Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Vaksinasi Rabies Dalam Pemeliharaan Anjing di Kecamatan Bebandem Kabupaten Karangasem Tahun 2015.

(1)

i TESIS

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

DENGAN PEMBERIAN VAKSINASI RABIES DALAM

PEMELIHARAAN ANJING DI KECAMATAN

BEBANDEM KABUPATEN KARANGASEM

TAHUN 2015

I NYOMAN SUDIATMIKA NIM 1392161021

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015


(2)

ii

TESIS

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

DENGAN PEMBERIAN VAKSINASI RABIES DALAM

PEMELIHARAAN ANJING DI KECAMATAN

BEBANDEM KABUPATEN KARANGASEM

TAHUN 2015

I NYOMA SUDIATMIKA NIM 1392161021

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

iii

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

DENGAN PEMBERIAN VAKSINASI RABIES DALAM

PEMELIHARAAN ANJING DI KECAMATAN

BEBANDEM KABUPATEN KARANGASEM

TAHUN 2015

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Program Pascasarjana Universitas Udayana

I NYOMAN SUDIATMIKA NIM 1392161023

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(4)

iv

LEMBAR PENGESAHAN

Tesis ini telah disetujui Tanggal, 14 Januari 2016

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. dr. D N Wirawan, MPH NIP. 19481010 197702 1 001

Made Pasek Kardiwinata, SKM, M.Kes NIP. 197701012005011001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Program Pasca Sarjana Universitas Udayana

Direktur Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Prof. dr. D.N Wirawan, MPH NIP. 19481010 197702 1 001

Prof. Dr. dr. A.A.Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP.195902151985102001


(5)

v

Tesis ini Telah Diuji dan Dinilai oleh Panitia Penguji pada

Program Pascasarjana Universitas Udayana pada Tanggal 14 Januari 2016

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No : 0300/UN 14.4/HK/2016

Tanggal: 14 Januari 2016.

Panitia Penguji Tesis adalah:

Ketua : Prof. dr. D N Wirawan, MPH

Anggota :

1. Made Pasek Kardiwinata, SKM. M.Kes 2. Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, Msi 3. Dr. Pande Putu Januraga, M. Kes. Dr.PH 4. Dr. drh. I Made Subrata, M. Erg


(6)

vi

SURAT KETERANGAN BEBAS PLAGIAT

NAMA : I Nyoman Sudiatmika

NIM : 1392161023

PROGRAM STUDI : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

JUDUL : FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

DENGAN PEMBERIAN VAKSINASI RABIES DALAM PEMELIHARAAN ANJING DI KECAMATAN BEBANDEM TAHUN 2015

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sangsi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 14 Desember 2015 Yang membuat pernyataan


(7)

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung kerta wara nugraha-Nya, tesis ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. dr. D N Wirawan, MPH, sebagai pembimbing I yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan motivasi. Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Made Pasek Kardiwinata, SKM, M.Kes, sebagai pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis.

Ucapan yang sama pula penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD. KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan kepada penulis sebagai mahasiswa Program Pascasarjana di Universitas Udayana. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH selaku ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana. Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Kordinator Peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan (MPK) Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana dan semua dosen serta staf di Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat. Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, MSi, Dr. Pande Putu Januraga M. Kes. Dr. PH dan Dr. drh I Made Subrata, M. Erg selaku penguji tesis yang telah memberikan masukan dan saran.

Pada kesempatan ini pula penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam dalamnya kepada istri, ibu, ibu bapak mertua dan anak-anak tercinta yang telah mendukung penulis dalam melanjutkan studi di Program Pascasarjana baik


(8)

viii

berupa dukungan moril maupun finansial. Penulis juga menyampaikan terima kasih pada teman teman MIKM angkatan V yang selalu memberikan semangat dan dukungan utamanya teman-teman seperjuangan dari Karangasem.

Semoga Ida sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, serta kepada penulis sekeluarga.

Denpasar, Januari 2015 Penulis,


(9)

ix ABSTRAK

Kasus rabies di Kabupaten Karangasem masih sangat tinggi. Tahun 2012 terdapat 4675 kasus gigitan hewan tersangka rabies, tahun 2013 terdapat 3401 kasus dan 3917 kasus ditahun 2014. Sampai Desember 2015 telah terdapat 4543 kasus gigitan HPR (Hewan Penular Rabies). Di Kecamatan Bebandem terdapat 587 kasus gigitan HPR pada tahun 2012, sebanyak 477 kasus ditahun 2013, 625 kasus tahun 2014 dan 721 kaus tahun 2015, dilaporkan 10 orang meninggal dari tahun 2010 sampai tahun 2015. Tingginya kasus-kasus rabies pada manusia disebabkan belum efektifnya pemberian vaksinasi rabies pada anjing.

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian survei sampel “cross -sectional”. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan (sosio-demografi, pengetahuan, sikap, nilai, persepsi, penyuluhan, jenis fasilitas tempat pelayanan vaksinasi, jarak, himbauan) dengan pemberian vaksinasi rabies anjing di Desa Bebandem dan Buana Giri, Kecamatan Bebandem Tahun 2015. Populasi adalah seluruh pemilik anjing dengan jumlah sampel sebanyak 110 responden yang diambil secara sistematik random sampling. Uji statistik yang digunakan adalah regresi poisson.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai hubungan signifikan dalam pemberian vaksinasi rabies anjing adalah pendapatan (p=0,013), persepsi (p=0,020) dan penyuluhan (p=0,003). Variabel yang tidak memiliki hubungan dalam pemberian vaksinasi rabies anjing adalah pendidikan, pengetahuan dan sikap.

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan kepada Dinas Kesehatan, Dinas Peternakan Kabupaten Karangasem dan Puskesmas Bebandem melakukan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat di Kecamatan Bebandem agar dapat ikut berperan serta dalam program pencegahan penyakit rabies.


(10)

x ABSTRACT

Rabies cases in Karangasem is still high. In 2012 there were 4675 suspected rabies cases, and 3401 cases in 2013. Until December 2014 there were 3917 cases of bites HPR (Hewan Penular Rabies). At Bebandem Sub district there were 587 cases of bites HPR in 2012, 477 cases in 2013, and 625 casee in 2014, 9 person was reported dead in 2010 until 2014. The high cases of rabies in humans are caused not effective rabies vaccination in dogs.

The kind of research is research conducted cross-sectional sample survey. Aiming to explain the factors related (socio-demographic, knowledge, attitudes, values, perceptions, education, type of facility where services vaccinations, distance, appeal ) with the administration of rabies vaccination dogs in the village Bebandem and Buana Giri, District Bebandem 2015. The population were all of dog owners with the samples were 110 respondents and took by a sistematic random sampling. The statistic test was used poisson regression.

