Peberdayaan Usaha Kecil Melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) Studi pada Program Kemitraan Perum Perumnas Reg. VI.

PEMBERDAYAAN USAHA KECIL MELALUI PROGRAM
KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN (PKBL)
(Studi pada Program Kemitraan Perum Perumnas Regional VI
Surabaya)

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh gelar sarjana pada
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Disusun Oleh :

AHMAD TOBARI
0341010152

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JATIM
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
SURABAYA
2010


 

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
yang berjudul “Pemberdayaan Usaha Kecil Melalui Program Kemitraan dan
Bina Lingkungan (PKBL) (Studi Tentang Dana Pinjaman Program Kemitraan
dan Bina Lingkungan (PKBL) PERUM PERUMNAS Regional VI Surabaya".
Tugas ini dibuat dalam memenuhi persyaratan kurikulum pada Progdi Administrasi
Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional
“VETERAN” Jawa Timur.
Dalam tersusunnya tugas ini penulis mengucapakan terima kasih sebesarbesarnya kepada Dra. Diana Hertati, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis. Disamping itu
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dra. Hj. Suparwati, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik.
2. Bapak Dr. Lukman Arif, M.Si, selaku Ketua Jurusan Administrasi Publik.
3. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Seluruh Staf Perum Perumnas Regional VI Surabaya yang telah banyak
membantu penulis dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.
5. Kedua Orang tuaku, kakak serta adik-adikku tercinta yang telah memberikan
dukungan baik moril maupun materiil selama proses penyusunan proposal
skripsi ini.
v

6. Teman-teman dan semua pihak yang tak bisa penulis sebutkan satu-persatu
yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan masukan dan
bantuan dalam penyusunan laporan ini.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari masih ada kekurangankekurangan dalam penyusunannya. Oleh karena itu penulis senantiasa bersedia dan
terbuka dalam menerima saran, kritik dari semua pihak yang dapat menambah
kesempurnaan skripsi.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih serta besar harapan penulis
skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Surabaya, 25 Februari 2010

Penulis


vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Berpkir …………………………………………………………. 44
Gambar 2. Analisis data interaktif …………………………………………………… 52
Gambar 3. Struktur Organisasi
Perum Perumnas Regional VI Surabaya ………………………………….. 58
Gambar 4 Alur Pinjaman Modal
Perum Perumnas Regional VI ……………………………………………. 73

ix

DAFTAR TABEL

TABEL 1 Penyaluran Pinjaman Modal Usaha Program Kemitraan
Perum Perumnas Reg. VI Surabaya Tahun 2008-2009 ………….…… 10
TABEL 2 Komposisi Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin ………………….…. 65
TABEL 3 Komposisi Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal ….…… 66

TABEL 4 Komposisi Pegawai Berdasarkan Pangkat dan Golongan …………… 67
TABEL 5 Daftar Mitra Binaan PKBL
Perum Perumnas Regional VI di Surabaya …………………………… 69
TABEL 6 Daftar Pinjaman Yang Diberikan
Kepada Mitra Binaan PKBL Perum Perumnas
Regional VI di Surabaya ………………………………………………. 71
TABEL 7 Daftar Mitra Binaan Yang Mempunyai Tunggakan
Angsuran Pinjaman Modal PKBL Perum Perumnas Reg. VI ………… 84
TABEL 8 Daftar Mitra Binaan yang mampu menunjang
kegiatan Usahanya dengan fasilitas internet
melalui Diklat Pengenalan Internet
PKBL Perum Perumnas Reg. VI. Surabaya …………………………… 90
TABEL 9 Daftar Mitra Binaan yang hanya menambah wawasan
tentang penggunaan komputer dalam Diklat Pengenalan Internet
PKBL Perum Perumnas Reg. VI Surabaya ……………………………. 91

x

ABTRAKSI


AHMAD TOBARI, 2010, Peberdayaan Usaha Kecil Melalui Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) Studi pada Program Kemitraan
Perum Perumnas Reg. VI.
Dosen Pembimbing : Dra. Diana Hertati, M. Si
121 Hal +
Penelitian ini didasarkan pada keberhasilan PKBL Perum Perumnas Reg. VI
dalam memberdayakan 21 UKM dari 33 UKM yang menjadi Mitra Binaan Perum
Perumnas Reg. VI di Surabaya pada tahun 2008. Indikator keberhasilan Program
Kemitraan Perum PErumnas Reg. VI didasarkan pada pembayaran angsuran dari
pinjaman modal yang diberikan kepada Mitra Binaan. Pembayaran angsuran
pinjaman modal terbagi atas 3 kategori yaitu kredit lancar, kurang lancar dan
macet. Dari 33 UKM yang menjadi Mitra Binaan Perum Perumnas Reg. VI 21
diantaranya termasuk dalam kredit lancar, dari data tersebut dapat diketahui
bahwa 21 Mitra Binaan berhasil meningkatkan kegiatan usahanya menjadi
tangguh dan mandiri. Pemberdayaan yang dilakukan oleh PKBL Perum
Perumnas Reg. VI dilaksanakan dengan memberikan pinjaman modal usaha dan
pembinaan berupa diklat pengenalan internet kepada UKM yang menjadi Mitra
Binaan PKBL Perum Perumnas Reg. VI.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
dengan metode pendekatan kualitatif. Jenis data dalam penelitian ini adalah data

primer yaitu meliputi Staff PKBL dan Mitra Binaan PKBL Perum Perumnas Reg.
VI. Sedangkan data sekunder berasal dari hasil dokumentasi. Teknik
pengumpulan datanya menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi.
Keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik
pemeriksaan didasarkan atas criteria: derajat kepercayaan, keteralihan, standar
ketergantungan, kepastian. Fokus penelitiannya adalah Pemberdayaan Usaha
Kecil melalui pemberian pinjaman modal usaha dan pembinaan melalui diklat
pengenalan internet oleh PKBL Perum Perumnas Reg. VI. Dari data yang
dianalisis maka dapat disimpulkan pemberian pinjaman modal usaha telah
dilaksanakan sesuai prosedur yang baik dan dapat membantu Mitra Binaan untuk
meningkatkan kegiatan usahanya sedangkan dalam pembinaan berupa diklat
pengenalan internet tidak dapat menjadi fasilitas penunjang bagi semua Mitra
Binaan, Mitra binaan yang bergerak di bidang pertokoan dan warung makanan
tidak dapat mempergunakan fasilitas internet untuk meningkatkan usahaya
sehingga pemberdayaan yang dilakukan PKBL Perum Perumnas Reg. VI belum
sepenuhnya berhasil.
 

