Hubungan Faktor Internal Dan Eksternal Pemilik Anjing Dengan Pemeliharaan Anjing Dalam Upaya Mencegah Rabies Di Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi

(1)

HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL

PEMILIK ANJING DENGAN PEMELIHARAAN

ANJING DALAM UPAYA MENCEGAH

RABIES DI KECAMATAN SUMBUL

KABUPATEN DAIRI

T E S I S

Oleh

OCTAVIA R. R. MARPAUNG

057023013/ IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL

PEMILIK ANJING DENGAN PEMELIHARAAN

ANJING DALAM UPAYA MENCEGAH

RABIES DI KECAMATAN SUMBUL

KABUPATEN DAIRI

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

OCTAVIA R. R. MARPAUNG

057023013/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL PEMILIK ANJING DENGAN PEMELIHARAAN ANJING DALAM UPAYA MENCEGAH RABIES DI KECAMATAN SUMBUL KABUPATEN DAIRI

Nama Mahasiswa : Octavia R. R. Marpaung Nomor Induk Mahasiswa : 057023013

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/ Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Aznan Lelo, Ph.D, Sp.FK) (drh. Rasmaliah, M.Kes) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S) (dr. Ria Masniari Lubis, M.Si)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 10 Nopember 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Aznan Lelo, Ph.D, Sp.FK Anggota : 1. drh. Rasmaliah, M.Kes

2. Drs.Tukiman, M.K.M 3. drh. Hiswani, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL

PEMILIK ANJING DENGAN PEMELIHARAAN

ANJING DALAM UPAYA MENCEGAH

RABIES DI KECAMATAN SUMBUL

KABUPATEN DAIRI

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 10 Nopember 2009

Octavia R. R. Marpaung 057023013/ IKM


(6)

ABSTRAK

Kabupaten Dairi merupakan daerah endemis rabies di Propinsi Sumatera Utara. Kecamatan Sumbul adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Dairi yang sering melaporkan adanya kasus gigitan hewan tersangka rabies. Pada tahun 2006 dilaporkan kasus gigitan anjing sebanyak 35 kasus dan satu kasus kematian pada manusia. Kasus gigitan anjing pada tahun 2007 sebanyak 30 kasus dan satu kasus kematian pada manusia. Tahun 2008 dilaporkan kasus gigitan anjing sebanyak 15 kasus dan dua kasus kematian pada manusia.

Penelitian dilakukan di Kecamatan Sumbul dengan tujuan untuk menganalisis hubungan faktor internal dan eksternal pemilik anjing dengan pemeliharaan anjing dalam upaya mencegah rabies. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan populasi sebanyak 1025 pemilik anjing dan besar sampel sebanyak 96 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan uji statistik chi- square dan regresi logistik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi pemilik anjing yang pemeliharaan anjingnya kurang baik sebesar 69,8%. Hasil uji chi-square menunjukkan terdapat 6 variabel yang berhubungan secara signifikan dengan p< 0,05 yaitu variabel pendidikan (p=0,022), pengetahuan (p=0,001), sikap (p=0,039), ketersediaan sarana vaksinasi (p=0,000), anjuran petugas peternakan (p=0,014) dan keterpaparan media penyuluhan (p=0,000). Hasil uji regresi logistik menunjukkan dua variabel yang berpengaruh dengan p < 0,005 yaitu pengetahuan (p= 0,002) dan ketersediaan sarana vaksinasi rabies (p= 0,000).

Disarankan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Dairi dan Dinas Pertanian Kabupaten Dairi untuk: 1) mengupayakan dukungan dana dan sarana untuk kegiatan vaksinasi rabies serta penyebarluasan informasi, 2) memasukkan materi promosi kesehatan melalui jalur Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) di sekolah dasar mengenai tindakan pencegahan rabies untuk menanamkan pengetahuan tentang penyakit rabies, 3) promosi kesehatan melalui penyuluhan oleh petugas dinas peternakan dengan peningkatan frekuensi dalam kegiatan penyebarluasan informasi tentang rabies melalui poster dan siaran radio lokal.


(7)

ABSTRACT

Dairi District is the endemic rabies in the Province of North Sumatera. Sumbul is one of the sub-district in Dairi where the cases of dog biting identified rabies are still often reported. In 2006, there were 35 cases of dog biting and 1 case of human death. In 2007, there were 30 cases of dog biting and 1 case of human death. In 2008, there were 15 cases of dog biting and 2 cases of human death.

This research was carried out in Sumbul district. It’s aimed to analyze the relationship of internal factors and external factors of the dog owners with looking after dog for prevention rabies. This research used a cross-sectional design with population were 1025 dog owners and sample were 96 respondents. The data were collected by using questionnaire. The data obtained were analyzed through chi-square test and logistic regression methods.

The result showed that the total of dog owner who look after the dog carelessly were 69.8%. The result of chi-square statistic test showed that there were six variables had significant relationship such as : education (p = 0.022), knowledge (p = 0.001), attitude (p = 0.039), the availability rabies vaccination (p = 0.000), the advice of animal husbandry officer (p = 0.014), and the statement of information media (p = 0.000). Based on logistic regression, it was found that 2 variables had significant influence with p < 0.005, were knowledge ( p=0.002) and the availability rabies vaccination (p=0.000).

It is suggested that the local government of Dairi District and Dairi Agriculture Office: 1) to efforts supported fund and facility rabies vaccination with dissemination of information, 2) including health promotion through School Health Programs at Primary School about the management of prevention rabies for increasing the knowledge about rabies, 3) the animal husbandry officers should increase health promotion about rabies by poster and local radio.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat

dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul "Hubungan Faktor Internal dan Eksternal Pemilik Anjing dengan Pemeliharaan Anjing dalam upaya Mencegah Rabies di Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi ".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat

Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih dan penghargaan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. dr.

Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K).

Selanjutnya kepada dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku Dekan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Dr. Drs. Surya Utama, M.S

selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan juga kepada Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si

selaku sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan


(9)

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. dr. Aznan Lelo, Ph.D, Sp.FK

selaku ketua komisi pembimbing dan drh. Rasmaliah, M.Kes selaku anggota komisi

pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan

dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga

penulisan tesis selesai.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Drs. Tukiman, M.K.M dan drh.

Hiswani, M.Kes selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran

membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis

hingga penulisan tesis selesai.

Terima kasih kepada para dosen pengajar dan staf di lingkungan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, khususnya pada Program Studi

S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan

Komunitas/Epidemiologi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir. M. Tinambunan selaku Kepala

Dinas Pertanian Kabupaten Dairi yang telah memberikan izin bagi peneliti

melakukan penelitian di wilayah kerja Dinas Pertanian Kabupaten Dairi dan kepada

Ir. Sardin J.F Purba selaku Kepala Bidang Peternakan Dinas Pertanian Kabupaten

Dairi yang memberi banyak dukungan dalam penelitian ini.

Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Nenny Sianturi selaku Kepala

Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi yang telah memberikan banyak masukan dalam


(10)

Sumbul Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi yang telah memberikan banyak

dukungan dalam pelaksanaan penelitian ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Anshari, S.K.M selaku Kepala

Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular

(BTKL-PPM) yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan tesis ini.

Terima kasih penulis ucapkan kepada rekan sejawat di BTKL-PPM Medan,

khususnya Basaria Hutabarat S.K.M, M.Kes dan Rumanti Siahaan S.K.M, M.Kes

yang telah memberikan banyak dukungan dalam proses penyusunan tesis ini.

Melalui kesempatan ini, dengan kerendahan hati penulis khusus

menyampaikan terima kasih kepada Ayahanda Drs.T.D Marpaung, M.A (Alm) dan

Ibunda L. Sibarani yang telah membimbing dan mendidik penulis sejak kecil dan

senantiasa memberikan dukungan doa dan perhatian sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada mertua

Ayahanda St. P. Sitompul (Alm) dan Ibunda N. Panggabean, S.Pd atas doa dan

dukungan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Teristimewa terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada suami

tercinta Jhonson M Sitompul, S.H yang senantiasa memberikan motivasi, dukungan

baik doa, tenaga dan waktu. Kepada ananda yang saya kasihi Jessica Hana Christy

Sitompul dan Jennie Aurora Christina Sitompul serta seluruh keluarga yang telah


(11)

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan

kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan

harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan,

dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, 10 Nopember 2009 Penulis


(12)

R I W A Y A T H I D U P

Octavia R. R. Marpaung dilahirkan di Medan pada tanggal 16 Oktober 1971 anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda Drs. T.D Marpaung M.A (Alm) dengan Ibunda L. Sibarani. Telah menikah dengan Jhonson M Sitompul, S.H dan dikaruniai dua orang putri yang bernama Jessica Hana Christy Sitompul dan Jennie Aurora Christina Sitompul. Sekarang menetap di Jl. Beringin VII no.33 Medan.

Menamatkan Sekolah Dasar di Methodist 1 Medan pada tahun 1984, SMP Methodist 1 Medan pada tahun 1987, SMA Negeri 1 Medan pada tahun 1990, dan Fakultas Kedokteran USU pada tahun 1997.

Pengalaman bekerja, tahun 1997 sampai dengan tahun 2000 bekerja sebagai dokter PTT di Kecamatan Pegagan Hilir Kabupaten Dairi, tahun 2003 sampai dengan tahun 2004 bekerja di RSUD Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara. Tahun 2004 sampai tahun 2006 bekerja di Puskesmas Hutabaginda Kabupaten Tapanuli Utara, Tahun 2006 sampai tahun 2007 bekerja di Puskesmas Lumban Sinaga Kabupaten Tapanuli Utara, kemudian pindah ke Medan, tahun 2007 sampai sekarang bekerja sebagai staf di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL-PPM) Kelas I Medan.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... vii

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB 1. PENDAHULUAN……...………... 1

1.1. Latar Belakang………... 1

1.2. Permasalahan...………... 13

1.3. Tujuan Penelitian………... 13

1.4. Hipotesis…...……… 13

1.5. Manfaat Penelitian………. 14

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA……… 15

2.1. Penyakit Rabies……… 15

2.1.1. Penyebab Rabies……… 15

2.1.2. Reservoir Rabies……… 16

2.1.3. Cara Penularan Rabies……….. 16

2.1.4. Masa Inkubasi Rabies……… 17

2.1.5. Patogenesis……… 17

2.1.6. Gejala Rabies……… 18

2.1.7. Kejadian Rabies di Lapangan……… 20

2.1.8. Diagnosa……… 22

2.2. Sejarah Rabies di Indonesia……… 24

2.3. Pembagian Status Daerah dan Kriterianya………. 25

2.3.1. Status Daerah……… 25

2.3.2. Batas Daerah………. 26

2.4. Program Pembebasan Rabies...……… 27

2.4.1. Landasan Kerjasama………. 27

2.4.2. Prinsip Dasar Sektor Peternakan..……… 28

2.4.2.1 Metode Pencegahan Penyebaran dan Eliminasi Agen Penyebab... 28


(14)

