Pengaruh Piutang Program Kemitraan & Bina Lingkungan (PKBL) terhadap Biaya Operasional PTPN II (PERSERO) Medan
SKRIPSI
PENGARUH PIUTANG PROGRAM KEMITRAAN & BINA
LINGKUNGAN (PKBL) TERHADAP BIAYA
OPERASIONAL PTPN II (PERSERO)
MEDAN
OLEH
FAISAL HAKIM NASUTION
070522067
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
DEPARTEMEN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul “ Pengaruh Piutang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) Terhadap Biaya Operasional PTPN II (Persero) Medan” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Sumatera Utara.
Bagian atau data tertentu saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau ditulis sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah. Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sangsi sesuai peraturan yang berlaku.
Medan, Desember 2013 Yang Membuat Pernyataan
Faisal Hakim Nst NIM: 070522067
(3)
ABSTRAK
PENGARUH PIUTANG PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN (PKBL) TERHADAP BIAYA
OPERASIONAL PTPN II (PERSERO) MEDAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Medan selaku perusahaan BUMN yang bertugas sebagai pelaksanaan Program Kemitraan dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (PKBL) telah menilai kinerja PKBL berdasarkan Surat Keputusan Mentri BUMN Nomor : KEP-100/MBU/2002 tentang penilaian Kesehatan Perusahaan BUMN. Indikator penilaian Kinerja PKBL terletak pada Tingkat Efektifitas Penyaluran Dana dan Tingkat Kolektibilitas Pengambilan Pinjaman.
Untuk memperoleh data sehubungan dengan penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode analisis deskriptif dan komparatif untuk menganalisis piutang PKBL dengan indikator-indikator penilaian kesehatan perusahaan BUMN yang menjadi pedoman dalam penilaian Kinerja Perusahaannya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial Piutang Kurang Lancar berpengaruh signifikan terhadap Laporan Keuangan, sedangkan Piutang Lancar, Piutang Diragukan dan Piutang Macet tidak berpengaruh signifikan terhadap Laporan Keuangan. Sedangkan secara simultan variable Piutang Lancar, Piutang Kurang Lancar, Piutang Diragukan dan Piutang Macet berpengaruh signifikan terhadap Laporan Keuangan.
Kata Kunci: Piutang Lancar, Piutang Kurang Lancar, Piutang Diragukan dan Piutang Macet, Laporan Keuangan
(4)
ABSTRACT
EFFECT DUE AND COMMUNITY DEVELOPMENT PARTNERSHIP PROGRAM (Partnership) REPORT ONFINANCIAL
PTPN II (Persero) IN MEDAN
The goals of the research are to find out wheter PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Medan, as one of BUMN company that has a function as the applicator of PKBL write doing some discussion to appraise the PKBL program according to Surat Keputusan Mentri BUMN Number : KEP-100/MBU/2002 about the appraised of BUMN company’s health. The indicator of appraise the program PKBL is line at the effectivity level of fund’s conduitness and the level of colectibility resistution of loan.
The get data according to write this thesis, the writer use analysis descriftive and comparative to analysis the program of PKBL with the indicator to appraise the BUMN company’s health that become a guide in appraise the program of its company.
The results of this study show that the partial-current receivables Less significant effect on the Financial Statements, while Current Receivables, Accounts Receivable and Accounts Doubtful Loss no significant effect on the financial statements. While simultaneously variable Current Receivables, Accounts Receivable Substandard, Doubtful Accounts Receivable and Accounts Receivable Loss significant effect on the financial statements
.
Keywords: Current Receivable, Accounts Receivable Substandard, Doubtful Receivables and Loss Accounts Receivable, Financial Statements
(5)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah, Dzat yang tak pernah lupa pada hambaNya yang selalu berusaha dan berdo’a sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Piutang Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan Terhadap Biaya Operasional PTPN II (Persero) Medan”
Penulisan skripsi ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis khususnya mengenai masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Selain itu penelitian ini dilaksanakan dalam memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana ekonomi pada Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat dukungan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak khususnya dari kedua orang tua penulis (Ayahanda dan Ibunda) yang selalu mendukung dan mendo’akan penulis dalam setiap sujud mereka, terima kasih yang tak terkira. Dan penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum M.Ec, Ac, Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak. dan Bapak Drs. Hotmal Ja’far, M.M, Ak. selaku Ketua dan Sekertaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
(6)
3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak. dan Ibu Dra. Mutia Ismail, M.Si, Ak. selaku Ketua dan Sekertaris Program Studi S-1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Drs. Syamsul Bahri TRB, MM, Ak. selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Drs. Arifin Hamzah, MM. selaku Dosen Pembaca Nilai yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna karean keterbatasan kemampuan penulis, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam penulisan ke depan. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Medan, Desember 2013 Penulis
Faisal Hakim Nasution NIM : 070522067
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1. Tinjauan Teoritis ... 6
2.1.1. Pengertian Piutang ... 6
2.1.2. Klasifikasi Piutang ... 8
2.1.2.1 Sistem Informasi Akuntansi Penagih Piutang ... 10
2.1.2.2 Fungsi yang terkait dalam sistem penagihan piutang dari penjualan kredit ... 10
2.1.2.3 Dokumen yang digunakan dalam system penagihan piutang ... 12
2.1.2.4 Sistem penagihan piutang melalui penagih perusahaan dilaksanakan dengan prosedur ... 12
2.1.3. Faktor Yang Mempengaruhi Besarnya Piutang ... 14
2.1.4. Perputaran Piutang ... 15
2.1.5. Resiko Kerugian Piutang ... 16
2.1.6. Penghentian Pengakuan Piutang ... 17
2.2. Program Kemitraan ... 19
2.2.1. Penyaluran Dana Pembinaan Kemitraan ... 22
2.2.2. Penyaluran Pinjaman Program Kemitraan ... 23
2.2.3. Dana Bergulir ... 24
2.3. Program Bina Lingkungan ... 25
2.3.1. Penyaluran Bantuan Program Bina Lingkungan ... 27
2.3.2. Pemberian Bantuan Program BL BUMN Pembina ... 28
2.4. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) BUMN ... 28
2.4.1. Tujuan dan Sasaran PKBL ... 29
2.4.2. Kegiatan Utama PKBL ... 30
2.4.3. Angsuran Yang Belum Teridentifikasi ... 33
2.5. Aspek Keuangan ... 34
(8)
2.5.2. Tujuan Laporan Keuangan ... 35
2.5.3. Biaya Operasional ... 37
2.6. Penelitian Terdahulu ... 37
2.7. Kerangka Konseptual ... 38
2.8. Hipotesis Penelitian ... 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 41
3.1. Jenis Penelitian ... 41
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 41
3.3. Definisi Oprasional Variabel ... 42
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 42
3.5. Metode Analisis Data ... 43
3.5.1. Pengujian Asumsi Klasik ... 43
3.5.1.1. Uji Normalitas ... 44
3.5.1.2. Uji Multikolinearitas ... 45
3.5.1.3. Uji Heteroskedasitas ... 45
3.5.1.4. Uji Autokorelasi ... 46
3.6. Pengujian Hipotesis Penelitian ... 47
3.6.1. Analisis Regresi Berganda ... 47
3.6.2. Uji signifikan (Hipotesis) ... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50
4.1 Gambaran Umum ... 50
4.1.1. Sejarah PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) ... 50
4.1.2. Karyawan, Direksi dan Komisaris ... 53
4.1.3. Kebijakan Manajemen Dalam Bidang PKBL ... 54
4.2 Uji Asumsi Klasik ... 56
4.2.1. Uji Normalitas ... 56
4.2.2. Uji Multikolinearitas ... 62
4.2.3. Uji Heteroskedastisitas ... 63
4.2.4. Uji Autokorelasi ... 64
4.3. Uji Hipotesis ... 66
4.3.1. Uji Signifikan (Uji Hipotesis) ... 66
4.3.1.1. Uji t (Uji Secara Parsial) ... 66
4.3.1.2. Uji f (Uji Secara Simultan) ... 68
4.3.2. Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi ... 69
4.4. Pembahasan Hasil Proses Statistik ... 71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 75
5.1 Kesimpulan ... 75
5.2 Saran ... 76
DAFTAR PUSTAKA ... 78
(9)
DAFTAR TABEL
NOMOR JUDUL HALAMAN
Tabel 4.1 Uji Normalitas Sebelum Data Ditransformasi ... 56
Tabel 4.2 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ... 59
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan VIF ... 62
Tabel 4.4 Hasil Uji Durbin Watson ... 65
Tabel 4.5 Uji Statistik t ... 66
Tabel 4.6 Uji Statistik f ... 69
(10)
DAFTAR GAMBAR
NOMOR JUDUL HALAMAN
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 39
Gambar 4.1 Histogram (sebelum data ditransformasi) ... 57
Gambar 4.2 Grafik Normal P-P Plot (Sebelum data ditransformasi) ... 58
Gambar 4.3 Histogram (setelah data ditransformasi) ... 60
Gambar 4.4 Grafik Normal P-P Plot (setelah data ditransformasi) ... 61
(11)
DAFTAR LAMPIRAN
NOMOR JUDUL HALAMAN
Lampiran I Piutang Lancar Sebelum Ditransformasi ... 79
Lampiran II Piutang Kurang Lancar Sebelum Ditransformasi ... 79
Lampiran III Piutang Diragukan Sebelum Ditransformasi ... 80
Lampiran IV Piutang Macet Sebelum Ditransformasi ... 80
Lampiran V Piutang Lancar Sesudah Ditransformasi ... 81
Lampiran VI Piutang Kurang Lancar Sesudah Ditransformasi ... 81
Lampiran VII Piutang Diragukan Sesudah Ditransformasi ... 82
Lampiran VIII Piutang Macet Sesudah Ditransformasi ... 82
Lampiran IX Laporan Keuangan Sesudah Ditransformasi ... 83
(12)
ABSTRAK
PENGARUH PIUTANG PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN (PKBL) TERHADAP BIAYA
OPERASIONAL PTPN II (PERSERO) MEDAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Medan selaku perusahaan BUMN yang bertugas sebagai pelaksanaan Program Kemitraan dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (PKBL) telah menilai kinerja PKBL berdasarkan Surat Keputusan Mentri BUMN Nomor : KEP-100/MBU/2002 tentang penilaian Kesehatan Perusahaan BUMN. Indikator penilaian Kinerja PKBL terletak pada Tingkat Efektifitas Penyaluran Dana dan Tingkat Kolektibilitas Pengambilan Pinjaman.
