Pengaruh Jenis Media Terhadap Konsentrasi Biomasa dan Kandungan Protein Mikroalga Chaetoceros Calcitras.
i
PENGARUH JENIS MEDIA TERHADAP KONSENTRASI BIOMASSA DAN KANDUNGAN PROTEIN MIKROALGA Chaetoceros calcitrans
SKRIPSI
Oleh :
I KOMANG TRIKUTI NIM : 1111205037
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA 2015
(2)
ii
PENGARUH JENIS MEDIA TERHADAP KONSENTRASI BIOMASSA DAN KANDUNGAN PROTEIN MIKROALGA Chaetoceros calcitrans
S K R I P S I
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Udayana
Oleh:
I KOMANG TRIKUTI 1111205037
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA 2015
(3)
iii
I Komang Trikuti. 1111205037. 2015. Pengaruh Jenis Media Terhadap Konsentrasi Biomassa dan Kandungan Protein Mikroalga Chaetoceros calcitrans. Dibawah bimbingan A.A. Made Dewi Anggreni, S.TP, M.Si. dan Ir. Ida Bagus Wayan Gunam,MP, Ph.D.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis media terhadap konsentrasi biomassa dan kadar protein pada Chaetoceros calcitrans dan menentukan jenis media terbaik untuk produksi mikroalga Chaetoceros calcitrans
dengan kadar protein tertinggi. Penelitian ini dirancang dengan rancangan acak kelompok satu faktor, dengan perlakuan 5 jenis media yaitu Media NPSi, Walne, Guilard, Na, dan Pertanian. Masing-masing perlakuan dikelompokkan menjadi 3 berdasarkan waktu kultivasi. Data yang diperoleh di analisis dengan Anova, jika terdapat pengaruh nyata akan dilanjutkan dengan uji BNT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis media berpengaruh sangat nyata terhadap konsentrasi biomassa dan kadar protein. Kadar protein tertinggi diperoleh dari Chaetoceros calcitrans yang dikultivasi pada media pertanian sebesar 41,92%.
(4)
iv
I Komang Trikuti. 1111205037. 2015. The Influence of Media Type on the Biomass Concentration and Protein Content of Mikrolagae Chaetoceros calcitrans. Under the guidance of A.A. Made Dewi Anggreni, S.TP, M.Sc. and Ir. Ida Bagus Wayan Gunam, MP, Ph.D.
ABSTRACT
This study aims were to know the effect of media type on biomass concentration and protein content of microalgae Chaetoceros calcitrans and determine the best media type for production of microalgae Chaetoceros calcitrans with highest protein content of microalgae Chaetoceros calcitrans. This study was designed with randomized block design with single factor. The factor was media type consist of 5 types, namely NPSI media, Walne media, Guilard media, Na media, and Pertanian media. Each treatment was grouped into 3 based on time of cultivation. The data obtained were analyzed by analyzed of variance followed by least significant difference test, if a treatment had significant effect. The result showed that media type had very significant effect on the biomass concentration and protein content. The highest protein content was obtained from the microalgae Chaetoceros calcitrans which was cultivated in Pertanian media amounted of 41,92%.
(5)
v
RINGKASAN
Mikroalga merupakan salah satu mikroorganisme perairan yang potensial untuk dikembangkan, karena mikroalga memiliki banyak manfaat yang dapat digunakan untuk kepentingan manusia, antara lain sebagai bahan makanan, pakan ternak, obat-obatan, campuran pupuk, dan sumber bahan bakar (Chisti, 2007).
Chaetoceros calcitrans merupakan salah satu contoh alga kuning yang mempunyai kandungan nutrisi yang tinggi. Kandungan nutrisi dari Chaetoceros
sp yaitu protein 35%, lemak 6,9%, karbohidrat 6,6% dan kadar abu 28% (Isnansetyo dan Kurniastuty,1995).
Proses pertumbuhannya mikroalga dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu faktornya adalah ketersediaan nutrien yang diabsorbsi dari media kultur. Media yang digunakan dalam budidaya mikroalga berbentuk cair yang di dalamnya terkandung beberapa senyawa kimia yang merupakan sumber nutrient untuk keperluan hidupnya. Media yang umumnya digunakan untuk kultivasi mikroalga adalah media NPSi, Walne, Guillard, Na, dan Pertanian. Penggunaan jenis media tersebut karena diketahui dari penelitian-penelitian sebelumnya bahwa setiap medium berpengaruh terhadap besarnya biomassa yang dihasilkan. Mikroalga jenis Chaetoceros calcitrans memiliki potensi besar pada protein.
Protein merupakan konstituen penting dalam makanan, karena protein merupakan sumber energi sekaligus mengandung asam-asam amino esensial seperti lysine, tryptophan, methionin, leusin, isoleusin dan valin (esensial berarti penting bagi tubuh, namun tidak bisa disintesis dalam tubuh).
(6)
vi
terhadap konsentrasi biomassa dan kadar protein pada Chaetoceros calcitrans dan menentukan jenis media terbaik untuk produksi mikroalga Chaetoceros calcitrans
dengan kadar protein tertinggi.
