Analisis Wacana Flu Burung (Virus Avian Influenza) Di Harian Umum Pikiran Rakyat.

ANALISIS WACANA FLU BURUNG (VIRUS AVIAN INFLUENZA)
DI HARIAN UMUM PIKIRAN RAKYAT

Oleh:
Mien Hidayat & Engkus Kuswarno
Fakultas Ilmu Komunikasi

ABSTRAK
Makalah berdasarkan hasil penelitian yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana
virus flu burung dalam teks Harian Umum Pikiran Rakyat, bagaimana representasi kognisi
jurnalis dalam produksi berita, serta konteks sosial mengenai virus flu burung tersebut. Untuk
itu, digunakan Metode Penelitian Kualitatif dengan Analisis Wacana Sosial Model Teun A Van
Djik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa wacana flu burung pada Harian Umum Pikiran
Rakyat lbh memberi identitas dan kepentingan lokal Jawa Barat. Jurnalis yang megkonstruksi
berita cenderung lebih dipengaruhi kepentingan masyarakat ketimbang program pemerintah
dan dalam konteks sosial, virus flu burung bukan berkaitan dengan masalah kesehatan
masyarakat melainkan dengan faktor ekonomi.
Kesimpulan yang diperoleh dari analisis ini Harian Umum Pikiran Rakyat
mengkonstruksi masalah flu burung dengan mengembangkan wacana kepentingan nasional
(pemerintah) dan lokal (masyarakat Jawa Barat) dan cenderung membela kepentingan

masyarakat ketimbang program pemerintah.
Kata Kunci: Analisis Wacana Sosial, konstruksi makna teks, kognisi sosial, konteks
sosial

I. PENDAHULUAN
Kasus virus flu burung pada manusia bukan baru sekarang ini terjadi. Wabah pertama
virus flu burung H5NI terjadi tahun 2007 di Hongkong. Subtipe lain yang pernah dilaporkan
adalah H9N2 di China dan Hongkong tahun 1999, H7N2 pada tahun 2002 di Virginia, H7N7 di
Belanda pada tahun 2003. dari semua itu, tipe H5NI-lah yang paling banyak menyebabkan
korban.
Menurut laporan World Health Organization (WHO), sejak tahun 2003 sampai 22
Januari 2007, virus influenza A H5NI telah menyebabkan sakit dan kematian pada manusia di
10 negara. Negara tersebut adalah Azerbaijan, Kamboja, China Djibouti, Mesir, Indonesia,

Irak, Thailand, Turki dan Vietnam. Selama tahun 2006, Indonesia menyumbang 56 kasus
positif flu burung pada manusia dan 46 antaranya meniggal dunia.
Tahun 2007 ini, kasus baru didapatkan di Indonesia dan Mesir. Posko flu burung
Departemen Kesehatan Republik Indonesia sampai tanggal 12 Januari 2007 mencatat 76 kasus
positif flu burung dengan korban meninggal sebanyak 56 orang. Di Indonesia kasus flu burung
tersebar di sembilan provinsi yaitu DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa

Timur, Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, Lampung dan Sumatra Barat. Dalam skala nasional,
Jawa Barat adalah provinsi terbanyak yang mengalami kasus flu burung dengan 21 orang
meninggal(Pikiran Rakyat, 28 Januari 2007).
Seirang dengan banyaknya kasus yang muncul, masyarakat pun dibanjiri oleh banyak
informasi tentang kasus flu burung. Di site pencariaan google misalnya, ada tercatat 825 000
informasi mengenai flu burung. Sepanjang bulan Januari 2007 saja, Harian Umum Pikiran
Rakyat menerbitkan lebih dari 50 berita mengenai kasus flu burung dengan beragam topik
(Pusat Data Pikiran Rakyat).
Harian Umum Pikiran Rakyat (PR) adalah media lokal yang mempunyai segmen Jawa
Barat. Setelah media berskala nasional untuk beberapa saat, tahun 1982, PR pulang kandang.
Bagi mereka Bandung dan Jawa Barat adalah lapisan benteng terdalamnya, tempat dimana akar
utama kelangsungan hidup tumbuh.
Pada prinsipnya setiap upaya konseptualisasi sebuah peristiwa, keadaan atau benda tak
terkecuali