Untuk memperoleh data sehubungan dengan penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode analisis deskriptif dan komparatif untuk menganalisis piutang PKBL dengan indikator-indikator penilaian kesehatan perusahaan BUMN yang menjadi pedoman dalam penilaian Kinerja Perusahaannya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial Piutang Kurang Lancar berpengaruh signifikan terhadap Laporan Keuangan, sedangkan Piutang Lancar, Piutang Diragukan dan Piutang Macet tidak berpengaruh signifikan terhadap Laporan Keuangan. Sedangkan secara simultan variable Piutang Lancar, Piutang Kurang Lancar, Piutang Diragukan dan Piutang Macet berpengaruh signifikan terhadap Laporan Keuangan.
Kata Kunci: Piutang Lancar, Piutang Kurang Lancar, Piutang Diragukan dan Piutang Macet, Laporan Keuangan
(13)
ABSTRACT
EFFECT DUE AND COMMUNITY DEVELOPMENT PARTNERSHIP PROGRAM (Partnership) REPORT ONFINANCIAL
PTPN II (Persero) IN MEDAN
The goals of the research are to find out wheter PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Medan, as one of BUMN company that has a function as the applicator of PKBL write doing some discussion to appraise the PKBL program according to Surat Keputusan Mentri BUMN Number : KEP-100/MBU/2002 about the appraised of BUMN company’s health. The indicator of appraise the program PKBL is line at the effectivity level of fund’s conduitness and the level of colectibility resistution of loan.
The get data according to write this thesis, the writer use analysis descriftive and comparative to analysis the program of PKBL with the indicator to appraise the BUMN company’s health that become a guide in appraise the program of its company.
The results of this study show that the partial-current receivables Less significant effect on the Financial Statements, while Current Receivables, Accounts Receivable and Accounts Doubtful Loss no significant effect on the financial statements. While simultaneously variable Current Receivables, Accounts Receivable Substandard, Doubtful Accounts Receivable and Accounts Receivable Loss significant effect on the financial statements
.
Keywords: Current Receivable, Accounts Receivable Substandard, Doubtful Receivables and Loss Accounts Receivable, Financial Statements
(14)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pertengahan tahun 1997 terjadi krisis ekonomi yang menyebabkan perekonomian Indonesia terpuruk. Fenomena yang menggambarkan hal ini yaitu tingginya tingkat inflasi, tingginya tingkat pengangguran, pertumbuhan ekonomi yang negatif, dan tingginya tingkat kemiskinan, hutang luar negeri, kurs rupiah yang tidak stabil sehingga menyebabkan kondisi yang tidak kondusif bagi sektor-sektor perbankan dan rill secara umum.
Berdasarkan fenomena yang terjadi, maka harus dicari solusi yang terbaik untuk keluar dari permasalahan ekonomi agar roda perekonomian dapat berputar. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan solusi yang terbaik karena Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dapat menciptakan kesempatan kerja yang pada akhirnya dapat mengatasi masalah pengangguran. Sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peluang besar karena selalu ada pasar bagi produksi barang dan jasa mereka mengingat Sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan penghasil barang dan jasa khususnya bagi masyarakat golongan menengah kebawah dengan daya beli yang rendah. Selain itu Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mampu bertahan di saat krisis disebabkan modal usahanya dari modal sendiri.
(15)
Menyadari peranan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terhadap perekonomian Indonesia serta permasalahan yang dihadapinya, maka pemerintah memberikan perhatian pada sektor ini, diantaranya dengan adanya Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 316/KMK/016/1994 tentang Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi melalui pemanfatan dana dari bagian laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Keputusan tersebut bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan terciptanya pemerataan pembangunan melalui perluasan lapangan kerja serta kesempatan berusaha, serta mengembangkan potensi usaha kecil dan koperasi sehingga menjadi tangguh dan mandiri sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat serta mendorong tumbuhnya kemitraan antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan Koperasi. Selanjutnya dalam UU No.25 tahun 2000 sendiri mengenai Program Pembangunan Nasional (Propernas) sektor usaha kecil dan menengah, usaha mikro dan koperasi menjadi prioritas pembangunan yang diharapkan menjadi tulang punggung perekonomian.
Meskipun pemerintah telah menunjukkan itikad baiknya dengan mengeluarkan sejumlah keputusan maupun peraturan dan undang-undang, akan tetapi hal ini dirasakan belum mampu memenuhi harapan pengusaha kecil dan koperasi. Hal ini dikarenakan masih dijumpai keterbatasan akses usaha kecil menengah dan koperasi dalam memperoleh sumber modal untuk mengembangkan usahanya yang disebabkan terbatasnya jaminan-jaminan debitur untuk meminjam dari lembaga keuangan atau lembaga pembiayaan,
(16)
disamping kurangnya informasi dan komunikasi antara Usaha Kecil dan Menengah (UKM), koperasi dengan bank / lembaga keuangan, serta masih rancunya pengertian, ketentuan dan penanganan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) oleh pemerintah.
Menyadari hal diatas maka pada tanggal 17 Juni 2003 pemerintah melalui kementrian BUMN menerbitkan Keputusan Menteri BUMN Nomor Keputusan 236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan usaha kecil dan bina lingkungan (PKBL) yang mengatur kemitraan BUMN dengan usaha kecil dan pelaksanaan bina lingkungan yang lebih komprehensif dan sesuai dengan perkembangan ekonomi dan kondisi lingkungan social masyarakat sekitar BUMN. Dalam hal ini BUMN ditunjuk sebagai pelaksana program kemitraan dikarenakan seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan dan merupakan penghasil barang dan jasa untuk kemakmuran masyarakat dan memiliki peran yang strategis dalam membantu pembinaan dan pengembangan usaha swasta dan koperasi bersekala kecil.
Program-program PKBL terdiri dari Kemitraan dan Bina Lingkungan Program Kemitraan adalah untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil dan menengah agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana sebesar 1% - 5% dan laba perusahaan. Program Kemitraan memiliki sasaran yaitu usaha kecil dan menengah serta koperasi disekitar lokasi perusahaan yang telah melakukan kegiatan usaha dan mempunyai prospek untuk dikembangkan.
(17)
Program bina lingkungan yaitu program yang memberdayakan kondisi masyarakat yang berada di sekitar perusahaan, melalui pemanfaatan dana dan perusahaan setelah pajak maksimal sebesar 2%, hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri BUMN No. KEP-236/ MBU/ 2003.
Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk mengkaji bagaimana pelaksanaan program kemitraan oleh salah satu BUMN dalam hal ini PTPN II, sehingga penulis mengangkat judul “Pengaruh Piutang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) Terhadap Laporan Keuangan PTPN II.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di atas, maka perumusan masalah dirumuskan sebagai berikut:
“ Apakah piutang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) mempunyai pengaruh baik secara simultan maupun parsial terhadap Laporan Keuangan?”
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah diatas, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris bahwa piutang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) mempengaruhi laporan keuangan secara simultan maupun parsial.
(18)
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan nilai dan manfaat kepada berbagai pihak yang membutuhkan terutama bagi pihak perusahaan seperti pertimbangan dalam menerapkan sistem pengendalian piutang dan dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan piutang. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan referensi atau pedoman untuk penelitian selanjutnya.
(19)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Pengertian Piutang
Piutang merupakan suatu proses yang penting, yang dapat menunjukkan satu bagian yang besar dari harta likuid perusahaan. Kieso dan Weygandt mendefinisikan pengertian piutang sebagai berikut : Recivables are claims held against customers and others for money, goods, or services. Sedangkan pengertian piutang menurut S.Hadibroto adalah : Piutang merupakan klaim terhadap pihak lain, apakah klaim tersebut berupa uang, barang atau jasa, untuk maksud akuntansi istilah dipergunakan dalam arti yang lebih sempit yaitu merupakan klaim yang diharapkan akan diselesaikan dengan uang. Penjelasan definisi di atas diketahui bahwa piutang secara luas diartikan sebagai tagihan atas segala sesuatu hak perusahaan baik berupa uang, barang maupun jasa atas pihak ketiga setelah perusahaan melaksanakan kewajibannya, sedangkan secara sempit piutang diartikan sebagai tagihan yang hanya dapat diselesaikan dengan diterimanya uang di masa yang akan datang. Pada umumnya piutang timbul ketika sebuah perusahaan menjual barang atau jasa secara kredit dan berhak atas penerimaan kas di masa mendatang, yang prosesnya dimulai dari pengambilan keputusan untuk memberikan kredit kepada langganan, melakukan pengiriman barang,
(20)
penagihan dan akhirnya menerima pembayaran, dengan kata lain piutang dapat juga timbul ketika perusahaan memberikan pinjaman uang kepada perusahaan lain dan menerima promes atau wesel, melakukan suatu jasa atau transaksi lain yang menciptakan suatu hubungan dimana satu pihak berutang kepada yang lain seperti pinjaman kepada pimpinan atau karyawan. Piutang merupakan salah satu elemen yang paling penting dalam modal kerja suatu perusahaan. Sebagian piutang dapat dimasukkan dalam modal kerja yaitu bagian piutang yang terdiri dari dana yang diinvestasikan dalam produk yang terjual dan sebagian lain yang termasuk modal kerja potensial yaitu bagian yang merupakan keuntungan.
Piutang merupakan elemen modal kerja yang selalu dalam keadaan berputar secara terus menerus dalam rantai perputaran modal kerja yaitu kas - persediaan - piutang - kas. Dalam keadaan normal dan dimana penjualan pada umumnya dilakukan dengan kredit, piutang mempunyai tingkat likuiditas yang lebih tinggi dari pada persediaan, karena perputaran dari piutang ke kas membutuhkan satu langkah, yang penting kebijaksanaan kredit yang efektif dan prosedur-prosedur penagihan untuk menjamin penagihan piutang yang tepat pada waktunya dan mengurangi kerugian akibat piutang tak tertagih.
(21)
2.1.2 Klasifikasi Piutang
Pada umumnya piutang bersumber dari kegiatan operasi normal perusahaan yaitu penjualan kredit atas barang dan jasa kepada pelanggan, tetapi selain itu masih banyak sumber-sumber yang dapat menimbulkan piutang. Smith and Skousen memberikan klasifikasi piutang terdiri atas “piutang dagang trade recivables dan piutang bukan dagang”.