Penelitian ini dirancang dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok satu faktor dengan perlakuan jenis media yang terdiri dari 5 jenis media yaitu, media NPSi, Walne, Guillard, Na, dan Pertanian. Masing-masing perlakuan dikelompokkan menjadi 3 berdasarkan waktu kultivasi, sehingga diperoleh 15 unit percobaan. Data yang didapat dianalisis dengan Anova (Analisis of Variance), jika terdapat pengaruh nyata maka akan dilanjutkan dengan uji BNT. Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan sterilisasi peralatan, persiapan media, pembuatan starter Chaetoceros calcitrans pada jenis media yang berbeda, kultivasi
Chaetoceros calcitrans untuk penentuan kurva pertumbuhan dan waktu panen optimum, produksi biomassa Chaetoceros calcitrans pada media yang berbeda, analisis konsentrasi biomassa, dan analisis kadar protein. Waktu panen optimum ditentukan pada saat pertumbuhan Chaetoceros calcitrans berada diakhir fase eksponensial. Pada penelitian ini waktu panen optimum Chaetoceros calcitrans
yang dikultur pada jenis media yang berbeda tidaklah sama, waktu panen optimum media NPSi pada hari ke-6, Walne hari ke-7, media Guillard hari ke-6, media Na hari ke-7, dan media Pertanian hari ke-6. Setelah diketahui waktu panen optimumnya dilanjutkan ketahapan penelitian dengan produksi biomassa
Chaetoceros calcitrans pada jenis media yang berbeda dengan volume yang lebih besar, yang akan digunakan untuk analisis protein.
Hasil analisis konsentrasi biomassa Chaetoceros calcitrans yang dikultivasi pada jenis media yang berbeda, Chaetoceros calcitrans yang
(7)
vii
dikultivasi pada media NPSi medapatkan biomassa tertinggi dengan kepadatan sel 24,2 x 106 sel/ml. Sedangkan pada media pertanian dan media Na tidak berbeda
nyata, dengan kepadatan sel puncak fase eksponsialnya media pertanian 11,8 x 106 sel/ml dan media Na 11,4 x 106 sel/ml, sama dengan media Guillard
dan Walne juga tidak berbeda nyata dengan kepadatan yang sama yaitu 8,2 x 106 sel/ml. Berdasarkan hasil analisis kadar protein yang dilakukan terhadap biomassa
Chaetoceros calcitrans yang dikultur pada jenis media yang berbeda, Chaetoceros calcitrans yang dikultivasi pada media pertanian memiliki kadar protein tertinggi. Media Pertanian sebesar 41,92%, diikuti media Guillard 36,61 % dan media Walne 26,04 %. Pada media NPSi dan Na kandungan protein pada Chaetoceros calcitrans mendapatkan kandungan protein yang rendah yaitu NPSi 20,65 % dan Na 19,62% dibanding dengan ketiga media lainnya. Perbedaan komposisi media mempengaruhi kandungan protein tersebut. Selain N dan P, kadungan FeCl3 pada juga sangat mempengaruhi kandungan protein pada mikroalga Chaetoceros calcitrans karena Fecl3 sangat mempengaruhi nutrisi dari mikroalga tersebut
Kesimpulan dari penelitian ini adalah jenis media berpengaruh sangat nyata terhadap konsentrasi biomassa dan kadar protein mikroalga Chaetoceros calcitrans. Media terbaik untuk produksi mikroalga Chaetoceros calcitrans
(8)
viii
Skripsi ini telah mendapat persetujuan pembimbing
Pembimbing I
A.A.M. Dewi Anggreni, S.TP, MSi NIP. 19741117 199903 2 001
Pembimbing II
Ir. Ida Bagus Wayan Gunam, MP, Ph.D NIP. 19630424 198903 1 003
Mengetahui,
Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana
Dr. Ir. Dewa Gede Mayun Permana, M.S. NIP. 19591107 198603 1 004
(9)
ix
RIWAYAT HIDUP
I Komang Trikuti dilahirkan di Desa Kekeran, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng pada tanggal 20 Mei 1993. Penulis merupakan anak ketiga dari dua bersaudara dari pasangan Ketut Dwija dan Ni Made Pariani.
Penulis memulai pendidikan di SD N 3 Kekeran pada tahun 1999 dan menyelesaikannya pada tahun 2005, lalu melanjutkan pendidikan di SMP N 1 Busungbiu dan menyelesaikannya pada tahun 2008. Pada tahun 2011 penulis menyelesaikan pendidikan di SMK N 3 Singaraja. Sejak tahun 2011 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.
Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif sebagai panitia pelaksana maupun panitia pengarah pada kegiatan-kegiatan kemahasiswaan dan sebagai fungsionaris organisasi kemahasiswaan di lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.
(10)
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Jenis Media Terhadap Konsentrasi Biomassa dan Kandungan Protein Mikroalga Chaetoceros calcitrans”. Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setulus-tulusnya kepada:
1. Ibu A.A. Made Dewi Anggreni,S.TP, M.Si., selaku dosen pembimbing I dan Bapak Ir.Ida Bagus Wayan Gunam,MP, Ph.D., selaku dosen pembimbing II yang tidak pernah lelah memberikan bimbingan, arahan dan solusi dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Dr. Ir. Dewa Gede Mayun Permana, M.S., selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, atas bantuan moral dan bimbingan yang diberikan.
3. Ibu Ir. Amna Hartiati, MP., selaku Ketua Jurusan Teknologi Industri pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.
4. Bapak/Ibu dosen beserta pegawai di lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, atas fasilitas dan dukungan selama menempuh kuliah hingga penyusunan skripsi ini.