2.4.2.2. Tindakan Karantina dan Pengawasan

Lalu Lintas... 29

2.4.2.3. Tindakan terhadap Hewan Tertular... 30

2.4.2.4. Tindakan terhadap Hewan Kontak... 30

2.4.2.5. Pengendalian Lalu-lintas di Daerah Tertular... 31

2.4.2.6. Tindakan terhadap Anjing yang Menggigit... 31

2.4.3. Pokok-pokok Kegiatan Sektor Kesehatan………. 33

2.4.3.1. Pencegahan Rabies setelah Gigitan Hewan PenularRabies....………. 33

2.4.3.2. Pemberian Vaksin dan Serum Anti Rabies... 34

2.5. Perilaku………. 35

2.5.1. Determinan Perilaku……….. 35

2.5.2. Perilaku Kesehatan……….... 39

2.5.2.1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan... 39

2.5.2.2. Perilaku Pencarian dan Penggunaan Sistem atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan... 39

2.5.2.3. Perilaku Kesehatan Lingkungan... 40

2.5.3. Perubahan Perilaku ...………...………… 40

2.6. Landasan Teori……… 42

2.7. Kerangka Konsep………. 44

BAB 3. METODE PENELITIAN……….……..……. 45

3.1. Jenis Penelitian………. 45

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian………...……… 45

3.2.1. Lokasi Penelitian……….………. 45

3.2.2. Waktu Penelitian……….……. 45

3.3. Populasi dan Sampel………..…… 45

3.3.1. Populasi………..……… 45

3.3.2. Sampel………... 46

3.4. Metode Pengumpulan Data……….... 48

3.4.1. Alat Pengumpulan Data………. 48

3.4.2. Pelaksanaan Pengumpulan Data……… 48

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner……… 48

3.4.4. Pengolahan Data……… 50

3.5. Variabel dan Definisi Operasional……….… 51

3.5.1. Variabel…………..……… 51

3.5.2. Definisi Operasional……….. 51

3.6. Metode Pengukuran……… 52

3.6.1. Pengukuran Variabel Independen... 52

3.6.2. Pengukuran Variabel Dependen... 56

3.7. Metode Analisis Data…...……… 57

3.7.1. Pengolahan Data……… 57


(15)

BAB 4. HASIL PENELITIAN... 59

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 59

4.1.1. Kondisi Geografis………... 59

4.1.2. Keadaan Penduduk……….. 59

4.1.3. Sarana dan Tenaga Pelayanan Kesehatan……… 60

4.1.4. Sarana dan Tenaga Pelayanan Kesehatan Hewan………… 62

4.2. Analisis Univariat………. 63

4.2.1. Faktor Internal...………... 64

4.2.2. Faktor Eksternal...……… 65

4.3. Analisis Bivariat………. 67

4.3.1. Faktor Internal...……… 67

4.3.1.1. Hubungan Umur dengan Pemeliharaan Anjing... 67

4.3.1.2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Pemeliharaan Anjing... 68

4.3.1.3. Hubungan Pendidikan dengan Pemeliharaan Anjing... 68

4.3.1.4. Hubungan Pekerjaan dengan Pemeliharaan Anjing... 69

4.3.1.5. Hubungan Pengetahuan dengan Pemeliharaan Anjing... 70

4.3.1.6. Hubungan Sikap dengan Pemeliharaan Anjing... 70

4.3.2. Faktor Eksternal... 71

4.3.2.1. Hubungan Penghasilan dengan Pemeliharaan Anjing... 71

4.3.2.2. Hubungan Sarana Vaksinasi Rabies dengan Pemeliharaan Anjing... 72

4.3.2.3. Hubungan Anjuran Petugas Peternakan dengan Pemeliharaan Anjing... 72

4.3.2.4. Hubungan Keterpaparan Media Penyuluhan dengan Pemeliharaan Anjing... 73

4.3.2.5. Hubungan Anjuran Tokoh Masyarakat dengan Pemeliharaan Anjing... 74

4.4. Analisis Multivariat………... 74

4.4.1. Pemilihan Variabel untuk Uji Multivariat………... 74

4.4.2. Penentuan Variabel yang Dominan... 75

BAB 5. PEMBAHASAN... 77

5.1. Faktor Internal... 77

5.1.1. Umur... 77

5.1.2. Jenis Kelamin... 78


(16)

5.1.4. Pekerjaan... 82

5.1.5. Pengetahuan... 83

5.1.6. Sikap... 86

5.2. Faktor Eksternal... 89

5.2.1. Penghasilan... 89

5.2.2. Sarana Vaksinasi Rabies... 91

5.2.3. Anjuran Petugas Peternakan... 92

5.2.4. Keterpaparan Media Penyuluhan... 94

5.2.5. Anjuran Tokoh Masyarakat... 96

5.3. Keterbatasan Penelitian... 98

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN... 100

6.1. Kesimpulan... 100

6.2. Saran... 100


(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Kondisi Kasus Lyssa di Propinsi Sumatera Utara, Kabupaten Dairi

dan Kecamatan Sumbul Tahun 2006- 2008... 8

3.1. Besar Sampel yang Diteliti di Wilayah Kecamatan Sumbul... 47

3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner... 49

4.1. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

di Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi Tahun 2008... 60

4.2. Jenis dan Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan di Kecamatan Sumbul Tahun 2008... 61

4.3 Jenis dan Jumlah Tenaga Pelayanan Kesehatan di Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi Tahun 2008... 61

4.4. Jenis Sarana Pelayanan Kesehatan Hewan di Kabupaten Dairi

Tahun 2008... 62

4.5. Jenis dan Jumlah Tenaga Pelayanan Kesehatan Hewan di Kabupaten Dairi Tahun 2008... 62

4.6. Jenis dan Jumlah Tenaga Pelayanan Kesehatan Hewan di Kecamatan Sumbul Tahun 2008………... 63

4.7 Distribusi Responden menurut Karakteristik Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Pengetahuan, dan Sikap Pemilik Anjing di

Kecamatan Sumbul Tahun 2009... 64

4.8 Distribusi Responden menurut Penghasilan, Sarana Vaksinasi Rabies Anjuran Petugas Peternakan, Keterpaparan Media Penyuluhan dan

Anjuran Tokoh Masyarakat di Kecamatan Sumbul Tahun 2009... 65

4.9 Distribusi Frekuensi menurut Variabel Pemeliharaan Anjing di


(18)

4.10. Distribusi Responden menurut Umur dan Pemeliharaan Anjing

di Kecamatan Sumbul Tahun 2009... 67

4.11. Distribusi Responden menurut Jenis Kelamin dan Pemeliharaan

Anjing di Kecamatan Sumbul Tahun 2009... 68

4.12. Distribusi Responden menurut Pendidikan dan Pemeliharaan

Anjing di Kecamatan Sumbul Tahun 2009... 68

4.13. Distribusi Responden menurut Pekerjaan dan Pemeliharaan

Anjing di Kecamatan Sumbul Tahun 2009... 69

4.14. Distribusi Responden menurut Pengetahuan dan Pemeliharaan

Anjing di Kecamatan Sumbul Tahun 2009... 70

4.15. Distribusi Responden menurut Sikap dan Pemeliharaan Anjing

di Kecamatan Sumbul Tahun 2009... 70

4.16. Distribusi Responden menurut Penghasilan dan Pemeliharaan

Anjing di Kecamatan Sumbul Tahun 2009... 71

4.17. Distribusi Responden menurut Sarana Vaksinasi Rabies dan

Pemeliharaan Anjing di Kecamatan Sumbul Tahun 2009... 72

4.18. Distribusi Responden menurut Anjuran Petugas Peternakan dan

Pemeliharaan Anjing di Kecamatan Sumbul Tahun 2009... 72

4.19. Distribusi Responden menurut Keterpaparan Media Penyuluhan dan Pemeliharaan Anjing di Kecamatan Sumbul Tahun 2009... 73

4.20. Distribusi Responden menurut Anjuran Tokoh Masyarakat dan

Pemeliharaan Anjing di Kecamatan Sumbul Tahun 2009... 74

4.21. Hasil Analisis Bivariat antara Variabel Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Pengetahuan, Sikap, Penghasilan, Sarana Vaksinasi Rabies, Anjuran Petugas Peternakan, Keterpaparan Media Penyuluhan dan Anjuran Tokoh Masyarakat dengan Pemeliharaan Anjing di Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi

Tahun 2009... 75

4.22. Hasil Uji Regresi Logistik untuk Identifikasi Variabel Independen yang Berpengaruh terhadap Pemeliharaan


(19)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Pola Penyebaran Rabies di Lapangan... 23


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian... 107

2. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian... 113

3. Hasil Univariat dari Variabel Independen dan Dependen... 117

4. Hasil Bivariat dengan Uji Chi-square... 127

5. Hasil Bivariat untuk Pemilihan Kandidat Multivariat... 138

6. Hasil Multivariat dengan uji Regresi Logistik... 145

7. Master Data Uji Validitas dan ReliabilitasKuesioner... 152

8. Distribusi Responden berdasarkan Indikator Pengetahuan, Sikap, Ketersediaan Sarana Vaksinasi Rabies, Anjuran Petugas Peternakan, Keterpaparan Media Penyuluhan, Anjuran Tokoh Masyarakat dan Pemeliharaan Anjing di Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi ... 153

9. Master Data Penelitian... 157

10. Surat Permohonan Izin Penelitian……….……… 161


(21)

ABSTRAK

Kabupaten Dairi merupakan daerah endemis rabies di Propinsi Sumatera Utara. Kecamatan Sumbul adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Dairi yang sering melaporkan adanya kasus gigitan hewan tersangka rabies. Pada tahun 2006 dilaporkan kasus gigitan anjing sebanyak 35 kasus dan satu kasus kematian pada manusia. Kasus gigitan anjing pada tahun 2007 sebanyak 30 kasus dan satu kasus kematian pada manusia. Tahun 2008 dilaporkan kasus gigitan anjing sebanyak 15 kasus dan dua kasus kematian pada manusia.

Penelitian dilakukan di Kecamatan Sumbul dengan tujuan untuk menganalisis hubungan faktor internal dan eksternal pemilik anjing dengan pemeliharaan anjing dalam upaya mencegah rabies. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan populasi sebanyak 1025 pemilik anjing dan besar sampel sebanyak 96 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan uji statistik chi- square dan regresi logistik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi pemilik anjing yang pemeliharaan anjingnya kurang baik sebesar 69,8%. Hasil uji chi-square menunjukkan terdapat 6 variabel yang berhubungan secara signifikan dengan p< 0,05 yaitu variabel pendidikan (p=0,022), pengetahuan (p=0,001), sikap (p=0,039), ketersediaan sarana vaksinasi (p=0,000), anjuran petugas peternakan (p=0,014) dan keterpaparan media penyuluhan (p=0,000). Hasil uji regresi logistik menunjukkan dua variabel yang berpengaruh dengan p < 0,005 yaitu pengetahuan (p= 0,002) dan ketersediaan sarana vaksinasi rabies (p= 0,000).

Disarankan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Dairi dan Dinas Pertanian Kabupaten Dairi untuk: 1) mengupayakan dukungan dana dan sarana untuk kegiatan vaksinasi rabies serta penyebarluasan informasi, 2) memasukkan materi promosi kesehatan melalui jalur Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) di sekolah dasar mengenai tindakan pencegahan rabies untuk menanamkan pengetahuan tentang penyakit rabies, 3) promosi kesehatan melalui penyuluhan oleh petugas dinas peternakan dengan peningkatan frekuensi dalam kegiatan penyebarluasan informasi tentang rabies melalui poster dan siaran radio lokal.


