atau kerusakan yang harus dibayar oleh perusahaan), maupun non-finansial (kecelakaan, kematian karyawan, atau tuntutan hukum) yang akan sangat merugikan perusahaan. Hal ini membuat, kerja setiap karyawan, termasuk para karyawan Indoor menjadi hal yang harus dilakukan dengan sangat akurat.

Nilai-nilai ketiga yang harus diikuti, adalah unsur Safety. Dengan pekerjaan yang sangat teliti yang harus dilakukan, akan sangat berkaitan dengan keselamatan para karyawan. Sedikit saja kelalaian dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan kerja, dapat saja dengan mudah mengakibatkan terjadinya kehilangan nyawa atau kemampuan bekerja, apalagi jika prinsip-prinsip safety yang dilakukan dilalaikan di lingkungan projek, yang biasanya ada di lokasi yang jauh dari tempat yang dapat memberikan bantuan medis segera. Bukan hanya itu, kelalaian dalam menerapkan prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja dapat membuat seorang karyawan kehilangan kemampuan bekerjanya, dan dengan demikian, membuat seorang karyawan menerima Pemutusan Kerja dari Perusahaan. Para staff indoor harus sangat hati-hati melakukan perencanaan kerja, terutama untuk aktivitas kerja lapangan dengan memperhatikan kesejahteraan, kesehatan, dan keselamatan dari rekan-rekan kerja, seperti operator, sopir, kenek kendaraan, dan mandor lapangan. Perencanaan yang buruk, dapat saja membuat para staff


(16)

Terakhir, perusahaan sangat menekankan adanya kerja yang presisi dan akurat, dengan adanya nilai Timely, atau ketepatan waktu. Perusahaan dibayar oleh perusahaan lain yang memanfaatkan jasanya, salah satunya dilihat dari jenis kecepatan pengerjaan. Semakin cepat dan rapi pekerjaan dapat dilakukan, maka perusahaan akan dibayar lebih mahal oleh pengguna jasanya. Di sisi lain, apabila perusahaan lalai melakukan tugasnya tepat waktu sesuai dengan kontrak kerja yang sudah disepakati, maka PT ”X” harus membayar denda yang jumlahnya tidak sedikit, yang bisa mencapai milyaran rupiah setiap projek. Sedangkan, kinerja para staff Outdoor di lapangan, sangat terkait dengan ketepatan kerja yang dilkaukan para Staff Indoor, dalam bentuk pelaksanaan kegiatan kerja, dan surat-surat jalan yang diharapkan lengkap dan siap digunakan di lokasi. Tanpa adanya hal ini, maka bisa terjadi keterlambatan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Karena itu, para karyawan diharapkan dapat menekankan hasil kerja yang tepat waktu sesuai dengan standar yang dimiliki oleh perusahaan.

Peneliti mewawancarai salah seorang manager PT “X”, yang mengungkapkan, proses input data yang dilakukan oleh para staff indoor PT “X” merupakan salah satu bagian proses kerja yang sangat penting. Jika data yang diterima tidak akurat, maka data yang akan disampaikan ke pihak manajemen juga akan mengalami ketidakakuratan, yang bisa mengakibatkan terjadinya pengambilan keputusan yang salah, dan dapat mengakibatkan kerugian bagi pihak perusahaan.

Menurut manager dari PT “X”, para karyawan, terutama karyawan indoor, sebertulnya memiliki kewajiban utama dalam melakukan updating data yang telah


(17)

diterima dari lingkungan dalam sistem yang dimiliki oleh PT “X”. Namun sayangnya, sebagian besar karyawan indoormasih sering menunda-nunda kegiatan kerja ini. Bahkan, beberapa dari mereka juga masih bersikap menunjukkan penolakan terhadap kegiatan input dan verifikasi data, sehingga masalah-masalah tadi terjadi. Hal ini terjadi, karena para staff indoor masih menganggap sistem baru yang digunakan merepotkan, tidak sesederhana data manual, bahkan tidak penting dalam kegiatan kerja. Hal ini membuat proses kerja yang dilakukan justru menjadi semakin rumit, dan mengurangi kurang akuratnya data yang disediakan/diberikan oleh berbagai daerah ke kantor pusat.

Di sisi lain, manager PT “X” yang peneliti wawancarai, mengungkapkan bahwa terdapat juga para staff indoor di kantor pusat Cirebon yang merasa bahwa perubahan yang dirasakan dianggap membantu kegiatan kerja mereka. Menurut para staff indoor, terutama yang baru mulai bekerja, sistem yang baik membuat pekerjaan yang dilakukan menjadi lebih mudah. Namun, bagi karyawan yang sudah bekerja sejak lama, perubahan dari seluruh sistem dan kegiatan kerja yang dilakukan dalam lingkungan kerja, dirasa begitu cepat, sehingga mereka sulit menyesuaikan diri. Hal ini terjadi, karena sebagian karyawan merupakan karyawan lama, yang telah berkerja di PT ‘X” selama puluhan tahun. Adanya sistem baru yang harus dilaksanakan, banyak dianggap sebagai perubahan yang mengganggu kegiatan kerja yang telah dilakukan selama bertahun-tahun. Di sisi lainnya, PT ‘X” juga dengan aktif melakukan proses rekrutmen terus menerus, yang mengakibatkan para karyawan baru juga harus menyesuaikan diri terhadap aktivitas kerja, dan sistem yang dimiliki oleh PT “X”. Menurut manager ini, hal


(18)

ini membuat perusahaan harus memiliki gambaran yang utuh, mengenai seperti apa sebenarnya penilaian yang dimiliki oleh para karyawan terhadap kegiatan kerja yang dilakukan, dan terhadap sistem yang dibuat sebagai usaha untuk menjembatani berbagai aktivitas kerja yang berbeda-beda dalam PT “X”.