(11)
xi
5. Keluarga besar yang tercinta, Bapak, Ibu, Kakak, beserta keluarga besar yang telah mendukung untuk menyelesaikan pendidikan dan tugas akhir ini. 6. Kawan-kawan FTP khususnya TIP 2011 yang selalu saling mendukung satu
sama lain untuk mencapai cita-cita dan impian masing-masing.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa membalas semua budi baik ini dengan balasan yang lebih baik. Penulis telah berupaya optimal untuk menyelesaikan tugas akhir dengan baik, namun dengan terbuka penulis sangat menghargai segala saran dan kritik yang membangun dalam rangka penyempurnaannya. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Bukit Jimbaran, Januari 2016
(12)
xii DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN PERSYARATAN ... ii
ABSTRAK ... iii
RINGKASAN ... v
HALAMAN PENGESAHAN ... viii
RIWAYAT HIDUP ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Hipotesis ... 3
1.4. Tujuan Penelitian ... 3
1.5. Manfaat Penelitian ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1. Mikroalga ... 4
2.2. Chaetoceros calcitrans ... 4
2.2.1. Morfologi Chaetoceros calcitrans ... 4
2.2.1. Sifat Ekologi dan Fisiologi Chaetoceros calcitrans ... 5
2.2.3. Kegunaan Chaetoceros calcitrans ... 7
2.2.4. Kultur Chaetoceros calcitrans ... 7
2.3. Pertumbuhan Mikroalga ... 10
2.4. Media Kultur Mikroalga ... 11
III. METODE PENELITIAN ... 14
(13)
xiii
3.2. Alat dan Bahan ... 14
3.3.1. Alat ... 14
3.3.2. Bahan ... 14
3.3. Rancangan Percobaan ... 17
3.4. Tahapan Penelitian ... 18
3.4.1. Sterilisasi Alat Dan Bahan ... 19
3.4.2. Pembuatan Media... 19
3.4.3. Menentukan Kurva Pertumbuhan dan Waktu Panen ... 22
3.4.4. Pembuatan Starter Chaetoceros calcitrans ... 24
3.4.5. Produksi Biomassa Chaetoceros calcitrans... 24
3.5. Parameter yang Diamati ... 26
3.6. Prosedus Analisa ... 26
3.6.1. Perhitungan Pertumbuhan Sel Chaetoceros calcitrans ... 26
3.6.2. Kandungan Protein... 27
3.6.3. Kandungan Air ... 28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
4.1. Kurva Pertumbuhan dan Waktu Panen Optimum ... 29
4.2. Konsentrasi Biomassa sel... 31
4.2. Kandungan Protein ... 32
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 34
5.1. Kesimpulan ... 34
5.2. Saran ... 34
DAFTAR PUSTAKA ... 35
(14)
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Komposisi Trace Elemen Media Walne ... 15
2. Komposisi Media Walne ... 15
3. Komposisi Media Pertanian ... 15
4. Komposisi Trace Elemen Media Guillard ... 16
5. Komposisi Media Guillard ... 16
6. Komposisi Media Na ... 16
7. Komposisi Media NPSi ... 17
8. Komposisi Vitamin Mix. ... 17
(15)
xv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Performa dari Chaetoceros calcitrans Pembesaran 400x ... 6 2. Kurva Pertumbuhan Mikroalga Menunjukkan Empat Fase Pertumbuhan .... 11 3. Diagram Alir Tahapan Kultivasi Chaetoceros calcitrans untuk Menentukan
Kurva Pertumbuhan dan Waktu Panen Optimum ... 23 4. Diagram Alir Tahapan Produksi Biomassa dan Kadar Protein Chaetoceros
calcitrans Pada Berbagai Jenis Media (sesuai perlakuan).. ... 25 5. Kurva Pertumbuhan Chaetoceros calcitrans pada Media yang Berbeda ... 29
(16)
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Data Kurva Pertumbuhan Chaetoceros Calcitrans ... 39
2. Analisis Konsentrasi Biomassa Chaetoceros Calcitrans ... 40
3. Analisis Kadar Protein Chaetoceros Calcitrans ... 44
4. Analisis Kadar Air Chaetoceros Calcitrans. ... 46
(17)
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan kekayaan sumber daya hayati perairan baik jenis maupun jumlah yang sangat melimpah. Salah satu sumber daya hayati tersebut adalah mikroalga. Mikroalga merupakan salah satu mikroorganisme perairan yang potensial untuk dikembangkan, karena mikroalga memiliki banyak manfaat yang dapat digunakan untuk kepentingan manusia, antara lain sebagai bahan makanan, pakan ternak, obat-obatan, campuran pupuk, dan sumber bahan bakar (Chisti, 2007). Chaetoceros calcitrans merupakan salah satu contoh alga yang mempunyai kandungan nutrisi yang tinggi. Kandungan nutrisi dari Chaetoceros sp yang dikultur dengan media Guillard yaitu protein 35%, lemak 6,9%, karbohidrat 6,6% dan kadar abu 28% (Isnansetyo dan Kurniastuty,1995). Saat ini Chaetoceros calcitrans banyak digunakan untuk pembenihan larva udang, hal ini tentu saja sangat disayangkan mengingat banyak potensi yang dimilikinya. Salah satunya adalah kandungan protein yang sangat tinggi.
Protein merupakan konstituen penting dalam makanan, karena protein merupakan sumber energi sekaligus mengandung asam-asam amino esensial seperti lysine, tryptophan, methionin, leusin, isoleusin dan valin (esensial berarti penting bagi tubuh, namun tidak bisa disintesis dalam tubuh), oleh karena itu kadar protein sangat penting untuk diketahui.
Chaetoceros calcitrans dalam proses pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu faktor yang mempengaruhi adalah nutrien.