The results of research shows that the variables that have a significant relationship in canine rabies vaccination is income (p=0.013), perception (p=0,020) and extension (p=0,001). Variables that have no relation to the dog rabies vaccination is education, knowledge and attitudes.

Based on the results of the research, it is suggested that the Karangasem District Health Office, Karangasem District Cattle-breeding Office and Bebandem Health Centre to do health promotion to improve public knowledge for community at Bebandem Sub district in order to paticipate in rabies prevention program.

Keywords : Vaccination, Rabies.


(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL HALAMAN ……...……….…... i

PERSYARATAN GELAR ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN ………..………... iv

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ..………... v

SURAT KETERANGAN BEBAS PLAGIAT ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

ABSTRAK ... ix

“ABSTRACT” ... x

DAFTAR ISI ………..………... xi

DAFTAR GAMBAR………..………... xiv

DAFTAR TABEL ... ………...………... xv

DAFTAR SINGKATAN………..………... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ……….………. 1

1.1 Latar Belakang ………. 1

1.2 Rumusan Masalah ……… 7

1.3 Tujuan Penelitian ………. 8

1.3.1 Tujuan Umum ………...… ……..……… 8

1.3.2 Tujuan Khusus …………..……… 8

1.4 Manfaat Penelitian ………..………... 8

1.4.1 Manfaat Teoritik ... ………..………... 9

1.4.2 Manfaat Praktis . ………..……… 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ……….………. 10

2.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku ...…………. 10

2.2 Tahap Perubahan Perilaku ... ……. 20

2.3 Perilaku Kesehatan ...……….. 21


(12)

xii

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP HIPOTEIS PENELITIAN 26

3.1 Kerangka Berpikir ………... 26

3.2 Konsep Penelitian ……… 28

3.3 Hipotesis Penelitian ………. 29

BAB IV METODE PENELITIAN...………... 30

4.1 Rancangan Penelitian ………... 30

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ………... 30

4.2.1 Lokasi ………..……. 30

4.2.2 Waktu Penelitian ………..…… 31

4.3 Penentuan Sumber Data ………... 31

4.3.1 Populasi ………..….. 31

4.3.2 Sampel ………..… 31

4.3.3 Besar Sampel ……….... 31

4.4 Variabel Penelitian……… 32

4.5 Definisi Operasional ……… 33

4.6 Instrumen Penelitian ……… 36

4.7 Prosudur Penelitian ……….. 36

4.7.1 Jenis Data Yang di Kumpulkan ……….... 36

4.7.2 Cara Pengumpulan Data ………... 36

4.7.3 Etika Penelitian ...……….. 37

4.8 Tehnik Pengolahan dan Analisa Data ………... 38

4.8.1 Tehik Pengolahan Data………. 38

4.8.2 Analisa Data …. ...……….... 38

4.8.2.1 Analisa Univariat ... 40

4.8.2.2 Analisa Bivariat ... 41

4.8.2.3 Analisa Multivariat ... 41

BAB V HASIL PENELITIAN ... 42

5.1 Distribusi Frekuensi Pemberian Vaksinasi Rabies ... 42

5.2 Karakteristik Responden ... 42

5.3 Distribusi Frekuensi Faktor Predisposisi ... 44


(13)

xiii

5.5 Hubungan antara Karakteristik Responden dengan Pemberian

Pemberian Vaksinasi Rabies Anjing ... 46

5.6 Hubungan antara Faktor Predisposisi dengan Pemberian Vaksiansi Rabies Anjing ... 48

5.7 Hubungan antara Faktor Penguat dengan Pemberian Vaksinasi Rabies Anjing ... 49

5.8 Hasil Analisis Multivariat ... 50

BAB VI PEMBAHASAN ... 52

6.1 Variabel yang Tidak Berhubungan dengan Pemberian Vaksinasi Rabies Anjing ... 53

6.1.1 Variabel Pendidikan ... 53

6.1.2 Variabel Pengetahuan ... 54

6.1.3 Variabel Sikap ... 55

6.2 Variabel yang Berhubungan dengan Pemberian Vaksinasi Rabies Anjing ... 58

6.2.1 Variabel Pendapatan ... 58

6.2.2 Variabel Persepsi ... 59

6.2.3 Variabel Pernah Mengikuti Penyuluhan ... 62

6.3 Keterbatasan Penelitian ... 64

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan ... 66

7.2 Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Precede Proceed Green & Kreuter ... 11 Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 28


(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 4.5 Definisi Operasional ... 33 Tabel 5.2 i Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Desa

Bebandem dan Buana Giri Kecamatan Bebandem Kabupaten Karangasem Tahun 2015 ...

43

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Faktor Predisposisi (Predisposing Factors) ...

44

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Faktor Pemungkin (Enabling Factors) dan Penguat (Reinforcing Factors) ...

45

Tabel 5.5 n Hubungan antara Karakteristik Responden dengan Pemberian Vaksinasi Rabies Anjing ...

46

Tabel 5.6 Hubungan antara Faktor Predisposisi dengan Pemberian Vaksinasi Rabies Anjing ...

48

Tabel 5.7 Hubungan antara Faktor Penguat dengan Pemberian Vaksinasi Rabies Anjing ...

49


(16)

xvi

DAFTAR SINGKATAN

HPR : Hewan Penular Rabies

GHPR : Gigitan Hewan Penular Rabies

KLB : Kejadian Luar Biasa

VAR : Vaksin Anti Rabies

SAR : Serum Anti Rabies

WHO : World Health Organization

Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia BBVet : Balai Besar Veteriner

CFSPH : Center for Food Security & Public Health

P2MPL : Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan - Lingkungan

CI : Convident Inteval

UMK : Upah Minimum Kabupaten

APR : Adjusted Prevalence Ratio


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian Lampiran 2 : Kuesioner Penelitian

Lampiran 3 : Jadwal kegiatan penelitian

Lampiran 4 : Ijin Penelitian dari Badan Penanaman Modal Dan Perijinan Provinsi bali

Lampiran 5 : Rekomendasi Penelitian dari Pemerintah Kabupaten Karangasem

Lampiran 6 : Surat Keterangan Kelaikan Etik

Lampiran 7 : Sampel Frame RT yang memelihara Anjing Lampiran 8 : Hasil Analisis Stata


(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan syaraf pusat hewan berdarah panas disebabkan oleh virus dan dapat menular pada manusia. Penyakit rabies ditularkan oleh virus Lysavirus dari family Rhapdoviridae, dengan Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) melalui saliva seperti anjing, kera, kelelawar dan kucing. Bila penyakit ini menunjukan gejala klinis pada manusia dan hewan maka akan selalu diakhiri dengan kematian, hal ini menimbulkan kecemasan bagi orang yang digigit serta menimbulkan keresahan pada masyarakat. (Depkes RI, 2011)

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa kasus rabies tahun 2009 dan 2010 mengalami peningkatan yang tajam dibanding tahun sebelumnya. Rabies di Asia Tenggara, yang disebabkan oleh gigitan anjing mencapai 90% (Weiss et al., 1998). Sampai tahun 2010, di Asia dan Afrika diperkirakan 55.000 orang meninggal dunia karena serangan virus ini.