1) Piutang dagang
a. Wesel tagih atau notes receivables
Wesel tagih ini didukung oleh suatu janji formal tertulis untuk membayar.
b. Piutang usaha atau accounts recivables
Piutang usaha merupakan piutang dagang yang tidak dijamin “rekening terbuka”. Piutang dagang merupakan suatu perluasan kredit jangka pendek kepada pelanggan. Pembayaran-pembayarannya biasanya jatuh tempo dalam tiga puluh sampai sembilan puluh hari. Perjanjian kreditnya merupakan persetujuan informal antara penjual dan pembeli yang didukung oleh dokumen-dokumen perusahaan yaitu faktur dan kontrak-kontrak penyerahan. Biasanya piutang dagang tidak mencakup bunga, meskipun bunga atau biaya jasa dapat saja ditambahkan bilamana pembayaran tidak
(22)
dilakukan dalam periode tertentu, dengan kata lain piutang dagang merupakan tipe piutang paling besar.
2) Piutang bukan dagang
Piutang bukan dagang ini meliputi seluruh tipe piutang lainnya dan mempunyai beberapa transaksi-transaksi yaitu: a. Penjualan surat berharga atau pemilik selain barang dan
jasa.
b. Uang muka kepada pemegang saham, para direktur, pejabat, karyawan dan perusahaan-perusahaan affiliasi. c. Setoran-setoran kepada kreditur, perusahaan kebutuhan
umum dan instansi-instansi lainnya.
d. Pembayaran dimuka pembelian-pembelian.
e. Setoran-setoran untuk menjamin pelaksanaan kontrak atau pembayaran biaya.
f. Tuntutan atas kerugian atau kerusakan. g. Saham yang masih harus disetor. h. Piutang deviden dan bunga.
Piutang bukan dagang umumnya didukung dengan persetujuan-persetujuan formal dan secara tertulis. Piutang bukan dagang harus diikhtisarkan dalam perkiraan-perkiraan yang berjudul sesuai dan dilaporkan secara terpisah dalam laporan keuangan.
(23)
2.1.2.1 Sistem Informasi Akuntansi Penagihan Piutang
Penagihan piutang dari penjualan kredit dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain :
1. Fungsi yang terkait dalam sistem penagihan piutang dari penjualan kredit.
2. Dokumen yang digunakan dalam sistem penagihan piutang.
3. Sistem penagihan piutang melalui penagih perusahaan dilaksanakan dengan prosedur.
2.1.2.2 Fungsi yang terkait dalam sistem penagihan piutang dari penjualan kredit
Fungsi yang terkait dalam sistem penagihan piutang dari penjualan kredit adalah :
a. Fungsi sekretariat
Fungsi ini bertanggungjawab dalam penerimaan cek dan surat pemberitahuan atau remittance advice melalui pos dan para debitur perusahaan. Fungsi ini juga bertugas membuat daftar surat pemberitahuan yang diterima bersama dari para debitur dan fungsi ini berada di tangan bagian sekretariat.
(24)
b. Fungsi penagihan
Fungsi ini bertanggungjawab untuk melakukan penagihan kepada para debitur perusahaan berdasarkan daftar piutang yang ditagih yang dibuat oleh fungsi akuntansi dan fungsi ini berada di tangan bagian penagihan.
c. Fungsi kas
Fungsi ini bertanggungjawab atas penerimaan cek dari fungsi sekretariat atau fungsi penagihan dan menyetorkan kas yang diterima dari berbagai fungsi tersebut segera ke bank dalam jumlah penuh dan fungsi ini berada di tangan bagian kas.
d. Fungsi akuntansi
Fungsi ini bertanggungjawab dalam pencatatan penerimaan kas dari piutang ke dalam jurnal penerimaan kas dan berkurangnya piutang ke dalam kartu piutang, dan fungsi ini berada di tangan bagian akuntansi.
e. Fungsi pemeriksa intern
Fungsi ini bertanggungjawab dalam melaksanakan perhitungan yang ada di tangan fungsi kas secara periodik, dan melakukan rekonsiliasi bank, untuk mengecek ketelitian catatan kas yang diselenggarakan
(25)
oleh fungsi akuntansi, dan fungsi ini berada di tangan bagian pemeriksa intern.
2.1.2.3 Dokumen yang digunakan dalam sistem penagihan piutang Dokumen yang digunakan dalam sistem penagihan piutang adalah:
1) Surat pemberitahuan 2) Daftar surat pemberitahuan 3) Bukti setor bank
4) Kuitansi.
Surat pemberitahuan merupakan dokumen untuk memberitahu maksud pembayaran yang akan dilakukan. Daftar surat pemberitahuan merupakan rekapitulasi penerimaan kas. Bukti setor bank merupakan bukti penyetoran kas yang diterima dari piutang ke bank. Kuitansi merupakan bukti penerimaan kas yang dibuat oleh perusahaan bagi para debitur yang telah melakukan pembayaran utang mereka.
2.1.2.4 Sistem penagihan piutang melalui penagih perusahaan dilaksanakan dengan prosedur
Sistem penagihan piutang melalui penagih perusahaan dilaksanakan dengan prosedur adalah :
1. Penerimaan piutang mengirimkan daftar piutang yang sudah saatnya ditagih kepada bagian penagihan.
(26)
2. Bagian penagihan mengirimkan penagih untuk melakukan penagihan kepada debitur.
3. Bagian penagihan menerima cek atas nama dalam surat pemberitahuan dari debitur.
4. Bagian penagihan menyerahkan surat pemberitahuan kepada bagian piutang untuk kepentingan posting ke dalam kartu piutang.
5. Bagian kas mengirim kuitansi sebagai tanda penerimaan kas kepada debitur.
6. Bagian kas menyetor ke bank, setelah cek atas cek tersebut dilakukan endorsement oleh pejabat yang berwenang.
7. Bank perusahaan melakukan clearing atas cek tersebut ke bank debitur.
Sistem pengendalian intern yang baik mengharuskan agar semua penerimaan kas dari debitur harus dalam bentuk cek atas nama atau giro bilyet. Penerimaan kas dari debitur dalam bentuk uang tunai memberikan peluang kepada penagih untuk melakukan penyelewengan. Bentuk penerimaan kas melalui penagih perusahaan ini yang biasa dilaksanakan di Indonesia, sedangkan bentuk lain masih jarang dilakukan.
(27)
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Piutang
Piutang merupakan aktiva yang penting dalam perusahaan dan dapat menjadi bagian yang besar dari likuiditas perusahaan. Besar kecilnya piutang dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah seperti yang dikemukakan oleh Bambang Riyanto (2001:85-87) sebagai berikut :
a. Volume Penjualan Kredit
Makin besar proporsi penjualan kredit dari keseluruhan penjualan memperbesar jumlah investasi dalam piutang. Dengan makin besarnya volume penjualan kredit setiap tahunnya bahwa perusahaan itu harus menyediakan investasi yang lebih besar lagi dalam piutang. Makin besarnya jumlah piutang berarti makin besarnya resiko, tetapi bersamaan dengan iu juga memperbesar profitability.
b. Syarat Pembayaran Penjualan Kredit
Syarat pembayaran penjualan kredit dapat bersifat ketat atau lunak. Apabila perusahaan menetapkan syarat pembayaran yang ketat berarti bahwa perusahaan lebih mengutamakan keselamatan kredit daripada pertimbangan profitabilitas. Syarat yang ketat misalnmya dalam bentuk batas waktu pembayaran yang pendek, pembebanan bunga yang berat pada pembayaran piutang yang terlambat.
c. Ketentuan Tentang Pembatasan Kredit
Dalam penjualan kredit perusahaan dapat menetapkan batas maksimal atau plafond bagi kredit yang diberikan kepada para langganannya. Makin tinggi plafond yang ditetapkan bagi masing-masing langganan berarti makin besar pula dana yang diinvestasikan dalam piutang. Sebaliknya, jika batas maksimal plafond lebih rendah, maka jumlah piutang pun akan lebih kecil. d. Kebijaksanaan Dalam Mengumpulkan Piutang
Perusahaan dapat menjalankan kebijaksanaan dalam pengumpulan piutang secara aktif atau pasif. Perusahaan yang menjalankan kebijaksanaan secara aktif, maka perusahaan harus mengeluarkan uang yang lebih besar untuk membiayai aktivitas pengumpulan piutang, tetapi dengan menggunakan cara ini, maka piutang yang ada akan lebih cepat tertagih, sehingga akan lebih memperkecil jumlah piutang perusahaan. Sebaliknya, jika perusahaan
(28)
menggunakan kebijaksanaan secara pasif, maka pengumpulan piutang akan lebih lama, sehingga jumlah piutang perusahaan akan lebih besar.
e. Kebiasaan Membayar Dari Para Langganan
Kebiasaan para langganan untuk membayar dalam periode cash discount akan mengakibatkan jumlah piutang lebih kecil, sedangkan langganan membayar periode setelah cash discount akan mengakibatkan jumlah piutang lebih besar karena jumlah dana yang tertanam dalam piutang lebih lama untuk menjadi kas. 2.1.4 Perputaran Piutang
Kelancaran penerimaan piutang dan pengukuran baik tidaknya investasi dalam piutang dapat diketahui dari tingkat perputarannya. Perputaran piutang adalah masa-masa penerimaan piutang dari suatu perusahaan selama periode tertentu. Piutang yang terdapat dalam perusahaan akan selalu dalam keadaan berputar. Perputaran piutang akan menunjukkan berapa kali piutang yang timbul sampai piutang tersebut dapat tertagih kembali ke dalam kas perusahaan. Definisi perputaran piutang dikemukakan oleh beberapa ahli berikut ini :
Menurut S.Munawir (2002:75) memberikan keterangan bahwa posisi piutang dan taksiran waktu pengumpulannya dapat dinilai dengan menghitung tingkat perputaran piutang tersebut (turn over receivable), yaitu dengan membagi total penjualan kredit (netto) dengan piutang rata-rata. Sedangkan menurut Bambang Riyanto (2001:90) menyatakan bahwa tingkat perputaran piutang (receivable turn over) dapat diketahui dengan membagi jumlah credit sales selama periode tertentu dengan jumlah rata-rata piutang (average receivable). Dari pengertian yang
(29)
telah diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa perputaran piutang terdiri dari dua variabel yaitu total penjualan kredit dan rata-rata piutang.