(18)
2
Penambahan nutrien ke dalam media kultur mikroalga berpengaruh terhadap proses pertumbuhannya. Media yang umun digunakan untuk kultur mikroalga yaitu media Walne, media Pertanian, media Na, media NPSi dan media Guillard. Penggunaan jenis media tersebut karena media walne merupakan media umum yang digunakan dalam proses kultur mikroalga pada media ini mengandung N(NaNO3) sebanyak 100,009 g/L dan P(NaH2PO4.2H2O)=20 g/L, media pertanian digunakan karena memiliki harga yang murah serta memiliki kandungan N dan P yang tinggi yaitu N(urea)=240 g/L, P(TSP)=80 g/L. Media Na digunakan karena di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut, Gondol proses budidaya mikroalga khususnya mikroalga jenis diatom menggunakan media ini dan memiliki kandungan unsur N(NaNO3) sebanyak 100 g/L dan P(Na2H2PO4.12H2O)=14 g/L. Penggunaan media NPSi karena berdasarkan penelitian yang sudah ada media ini mendapatkan kadar protein yang tinggi, media ini memiliki kandungan N(urea)=21 g/L dan P(TSP)=3,125 g/L (Setyaningsih et al., 2014). Media Guillard digunakan karena berdasarkan penelitian sebelumnya pada mikroalga Chaetoceros gracillis media ini mendapatkan protein dan kadar lemak yang tinggi (Setyaningsih, et al., 2014), kandungan N dan P media ini adalah N(NaNO3)=88,2032 g/L, P(NaH2PO4.2H2O)=10 g/L.
Selama ini penelitian tentang media yang tepat untuk konsentrasi biomassa, dan protein pada Chaetoceros calcitrans belum banyak dilakukan dan dipublikasikan. Berdasarkan hal di atas penelitian mengenai media pertumbuhan yang tepat serta dapat menghasilkan Chaetoceros calcitrans dengan kandungan protein yang maksimal perlu dilakukan.
(19)
3
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengaruh jenis media terhadap konsentrasi biomassa dan kandungan protein pada mikroalga Chaetoceros calcitrans?
2. Jenis media manakah yang menghasilkan mikroalga Chaetoceros calcitrans dengan kandungan protein tertinggi?
1.3 Hipotesis
Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Ada pengaruh jenis media terhadap konsentrasi biomasa dan kandungan protein pada mikroalga Chaetoceros calcitrans.
2. Pada jenis media tertentu akan dihasilkan mikroalga Chaetoceros calcitrans
dengan kandungan protein tertinggi. 1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menentukan pengaruh media terhadap konsentrasi biomassa dan kandungan protein pada Chaetoceros calcitrans.
2. Menentukan jenis media terbaik untuk produksi mikroalga Chaetoceros calcitrans dengan kandungan protein tertinggi.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai pengaruh jenis media terhadap konsentrasi biomassa dan kandungan protein pada mikroalga
Chaetoceros calcitrans dan media terbaik untuk produksi mikroalga Chaetoceros calcitrans dengan protein tertinggi.
(20)
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mikroalga
Mikroalga merupakan organisme tumbuhan paling primitif berukuran seluler yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan produsen primer perairan yang mampu berfotosintesis dengan bantuan air (H2O), CO2 dan sinar matahari yang dapat mengubah energi kinetik menjadi energi kimiawi. Mikroalga berfotosintesis untuk menghasilkan biomassa seperti layaknya tumbuhan tingkat tinggi lainnya. Habitat hidup mikroalga adalah di perairan atau tempat-tempat lembab. Bentuk sel mikroalga beragam, ada yang berbentuk bulat, lonjong, memanjang seperti benang, bercabang atau tidak, hingga berbentuk tidak beraturan yang hidup berkelompok dan tersebar diperairan (Wang
et al., 2015).
2.2 Chaetoceros calcitrans
2.2.1 Morfologi Chaetoceros calcitrans
Menurut Yamaji (1986), Chaetoceros calcitrans adalah alga yang berwarna cokelat keemasan, klasifikasi dari Chaetoceros sp. adalah sebagai berikut: Kingdom : Chrysophyta, Filum: Bacillariophyceae, Ordo : Centrales, Kelas : Chaetoceraceae, Genus: Chaetoceros, dan Spesiesnya adalah : Chaetoceros calcitrans.
Chaetoceros calcitrans merupakan alga jenis diatom (Bacillariophyceae), yaitu mikroalga yang dominan di laut. Bentuk diatom dapat berupa sel tunggal atau rangkaian sel panjang, setiap sel dilindungi oleh dinding silika yang menyerupai kotak (Sachlan, 1982; Arinardi et al., 1994). Diatom memiliki
(21)
5
beberapa pigmen warna yakni chlorophyl a, chlorophyl c, karoten, diatomin dan fukosantin. Pigmen chlorophyl memiliki peran sebagai katalisator dalam proses fotosintesis sedangkan adanya pigmen karoten dan diatomin menyebabkan dinding sel dari Chaetoceros calcitrans berwarna cokelat keemasan.
Chaetoceros calcitrans memiliki bentuk sel bulat dengan ukuran sel yang sangat kecil yakni berkisar antara 4 – 6 mikro sama seperti diatom pada umumnya (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).
2.2.2 Sifat Ekologi dan Fisiologi Chaetoceros calcitrans
Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), Chaetoceros calcitrans
merupakan diatom yang bersifat eurythermal dan euryhaline. Daerah penyebarannya meliputi muara sungai, pantai dan laut pada daerah tropis dan subtropis. Diatom ini dapat hidup pada kisaran suhu yang tinggi, pada suhu air 40oC fitoplankton ini masih dapat bertahan hidup namun tidak berkembang.
Pertumbuhan optimumnya memerlukan suhu pada kisaran antara 25 - 30oC, salinitas optimal untuk pertumbuhan optimal dari Chaetoceros sp.
adalah 28 – 30‰. Seperti halnya fitoplankton pada umumnya, pertumbuhan dari
Chaetoceros calcitrans ini juga dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Intensitas cahaya yang optimum untuk pertumbuhannya adalah berkisar antara 3000 -45.000 lux, dan pertumbuhannya akan menurun jika intensitas cahaya melebihi 45.000 lux.