PT “X”, memiliki sebuah kecenderungan yang khas untuk dapat bertindak, yang menjadi ciri dari perusahaan tersebut sebagai sebuah kesatuan organisisasional, baik itu positif maupun negatif. Selain itu, PT “X” yang terdiri dari para karyawan-karyawan, akan memiliki suatu kekhasan, yang menjadi gambaran seperti apa wujud perusahaan sebenarnya. Kekhasan inilah yang disebut budaya organisasi. Robbins (2003), mengungkapkan, bahwa budaya organisasi merupakan sistem makna bersama, yang pada dasarnya merupakan seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi itu. Keberadaan budaya organisasi, menjadi “warna” yang menjadi ciri dan diidentifikasikan oleh para karyawan yang ada dalam organisasi menjadi ciri diri mereka, ketika berada dalam organisiasi atau perusahaan tempat mereka bekerja.

Budaya Organsiasi, menurut Chatman, dkk. (1991), terdiri dari adanya tujuh nilai, yang masing-masing berdiri sendiri. Ketujuh nilai itu adalah Innovation and risk taking, attention to detail, outcome orientation, people orientation, team

orientation, aggresiveness, dan stability. Setiap perusahaan, akan memiliki

variasi yang dapat terlihat dari ketujuh dimensi ini. Demikian juga halnya dengan PT “X”, ketujuh ciri ini akan terlihat dari kegiatan kerja yang dilakukan. Pada dasarnya, seluruh aktivitas kerja yang dilakukan di PT “X”, akan membutuhkan adanya ketujuh dimensi ini. Innovation and risk taking akan diperlukan, ketika


(19)

perusahaan harus melaksanakan perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat situasi internal perusahaan maupun eksternal. PT “X” dan seluruh karyawan, akan menemui situasi-situasi dimana mereka harus mengambil sebuah resiko, dan mencari alternatif solusi dalam bentuk inovasi. Selain itu, sesuai dengan kegiatana kerja yang dilaksanakan, Attention to detail menjadi suatu kebutuhan, karena adanya ketidaktelitian dan kecerobohan dalam melaksanakan kegiatan kerja, dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan, bahkan dapat menimbulkan kecelakaan pada alat-alat berat yang digunakan, yang tentu akan berakibat kerugian finansial yang sangat besar bagi perusahaan.

Bukan hanya kedua dimensi itu yang penting, namun juga Outcome

orientation. Melalui dimensi ini, para karyawan, terutama staff indoor PT “X”

memiliki suatu kesadaran, bahwa hasil kerja yang memuaskan, bahkan terbaik harus menjadi tujuan akhir dari kegiatan kerja yang dilakukan. Sebagai sebuah perusahan Jasa Penyewaan, setiap kinerja yang buruk yang diberikan oleh para karyawan, akan merusak citra dan kepercayaan para pengguna terhadap perusahaan itu sendiri. Selain itu, dimensi People orientation juga dianggap penting. Hal ini terjadi, karena perusahaan wajib memperhatikan karyawan dari berbagai segi, terutama karena resiko kerja yang sangat besar. Perhatian satu sama lain pada para karyawan, terutama pada kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dapat berakibat pada hidup-mati karyawan. Untuk Itu, perusahaan juga membutuhkan Team orientation, dimana kegiatan kerja yang dilakukan harus dilakukan dengan bersama-sama, untuk menjamin hasil yang baik bagi semua.


(20)

Dimensi berikutnya, adalah Aggresiveness, dimana perkembangan perusahaan yang pesat menuntut perusahaan dan seluruh karyawan untuk bertindak fleksibel dan menangkap kesempatan yang dimunculkan. Selain itu, ada dimensi Stability, yang menggambarkan seberapa besar perusahaan berusaha mempertahankan “status quo”, atau berusaha untuk berkembang. Dapat dilihat, bahwa ketujuh nilai-nilai ini, menggambarkan aspek-aspek yang menjadi ciri dari Perusahaan “X”. Dengan mengetahui keberadaan dimensi-dimensi ini dari para karyawan individual, maka peneliti dapat melihat seperti apa profil / gambaran budaya organisasi yang ada di PT “X”.

Setiap individu memiliki ketujuh dimensi ini dalam dirinya, yang masing-masing bersifat individual, dengan tingkatan tinggi ke rendah. Namun, pada saat kecenderungan individual ini dilihat dalam skala tim (regional) dan organsiasi (nasional), maka akan muncul gambaran yang utuh, mengenai budaya organisasi yang sebenarnya dimiliki oleh PT “X”. Sebagai perusahaan yang terus berkembang dan bergerak, PT “X” telah mengalami berbagai perubahan dan transformasi, menuju perusahaan yang lebih efektif dan efisien. Keberadaan sistem baru, dan berbagai situasi yang menuntut adanya perubahan dalam kegiatan kerja yang dilakukan oleh PT “X”, akan menuntut adanya berbagi perubahan yang terjadi di tingkatan tim dan individual karyawan juga. Karena itu, PT “X” membutuhkan adanya gambaran mengenai budaya organisasi yang saat ini dimiliki, sehingga pihak Manajemen dapat melakukan peningkatan-peningkatan untuk membantu efektivitas dan efisiensi kerja karyawan di seluruh area kerja PT “X”. Pada gilirannya, pengetahuan mengenai budaya organsiasi


(21)

yang dimiliki, dapat menjadi sebuah landasan (baseline) pengembangan sumber daya manusia di PT “X”

Dalam penerapannya dengan prinsip FAST, Maka Focus menggambarkan penekanan yang besar terhadap pencapaian tujuan dari kegiatan kerja, yang tergambar dari dimensi Outcome Orientation yang diungkapkan oleh Chatman (1991), dimana para karyawan indoor harus menekankan kegiatan kerja yang berorientasi pada hasil kerja yang baik. Hal ini tercermin dari pengejewantahan

Focus dalam nilai perusahaan, yaitu Focus in all works. Accurate,

menggambarkan adanya penghargaan perusahaan terhadap Attention to Detail dari setiap hasil kerja karyawan, dimana hasil kerja yang baik dan presisi merupakan harapan perusahaan, yang diterjemahkan dalam “execute jobs in the right way”.