1


BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Usaha kecil dan menengah atau yang disebut UKM merupakan salah
satu kekuatan pendorong terdepan dan pembangunan ekonomi. Gerak sektor
usaha kecil dan menengah amat vital untuk menciptakan pertumbuhan dan
lapangan pekerjaan. UKM cukup fleksibel dan dapat dengan mudah
beradaptasi dengan pasang surut dan arah permintaan pasar. Mereka juga
menciptakan lapangan pekerjaan lebih cepat dibandingkan sektor usaha
lainnya, dan mereka juga cukup memberikan kontribusi penting dalam
ekspor dan perdagangan. Karena itu UKM merupakan aspek penting dalam
pembangunan ekonomi yang kompetitif.
Krisis ekonomi yang menerpa Indonesia sejak tahun 1997 hingga
sekarang telah menumbuhkan kesadaran berpikir dengan paradigma baru
dalam pengelolaan ekonomi nasional. Paradigma lama pembangunan
ekonomi yang bertumpu serta mengandalkan peranan konglomerat atau
swasta nasional ternyata membuat rapuh fundamental ekonomi nasional.
Pengelolaan ekonomi yang kurang transparan dan kurang memberikan
partisipasi pelaku ekonomi lainnya, menimbulkan ketimpangan dalam

penguasaan aset nasional. Akibatnya penguasaan perekonomian jatuh ke
tangan kelompok bisnis yang berskala besar yang tidak mengakar pada
kepentingan rakyat banyak.

2

Pelaku ekonomi dalam konteks Indonesia terdiri dari tiga pilar utama,
yakni BUMN, Koperasi dan Swasta (UKM dan Nasional). Dan kenyataannya
peranan BUMN dan Koperasi, selama ini terlihat kurang begitu diperhatikan
dalam struktur ekonomi nasional, sehingga kondisi ini sering kali
menimbulkan beban ekonomi yang pincang. Hal ini terbukti ketika beberapa
negara Asia diterpa krisis akibat fluktuasi nilai tukar uang, Indonesia-lah
yang paling parah mengalami keterpurukan. Kondisi ini lebih disebabkan
beban hutang yang besar yang dilakukan oleh swasta telah memberikan
kontribusi yang besar terhadap ambruknya perekonomian nasional.
Langkah yang segera ditempuh dalam memperbaiki kembali kondisi
ekonomi nasional adalah mengembalikan pengelolaan perekonomian kepada
ketiga pilar tersebut secara berimbang. Dalam rangka memberikan
kesempatan yang berimbang kepada ketiga pelaku ekonomi dalam
pengelolaan perekonomian nasional, pemerintah telah mengeluarkan

kebijakan berbentuk program kemitraan yaitu pembinaan dan pemberian
kredit murah untuk modal kerja UKM.
Dengan kondisi ini diharapkan akan tumbuh UKM yang sehat bukan
UKM yang direkayasa oleh pemerintah atau siapapun. Oleh karenanya
keberhasilan UKM lebih ditentukan oleh faktor kualitas dan manfaat serta
berorientasi kepada pasar.
Pengertian kemitraan menurut undang-undang nomor 9 tahun 1995 pada
bab I dikatakan sebagai kerjasama usaha kecil dengan usaha menengah atau
dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha

3

menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling
memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan, ini merupakan
suatu landasan pengembangan usaha.
Kerjasama ini tidaklah terwujud dengan sendirinya saja, akan tetapi
harus dibangun dengan sadar dan terencana, baik di tingkat nasional, maupun
di tingkat lokal yang lebih rendah. Gerakan Kemitraan Usaha Nasional
adalah wahana utama untuk meningkatkan kemampuan wirausaha nasional,
karena ujung tombak dalam menghadapi era ekonomi terbuka dan

perdagangan bebas adalah wirausaha nasional. kemitraan adalah suatu sikap
menjalankan bisnis yang diberi ciri dengan hubungan jangka panjang, suatu
kerjasama bertingkat tinggi, saling percaya, dimana pemasok dan pelanggan
berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan bisnis bersama.
(http://puslit.petra.ac.id/journals)
Selama ini istilah kemitraan ini telah dikenal dengan sejumlah nama,
diantaranya strategi kerjasama dengan pelanggan (strategic customer
alliance), strategi kerjasama dengan pemasok (strategic supplier alliance)
dan pemanfaatan sumber daya kemitraan (partnership sourcing). Banyak
program pemerintah yang dibuat demi majunya usaha kecil.

Hal ini

bertujuan untuk mendorong dan menumbuhkan pengusaha kecil tangguh dan
modern, pengusaha kecil sebagai kekuatan ekonomi rakyat dan berakar pada
masyarakat,

pengusaha

kecil


yang

mampu

memperkokoh

struktur

perekonomian nasional yang lebih efisien. (http://puslit.petra.ac.id/journals)

4

Kemitraan pada dasarnya menggabungkan aktivitas beberapa badan
usaha bisnis, oleh karena itu sangat dibutuhkan suatu organisasi yang
memadai. Dengan pendekatan konsep sistem, diketahui bahwa organisasi
pada dasarnya terdiri dari sejumlah unit atau sub unit yang saling berinteraksi
dan interdepedensi. Performansi dan satu unit dapat menyebabkan kerugian
pada unit-unit lainnya. Misalnya peningkatan penjualan tanpa diimbangi
kapasitas produksi yang lebih memadai, justru akan memperburuk efisiensi
Usaha Besar (BUMN dan Swasta Nasional) mempunyai kewajiban yang
semestinya harus diwujudkan yakni membina usaha kecil untuk bersamasama meningkatkan perekonomian nasional. Namun, agar upaya tersebut
dapat dicapai dengan optimal, perlu dilakukan pembenahan berupa
pembinaan terhadap beberapa aspek yang selama ini dinilai menjadi
permasalahan yang dihadapi UKM meliputi: aspek permodalan, pemasaran,
bahan baku, teknologi, manajemen, birokrasi, infrastruktur, dan perlunya
kemitraan.
BUMN sebagai salah satu pelaku ekonomi nasional yang masuk
kategori usaha skala besar yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh negara,
keberpihakannya kepada UKM dan Koperasi cukup besar dibandingkan
pihak Swasta. Hal ini dibuktikan oleh BUMN dengan adanya Surat
Keputusan nomor PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN
dengan Usaha kecil dan Bina Lingkungan (PKBL), di mana BUMN akan
mengalokasikan dana sebesar 2 % dari keuntungan bersih setelah pajak untuk
program Kemitraan.