Chaetoceros calcitrans bereproduksi secara aseksual yakni dengan pembelahan sel dan seksual dengan pembentukan auxospora. Silikat memiliki peranan penting dalam proses reproduksi fitoplankton ini sebagai bahan pembentuk cangkang. Pembelahan sel pada diatom ini sama seperti pembelahan
(22)
6
sel diatom pada umumnya, yaitu satu sel induk yang membelah akan menghasilkan dua sel anak. Satu sel anak mendapatkan tutup kotak (epiteka) akan berkembang menyerupai ukuran sel induknya, sedangkan sel anak yang mendapatkan dasar kotak (hipoteka) akan tumbuh lebih kecil dari sel induk. Pembelahan sel ini akan terus berlanjut sampai ukuran sel semakin kecil (Djarijah, 1995).
Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), pembelahan sel
Chaetoceros calcitrans yang dilakukan secara terus menerus akan menyebabkan ukuran sel menjadi semakin kecil, dan sampai batas ukuran tertentu, pembelahan sel ini akan berhenti sebentar dan berganti menjadi reproduksi secara seksual melalui pembentukan auxospora yaitu isi sel (sel anak) akan keluar dari cangkang dan akan tumbuh membesar hingga ukurannya sama dengan ukuran sel induk semula dan kemudian sel ini akan melakukan reproduksi secara aseksual kembali yakni melalui pembelahan sel.
Gambar 1. Performa dari Chaetoceros calcitrans pembesaran 400x (Ismi et al., 1992).
(23)
7
2.2.3 Kegunaan Chaetoceros calcitrans
Chaetoceros calcitrans memiliki peran yang besar dalam hal penyediaan pakan untuk larva khususnya larva udang dalam bidang budidaya dan perikanan. Hal tersebut dikarenakan Chaetoceros calcitrans memiliki kandungan nutrisi yang tinggi yaitu protein 35%, lemak 6,9%, karbohidrat 6,6% dan kadar abu 28% (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).
Selain dalam bidang budidaya dan perikanan Chaetoceros sp. juga memiliki peranan terhadap manusia. Mikroalga Chaetoceros sp. memiliki potensi tinggi sebagai penghasil senyawa-senyawa kimia bernilai ekonomi tinggi seperti asam lemak omega.
Menurut Metting dan Pyne (1986) mikroalga Chaetoceros calcitrans
mempunyai komponen aktif antibakteri golongan asam lemak. Mikroalga
Chaetoceros mempunyai aktivitas antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen gram positif dan negatif. Mikroalga Chaetoceros calcitrans menghasilkan komponen aktif yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri E.coli & S.aureus, serta kapang Candida albians.
2.2.4 Kultur Chaetoceros calcitrans
Kultur merupakan usaha perbanyakan dengan kondisi lingkungan yang terkendali atau disesuaikan. Volume medium yang digunakan antara 0,5 L sampai dengan 3 L (skala laboratorium). Kondisi lingkungan yang dikendalikan dimaksudkan agar pertumbuhan mikroalga optimum (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).
(24)
8
Kulturisasi Chaetoceros calcitrans dimulai dari kegiatan isolasi kemudian dikembangkan sedikit demi sedikit secara bertingkat. Pembudidayaan mikroalga
Chaetoceros calcitrans dilakukan secara bertahap dari skala laboratorium, semi massal hingga secara massal. Pembudidayaan mikroalga skala laboratorium dilakukan untuk mempersiapkan kultur murni yang akan digunakan sebagai bibit dalam pembudidayaan skala semi massal dan akan di lanjutkan pada skala massal. Pembudidayaan mikroalga secara semi massal adalah kegiatan budidaya kultur murni mikroalga dari skala laboratorium untuk dipersiapkan pada kultur mikroalga secara massal. Pembudidayaan mikroalga secara massal dapat digunakan sebagai pakan alami yang baik untuk larva udang.
Keberhasilan budidaya mikroalga sangat ditentukan oleh kemurnian, kepadatan awal, pupuk, kualitas air, intensitas cahaya, suhu, pH, dan salinitas serta sanitasi dan higienis (Achmad, 1993). Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan suatu jenis mikroalga dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang berpengaruh terhadap sifat-sifat pertumbuhan mikroalga adalah faktor genetik (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).
Menurut Achmad, (1993), faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan Chaetoceros calcitrans adalah sebagai berikut :
1. Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya merupakan jarak yang dapat ditembus oleh cahaya ke dalam kultur. Semakin jauh jarak yang bisa ditembus semakin besar kemungkinan kultur melakukan fotosintesis secara merata. Intensitas cahaya yang diperlukan tergantung pada volume kultivasi dan densitas mikroalga. Semakin tinggi densitas dan volume kultivasi semakin tinggi pula intensitas cahaya yang diperlukan.
(25)
9
Intensitas cahaya yang diperlukan untuk kultivasi pada penelitian ini adalah berkisar antara 3000 – 4500 lux
2. pH
Chaetoceros calcitrans dapat hidup pada pH 7 - 8,5. Jika pH tidak sesuai dengan habitatnya, pertumbuhan mikroalga tersebut tidak akan berlangsung dengan normal.
3. Salinitas
Salinitas optimum untuk pertumbuhan Chaetoceros calcitrans berkisar antara 28 –30‰.
4. Kandungan Karbon dioksida (CO2)
Karbondioksida merupakan gas yang terpenting bagi mikroalga. Hal ini disebabkan karena CO2 mutlak diperlukan dalam proses fotosintesis yang juga berpengaruh langsung terhadap proses pertumbuhannya. CO2 yang berlebihan akan mengakibatkan pH menurun dari batas optimum.
5. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam pertumbuhan mikroalga. Hal tersebut dikarenakan semakin tingginya kenaikan suhu pada saat kulturisasi dapat meningkatkan kegiatan metabolisme dari kultur mikroalga
(Slamet, 2008). Suhu optimal untuk kultivasi mikroalga Chaetoceros calcitrans
antara 25 – 30oC. 6. Nutrien
Dalam kultur mikroalga skala laboratorium dibutuhkan medium kultur yang sesuai untuk pertumbuhannya. Menurut Cahyaningsih, et al.,(2010) Chaetoceros calcitrans umumnya menggunakan medium air laut dengan turbiditi sama dengan
(26)
10
nol atau sangat minimal. Medium air laut yang mengandung nutrien lengkap sebagai medium tumbuh yaitu sumber nutrisi berupa makronutrien (N, P, K, S, Na, Si, Ca) dan mikronutrien (Fe,Zn, Mn, Cu, Mg, Mo, B)
2.3 Pertumbuhan Mikroalga
Fase pertumbuhan pada mikroalga dapat diketahui dengan melakukan pengamatan terhadap beberapa parameter pertumbuhan seperti besarnya ukuran sel dan jumlah sel. Menurut Brock and Madigan (2003), terdapat lima fase pertumbuhan mikroalga selama proses kulturisasi yang terdiri dari :
1. Fase lag
Fase lag adalah fase yang terjadi sesaat setelah penambahan inokulan ke media kultur. Fase ini juga disebut fase adaptasi dimana pada fase ini kultur umumnya hanya mengalami peningkatan ukuran sel tetapi belum terjadi proses pembelahan sel.
2. Fase Eksponensial
Pada fase ini diawali dengan pembelahan sel dengan laju pertumbuhan yang tetap. Pada kondisi kultur yang optimum, laju pertumbuhan pada fase ini akan mencapai kondisi yang maksimal.
3. Fase Deklinasi
Fase ini ditandai dengan proses pembelahan sel tetap terjadi namun tidak seintensif pada fase sebelumnya, sehingga laju pertumbuhannya menjadi lebih rendah dibandingkan dengan fase sebelumnya.
(27)
11
4. Fase Stasioner
Pada fase ini laju pertumbuhan berbanding lurus dengan laju kematian sehingga penambahan maupun pengurangan mikroalga relatif sama, oleh karena itu kepadatan kultur menjadi tetap.
5. Fase Kematian
Pada fase ini laju kematian lebih cepat dibandingkan dengan laju pertumbuhan sehingga terjadi penurunan jumlah sel pada bak kulturisasi. Penurunan kepadatan mikroalga ditandai dengan perubahan kondisi optimum yang dipengaruhi oleh suhu, intensitas cahaya, jumlah hara yang ada dan beberapa kondisi lingkungan yang lain. Kurva pertumbuhan mikroalga disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Kurva pertumbuhan mikroalga, menunjukkan empat fase pertumbuhan a= fase lag; b= fase log; c= fase stasioner dan d= fase kematian (Brock & Madigan, 2003)
2.4 Media Kultur Mikroalga
Dalam budidaya mikroalga media kultur digunakan sebagai tempat untuk tumbuh dan berkembang biak. Menurut Suriawira (BBL Lampung, 2002), susunan bahan baik bahan alami maupun bahan buatan yang digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan dinamakan media. Media yang digunakan dalam budidaya mikroalga berbentuk cair yang didalamnya terkandung beberapa
(28)
12
senyawa kimia yang merupakan sumber nutrient untuk keperluan hidupnya. Selanjutnya menurut Chen dan Shetty (1991), pertumbuhan dan perkembangan mikroalga memerlukan berbagai nutrien yang diabsorbsi dari luar (media).
Secara garis besar kebutuhan unsur hara bagi kehidupan mikroalga dapat dibagi menjadi dua, yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro (Chen dan Shetty, 1991).
a. Unsur makro terdiri dari N, P, K, S, Na, Si, dan Ca.
Unsur hara makro maupun mikro diberikan dalam bentuk senyawa, unsur hara makro adalah unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang relatif banyak. Nitrogen (N) diberikan dalam bentuk NH4NO3, NH2PO4, NH2SO4. Berfungsi untuk membentuk protein, lemak, dan berbagai senyawa organik lain, pertumbuhan serta pembentukan sel secara vegetatif. Fosfor (P), diberikan dalam bentuk KH2PO4, berfungsi untuk metabolisme energi, sebagai stabilitor membran sel, pengaturan metabolisme alga, pengaturan produksi pati/amilum, pembentukan karbohidrat, sangat penting dalam transfer energi, protein, dan sintesis asam amino.
Unsur kalium (K) memperkuat organ alga, memperlancar metabolisme dan memperlancar penyerapan makanan, unsur sulfur (S) berperan dalam pembentukan asam amino dan vitamin, unsur kalsium (Ca) berperan membantu menyusun dinding sel, mengatur permeabilitas membran. Kalium (K), diberikan dalam bentuk KH2PO4, berfungsi untuk pemanjangan sel, memperkuat tubuh alga, memperlancar metabolisme dan penyerapan makanan. Unsur S merupakan unsur yang penting untuk pembentukan beberapa jenis protein, seperti asam amino dan vitamin B1.
(29)
13
b. Unsur mikro terdiri dari Fe, Zn, Mn, Cu, Mg, Mo, Co, dan B.