mengenai

virus

H5NI


atau

dikenal

virus

flu

burung

adalah

usaha

mengkonsteruksikan realitas. Ibnu Hamad menyatakan bahwa setiap hasil laporan adalah hasil
konstruksi realitas atas kejadian yang dilaporkan (Hamad;2004, 11). Karena sifat dan faktanya
bahwa pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa, maka kesibukan utama media
massa adalah mengkonstruksikan berbagai realitas yang akan disiarkan.
Oleh karenya dalam tulisan ini, penulis mencoba menganalisis berita edisi 23 Januari

2007 di Harian Umum Pikiran Rakyat dengan mempergunakan analisis wacana kritis. Tulisan
inii berguna untuk melihat wacana sosial apa saja yang bekerja pada berita, sehingga dapat
penjelasan mengenai konstruksi realitas flu burung di Harian Umum Pikiran Rakyat.

II ANALISIS WACANA
Analisis wacana termasuk dalam kategori paradigma kritis. Paradigma kritis ini sering
kali dilawankan dengan paradigm pluralis yang bersumber dari pemikiran Auguste Comte,
Emile Durkheim, Mark Weber dan Ferdinand Tonnies. Inti dari paradigm pluralis ini adalah
kepercayaan bahwa masyarakat adalah wujud dari konsensus dan mengutamakan

keseimbangan. Masyarakat dilihat sebagai suatu kelompok yang kompleks di mana terdapat
berbagai kelompok sosial yang saling berpengaruh dalam suatu sistem dan pada akhirnya
mencapai keseimbangan. Pandangan ini percaya dengan ide liberal yang meyakini kalau
persaingan dibiarkan bebas, pada akhirnya akan tercipta suatu keseimbangan dan ekuilibrium
antara berbagai kelompok masyarakat tersebut. Khalayak dipandang sebagai otonom dan dapat
menentukan apa yang perlau atau tidak perlu bagi mereka(Eriyanto, 2006;22).
Sementara itu paradigm kritis yang bersumber dari pemikiran Mahzab Frankfurt banyak
dipengaruhi oleh ide dan gagasan Marxist. Mahzab Frankfurt tumbuh di Jerman saat Hitler
masih berkuasa. Media saat itu dipenuhi oleh propaganda, prasangka dan retorika yang
digunakan oleh pemerintah untuk mengontrol publik. Aliran ini mempertanyakan adanya

kekuatan-kekuatan yang berbeda dalam masyarakat yang mengontrol proses komunikasi.
Pertanyaan utamanya adalah siapa yang mengontrol media? Mengapa ia dikontrol?
Keuntungan apa yang bisa diambil dengan pengontrolan tersebut? Kelompok mana yang tidak
dominan dan menjadi objek pengontrolan? Media dianggap sebagai sarana kelompok dominan
untuk memarjinalkan atau mengontrol kelompok minoritas. Aspek ekonomi politik dalam
proses penyebaran pesan juga menjadi fokus dari aliran ini.
Kata discourse dalam bahasa Latin discursus yang berarti lari kian kemari (yang
diturunkan dari dis- dari, dalam arah yang berbeda. Dan curere- lari). Dalam kamus Webster,
1958;522 disebutkan pengertian dari wacana adalah sebagai berikut: komunikasi pikiran
dengan kata-kata; ekspresi ide-ide atau gagasan-gagasan; konversasi atau percakapan.
Komunikasi secara umum terutama sebagai suatu subjek studi atau pokok telaah, risalat tulis;
disertasi formal; kuliah; ceramah; khotbah(Sobur, 2004;10).
Ismail Marahimin (1994;26) mendefinisikan wacan sebagai kemampuan untuk
maju(dalam pembahasan) menurut urut-urutan yang teratur yang menurut urutan yang
semestinya dan komunikasi buah pikiran baik lisan maupun tulisan yang resmi dan teratur.
Merujuk pada definisi ini maka semua komunikasi tulisan dan lisan yang teratur dan logis bisa
dikategorikan sebagai wacana. Wacana dikatakan harus memiliki dua komponen penting, yaitu
kesatuan dan koherensi(coherence).
Sejalan dengan pendapat Marahimin, Henry Guntur Tarigan (1993;23) memandang
wacana tidak hanya mencakup percakapan atau obrolan tetapi juga pembicaraan di muka