Kondisi di Indonesia sepanjang tahun 2010 juga mengalami peningkatan, yaitu terjadi 74.858 kasus GHPR, dan 195 kasus kematian.(Depkes RI, 2010). Sampai tahun 2014, daerah yang dinyatakan tertular rabies adalah 24 provinsi dan 9 provinsi masih dinyatakan sebagai daerah bebas rabies yaitu : DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Papua Barat dan Papua.


(19)

2

Provinsi Banten juga dinyatakan sebagai daerah terjangkit Rabies, setelah terjadi kasus rabies dan dinyatakan sebagai kejadian luar biasa (KLB) pada tahun 2008 di Kabupaten Lebak.

Provinsi Bali merupakan daerah yang secara historis dinyatakan sebagai daerah bebas rabies, tetapi pada akhir September tahun 2008 terjadi kasus rabies pertama kali di Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Pada bulan Oktober tahun 2008 terjadi 4 kasus kematian akibat rabies sehingga sejak itu daerah ini dinyatakan sebagai daerah KLB oleh Pemerintah Propinsi Bali sesuai Peraturan Menteri Pertanian pada tanggal 1 Desember tahun 2008. Hal ini membuktikan bahwa setiap daerah yang telah dinyatakan bebas rabies masih memiliki kemungkinan tertular rabies apabila program pencegahan dan pemberantasan rabies tidak dilakukan secara berkesinambungan.(Soeharsono, 2008)

Kasus gigitan di Provinsi Bali oleh hewan penular rabies masih sangat tinggi, gigitan per bulan rata-rata 4.500 kasus, hal ini disebabkan hewan penular rabies (HPR) pada jenis anjing diperkirakan berjumlah 396.958 ekor yang menyebar pada 8 kabupaten/kota. Jumlah anjing yang sudah divaksinasi sebanyak 326.768 ekor.Tingginya populasi anjing di Propinsi Bali disebabkan umumnya penduduk gemar memelihara anjing karena dapat dijadikan sebagai hewan peliharaan kesayangan, penjaga rumah, kebun/ladang dan ternak. Untuk satu ekor anjing penderita rabies minimal menggigit dua sampai tiga orang per bulan (Putra, 2012). Tahun 2012 kasus gigitan sebanyak 55.836 kasus yang di VAR sebanyak 52.250 kasus, tahun 2013 terjadi kasus gigitan sebanyak 44.690 kasus yang di VAR


(20)

3

sebanyak 37.745 kasus. Pada tahun 2014 kasus gigitan mengalami penurunan menjadi 39.903 kasus yang di VAR sebanyak 33.284 kasus. Serta pada tahun 2015 kasus gigitan mencapai 35.733 kasus yang di VAR 25.016 kasus. Kasus gigitan yang berakhir dengan kematian sebanyak 8 kasus pada tahun 2012, 1 kasus pada tahun 2013, 2 kasus pada tahun 2014 dan 15 kasus tahun 2015.

Usaha-usaha pemerintah dalam rangka penanggulangan rabies di Bali telah dilaksanakan melalui eleminasi, vaksinasi dan penyadaran masyarakat. Namun, sampai sekarang upaya tersebut belum bisa membebaskan Bali dari zoonosis tersebut. Menurut WHO (2005) vaksinasi massal merupakan cara yang paling penting di dalam penanggulangan penyakit rabies. Keberhasilan dari vaksinasi massal tersebut harus mencakup paling tidak 70% total populasi (Bögel et al., 1990; Coleman et al.,1996; Mahardika dkk., 2009; Putra dkk., 2009; Naipospos, 2010).

Upaya yang telah dilaksanakan dalam rangka pencegahan dan pemberantasan rabies oleh Dinas Peternakan adalah dengan melaksanakan vaksinasi pada anjing. Jumlah populasi anjing di Kabupaten Karangasem diperkirakan 34.853 ekor, dan untuk didaerah pedesaan kebanyakan anjing dilepas oleh pemiliknya dan banyak pula anjing-anjing yang berkembangbiak demikian saja tanpa ada pemiliknya (anjing liar). Program vaksinasi pada anjing di Kabupaten Karangasem dimulai sejak tahun 2009 dengan inteval 2 kali setahun.

Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem kasus gigitan anjing pada tahun 2012 sebanyak 4675 kasus, tahun 2013 sebanyak 3401 kasus, tahun 2014 sebanyak 3917 kasus dan tahun 2015 sebanyak 4543 kasus.


(21)

4

Jumlah kejadian rabies pada manusia adalah sebanyak 5 kasus pada tahun 2009, 29 kasus pada tahun 2010, 3 kasus pada tahun 2011, 2 kasus pada tahun 2012, 2 kasus pada tahun 2014 dan 2 kasus tahun 2015. Banyaknya kasus gigitan anjing di Kabupaten Karangasem dan masih adanya kasus-kasus rabies pada manusia, menunjukkan belum efektifnya pemberian vaksin pada anjing di Kabupaten Karangasem. Komitmen pemerintah dalam pengadaan vaksin untuk anjing cukup tinggi tetapi cakupan vaksinasinya masih rendah yaitu baru mencapai 49% pada tahun 2014.

Keberhasilan pengendalian penyakit rabies sangat ditentukan oleh cakupan vaksinasi memadai mencapai di atas 70% (Sugiyama dan Ito, 2007) dan pengendalian populasi anjing. Upaya untuk vaksinasi pada anjing di Kabupaten Karangasem diperkirakan menghadapi banyak kendala, terutama di pedesaan. Sejauh ini belum ada penelitian di Kabupaten Karangasem untuk mengetahui faktor-faktor yang berkaitan dengan pemberian vaksinasi pada anjing, terutama untuk daerah pedesaan dimana kebanyakan anjing dibiarkan terlepas oleh pemiliknya atau anjing yang tanpa pemilik sama sekali.

Dari studi awal yang dilaksanakan di Kecamatan Karangasem pada 20 responden yang diwawancarai dan pernah digigit anjing 90,0% menyatakan digigit oleh anjing liar atau yang diliarkan, dan menyatakan memiliki anjing 14 responden dan 9 responden (64,2%) anjing yang dimiliki diliarkan dan tidak divaksinasi. Hal ini sangat mempengaruhi dalam kesuksesan program pencegahan penyebaran penyakit rabies karena masih banyak masyarakat memelihara anjing dengan cara diliarkan, disisi lain diakui bahwa vaksinasi tidak dapat dengan


(22)

5

mudah memecahkan masalah rabies kecuali dikombinasikan dengan langkah-langkah lain mengenai fungsi otoritas seperti pendaftaran, penghapusan anjing dan pendidikan publik seperti yang disampaikan oleh Ratsitoharina (2009).