(22)

ABSTRACT

Dairi District is the endemic rabies in the Province of North Sumatera. Sumbul is one of the sub-district in Dairi where the cases of dog biting identified rabies are still often reported. In 2006, there were 35 cases of dog biting and 1 case of human death. In 2007, there were 30 cases of dog biting and 1 case of human death. In 2008, there were 15 cases of dog biting and 2 cases of human death.

This research was carried out in Sumbul district. It’s aimed to analyze the relationship of internal factors and external factors of the dog owners with looking after dog for prevention rabies. This research used a cross-sectional design with population were 1025 dog owners and sample were 96 respondents. The data were collected by using questionnaire. The data obtained were analyzed through chi-square test and logistic regression methods.

The result showed that the total of dog owner who look after the dog carelessly were 69.8%. The result of chi-square statistic test showed that there were six variables had significant relationship such as : education (p = 0.022), knowledge (p = 0.001), attitude (p = 0.039), the availability rabies vaccination (p = 0.000), the advice of animal husbandry officer (p = 0.014), and the statement of information media (p = 0.000). Based on logistic regression, it was found that 2 variables had significant influence with p < 0.005, were knowledge ( p=0.002) and the availability rabies vaccination (p=0.000).

It is suggested that the local government of Dairi District and Dairi Agriculture Office: 1) to efforts supported fund and facility rabies vaccination with dissemination of information, 2) including health promotion through School Health Programs at Primary School about the management of prevention rabies for increasing the knowledge about rabies, 3) the animal husbandry officers should increase health promotion about rabies by poster and local radio.


(23)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan bidang kesehatan sebagai bagian dari pembangunan nasional di

Indonesia mempunyai peran ganda karena penyakit menular masih merupakan

masalah utama kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian besar, disamping

itu terjadinya peningkatan penyakit tidak menular. Salah satu penyakit menular yang

masih menjadi permasalahan di seluruh dunia termasuk Indonesia adalah rabies

(Depkes, 2003).

Penyakit anjing gila atau dikenal dengan nama rabies merupakan suatu penyakit

infeksi pada hewan yang bersifat akut dan dapat ditularkan dari hewan kepada

manusia (zoonosis). Penyakit ini bila sudah menunjukkan gejala klinis pada hewan

dan manusia selalu diakhiri dengan kematian, sehingga menimbulkan rasa cemas dan

takut bagi orang yang terkena gigitan serta kekuatiran bagi masyarakat (Departemen

Pertanian RI, 2006).

Penyakit rabies disebabkan oleh virus rabies dan penularannya kepada manusia

dapat terjadi melalui gigitan hewan penular rabies (HPR) terutama anjing, kucing dan

kera. Timbulnya penyakit ini pada manusia dapat dicegah dengan pemberian

vaksinasi anti rabies (VAR) dan serum anti rabies (SAR) setelah digigit hewan yang


(24)

Menurut laporan WHO (2005a), penyakit rabies dapat timbul akibat kelalaian

manusia “neglected disease” karena penyakit ini sebenarnya dapat dicegah sebelum

muncul. Penyakit rabies tersebar di seluruh dunia dengan perkiraan 55.000 kematian

per tahun, hampir semuanya terjadi di negara berkembang. Jumlah yang terbanyak

dijumpai di Asia sebesar 31.000 jiwa (56%) dan Afrika 24.000 jiwa (44%).

Diperkirakan 30% – 50% proporsi dari kematian yang dilaporkan terjadi pada

anak-anak di bawah usia 15 tahun (WHO, 2006).

Berdasarkan laporan WHO (2005a), South East Asia Regional Office (SEARO)

mempunyai beban kerja yang besar karena sekitar 25.000 kematian terjadi pada

manusia setiap tahun akibat rabies dengan jumlah terbesar terdapat di India yaitu

sekitar 19.000 jiwa dan Banglades sekitar 2000 jiwa. Myanmar, Nepal, Indonesia,

Srilanka dan Thailand, melaporkan sedikitnya terjadi 100 kematian manusia akibat

rabies setiap tahun. Berdasarkan laporan OIE (Organization International des

Epizooties), di negara berkembang penyakit rabies merupakan urutan nomor 2 (dua)

yang paling ditakuti wisatawan mancanegara setelah penyakit malaria ( Dinas

Peternakan Propinsi Jawa Barat,2007 ).

Dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian (Lampiran I) Nomor

1096/Kpts/TN.120/10/1999, dicantumkan daftar negara/wilayah yang dilaporkan

bebas rabies yaitu wilayah Negara Amerika Serikat (Hawaii), Australia, Denmark,

Hongkong, Irlandia, Jepang, Malta, New Zealand, Norwegia, Singapura, Swedia,

United Kingdom, Turki, Brunei Darussalam, Sabah dan Serawak (Wilayah Negara


(25)

Menurut laporan Sub Direktorat Zoonosis Departemen Kesehatan Republik

Indonesia (2006), jumlah kasus gigitan hewan penular rabies (HPR) di Indonesia

dari tahun 2001 sampai tahun 2005 terus mengalami kenaikan, dilaporkan pada tahun

2001 terdapat 11.942 kasus gigitan dengan 68 kasus rabies pada manusia (5,7 per

1000 kasus gigitan), tahun 2002 dilaporkan 13.805 kasus gigitan dengan 84 kasus

rabies pada manusia (6,1 per 1000 kasus gigitan), tahun 2003 terdapat 14.875 kasus

gigitan dan 84 kasus rabies pada manusia (5,6 per 1000 kasus gigitan), tahun 2004

terdapat 14.996 kasus gigitan dan 109 kasus rabies pada manusia (7,3 per 1000 kasus

gigitan), dan tahun 2005 sebanyak 16.619 kasus gigitan dengan 147 kasus rabies pada

manusia (8,8 per 1000 kasus gigitan). Pada tahun 2006, Departemen Kesehatan

(2007b) melaporkan kasus gigitan hewan penular rabies sebanyak 13.929 kasus

dengan 106 kasus rabies pada manusia (7,6 per 1000 kasus gigitan).

Pada tahun 2004 Propinsi Kalimantan Barat dan Maluku Utara masih

merupakan daerah bebas rabies, tetapi pada awal tahun 2005 terjadi KLB rabies di

kedua propinsi tersebut (Depkes, 2006). Pada tahun 2005, rabies tersebar di 17

propinsi di Indonesia dimana dilaporkan kasus rabies pada manusia (lyssa) dari

Provinsi NAD sebanyak 2 kasus, Propinsi Sumatera Utara sebanyak 5 kasus, Propinsi

Sumatera Barat 14 kasus, Propinsi Riau sebanyak 2 kasus, Propinsi Jambi sebanyak

3 kasus, Propinsi Bengkulu 6 kasus Propinsi Lampung sebanyak 9 kasus, Propinsi

Kalimantan Barat 1 kasus, Propinsi Kalimantan Selatan 2 kasus, Propinsi Kalimantan

Timur 3 kasus, Propinsi Sulawesi Utara sebanyak 30 kasus, Propinsi Gorontalo 3


(26)

Propinsi Nusa Tenggara Timur 21 kasus, Propinsi Maluku sebanyak 15 kasus dan

Propinsi Maluku Utara sebanyak 3 kasus (Depkes R.I, 2007c). Menurut Menteri

Pertanian Anton Apriyantono, jumlah kasus kematian manusia periode 1997 s/d 2005

di NTT akibat rabies sebanyak 135 orang, dengan kasus gigitan anjing mencapai

1.200 orang (Amalo, 2005).

Hingga akhir tahun 2007 daerah yang bebas rabies hanya 11 propinsi di

Indonesia yaitu Bali, Nusa Tenggara Barat, Papua, Irian Jaya Barat, Bangka-Belitung,

Kepulauan Riau, Banten, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

(Depkes 2007a) namun berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor

1637.1/Kpts/PD.610/ 12/2008 telah dinyatakan berjangkitnya wabah penyakit anjing

gila (rabies) di Kabupaten Badung Propinsi Bali sehingga wilayah yang bebas rabies

semakin sedikit. (/ dok/KepMen_Rabies.pdf).

Pemerintah Indonesia secara intensif tetap melakukan program pembebasan

rabies secara bertahap. Program ini dimulai pada Pelita V (1989-1993) di Pulau Jawa

dan Kalimantan, kemudian pada Pelita VI (1994-1998) diperluas ke semua pulau

tertular yaitu Pulau Sumatera dan Sulawesi. Sehubungan dengan target Indonesia

bebas rabies pada tahun 2005 tidak tercapai maka program pembebasan rabies ini

menjadi Program Nasional dan diharapkan pada akhir tahun 2012 kasus rabies dapat

terkendali sampai nol kasus (Departemen Pertanian R.I, 2006).

Propinsi Sumatera Utara sangat rawan dengan serangan penyakit rabies, hal ini

disebabkan hewan penular rabies (HPR) pada jenis anjing diperkirakan ada berjumlah


(27)

Propinsi Sumatera Utara disebabkan umumnya penduduk gemar memelihara anjing

karena dapat dijadikan sebagai hewan peliharaan kesayangan, penjaga rumah,

kebun/ladang dan ternak. Secara geografis, Propinsi Sumatera Utara letaknya

berbatasan dengan beberapa propinsi lainnya secara langsung sehingga penyebaran

penyakit rabies dapat terjadi dalam waktu singkat (Dinas Peternakan Prop. Sumut,

2007).

Beberapa etnis di Propinsi Sumatera Utara memiliki kebiasaan memelihara

anjing. Suku batak yang akrab dengan anjing bahkan ada sebagian yang memakan

daging anjing, besar kemungkinan mendapat gigitan dari anjing yang dipeliharanya.

Pemeliharaan anjing dilakukan secara bebas, dibiarkan berkeliaran keluar masuk

rumah, sehingga kemungkinan kontak dengan anjing lain sangat besar dan

mempunyai kemungkinan mendapat virus rabies (Nasution,1995).

Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah endemis rabies dan data

yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara setiap tahun ada

laporan kasus rabies baik pada hewan maupun manusia. Pada tahun 2004 dilaporkan

jumlah kasus gigitan anjing adalah 1290 kasus baru (10,3 kasus per 100.000

penduduk ), 1012 kasus (78,44%) diantaranya mendapatkan vaksin anti rabies (VAR)

dan 3 kasus (0,02%) mendapatkan serum anti rabies (SAR) , sedangkan kasus rabies

pada manusia adalah 7 kasus baru (5,4 per 1000 kasus gigitan) dan jumlah kasus

rabies pada anjing dengan konfirmasi laboratorium 106 ekor (45,88 % dari 231

spesimen otak anjing yang diperiksa). Pada tahun 2005 jumlah kasus gigitan anjing


(28)

897 kasus (62,72%) diantaranya mendapatkan vaksin anti rabies (VAR), sedangkan

jumlah kasus rabies pada manusia adalah 5 kasus baru ( 3,5 per 1000 kasus gigitan )

dan jumlah kasus rabies pada anjing dengan konfirmasi laboratorium 137 ekor ( 90%

dari 151 spesimen otak anjing yang diperiksa ).