5

Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) pada dasarnya
merupakan wujud tanggung jawab sosial BUMN kepada masyarakat. Secara
umum, PKBL diwujudkan dengan upaya-upaya untuk memberdayakan
masyarakat, meningkatkan kesejahteraan sosial dan pertumbuhan ekonomi
masyarakat secara berkesinambungan, dengan tetap menjaga kelestarian
lingkungan.
Aktivitas PKBL merupakan wujud nyata dari Program Penanggulangan
dan Pengentasan Kemiskinan yang dilaksanakan oleh Pemerintah, dimana
Masyarakat Miskin merupakan sasaran utamanya. (http://www.depkop.go.id/
depkopgoid2008/index.php?option=com_docman&task=doc_download&gid
=625&Itemid=.)
Program Kemitraan berupaya meningkatkan kondisi ekonomi dan
kesejahteraan rakyat melalui kemitraan antara BUMN dengan usaha kecil.
Komitmen pemerintah ini akan menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha
kecil untuk dapat berkembang dengan pemanfaatan peluang, kemudahan dan
keberpihakan pemerintah. Pada gilirannya mereka diharapkan dapat
memberdayakan dirinya sendiri dan mampu berperan aktif dalam rangka
memenangkan persaingan pasar (http://www.pp3.co.id/detnew.php?id=208).
Program kemitraan berupaya agar masyarakat bisa diberdayakan dan
bisa mengakses sumber-sumber ekonomi terutama adalah permodalan. Oleh
karena itu program kemitraan berupaya bagaimana rakyat miskin dan
pengusaha-pengusaha kecil mikro ini bisa mengakses kepada sumber-sumber
pembiayaan.

6

Peningkatan usaha kecil yang diarahkan pada upaya untuk mewujudkan
usaha kecil menjadi :
1. Gerakan ekonomi rakyat yang sehat, efisien, tangguh, kuat dan
mandiri.
2. Mampu menjadi soko guru perekonomian nasional yang merupakan
bentuk nyata peningkatan peran sertanya dalam pembangunan.
3. Mendorong pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja.
Untuk mencapai hasil yang optimal semestinya ketiga pelaku ekonomi
dapat saling bersinergi satu sama lain saling terjadi "ketergantungan" yang
dapat dalam kegiatan yang bersifat komplementer.
Dalam hal ini, peran pemerintah terhadap pemberdayaan usaha kecil
sangat dibutuhkan karena usaha kecil perlu diberi kemudahan baik
permodalan, perizinan dan pemasaran serta ditingkatkannya usaha dan saling
menguntungkan melalui pola kemitraan dalam meningkatkan peran dan
kedudukan usaha kecil dalam pembangunan.
Perum Perumnas Reg VI turut membantu pemerintah dalam kemudahan
menyediakan pinjaman modal kerja melalui Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan (PKBL). Peningkatan kemampuan usaha kecil agar menjadi
tangguh dan mandiri oleh PKBL PERUM PERUMNAS Regional VI
Surabaya diwujudkan dalam bentuk pemberian pinjaman untuk membiayai
modal kerja atau pembelian aktiva tetap usaha kecil yang berada di Surabaya.
PKBL Perum Perumnas Regional VI memberikan pinjaman modal
usaha kepada mitra binaan di surabaya, sedangkan di wilayah kerja Perum

7

Perumnas Regional VI yang lain sudah terdapat kantor cabang yang
melaksanakan Program Kemitraan. (Rencana Kerja dan Anggaran Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) Perum Perumnas Reg. VI)
Program Kemitraan dan Bina Lingkungan memberdayakan usaha kecil
melalui :
1. Pinjaman modal bagi usaha kecil yang menjadi mitra binaan di
wilayah kerja BUMN pembina untuk meningkatkan produksi dan
penjualan.
2. Pembinaan yang bersifat hibah untuk membiayai pendidikan,
pelatihan, pemagangan, pemasaran, promosi dan hal-hal lain yang
menyangkut peningkatan produktifitas mitra binaan serta untuk
pengkajian/ penelitian yang berkaitan dengan program kemitraan.
(Peraturan Menteri BUMN No PER 05/MBU/2007 pasal 11)
Program Kemitraan dan Bina Lingkungan memberikan pinjaman modal
usaha kepada UKM yang telah terdaftar menjadi binaan PKBL Perum
Perumnas Regional VI atau yang disebut mitra binaan di wilayah kerjanya.
Dalam proses pemberian pinjaman modal, pengusaha kecil yang ingin
menjadi mitra binaan PKBL Perum Perumnas Regional VI diharuskan
membuat proposal pengajuan pinjaman yang memuat kebutuhan dana
pengembangan usaha, surat keterangan usaha dari pihak yang berwenang dan
data pribadi pemilik usaha. (Rencana Kerja dan Anggaran Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) Perum Perumnas Reg. VI 2008)

8

Salah satu kendala pengusaha kecil dalam mengakses pinjaman modal
adalah adanya agunan/jaminan sebagai syarat untuk mendapatkan pinjaman,
menurut Parikesit Suprapto Phd (Staff Ahli Menteri Bidang Usaha Kecil)
dalam acara Gemari Show, Kamis 25 Oktober 2007 mengatakan:
“Dalam aturan, kita tidak kita atur masalah jaminan, tapi beberapa
BUMN melakukan hanya untuk ikatan bathin, ikatan moral antara
peminjam dan BUMN dan bukan menjadi persyaratan mutlak”.
Sehingga agunan/jaminan atas pinjaman modal yang disalurkan bukan
merupakan prasyarat mutlak bagi pengusaha kecil yang ingin mendapatkan
pinjaman

modal

usaha,

tergantung

dari

BUMN

akan

meminta

agunan/jaminan kepada pengusaha kecil atau tidak.
Untuk mengantisipasi penyalahgunaan pinjaman modal oleh UKM
maka pihak PKBL Perum Perumnas Regional VI melaksanakan evaluasi dan
seleksi kelayakan usaha kepada UKM setelah mengajukan proposal
pengajuan pinjaman modal. Evaluasi dan seleksi kelayakan usaha dilakukan
dengan cara survey lokasi dan identifikasi keterangan-keterangan yang
menyangkut kelayakan usaha calon mitra binaan. (Peraturan Menteri BUMN
No PER 05/MBU/2007 pasal 5)
Setelah pengusaha kecil menjadi mitra binaan PKBL Perum Perumnas
Regional VI maka ia harus melaporkan kegiatan usahanya secara periodik
kepada PKBL Perum Perumnas Regional VI sebagai bentuk pengawasan
BUMN pembina kepada mitra binaannya. Sehingga mitra binaan dapat
dipantau

perkembangannya.

05/MBU/2007 pasal 4).

(Peraturan

Menteri

BUMN

No

PER

9

Sebagai proses pemberdayaan PKBL Perum Perumnas Regional VI
melaksanakan pembinaan dalam rangka peningkatan produktifitas mitra
binaan dalam bentuk hibah untuk membiayai pendidikan, pelatihan,
pemagangan, pemasaran, promosi dan pengkajian/penelitian yang berkaitan
dengan program kemitraan.
Dalam pelaksanaannya hibah tidak dipakai untuk membiayai seluruh
bentuk pembinaan, hal ini dikarenakan beban pembinaan besarnya hanya 20
% dari dana program kemitraan yang disalurkan pada tahun berjalan. Jika
beban pembinaan hanya mampu untuk membiayai pendidikan dan latihan
maka bentuk pembinaan yang lain tidak dilaksanakan. (Peraturan Menteri
BUMN No PER 05/MBU/2007 pasal 11)
Pada tahun 2008-2009 alokasi dana Program Kemitraan Perum
Perumnas Regional VI sebesar Rp. 225.000.000 yang terbagi menjadi 2 sub
program yaitu pemberian pinjaman dana kepada usaha kecil sebesar Rp.
200.000.000 dan untuk hibah dialokasikan sebesar Rp. 25.000.000 untuk
pembiayaan pendidikan dan pelatihan. (Rencana Kerja dan Anggaran PKBL
Perum Perumnas Reg. VI 2008).
Dengan adanya peminjaman modal bagi usaha kecil dan hibah untuk
membiayai pendidikan dan pelatihan UKM Perum Perumnas Regional VI
pada tahun 2008 berhasil memberdayakan UKM di Surabaya, selain
mempunyai mitra binaan yang terbanyak Perum Perumnas Reg.VI juga
berhasil memberdayakan 21 UKM dari 33 UKM di Surabaya. Perum
Perumnas memiliki 21 mitra binaan berkualitas pinjaman lancar dan 12 mitra
binaan lainnya kurang lancar, diragukan dan macet.