Menurut laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem, dari 8 kecamatan yang ada, Kecamatan Bebandem merupakan kecamatan dengan

jumlah kasus rabies yang tinggi dibandingkan dengan kecamatan lainnya, yaitu pada tahun 2012 sebanyak 587 kasus, tahun 2013 sebanyak 477 kasus, tahun 2014 sebanyak 625 kasus dan tahun 2015 sebanyak 721 kasus. Kasus GHPR di Kecamatan Bebandem mengalami peningkatan dan kasus kematian karena rabies paling tinggi yaitu dari tahun 2010 sampai tahun 2015 sebanyak 10 kasus. Pada tahun 2012 dari 587 kasus GHPR baru sebanyak 515 orang (87,7%) yang mendapatkan Vaksin Anti Rabies (VAR). Tahun 2013, dari 477 kasus GHPR, terdapat 415 orang (87%) yang mendapatkan VAR dan tahun 2014 dari 625 kasus GHPR, 565 (90%) yang mendapatkan VAR dan tahun 2015 dari 721 kasus GHPR, 590 (80%) yang mendapatkan VAR. (Dinkes Kabupaten Karangasem, 2015).

Berdasarkan hasil wawancara sebagai survei pendahuluan dengan Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Karangasem, menyatakan bahwa kegiatan pemberantasan rabies seperti vaksinasi, eleminasi, sosialisasi telah aktif dilaksanakan, tetapi dirasakan masih kurangnya tindakan proaktif masyarakat untuk berpartisipasi. Misalnya, dalam kegiatan vaksinasi masih banyak masyarakat yang tidak mau datang memvaksin anjingnya ke posko vaksinasi atau membawa langsung


(23)

6

anjingnya ke Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Karangasem. Demikian juga dengan upaya pemeliharaan anjing yang dibiarkan bebas berkeliaran di daerah pemukiman masyarakat tanpa diikat atau dikandangkan. Hal ini menyebabkan rendahnya cakupan vaksinasi hewan penular rabies.

Menurut teori Precede dan Proceed pada fase diagnosis pendidikan dan organisasi bahwa, individu akan melakukan tindakan pencegahan dipengaruhi oleh faktor-faktor predisposisi, pemberdayaan, dan penguatan. Model ini menjelaskan bahwa keyakinan, sikap dan persepsi yang muncul dalam diri seseorang mempengaruhi tindakan seseorang. Dorongan dari orang lain dan perilaku petugas peternakan menjadi faktor yang memperkuat terjadinya tindakan. Ketersediaan sumber daya yang mendukung dalam suatu pelayanan kesehatan juga akan menjadi faktor pemungkin yang menyebabkan terjadinya suatu tindakan.

Selain persepsi masyarakat yang keliru tentang penyakit rabies, faktor sosiodemografi masyarakat seperti jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pengetahuan tentang penyakit rabies serta sosioekonomi masyarakat sering dihubungkan dengan perilaku pencarian pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Disamping itu kelompok referensi seperti petugas kesehatan, tokoh masyarakat dan informasi dari media masa juga menentukan perilaku seseorang untuk mencari pelayanan kesehatan (Rosenstock, 2000, Notoatmodjo, 2010) Sesuai kondisi di Kecamatan Bebandem tersebut maka peneliti berkeinginan melakukan penelitian dan diharapkan mampu menjelaskan tentang faktor-faktor


(24)

7

yang berhubungan dengan pemberian vaksinasi rabies dalam pemeliharaan anjing di Kecamatan Bebandem Kabupaten Karangasem Tahun 2015.

1.2 Rumusan Masalah

Di Kabupaten Karangasem, perilaku masyarakat dalam memberikan vaksinasi rabies dalam pemeliharaan anjing sebagai upaya pencegahan dan pengendalian penyakit rabies masih sangat rendah ini terbukti dengan masih tingginya kasus positif rabies pada anjing. Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah pada penelitian ini yaitu:

1. Apakah ada hubungan antara faktor sosiodemografi dengan praktek pemberian vaksinasi rabies anjing?

2. Apakah ada hubungan antara faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, persepsi) dengan praktek pemberian vaksinasi rabies anjing?

3. Apakah ada hubungan antara faktor pemungkin (jenis fasilitas pelayanan vaksinasi, jarak pelayanan vaksinasi) dengan praktek pemberian vaksinasi rabies anjing?

4. Apakah ada hubungan antara faktor penguat (himbauan petugas peternakan, himbauan kepala desa/tokoh masyarakat, pernah mengikuti penyuluhan) dengan praktek pemberian vaksinasi rabies anjing?


(25)

8

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian vaksinasi rabies dalam pemeliharaan anjing di Kecamatan Bebandem Kabupaten Karangasem.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pemberian vaksinasi rabies dengan faktor-faktor seperti diuraikan dibawah ini.

1. Sosio-demografi.

2. Predisposisi (pengetahuan, sikap, persepsi).

3. Pemungkin (jenis fasilitas pelayanan vaksinasi, jarak pelayanan vaksinasi).

4. Penguat (himbauan petugas peternakan, himbauan kepala desa/tokoh masyarakat, pernah mengikuti penyuluhan).

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis/Akademik

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan ilmiah bagi penelitian selanjutnya mengenai faktor yang berhubungan dengan pemberian vaksinasi rabies dalam pemeliharaan anjing di Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem tahun 2015.


(26)

9

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi tempat penelitian, sebagai masukan kepada masyarakat di Kecamatan Bebandem dan pemerintah Kabupaten Karangasem mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian vaksinasi rabies dalam pemeliharaan anjing di Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem tahun 2015.

2. Bagi peneliti, menambah pengetahuan dan pengalaman belajar mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian vaksinasi rabies dalam pemeliharaan anjing.

3. Bagi pengambil kebijakan, untuk membantu dalam perencanaan program intervensi pendidikan kesehatan bagi masyarakat agar masyarakat memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku upaya pencegahan dan pengendalian rabies yang baik.

4. Sebagai masukan bagi peneliti lain yang berminat untuk mengembangkan penelitian selanjutnya tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan status pemberian vaksinasi rabies dalam pemeliharaan anjing sebagai upaya pencegahan rabies.