Pada tahun 2006 terdapat kasus gigitan 1409 kasus baru (11,1 kasus per 100.000

penduduk), 1031 kasus (73%) diantaranya mendapatkan vaksin anti rabies (VAR),

jumlah kasus rabies pada manusia adalah 5 kasus baru ( 3,5 per 1000 kasus gigitan)

dan jumlah kasus rabies pada anjing dengan konfirmasi laboratorium 75 ekor ( 67 %

dari 112 spesimen otak anjing yang diperiksa).

Pada tahun 2007 kasus gigitan anjing di Propinsi Sumatera Utara dilaporkan

sebanyak 1936 kasus baru ( 15 per 100.000 penduduk ), 1456 kasus (75,2%)

diantaranya mendapatkan vaksin anti rabies (VAR), jumlah kasus rabies pada

manusia sebanyak 5 orang ( 2,6 per 1000 kasus gigitan). (Dinas Kesehatan

Prop.Sumut, 2007). Jumlah kasus rabies pada anjing dengan konfirmasi laboratorium

63 ekor ( 93 % dari 68 spesimen otak anjing yang diperiksa) ( Dinas Peternakan

Prop.Sumut, 2007 ). Tahun 2008 kasus gigitan anjing di Propinsi Sumatera Utara

dilaporkan sebanyak 2634 kasus baru (20,4 kasus per 100.000 penduduk), 2040

kasus (77,4%) diantaranya mendapat vaksin anti rabies (VAR), jumlah kasus rabies

pada manusia sebanyak 7 orang (2,7 per 1000 kasus gigitan). (Dinas Kesehatan

Prop.Sumut, 2008).

Berdasarkan data yang di dapat dari Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi, Pada


(29)

penduduk), 171 kasus (88%) diantaranya mendapat vaksin anti rabies, sedangkan

jumlah kasus rabies pada manusia ada 3 kasus baru (1,5 per 100 kasus gigitan) dan

jumlah kasus rabies pada anjing dengan konfirmasi laboratorium 3 ekor (100% dari 3

spesimen otak anjing yang diperiksa). Tahun 2005 terdapat 246 kasus baru gigitan

anjing tersangka rabies ( 94 kasus per 100.000 penduduk), 180 kasus (73%)

diantaranya mendapat vaksin anti rabies, jumlah kasus rabies pada manusia 2 kasus

baru (0,8 per 100 kasus gigitan) dan jumlah kasus rabies pada anjing dengan

konfirmasi laboratorium 3 ekor (100% dari 3 spesimen otak anjing yang diperiksa).

Tahun 2006 terdapat 100 kasus gigitan anjing tersangka rabies (37 per 100.000

penduduk), 90 kasus (90%) diantaranya mendapat vaksin anti rabies, terdapat 1

kasus kematian pada manusia (1 per 100 kasus gigitan) dan jumlah kasus rabies pada

anjing dengan konfirmasi laboratorium 5 ekor (62,5% dari 8 spesimen otak anjing

yang diperiksa). Tahun 2007 jumlah kasus gigitan anjing tersangka rabies 236 kasus

baru (87 kasus per 100.000 penduduk), 216 kasus (91,5%) diantaranya mendapat

vaksin anti rabies, terdapat kasus rabies pada manusia 2 kasus baru ( 0,8 per 100

kasus gigitan ) dan jumlah kasus rabies pada anjing dengan konfirmasi laboratorium 1

ekor ( 100 % dari spesimen otak anjing yang diperiksa ) . Pada tahun 2008 jumlah

kasus gigitan anjing tersangka rabies 251 kasus baru ( 92 kasus per 100.000

penduduk), 239 kasus ( 95,2 %) diantaranya mendapat vaksin anti rabies, terdapat

kasus rabies pada manusia 2 kasus baru (0,8 per 100 kasus gigitan).

Menurut laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi, dari 15 kecamatan


(30)

kasus gigitan anjing dan adanya kasus kematian akibat rabies pada manusia . Pada

tahun 2006 di Kecamatan Sumbul dilaporkan kasus gigitan anjing tersangka rabies 35

kasus baru (11 per 10.000 penduduk), 29 kasus (83%) diantaranya mendapat vaksin

anti rabies, terdapat kasus rabies pada manusia 1 kasus baru ( 2,8 per 100 kasus

gigitan). Pada tahun 2007 dilaporkan kasus gigitan anjing 30 kasus baru (8 per

10.000 penduduk), 28 kasus ( 93 % ) diantaranya mendapat vaksin anti rabies, dan

kasus rabies pada manusia dilaporkan 1 kasus baru (3,3 per 100 kasus gigitan). Pada

tahun 2008 dilaporkan kasus gigitan anjing 15 kasus baru ( 5 per 10.000 penduduk),

11 kasus (73%) diantaranya mendapat vaksin anti rabies, terdapat kasus rabies pada

manusia 2 kasus baru ( 13,3 per 100 kasus gigitan).

Tabel 1.1. Kondisi Kasus Lyssa di Propinsi Sumatera Utara, Kabupaten Dairi dan Kecamatan Sumbul Tahun 2006 s/d 2008

Kasus Lyssa

Lokasi Tahun

2006

Tahun 2007

Tahun 2008

Propinsi Sumatera Utara

Kabupaten Dairi

Kecamatan Sumbul

5

1

1

5

2

1

7

2

2

Berdasarkan hasil wawancara terhadap tiga orang pemilik anjing tersangka

rabies yang menyebabkan kasus rabies pada manusia di Kecamatan Sumbul,


(31)

vaksinasi anti rabies dan dibiarkan bebas berkeliaran. Satu kasus rabies pada manusia

di gigit oleh anjing yang tidak bertuan atau tidak diketahui pemiliknya.

Menurut hasil penelitian Maroef, dkk (1994) di Kabupaten Bekasi, Kabupaten

Karawang serta DKI Jakarta, diketahui perilaku masyarakat di desa memelihara

anjingnya lebih banyak melepas anjing peliharaannya secara bebas (65,5%),

dibandingkan dengan di kota (24,0%). Kebiasaan keluarga terutama di desa yang

lebih banyak memelihara anjing secara bebas atau tidak diikat dan tidak divaksinasi

akan merupakan kendala dari program pembebasan rabies. Perilaku masyarakat

pemilik hewan terutama pemilik anjing berperan dalam upaya pencegahan rabies

karena salah satu kendala yang dihadapi untuk penanggulangan rabies adalah

kurangnya kesadaran masyarakat, baik di pedesaan maupun kota besar untuk

memelihara hewan sesuai dengan peraturan yang telah ada.

Menurut teori Health Beliefs Model (HBM) Rosenstock dalam Smet (1994),

kemungkinan individu akan melakukan tindakan pencegahan tergantung secara

langsung pada dua keyakinan atau penilaian kesehatan (health beliefs) yaitu ancaman

yang dirasakan dari sakit atau luka (perceived threat of injury or illness) dan

pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian (perceived benefits and costs).

Penilaian pertama adalah ancaman yang dirasakan terhadap risiko yang akan muncul.

Hal ini mengacu pada sejauh mana seorang berpikir penyakit betul-betul merupakan

ancaman kepada dirinya. Penilaian tentang ancaman yang dirasakan ini berdasarkan

pada : (a) ketidak kekebalan yang dirasakan ( perceived vulnerability ), (b) keseriusan


(32)

Penilaian kedua yang dibuat adalah perbandingan antara keuntungan dengan

kerugian dari perilaku dalam usaha untuk memutuskan melakukan tindakan

pencegahan atau tidak. Tambahan penilaian yang terdahulu, petunjuk untuk

berperilaku (cues to action) diduga tepat untuk memulai proses perilaku. Hal ini dapat

berupa berbagai macam informasi dari luar atau nasehat mengenai permasalahan

kesehatan. Ancaman, keseriusan, ketidak-kekebalan dan pertimbangan keuntungan

dan kerugian juga dipengaruhi oleh (a) variabel demografis (usia seseorang, jenis

kelamin dan latarbelakang budaya), (b) variabel sosiopsikologis (kepribadian, kelas

sosial, tekanan sosial), dan (c) variabel struktural (pengetahuan dan pengalaman

masalah). Menurut Becker dkk (1977) dalam Muzaham (1995) perbedaan faktor

demografis, personal, struktural dan sosial mempengaruhi perilaku kesehatan, namun

semua variabel itu sebenarnya mempengaruhi persepsi dan motivasi individu, bukan

berfungsi sebagai penyebab langsung dari suatu tindakan.

Menurut hasil penelitian Ganefa (2001) di Kota Administratip (Kotip) Cimahi,

Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat, dikemukakan bahwa ketidakpatuhan

pemilik anjing memberikan vaksinasi rabies pada anjingnya ada hubungannya dengan

pendidikan, pengetahuan, sikap, sarana vaksinasi rabies, anjuran petugas, anjuran

tokoh formal, dan keterpaparan terhadap media penyuluhan, serta tidak berhubungan

dengan usia, jenis kelamin dan pekerjaan pemilik anjing. Dari penelitian yang

dilakukan Simanjuntak (1991) di kota Bangkok diperoleh hasil yang menyatakan

tidak ada hubungan antara, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan pemilik anjing


(33)

Gunawardhani (2002) di Kotamadya Jakarta Selatan ada hubungan antara

penghasilan, pendidikan, akses terhadap informasi, pengetahuan dan sikap pemilik

anjing dengan perilakunya dan tidak ada hubungan antara pekerjaan pemilik anjing

dengan perilakunya dalam upaya pengendalian penyakit rabies.

Berdasarkan hasil penelitian Sudardjat (2003) di Indonesia, anjing jalanan yang

bebas berkeliaran merupakan penular utama rabies kepada manusia . Lebih dari 2,5

juta ekor anjing yang berada di wilayah tertular rabies, hampir keseluruhannya adalah

merupakan anjing liar di jalanan (street dog). Lebih dari 90% kasus gigitan anjing

disebabkan oleh gigitan anjing liar. Anjing liar yang terdapat di Indonesia berpotensi

sebagai reservoir rabies.

Hasil pengamatan penulis di Kecamatan Sumbul dijumpai banyak anjing

berkeliaran secara bebas. Pemilik anjing di Kecamatan Sumbul memiliki budaya

tidak membuat kandang pada anjing peliharaannya. Pada survei pendahuluan yang

dilakukan peneliti bulan Desember tahun 2006, pada umumnya rumah penduduk

termasuk yang memelihara anjing tidak memiliki pagar sehingga sehingga anjing

terbiasa berkeliaran dan bebas keluar masuk rumah pemiliknya serta tidak ada

dijumpai anjing yang mempunyai penutup moncong (berangus). Menurut Kepala

Bidang Peternakan Dinas Pertanian Kabupaten Dairi, di Kabupaten Dairi tidak

dilakukan eliminasi terhadap anjing yang tidak berpemilik dan tidak dilakukan

perdaftaran anjing oleh pemiliknya kepada Ketua RT maupun Lurah setempat.