Safety merupakan cerminan bahwa PT “X” mengedepankan adanya Person

Orientation sesuai Chatman (1991), dimana perusahaan menekankan adanya

ketaatan dengan regulasi yang sudah ada, menyediakan informasi dan pelatihan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja, mencegah terjadinya kecelakaan, menjaga komunikasi yang baik antara karyawan dan manajemen, mengkomunikasikan tanggung jawab, sehubungan dengan kebijakan keamanan, dan menyediakan alat perlindungan diri. Terakhir, adalah penekanan terhadap nilai Timely, yang menekankan adanya penghargaan yang sangat besar terhadap penyelesaian tugas-tugas dan pekerjaan tepat waktu, sesuai dengan yang diharapkan, yang tergambar dalam “finish the job in time specified”. Penekanan ini menggambarkan adanya fokus terhadap Outcome atau hasil kerja yang diharapkan oleh perusahaan.


(22)

Dengan adanya patokan nilai FAST yang baru diterapkan dalam perusahaan, merupakan sebuah gambaran bahwa perusahaan ingin mendorong terjadinya budaya organisasi yang baik dan terstruktur pada seluruh karyawan yang menjalankan kegiatan kerjanya di PT “X”, termasuk para karyawan indoor, yang memegang peranan sangat penting sebagai penghubung antara manajemen dan kegiatan kerja yang dilakukan oleh para staff outdoor. Dengan adanya nilai-nilai budaya Organisasi yang baru diterapkan ini, perusahaan perlu mendapatkan informasi, seperti apakah budaya Organisasi yang saat ini dijalankan, apakah sudah memenuhi prinsip FAST yang sudah ditetapkan, atau prinsip-prinsip tersebut masih menjadi jargon belaka, dan belum diterapkan secara mendalam dalam kegiatan kerja yang semestinya dijalankan. Budaya Organisasi ini, dapat dilihat dari adanya 7 prinsip yang dijalankan oleh para karyawan dalam lingkungan kerja.

Untuk itulah, peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian mengenai profil budaya organisasi pada para para karyawan PT “X”, kota Cirebon.

1.2.Identifikasi Masalah

Dalam penelitian ini, Peneliti ingin mengetahui:


(23)

1.3.Maksud dan Tujuan Penelitian

3.1.1. Maksud Penelitian

Penelitian ini memiliki maksud untuk memperoleh gambaran mengenai tujuh dimensi profil budaya organsiasi dan faktor-faktor yang dapat meningkatkan atau mengurangi budaya organisasi pada karyawan yang bekerja di PT “X”, kota Cirebon, dibandingkan dengan prinsip FAST yang menjadi patokan nilai-nilai yang sudah ditetapkan perusahaan bagi karyawan.

3.1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki maksud untuk memperoleh gambaran tujuh dimensi budaya organisasi dan faktor-faktor lain eksternal yang dapat meningkatkan atau mengurangi budaya organisasi pada para karyawan yang bekerja di PT “X”, kota Cirebon, dibadingkan dengan prinsip FAST yang menjadi patokan nilai-nilai yang sudah ditetapkan perusahahaan oleh karyawan.

1.4.Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoretis

- Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi ilmu Psikologi industri dan organisasi dan Psikologi sosial mengenai budaya organisasi yang dimiliki oleh para karyawan yang bekerja di PT “X”, kota Cirebon. - Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referens/rujukan bagi peneliti


(24)

1.4.2. Kegunaan Praktis

- Penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi pihak management PT “X” untuk memetakan budaya organisasi yang dimiliki oleh para karyawan, sehingga dapat menjadi landasan dalam mengembangkan kegiatan kerja dan kinerja yang baik pada seluruh karyawan

- Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para middle

manager dan foreman / supervisor PT “X” yang berurusan dengan para

karyawan di berbagai divisi dan site, untuk menemukan pendekatan yang paling tepat untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan kerja yang dilakukan oleh para karyawan, dan meningkatkan penerapan prinsip FAST dalam lingkungan kerja yang dilakukan oleh seorang karyawan.

1.5.Kerangka Pemikiran

Ketika para karyawan PT ‘X” melaksanakan kegiatan kerja dalam aktivitasnya sebagai seorang staff indoor, maka mereka akan memiliki kecenderungan-kecenderungan individual, yang dimiliki sebagai suatu sistem makna bersama. Sistem makna ini, akan dimiliki oleh para individu, meskipun dalam usia, gender, divisi, dan berbagai perbedaan demografis lain. Sistem makna ini menjadi seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi tersebut.


(25)

PT “X”, sebagai sebuah perushaan, memiliki usaha-usaha juga untuk dapat menetapkan adanya prinsip nilai-nilai, norma, dan aturan, mengenai apa yang dianggap penting dan tidak penting dalam pelaksanaan kegiatan kerja dalam PT “X”. Untuk itu, PT “X” dalam beberapa tahun terakhir menerapkan adanya nilai-nilai FAST (focus, accurate, safety, dan timely) sebagai sebuah sistem nilai yang dianggap penting bagi seluruh karyawan. Hal ini, merupakan adanya usaha dari pihak manajemen untuk dapat mendorong terciptanya sebuah budaya organisasi yang sehat, sesuai dengan harapan yang dimiliki oleh perusahaan. Pada pelaksanaannya, prinsip nilai FAST ini dapat menjadi identitas, atau budaya organisasi yang dimiliki oleh perusahaan.