2.1.5 Resiko Kerugian Piutang
Setiap usaha yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan akan mengandung resiko yang tidak dapat dihindari. Dalam hal ini resiko hanya bisa dikendalikan agar berada dalam batas yang wajar. Resiko yang timbul karena transaksi penjualan secara kredit disebut resiko kerugian piutang.
Menurut S. Munawir berpendapat bahwa : Semakin besar day’s receivable suatu perusahaan semakin besar pula resiko kemungkinan tidak tertagihnya piutang. Dan kalau perusahaan tidak membuat cadangan terhadap kemungkinan kerugia yang timbul karena tidak tertagihnya piutang (allowance for bad debt) berarti perusahaan telah memperhitungkan labanya terlalu bear (overstated)
Menurut S. Munawir resiko kerugian piutang terdiri dari beberapa macam yaitu :
a. Resiko tidak dibayarnya seluruh tagihan (Piutang)
Resiko ini terjadi jika jumlah piutang tidak dapat direalisasikan sama sekali. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya karena seleksi yang kurang baik dalam memilih langganan sehingga perusahaan memberikan kredit kepada langganan yang tidak potensial dalam membayar tagihan, juga dapat terjadi adanya stabilitas ekonomi dan kondisi negara yang tidak menentu sehingga piutang tidak dapat dikembalikan.
(30)
b. Resiko tidak dibayarnya sebagian piutang
Hal ini akan mengurangi pendapatan perusahaan, bahkan bisa menimbulkan kerugian bila jumlah piutang yang diterima kurang dari harga pokok barang yang dijual secara kredit.
c. Resiko keterlambatan pelunasan piutang
Hal ini akan menimbulkan adanya tambahan dana atau untuk biaya penagihan. Tambahan dana ini akan menimbulkan biaya yang lebih besar apabila harus dibelanjai oleh pinjaman.
d. Resiko tidak tertanamnya modal dalam piutang
Resiko ini terjadi karena adanya tingkat perputaran piutang yang rendah sehingga akan mengakibatkan jumlah modal kerja yang tertanam dalam piutang semkin besar dan hal ini bisa mengakibatkan adanya modal kerja yang tidak produktif.
2.1.6 Penghentian Pengakuan Piutang Piutang dihentikan pengakuannya jika:
1. Hak kontraktual atas arus kas yang berasal dari asset keuangan tersebut berakhir atau perseroan mentransfer piutang dan ditransfer tersebut memenuhi kriteria penghentian pengakuan.
2. Perseroan mentransfer hak kontraktual untuk menerima arus kas yang berasal dari piutang atau perseroan tetap memiliki halk kontraktual untuk menerima arus kas yang berasal dari piutang, namun juga menanggung kewajiban kontaktual untuk membayar arus kas yang diteriama tersebut kepada satu atau lebih pihak menerima melalui suatu kesepakatan yang memenuhi seluruh persyaratan berikut:
a) Perseroan tidak wajib membayar penerima akhir, kecuali jika perseroan memperoleh jumlah yang setara dari asset awalnya. Uang muka jangka pendek yang diberikan perseroan dengan
(31)
hak untuk memperoleh kembali jumlah yang dipinjamkan tersebut secara penuh ditambah bunga terutang yang dihitung berdasarkan suku bunga pasar tidak menyalahi persyaratan ini.
b) Perseoran tidak diperkenankan, berdasarkan persyaratan dalam kontrak transfer, untuk menjual atau mengagunkan aset awalnya kecuali untuk menjamin hak penerima akhir untuk menerima arus kas.
c) Perseroan berkewajiban untuk menyerahkan setiap arus kas yang ditagihnya untuk dan atas nama penerima akhir tanpa penundaan yang signifikan. Selain itu, perseroan berhak untuk menginvestasikan kembali arus kas tersebut, kecuali investasi pada kas atau setara kas selama periode penyelesaian jangka pendek yaitu antara tanggal penagihan dan tanggal pembayaran kepada penerima akhir, dan pendapatan bunga yang diperoleh dari investasi teersebut harus diserahkan kepada penerima akhir.
3. Transfer piutang memenuhi kriteria penghentian pangakuan jika secara substansial telah mentransfer seluruh risiko dan manfaat atas kepemilikan piutang.
4. Dalam hal perseroan secara substansial tidak mentransfer dan tidak memiliki seluruh risiko dan manfaat atas kepemilikan piutang tersebut, maka perseroan menentukan apakah perseroan masih
(32)
memiliki pengendalian atas asset keuangan tersebut jika tidak lagi memilki pengendalian, maka piutang dihentikan pengakuannya dan jika masih memiliki pengendalian, maka piutang tetap diakui sebesar keterlibatan berkelanjutan dengan piutang tersebut.
2.2. Program Kemitraan
Program kemitraan melakukan kegiatan dalam bentuk:
1. Pemberian pinjaman dalam bentuk:
a) Pinjaman untuk modal kerja dan atau pembelian barang-barang modal (aktiva tetap produktif) seperti mesin dan alat produksi, alat bantu produksi, dan lain sebagainya yang dapat meningkatkan produksi dan penjualan produk mitra binaan.
b) Pinjaman khusus, yaitu pemberian pinjaman yang dapat diberikan oleh BUMN Pembina yang bersifat jangka pendek dengan waktu maksimum satu tahun serta dengan nilai pinjaman yang cukup material bagi mitra binaan.
2. Hibah, dalam bentuk:
a) Bantuan pendidikan dan pelatihan serta pemagangan untuk mitra binaan dalam rangka:
1) Meningkatkan keterampilan manejerial dan teknik produksi atau pengolahan.
(33)
2) Meningkatkan pengendalian mutu produksi.
3) Meningkatkan pemenuhan standarisasi teknologi
4) Meningkatkan rancang bangun dan perekayasaan
b) Bantuan pemasaran produk mitra binaan dalam bentuk:
1) Membantu penjualan produk mitra binaan
2) Membantu mempromosikan produk mitra binaan melalui kegiatan pemeran maupun penyedian ruang pamer
c) Bantuan pendidikan, pelatihan dan pemagangan untuk mitra binaan dapat dilakukan sendiri oleh BUMN Pembina atau menyediakan tenaga penyuluh yang berasal dari lembaga pendidikan atau pelatihan swasta professional maupun perguruan tinggi.
d) Jangka waktu atau masa professional untuk mitra binaan dapat dilakukan terus menerus sampai mitra binaan tersebut menjadi tangguh, mandiri dan bankable.
Beban operasional yang terdapat dalam Program Kemitraan adalah sebagai berikut:
a. Untuk mendukung pelaksanaan Program Kemitraan, dosediakan dana operasional yang bersumber dari hasil pengembangan dana
(34)
kemitraan (bukan dari pokok dan penyisihan laba BUMN). Dana operasional tersebut digunakan untuk operasional yang meliputi:
1) Kegiatan pembinaan yang terdiri dari:
a. Beban perjalanan dinas petugas/pengelola dalam rangka survey lokasi usaha calon Mitra Binaan, monitoring/evaluasi perkembangan usaha Mitra Binaan, dan keegiatan penagihan pinjaman.
b. Beban upah tenaga harian/honorer yang membantu pelaksanaan Program Kemitraan
2) Beban kegiatan karyawan unit PKBL, yaitu beban yang berkaitan dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan karyawan dalam nmelaksanakan fungsi pembinaan, fungsi administrasi dan keuangan.
3) Beban administrasi meliputi beban administrasi Bank, beban surat menyurat, dan sejenisnya.
4) Pengadaan inventaris, yaitu pembelian perangkat computer beserta program aplikasinya dan inventaris kantor lainnya.
5) Pengadaan kendaraan bermotor untuk menunjangkegiatan oparasional, yang pengadaannya disesuaikan dengan kondisi dana oparasional yang tersedia.
(35)
2.2.1 Penyaluran Dana Pembinaan Kemitraan
Dana pembinaan kemitraan yang disalurkan melalui Program Kemitraan ditujukan kepada Mitra Binaan yang masih terdaftar dalam Program Kemitraan. Dengan kata lain, dana ini hanya dapat diberikan untuk kepentingan Mitra Binaan.
Dana Pembinaan Kemitraan disalurkan melalui beberapa program yang disusun untuk membantu Mitra Binaan dalam rangka mengembangkan usahanya, meliputi: program pendidikan, program pelatihan, program pemagangan, program pemasaran, program promosi, dan hal lainnya yang menyangkut peningktan produktivitas Mitra Binaan serta untuk pengkajian/penelitian yang berkaitan dengan Program Kemitraan. Oleh karena itu, atas Dana Pembinaan Kemitraan tersebut Mitra Binaan tidak menerima dalam bentuk uang tunai melainkan dalam bentuk program – program yang telah disusun.
Kegiatan yang dibiayai melului dana pembinaan kemitraan tersebut ditangani oleh BUMN Pembina yang dalam pelaksanaan dapat menyertakan pihak luar sebagai pelaksanaan kegiatan, misalnya dalam hal penyedian materi pelatihan, penyelenggara kegiatan pameran, dan sebagainya.
Pihak – pihak yang terkait proses penyaluran Dana Pembinaan Kemitraan pada Program Kemitraan adalah sebagai berikut:
(36)
a) BUMN Pembinaan
BUMN Pembina bertanggung jawab untuk menyusun program yang dibutuhkan oleh Mitra Binaan, melaksanakan program tersebut atau menunjuk pihak lain untuk melaksanakannya, serta melakukan pembiayaan atas program tersebut.
b) Mitra Binaan
Mitra Binaan bertanggung jawab untuk berperan serta dalam program yang telah disusun oleh BUMN Pembina tersebut.
c) Pelaksaan penyaluran Dana Pembinaan Kemitraan
Pelaksanaan penyaluran Dana Pembinaan Kemitraan bertanggung jawab untuk melaksanakan program yang diamanatkan oleh BUMN Pembina dean menyampaikan program tersebut kepada Mitra Binaan.
2.2.2 Penyaluran Pinjaman Program Kemitraan
Menurut Kementrian Negara Badan Usaha Milik Negara, pihak-pihak yang terkait dalam proses penyaluran pinjaman pada Program Kemitraan (Pedoman Akuntansi BUMN PKBL, 2008:8)
1. BUMN Pembina atau BUMN Penyalur atau Lembaga Penyalur. BUMN Pembina atau BUMN Penyalur atau Lembaga Penyalur bertanggungjawab untuk menyusun program penyalur pinjaman, melakukan evaluasi terhadap proposal yang diterima, menyalurkan pinjaman kepada Mitra Binaan yang memenuhi persyaratan, serta melakukan monitoring dan pembinaan terhadap Mitra Binaan.