10

Tabel 1
Pemberian Pinjaman Modal Usaha Program Kemitraan Perum
Perumnas Reg. VI Surabaya Tahun 2008-2009
Propinsi/Kota

Pinjaman Lancar

Pinjaman kurang lancar,
diragukan dan macet

1. Jawa Timur
a. Surabaya

21

12

b. Pasuruan

1

2

c. Banyuwangi

0

1

d. Jember

1

3

e. Madura

2

4

f. Mojokerto

2

1

g. Sidoarjo

5

11

h. Malang

2

2

i. Gresik

1

2

j. Kediri

1

0

2. Bali

3

3

3. NTB

1

1

4. NTT

2

2

41

44

Jumlah

(Rencana Kerja dan Anggaran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)
Perum Perumnas Reg. VI 2008 yang telah diolah).

11

Setelah mitra binaan yang dikategorikan pinjaman lancar melunasi
pinjamannya maka mitra binaan tersebut akan dilepas dari Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) Perum Perumnas Reg. VI.
Keberhasilan pemberdayaan UKM oleh PKBL Perum Perumnas Reg.
VI Surabaya tidak lepas dari pelaksanaan pemberian pinjaman modal bagi
UKM, dalam proses ini terdapat survey kelayakan yang dilakukan PKBL
Perum Perumnas Reg. VI Surabaya. Dengan survey kelayakan UKM maka
pihak PKBL Perum Perumnas Reg. VI Surabaya dapat mengetahui dan
memilah UKM yang berpotensi untuk ditingkatkan kemampuannya dan
keseriusan UKM tersebut untuk menjadi mitra binaan PKBL Perum
Perumnas Reg. VI Surabaya.
Setelah UKM menjadi mitra binaan PKBL Perum Perumnas Reg. VI
Surabaya dan diberi pinjaman modal maka UKM-UKM tersebut akan
diberikan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan baik
dalam meningkatkan produksi maupun dalam pemasaran produknya.
Berkaitan dengan hal tersebut, upaya pemberdayaan UKM dalam
rangka mengembangkan usaha kecil yang tangguh dan mandiri akan semakin
menarik untuk dideskripsikan, sehingga dapat menjadi masukan yang berarti
bagi penyempurnaan pelaksanaan Program Kemitraan antara BUMN dengan
Usaha Kecil (PKBL) di wilayah lain.
Sehingga penelitian ini mengambil judul “Pemberdayaan Usaha Kecil
Melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) (Studi pada
Program Kemitraan PERUM PERUMNAS Regional VI Surabaya)."

12

1.2 Perumusan masalah.
Dari uraian diatas maka tujuan penelitian Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan (PKBL) Perum Perumnas Regional VI adalah wujud
pemberdayaan yang dilakukan BUMN dalam hal ini Perum Perumnas
Regional VI terhadap usaha kecil melalui Program Kemitraan antara usaha
kecil menengah dengan Perum Perumnas Reg. VI Surabaya.
Sehingga perumusan masalah dari penelitian ini dapat ditetapkan
sebagai berikut : Bagaimana Pemberdayaan usaha kecil melalui Program
Kemitraan antara Usaha Kecil dan Mengengah dengan Perum Perumnas Reg.
VI Surabaya?

1.3. Tujuan Penelitian
Bertolak dari perumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui Pemberdayaan usaha kecil melalui Program Kemitraan
antara Usaha Kecil dan Mengengah dengan Perum Perumnas Reg. VI
Surabaya.

1.4

Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Untuk meningkatkan pemahaman tentang pemberdayaan masyarakat
oleh pemerintah pada umumnya dan mengetahui Pembinaan Usaha Kecil

13

melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan di Perum Perumnas
Reg. VI. pada khususnya.
2. Bagi Perum Perumnas Regional VI Surabaya.
Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan yang berguna bagi
Perum Perumnas Regional VI didalam melaksanakan Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).
3. Bagi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Surabaya Jawa
Timur
Dapat menambah referensi di perpustakaan UPN “Veteran” Jatim.

14

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu
Rizka Cahyaningtyas (2008) dari Universitas Airlangga Surabaya
dalam penelitiannya Implementasi Program Corporate Social Responsibility
(CSR) di PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero), permasalahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah bagaimana implementasi program
corporate social responsibility (CSR) di PT. Perkebunan Nusantara XI
(Persero). penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
tipe penelitian deskriptif dan pengambilan data melalui wawancara yang
mendalam, observasi dan dokumentasi. Sedangkan untuk pengambilan
informan dilakukan dengan cara purposive sampling yang meliputi informan
yang berada di perusahaan terkait yakni PTPN XI khususnya bagian PKBL
dan juga informan yang berasal clan para mitra binaan dan masyarakat sekitar
PTPN XI. Analisis data dilakukan dengan menguji, mengkategorikan serta
mengombinasikan kembali bukti-bukti yang didapatkan untuk merujuk pada
pijakan awal penelitian, sedangkan keabsahan data duji melalui triangulasi
sumber data sehingga data yang disajikan merupakan data yang absah.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah dilihat dari
prosesnya, PKBL di PTPN XI tidak terimplementasikan. Hal ini disebabkan
SDM yang menangani PKBL masih kurang secara kuantitas dan kualitas.
Terutama SDM yang berada di unit kerja. Kurangnya pemahaman bahwa