umum, tulisa serta upaya-upaya formal seperti laporan ilmiah dan sandiwara dalam lakon.
Samsuri mendefinisikan wacana sebagai rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa
komunikasi, biasanya terdiri dari seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian

yang satu dengan yang lainnya. Komunikasi itu dapat menggunakan bahasa lisan, dan dapat
pula memakai bahasa tulisan.
Wacana secara lebih sederhana dipandang sebagai cara objek atau ide diperbincangkan
secara terbuka kpd publik sehingga menimbulkan pemahaman tertentu yang tersebar secara
luas(Lull, 1998;225). Sementara itu Mills (1994) dengan mengacu pada pendapat Foucault
membedakan pengertian wacana menjadi tiga macam; level konteks teoretis, konteks
penggunaan dan metode penjelasan. Berdasarkan level konseptual teoretis, wacana diartikan
sebagai domain umum dari semua pernyataan, yaitu semua ujaran atau teks yang mempunyai
makna dan mempunyai efek dalam dunia nyata. Sementara dalam konteks penggunaannya
wacana berarti sekumpulan pernyataan yang dapat dikelompokan ke dalam kategori konseptual
tertentu. Pengertian ini menekankan pada upaya untuk mengidentifikasi struktur tertentu dalam
wacana,yaitu kelompok ujaran yang diatur dengan cara tertentu misalnya wacana imperialism
dan wacana feminism. Sedangkan dilihat dari metode penjelasannya, wacana merupakan suatu
praktek yang diatur untuk menjelaskan sejumlah pernyataan.
Michel Foucult dalam Eriyanto, 2006, menganggap wacana sebagai sesuatu yang
memproduksi yang lain (sebuah gagasan, konsep atau efek). Wacana dapat dideteksi karena

secara otomatis ide, opini, konsep dan pandangan hidup dibentuk dalam konteks tertentu
sehingga mempengaruhi cara berpikir dan bertindak tertentu, ciri utama wacana adalah
kemampuannya untuk menjadi suatu himpunan wacana yang berfungsi membentuk dan
melestarikan hubungan-hubungan kekuasaan dalam masyarakat, konsep-konsep seperti gila
atau tidak gila, sehat, sakit, benar atau salah dibentuk dan dilestarikan oleh wacana-wacana
yang berkaitan dengan bidang-bidang seperti psikiatri, ilmu kedokteran, serta ilmu
pengetahuan pada umumnya. Dalam suatu masyarakat terdapat berbagai macam wacana,
namun kekuasaaan memilih dan mendukung wacana tertentu sehingga menjadi dominan dan
wacana yang lain menjadi terpinggirkan(marginalized).
Wacana dominan tersebut memiliki dua konsekuensi. Pertama wacana dominana
memberikan arahan bagaimana suatu objek harus dibaca dan dipahami. Pandangan dibatasi
dalam batas-batas struktur diskursif tersebut. Kedua struktur diskursif yang tercipta atas suatu
objek bukan berarti kebenaran karena menyebabkan wacana yang tidak dominan menjadi
terpinggirkan. Setiap kekuasaan pada dasarnya selalu berusaha membentuk pengetahuannya
sendiri dan menciptakan kebenaran sendiri. Oleh karen itu dalam analisis wacana perlu
mempertimbangkan bagaimana produksi wacana atas suatu hal diproduksi dan bagaimana
reproduksi tersebut dibuat oleh kelompok atau elemen masyarakat.