2. Kordinator BUMN Pembina.
Setiap tahun Menteri Negara BUMN menetapkan Kordinator BUMN Pembina pada masing – masing provinsi. Kordinator BUMN Pembina mempunyai kewajiban sebagai berikut:
(37)
•Melakukan koordinasi atas perencanaan dan pengalokasian dana Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan yang dilakukan oleh BUMN Pembina.
•Memberikan informasi kepada BUMN Pembina mengenai Calon Mitra Binaan untuk menghindarri duplikasi penyaluran pinjaman dana Program Kemitraan.
•Menyampaikan laporan triwulanan dan tahunan pelaksanaan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan di wilayah koordinasinya kepada Menteri Negara BUMN dan tembusan kepada BUMN Pembina di wilayahnya.
3. Mitra Binaan
Mitra Binaan memperoleh pinjaman berdasarkan proposal pinjaman yang dilakukan serta melakukan kewajiban-kewajiban sebgai berikut:
•Melaksanakan kegiatan usaha sesuai dengan rencana yang telah disetujui oleh BUMN Pembina atau BUMN Penyalur atau Lembaga Penyalur.
•Membayar kembali pinjaman secara tepat waktu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati
•Menyampaikan laporan perkembangan usaha secara periode kepada BUMN Pembina.
2.2.3 Dana Bergulir (Revolving fund)
Dana bergulir (revolving fund) Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) ini berguna sebagai sumber dana dan beban oprasional unit PKBL.
Dana bergulir adalah dana yang dialokasikan oleh Kementerian Negara/ Lembaga/ Satuan Kerja Badan Layanan Umum untuk perkuatan modal usaha bagi koperasi, usaha mikro, kecil, menengah dan usaha lainnya yang berada di bawah pembinaan Kementerian Negara/ Lembaga.
(38)
2.3 Program Bina Lingkungan
Program Bina Lingkungan melakukan kegiatan dalam bentuk:
1) Bantuan kepada korban bencana alam, yaitu bantuan yang diberikan untuk meringankan beban para korban yang diakibatkan bencana alam. Jenis bantuan korban bencana alam tersebut berupa:
• Penyedian bahan-bahan kebutuhan pokok, air bersih dan MCK pengungsi.
• Bantuan obat-obatan dan atau tenaga medis
• Bantuan perahu karet, tenda pengungsi/tempat penampungan sementara
• Penyediaan dana untuk sewa angkutan/transportasi pengungsi, sewa alat-alat berat.
2) Bantuan pendidikan dan atau pelatihan, yaitu bantuan yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas SDM, jenis bantuan terhadap pendidikan dan pelatihan adalah:
• Pengadaan peralatan sekolah, baik untuk sokolah umum maupun pesantren dan madrasah
• Bantuan biaya pendidikan/beasiswa
(39)
• Penyuluhan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat
3) Bantuan peningkatan kesehatan, yaitu diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Jenis bantuan kesehatan berupa:
• Renovasi balai pengobatan masyarakat
• Bantuan untuk kegiatan yang bersifat kesehatan masyarakat.
4) Bantuan pengembangan prasarana dan sarana umum, yaitu bantuan yang diberikan dalam rangka meningkatkan fasilitas kesejahteraan masyarakat. jenis bantuan pengembangan prasarana dan sarana umum adalah:
• Rehabilitasi prasarana pendidikan
• Pengembangan dan rehabilitasi prasarana dan sarana umum
• Pengembangan dan rehabilitasi panti asuhan dan panti jompo
5) Bantuan sarana ibadah, yaitu bantuan untuk meningkatkan kualitas ibadah masyarakat. jenis bantuan sarana ibadah adalah:
• Bantuan pembangunan/rehabilitasi rumah ibadah
(40)
• Bantuan dana untuk menunjang pelaksanaan kegiatan-kegiatan keagamaan.
2.3.1 Penyaluran Bantuan Program Bina Lingkungan
Penyaluran bantuan Program Bina Lingkungan BUMN Pembina dilakukan melaluitahapan sebagai berikut:
A. BUMN Pembina terlebih dahulu melakukan survey dan identifikasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan di wilayah usaha BUMN Pembina setempat.
B. BUMN Pembina menyalurkan bantuan kepada masyarakat baik secara langsung atau bekerjasama dengan pihak/instansi terkait, misalnya dengan Palang Merah Indonesia
Proses penyaluran bantuan Program Bina Lingkungan BUMN Pembina berbeda-beda antara satu BUMN Pembina dengan BUMN Pembina lainnya, tergantung pada sumber daya yang tersedia, khususnya sumber daya manusia. Namun, secara umum penyaluran bantuan tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut:
A. Penyaluran bantuan dengan cara pelaksanaan seluruh proyek bantuan ditangani oleh BUMN Pembina yang bersangkutan sehingga masyarakat menerimanya dalam bentuk barang yang diperlukan.
(41)
B. Penyaluran bantuan dengan cara pemberian sebagian barang/jasa yang dibutuhkan untuk pelaksanaan proyek dan sebagian kebutuhan lainya disediakan oleh masyarakat.
C. Penyaluran bantuan dengan cara pembirian uang tunai.
2.3.2 Pemberian Bantuan Program BL BUMN Pembina
Menurut Kementrian Negara Badan Usaha Milik Negara Pihak-pihak yang terkait dalam proses pemberian bantuan pada Program Bina Lingkungan BUMN Pembina (Pedoman Akuntansi BUMN PKBL, 2008:9)
A. BUMN Pembina
BUMN Pembina bertanggung jawab untuk mengavaluasi proposal yang diterima dari masyarakt (jika permohonan datang dari masyarakat) atau mengevaluasi objek bantuan, melakukan penyaluran bantuan, serta pengawasan terhadap pelaksanaan dari proposal tersebut.
B. Kordinator BUMN Pembina
Kordinator BUMN Pembina bertanggung jawab untuk melakukan kordinasi dalam perencanaan penyaluran bantuan.
C. Penerima Bantuan
Penerima bantuan bertanggung jawab untuk menyusun proposal permintaan bantuan, melaksanakan proposal tersebut sesuai kesepakatan dengan BUMN Pembina, serta melaporkan pelaksanaan program tersebut kepada BUMN Pembina.
2.4 Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) BUMN
Setiap BUMN yang melaksanakan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan, BUMN Pembina wajib pula melakukan pembukaan atas pelaksanaan program tersebut. Selama ini, pembukaan yang diselenggarakan pada beberapa unit PKBL masih mengunakan tata buku tunggal berbasis kas.
(42)
Disamping itu, terdapat beberapa BUMN Pembina yang belum memiliki kebijakan akuntansi atau pedoman akuntansi yang memadai sehingga praktik akuntansi antara satu unit PKBL lainnya menjadi berbeda – beda sesuai dengan kebijikan masing – masing Pembina BUMN.
Sesuai dengan perkembangan kondisi dan tuntutan untuk meningkatkan akuntabilitas dan penerapan tata kelola perusahaan yang baik (goog corporate governance, GCG) pada satu entitas ekonomi, basis pencatatan akuntansi diarahkan untuk menggunakan kata buku ganda berbasis akrual (accrual basis double entry). Memperhatikan kondisi yang berlaku d unit PKBL serta tuntutan untuk menerapkan GCG, maka sudah seharusya dalam pelaksanaan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan BUMN Pembina memiliki pedoman akuntansi guna mengakomodasi ketentuan penyusun laporan keuangan.
2.4.1 Tujuan dan Sasaran PKBL
Pedoman akuntansi Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan merupakan petunjuk bagi unit PKBL dalam menyelenggarakan pencatatan atas transaksi unit PKBL dalam rangka menyusun dan menyajikan laopran keuangan ssesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan dan peraturan yang berlaku.
Sasaran ingin dicapai dengan adanya Program Akuntansi Kemitraan dan Program Bina Lingkungan adalah:
(43)
1. Tersedia acuan resmi penyusunan dan penyajian Laporan Keuangan Unit PKBL sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan dan peraturan yang berlaku bagi PKBL
2. Tercapainya perbaikan informasi yang dihasilkan baik struktur, kualitas, relevansi, maupun aspek komparabilitasnya.
3. Tercapainya keseragaman pencatatan akuntansi unit PKBL menjadi sistem pembukuan berganda
4. Terwujudnya tertib administrasi pada unit PKBL agar dapat memberikan informasi yang relavan dan dapat dipertanggungjawabkan.
2.4.2 Kegiatan Utama PKBL
Kegiatan utama unit PKBL adalah penyaluran pinjaman dan penyaluran dana pembinaan melalui Program Kemitraan serta pemberian bantuan melalui Program Bina Lingkungan. Berikut penjelasan untuk masing-masing kegiatan tersebut:
I. Penyaluran pinjaman
Pinjaman yang disalurkan melalui Program Kemitraan diarahkan kepada Usaha Kecil yang secara teknis perbankan belum memnuhi persyaratan untuk memperoleh pinjaman. Kegiatan – kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka penyaluran pinjaman tersebut adalah sebagai berikut:
(44)
a. Penerimaan dan evaluasi proposal
Calon Mitra Binaan yang ingin mendapat pinjaman Program Kemitraan untuk pengembangan usahanya, harus menyampaikan proposal kepada BUMN Pembina atau BUMN Penyalur atau Lembaga Penyalur yang memuat sekurang-kurangnya data sebagai berikut:
1. Nama dan alamat unit usaha
2. Nama dan alamat pemilik/pengurus unit usaha 3. Bukti identitas diri pemilik/pengurus
4. Izin usaha atau surat keterangan usaha dari pihak berwenang.
5. Rencan usaha dan kebutuhan dana. b. Penyaluran pinjaman
Apabila proposal dan calon Mitra Binaan telah disetujui, maka unit PKBL menyalurkan pinjaman kepada Mitra Binaan. Penyaluran pinjaman tersebut dituangkan dalam suatu surat perjanjian/kontrak yang sekurang-kurangnya memuat:
1. Nama dan alamat BUMN Pembina atau BUMN Penyalur atau Lembaga Penyalur dan Mitra Binaan.
(45)
2. Hak dan kewajiban BUMN Pembina atau BUMN Penyalur atau Lembaga Penyalur dan Mitra Binaan
3. Jumlah pinjaman dan peruntukannya
4. Syarat – syarat pinjaman (jangka waktu pinjaman, jadual angsuran pokok dan jasa administrasi pinjaman)
II. Penagihan pinjaman piutang dan penyelesaian piutang bermasalah Mitra Binaan setelah pinjaman disalurkan, maka BUMN Pembina atau BUMN Penyalur atau Lembaga Penyalur memonitor kewajiban Mitra Binaan. Pinjaman dana Program Kemitraan dinilai kualitasnya berdasarkan pada ketepatan waktu pembayaran kembali pokok pinjaman dan jasa administrasi pinjaman dari Mitra Binaan. Penggolongan kualitas pinjaman, sesuai ketentuan yang berlaku, adalah sebagai berikut:
1.Lancar
Apabila pembayaran angsuran pokok dan jasa administrasi pinjaman dilakukan tepat waktu atau terjadi keterlambatan pembayaran angsuran pokok/jasa administrasi pinjaman selambat – lambatnya 30 hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran, sesuai dengan pinjaman yang telah disetujuai bersama.