15

PKBL ini sangat panting, membuat SDM di unit kerja menganggap PKBL
hanya pekerjaan sampingan. Kemudian masalah SDM ini mengakibatkan
letak pengambilan keputusan dalam implementasi PKBL kurang tepat
sasaran. Karena pemberian Dana Kemitraan sebagian besar masih
diutamakan untuk keluarga karyawan.
Rizky Fitranto (2008) dari Universitas Airlangga Surabaya dalam
penelitiannya Evaluasi Pelaporan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Pada
PT PERTAMINA (PERSERO) UNIT PEMASARAN V, Gagasan mengenai
Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility
(CSR) menjadi bahasan yang cukup menarik di kalangan industri maupun
pengamat ekonomi. Ide CSR tidak lagi ditempatkan sebagai imbauan sosial
dan ekonomi semata, tetapi juga sudah memasuki aspek hukum. Memenuhi
amanat Undang-Undang Nomor 19 Tabun 2003 tentang BUMN dan sebagai
wujud kepedulian terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat serta kondisi
lingkungan sosial masyarakat sekitar, BUMN termasuk PT Pertamina
melaksanakan PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan) sebagai
bagian dari corporate action. Meskipun dalam perkembangannya, akuntansi
pertanggungjawaban sosial masih menemui banyak kendala, diantaranya
kesulitan dalam mengukur dampak sosial dengan menggunakan satuan uang,
dan belum adanya standar akuntansi yang baku yang mengatur bagaimana
mengukur dan melaporkan tanggung jawab sosial perusahaan. Namun dengan
semakin meningkatnya perhatian masyarakat dan kalangan bisnis terhadap
masalah pertanggungjawaban sosial ini, diharapkan tercipta suatu keselarasan

16

lingkungan sehingga dampak negatif yang mungkin akan muncul dapat
diminimalkan.
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi
kasus dan berfokus pada penyajian laporan biaya sosial. Secara umum,
penelitian ini mengidentifikasi aktivitas sosial yang dilakukan perusahaan dan
menganalisis biaya sosial yang diperoleh melalui aktivitas sosial.
Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa PT Pertamina (Persero)
Unit Pemasaran V telah melaksanakan aktivitas sosial yang disebut Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) sebagai bentuk tanggung jawab
sosialnya terhadap lingkungan sekitar. PT Pertamina (Persero) Unit
Pemasaran V melaksanakan pengungkapan tanggung jawab sosial dengan
pendekatan biaya yang dikeluarkan (Cost-of-Outlay-Approach). Laporan
biaya sosial yang dibuat oleh PT Pertamina (Persero) Unit Pemasaran V
berupa laporan berapa realisasi dana untuk Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan. Laporan biaya sosial yang dikeluarkan Pertamina tersebut tidak
dipublikasikan dimanapun dan hanya diperuntukkan bagi kepentingan
internal perusahaan. Selama ini Pertamina mempublikasikan kegiatan
tanggung jawab sosialnya di beberapa media massa hanya secara deskriptif.
Penelitian yang dilakukan saat ini mempunyai persamaan dan
perbedaan dengan penelitian yang lalu. Persamaannya yaitu terletak pada
topik yang diambil oleh masing-masing peneliti. Sedangkan perbedaannya
terletak pada fokus, waktu dan tempat, Peneliti sekarang ini mengambil judul
“Pemberdayaan Usaha Kecil Melalui Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan (PKBL) (Studi Pada Program Kemitraan Perum Perumnas
Regional VI Surabaya)“.

17

2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pengertian Kebijakan Publik
Menurut Heclo dalam Soenarko (2005;41), kebijakan publik adalah
apa saja yang ditetapkan pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan.
Menurut Jenkins dalam Wahab (2004:4), mengatakan bahwa kebijakan
publik adalah serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh
seorang aktor politik berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta caracara untuk mencapainya dalam suatu instansi dimana keputusan-keputusan
itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan
dari para aktor tersebut.
Menurut Eyestone dalam Winarno (2002:15), menyatakan bahwa
kebijakan publik adalah hubungan suatu pemerintah dengan lingkungannya.
Dapat disimpulkan pengertian-pengertian diatas bahwa kebijakan
publik adalah serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh
seorang aktor politik/pemerintah berkenaan dengan tujuan yang dipilih
beserta cara-cara untuk mencapainya, adanya hubungan suatu pemerintah
dengan lingkungannya dan apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk
dilakukan atau tidak dilakukan dalam batas-batas kewenangan dari aktor
politik/pemerintah tersebut. Dalam pemberdayaan masyarakat Menteri Badan
Usha Milik Negara sebagai aktor politik menetapkan keputusan yang
dituangkan dalam program Kemitraan dan bina Lingkungan guna untuk
mencapai tujuan dalam memberdayakan usaha kecil agar menjadi tangguh
dan mandiri.

18

a.Sifat Kebijakan Publik
Menurut Winarno (2002:19), sifat kebijakan publik sebagai arah
tindakan dapat dipahami secara lebih baik bila konsep ini dirinci beberapa
kategori sebagai berikut:
1. Tuntutan-tuntutan kebijakan
Adalah tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh aktor-aktor swasta atau
pemerintah, ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah dalam suatu
sistem politik.
2. Keputusan kebijakan
Adalah keputusan-keputusan yang

dibuat oleh pejabat-pejabat

pemerintah yang mengesahkan atau memberi arah atau substansi
kepada tindakan-tindakan kebijakan publik.
3. Pernyataan-pernyataan kebijakan
Adalah

pernyataan-pernyataan

resmi

atau

artikulasi-artikulasi

(penjelasan) kebijakan publik.

4. Hasil-hasil kebijakan
Adalah manivestasi nyata dari kebijakan-kebijakan publik hal-hal yang
sebenarnya dilakukan menurut keputusan-keputusan dan pernyataanpernyataan kebijakan.
5. Dampak-dampak kebijakan
Adalah akibat-akibatnya bagi masyarakat baik yang diinginkan atau
tidak diinginkan yang berasal dari tindakan atau tidak adanya tindakan
pemerintah.

19

b.Tahap-tahap Kebijakan Publik
Menurut Winarno (2002:28), proses pembuatan kebijakan merupakan
proses yang komplek karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang
harus dikaji. Oleh karena itu,kebijakan publik membagi proses-prose
penyusunan kebijakan publik ke dalam beberapa tahap.Tahap-tahap
kebijakan publik sebagai berikut:
1) Tahap penyusunan ganda
Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda
publik.Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetensi terlebih dahulu
untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan.
2) Tahap formulasi kebijakan
Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh
para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk
kemudian dicari pemecahan masalah terbaik.
3) Tahap adopsi kebijakan
Dari sekian banyak alternatif kebijakan-kebijakan yang ditawarkan oleh
para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan
tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus
antara direktur lembaga atau keputusan pengadilan.
4) Tahap implementasi
Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika
program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program
kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus
diimplementasikan.

20

5) Tahap penilaian kebijakan
Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi
untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu
memecahkan masalah.

2.2.2 Pemberdayaan Masyarakat
Kegagalan arus utama model pengembangan ekonomi berupa ketidak
mampuan

memecahkan

lingkungan

masalah

membutuhkan

sebuah

kemiskinan
alternatif

dan

keberlangsungan

pembangunan

yang

memberdayakan masyarakat (Surjono, Nugroho 2008:24). Proses sosialisasi
tentang

program

penanggulangan

kemiskinan

dengan

pendekatan

pemberdayaan perlu terus dikembangkan ke arah yang lebih berkualitas.
Berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat, akan dijelaskan beberapa hal
sebagai berikut pengertian, tujuan, dan model pemberdayaan masyarakat.