Dari segi analisisnya, Syamsudin (dalam Sobur, 2004:49) mengemukakan ciri dan sifat
wacana sebagai berikut:

Analisis wavana membahasa kaidah memakai bahasa di dalam masyarakat (rule of use
menurut Widdowson)
Analisis wacana merupakan usaha memahami makna tuturan dalam konteks, teks dan
situasi(Firth)
Analisis wacana merupakan pemehaman rangkaian tuturan melalui interpretasi
semantik(Beller)
Analisis wacana berkaitan dengan pemahaman bahasa dalam tindak berbahasa(what is said
from is done-Labov)
Analisis wacana diarahkan kepada masalah memakai bahasa secara fungsional(functional
use of language-Coulthard)

Perbedaan analisis wacana dengan analisis isi kuantitatif
Analisis wacana menekankan pada pemaknaan teks ketimbang penjumlahan unit
kategori seperti dalam analisis isi. Dasar dari analisis wacana adalah interpretasi dan penafsiran
peneliti.
Analisis isi kuantitatif pada umumnya hanya dapat digunakan untuk membedah
muatanteks komunikasi yang manifes atau nyata sedangkan analisis wacana justru berpretensi
memfokuskan pada pesan laten atau tersembunyi. Pretensi analisis wacana adalah pada
muatan, nuansa dan makna yang laten dalam teks media.
Dalam analisis isi kuantitatif yang dipentingkan adalah objektivitas validitas dan

reliabilitas. Tidak boleh ada penafsiran dari peneliti. Sumber berita, ukuran berita dan letak
berita adalah contoh elemen yang terlihat nyata dalam berita. Sebaliknya dalam analisis
wacana unsur penting dalam analisis adalah penafsiran dari peneliti. Tanda dan eleman yang
ada dalam teks dapat ditafsirkan secara mendalam oleh peneliti, sesuatu yang tidak terdapat
dalam analisis isi kuantitatif.
Analisis isi kuantitatif hanya dapat mempertimbangkan “apa yang dikatakan” tetapi
tidak dapat menyelidiki bagaimana ia dikatakan. Dalam kenyataannya yang penting bukan apa
yang dikatakan oleh media akan tetapi bagaimana dan dengan cara apa pesan dikatakan.
Analisis wacana tidak berpretensi melakukan generalisasi. Pengambilan sampel, uji
statistik yang digunakan dalam analisis isi secara tidak langsung memang bertujuan agar hasil
penelitian dapat menggambarkan fenomena keseluruhan dari peristiwa bahkan bisa
memprediksi.

Analisis wacana Teun A.Van Dijk
Model Teun A. Van Dijk adalah model analisis wacana yang paling sering digunakan.
Model analisis wacana Van Dijk ini disebut juga sebagai “kognisi sosial”. Wacana
digambarkan mempunyai tiga dimensi : teks, kognisi sosialdan konteks sosial. Inti analisis Van
Dijk adalah menggabungkan ketiga dimensi tersebut dalam satu kesatuan analisis. Dalam
dimensi teks yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan dtrategi wacana yang dipakai
untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial dipelajari proses produksi teks

berita yang melibatkan kognisi individu wartawan. Sementara itu aspek konteks sosial
mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah
(Eriyanto, 2006;224)
Model analisis Van Dijk dapat digambarkan sebagai berikut:
Teks

Kognisi
Sosial
Konteks
Sosial

Gambar 1. Diagram Model Analisis Van Dijk

Skema penelitian dan metode yang biasa dilakukan dalam kerangka Van Dijk adalah
sebagai berikut:

STRUKTUR

METODE


Teks

Critical linguistic

Menganalisis bagaimana strategi wacana
yang digunakan untuk menggambarkan
seseorang atau peristiwa tertentu. Bagaimana
strategi tekstual yang dipakai untuk
memarjinalkan suatu kelompok, gagasan
atau peristiwa tertentu.
Wawancara mendalam

Kognisi Sosial
Menganalisis bagaimana kognisis wartawan
dalam memahami seseorang atau peristiwa
tertentu yang akan ditulis

Studi pustaka, penelusuran sejarah

Analisis Sosial
Menganalisis bagaimana wacana yang
berkembang dalam masyarakat, proses
produksi dan reproduksi seseorang atau
peristiwa digambarkan.