(46)
Apabila terjadi keterlambatan pembayaran angsuran pokok/administrasi pinjaman yang telah melampaui 30 hari dan belum melampaui 180 hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran, sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui bersama.
3.Diragukan
Apabila terjadi keterlambatan pembayaran angsuran pokok/jasa administrasi pinjaman yang telah melampaui 180 hari dan belum melampaui 270 hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran, sesuai dengan perjanjian yang telah disetujuai bersama.
4.Macet
Apabila terjadi keterlambatan pembayaran angsuran pokok/jasa adminitrasi pinjaman yang telah malampaui 270 hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran, sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui bersama.
2.4.3 Angsuran Yang Belum Teridentifikasi
Angsuran belum teridentifikasi adalah penerimaan angsuran yang belum dapat diklasifikasikan/diidentifikasi nama Mitra Binaan-nya sampai dengan tanggal Laporan Keuangan. Angsuran belum teridentifikasi diakui pada saat angsuran tersebut diterima oleh unit PKBL. Besarnya angsuran belum teridentifikasi diukur dan dicatat sebesar nilai nominal yang diterima unit PKBL. Saldo pos angsuran
(47)
belum teridentifikasi akan berkurang pada saat diketahui identitas Mitra Binaan yang melakukan pembayaran, dan jumlah yang teridentifikasi tersebut akan mengurangi saldo piutang Mitra Binaan.
Angsuran belum teridentifikasi disajikan dalam Laporan Posisi Keuangan sebagai kewajiban jangka pendek dan diungkapkan dalam bentuk rincian jumlah dan keterangan lain yang relevan.
2.5 Aspek Keuangan
2.5.1 Pengertian Laporan Keuangan
Laporan keuangan juga sering dinyatakan sebagai produk akhir dari suatu proses akuntansi. Laporan keuangan berisikan data-data yang menggambarkan kondisi keuangan perusahaan. Pihak – pihak yang berkepentingan terhadap perkembangan suatu perusahaan dapat mengetahui keadaan keuangan dan posisi keuangan dari laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh perusahaan.
Pengertian laporan keuangan menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (Standar Akuntansi Keuangan, 2002:2) yaitu:
Laporan keuangan merupakan bagian dari proses laporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara, misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lainnya serta laporan penjelasan yang merupakan bagian itergral dari laporan keuangan. Di samping itu juga termasuk sekejul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan sekmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga.
(48)
Menurut Sofyan Safri Harahap (2002 : 117) “Laporan keuangan adalah suatu alat dengan mana informasi dikumpulkanm dan diproses dalam akuntansi keuangan yang dikomunikasikan secara periodic kepada para pemakainya”. Pemakai laporan keuangan meliputi investor, karyawan, pemberi pinjaman, pamasok, kreditur usaha lainnya, pemerintah serta lembaga – lembaganya, dan masyarakat.
2.5.2 Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan utama laporan keuangan menurut Mas’ud Machfoez (199 : 2) adalah “untuk menyediakan informasi laporan keuangan suatu badan usaha yang akan digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan sebagai bahan pertimbangan didalam mengambil keputusan ekonomi”.
Pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan keuangan suatu badan usaha dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok interen dan kelompok ekstren perusahaan.kelompok interen perusahaan merupakan orang-orang terlibat secara langsung dalam kegiatan operasional perusahaan seperti pimpinan dan karyawan perusahaan. Sedangkan kelompok ekstren perusahaan merupakan kelompok yang tidak turut terlibat secara langsung dalm kegiatan operasional perusahaan, seperti pemilik perusahaan, kreditur, pelanggan, pemerintah dan masyarakat.
(49)
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (Standar Akuntansi Keuangan, 2002 : 4) tujuan dari laporan keuangan adalah sebagai berikut:
1. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
2. Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan ini memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pemakai. Namun demikian, laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan dalam pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian di masa lalu dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi non-keuangan.
3. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Pemakai ingin menilai apa yang telah dilakukan atas pertanggungjawaban manajemen berbuat demikian agar dapat mereka mengambil keputusan ekonomi.
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia PSAK NO. 45 (2004 : 45) secara rinci tujuan dari laporan keuangan termasuk catatan atas laporan keuangan adalah untuk menyajikan informasi mengenai:
1. Jumlah dan sifat aktiva, kewajiban, dan aktiva bersih suatu organisasi
2. Pengaruh transaksi, peristiwa dan situasi lainnya yang mengubah nilai dan sifat aktiva bersih
3. Jenis dan jumlah arus masuk dan arus keluar sumber daya dalam suatu periode dan hubungan antara keduanya.
4. Cara suatu organisasi mendapatkan dan membelanjakan kas, memperoleh pinjaman dan melunasi pinjaman dan faktor lainnya yang berpengaruh pada likuiditasnya.
(50)
2.5.3 Biaya Operasional
Biaya Operasional merupakan beban yang dikeluarkan melalui PTPN II berdasarkan dividen kepada unit Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) untuk kegiatan operasional.
2.6 Penelitian Terdahulu
Penenelitian Pirwandes Purba (2004) melakukan penelitian evaluasi kinerja program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL) di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan, dimana penulis menggunakan metode analisis Deskriptif dan Komparatif untuk menganalisis kinerja PKBL dengan indikator-indikator penilaian kesehatan perusahaan BUMN yang menjadi pedoman dalam penilaian Kinerja Perusahaannya. Dari penelitian yang telah penulis lakukan ternyata diketahui bahwa kinerja Program Kemitraan dan Bina Lingkungan di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan tahun 2006 nilai kinerja pada Tingkat Efektivitas Penyaluran dana mencapai 3 (tiga) poin atau 91,04% dan pada Tingkat Kolektibilitas Pengambilan Pinjaman mencapai 2 (dua) poin atau 56,26% dari 6 (enam) poin total indikator yang diharapkan, namun masih dalam kategori baik.
Penelitian Pamela Aritonang (2006) penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui penerapan Pengetahuan Mentri Negara BUMN tentang PKBL sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan dari BUMN di PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk cabang Purwokerto.
(51)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk cabang Purwokerto sebagai unit operasional telah menerapkan ketentuan peraturan Mentri Negara BUMN tentang program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan program Bina Lingkungan.
Penelitian Ahmad Tobari (2003) jenis penelitian dalam penelitian ini adalah data deskriptif dengan metode pendekatan kualitatif. Fokus penelitiannya adalah pemberdayaan Usaha Kecil melalui pemberian pinjaman modal usaha dan pembinaan melalui diklat pengenalan internet oleh PKBL perum perunnas Reg IV. Dari data yang dianalisis maka dapat disimpulkan pemberian pinjaman modal usaha telah dilaksanakan sesuai prosedur yang baik dan dapat membantu Mitra Binaan untuk meningkatkan Mitra Binaan untuk meningkatkan kegiatan usahanya sedangkan dalam pembinaan berupa diklat pengenalan internet tidak dapat menjadi fasilitas penunjang bagi semua Mitra Binaan, Mitra Binaan yang bergerak dibidang pertokoan dan warung makanan tidak dapat mempergunakan fasilitas internet untuk meningkatkan usahanya sehingga pemberdayaan yang dilakukan PKBL Perum Perunnas Reg. IV belum sepenuihnya berhasil.
2.7Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolosi dari tinjauan teori dan penelitian terdahulu yang mencerminkan ketrkaitan antar variable yang diteliti dan merupakan tuntutan untuk memecahkan masalah penelitian.
(52)
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dikembangkan kerangka konseptual penelitian ini, pada gambar 2.1
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.8Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara yang harus diuji kebenarannya atas suatu penelitian yang dilakukan agar dapat mempermudah dalam menganalisisnya. Dari kerangka konseptual yang telah diuraikan diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : Piutang Lancar mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap beban oprasional.
Piutang Lancar (X1)
Piutang Kurang Lancar (X2)
Piutang Diragukan (X3)
Piutang Macet (X4)
Beban Operasional
PTPN II (Y)
(53)
H2 : Piutang Kurang Lancar mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap beban oprasional.
H3 : Piutang Diragukan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap beban oprasional.
H4 : Piutang Macet mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap beban oprasional.
H5 : Piutang Lancar, Piutang Kurang Lancar, Piutang Diragukan dan Piutang Macet secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap beban oprasional.
(54)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan data kualitatif yaitu: 1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari objek penelitian
tempat data ini memerlukan pegolahan lebih lanjut. Contoh: Hasil wawancara
2. Data sekunder, merupakan data pelengkap bagi data primer yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi. Data ini diambil dari PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Medan yang terdiri dari:
a. Gambaran umum Perusahaan b. Struktur organisasi
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Berdasarkan jenis data yang digunakan, penulis melakukan penelitian di PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Medan yang berlokasi di Jl. Tanjung Morawa KM 16,5 pada bulan Juni 2012. Data yang digunakan adalah data piutang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) periode Januari s.d Desember Tahun 2009, 2010 dan 2011.
(55)
3.3 Definisi Operasional Variabel
Variabel yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel Independen (Bebas)
Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi variabel yang lain (Umar: 2003:50). Variabel independen (bebas) yang digunakan dalam penelitian ini adalah lancar, kurang lancar, diragukan dan macet. Variabel independen disimbolkan dengan “X1” (lancar), “X2” (kurang lancar), “X3” (diragukan), “X4” (macet).
2. Variabel Dependen (Terikat)
Variabel dependen merupakan variabel yang dijelaskan atau yang dipengaruhi oleh variabel independen (Umar, 2003:50). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah beban operasional PTPN II sebagai induk dari unit PKBL, dimana variabel dependen disimbolkan dengan “Y”.