Robbins (2013) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu sistem makna yang dimiliki bersama, yang membedakan suatu organisasi tertentu dari organisasi lainnya. Artinya, keberadaan budaya organisasi di PT ‘X”, akan memiliki bentuk yang menjadi ciri pembeda dari perusahaan lainnya. Setiap perusahaan, akan memiliki budaya organisasi, yang menjadi kekhasan dari organisasi tersebut, dan menjadi pembeda dengan perusahaan lain. budaya organisasi, menurut Chatman, dkk. (1991, dalam Robbins, 2013), terdiri dari adanya tujuh nilai, yang masing-masing berdiri sendiri. Ketujuh nilai itu adalah Innovation and risk taking, attention to detail, outcome orientation, people

orientation, team orientation, aggresiveness, dan stability.

Innovation and risk taking, menurut Chatman, dkk. (1991, dalam Robbins,

2013), merupakan dimensi yang menggambarkan tingkatan sejauh mana para karyawan didorong untuk berinovasi dan mengambil resiko. Jika PT “X”


(26)

memiliki tingkatan yang tinggi untuk dimensi ini, maka para staff indoor akan menghayati bahwa mereka didorong untuk bersikap kreatif, aktif dalam mencari pemecahan masalah, dan dapat berinovasi dalam menemukan hal-hal inovatif dalam melaksanakan kegiatan kerjanya. Mereka mendapatkan kesempatan untuk dapat mengambil keputusan-keputusan beresiko, dengan keleluasaan yang diberikan oleh perusahaan, meski dalam batas-batas yang jelas. Dengan bersikap inovatif dan dapat mengambil resiko, perusahaan akan dapat bersikap fleksibel terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, dan kreatif mengeluarkan inovasi-inovasi baru. Sebaliknya, jika PT.”X” tidak memiliki dimensi Innovation and risk

taking, hal ini akan terlihat dari para staff indoor yang segan untuk mencari

alternatif-alternatif pemecahan masalah baru, lebih berpegang pada patokan, panduan, atau pengalaman yang sudah dimiliki dalam memecahkan masalah, dan tidak mau mengambil resiko dalam menyelesaikan suatu masalah. Jika demikian, maka perusahaan lebih bersifat konservatif dan mempertahankan cara-cara dan metode yang sudah terbukti berhasil menyelesaikan masalah.

Pada Dimensi Attention to detail,jika PT “X” memiliki tingkatan yang tinggi, maka para staff indoor diminta untuk memperhatikan seluruh aspek detail dalam pekerjaannya dengan teliti, dimana ketelitian dan kehati-hatian merupakan hal yang dihargai dalam kegiatan kerja. Dalam organisasi seperti ini, para karyawan dihargai atas ketepatan dan kehati-hatian ketika bekerja. Sebaliknya, Jika PT “X” memiliki tingkatan yang rendah, maka para staff indoor tidak ditekankan aspek detail, dimana mereka diminta untuk bekerja secara umum. Para pekerja tidak membutuhkan kehati-hatian maupun ketelitian ketika bekerja,


(27)

dan ketepatan hasil kerja tidak dinilai. Sesuai dengan prinsip FAST, para karyawan harus menekankan sekali prinsip Accuracy, karena kesalahan kecil yang dilakukan dapat memberi dampak yang sangat besar, baik secara material maupun non-material kepada perusahaan.

Outcome orientation, merupakan dimensi di PT “X”, dimana manajemen

berfokus untuk hasil atau sasaran yang dimiliki, daripada teknik yang dilakukan. Artinya, penilaian yang diberikan dari hasil kerja yang dilakukan, dinilai dari hasil kerja saja, tanpa memandang proses kerja yang dilakukan. Sebaliknya, pada saat dimensi ini rendah pada PT “X”, maka hasil kerja yang dilakukan tidak mendapatkan porsi penilaian yang tinggi, dibandingkan dengan proses kerja yang dilakukan/dilalui untuk mencapai hasil yang diinginkan. Sesuai dengan prinsip FAST, setiap karyawan harus melakukan kegiatan kerjanya dengan focus, dan

timely, sehingga hasil kerja yang dilakukan dapat terselesaikan dengan kualitas

kerja yang baik, dan diselesaikan tepat waktu, sehingga perusahaan dapat memenuhi kewajiban yang sudah dicantumkan dalam kontrak kerja dengan perusahaan pengguna jasa PT “X”, dan mencegah adanya tuntutan, baik secara finansial dan hukum sebagai akibat tidak terselesaikannya kerja.

People orientation, merupakan dimensi dimana perusahaan menekankan

bahwa hubungan dengan orang lain sebagai manusia, dan pengembangan manusia sebagai sebuah human capital merupakan suatu hal yang penting bagi perusahaan. Artinya, para karyawan memandang rekan kerjanya sebagai hal yang penting, dimana efek dari keputusan yang diambil oleh perusahaan akan berakibat pada orang-orang yang berada dalam organisasi itu sendiri secara internal. Sesuai


(28)

dengan prinsip FAST, perusahaan perlu menilai adanya unsur safety, yang memastikan keselamatan dan kesehatan kerja yang dilakukan oleh setiap karyawan. Para staff Indoor memiliki tanggung jawab untuk dapat memelihara kegiatan kerja yang aman, nyaman, dan memastikan kesejahteraan dan keselamatan para staff outdoor melalui kegiatan kerja yang terencana dengan baik.