(27)

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut model perubahan perilaku Precede-Proceed dari Lawrence Green dan M. Kreuter (2005), bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh faktor-faktor individu maupun lingkungan, dan karena itu memiliki dua bagian yang berbeda.Pertama PRECEDE (Predisposing, Reinforcing, Enabling, Constructs in,

Educational/Ecological, Diagnosis, Evaluation). Kedua PROCEED (Policy,

Regulatory, Organizational, Constructs in, Educational, Enviromental,

Development). Salah satu yang paling baik untuk perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program promosi kesehatan adalah model Precede- Proceed. Precede bagian dari fase (1-4) berfokus pada perencanaan program, dan bagian Proceed fase (5-8) berfokus pada implementasi dan evaluasi.Delapan fase dari model panduan dalam menciptakan program promosi kesehatan, dimulai dengan hasil yang lebih umum dan pindah ke hasil yang lebih spesifik.Secara bertahap, proses mengarah ke penciptaan sebuah program, pemberian program, dan evaluasi program (Fertman, 2010).


(28)

11

Gambar 2.1 Precede Proceed Green & Kreuter, 2005)

Delapan Fase Procede-Proceed (Fertman, 2010)

Perencanaan suatu program dimulai dari fase pertama yaitu penilaian sosial (social assessment). Pada fase ini peneliti akan mengidentifikasikan indikator derajat kesehatan masyarakat melalui tiga langkah seperti diuraiakan dibawah ini. 1. Self-studi yang dilakukan oleh komunitas/ masyarakat tentang masalah yang dihadapi, aspirasi, sumberdaya yang dimiliki serta hambatan yang dihadapi dalam penyelesaian masalah.

2. Dokumentasi praduga penyebab masalah, kebutuhan dan determinan dari suatu masalah.

3. Pemilihan prioritas masalah atau kebutuhan berdasarkan tingkat kepentingan, asumsi perubahan dan formulasi goal dan objective yang terukur. HEALTH PROMOTION Health Education Environment Reinforcing Factors Enabling Factors Predisposing Factors Behaviour and Life Style Policy Regulation Organizatin Quality of Life Health


(29)

12

Pada fase penilaian epidemiologi, perilaku dan lingkungan (epidemiologi, behavior and environmental assessment) terdiri dari dua langkah. Langkah pertama yaitu melihat tingkat kemaknaan dari suatu masalah kesehatan melalui data epidemiologi. Langkah kedua yaitu mengidetifikasi faktor etiologikal atau determinan kesehatan yang terdapat didalam genetik, pola perilaku serta keadaan lingkungan di populasi yang terhubung dengan prioritas kesehatan yang telah diidentifikasi pada langkah pertama dan juga pada fase penilaian sosial (social assessment).

Pada fase ketiga penilaian edukasi dan ekologi (educational and ecological assessment), faktor-faktor yang memiliki potensi untuk mempengaruhi determinan perilaku dan lingkungan dikelompokkan menurut impactnya. Tiga kelompok utama dari tipe impact tersebut adalah: faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat.

a. Faktor predisposisi (Predisposing Factors) yaitu faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu.Merupakan anteseden dari perilaku yang menggambarkan rasional atau motivasi melakukan suatu tindakan, nilai dan kebutuhan yang dirasakan, berhubungan dengan motivasi individu atau kelompok untuk bertindak. Mereka sebagian besar berada dalam domain psikologi. Secara umum,dapat dikatakan faktor predisposisi sebagai pertimbangan-pertimbangan personal dari suatu individu atau kelompok yang mempengaruhi terjadinya suatu perilaku. Pertimbangan tersebut dapat mendukung atau menghambat terjadinya perilaku. Yang termasuk dalam kelompok faktor predisposisi adalah pengetahuan, sikap, nilai-nilai budaya,


(30)

13

persepsi,beberapa karakteristik individu, misalnya umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pekerjaan.

1.Persepsi

Menurut Schiffman (1994) persepsi adalah sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang (individu) untuk menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan stimuli menjadi sesuatu yang berarti dan gambaran yang logis. Persepsi adalah identifikasi dan interpretasi awal dari suatu stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra. (Gail Stuard,2006)

Berdasarkan pengertian persepsi tersebut maka pengertian persepsi secara umum adalah proses menerima, mengatur dan menginterpretasikan stimulus menjadi suatu gambaran yang logis dan menjadi sesuatu yang berarti. Menurut Ma’art (1992), persepsi merupakan hasil proses pengamatan seseorang yang berasal dari komponen kognitif yang dipengaruhi oleh pengalaman, proses belajar, pengetahuan, pendidikan dan sosial budaya. Fisher B. A dan Katherine L. Adams (1994) menyatakan persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita sehingga proses tersebut mempengaruhi perilaku kita. Menurut Kenneth K. S dan Edward M. B (1975), persepsi adalah suatu sarana yang memungkinkan kita memperoleh kesadaran akan sekeliling dan lingkungan kita. Menurut DeVito Joseph A (1997), persepsi adalah proses yang mana kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indra seseorang.


(31)

14

Faktor yang berperan dalam pembentukan persepsi adalah pengetahuan, afektif, kepribadian dan budaya yang dimiliki seseorang yang berasal dari kenyataan yang ada di lingkungannya (Pritchard, 1986).

Keyakinan adalah suatu bagian dari faktor predisposisi atau sering disebut sebagai faktor yang berkaitan dengan motivasi seseorang atau kelompok untuk melakukan segala tindakan, berdasar asumsi-asumsi tentang perubahan perilaku.

1. Orang harus mempercayai bahwa kesehatan dirinya terancam. Untuk penyakit yang tanpa gejala seperti hipertensi atau kanker stadium awal, orang harus percaya bahwa dirinya dapat terkena dan tidak merasakan gejalanya.

2. Orang harus meyakini keseriusan kondisi yang akan terjadi akibat sakit atau ketidaknyamanan yang dideritanya.

3. Dalam menilai keadaan, orang harus mempercayai bahwa keuntungan yang berawal dari perilaku yang diharapkan menimbulkan biaya dan ketidaknyamanan, tetapi masih mungkin untuk dilakukan.

4. Harus ada tanda atau sesuatu yang mempercepat orang tersebut merasa perlu untuk segera melakukan tindakan.

2.Faktor Umur

Usia adalah umur individu yang terhitung saat lahir sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang lebih matang dalam berpikir dan bekerja (wawan dan Dewi, 2011). Menurut Trisnantoro (2004), faktor umur sangat mempengaruhi permintaan


(32)

15

konsumen terhadap pelayanan kesehatan preventif dan kuratif. Fenomena ini terlihat pada pola demigrafi di negara-negara maju yang berubah menjadi masyarakat tua.