2.2.2.1 Pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan berasal dari bahasa Inggris, empowerment. Power
dapat diartikan sebagai kekuasaan (executive power), atau kekuatan (pushing
power),atau daya (horse power), selanjutnya kata power yang digunakan
dapat diartikan tergantung dari konteksnya. Kata power dalam empowerment
diartikan daya sehingga empowerment diartikan sebagai pemberdayaan. Daya
dalam arti kekuatan yang berasal dari dalam, tetapi dapat diperkuat dengan
unsur-unsur penguatan yang diserap dari luar (Abipraja,2002:61)

21

Menurut Wahyono dalam Surjono dan Nugroho (2008:25) pengertian
pemberdayaan masyarakat sebenarnya mengacu pada kata “empowerment”,
yaitu upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki oleh masyarakat.
Menurut Surjono dan Nugroho (2008:26) pemberdayaan masyarakat
merupakan suatu proses dimana masyarakat (khususnya yang kurang
memiliki akses kepada sumberdaya pembangunan) didorong untuk
meningkatkan kemandirian dalam mengembangkan perikehidupan mereka.
Konsep pemberdayaan menurut Hary (2004:4), konsep pemberdayaan
dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep
mandiri,

partisipasi,

jaringan

kerja

dan

keadilan.

Pada

dasarnya

pemberdayaan diletakkan pada kekuatan individu dan sosial. Partisipasi
merupakan komponen penting dalam pembangkitan kemandirian dan proses
pemberdayaan. Sebaiknya orang-orang harus terlibat dalam proses tersebut
sehingga mereka dapat lebih memperhatikan hidupnya untuk memperoleh
rasa

percaya

diri,

memiliki

harga

diri

dan

pengetahuan

untuk

mengembangkan keahlian baru. Prosesnya dilakukan secara kumulatif
sehingga semakin banyak keterampilan yang dimiliki oleh seseorang semakin
baik pula kemampuan berpartisipasinya.
Dapat disimpulkan, pemberdayaan masyarakat adalah upaya upaya
untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki oleh masyarakat untuk
meningkatkan kemandirian dalam mengembangkan perikehidupan mereka
dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan.

22

2.2.2.2 Tahap Pemberdayaan
Menurut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007 : 2-6) ada tiga tahapan
dalam pemberdayaan yaitu :
1. Penyadaran
Adalah pencerahan dalam bentuk pemberian penyadaran bahwa mereka
mempunyai “sesuatu”.
2. Pengkapasitasan
Pengkapasitasan ini disebut capacity building atau dalam bahasa yang
lebih sederhana yaitu memampukan atau enabling. Pengkapasitasan
manusia dalam arti memampukan manusia, baik dalam konteks individu
mapun kelompok yaitu dengan training (pelatihan), workshop (loka
latih), seminar, dan sejenisnya.
3. Pemberian daya
Pemberian daya ini disebut empowerment, pada tahap ini target diberikan
daya, kekuasaan, otoritas, atau peluang.

2.2.2.3 Tujuan Pemberdayaan
Jamasy (2004:42) menyatakan bahwa pemberdayaan yang merupakan
prasyarat mutlak bagi upaya penanggulangan masalah kemiskinan memiliki
tujuan :
1. Menekan perasaan ketidakberdayaan (impotensi) masyarakat miskin bila
berhadapan dengan struktur sosial politis. Langkah konkretnya adalah
meningkatkan kesadaran kritis pada posisinya.

23

2. Memutuskan hubungan yang bersifar eksploitatif terhadap lapisan orang
miskin perlu dilakukan bila terjadi reformasi sosial, budaya dan politik
(artinya, biarkan kesadaran kritis orang miskin muncul dan biarkan pula
melakukan reorganisasi dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja
dan kualitas hidupnya.
3. Tertanam rasa persamaan (egalitarian) dan berikan gambaran bahwa
kemiskinan bukan merupakan takdir, tetapi sebagai penjelmaan konstruksi
sosial.
4. Merealisasikan perumusan pembangunan dengan melibatkan masyarakatmasyarakat miskin secara penuh (ini hanya bisa tercapai kalau komunikasi
politik antara pemegang kekuasaaan dengan kelompok-kelompok dan
person-person strategis, dan masyarakat miskin tidak mengalami distorsi).
5. Pembangunan sosial dan budaya bagi masyarakat miskin (seperti
perencanaan hidup, perubahan kebiasaan hidup, peningkatan produktivitas
kerja dan kualitas kerja).
6. Distribusi infrastruktur yang lebih merata.
Menurut Sumodiningrat seperti yang dikutip oleh Abipraja (2002:68)
pelaksanaan program-program pemberdayaan masyarakat bertujuan mencapai
keberhasilan dalam:
1. Mengurangi jumlah penduduk miskin.
2. Mengembangkan usaha peningkatkan pendapatan yang dilakukan oleh
penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia.

24

3. Meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan
kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya.
4. Meningkatkan kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin
berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya
permodalan kelompok, makin rapinya sistem administrasi kelompok, serta
makin lausnya interaksi kelompok dengan kelompok lain di dalam
masyarakat.
5. Meningkatkan kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang
ditatndai oleh peningkatan keluarga miskin yang mampu memenuhi
kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya.

2.2.2.4 Model Pemberdayaan Masyarakat
Menurut kamus bahasa Indonesia, model memiliki arti contoh, pola,
acuan, ragam, dan sebagainya. Sementara itu, pengertian pemberdayaan
adalah peningkatan kemampuandan kemandirian sehingga orang atau
lembaga tersebut mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya secara
optimal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pemberdayaan
masyarakat adalah contoh, pola acuan, ragam, macam upaya peningkatan
kemampuan

dan

kemandirian

sehingga

orang

atau

lembaga

yang

bersangkutan mampu mengembangkan kemampuannya secara optimal.
(Surjono, Nugroho, 2008:29)
Menurut Surjono dan Nugroho (2008:29) ada 6 (enam) model
pemberdayaan masyarakat, antara lain :
a. Model People Centre Development.

25

Model ini mencoba mengangkat martabat manusia sebagai mana mestinya
sebagai makhluk yang memiliki harga diri, kemampuan inteleggenci,
perasaan. Manusia tidak dapat disamakan dengan alat produksi untuk
melipatgandaan hasil semata, melainkan manusia hendaknya dihargai dan
dihormati. Dengan meningkatkan sualitas SDM maka akan menempatkan
manusia pada martabat yang lebih baik.
Contoh program yang menerapkan model ini antara lain : Inpres Desa
Tertinggal (IDT), Proyek Kawasan Terpadu (PKT), Proyek peningkatan
petani dan nelayan kecil (P4K), Jaringan Pengaman Sosial (JPS) Batuan
Beras untuk Orang Miskin (RASKIN), Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Program-program tersebut dimaksudkan sebagai upaya pemberdayaan dan
membantu masyarakat agar bisa keluar dari perangkap kemiskinan.
b. Model Lingkaran Setan Kemiskinan Versi Nurkse
Nurkse mensinyalir bahwa “ a poor country is poor because it is poor”
(negara miskin itu miskin karena dia miskin). Selanjutnya dijelaskan bahwa
kemiskinan itu merupakan suatu lingkaran yang disebutnya dengan
lingkaran kemiskinan yang mengemukakan bahwa kemiskinan diawali dari
adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, kurangnya modal
menyebabkan

rendahnya

prouktivitas.