Unsur mikro adalah unsur hara yang diperlukan mikroalga dalam jumlah yang sedikit namun harus ada dalam media pertumbuhannya. Unsur Fe biasanya diberikan dalam bentuk senyawa FeCl3, berfungsi sebagai penyangga kestabilan pH media dan berperan dalam pembentukan klorofil. (Mn) berperan sebagai aktivator enzim, unsur (Zn) berperan sebagi aktivator enzim dan penyusun klorofil, unsur (Cu) berperan sebagai bagian enzim fenolase, laktase, dan askorbat aksidase, unsur (B) berfungsi dalam translokasi karbohidrat, sebagai aktivator dan inaktivator zat pengatur tumbuh, unsur (Cl) berperan sebagai ion yang berpengaruh terhadap aktivitas enzim, (Mo) berperan dalam membentuk enzim reduktase, sintesis asam askorbat dan ikut dalam metabolisme fosfor. Magnesium (Mg) diberikan dalam bentuk MgSO4.7H2O berperan dalam pembentukan klorofil, pembentukan karbohidrat, lemak, vitamin, dan untuk meningkatkan kandungan fosfat serta pembentukan protein.
Menurut Vonshak et al., (2004) dan Sanchez-Luna et al., (2006), kualitas kandungan nutrien pada mikroalga berkaitan dengan komposisi nutrien di media kultur dan parameter kualitas airnya. Perbedaan kualitas air dan media kultur diduga mengakibatkan perbedaan kandungan nutrisi pada mikroalga yang dihasilkannya. Hal ini berkaitan dengan kebutuhannya akan makro dan mikronutrien untuk kehidupannya. Selain itu mikroalga juga memerlukan mikronutrien organik berupa unsur vitamin yang mampu menunjang pertumbuhannya, antara lain cobalamin (B12), thiamin (B1) dan biotin (Taw, 1990 ; Andersen, 2005), serta menurut Jati et al., (2012), perbedaan media kultur berpengaruh terhadap kandungan nutrisi yang dihasilkan.
(1)
Kulturisasi Chaetoceros calcitrans dimulai dari kegiatan isolasi kemudian dikembangkan sedikit demi sedikit secara bertingkat. Pembudidayaan mikroalga Chaetoceros calcitrans dilakukan secara bertahap dari skala laboratorium, semi massal hingga secara massal. Pembudidayaan mikroalga skala laboratorium dilakukan untuk mempersiapkan kultur murni yang akan digunakan sebagai bibit dalam pembudidayaan skala semi massal dan akan di lanjutkan pada skala massal. Pembudidayaan mikroalga secara semi massal adalah kegiatan budidaya kultur murni mikroalga dari skala laboratorium untuk dipersiapkan pada kultur mikroalga secara massal. Pembudidayaan mikroalga secara massal dapat digunakan sebagai pakan alami yang baik untuk larva udang.
Keberhasilan budidaya mikroalga sangat ditentukan oleh kemurnian, kepadatan awal, pupuk, kualitas air, intensitas cahaya, suhu, pH, dan salinitas serta sanitasi dan higienis (Achmad, 1993). Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan suatu jenis mikroalga dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang berpengaruh terhadap sifat-sifat pertumbuhan mikroalga adalah faktor genetik (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).
Menurut Achmad, (1993), faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan Chaetoceros calcitrans adalah sebagai berikut :
1. Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya merupakan jarak yang dapat ditembus oleh cahaya ke dalam kultur. Semakin jauh jarak yang bisa ditembus semakin besar kemungkinan kultur melakukan fotosintesis secara merata. Intensitas cahaya yang diperlukan tergantung pada volume kultivasi dan densitas mikroalga. Semakin tinggi densitas dan volume kultivasi semakin tinggi pula intensitas cahaya yang diperlukan.
(2)
Intensitas cahaya yang diperlukan untuk kultivasi pada penelitian ini adalah berkisar antara 3000 – 4500 lux
2. pH
Chaetoceros calcitrans dapat hidup pada pH 7 - 8,5. Jika pH tidak sesuai dengan habitatnya, pertumbuhan mikroalga tersebut tidak akan berlangsung dengan normal.
3. Salinitas
Salinitas optimum untuk pertumbuhan Chaetoceros calcitrans berkisar antara 28 –30‰.
4. Kandungan Karbon dioksida (CO2)
Karbondioksida merupakan gas yang terpenting bagi mikroalga. Hal ini disebabkan karena CO2 mutlak diperlukan dalam proses fotosintesis yang juga berpengaruh langsung terhadap proses pertumbuhannya. CO2 yang berlebihan akan mengakibatkan pH menurun dari batas optimum.
5. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam pertumbuhan mikroalga. Hal tersebut dikarenakan semakin tingginya kenaikan suhu pada saat kulturisasi dapat meningkatkan kegiatan metabolisme dari kultur mikroalga
(Slamet, 2008). Suhu optimal untuk kultivasi mikroalga Chaetoceros calcitrans antara 25 – 30oC.
6. Nutrien
Dalam kultur mikroalga skala laboratorium dibutuhkan medium kultur yang sesuai untuk pertumbuhannya. Menurut Cahyaningsih, et al.,(2010) Chaetoceros calcitrans umumnya menggunakan medium air laut dengan turbiditi sama dengan
(3)
nol atau sangat minimal. Medium air laut yang mengandung nutrien lengkap sebagai medium tumbuh yaitu sumber nutrisi berupa makronutrien (N, P, K, S, Na, Si, Ca) dan mikronutrien (Fe,Zn, Mn, Cu, Mg, Mo, B)
2.3 Pertumbuhan Mikroalga
Fase pertumbuhan pada mikroalga dapat diketahui dengan melakukan pengamatan terhadap beberapa parameter pertumbuhan seperti besarnya ukuran sel dan jumlah sel. Menurut Brock and Madigan (2003), terdapat lima fase pertumbuhan mikroalga selama proses kulturisasi yang terdiri dari :
1. Fase lag
Fase lag adalah fase yang terjadi sesaat setelah penambahan inokulan ke media kultur. Fase ini juga disebut fase adaptasi dimana pada fase ini kultur umumnya hanya mengalami peningkatan ukuran sel tetapi belum terjadi proses pembelahan sel.