3. Faktor Pendidikan

Menurut Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa permintaan konsumen dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan berhubungan dengan pendidikan dan perilaku masyarakat. Rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit, dapat mengakibatkan penyakit-penyakit yang terjadi dalam masyarakat sering sulit terdeteksi. Bahkan kadang-kadang masyarakat sulit atau tidak mau diperiksa dan diobati penyakitnya. Pendidikan kesehatan sangat diperlukan pada tahap ini dan sekolah merupakan sarana yang baik bagi pendidikan kesehatan serta merupakan perpanjangan tangan pendidikan kesehatan bagi keluarga. Oleh karena itu lingkungan sekolah, baik lingkungan fisik atau lingkungan sosial yang sehat, akan sangat mempengaruhi terhadap perilaku sehat seseorang. Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak juga pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.

4. Faktor Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seorang terhadap suatu objek. Penginderaan terjadi melalui panca indera dan sebagian besar pengetahuan


(33)

16

manusia diperoleh melalui pendengaran dan penglihatan. Pengetahuan yang di miliki oleh individu merupakan salah satu faktor yang menentukan untuk mencari dan meminta upaya pelayanan kesehatan. Dinyatakan pula bahwa semakin tinggi pengetahuan individu tentang akibat yang ditimbulkan oleh suatu penyakit, maka makin tinggi mupaya pencegahan yang dilakukan. Pengetahuan pemilik anjing merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilakunya. Pengetahuan sangat erat hubungannnya dengan pendidikan, dimana dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut makin luas pula pengetahuannya (Wawan dan Dewi, 2011). Pengetahuan mengenai cara pencegahan dan pemberantasan rabies dapat diperoleh dari informasi yang diperoleh baik dari media televisi, media cetak dan sosialisasi oleh dinas terkait. Pengetahuan yang diperoleh pemilik anjing pada umumnya diperoleh dari proses melihat dan mendengar. Penelitian Jeany Ch. Wattimena di Kota Ambon (2010) bahwa pengetahuan yang kurang mengenai perawatan anjing dan praktek yang buruk menjadi faktor risiko rabies pada anjing Hal ini mungkin disebabkan karena responden kurang mengetahui benar tentang cara pemeliharaan anjing yang baik serta upaya pencegahan dan pemberantasan rabies. Sebuah penelitian yang dilakukan Malahayati (2009) bahwa pengetahuan tidak berpengaruh terhadap partisipasi dalam pencegahan rabies

5. Faktor Pekerjaan

Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarganya. Pekerjaan bukanlah


(34)

17

sumber kesenangan akan tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, menyita waktu, berulang dan banyak tantangan. 6. Faktor Pendapatan

Biasanya sering dilakukan untuk menilai hubungan antara tingkat pendapatan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun upaya pencegahan. Seseorang mungkin tidak menjaga kualitas kesehatannya karena keterbatasan biaya. Pola hubungan yang biasa terjadi, semakin tinggi penghasilan seseorang maka semakin tinggi pula upaya pencegahan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan.

b. Faktor pemungkin (Enabling Factors)) yaitu faktor yang memungkinkan untuk terjadinya perilaku tertentu atau menungkinkan suatu motivasi direalisasikan. Yang termasuk dalam kelompok faktor pemungkin tersebut, adalah :

1. Ketersediaan pelayanan kesehatan

2. Aksesibilitas dan kemudahan pelayanan kesehatan baik dari segi jarak maupun biaya dansosial.

3. Adanya peraturan-peraturan dan komitmen masyarakat dalam menunjang perilaku tertentu tersebut.

Faktor pemungkin, seringkali merupakan kondisi dari lingkungan, memfasilitasi dilakukannya suatu tindakan oleh individu atau organisasi. Juga termasuk kondisi yang berlaku sebagai hambatan dari tindakan itu, seperti ketiadaan sarana transportasi yang menghambat partisipasi seseorang dalam program kesehatan. Faktor pemungkin juga meliputi ketrampilan baru yang diperlukan seseorang, organisasi atau masyarakat untuk membuat suatu


(35)

18

perubahan perilaku atau lingkungan. Faktor pemungkin menjadi target antara dari intervensi program pada masyarakat atau organisasi. Terdiri dari sumber daya dan ketrampilan baru untuk membuat suatu tindakan kesehatan dan tindakan organisasi yang dibutuhkan untuk merubah lingkungan. Sumber daya berupa organisasi dan aksesibilitas fasilitas pelayanan kesehatan, petugas, sekolah, klinik penjangkauan atau sumber daya sejenis. Ketrampilan dalam pengaruhnya terhadap masyarakat, seperti melalui perubahan organisasi dan kegiatan sosial, dapat memungkinkan tindakan untuk secara langsung mempengaruhi lingkungan fisik atau lingkungan pelayanan kesehatan.

c. Faktor penguat (Reinforcing Factors)) yaitu faktor yang memperkuat (atau kadang-kadang justru dapat memperlunak) untuk terjadinya perilaku tersebut. Merupakan faktor yang memperkuat suatu perilaku dengan memberikan penghargaan secara terus menerus pada perilaku dan berperan pada terjadinya pengulangan. Faktor penguat merupakan konsekuensi dari tindakan yang menentukan apakah pelaku menerima umpan balik positif dan akan mendapat dukungan sosial. Kelompok faktor penguat meliputi pendapat, dukungan sosial, pengaruh teman, kritik baik dari teman-teman sekerja atau lingkungan bahkan juga saran dan umpan balik dari petugas kesehatan. Faktor ini juga meliputi konsekuensi fisik dari perilaku, yang mungkin terpisah dari konteks sosial. Sebagai contoh adalah perasaan nyaman (atau sakit) yang disebabkan oleh latihan fisik. Keuntungan sosial (contoh:pengakuan dari orang lain), keuntungan fisik (contoh: kenyamanan),penghargaan yang dapat diukur (contoh: keuntungan ekonomi, bebas biaya), dan penghargaan imajinatif


(36)

19

(contoh: penghormatan dari orang lain, hubungan dengan orang terhormat yang mempunyai perilaku yang sama) semuanya memperkuat perilaku. Faktor penguat juga meliputi konsekuensi yang berlawanan atau hukuman, yang dapat membawa pada perilaku yang positif. Beberapa faktor penguat yang memberikan penguatan sosial dapat menjadi faktor pemungkin jika berubah menjadi dukungan sosial, seperti bantuan keuangan atau bantuan transport. Penguatan dapat bersifat imajinatif, seperti meniru suatu perilaku sesudah tertarik dengan seseorang dalam suatu iklan televisi yang terlihat sangat menikmati perilaku tersebut. Penguatan bersifat positif atau sebaliknya tergantung pada sikap dan perilaku orang-orang yang terkait, dan beberapa diantaranya mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap perilaku. Dukungan sosial atau masyarakat dapat mendorong tindakan individu untuk bekerja sama atau bergabung dengan kelompok yang membuat perubahan. Dukungan tersebut dapat berasal dari anggota masyarakat, petugas kesehatan dan praktisi promosi kesehatan.