Team orientation, merupakan dimensi, dimana pada saat dimensi ini

memiliki tingkatan yang tinggi, pada PT “X”, dimana para staff indoor menekankan aktivitas kerja yang dilakukan diorganisasikan dalam bentuk tim, lebih dari individu perorangan. Artinya, para staff indoor akan menekankan berbagai kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama, dan dilaksanan dalam bentuk aktivitas tim. Sebaliknya, pada saat tingkatan team orientation rendah, para karyawan akan memiliki kecenderungan untuk menekankan aktivitas kerja yang dilakukan secara perorangan atau individual, dibandingkan dengan kerja tim yang dilakukan bersama-sama.

Aggresiveness adalah dimensi jika ada pada tingkatan yang tinggi di PT

“X”, maka akan menggambarkan situasi dimana perusahaan memacu kinerja individual, dimana para staff indoor diizinkan untuk berkompetisi dan bertindak agresif (sampai batas-batas yang ditetapkan) satu sama lain. Pada saat PT ‘X” memiliki dimensi ini dengan tingkatan yang rendah, maka para karyawan akan cenderung lebih santai, pasif, dan tidak berkompetisi satu sama lain.


(29)

Dimensi terakhir dari budaya organisasi, adalah Stability. Jika PT “X’ memiliki dimensi ini diengan tingkatan yang tinggi, maka para karyawan akan memiliki kecenderungan untuk mempertahankan “status quo” atau stabilitas keadaan yang dilakukan. Sedangkan, pada saat tingkatan ini rendah di PT ‘X”, maka perusahaan akan mendorong para karyawan untuk dapat mencari pertubuhan, perkembangan, yang ingin dicapai melalui proses dan kegiatan kerja yang dilakukan.

Dengan demikian, PT “X” akan memiliki ketujuh dimensi ini dalam melaksanakan kegiatan kerjanya. Tujuh dimensi budaya organisasi ini, tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk dari dimensi lain, dan dan dimensi yang lebih tinggi tidak berarti lebih baik dari dimensi yang rendah, namun merupakan perwujudan penyesuaian terhadap individual dan kondisi lingkungan yang dihadapi oleh para karyawan.

Keberadaan budaya organisasi dalam lingkungan kerja juga tidak berdiri sendiri, namun dimunculkan juga oleh adanya tiga faktor organisasional yang dapat dirasakan oleh para karyawan. Menurut Robbins (2013),ketiga faktor itu adalah proses seleksi karyawan, top management, dan sosialisasi. Proses seleksi, merupakan proses yang memastikan, bahwa para karyawan yang diterima memilih nilai-nilai yang konsisten dengan nilai yang dimiliki oleh perusahaan itu sendiri. Proses seleksi juga memberikan kesempatan bagi para calon karyawan untuk melihat apakah ada kesesuaian atau konflik antara nilai-nilai yang mereka miliki dengan nilai-nilai perusahaan (Robbins, 2013). Kesesuaian yang baik dalam proses seleksi karyawan, akan memastikan nilai-nilai yang sama yang


(30)

dimilki oleh karyawan dan perusahaan. Hal ini, akan membuat para karyawan memelihara budaya perusahaan yang ada. Sebaliknya, jika proses seleksi tidak berhasil mendapatkan para karyawan yang sesuai dengan nilai-nilai perusahaan, maka budaya organisasi yang ada dalam perusahaan juga akan lebih mudah berubah. Perusahaan harus mampu untuk dapat melakukan perekrutan yang sesuai dengan prinsip FAST dalam kegiatan kerja, sehingga didapat orang-orang yang mampu bekerja dengan focus, accurate, safety, dan timely, sesuai dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh perusahaan.

Kedua, adalah faktor top management. Menurut Robbins (2013), tindakan para petinggi perusahaan juga akan memiliki dampak yang besar pada perilaku para karyawan, yang berhubungan dengan budaya organisasi. Melalui kata-kata dan perilaku, para senior executive akan menetapkan norma-norma mengenai apakah resiko bisa diterima, seberapa besar kebebasan yang dimiliki, dan berbagai reward lain. Sikap dan kebijakan yang konservatif dari para pimpinan perusahaan, akan membentuk budaya organisasi yang cenderung lebih sukar berubah, sedangkan pada saat sikap para pimpinan perusahaan lebih terbuka pada perubahan, maka akan membuat budaya organisasi yang lebih fleksibel. Perusahaan harus terus menerus membuat kebijakan yang menekankan adanya penghargaan terhadap prinsip-prinsip FAST, dalam pembuatan kompensasi, tunjangan, dan jaminan keselamatan, sehingga para karyawan nyaman dan aman untuk dapat melakukan kegiatan kerja yang focus, accurate, safety, dan timely dalam lingkungan kerja yang mereka miliki, terutama pada setiap staff indoor sebagai penghubung antara


(31)

keputusan pihak management dengan kegiatan kerja yang dilakukan oleh para staff outdoor di lingkungan kerja di lapangan.

Faktor terakhir, adalah sosialisasi, yang dilakukan untuk menjaga budaya Organisasi yang ada dalam lingkungan perusahaan. Sosialisasi dilakukan, supaya setiap karyawan dapat beradaptasi dan ikut melakukan budaya organisasional yang dilakukan bersama-sama. Para karyawan, akan belajar mengenai organisasi melalui hubungan sosial antara karyawan baru dan karyawan lama, yang memastikan terjadinya transmisi budaya organisasi sepanjang waktu (Robbins, 2013). Perusahaan, yaitu PT “X” harus dapat memanfaatkan berbagai kegiatan, situasi yang dilakukan, untuk dapat menekankan adanya prinsip-prinsip FAST

(focus, accurate, safety, dan timely) dan menekankannya kepada para karyawan

terus menerus, setiap saat untuk menjamin adanya keinginan dari diri para karyawan untuk terus menerus melakukannya, dan memastikan para karyawan mengkomunikasikan nilai-nilai ini pada setiap karyawan baru, sehingga terjadi sebuah kesinambungan yang memastikan nilai-nilai FAST tetap hidup dan berkembang dalam diri karyawan.