3. Indikator
Indikator adalah variabel untuk mengevaluasi keadaan atau status dan memungkinkan dilakukannya pengukuran terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Teknik wawancara, yaitu dengan melakukan tanya jawab secara langsung dengan pihak-pihak yang berkait dengan evaluasi kinerja program
(56)
kemitraan dan bina lingkungan (PKBL) PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Medan
3.5 Metode Analisis Data
3.5.1 Pengujian Asumsi Klasik
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik dengan menggunakan program software SPSS. Peneliti melakukan uji asumsi klasik terlebih dahulu sebelum melakukan pengujian hipotesis dengan alasan data penelitian yang digunakan dalam penelitian sering bersifat bias dan tidak efisien. Untuk memperoleh nilai yang tidak bias dan efisien dari model persamaan linear maka haruslah memenuhi asumsi klasik yang mendasari model linear. Setelah data memenuhi asumsi klasik maka data layak dianalisis lebih lanjut untuk pengujian hipotesis dengan analisis pengujian linear. Pengujian asumsi klasik yang dilakukan terdiri atas uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedasitas, dan uji autokorelasi.
Menurut Ghozali (2005:123) asumsi klasik yang harus dipenuhi yaitu:
a) Berdistribusi normal,
b) Non-multikolinearitas, artinya antara variabel independen dalam model regresi tidak memiliki korelasi atau hubungan secara sempurna atau mendekati sempurna,
c) Non-autokorelasi, artinya kesalahan penganggu dalam model regresi tidak saling berkorelasi.
d) Homoskedasitas, artinya variance variabel independen dari satu pengamatan ke pengamatan lain adalah konstan atau sama.
(57)
3.5.1.1 Uji Normalitas
Tujuan uji normalitas adalah ingin mengetahui apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residul memiliki distribusi normal. Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi normal”. Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Kalau nilai residual tidak mengetahui distribusi normal, uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil (Ghozali, 2005). Cara yang digunakan untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak adalah dengan desain grafik. Jika data menyebar disekitar garis diagonal atau mengikuti arah garis diagonal, atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas, demikian sebaliknya. Selain itu, dapat digunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov (K-S), yang dijelaskan oleh Gozhali (2005). Bila nilai signifikan α < 0.05 berarti distribusi data tidak normal. Sebaliknya bila nilai signifikan α > 0.05 berarti distribusi data normal.
Dasar pengambilan keputusan dalam uji normalitas menurut Ghozali (2005) sebagai berikut:
a) Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histrogramnya
(58)
menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
b) Jika data menyebar jauh dari diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histrogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
3.5.1.2 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen (Ghozali, 2005). Pengujian multikolinearitas dilakukan dengan melihat (1) nilai tolerance dan lawannya (2) VIF (variance inflation factor). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolineritas adalah nilai tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10.
Menurut (Gozhali, 2005) cara yang didapat dilakukan jika terjadi multikolinearitas yaitu:
1. Mengeluarkan satu atau lebih variabel independen yang mempunyai korelasi tinggi dari model regresi dan identifikasi variabel independen lainnya untuk membantu prediksi,
2. Menggabungkan data cross section dan time series (pooling data),
3. Menambah data penelititian
3.5.1.3 Uji Heteroskedasitas
Uji heteroskedasitas dijelaskan oleh (Ghozali, 2005) sebagai berikut: Uji heteroskedasitas bertujuan menguji
(59)
apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedasitas dan jika berbeda disebut heteroskedasitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedasitas atau tidak terjadi heteroskedasitas. Kebanyakan data cross section mengandung situasi heteroskedasitas karena data ini menghimpun data yang mewakili berbagai ukuran (kecil, sedang, dan besar).
Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedasitas, menurut (Ghozali, 2005) dapat dilihat dari grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel dependen yaitu ZPRED dengan residulnya SRESID. Jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur, maka telah terjadi heteroskedasitas. Sebaliknya jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar maka tidak tejadi heteroskedasitas.
3.5.1.4 Uji Autokorelasi
Menurut (Ghozali, 2005) “Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya)”. Autokorelasi ini mencul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya.
(60)
Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtun waktu (time series) karena “gangguan” pada seseorang individu atau kelompok cenderung mempengaruhi “gangguan” pada individu atau kelompok yang sama pada periode berikutnya.
Penggunaan program sofware SPSS bertujuan untuk mendeteksi apakah ada problem autokorelasi adalah dengan melihat besaran DURBIN-WATSON, adapun kriteria pengujiannya yaitu:
a. Jika nilai D-W dibawah 0 sampai 1,5 berarti ada Autokorelasi positif.
b. Jika nilai D-W diantara 1,5 sampai 2,5 berarti tidak ada Autokorelasi
c. Jika nilai D-W diantara 1,5 sampai 4 berarti ada Autokorelasi negatif.
3.6Pengujian Hipotesis Penelitian 3.6.1 Analisis Regresi Berganda
Menurut Imam Ghozali (2005) “Analisis regresi merupakan studi mengenai ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel independen (variabel penjelas atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui”. Dalam penelitian ini digunakan model analisis regresi
(61)
berganda (multiple regresion), karena variabel independen lebih dari satu yaitu 4 variabel berupa piutang lancar, piutang kurang lancar, piutang diragukan, dan piutang macet. Model regresi linear yang digunakan adalah sebagai berikut:
Y = a+b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+e
Keterangan:
Y = Variabel dependen, dalam hal ini beban oprasional a = Konstanta
X1 = Variabel independen I yaitu nilai piutang lancar
X2 = Variabel independen II yaitu nilai piutang kurang lancar X3 = Variabel independen III yaitu nilai piutang diragukan X4 = Variabel independen IV yaitu nilai piutang macet b1 = Koefisien regresi X1
b2 = Koefisien regresi X2 b3 = Koefisien regresi X3 b4 = Koefisien regresi X4 e = Error (pengganggu) 3.6.2 Uji Signifikan (Hipotesis)
Uji signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat, baik secara bersama-sama (serentak) maupun persial dilakukan dengan menggunakan uji statistik t dan uji statistik f.
(62)
1. Uji t (Uji secara parsial)
Uji t yaitu pengujian yang digunakan untuk mengetahui apakah piutang lancar, piutang kurang lancar, piutang diragukan dan piutang macet mempengaruhi laporan keuangan secara parsial. Prosedur pengujian hipotesis sebagai berikut:
a) Menentukan Level of Significance α = 0,05
b) Jika t-hitung > ttabel, maka menerima Ha, yang tidak variabel bebas tersebut mampu mempengaruhi variabel tidak bebas secara signifikan. Jika t-hitung > ttabel, maka Ha tidak dapat diterima, yang berarti variabel bebas tersebut tidak mempengaruhi variabel bebas tersebut tidak mempengaruhi variabel tidak bebas.
2. Uji F (Uji secara serentak)
Uji F digunakan untuk mengetahui apakah piutang lancar, piutang kurang lancar, piutang diragukan dan piutang macet mempengaruhi beban operasional secara simultan. Pengujian hipotesis sebagai berikut:
a) Jika Fhitung > Ftabel (α=5%) maka Ha dapat diterima, b) Jika Fhitung > Ftabel (α=5%) maka Ha tidak dapat diterima.
(63)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum
4.1.1 Sejarah PT. Perkebunan Nusantara II (Persero)
PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) didirikan tanggal 11 Maret 1996, yang berkedudukan dan berkantor pusat di Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara sesuai Akta Pendirian No. 35 dibuat dihadapan Harun Kamil, SH Notaris Jakarta, Perseroan didirikan atas dasar SK Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 188/KMK.061/116 tanggal 11 Maret 1996 tentang Penempatan Modal pada PT. Perkebunan Nusantara II (Persero).
Anggaran dasar perseroan telah disyahkan dan disetujui Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. C2-8330.HT.01.01 TH.96, tanggal 8 Agustus 1996. Anggaran Dasar perseroan telah mengalami beberapa kali perubahan dan terakhir sesuai Akta No. 33 tanggal 13 Agustus 2008 Pernyataan Keputusan Pemegang Saham Perseroan (Persero) PT. Perkebunan Nusantara II tentang penyesuaian dengan Undang-Undang Perseroan No.40 Tahun 2007 dibuat dihadapan N.M Dipo Nusantara Pua Upa Notaris di Jakarta, Akta perubahan ini telah mendapat pengesahan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik
(64)
Indonesia sesuai surat keputusan No. AHU.69248.AH.01.02 Tahun 2008 tanggal 25 September 2008.
Kegiatan usaha saat ini adalah menghasilkan komoditi kelapa sawit, karet, tembakau, serta tebu. Untuk memproduksi komoditi tersebut, perusahaan membuka kebun dan proyek-proyek, pabrik kelapa sawit, pabrik fraksionasi, pabrik karet dan pabrik gula yang tersebar di Kabupaten Langkat, Deli Serdang dan Tapanuli Selatan, Propinsi Sumatera Utara dan Propinsi Papua Barat dan Jayapura.
Kegiatan usaha PT Perkebunan Nusantara II (Persero) adalah mengelola unit-unit perkebunan dan pabrik-pabrik sebagai berikut :
a. Distrik yang terdiri dari Distrik di Kabupaten Langkat, Distrik di Kabupaten Deli Serdang dan 1 kebun pengembangan di Propinsi Papua.
Sejak 1 Juli 2009 bahwa Distrik di Kabupaten Langkat (Rayon Tengah) telah dialihkan dalam bentuk Kerja Sama Operasi (KSO) sebagaimana dijelaskan pada catatan 47.
b. Dari 15 unit kebun di kabupaten Langkat, Sumatera Utara, bahwa 5 Unit Kebun telah dikelola secara KSO oleh PT. Langkat Nusantara Kepong (LNK).
c. 9 unit kebun di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. d. 1 unit kebun di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. e. 1 unit kebun di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara.