Jika dihubungkan dengan penelitian ini maka lebih dititik beratkan pada fase ketiga yaitu penilaian edukasi dan ekologi (educational and ecological assessment) merupakan salah satu langkah kritis dalam proses perencanaan program. Proses ini akan menuntun sebuah program untuk menemukan deskripsi spesifik dari tujuan suatu program, yang nantinya akan memberikan informasi tentang pemilihan intervensi yang dilakukan dan mengembangkan pengukuran evaluasi. Dari teori Precede dan Proceed diketahui bahwa salah satu cara untukmengubah perilaku adalah dengan melakukan intervensi terhadap faktor


(37)

20

predisposisi yaitu mengubah pengetahuan, sikap dan persepsi terhadap masalah kesehatan melalui kegiatan pendidikan kesehatan.

2.2 Tahap Perubahan Perilaku

Teori perbahan perilaku yang sering dipakai adalah teori adopsi inovasi dari Roger dan Shoemakercit Notoatmodjo (2003, menyatakan bahwa proses adopsi melalui lima tahap yaitu awareness, interest, evaluation, trial dan adoption. Tahap awareness merupakan tahapan seseorang mengetahui/menyadari tentang adanya ide baru, tahap interest adalah tahap menaruh perhatian terhadap ide baru tersebut. Tahap trial yaitu tahap saat seseorang mulai mencoba memakainya. Tahap terakhir adalah tahap adoption, bila orang tersebut tertarik maka ia akan menerima ide baru tersebut. Tahap adopsi ini tidak akan berarti setelah suati inovasi diterima atau ditolak, situasi ini akan dapat berubah akobat pengaruh lingkungan. Tidak semua orang mempunyai kecepatan yang sama dalam mengadopsi sesuatu yang baru. Di dalam masyarakat ada yang cepat menerima sesuatu yang baru dan ada yang sukar menerima sesuatu yang baru tersebut. Oleh karena itu dalam upaya merubah perilaku masyarakat tentang pencegahan dan penanggulangan penyakit rabies diperlukan waktu yang lama.

Sedangkan tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena ada emapt alasan pokok yaitu : 1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling), yaitu dalam bentuk

pengetahuan, persepsi, sikap dan penilaian seseorang terhadap obyek (dalam hal ini adalah obyek kesehatan).


(38)

21

2. Orang penting sebagai referensi.

Perilaku seseorang lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting. Apabila orang tersebut penting untuknya maka apa yang dia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh.

3. Sumber daya (resources)

Sumber daya disini mencakup fasilitas-fasilitas, uang, waktu, tenaga dan sebagainya. Semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau kelompok masyarakat.

4. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan, selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku ini.

Dari alasan diatas dapat dilihat bahwa banyak alasan seseorang untuk berperilaku. Oleh karena itu perilaku yang sama dari beberapa orang yang sama dapat disebabkan oleh sebab atau latar belakang yang berbeda (Notoatmodjo, 2010).

2.3 Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit penyakit, sistem pelayanan kesehatan, lingkungan dan sebagainya (Notoatmodjo 2010). Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu :


(39)

22

2.3.1 Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)

Usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan upaya penyembuhan bilamana sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari 3 aspek.

a. Perilaku pencegahan dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.

b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat sehingga dapat mencapai tingkat kesehatan yang optimal.

c. Perilaku gizi makanan dan minuman dapat memelihara dan meningkatan kesehatan tetapi dapat juga menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang bahkan dapat mendatangkan penyakit.

2.3.2 Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, (health sekiing behavior).

Perilaku yang menyangkut tindakan seseorang saat sakit/kecelakaan, mulai dari mengobati diri sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan keluar negeri. 2.3.3 Perilaku kesehatan lingkungan

Bagaimana seseorang merespon lingkungan baik fisik, sosial, budaya, dan sebagainya agar tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga dan masyarakat.


(40)

23

2.4 Perubahan Perilaku

2.4.1 Bentuk Perubahan Perilaku

Bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan konsep yang digunakan oleh para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku. Menurut WHO dalam Notoatmodjo (2007), perubahan perilaku itu dikelompokkan menjadi tiga:

a. Perubahan alamiah (Natural Change)

Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat di dalamnya juga akan mengalami perubahan.

b. Perubahan terencana (Planned Change)

Perubahan ini terjadi karena direncanakan sendiri oleh subjek. Misalnya, seseorang perokok berat yang pada suatu saat terserang batuk yang sangat mengganggu, ia memutuskan untuk mengurangi rokok sedikit demi sedikit, dan akhirnya berhenti merokok sama sekali.

c. Kesediaan untuk berubah (Readiness to Change)

Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut (berubah perilakunya), dan sebagian orang lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah (readiness to change) yang berbeda-beda.


(41)

24

Setiap orang di dalam masyarakat mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda meskipun kondisinya sama.

2.4.2. Strategi Perubahan Perilaku

Menurut WHO dalam Notoatmodjo (2007), strategi untuk memperoleh perubahan perilaku dikelompokkan 3 kelompok yaitu:

a. Memberikan kekuatan/kekuasaan atau dorongan

Dalam hal ini perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran atau masyarakat sehingga ia mau melakukan (berperilaku) seperti yang diharapkan. Cara ini dapat ditempuh misalnya dengan adanya peraturan-peraturan/perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh anggota masyarakat. Cara ini akan menghasilkan perilaku yang cepat, akan tetapi perubahan tersebut belum tentu akan berlangsung lama karena perubahan perilaku yang terjadi tidak atau belum didasari oleh kesadaran sendiri. b. Pemberian infomasi

Dengan memberikan informasi-informasi tentang cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit, dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Selanjutnya dengan pengetahuan-pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka, dan akhirnya menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

c. Diskusi Partisipasi

Cara ini adalah sebagai peningkatan cara kedua yang dalam memberikan informasi tentang kesehatan tidak bersifat searah saja, tetapi dua arah.


(42)

25

Hal ini berarti bahwa masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga harus aktif berpartisipasi melalui diskusi-diskusi tentang informasi yang diterimanya. Dengan demikian maka pengetahuan kesehatan sebagai dasar perilaku akan mereka peroleh dengan lebih mendalam. Diskusi partisipasi adalah satu cara yang baik dalam rangka memberikan informasi-informasi dan pesan-pesan kesehatan.


(1)

predisposisi yaitu mengubah pengetahuan, sikap dan persepsi terhadap masalah kesehatan melalui kegiatan pendidikan kesehatan.