Dengan demikian, kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:


(32)

(33)

1.6.Asumsi

1. Para staff Indoor di PT ‘X”, kota Cirebon memiliki budaya organisasi yang merupakan makna yang dimiliki bersama tentang organisasi

2. budaya organisasi yang terjadi muncul dalam tujuh dimensi, yaitu innovation and risk taking, attention to detail, outcome orientation, people

orientation, team orientation, aggresiveness, dan stability.

3. Setiap tingkatan budaya organisasi memiliki tingkatan tinggi dan rendah 4. Budaya organisasi yang dimiliki, akan memiliki kesesuaian dengan prinsip

FAST (focus, accurate, safety, dan timely) yang sudah ditetapkan oleh PT “X”, sebagai nilai-nilai utama yang dimiliki oleh PT “X”.


(34)

5.1. KESIMPULAN

Dari hasil pengolahan data di bagian sebelumnya, maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

- Dalam penelitian ini, peneliti menemukan adanya Budaya Organisasi yang memiliki tingkatan persentase tertinggi dari para Staff Indoor di PT “X”, kota Cirebon, yaitu People Orientation, yang merupakan persepsi dimana perusahaan menuntut adanya penghargaan yang besar terhadap rekan kerja, sebagai pribadi yang harus berkembang, Team

Orientation, dimana kegiatan kerja dalam bentuk tim dianggap sebagai

kegiatan yang penting, dan Stability yang menkankan adanya keteraturan dan status quo dalam lingkungan perusahaan.

- Keberadaan ketujuh dimensi dalam Budaya organisasi di perusahaan PT “X”, dimana para responden akan merasa bahwa rekan kerja sebagai peribadi yang harus berkembang (People Orientation), merasa bahwa kegiatan kerja dalam tim merupakan hal yang penting (Team

Orientation), dan berusaha mempertahankan keteraturan dan Status Quo

yang terjadi dalam lingkungan perusahaan (Stability)sebagai dimensi-dimensi yang dominan pada para karyawanan yang diteliti.


(35)

- Peneliti juga menemukan, bahwa ketiga faktor dalam penelitian ini akan medukung budaya organisasi yang muncul pada para responden, yaitu Rekrutmen, Top Management, dan Sosialisasi terjadi dalam lingkungan PT “X”, dan memastikan /memelihara Budaya Organisasi yang terjadi. Keberadaan rekrutmen, akan mendorong terpilihnya orang-orang yang sesuai dengan nilai-nilai perusahaan. Top management akan membuat adanya berbagai peraturan yang mendorong terjadinya keteraturan sesuai dengan nilai-nilai yang dimiliki, dan sosialisasi akan mendorong terjadinya transmisi nilai terus menerus dalam lingkungan kerja.

- Terdapat 50 profil yang ditemukan, yang menggambarkan, bahwa budaya organisasi yang terbentuk di PT ‘X” masih sangat bervariasi. Hal ini dikarenakan adanya penerapan nilai-nilai FAST yang baru ditetapkan, sehingga masih memungkinkan tejadinya perubahan/penyesuaian dari phak karyawan terhadap aktivitas kerja yang dilakukan. Profil-profil yang umum ditemukan menunjukkan adanya dimensi Innovation dan Risk Taking yang tinggi, Attention to

Detail, Outcome Orientation, People Orientation, dan Team

Orientation. Hal ini menggambarkan, bahwa secara umum, buaya

organisasi yang dimiliki oleh para para Karyawan Indoor di PT ‘X”, kota Cirebon sudah memiliki kesinambungan dengan Nilai-nilai FAST

(Focus, Accurate, Safety, dan Timely) yang selama ini ditekankan oleh


(36)

- Peneliti menemukan bahwa ketiga faktor dalam penelitian ini, yaitu Rekrutmen, Top Management, dan Sosialisasi dalam lingkungan PT”X” dan memastikan/memelihara Budaya Organisasi tetap terjadi. Faktor Rekrutmen, Top Management,, dan Sosialisasi, mendukung terbentuk dan terpeliharanya Budaya Organisasi dalam lingkungan PT “X”

5.2. SARAN

5.2.1. Saran Teoretis

- peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat menggunakan sampel yang lebih luas mengingat jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini lebih sedikit dan hanya dikhususkan pada perusahan “X” saja. Dengan jumlah sampel lebih banyak dan dari peusahaan yang beragam, hasil penelitian yang dilakukan dapat digeneralisasikan lebih luas pada para karyawan yang lebih luas, sehingga meningkatkan kemampuan generalisasi dari hasil penelitian

- peneliti selanjutnya disarankan dapat mencari berbagai dukungan teori-teori yaang baru terhadap berbagai hal yang dapat meningkatkan dan mengurangi Budaya Organisasi yang ada dalam lingkungan kerja. Hal ini dilakukan, agar peneliti mendapatkan data penunjang yang lebih kaya, dan dapat menggambarkan keadaan yang riil dihadapi dalam lingkungan kerja sebenarnya

• Peneliti menyarankan pada peneliti selanjutnya untuk dapat menggunakan berbagai metodologi penelitian yang lebih bervariasi, seperti korelasi atai


(37)

kontribusi untuk melihat antara variabel satu dengan variabel lain dalam lingkungan kerja yang diteliti.