Rendahnya

produktivitas

mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya
pendapatan akan berimplikasipada rendahnya tabungan dan investasi.
Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan, dan seterusnya.

26

Logika berpikir tersebut dikemukakan oleh Ragnar Nurkse, ekonom
pembangunan ternama tahun 1953.
Oleh karena itu, setiap usaha memerangi kemiskinan seharusnya diarahkan
untuk memotong lingkaran dan perangkap kemiskinan ini.
c. Model Kemitraan.
Kemitraan dibedakan menjadi 3 (tiga) bagian
1. Kemitraan semu, yaitu sebuah persekutuan yang terjadi antara 2 pihak
atau lebih, namun sesungguhnya kerjasama tersebut tidak seimbang satu
dengan yang lainnya. Bahkan satu pihak belum tentu memahami secara
benar akan makna sebuah persekutuan yang dilakukan, atau untuk tujuan
apa semua dilakukan atau disepakati.
2. Kemitraan mutualistis, yaitu persekutuan dua pihak tau lebih yang samasama menyadari aspek pentingnya melakukan kemitraan, yaitu untuk
saling memberikan manfaat dan mendapatkan manfaat lebih sehingga
akan dapat mencapai tujuan secara lebih optimal.
3. Kemitraan konjugasi, yaitu kemitraan yang dianalogikan dari kehidupan
paramecium. Dua paramecium melakukan konjugasi untuk mendapatkan
energi kemudian terpisah satu sama lain, selanjutnya dapat melakukan
pembelahan diri, dua pihak atau lebih dapat melakukan konjugasi dalam
rangka meningkatkan kemampuan masing-masing.

d. Model Grameen Bank.

27

Model kerja dari Graamen Bank adalah sebagai berikut. Sebuah unit bank
dipimpin oleh manajer lapangan dan sejumlah pekerja yang mencakup area
layanan sekitar 15-20 desa. Manajer dan karyawan datang ke desa untuk
memperkenalkan mereka dan mengenalkan program bank pada masyarakat.
Gramen Bank mempunyai 2.247 cabang dan memberikan pelayanan di
72.096 desa. Mereka juga menerangkan tujuan, fungsi, dan model kerja
bank ke masyarakat daerah. Gramen Bank memberikan kredit kepada
masyarakat tanpa agunan dan mencip[takan sistem perbankan yang berbasis
pada kesalingpercayaan, akuntabilitas, partisipasi, dan kreatifitas. Pada
langkahg pertama, dua orang dari kelompok yang menerima pinjaman,
kelompok akan dipantau selama satu bulan apakah anggota kelompok
mengikuti aturan bank. Jika kedua orang mengembalikan pinjaman dengan
bunganya selama periode 50 minggu maka anggota lain baru dapat
meminjam dana tersebut. Batasan ini menyebabkan anggota lain agar segera
mengembalikan dalam jangka waktu tertentu. Ini membuat rasa tanggung
jawab bersama dalam kelompok seperti sebuah jaminan dari pinjaman.
Di Grameen Bank, kredit merupakan senjata yang efektif memerangi
kemiskinan dan memicu kegiatan sosial ekonomi masyarakat miskin yang
dipinggirkan oleh bank konvensional karena dianggap tidak layak bank.

e. Model Sri Mahila SEWA Sahakari Bank.
Model lain diterapkan oleh Sri Mahila SEWA Sahakari Bank yakni lembaga
keuangan yang memberikan akses keuangan terhadap wanita-wanita yang

28

lemah/miskin. Peminjaman hanya untuk kegiatan ekonomi bukan untuk
keperluan pribadi. Bank mempekerjakan dan mendorong wanita-wanita
tersebut untuk menyelamatkan kehidupan mereka dengan menabung melalui
bank tersebut. Modal pinjaman terbagi dalam tiga peruntukan, yakni modal
kerja untuk membeli perkakas perdagangan, pembuatan rumah, atau
pembukaan toko atau pekerjaan. Perioritas pertama diberikan untuk
melunaskan kredit ke wanita-wanita berutang sehingga mereka dapat
melepaskan diri dari lilitan utang.

f. Model Sistem Kelompok Tanggung Renteng.
Model ini banyak diadopsi oleh para pengelola koperasi di Indonesia,
khususnya pengelola koperasi simpan pinjamyang pada dasarnya merupakan
upaya penguatan kelompok dalam berinteraksi antara manusia. Sistem
kelompok tanggung renteng dapat dikelaskan melalui uraian berikut:
1. Hakikat sistem tanggung renteng merupakan upaya memperbaiki
kualitas manusia melalui interaksi antar manusia.
2. Kelompok tanggug renteng merupakan suatu sistem yang berfungsi
sebagai sarana pendewasaan manusia melalui interaksi antarmanusia
dalam kelompok menuju manusia berkualitas.
3. Nilai-nilai kelompok tanggung renteng mengembangkan nilai-nilai
khusus sesuai dengan nilai-nilai yang dimiliki koperasi

2.2.2.5 Pendekatan Pemberdayaan.

29

Menurut Soegijono dll. Yang dikutip oleh Surjono dan Nugroho
(2008:26) menyatakan bahwa terdapat tiga pendekatan dalam pemberdayaan
masyarakat miskin , yakni :
1. Pendekatan yang terarah artinya pemberdayaan masyarakat harus terarah
dan berpihak kepada orang miskin.
2. Pendekatan Kelompok, artinya secara bersama-sama untuk memudahkan
pemecahan masalah yang dihadapai.
3. Pendekatan

Pendampingan

artinya

dilakukan

selama

proses

pembentukan dan penyelenggaraan kelompok masyarakat miskin perlu
didampingi yang profesional sebagai fasilitator, komunikator, dan
dinamisator terhadap kelompok untuk mempercepat tercapainya
kemandirian.

2.2.3 Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
Pemberdayaan usaha kecil dan menengah (UKM) termasuk koperasi
memang sangat penting dan strategis dalam mengantisipasi perekonomian ke
depan terutama dalam memperkuat struktur perekonomian nasional. Adanya
krisis perekonomian nasional sangat mempengaruhi stabilitas sosial,
ekonomi, dan politik yang berdampak pada kegiatan-kegiatan besar yang
makin memburuk, usaha kecil dan menengah serta koperasi relatif masih
mempertahankan kegiatan usahanya. (Surjono, Nugroho 2008:144)
Dari hasil survei Departemen Koperasi dan UKM (1998) diperoleh
gambaran dari 225 ribu UKM, 64,1 % telah mampu berkembang, 31,0 %
berusaha

mengurangi

kegiatan

usaha,

sedangkan

4,0

%

terpaksa

30

menghentikan kegiatannya. Hal ini membuktikan bahwa UKM mempunyai
daya bertahan yang lebih lentur. Penting dan strategisnya kedudukan UKM
dalam perekonomian nasional bukan saja karena jumlahnya yang banyak,
namun juga dalam hal penyerapan tenaga kerja. (Surjono, Nugroho
2008:144).