(65)
f. 2 unit kebun di Papua yaitu Prafi dan Arso.
g. 5 unit pabrik kelapa sawit di Kabupaten Langkat( 2 unit dikelola sebagaiman di jelaskan pada butir a) dan 1 unit di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara serta 2 unit pabrik di Papua.
h. 1 unit Pabrik Fraksionasi (pengolahan minyak sawit tidak aktif) di Kabupaten Langkat dan telah berhenti operasi sejak tahun 2002. i. 4 unit Pabrik Karet di Kabupaten Langkat (3 unit dikelola secara
KSO oleh PT. LNK) dan 1 unit di Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara
j. 3 unit Pabrik Kakao di Sumatera Utara dan 1 unit di Prafi Papua dan telah berhenti operasi sejak tahun 2007.
k. 1 unit Pabrik Gula di Kabupaten Langkat dan 1 unit di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
l. 1 unit Balai Penelitian Tembakau Deli dan1 unit Riset dan Pengembangan.
m. 1 unit Bengkel Pusat.
n. 4 unit Rumah Sakit masing-masing di Kotamadya Medan dan Kotamadya Binjai, Langkat dan Deli Serdang.
Disamping kegiatan pokok tersebut, perusahaan juga mendapat tugas dari Pemerintah sebagai pelaksana pengembangan perkebunan rakyat dengan pola PIR (Perkebunan Inti Rakyat) di daerah Sumatera Utara dan Papua, sebanyak 4 unit masing-masing di Sumatera Utara 2 unit dan di Papua (kebun Prafi dan Arso) 2 unit.
(1)
DAFTAR PUSTAKA
Ghozali, Iman. 2005.
Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS
. Edisi
Ketiga, Cetakan Pertama, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang
Horngern, Harrison, Robinson and Secokusumo. 1998.
Akuntansi di Indonesia.
Salemba Empat. Simon & Schuster (Asia) Pte.Ltd. Prentice Hall.
Hansen Don dan Maryanne M. Mowen, 2000.
Akuntansi Manajemen,
Edisi
Kedua, Terjemahan : A. Hermawan, Erlangga, Jakarta
Harahap Sofyan Syafri, 1998.
Analisa Kritis Atas Laporan Keuangan
, Edisi
Pertama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Ikatan Akuntan Indonesia, 2002.
Standar Akuntansi Keuangan
(Per 1 April 2002),
Penerbit Salemba Empat Jakarta.
Marthin Jhon D, 1999.
Dasar – dasar Manajemen Keuangan
, Edisi Kelima,
Terjemahan Haris Munandar, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Mulyadi, 2001. Balance Scorecard:
Alat Manajemen Komputer Untuk Pelipat
Ganda Kinerja Perusahaan,
Edisi Kedua, Salemba Empat, Jakarta
Munawir S, 20002.
Akuntansi Keuangan dan Manajemen
, Edisi Pertama, BPFE
Yogyakarta
Ps Djarwanto, 2001.
Pokok – pokok Analisa Laporan Keuangan,
Edisi Kedelapan,
BPFE Yogyakarta
Ryanto Bambang, 2001.
Dasar – dasar Pembelanjaan Perusahaann
, Edisi
Keempat, BPFE Yogyakarta.
Surat Keputusan Mentri BUMN Nomor : KEP-100/mbu/2002, Penilaian
Kesehatan BUMN
(2)
LAMPIRAN
Lampiran I
Piutang Lancar Sebelum Ditransformasi
No Bulan Tahun
2011 2010 2009
1 Jan Rp 144.345.080 Rp 160.000.000 Rp 146.348.175
2 Feb Rp 145.000.000 Rp 214.900.000 Rp 158.090.000
3 Mar Rp 180.000.000 Rp 155.350.000 Rp 145.000.000
4 Apr Rp 170.008.000 Rp 113.300.000 Rp 165.005.000
5 Mei Rp 165.000.000 Rp 170.900.000 Rp 210.000.000
6 Jun Rp 180.000.000 Rp 180.066.700 Rp 198.000.700
7 Jul Rp 145.000.000 Rp 185.492.000 Rp 180.777.000
8 Agst Rp 165.005.000 Rp 137.500.000 Rp 145.080.000
9 Sept Rp 210.000.000 Rp 139.800.000 Rp 185.492.000
10 Okt Rp 198.000.700 Rp 199.250.000 Rp 137.500.000
11 Nov Rp 210.777.000 Rp 159.800.000 Rp 139.800.000
12 Des Rp 180.000.000 Rp 186.601.325 Rp 169.250.000
Jumlah Rp 2.093.135.780 Rp 2.002.960.025 Rp 1.980.342.875
Lampiran II
Piutang Kurang Lancar Sebelum Ditransformasi
No Bulan Tahun
2011 2010 2009 1 Jan Rp 53.300.000 Rp 60.400.000 Rp 58.030.000
2 Feb Rp 50.900.000 Rp 57.030.000 Rp 55.300.000
3 Mar Rp 25.066.700 Rp 65.300.000 Rp 45.000.000
4 Apr Rp 35.492.000 Rp 45.000.000 Rp 39.800.000
5 Mei Rp 37.500.000 Rp 45.000.000 Rp 44.345.080
6 Jun Rp 39.800.000 Rp 43.500.000 Rp 39.579.995
7 Jul Rp 44.345.080 Rp 30.330.000 Rp 45.440.000
8 Agst Rp 45.000.000 Rp 36.700.000 Rp 51.005.000
9 Sept Rp 50.000.000 Rp 34.400.000 Rp 45.000.000
10 Okt Rp 50.008.000 Rp 55.000.000 Rp 46.109.370
11 Nov Rp 65.000.000 Rp 55.800.000 Rp 30.330.000
12 Des Rp 46.109.370 Rp 33.582.000 Rp 32.700.000
(3)
Lampiran III
Piutang Diragukan Sebelum Ditransformasi
No Bulan Tahun
2011 2010 2009 1 Jan Rp 13.580.000 Rp 25.100.000 Rp 11.050.000
2 Feb Rp 13.481.268 Rp 23.000.000 Rp 10.602.035
3 Mar Rp 12.075.697 Rp 14.090.000 Rp 8.593.000
4 Apr Rp 13.160.000 Rp 13.400.000 Rp 8.650.000
5 Mei Rp 19.350.000 Rp 19.050.000 Rp 8.580.000
6 Jun Rp 19.945.000 Rp 19.945.000 Rp 7.481.268
7 Jul Rp 16.643.000 Rp 22.593.000 Rp 8.075.697
8 Agst Rp 15.654.070 Rp 15.650.000 Rp 7.008.000
9 Sept Rp 11.580.000 Rp 19.580.000 Rp 9.090.000
10 Okt Rp 12.481.268 Rp 12.481.268 Rp 9.400.000
11 Nov Rp 11.075.697 Rp 11.075.697 Rp 8.050.000
12 Des Rp 11.289.000 Rp 13.160.000 Rp 7.945.000
Jumlah Rp 170.315.000 Rp 209.124.965 Rp 104.525.000
Lampiran IV
Piutang Macet Sebelum Ditransformasi
No Bulan Tahun
2011 2010 2009
1 Jan Rp 377.200.000 Rp 520.700.000 Rp 456.990.000
2 Feb Rp 310.200.000 Rp 590.870.000 Rp 350.116.114
3 Mar Rp 371.300.850 Rp 549.200.000 Rp 360.108.800
4 Apr Rp 444.990.000 Rp 466.199.800 Rp 348.000.000
5 Mei Rp 480.870.000 Rp 380.100.000 Rp 327.711.000
6 Jun Rp 489.000.000 Rp 398.000.000 Rp 478.200.000
7 Jul Rp 466.199.800 Rp 320.111.000 Rp 320.200.000
8 Agst Rp 386.100.000 Rp 588.200.000 Rp 400.870.000
9 Sept Rp 399.000.000 Rp 300.200.000 Rp 449.200.000
10 Okt Rp 360.222.000 Rp 361.300.350 Rp 434.199.800
11 Nov Rp 308.599.834 Rp 556.990.000 Rp 496.199.800
12 Des Rp 390.011.000 Rp 350.226.113 Rp 369.102.077
(4)
Lampiran V
Piutang Lancar Sesudah Ditransformasi
No
Bulan
Jumlah
Pinjaman
Pengambilan
Pinjaman
Sisa Pokok
Pinjaman
1 Jan
1.27
2.86
6.1
2 Feb
3.9
4.3
3.51
3 Mar
3.94
2.34
0.79
4 Apr
2.64
3.53
1.41
5 Mei
6.01
2.4
3.4
6 Jun
3.51
1.17
1.68
7 Jul
0.1
2.1
1.82
8 Agst
3.7
0.69
5.61
9 Sept
3.69
3.68
3.05
10 Okt
3.83
4.47
2.83
11 Nov
2.98
4.43
0.69
12 Des
5
3.04
3.83
Lampiran VI
Piutang Kurang Lancar Sesudah Ditransformasi
No
Bulan
Jumlah
Pinjaman
Pengambilan
Pinjaman
Sisa
Pokok
Pinjaman
1 Jan
1.54
0
0.43
2 Feb
3.13
4.25
3.67
3 Mar
1.05
0
0
4 Apr
0
3.81
4.15
5 Mei
0.2
3.32
4.79
6 Jun
4.78
3.51
3.89
7 Jul
0
2.47
2.86
8 Agst
3.8
0
1.05
9 Sept
3.04
4.26
2.96
10 Okt
3.64
4.07
1.85
11 Nov
3.38
0.46
2.06
(5)
Lampiran VII
Piutang Diragukan Sesudah Ditransformasi
No
Bulan
Jumlah
Pinjaman
Pengambilan
Pinjaman
Sisa
Pokok
Pinjaman
1 Jan
1.54
3.13
0.58
2 Feb
3.04
0
3.97
3 Mar
2.41
2.8
0
4 Apr
2.61
3.71
4.1
5 Mei
0.94
0
0
6 Jun
4.78
4.61
3.92
7 Jul
0
3.39
2.81
8 Agst
3.71
4.61
4.61
9 Sept
3.86
0
3.25
10 Okt
3.71
1.75
4.35
11 Nov
3.02
3
1.64
12 Des
3.51
3.02
4.25
Lampiran VIII
Piutang Macet Sesudah Ditransformasi
No
Bulan
Jumlah
Pinjaman
Pengambilan
Pinjaman
Sisa
Pokok
Pinjaman
1 Jan
20.56
18.6
20.03
2 Feb
20.37
18.76
19.81
3 Mar
20.5
19.21
20.31
4 Apr
20.56
18.6
19.67
5 Mei
20.37
19.83
19.83
6 Jun
20.21
19.34
19.34
7 Jul
20.37
19.73
19.73
8 Agst
20.13
19.52
20.13
9 Sept
20.37
19.34
19.34
10 Okt
20.03
18.95
19.92
11 Nov
20.37
19.11
19.81
(6)