2. Fase Eksponensial
Pada fase ini diawali dengan pembelahan sel dengan laju pertumbuhan yang tetap. Pada kondisi kultur yang optimum, laju pertumbuhan pada fase ini akan mencapai kondisi yang maksimal.
3. Fase Deklinasi
Fase ini ditandai dengan proses pembelahan sel tetap terjadi namun tidak seintensif pada fase sebelumnya, sehingga laju pertumbuhannya menjadi lebih rendah dibandingkan dengan fase sebelumnya.
(4)
4. Fase Stasioner
Pada fase ini laju pertumbuhan berbanding lurus dengan laju kematian sehingga penambahan maupun pengurangan mikroalga relatif sama, oleh karena itu kepadatan kultur menjadi tetap.
5. Fase Kematian
Pada fase ini laju kematian lebih cepat dibandingkan dengan laju pertumbuhan sehingga terjadi penurunan jumlah sel pada bak kulturisasi. Penurunan kepadatan mikroalga ditandai dengan perubahan kondisi optimum yang dipengaruhi oleh suhu, intensitas cahaya, jumlah hara yang ada dan beberapa kondisi lingkungan yang lain. Kurva pertumbuhan mikroalga disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Kurva pertumbuhan mikroalga, menunjukkan empat fase pertumbuhan a= fase lag; b= fase log; c= fase stasioner dan d= fase kematian (Brock & Madigan, 2003)
2.4 Media Kultur Mikroalga
Dalam budidaya mikroalga media kultur digunakan sebagai tempat untuk tumbuh dan berkembang biak. Menurut Suriawira (BBL Lampung, 2002), susunan bahan baik bahan alami maupun bahan buatan yang digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan dinamakan media. Media yang digunakan dalam budidaya mikroalga berbentuk cair yang didalamnya terkandung beberapa
(5)
senyawa kimia yang merupakan sumber nutrient untuk keperluan hidupnya. Selanjutnya menurut Chen dan Shetty (1991), pertumbuhan dan perkembangan mikroalga memerlukan berbagai nutrien yang diabsorbsi dari luar (media).
Secara garis besar kebutuhan unsur hara bagi kehidupan mikroalga dapat dibagi menjadi dua, yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro (Chen dan Shetty, 1991).
a. Unsur makro terdiri dari N, P, K, S, Na, Si, dan Ca.
Unsur hara makro maupun mikro diberikan dalam bentuk senyawa, unsur hara makro adalah unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang relatif banyak. Nitrogen (N) diberikan dalam bentuk NH4NO3, NH2PO4, NH2SO4. Berfungsi untuk membentuk protein, lemak, dan berbagai senyawa organik lain, pertumbuhan serta pembentukan sel secara vegetatif. Fosfor (P), diberikan dalam bentuk KH2PO4, berfungsi untuk metabolisme energi, sebagai stabilitor membran sel, pengaturan metabolisme alga, pengaturan produksi pati/amilum, pembentukan karbohidrat, sangat penting dalam transfer energi, protein, dan sintesis asam amino.
Unsur kalium (K) memperkuat organ alga, memperlancar metabolisme dan memperlancar penyerapan makanan, unsur sulfur (S) berperan dalam pembentukan asam amino dan vitamin, unsur kalsium (Ca) berperan membantu menyusun dinding sel, mengatur permeabilitas membran. Kalium (K), diberikan dalam bentuk KH2PO4, berfungsi untuk pemanjangan sel, memperkuat tubuh alga, memperlancar metabolisme dan penyerapan makanan. Unsur S merupakan unsur yang penting untuk pembentukan beberapa jenis protein, seperti asam amino dan vitamin B1.
(6)
b. Unsur mikro terdiri dari Fe, Zn, Mn, Cu, Mg, Mo, Co, dan B.
Unsur mikro adalah unsur hara yang diperlukan mikroalga dalam jumlah yang sedikit namun harus ada dalam media pertumbuhannya. Unsur Fe biasanya diberikan dalam bentuk senyawa FeCl3, berfungsi sebagai penyangga kestabilan pH media dan berperan dalam pembentukan klorofil. (Mn) berperan sebagai aktivator enzim, unsur (Zn) berperan sebagi aktivator enzim dan penyusun klorofil, unsur (Cu) berperan sebagai bagian enzim fenolase, laktase, dan askorbat aksidase, unsur (B) berfungsi dalam translokasi karbohidrat, sebagai aktivator dan inaktivator zat pengatur tumbuh, unsur (Cl) berperan sebagai ion yang berpengaruh terhadap aktivitas enzim, (Mo) berperan dalam membentuk enzim reduktase, sintesis asam askorbat dan ikut dalam metabolisme fosfor. Magnesium (Mg) diberikan dalam bentuk MgSO4.7H2O berperan dalam pembentukan klorofil, pembentukan karbohidrat, lemak, vitamin, dan untuk meningkatkan kandungan fosfat serta pembentukan protein.
Menurut Vonshak et al., (2004) dan Sanchez-Luna et al., (2006), kualitas kandungan nutrien pada mikroalga berkaitan dengan komposisi nutrien di media kultur dan parameter kualitas airnya. Perbedaan kualitas air dan media kultur diduga mengakibatkan perbedaan kandungan nutrisi pada mikroalga yang dihasilkannya. Hal ini berkaitan dengan kebutuhannya akan makro dan mikronutrien untuk kehidupannya. Selain itu mikroalga juga memerlukan mikronutrien organik berupa unsur vitamin yang mampu menunjang pertumbuhannya, antara lain cobalamin (B12), thiamin (B1) dan biotin (Taw, 1990 ; Andersen, 2005), serta menurut Jati et al., (2012), perbedaan media kultur berpengaruh terhadap kandungan nutrisi yang dihasilkan.