Berdasarkan data dari Dinas Pertanian bidang peternakan Kabupaten Dairi,


(34)

(Dinas Pertanian Kabupaten Dairi). Penduduk di Kecamatan Sumbul yang mayoritas

adalah suku Batak memiliki kegemaran untuk memelihara anjing sehingga besar

kemungkinan untuk mendapat gigitan dari anjing yang dipeliharanya atau gigitan dari

anjing yang diliarkan dan dibiarkan bebas berkeliaran. Dengan situasi masyarakat

yang demikian maka lalu lintas anjing sangat sulit diawasi sehingga memiliki risiko

tertular rabies dari anjing yang menderita rabies.

Menurut Kepala Bidang Peternakan Kabupaten Dairi pelaksanaan sosialisasi

rabies di Kecamatan Sumbul dilakukan bersamaan dengan penyuluhan program di

bidang pertanian. Sosialisasi mengenai rabies pernah dilaksanakan oleh Dinas

Kesehatan melalui media cetak berupa leaflet dan media elektronik berupa siaran

melalui radio lokal pada tahun 2008. Poster dan leaflet yang memuat informasi

tentang rabies juga dibagikan ke Puskesmas untuk disosialisasikan kepada

masyarakat.

Pelaksanaan vaksinasi rabies pada anjing di Kecamatan Sumbul dilakukan oleh

petugas vaksinasi (vaksinator). Pada pelaksanaan vaksinasi massal yang dilakukan

setahun sekali, jadwal pelaksanaan vaksinasi massal di desa dikoordinasikan oleh

petugas peternakan dengan Kepala Desa/Lurah setempat. Pelaksanaan vaksinasi

rabies massal pada anjing dilakukan oleh petugas vaksinasi (vaksinator) dengan

melakukan kunjungan ke rumah pemilik anjing. Bagi anjing yang telah divaksinasi

diberikan tanda vaksinasi berupa surat keterangan vaksinasi rabies kepada


(35)

Berdasarkan kondisi di Kecamatan Sumbul tersebut dan hasil-hasil penelitian

yang pernah dilakukan di berbagai tempat di atas, maka perlu dilakukan penelitian

dan diharapkan mampu menjelaskan tentang hubungan faktor internal dan eksternal

pemilik anjing dengan pemeliharaan anjing untuk mencegah penyakit rabies di

Kabupaten Dairi, khususnya di Kecamatan Sumbul.

1.2. Permasalahan

Bagaimana hubungan faktor internal dan eksternal pemilik anjing dengan

pemeliharaan anjing dalam upaya mencegah rabies di Kecamatan Sumbul, Kabupaten

Dairi.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuanpenelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan faktor internal dan eksternal pemilik anjing dengan pemeliharaan anjing dalam upaya mencegah rabies

di Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi.

1.4. Hipotesa Penelitian

a. Ada hubungan antara umur pemilik anjing dengan pemeliharaan anjing dalam

upaya mencegah rabies di Kecamatan Sumbul.

b. Ada hubungan antara jenis kelamin pemilik anjing dengan pemeliharaan anjing

dalam upaya mencegah rabies di Kecamatan Sumbul.

c. Ada hubungan antara pendidikan pemilik anjing dengan pemeliharaan anjing

dalam upaya mencegah rabies di Kecamatan Sumbul.

d. Ada hubungan antara pekerjaan pemilik anjing dengan pemeliharaan anjing


(36)

e. Ada hubungan antara pengetahuan pemilik anjing dengan pemeliharaan anjing

dalam upaya mencegah rabies di Kecamatan Sumbul.

f. Ada hubungan antara sikap pemilik anjing dengan pemeliharaan anjing dalam

upaya mencegah rabies di Kecamatan Sumbul.

g. Ada hubungan antara penghasilan pemilik anjing dengan pemeliharaan anjing

dalam upaya mencegah rabies di Kecamatan Sumbul.

h. Ada hubungan antara ketersediaan sarana vaksinasi rabies dengan pemeliharaan

anjing dalam upaya mencegah rabies di Kecamatan Sumbul.

i. Ada hubungan antara anjuran petugas peternakan dengan pemeliharaan anjing

dalam upaya mencegah rabies di Kecamatan Sumbul.

j. Ada hubungan antara keterpaparan media penyuluhan rabies dengan

pemeliharaan anjing dalam upaya mencegah rabies di Kecamatan Sumbul.

k. Ada hubungan antara anjuran tokoh masyarakat dengan pemeliharaan anjing

dalam upaya mencegah rabies di Kecamatan Sumbul.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi pembuat kebijakan

dan pelaksana kegiatan yang mendukung program pembebasan rabies di

Kabupaten Dairi.

2. Sebagai masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada bidang

manajemen kesehatan khususnya kesehatan komunitas/epidemiologi.

3. Sebagai masukan untuk penelitian lanjutan bagi peneliti lain yang ingin


(37)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Rabies

Rabies telah dikenal sejak zaman dahulu dan dinilai sangat penting sehingga dicatat pada salah satu prasasti yang dibuat pada zaman kekuasaan raja Hammurabi

(2300 SM). Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit infeksi akut (bersifat

zoonosis) pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies dan ditularkan

melalui gigitan hewan penular terutama anjing, kucing dan kera. Penyakit ini selalu

diakhiri dengan kematian pada hewan dan manusia bila telah menunjukkan gejala

klinis (Depkes, 2000).

Rabies merupakan zoonosis yang penting karena anjing selalu dekat kepada

manusia sebagai hewan peliharaan. Penyakit ini hampir selalu menimbulkan

kematian dan kerugian ekonomi yang besar. (Soejoedono, 2004).

2.1.1. Penyebab Rabies

Penyebab rabies adalah virus famili Rhabdoviridae yang termasuk dalam

golongan ordo Mononegavirales, genus Lyssavirus (Greek lyssa : rabies). Lyssavirus

terbagi atas beberapa serotype yang terdiri dari 1. Rabies virus (RABV); 2.Lagos bat

virus (LBV); 3. Mokola virus (MOKV); 4. Duvenhage virus (DUVV); 5. European

bat lyssavirus 1 (EBLV-1); 6. European bat lyssavirus 2 (EBLV-2); dan 7. Australian


(38)

Di bawah mikroskop elektron, virus rabies ini berbentuk seperti peluru (bahasa

Yunani : rhabdo= bentuk batang ), dengan ukuran panjang sekitar 180 x 10-7 mm dan

lebar 65 x 10-7 mm. Pada lapisan permukaan virus ini terdapat envelope yang

tersusun atas 50% lemak dan 50% protein tergolong RNA. Virus ini sensitif dengan

pelarut lemak (larutan sabun, eter, kloroform, aseton), etanol 45-70% dan preparat

iodine (Meslin, 1994).

Virus rabies dapat menginfeksi semua hewan berdarah panas, dan pada hampir

semua kejadian infeksinya akan berakhir dengan kematian (Fenner,1995).

2.1.2. Reservoir Rabies

Berbagai Canidae domestic dan liar, seperti anjing, serigala, coyotes, rubah,

skunks, raccoon, mongoose dan mamalia penggigit lainnya. Populasi vampire yang

terinfeksi, kelelawar frugivorous (pemakan buah) dan insectivorous (pemakan

serangga) di temukan di Amerika Serikat, Kanada dan Eropa. Di Amerika Selatan ,

vampire (Desmodus rotundus murinus) merupakan pembawa virus rabies yang dapat

menyerang ternak sapi atau kuda, bahkan kadang-kadang manusia. Di Eropa, rubah

(fox) menjadi sumber penular rabies pada ternak. Di negara berkembang, anjing

merupakan reservoir utama (Chin,2000). 2.1.3. Cara Penularan Rabies

Air liur hewan positif rabies yang mengandung virus menularkan virus melalui

gigitan atau cakaran. Sekitar 70 % anjing yang tertular rabies mengandung virus di

dalam salivanya. Meskipun jarang, infeksi juga dapat terjadi lewat kulit yang lecet


(39)

virus rabies dalam jumlah sangat tinggi, penyebaran melalui udara pernah dilaporkan

terjadi. Penularan rabies melalui transplantasi organ (kornea) dari orang yang

meninggal karena penyakit sistem saraf pusat yang tidak terdiagnosa sebelumnya

kemungkinan dapat menularkan rabies kepada penerima organ tadi (Chin, 2000)

2.1.4.Masa Inkubasi Rabies

Masa inkubasi sangat tergantung dari tingkat keparahan luka, lokasi luka yang

erat kaitannya dengan kepadatan jaringan saraf di lokasi luka dan jarak luka dari otak

Masa inkubasi rabies bervariasi sekitar 10 hari sampai 6 bulan. Biasanya berlangsung

antara 3-8 minggu. Masa inkubasi akan semakin pendek jika gigitan semakin dekat

dengan kepala.Gigitan di daerah kepala mempunyai masa inkubasi sekitar antara

30 – 48 hari, sedangkan gigitan di daerah tangan 40-59 hari (Shnurrenberger, 1991).

Masa inkubasi lebih pendek pada anak-anak, karena anak-anak umumnya terkena

gigitan di daerah kepala dan leher (Bell,1995).

2.1.5. Patogenesis

Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan, maka selama 2 minggu virus

tetap tinggal pada tempat masuk dan di dekatnya, kemudian bergerak mencapai

ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan

fungsinya. Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar

luas dalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap

sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam

neuron-neuron sentral, virus berjalan ke arah perifer dalam serabut saraf eferen dan


(40)

hampir tiap organ dan jaringan di dalam tubuh dan berkembang biak dalam

jaringan-jaringan seperti kelenjar ludah, dan ginjal (Depkes, 2007a).

2.1.6. Gejala Rabies

1. Hewan

Dikenal 2 (dua) bentuk rabies pada hewan terutama anjing, yakni dumb rabies (bentuk tenang) dan furious rabies (bentuk ganas/beringas). Hewan yang terjangkit

rabies menunjukkan gejala umum dengan adanya kelainan pada tingkah laku. Anjing

yang biasanya galak dapat tampak kehilangan sifat galak, sedangkan anjing yang

semula sangat jinak cenderung bersembunyi (menyendiri) dan menjadi galak.

Pada tipe rabies ganas, hewan tidak menuruti lagi perintah pemilik dan terlihat

air liur yang keluar berlebihan. Hewan menjadi ganas, menyerang atau menggigit apa

saja yang ditemui dan ekornya dilengkungkan ke bawah perut diantara dua paha.

Terjadi kejang-kejang kemudian lumpuh, biasanya mati setelah 4-7 hari sejak timbul

gejala atau paling lama 12 hari setelah penggigitan. Bentuk ganas/beringas lebih

banyak dijumpai pada anjing, kucing dan kuda dibanding sapi dan spesies hewan

laboratorium (Fenner,1995).

Pada tipe rabies tenang, hewan bersembunyi ditempat gelap dan sejuk.

Kejang-kejang berlangsung singkat bahkan sering tidak terlihat. Kelumpuhan terjadi sehingga

tidak mampu menelan . Mulut terbuka dan air liur keluar berlebihan. Kematian terjadi


(41)

2. Manusia

Untuk mengetahui tanda-tanda rabies pada manusia , yang pertama harus diperhatikan adalah riwayat gigitan oleh hewan seperti anjing atau hewan penular

rabies (HPR) lainnya. Berdasarkan diagnosa klinik gejala klinis rabies terbagi

menjadi 4 stadium (Depkes, 2007a), yaitu :

a. Stadium Prodromal

Gejala-gejala awal berupa demam, mual, malaise dan rasa nyeri di tenggorokan

selama beberapa hari.

b. Stadium Sensoris

Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka.

Kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi berlebihan terhadap rangsangan

sensorik.

c. Stadium Eksitasi

Tonus otot-otot dan aktifitas simpatis jadi meninggi dengan gejala hiperhidrosis,

hipersalivasi, hiperlakrimasi, dan pupil dilatasi. Bersamaan dengan stadium eksitasi

ini penyakit mencapai puncaknya, yang sangat khas pada stadium ini ialah adanya

bermacam-macam fobi, yang sangat terkenal diantaranya ialah hidrofobi.

Pada stadium ini dapat terjadi apnoe, sianosis, konvulsi dan takikardi.

Tindak-tanduk penderita menjadi maniakal. Gejala-gejala eksitasi ini dapat terus berlangsung


(42)

d. Stadium Paralisis

Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadang-kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot

yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang, yang

memperlihatkan gejala paralysis otot-otot pernafasan.

2.1.7. Kejadian Rabies di Lapangan

Kejadian (kasus) positif rabies di lapangan ditentukan atau dipengaruhi oleh hal:

1. Pola penggigitan

Ada 2 pola penggigitan oleh anjing terhadap manusia yang lazim terjadi di

daerah-daerah pedesaan yaitu :

a. Penggigitan karena ada provokasi :

Penggigitan yang terjadi di sini didahului oleh adanya gangguan baik langsung

atau tidak langsung. Pada anjing yang baru beranak, biasanya naluri untuk

melindungi anaknya sangat kuat sehingga sangat mudah sekali anjing menyerang dan

menggigit kalau diganggu. Bentuk provokasi terhadap anjing sangat beragam dari

mulai memukul, menyeret ekor sampai dengan mengganggu anjing yang sedang

tidur. Hal tersebut akan merangsang anjing untuk menggigit. Penggigitan-penggigitan

yang disebabkan oleh adanya provokasi apalagi dilakukan dengan sengaja, tidak

menjadi persoalan serius dalam kejadian rabies di lapangan, namun tetap harus

diwaspadai melalui kegiatan observasi, apalagi bila diketahui anjing tersebut belum


(43)

b. Penggigitan tanpa provokasi

Dalam hal ini anjing menyerang dan menggigit secara tiba-tiba tanpa adanya

gangguan dalam bentuk apapun. Di lapangan, anjing yang menggigit secara tiba-tiba

biasanya sudah menjadi “wandering-dog” atau “anjing luntang-lantung” yang

berjalan tanpa tujuan dan menyerang serta menggigit siapa saja yang ditemuinya.

Anjing tersebut biasanya adalah anjing liar atau anjing-anjing peliharaan yang

ditelantarkan sehingga menjadi liar.

2. Pola Penyebaran

Penularan rabies di lapangan berawal dari suatu kondisi anjing yang tidak

dipelihara dengan baik atau anjing liar yang merupakan ciri khas yang ada di

pedesaan yang berkembang sangat cepat dan sulit dikendalikan. Suatu kondisi yang

sangat kondusif untuk menjadikan suatu daerah dapat bertahan menjadi daerah

endemis.

Pada umumnya manusia merupakan “dead end” atau terminal akhir dari korban gigitan. Baik anjing liar maupun anjing peliharaan setiap saat dapat menggigit

manusia. Sementara itu anjing liar, anjing peliharaan yang menjadi liar dan anjing

peliharaan dapat saling menggigit satu sama lain. Jika salah satu diantara yang

menggigit tersebut positif rabies, maka akan terjadi kasus rabies yang semakin tinggi


(44)

Sumber : Kesiagaan Darurat Veteriner Indonesia Penyakit Hewan Menular, Departemen Pertanian, Dirjen Bina Produksi Peternakan, Direktorat Kesehatan Hewan 2006. p, 7.

Gambar 2.1. Pola Penyebaran Rabies di Lapangan

2.1.8. Diagnosa

Rabies pada hewan dapat didiagnosa melalui tanda-tanda klinis pada hewan

yang terjadi di lapangan dan melalui pemeriksaan laboratorium dengan pemeriksaan

spesimen.

1. Diagnosa Lapangan

Untuk memperoleh tingkat akurasi yang tinggi, cara yang paling tepat adalah dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Anjing yang menggigit harus ditangkap dan diobservasi

b. Riwayat penggigitan, ada tidaknya provokasi

c. Jumlah penderita yang digigit.

Anjing yang menggigit lebih dari satu orang dan penggigitannya tanpa diawali

dengan provokasi (gangguan, stimulasi) anjing tersebut cenderung menderita rabies.

Tetapi untuk membuktikannya, prosedur observasi selama 10 – 14 hari harus ANJING

LIAR

ANJING PELIHARAAN

YANG MENJADI LIAR

ANJING


(45)

dilakukan. Apabila dalam masa observasi anjing tersebut mati maka dugaan ke arah

rabies semakin besar.

Berdasarkan pengalaman di lapangan, anjing yang menggigit lebih dari satu

orang tanpa didahului oleh adanya provokasi dan anjing tersebut mati dalam masa

observasi yang kemudian spesimen otaknya diperiksa di laboratorium hasilnya

adalah positif rabies. Berdasarkan indikasi seperti tersebut di atas dapat ditentukan

sebagai berikut : a) Hewan menggigit 1 orang tanpa provokasi , kemungkinan positif

rabies 25 %. b) Hewan menggigit 2 orang tanpa provokasi , kemungkinan positif

rabies 50 %. c) Hewan menggigit 3 orang tanpa provokasi, kemungkinan positif

rabies 70 %. d) Hewan menggigit 4 orang tanpa provokasi, kemungkinan positif

rabies 100%.

Ketepatan diagnosa di lapangan ditentukan pula oleh status wilayah.

Penggigitan yang terjadi di daerah wabah walaupun hanya terhadap 1 orang,

kecenderungan positif rabies dapat menjadi 100%.

2. Diagnosa Laboratorium

Cara yang paling sederhana untuk menentukan rabies secara laboratorium adalah dengan menemukan Negeri bodies (typical inclusion bodies) pada preparat

ulas jaringan otak (hypocampus) yang telah diwarnai dengan pewarnaan Sellers.

Kadang-kadang Negeri bodies tidak terdeteksi, karena itu perlu dilakukan inokulasi

jaringan otak pada tikus putih. Bila tikus tersebut mati maka jaringan otaknya


(46)

Metode pemeriksaan yang lebih canggih untuk mendiagnosa rabies adalah

dengan Flourescence Antibody Test (FAT). Metode FAT hasilnya akurat dan cepat,

sedangkan preparat yang diperlukan untuk pembuatan FAT bisa yang masih segar,

beku atau spesimen dalam glycerol. FAT juga bisa mendeteksi virus rabies yang

berasal dari preparat kelenjar ludah (salivary glands).

Diagnosis laboratorium dari rabies pada hewan penting dilakukan di

laboratorium tertentu oleh tenaga yang terampil dan berpengalaman, karena dalam

banyak kasus, ini melibatkan keputusan pengobatan pada manusia (Dinas Peternakan

Prop.Sumut, 2006b).

Penyakit ini sering berjalan dengan cepat dan dalam sepuluh hari dapat

menyebabkan kematian sejak timbulnya gejala, sehingga pemeriksaan serologis

kadang-kadang belum sempat dilakukan, walaupun secara klinis cukup jelas

(Depkes,2007a).

Penetapan suatu Kejadian Luar Biasa (KLB) rabies jika memenuhi salah satu

kriteria (Depkes 2004) :

- Peningkatan jumlah kasus gigitan hewan tersangka rabies menurut periode

waktu (mingguan/harian) di suatu kecamatan, desa/kelurahan dibandingkan

dengan periode sebelumnya.

- Terdapat satu kasus klinis rabies pada manusia

2.2. Sejarah Rabies di Indonesia

Rabies merupakan penyakit zoonosis yang telah lama ada di Indonesia dan telah


(47)

seekor kerbau oleh J.W. Esser (1884), kemudian dilaporkan oleh Penning yang terjadi

pada seekor anjing di Jawa Barat (1889) dan kejadian rabies pada manusia

dilaporkan pertama kali oleh Eilers de Zhaan pada tahun 1894 (Depkes, 2007a).

Setelah Perang Dunia ke-II kasus rabies di Indonesia ditemukan di Jawa Barat

(1948), Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur (1953), Sumatera Utara (1956),

Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara (1958), Sumatera Selatan (1959), DI Aceh

(1970), Jambi dan Yogyakarta (1971).

Soeharso (2003) menuliskan pada tahun 1972 ditemukan kasus pertama rabies

di DKI Jakarta. Kasus pertama rabies di Bengkulu dan Kalimantan Timur (1974),

Riau (1975) dan Kalimantan Tengah (1978). Penyakit rabies kembali meluas ke

Propinsi Kalimantan Selatan pada tahun 1983 dan pada akhir tahun 1997, wabah

rabies muncul di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (Dinas Peternakan

Prop.Sumut,2006b).

2.3. Pembagian Status Daerah dan Kriterianya 2.3.1. Status Daerah

2.3.1.1.Daerah Bebas, kriterianya :

a. Daerah yang secara historis tidak pernah ditemukan penyakit rabies.

b. Daerah yang pernah tertular rabies tetapi dalam 2 (dua) tahun terakhir tidak ada

kasus secara klinis dan epidemiologis dan dikonfirmasikan secara laboratoris.

Khusus untuk manusia kasusnya berasal dari daerah tersebut (bukan kasus


(48)

Beberapa daerah yang sebelumnya menjadi daerah tertular telah ditetapkan

menjadi daerah bebas rabies yaitu :

- Propinsi Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah

(berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor : 892 /Kpts/TN. 560/9/97)

- Propinsi Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta (berdasarkan SK Menteri

Pertanian Nomor : 566/KPTS/PD.640/2004)

2.3.1.2. Daerah Tertular, kriterianya:

Daerah yang dalam 2 (dua) tahun terakhir pernah ada kasus rabies pada hewan

dan manusia (baik secara berurutan atau tunggal) secara klinis, epidemiologis dan

dikonfirmasikan secara laboratoris. Khusus untuk manusia kasusnya berasal dari

daerah tersebut (bukan kasus import).

2.3.1.3. Daerah Tersangka, kriterianya :

a. Daerah yang dalam 2 (dua) tahun terakhir ada kasus rabies secara klinis dan

epidemiologis tapi belum dibuktikan secara laboratoris.

b. Daerah yang berbatasan langsung dalam satu daratan dengan daerah tertular.

2.3.2. Batas Daerah

Yang dapat dijadikan pegangan dalam menentukan batasan daerah adalah :

a. Pulau

b. Propinsi/Kabupaten/Kota yang mempunyai sarana pengawasan lalu-lintas

hewan penular rabies yang dapat mencegah penularan rabies (Departemen


(49)

2.4. Program Pembebasan Rabies

Mengingat akan bahaya rabies terhadap kesehatan dan ketentraman masyarakat

karena dampak buruknya selalu diakhiri dengan kematian serta dapat mempengaruhi

dampak perekonomian khususnya bagi pengembangan daerah-daerah pariwisata di

Indonesia yang tertular rabies, maka usaha pengendalian penyakit berupa pencegahan

dan pemberantasan perlu dilakukan seintensif mungkin menuju pada program

pembebasan. Kebijakan memberantas rabies dilaksanakan dengan alasan utama untuk

perlindungan kehidupan manusia dan mencegah penyebaran ke hewan lokal dan

satwa liar (Dinas Peternakan.Prop.Sumut, 2006b).