2.2.4 Pengertian Prosedur
Menurut Moenir (2001:125) yang dimaksud prosedur adalah
rangkaian tindak/langkah yang harus diikuti untuk mencapai tahap tertentu
dalam rangka pencapaian tujuan.
Menurut Kamaruddin (1993:97) prosedur diartikan sebagai:
“urutan pekerjaan atau kegiatan yang terencana dan berulang dengan cara
seragam dan terpadu”.
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:899), prosedur
diartikan sebagai: “Tahap kegiatan untuk menyelesaikan aktifitas atau
metode langkah demi langkah secara pasti dalam memecahkan suatu
masalah”.
Menurut Moekijat (1990:436), ciri prosedur yang baik adalah :
1. Prosedur harus didasarkan atas fakta-fakta yang cukup mengenai
situasi tertentu, tidak

didasarkan atas dugaan atau keinginan-

keinginan.
2. Suatu prosedur harus memiliki stabilitas akan tetapi masih memiliki
flesibilitas. Stabilitas adalah ketetapan arah tertentu dengan

31

perubahan yang dilakukan dengan hanya apabila terjadi perubahan
penting dalam faktor-faktor yang mempengaruhi prosedur. Fleksibel
prosedur diinginkan guna mengatur suatu krisis/suatu keadaan
darurat, tuntutan khusus atau penyesuaian kepada suatu kondisi
sementara.
3. Prosedur harus mengikuti zaman (up-to-date).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa prosedur adalah
serangkaian tugas/tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktifitas yang
merupakan urutan waktu yang terencana dan yang berulang dengan cara
seragam serta terpadu dalam usaha pencapaian tujuan.

2.2.5 Pengertian Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan merupakan dua hal yang hampir sama
maksud pelaksanaannya, namun ruang lingkupnya yang membedakan
karakteristik kedua kegiatan tersebut. Menurut Sastrohadiwiryo (2003 : 199)
pendidikan merupakan tugas untuk meningkatkan pengetahuan, pengertian,
atau sikap para tenaga kerja sehingga mereka dapat menyesuaikan dengan
lingkungan mereka. Pendidikan berhubungan menjawab how (bagaimana)
dan why (mengapa), dan biasanya pendidikan lebih banyak berhubungan
dengan teori tentang pekerjaan.
Sedangkan

pelatihan

menurut

Sastrohadiwiryo

(2003

:

199)

merupakan suatu proses membantu tenaga kerja untuk memperoleh
efektivitas dalam pekerjaan mereka yang sekarang atau yuang akan datang

32

melalui pengembangan kebiasaan tentang pikiran, tindakan, kecakapan,
pengetahuan, dan sikap yang layak.
Menurut Fathoni (2006 : 147) pelatihan merupakan upaya untuk
mentranfer keterampilan dan pengetahuan kepada para peserta pelatihan
sedemikian rupa sehingga para peserta menerima dan melakukan pelatihan
pada saat melakukan pekerjaan.
Menurut Samsudin (2006 : 110) pelatihan merupakan bagian dari
pendidikan. Pelatihan bersifat spesifik, praktis dan segera. Spesifik berarti
pelatihan berhubungan dengan bidang yang dilakukan. Praktis dan segera
berarti yang sudah dilatih dapat dipraktikkan. Umumnya pelatihan
dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan kerja
dalam waktu yang relatif singkat (pendek).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah upaya
untuk membantu peserta pelatihan mendapatkan pengetahuan, keterampilan
dan kecakapan, sehingga

para peserta dapat menerima dan melakukan

pelatihan pada saat melakukan pekerjaan.

2.2.5.1 Peserta pelatihan
Menurut Hamalik (2001 : 35) Penetapan calon peserta pelatihan erat
kaitannya dengan keberhasilan proses pelatihan, yang pada gilirannya turut
menentukan efektivitas pekerjaan. Karena itu, perlu dilakukan seleksi yang
teliti untuk memperoleh peserta yang baik, berdasarkan kriteria, antara lain :
1. akademik, ialah jenjang pendidikan dan keahlian.

33

2. Jabatan, yang bersangkutan telah menempati pekerjaan tertentu, atau
akan ditempatkan pada pekerjaan tertentu.
3. Pengalaman kerja,ialah pengalaman yang telah diperoleh dalam pekerjaa.
4. Motivasi dan minat,yang bersangkutan terhadap pekerjaannya.
5. Pribadi,menyangkut aspek moral,moril dan sifat-sifat yang diperlukan
untuk pekerjaantersebut.
6. Intelektual,tingkat

berpikir,dan

pengetahuan,diketahui

melalui

tes

seleksi.

2.2.5.2 Pelatih (Instruktur)
Pelatih atau instruktur menurut Hasibuan (2007 : 73) yaitu seseorang
atau tim yang memberikan latihan/pendidikan kepada karyawan.
Menurut Hamalik (2001 : 35) pelatih-pelatih memegang peran penting
terhadap kelancaran dan keberhasilan program pelatihan. Itu sebabnya perlu
dipilih pelatih yang ahli, yang berkualifikasi profesional.
Beberapa syarat sebagai pertimbangan adalah :
1.

Telah disiapkan secara khusus sebagai pelatih, yang ahli dalam
bidang spesialisasi tertentu .

2.

Memiliki kepribadian yang baik yang menunjang pekerjaannya
sebagai pelatih.

3.

Pelatih berasal dari dalam lingkungan organisasi/lembaga sendiri
lebih baik dibandingkan dengan dari luar.

34

4.

Perlu dipertimbangkan bahwa seorang pejabat yang ahli dan
berpengalaman belum tentu menjadi pelatih yang baik dan berhasil.

Menurut hasibuan (2007 : 73) pelatih yang akan melaksanakan
pengembangan (development = training education) adalah pelatih internal,
eksternal, serta gabungan internal dan eksternal.
Pelatih internal adalah seseorang atau sesuatu timpelatih yang
ditugaskan dari perusahaan memberikan latihan atau pendidikan kepada
karyawan.
Pelatih eksternal adalah seseorang atau suatu tim pelatih dari luar
perusahaan diminta untuk memberikan pengembangan kepada karyawan,
baik pelatihnya didatangkan atau karyawannya ditugaskan untuk mengikuti
lembaga-lembaga pendidikan atau pelatihan.
Pelatih gabungan internal dan eksternal adalah suatu tim gabungan
pelatih internal dan eksternal yang memberikan pengembangan