Tabel 1. Skema Penelitian dan Metode Van Dijk
Analisis Teks
Van Dijk melihat teks terdiri dari berbagai struktur/tingkatan yaitu:
Struktur makro. Ini merupakan makna umum dari suatu teks yang dapat dipahami
dengan melihat topik dari suatu teks. Tema wacana bukan hanya isi, tetapi juga sisi
tertentu dari peristiwa.
Superstruktur adalah kerangka suatu teks; bagaimana struktur dan elemen wacana
disusun dalam teks secara utuh.
Struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dengan menganalisis kata,
kalimat, proposisi, anak kalimat, paraphrase yang dipakai dan sebagainya.

Elemen wacana Van Dijk lebih lengkapnya dapat digambarkan sebagai berikut:
STRUKTUR WACANA
Struktur makro

HAL YANG DIAMATI
Tematik

ELEMEN
Topik

Apa yang dikatakan?
Tema/topik yang
dikedepankan dalam suatu
berita.
Superstruktur

Skematik

Skema

Bagaimana pendapat disusun
dan dirangkai
Struktur mikro

Latar, detail, maksud, praanggapan, nominalitas

Semantik
Makna yang inginditekankan
dalam teks berita. Misalnya
dengan memberi detil pada
satu sisi atau membuat
eksplisit satu sisi dan
mengurangi detil sisi lainnya

Struktur mikro

Sintaksi

Bentuk kalimat, koherensi,
kata ganti

Bagaimana pendapat
disampaikan?
Menyangkut bentuk, susunan
kalimat yang dipilih.
Struktur mikro

Statistik
Pilihan kata
dipakai?

Struktur mikro

Leksikon
apa

yang

Retoris

Grafis, metafora, ekspresi

Bagaimana dan dengan cara
apa penekanan dilakukan?
Tabel 2. Elemen Wacana Van Dijk
Analisis Kognisi Sosial
Kognisi sosial merupakan dimensi untuk menjelaskan bagaimana suatu teks diproduksi
oleh individu/kelompok pembuat teks tertentu. Analisis sosial melihat bgmm teks dihubungkan

lebih jauh dengan struktur sosial dan pengetahuan yang berkembang di masyarakat atas suatu
wacana.
Dalam kerangka analaisis wacana Van Dijk perlu meneliti kognisi sosial, yakni
kesadarana mental wartawan yang membentuk teks tersebut. Pendekatan ini didasarkan pada
asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, makna diberikan oleh pengguna bahasa (dalam
kasus ini wartawan). Oleh karena itu dibutuhkan penelitian mengenai representasi kognisi dan
strategi wartawan dalam memproduksi berita. Menurut Van Dijk penelitian terhadap struktur
dan proses mental ini perlu dilakukan dengan dua alasan. Pertama, mengerti teks, bagaimana
makna teks secara strategis dikontruksi dan ditampilkan dalam memori sebagai representsi
teks. Kedua, pemakaian bahasa, dalam hal ini wartawan mempunyai posisi yang unik,
mempunyai pandangan tertentu yang dipresentasikan dalam teks.
Peristiwa dipahami berdasarkan skema atau model. Skema dikonseptualisasikan
sebagai struktur mental di mana tercakup cara pandang terhadap manusia, peranan sosial dan
peristiwa. Skema menunjukkan bagaimana kita menggunakan struktur mental untuk
menyeleksi dan memproses informasi yang datang dari lingkungan. Skema sangat ditentukan
oleh pengalaman dan sosialisasi. Sebagai sebuah struktur mental menolong kita untuk
menjelaskan realitas dunia yang kompleks. Skema bekerja secara aktif untuk mengkonstruksi
realitas. Skema menggambarkan bagaimana seseorang menggunakan informasi yang tersimpan
dalam memorinya dan bagaimana diintegrasikan dengan informasi baru yang menggambarkan
bagaimana peristiwa dipahami, ditafsirkan dan dimasukkan dalam pengetahuan sebagai
realitas. Pemahaman terhadap realitas ini dipengaruhi oleh pengalaman dan memori. Jika suatu
berita mempunyai bias umumnya karena model/skema wartawan yang menggambarkan
struktur karena itu menurut Van Dijk analisis wacana harus menyertakan bagaimana
reproduksi kepercayaan menjadi landasan wartawan menciptakan teks tertentu(Eriyanto, 2006;
262-263)
Ada beberapa skema/model yang dapat digunakan dalam analisis kognisi sosial
wartawan, digambarkan sebagai berikut:

Skema person(person schemas)

Skema ini menggambarkan bagaimana
menggambarkan dan memandang orang lain

seseorang

Skema diri (self schemas)

Skema ini berhubungan dengan bagaimana diri sendiri
dipandang, dipahami dan digambarkan seseorang

Skema peran (role schemas)

Skema ini berhubungan dengan bagaimana seseorang
memandang dan menggambarkan peranan dan posisi yang
ditempati seseorang dalam masyarakat. Pandangan ini akan
mempengaruhi pemberitaansuatu peristiwa

Skema peristiwa(event
schemas)

Skema ini barangkali yang paling banyak digunakan
wartawan
Tabel 3. Skema/Model Kognisi Sosial

Elemen lainyg juga penting dalam kognisis selain skema/model yaitu memori.
Schlessinger dan Groves (dalam Jalaluddin Rakhmat, 2004;62) mendefinisikan memori sebagai
sistem yang sangat terstruktur yang menyebabkan organism sanggup merekam fakta tentang
pengolahan informasi dikenal dua jenis memori yaitu memori jangka pendek(short term
memory) dan memori jangka panjang(long term memory). Memori jangka pendek digunakan
untuk mengingat peristiwa yang terjadi beberapa waktu lalu (durasi waktunya pendek).
Memori ini sangat terpengaruh oleh interferensi. Bila informasi berhasil dipertahankan maka
akan masuk pada memori jangka panjang. Karena jangka waktu yang panjang seringkali ada
perbedaan realitas dengan memori ini.
Kognisi sosial lebih mempertimbangkan memori jangka panjang. Memori ini terdiri
dari dua bagian besar yakni, memori episodik (episodic memory) dan memori semantik
(semantic memory). Memori episodik yaitu memori yang berhubungan dengan diri kita sendiri.
Sedangkan memori semantik adalah memori yang digunakan pengetahuan tentang
dunia/realitas.
Pertanyaan utama yang diajukan Van Dijk dalam analisis kognisis sosial wartawan
adalah bagaimana wartawan mendengar dan membaca peristiwa, bagaimana peristiwa tersebut
dimengerti, dimaknai, dan ditampilkan dalam pikiran. Bagaimana peristiwa tersebut
difokuskan, diseleksi, dan disimpulkan dalam keseluruhan proses berita? Bagaimana informasi
yang telah dipunyai oleh wartawan tersebut digunakan dalam memproduksi berita? Van Dijk
menjelaskan tiga strategi besar yang dilakukan dalam analisis kognisi sosial:
Seleksi. Seleksi adalah strategi-strategi yang kompleks yang menunjukkan bagaimana
sumber, peristiwa, informasi diseleksi wartawan untuk ditampilkan dalam berita.