2.4.1.Landasan Kerjasama

Program pembebasan rabies merupakan Kesepakatan Nasional dan merupakan

kerjasama kegiatan 3 (tiga) Departemen, yaitu Departemen Pertanian (Direktorat

Jenderal Peternakan), Departemen Dalam Negeri ( Direktorat Jenderal Pembinaan

Umum dan Otonomi Daerah ) dan Departemen Kesehatan (Direktorat Jenderal

Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman) dengan

dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Nomor : 279A/Men.Kes/SK/VIII/ 1978,

Nomor : 522/Kpts/Um/8/78 dan Nomor : 143 Tahun 1978 yang dikeluarkan tanggal

15 Agustus 1978.

Program ini dimulai pada Pelita V (1989 - 1993) di Pulau Jawa dan Kalimantan

dan kemudian pada Pelita VI (1994-1998) diperluas ke semua pulau tertular yaitu


(50)

2.4.2. Prinsip Dasar Sektor Peternakan

Rabies adalah penyakit daftar B pada Office International des Epizooties (OIE)

yang penting dari aspek sosio-ekonomi dan kesehatan masyarakat. (Dinas Peternakan

Prop.Sumut, 2006b). Pembebasan rabies dapat dicapai dengan menjalankan gabungan

atau kombinasi strategi di bawah ini :

1. Karantina dan pengawasan lalu lintas terhadap hewan penular penyakit.

2. Pemusnahan hewan tertular dan hewan yang kontak untuk mencegah sumber

virus rabies yang paling berbahaya.

3. Vaksinasi semua hewan yang dipelihara di daerah tertular untuk melindungi

hewan terhadap infeksi dan mengurangi kontak terhadap manusia.

4. Penelusuran dan surveilans untuk menentukan sumber penularan dan arah

pembebasan dari penyakit

5. Kampanye peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness) untuk

memfasilitasi kerjasama masyarakat terutama dari pemilik hewan dan

komunitas yang terkait.

2.4.2.1. Metode Pencegahan Penyebaran dan Eliminasi Agen Penyebab

Secara alamiah metode awal untuk mencegah penyebaran rabies dan eliminasi

agen penyebab, adalah dengan cara sedapat mungkin menghindari gigitan, baik dari

anjing peliharaan apalagi gigitan anjing liar atau yang diliarkan. Pendekatan ini

terutama harus diterapkan pada anak-anak dan remaja yang berpotensi mendapat


(51)

yang berpotensi untuk berkumpul dan bertemunya anjing, sekaligus akan mengurangi

atau meniadakan kesempatan kontak antar anjing.

Di lapangan sasaran pemberantasan ditujukan terhadap anjing atau hewan

penular rabies (HPR) yang tidak diketahui status vaksinasinya, baik anjing peliharaan

maupun anjing liar. Berdasarkan laporan penelitian tentang Analisa Epidemiologi

Data Surveillance Rabies di Indonesia oleh Padri dkk (1986), diketahui adanya

korelasi antara jumlah penduduk, jenis kelamin dan golongan umur, orang yang

mendapat vaksin anti rabies, total gigitan, populasi anjing, jumlah anjing menggigit,

jumlah spesimen diperiksa, jumlah spesimen yang positif dan jumlah hewan yang

divaksinasi dengan prevalensi rabies.

Di daerah-daerah/pulau-pulau yang bebas rabies kemungkinan hewan terjangkit

rabies bisa saja terjadi, karena masuknya anjing atau hewan penular rabies (HPR) dari

daerah tertular. Untuk melindungi daerah yang bebas rabies, tindakan pengawasan

lalu lintas anjing dan hewan penular rabies yang masuk dari luar secara ketat harus

dilakukan dengan konsisten.

2.4.2.2. Tindakan Karantina dan Pengawasan Lalu-Lintas

Luas daerah rawan bergantung kepada faktor-faktor seperti jumlah dan spesies

hewan tertular dan hewan kontak, lokasi geografis, lalu lintas anjing dan HPR lainnya

yang diketahui maupun yang tidak terawasi. Arus lalu lintas yang tidak terawasi

adalah aspek kritis bagi pengendalian rabies di daerah. Dalam skala praktis di

lapangan, daerah (desa, kecamatan, kabupaten) yang bersinggungan/ berbatasan


(52)

2.4.2.3. Tindakan Terhadap Hewan Tertular

Setiap anjing dan HPR yang menggigit harus dianggap sebagai hewan tertular

atau tersangka rabies. Tindakan observasi selama 10-14 hari harus diterapkan.

Apabila hasil observasi negatif, pemusnahan paska observasi dapat dilaksanakan

berdasarkan kondisi-kondisi tertentu seperti atas permintaan pemilik atau kondisi

anjing sudah tidak layak untuk dipelihara lebih lanjut.

Semua anjing dan HPR lain yang berada di wilayah administratif daerah yang

terjadi wabah dinyatakan sebagai hewan tertular rabies sah dijadikan sasaran

eliminasi. Hewan yang masuk dari luar ke dalam daerah wabah, terutama yang masuk

secara ilegal dapat pula menjadi target pemusnahan. Pemusnahan dilakukan terutama

terhadap anjing, kucing dan kera yang mempunyai potensi sangat besar dalam

menularkan dan menyebarkan rabies.

2.4.2.4. Tindakan Terhadap Hewan Kontak

Hewan-hewan yang kontak dengan penderita rabies bisa saja menimbulkan

masalah yang lebih besar daripada hewan tertular. Tanda-tanda klinis dari hewan

tertular dapat terlihat setelah beberapa jam, beberapa hari, satu minggu atau paling

lama dua minggu (Dinas Peternakan Prop.Sumut, 2006b).

Keunikan rabies adalah masa inkubasi penyakit ini cukup lama, dari beberapa

minggu sampai beberapa bulan. Sehingga, seseorang bisa saja membawa anjing yang

diperkirakan sehat sementara sudah terdapat virus rabies dalam tubuhnya dari daerah

tertular. Dengan pola inilah rabies menyebar dari satu propinsi ke propinsi lain


(53)

Tindakan karantina untuk memudahkan observasi, baik untuk hewan-hewan

yang kontak dengan penderita rabies maupun anjing atau HPR lain yang menggigit,

merupakan prosedur yang harus ditempuh sampai diperoleh kepastian bahwa hewan

tersebut bebas rabies. Pada dasarnya hewan-hewan yang kontak dengan penderita

rabies maupun anjing yang menggigit sama sekali tidak boleh dibunuh sebelum hasil

observasi dikeluarkan.

2.4.2.5. Pengendalian Lalu-lintas di Daerah Tertular

Begitu kejadian kasus rabies dipastikan maka suatu langkah yang cepat harus

dilakukan untuk menetapkan daerah tertular (DT) dan daerah rawan (DR) yang

mengelilingi DT, dengan merujuk dan mempedomani secara ketat

ketentuan-ketentuan yang berlaku secara nasional.

Keberadaan DT berlaku hanya sampai dinyatakan bahwa anjing liar di daerah

tertular sudah dimusnahkan, daerah tersebut kemudian didesinfeksi dan HPR

peliharaan lainnya di DT divaksinasi. Tidak ada lalu lintas HPR dan hewan yang

tidak di vaksinasi masuk maupun keluar DT. Setelah kasus rabies dapat dihilangkan

dari DT dan hewan-hewan peka lainnya telah divaksinasi, maka DT bisa diturunkan

menjadi DR dan hewan yang ada di DT tersebut tetap berada di bawah pengawasan

dan kontrol yang ketat petugas Dinas Peternakan.

2.4.2.6. Tindakan Terhadap Anjing yang Menggigit

Anjing yang menggigit di daerah wabah dianggap telah tertular sehingga harus ditangkap dan dibunuh. Khususnya kalau anjing itu anjing liar atau diliarkan. Kepala


(54)

dimaksudkan untuk melindungi jiwa manusia dan sekaligus mengurangi korban.

Apabila anjing tersebut berpemilik perlu dilihat catatan atau informasi mengenai

vaksinasinya.

Tindakan terhadap hewan berpemilik yang telah divaksin apabila

menggigit/mencakar dan terhadap hewan berpemilik yang kontak dengan hewan

tertular rabies adalah:

- Isolasi dan observasi selama 14 hari

- Jika dalam masa observasi tetap hidup dibebaskan tetapi jika hewan tidak

berpemilik maka dimusnahkan.

- Jika dalam masa observasi anjing mati, otaknya harus dikirim ke laboratorium

untuk peneguhan diagnosa rabies.

Tindakan terhadap hewan berpemilik yang tidak divaksin apabila

menggigit/mencakar adalah :

- Isolasi dan observasi selama 14 hari.

- Jika dalam masa observasi anjing/kucing tetap hidup dibebaskan.

- Jika dalam masa observasi anjing/kucing mati maka otaknya harus dikirim ke

laboratorium untuk meneguhkan diagnosa rabies.

Tindakan terhadap hewan yang tidak berpemilik apabila menggigit/mencakar

adalah anjing dibunuh dan spesimen otak dikirim ke laboratorium untuk meneguhkan

diagnosa rabies. (Dinas Peternakan.Prop.Sumut, 2006b).

Bertitik tolak dari langkah operasional pelaksanaan pembebasan rabies menurut


(55)

penertiban dan pengawasan pemeliharaan anjing dengan menetapkan beberapa

ketentuan, yaitu :

1. Setiap anjing berpemilik harus divaksinasi.

2. Bagi anjing berpemilik yang tidak divaksinasi dilakukan eliminasi.

3. Anjing dipelihara di halaman dan tidak boleh dibiarkan lepas berkeliaran.

4. Bila rumah tidak berpagar rapat, anjing harus diikat dengan rantai yang

panjangnya tidak lebih dari 2 m.

5. Anjing yang sudah divaksinasi diberi tanda.

6. Apabila hendak dibawa keluar halaman, anjing harus diikat dengan rantai/tali dan

moncongnya di berangus.

7. Pemilik anjing wajib mendaftarkan anjingnya pada ketua RT dan wajib

melakukan vaksinasi rabies terhadap anjingnya secara teratur setiap tahun

2.4.3. Pokok-pokok Kegiatan Sektor Kesehatan

2.4.3.1. Pencegahan Rabies setelah Gigitan Hewan Penular Rabies

Setiap ada kasus gigitan hewan penular rabies harus ditangani dengan cepat dan

sesegera mungkin. Untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang masuk pada luka

gigitan, usaha yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan dengan air (sebaiknya

air mengalir) dengan sabun atau detergen selama 10-15 menit, kemudian diberi

antiseptik (alkohol 70%, betadine, jodium).

Meskipun pencucian luka menurut keterangan penderita sudah dilakukan namun

di Puskesmas Pembantu/Puskesmas/Rumah Sakit harus dilakukan kembali pencucian


(56)

situasi yang tidak terlalu erat dan tidak menghalangi pendarahan dan drainase. Bila

memang perlu sekali untuk dijahit dengan alasan kosmetik dan dukungan jaringan.