5.2.2. Saran Guna Laksana

- Dari hasil penelitian, peneliti dapat menamukan adanya berbagai variasi individual dalam Budaya Organisasi, bahkan adanya profil-profil individual, yang menggambarkan Budaya Organisasi yang dimiliki oleh para responden. Hl ini menggambarkan, Budaya organisasi yang dimiliki oleh para karyawan, masih mengalami proses pembentukan. Karena itu, perusahaan perlu memiliki kepekaan terhadap budaya organisasi yang dimiliki oleh karyawan pada saat ini , dan dapat menyesuaikannya dengan nilai-nilai yang idmiliki oleh perusahaan. Diketahui, pada sebagian besar profil yang ditemukan, didapat Innovation and Risk taking yang Tinggi,

Attention to Detail yang tinggi, Outcome Orientation yang tinggi, People

Orientation yang tinggi, dan Team Orientation yang tinggi. Didapat,

Agressiveness dan Stability yang masih rendah. Hal ini menggambarkan,

bahwa dimensi-dimensi budaya organisasi yang muncul sudah menggambarkan konsep FAST sebagai nilai yang dimiliki oleh perusahaan, sudah menjadi nilai yang dianggap penting juga dan tercermin dalam Budaya Organiasi yang dimiliki oleh karyawan. Oleh karena itu, perlu ada usaha untuk dapat mengembangkan dan memlihara adanya Budaya Organisasi yang sudah terbentuk

- Perusahaan diharapkan dapat mendorong terpeliharanya Budaya Organisasi yang ada dalam lingkungan kerja, dengan memilih sistem


(38)

rekrutmen yang memastikan adanya nilai-nilai yang sesuai, memastikan kebijakan-kebijakan yang diambil dalam organisasi sejalan dengan keinginan dan harapan yang dimiliki, dan melakukan proses sosialisasi dalam menjaga nili-nilai FAST tetap diajarkan dan diterapkan pada seluruh karyawan, baik yang baru maupun telah berkarya lama dalam perusahaan

- Peneliti menyarankan adanya usaha-usaha untuk dapat meningkatkan adanya kegiatan bersama, yang dapat digunakan untuk dapat meningkatkan terjadinya pertukaran ide, konsep, dan nilai-nilai budaya, sehingga terbentuk budaya yang lebih kuat dan sehat dalam lingkungan PT “X”, baik pada karyawan Indoor maupun Outdoor, dengan adanya acara bersama (seperti outing, retreat, atau acara bersama lain), maka diharapkan terjadi hubugan yang lebih erat pada para staff, dengan mendorong adanya situasi yang aman bagi para karyawanan untuk saling bertukar ide, konsep, dan informasi, terutama yang terkait dengan nilai-nilai FAST


(39)

Prentice-Hall

Alvesson, Mat. 2002. Understanding Organizational Culture. London: Sage Publication.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta

Chapman, Elwood N. 1994. Managing Partime Employes. England: Great Britain Gibson, Ivancevich, Donnelly .2000. Organizations. Behaviour, Structure,

Processes.

Tenth Edition. The McGraw – Hill Companies, Inc

Graziano, Antony M. 2010.Research Methods: A process of Inquiry. Mc Graw Hill: New York

Hatch, M.J. 2006. Organization Theory: Modern, symbolic, and postmodern

perspectives. 2nd Ed. Oxford University Press

Robbins, Stephen P.2004. Organizational Behavior - Concepts, Controversies,

Applications. 4th Ed. Prentice Hall: New York

Robbbins dan Judge. 2007. Perilaku Organisasi, Buku 1 dan 2. Jakarta : Salemba Empat

Robbins P. Stephen & Couiter Mary .1999. Management. Sixth Edition. Prentice HallInternational Inc

Santoso, Singgih. 2002. Statistik dengan SPSS. Jakarta : Elex media Komputindo.

Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta


(40)

Nursing Research

Kane-Urrabazo, C. .2006. Management’s role in shaping organizational culture. Journal of Nursing Management


(1)

- Peneliti juga menemukan, bahwa ketiga faktor dalam penelitian ini akan medukung budaya organisasi yang muncul pada para responden, yaitu Rekrutmen, Top Management, dan Sosialisasi terjadi dalam lingkungan PT “X”, dan memastikan /memelihara Budaya Organisasi yang terjadi. Keberadaan rekrutmen, akan mendorong terpilihnya orang-orang yang sesuai dengan nilai-nilai perusahaan. Top management akan membuat adanya berbagai peraturan yang mendorong terjadinya keteraturan sesuai dengan nilai-nilai yang dimiliki, dan sosialisasi akan mendorong terjadinya transmisi nilai terus menerus dalam lingkungan kerja.

- Terdapat 50 profil yang ditemukan, yang menggambarkan, bahwa budaya organisasi yang terbentuk di PT ‘X” masih sangat bervariasi. Hal ini dikarenakan adanya penerapan nilai-nilai FAST yang baru ditetapkan, sehingga masih memungkinkan tejadinya perubahan/penyesuaian dari phak karyawan terhadap aktivitas kerja yang dilakukan. Profil-profil yang umum ditemukan menunjukkan adanya dimensi Innovation dan Risk Taking yang tinggi, Attention to

Detail, Outcome Orientation, People Orientation, dan Team

Orientation. Hal ini menggambarkan, bahwa secara umum, buaya

organisasi yang dimiliki oleh para para Karyawan Indoor di PT ‘X”, kota Cirebon sudah memiliki kesinambungan dengan Nilai-nilai FAST

(Focus, Accurate, Safety, dan Timely) yang selama ini ditekankan oleh


(2)