2.2 Tahap Perubahan Perilaku

Teori perbahan perilaku yang sering dipakai adalah teori adopsi inovasi dari Roger dan Shoemakercit Notoatmodjo (2003, menyatakan bahwa proses adopsi melalui lima tahap yaitu awareness, interest, evaluation, trial dan adoption. Tahap awareness merupakan tahapan seseorang mengetahui/menyadari tentang adanya ide baru, tahap interest adalah tahap menaruh perhatian terhadap ide baru tersebut. Tahap trial yaitu tahap saat seseorang mulai mencoba memakainya. Tahap terakhir adalah tahap adoption, bila orang tersebut tertarik maka ia akan menerima ide baru tersebut. Tahap adopsi ini tidak akan berarti setelah suati inovasi diterima atau ditolak, situasi ini akan dapat berubah akobat pengaruh lingkungan. Tidak semua orang mempunyai kecepatan yang sama dalam mengadopsi sesuatu yang baru. Di dalam masyarakat ada yang cepat menerima sesuatu yang baru dan ada yang sukar menerima sesuatu yang baru tersebut. Oleh karena itu dalam upaya merubah perilaku masyarakat tentang pencegahan dan penanggulangan penyakit rabies diperlukan waktu yang lama.

Sedangkan tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena ada emapt alasan pokok yaitu : 1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling), yaitu dalam bentuk

pengetahuan, persepsi, sikap dan penilaian seseorang terhadap obyek (dalam hal ini adalah obyek kesehatan).


(2)

2. Orang penting sebagai referensi.

Perilaku seseorang lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting. Apabila orang tersebut penting untuknya maka apa yang dia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh.

3. Sumber daya (resources)

Sumber daya disini mencakup fasilitas-fasilitas, uang, waktu, tenaga dan sebagainya. Semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau kelompok masyarakat.

4. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan, selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku ini.

Dari alasan diatas dapat dilihat bahwa banyak alasan seseorang untuk berperilaku. Oleh karena itu perilaku yang sama dari beberapa orang yang sama dapat disebabkan oleh sebab atau latar belakang yang berbeda (Notoatmodjo, 2010).

2.3 Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit penyakit, sistem pelayanan kesehatan, lingkungan dan sebagainya (Notoatmodjo 2010). Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu :


(3)

2.3.1 Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)

Usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan upaya penyembuhan bilamana sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari 3 aspek.

a. Perilaku pencegahan dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.

b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat sehingga dapat mencapai tingkat kesehatan yang optimal.

c. Perilaku gizi makanan dan minuman dapat memelihara dan meningkatan kesehatan tetapi dapat juga menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang bahkan dapat mendatangkan penyakit.

2.3.2 Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, (health sekiing behavior).

Perilaku yang menyangkut tindakan seseorang saat sakit/kecelakaan, mulai dari mengobati diri sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan keluar negeri. 2.3.3 Perilaku kesehatan lingkungan

Bagaimana seseorang merespon lingkungan baik fisik, sosial, budaya, dan sebagainya agar tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga dan masyarakat.


(4)

2.4 Perubahan Perilaku

2.4.1 Bentuk Perubahan Perilaku

Bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan konsep yang digunakan oleh para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku. Menurut WHO dalam Notoatmodjo (2007), perubahan perilaku itu dikelompokkan menjadi tiga:

a. Perubahan alamiah (Natural Change)

Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat di dalamnya juga akan mengalami perubahan.

b. Perubahan terencana (Planned Change)

Perubahan ini terjadi karena direncanakan sendiri oleh subjek. Misalnya, seseorang perokok berat yang pada suatu saat terserang batuk yang sangat mengganggu, ia memutuskan untuk mengurangi rokok sedikit demi sedikit, dan akhirnya berhenti merokok sama sekali.

c. Kesediaan untuk berubah (Readiness to Change)

Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut (berubah perilakunya), dan sebagian orang lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah (readiness to change) yang berbeda-beda.


(5)

Setiap orang di dalam masyarakat mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda meskipun kondisinya sama.

2.4.2. Strategi Perubahan Perilaku

Menurut WHO dalam Notoatmodjo (2007), strategi untuk memperoleh perubahan perilaku dikelompokkan 3 kelompok yaitu:

a. Memberikan kekuatan/kekuasaan atau dorongan

Dalam hal ini perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran atau masyarakat sehingga ia mau melakukan (berperilaku) seperti yang diharapkan. Cara ini dapat ditempuh misalnya dengan adanya peraturan-peraturan/perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh anggota masyarakat. Cara ini akan menghasilkan perilaku yang cepat, akan tetapi perubahan tersebut belum tentu akan berlangsung lama karena perubahan perilaku yang terjadi tidak atau belum didasari oleh kesadaran sendiri. b. Pemberian infomasi

Dengan memberikan informasi-informasi tentang cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit, dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Selanjutnya dengan pengetahuan-pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka, dan akhirnya menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

c. Diskusi Partisipasi

Cara ini adalah sebagai peningkatan cara kedua yang dalam memberikan informasi tentang kesehatan tidak bersifat searah saja, tetapi dua arah.


(6)

Hal ini berarti bahwa masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga harus aktif berpartisipasi melalui diskusi-diskusi tentang informasi yang diterimanya. Dengan demikian maka pengetahuan kesehatan sebagai dasar perilaku akan mereka peroleh dengan lebih mendalam. Diskusi partisipasi adalah satu cara yang baik dalam rangka memberikan informasi-informasi dan pesan-pesan kesehatan.


Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian ASI Eksklusif di Desa Pangirkiran Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2015

8 92 117

Hubungan Faktor Internal Dan Eksternal Pemilik Anjing Dengan Pemeliharaan Anjing Dalam Upaya Mencegah Rabies Di Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi

0 38 208

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN VAKSIN RABIES PADA ANJING PELIHARAAN DI DESA YEH EMBANG KECAMATAN MENDOYO KABUPATEN JEMBRANA

0 5 22

Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Vaksin Rabies Pada Anjing Peliharaan Di Desa Yeh Embang Kecamatan Mendoyo Kabupaten Jembrana

1 3 22

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KECAMATAN KARANGMALANG KABUPATEN SRAGEN

0 6 12

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KECAMATAN KARANGMALANG FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KECAMATAN KARANGMALANG KABUPATEN SRAGEN.

0 1 16

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINDAKAN PEMILIK DALAM PEMELIHARAAN ANJING SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN RABIES DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAUH KOTA PADANG TAHUN 2012.

0 1 15

Faktor Risiko Pengetahuan, Sikap dan Praktik Pemeliharaan Anjing yang Berhubungan dengan Kejadian Rabies pada Anjing Tahun 2006 (Studi Kasus di Laboratorium Kesehatan Hewan Tipe B Ambon) - UDiNus Repository

0 0 2

TAP.COM - FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU ... 9801 22014 1 SM

0 1 13

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Adopsi Pupuk Bioorganik Di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri

0 0 81