Jahitan dilakukan setelah pemberian Serum Anti Rabies (SAR) sesuai dengan dosis,

yang disuntikkan di sekitar luka. Disamping itu harus dipertimbangkan pula perlu

tidaknya pemberian serum/vaksin anti tetanus, anti biotik untuk mencegah infeksi dan

pemberian analgetik ( Depkes, 2007a ).

2.4.3.2. Pemberian Vaksin dan Serum Anti Rabies

Pemberian vaksin anti rabies (VAR) disertai serum anti rabies (SAR) harus

didasarkan jawaban atas pertanyaan terhadap penderita yang meliputi : bagaimana

bentuk paparan (kontak/jilatan/gigitan), lokasi kejadian (di daerah bebas / tertular /

terancam), apakah di dahului tindakan provokatif / tidak), apakah hewan yang

menggigit menunjukkan gejala rabies, hewan yang menggigit (hilang / lari / dibunuh),

hewan yang menggigit mati (tetapi masih diragukan menderita rabies), penderita

pernah mendapat vaksin anti rabies (kapan) dan hewan yang menggigit pernah

mendapat VAR (kapan).

Dilakukan identifikasi luka gigitan apakah luka dengan resiko tinggi ; jilatan /

luka pada mukosa, luka di atas daerah bahu (muka, kepala, leher), luka pada jari

tangan, kaki , genitalia, luka yang lebar/ dalam dan banyak (multiple) . Terhadap luka

resiko tinggi, selain VAR juga diberi SAR. Pada luka resiko rendah yaitu jilatan pada

kulit luka, lecet akibat garukan atau luka kecil di sekitar tangan, badan dan kaki,


(1)

U

n

iv

e

r

s

ita

s

Su

m

a

te

r

a

U

ta

r


(2)

Lampiran 8

Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Pengetahuan, Sikap, Sarana Vaksinasi Rabies, Anjuran Petugas Peternakan, Keterpaparan Media Penyuluhan , Anjuran Tokoh Masyarakat dan Pemeliharaan Anjing di Kecamatan Sumbul

KabupatenDairi 1. Pengetahuan

Jawaban

a b c No Indikator

n % n % n %

1

Pengertian penyakit rabies:

d. Penyakit menular yang menyerang otak (susunan saraf pusat).

e. Penyakit menular karena gigitan anjing. f. Tidak tahu

15 15,6 73 76,0 8 8,3

2

Penyebab penyakit rabies: a. Virus rabies.

b. Kuman. c. Tidak tahu.

12 12,5 59 61,5 25 26,0

3

Hewan yang dapat menularkan rabies: a. Anjing, kucing dan kera.

b. Anjing. c. Tidak tahu.

25 26,0 53 55,2 18 18,8

4

Cara penularan rabies:

a. Masuk ke dalam tubuh melalui luka gigita yang terkena air liur hewan penderita rabies.

b. Masuk ke dalam tubuh melalui jilatan anjing. c. Tidak tahu

19 19,8 48 50,0 29 30,2

5

Tanda-tanda rabies pada anjing:

a. Anjing menjadi ganas dan menggigit apa saja yang dijumpai, air liur keluar berlebihan, ekor dilengkungkan diantara 2 lipatan paha di bawah perut, anjing tidak lagi menuruti perintah tuannya.


(3)

b. Menjawab maksimal 2 dari jawaban a. c. Tidak tahu.

6

Tanda-tanda rabies pada manusia:

a. Takut pada air, takut pada sinar,rasa panas pada bekas gigitan, kejang-kejang.

b. Menjawab maksimal 2 dari jawaban a. c. Tidak tahu.

4 4,2 34 35,4 58 60,4

7

Saran kepada seseorang yang baru digigit anjing a. Segera mencuci luka gigitan dengan air dan sabun

selama 5- 10 menit, kemudian pergi ke puskesmas terdekat.

b. Pergi ke puskesmas. c. Tidak tahu

29 30,2 55 57,3 12 12,5

8

Pencegahan agar anjing tidak tertular rabies

a. Memberikan vaksinasi rabies secara teratur setiap tahun dan memasang rantai pada anjing.

b. Memberikan vaksinasi rabies. c. Tidak tahu

.

33 34,4 25 26,0 38 39,6

9

Tindakan bila anjing peliharaan digigit anjing liar

a. Mengurung dan mengamati anjing peliharaan tersebut selama 2 minggu

b. Mengurung anjing peliharaan tersebut. c. Tidak tahu.

14 14,6 28 29,2 54 56,3

10

Tindakan bila ada anjing menggigit lebih dari satu orang a. Anjing dibunuh dan kejadian penggigitan dilaporkan ke

petugas Dinas Peternakan. b. Anjing dibunuh.

c. Tidak tahu

16 16,7 59 61,5 21 21,9

11

Partisipasi masyarakat untuk pencegahan rabies

a. Memberikan vaksinasi rabies secara teratur pada anjing, tidak membiarkan anjing berkeliaran , memasang rantai pada anjing dan brongsong pada mulut anjing

b. Menjawab maksimal 2 dari jawaban a. c. Tidak tahu.


(4)

2. Sikap

Tidak Setuju

Kurang

Setuju Setuju Indikator

n % n % n %

1 Anjing peliharaan diberikan vaksinasi rabies tiap tahun. 12 12,5 52 54,2 32 33,3 2 Anjing yang sudah divaksinasi diberi tanda khusus. 24 25,0 30 31,3 42 43,8 3 Anjing disekitar rumah/tetangga juga divaksinasi rabies. 18 18,8 48 50,0 30 31,3 4 Pemilik anjing mendaftarkan anjing peliharaannya 47 49,0 29 30,2 20 20,8 5

Masyarakat yang tahu adanya kasus gigitan anjing melapor kepada petugas peternakan /kepala lingkungan/kelurahan setempat.

24 25,0 52 54,2 20 20,8 6 Setiap orang yang digigit anjing liar atau yang diliarkan

segera dikirim ke puskesmas. 17 17,7 20 20,8 59 61,5

7

Anjing liar atau yang diliarkan pemiliknya dilaporkan kepada petugas dinas peternakan agar ditangkap dan dibunuh..

69 71,9 25 26,0 2 2,1

8

Anjing yang dibawa keluar pekarangan rumah diharuskan memakai rantai yang panjangnya tidak lebih dari 2 meter dan memakai penutup moncong (berangus)

47 49,0 44 45,8 5 5,2 9 Anjing dipelihara di halaman dan tidak boleh

berkeliaran di luar halaman 43 44,8 29 30,2 24 25,0

10 Bila rumah pemilik anjing tidak mempunyai pagar yang

kuat, anjing dipelihara di dalam kandang 34 35,4 45 46,9 17 17,7 11 Dilakukan pengawasan ketat terhadap keluar masuknya

anjing dari dan ke satu daerah oleh petugas peternakan 32 33,3 12 12,5 52 54,2 12 Pencegahan penyakit rabies juga merupakan tugas

masyarakat pemilik anjing disamping pemerintah 23 24,0 16 16,7 57 59,4 13 Penyuluhan tentang rabies perlu dilakukan secara


(5)

3. Sarana Vaksinasi Rabies

Jawaban

Ya Tidak No Indikator

n % n %

1 Pelaksanaan vaksinasi rabies secara massal setiap tahun 2 2,1 94 97,9 2 Ada informasi jadwal pelaksanaan vaksinasi rabies 36 37,5 60 62,5 3 Ada petugas vaksinasi yang memberikan vaksinasi 67 69,8 29 30,2 4 Pemberian vaksinasi secara rutin oleh petugas 65 67,7 31 32,3

4. Anjuran Petugas Peternakan

Jawaban

Ya Tidak No Indikator

n % n %

1 Anjuran petugas peternakan untuk memberikan vaksinasi

rabies pada anjing 63 65,6 33 34,4

2 Anjuran petugas peternakan untuk pemasangan rantai

pada anjing 71 74,0 25 26,0

3 Anjuran petugas peternakan untuk menyediakan kandang

bagi anjing . 75 78,1 21 21,9

5. Keterpaparan Media Penyuluhan

Jawaban

Ya Tidak No Indikator

n % n %

1 Pernah melihat penyuluhan tentang penyakit rabies dari


(6)

2 Pernah membaca keterangan tentang penyakit rabies

melalui selebaran (leaflet) 36 37,5 60 62,5

3 Pernah membaca keterangan tentang penyakit rabies

melalui surat kabar 33 34,4 63 65,6

4 Pernah membaca keterangan tentang penyakit rabies

melalui poster 27 28,1 69 71,9

5 Pernah mendengar keterangan tentang penyakit rabies

melalui radio 28 29,2 68 70,8

6. Anjuran Tokoh Masyarakat

Jawaban

Ya Tidak No Indikator

n % n %

1 Anjuran tokoh masyarakat untuk memberikan vaksinasi

rabies pada anjing 56 58,3 40 41,7

2 Anjuran tokoh masyarakat untuk pemasangan rantai pada

anjing 55 57,3 41 42,7

3 Anjuran tokoh masyarakat untuk menyediakan kandang

bagi anjing 62 64,6 34 35,4

7. Pemeliharaan Anjing

Jawaban

Ya Tidak No Indikator

n % n %

1 Pemilik anjing memberikan vaksinasi rabies pada anjing

peliharaan 57 59,4 39 40,6

2 Pemilik anjing memasang rantai pada anjing 22 22,9 74 77,1 3 Pemilik anjing memelihara anjing dalam kandang 18 18,8 78 81,3


Dokumen yang terkait

Hubungan Pengetahuan Pemilik Anjing dan Faktor Persepsi Pencetus dengan Pencegahan Penyakit Rabies di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah

0 51 177

Analisis Faktor Predisposing, Enabling Dan Reinforcing Terhadap Tindakan Pemilik Anjing Dalam Pencegahan Penyakit Rabies Melalui Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) Di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara

3 60 154

Profil pemeliharaan anjing dan keterkaitannya dengan kejadian rabies di Kecamatan Pasaman KabupatenPasaman Barat Provinsi Sumatera Barat

0 6 142

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINDAKAN PEMILIK DALAM PEMELIHARAAN ANJING SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN RABIES DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAUH KOTA PADANG TAHUN 2012.

0 1 15

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Vaksinasi Rabies Dalam Pemeliharaan Anjing di Kecamatan Bebandem Kabupaten Karangasem Tahun 2015.

0 0 42

Perhatian Pemilik Anjing dalam mendukung Bali Bebas Rabies.

0 0 8

Perhatian Pemilik Anjing Dalam Mendukung Bali Bebas Rabies.

0 0 8

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEMILIK ANJING DENGAN UPAYA PENCEGAHAN RABIES DI PUSKESMAS TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA | Lesnussa | JURNAL KEPERAWATAN 11898 23724 1 SM

0 2 8

Hubungan Pengetahuan Pemilik Anjing dan Faktor Persepsi Pencetus dengan Pencegahan Penyakit Rabies di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah

0 0 14

Analisis Faktor Predisposing, Enabling Dan Reinforcing Terhadap Tindakan Pemilik Anjing Dalam Pencegahan Penyakit Rabies Melalui Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) Di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara

0 0 18