123

- Peneliti menemukan bahwa ketiga faktor dalam penelitian ini, yaitu Rekrutmen, Top Management, dan Sosialisasi dalam lingkungan PT”X” dan memastikan/memelihara Budaya Organisasi tetap terjadi. Faktor Rekrutmen, Top Management,, dan Sosialisasi, mendukung terbentuk dan terpeliharanya Budaya Organisasi dalam lingkungan PT “X”

5.2. SARAN

5.2.1. Saran Teoretis

- peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat menggunakan sampel yang lebih luas mengingat jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini lebih sedikit dan hanya dikhususkan pada perusahan “X” saja. Dengan jumlah sampel lebih banyak dan dari peusahaan yang beragam, hasil penelitian yang dilakukan dapat digeneralisasikan lebih luas pada para karyawan yang lebih luas, sehingga meningkatkan kemampuan generalisasi dari hasil penelitian

- peneliti selanjutnya disarankan dapat mencari berbagai dukungan teori-teori yaang baru terhadap berbagai hal yang dapat meningkatkan dan mengurangi Budaya Organisasi yang ada dalam lingkungan kerja. Hal ini dilakukan, agar peneliti mendapatkan data penunjang yang lebih kaya, dan dapat menggambarkan keadaan yang riil dihadapi dalam lingkungan kerja sebenarnya

• Peneliti menyarankan pada peneliti selanjutnya untuk dapat menggunakan berbagai metodologi penelitian yang lebih bervariasi, seperti korelasi atai


(3)

kontribusi untuk melihat antara variabel satu dengan variabel lain dalam lingkungan kerja yang diteliti.

5.2.2. Saran Guna Laksana

- Dari hasil penelitian, peneliti dapat menamukan adanya berbagai variasi individual dalam Budaya Organisasi, bahkan adanya profil-profil individual, yang menggambarkan Budaya Organisasi yang dimiliki oleh para responden. Hl ini menggambarkan, Budaya organisasi yang dimiliki oleh para karyawan, masih mengalami proses pembentukan. Karena itu, perusahaan perlu memiliki kepekaan terhadap budaya organisasi yang dimiliki oleh karyawan pada saat ini , dan dapat menyesuaikannya dengan nilai-nilai yang idmiliki oleh perusahaan. Diketahui, pada sebagian besar profil yang ditemukan, didapat Innovation and Risk taking yang Tinggi,

Attention to Detail yang tinggi, Outcome Orientation yang tinggi, People

Orientation yang tinggi, dan Team Orientation yang tinggi. Didapat,

Agressiveness dan Stability yang masih rendah. Hal ini menggambarkan,

bahwa dimensi-dimensi budaya organisasi yang muncul sudah menggambarkan konsep FAST sebagai nilai yang dimiliki oleh perusahaan, sudah menjadi nilai yang dianggap penting juga dan tercermin dalam Budaya Organiasi yang dimiliki oleh karyawan. Oleh karena itu, perlu ada usaha untuk dapat mengembangkan dan memlihara adanya Budaya Organisasi yang sudah terbentuk

- Perusahaan diharapkan dapat mendorong terpeliharanya Budaya Organisasi yang ada dalam lingkungan kerja, dengan memilih sistem


(4)

125

rekrutmen yang memastikan adanya nilai-nilai yang sesuai, memastikan kebijakan-kebijakan yang diambil dalam organisasi sejalan dengan keinginan dan harapan yang dimiliki, dan melakukan proses sosialisasi dalam menjaga nili-nilai FAST tetap diajarkan dan diterapkan pada seluruh karyawan, baik yang baru maupun telah berkarya lama dalam perusahaan

- Peneliti menyarankan adanya usaha-usaha untuk dapat meningkatkan adanya kegiatan bersama, yang dapat digunakan untuk dapat meningkatkan terjadinya pertukaran ide, konsep, dan nilai-nilai budaya, sehingga terbentuk budaya yang lebih kuat dan sehat dalam lingkungan PT “X”, baik pada karyawan Indoor maupun Outdoor, dengan adanya acara bersama (seperti outing, retreat, atau acara bersama lain), maka diharapkan terjadi hubugan yang lebih erat pada para staff, dengan mendorong adanya situasi yang aman bagi para karyawanan untuk saling bertukar ide, konsep, dan informasi, terutama yang terkait dengan nilai-nilai FAST


(5)

Prentice-Hall

Alvesson, Mat. 2002. Understanding Organizational Culture. London: Sage Publication.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta

Chapman, Elwood N. 1994. Managing Partime Employes. England: Great Britain Gibson, Ivancevich, Donnelly .2000. Organizations. Behaviour, Structure,

Processes.

Tenth Edition. The McGraw – Hill Companies, Inc

Graziano, Antony M. 2010.Research Methods: A process of Inquiry. Mc Graw Hill: New York

Hatch, M.J. 2006. Organization Theory: Modern, symbolic, and postmodern

perspectives. 2nd Ed. Oxford University Press

Robbins, Stephen P.2004. Organizational Behavior - Concepts, Controversies,

Applications. 4th Ed. Prentice Hall: New York

Robbbins dan Judge. 2007. Perilaku Organisasi, Buku 1 dan 2. Jakarta : Salemba Empat

Robbins P. Stephen & Couiter Mary .1999. Management. Sixth Edition. Prentice HallInternational Inc

Santoso, Singgih. 2002. Statistik dengan SPSS. Jakarta : Elex media Komputindo.

Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta


(6)

DAFTAR REFERENSI

Clark, S. P.2006. Organizational climate and culture factors. Annual Review of Nursing Research

Kane-Urrabazo, C. .2006. Management’s role in shaping organizational culture. Journal of Nursing Management