Reproduksi. Reproduksi berhubungan dengan pemilihan informasi apa yang dipilih
untuk ditampilkan, apakah informasi tersebut dikopi, digandakan, atau tidak digunakan
sama sekali. Terutama berhubungan dengan sumber berita dari kantor barita atau proses
release.
Penyimpulan. Penyimpulan ini berhubungan dengan bagaimana realitas yang
kompleks dipahami dan ditampilkan secara ringkas. Oleh karena itu dalam
penyimpulan ini paling tidak ada tiga hal terkait. Pertama, adalah penghilangan dengan
merangkum informasi dan menghilangkan informasi yang tidak relevan. Kedua
generalisasi di mana informasi yang agak mirip dijadikan sumber informasi yang
berlaku umum. Ketiga adalah konstruksi yang berhubungan dengan kombinasi
beberapa fakta atau informasi sehingga membentuk pengertian secara kesluruhan.
Transformasi lokal. Transformasi lokal berhubungan dengan pertanyaan bagaimana
peristiwa yang kompleks disederhanakan melalui tampilan tertentu dan bagaimana
peristiwa tersebut ditampilkan. Misalnya dengan memberikan penambahan (addition).
Selain penambahan informasi juga bisa dilakukan perubahan urutan(permutation)
Analisis Sosial
Wacana adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat sehingga untuk
meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana tentang
suatu hal diproduksi dan direkonstruksi oleh masyarakat. Titik penting dari analisis ini adalah
bagaimana makna dihayati bersama, kekuasaan sosial yang dproduksi lewat praktek diskursus
dan legitimasi. Menurut Van Dijk dalam analisis sosial ini ada dua hal penting yang perlu
diperhatikan yaitu kekuasaan (power) dan akses(access).
Kekuasaan menurut Michel Foucault tidak dimaknai dalam term kepemilikan. Kuasa
dipraktekan dalam ruang lingkup di mana ada banyak posisi yang strategis berkaitan satu sama
lain. Strategi kuasa ini berlangsung di mana-mana. Kuasa ini menentukan susunan, aturanaturan danhub-hubungan dari dalam . kekuasaan bagi Foucault selalu terakulasikakan melalui
pengetahuan, dan pengetahuan selalu mempunyai efek kuasa. Kuasa penyelenggaraan
kekuasaan selalu memproduksi pengetahuan sebagai basis dari kekuasaannya. Tidak ada
pengetahuan tanpa kuasa dan sebaliknya tidak ada kuasa tanpa pengetahuan. Lebih lanjut
kekuasaan selalu berpretensi menghasilkan rezim kebenaran tertentu yang disebarkan lewat

wacana yang dibentuk oleh kekuasaan. Foucault menambahkan bahwa kuasa ini bekerja
melalui normalisasi dan regulasi.
Berbeda dengan Foucault, Van Dijk mendefinisikan kekuasaan sebagai kepemilikan
yang dimiliki oleh suatu kelompok (atau anggotanya), satu kelompok untuk mengontrol
kelompok (atau anggota) dari kelompok lain. Kekuasaan ini didasarkan pada kepemilikan atas
sumber-sumber yang bernilai. Selain kontrol yang bersifat langsung dan fisik kekuasaan juga
berbentuk persuasif. Analisis wacana juga mempertimbangkan dominasi yang diproduksi oleh
pemberian akses yang khusus pada suatu kelompok dibandingkan kelompok lain.
Berkaitan dengan akses, Van Dijk berpendapat bahwa akses ini didominasi oleh
kelopok-kelompok elit. Oleh karena itu kelompok ini pulalah yang memiliki kesempatan lebih
besar untuk mempengaruhi khalayak. Akses yang lebih besar ini juga bisa menentukan topik
dan isi wacana yang akan disebarkan dan didisukusikan kepada khalayak. Sementara itu
khalayak yang tidak memiliki akses akan berperan dalam menyebarkan wacana yang telah
ditentuka tersebut.
III PIKIRAN RAKYAT DAN JAWA BARAT
Harian Umum Pikiran Rakyat (PR) pada awalnya berdiri pada tanggal 30 Mei 1950,
dengan nama Warta Harian Pikiran Rakyat(WHPR) dan dikelola oleh Djamal Ali, SH serta
almarhum AZ Parlindih dengan membawa bendera perusahaan bernama Bandung NV. Saat itu
surat kabar WHPR terbit dengan empat lembar halaman dengan bentuk huruf berupa letter
press, karena masih menggunakan mesin cetak duplex.
Tahun 1966, surat kabar tersebut dilarang terbit oleh pemerintah. Kemudian Ibrahim
Adjie yang merupakan Panglima Daerah Militer (pangdam) VI Siliwangi menganjurkan dan
memberi dorongan kepada para wartawan tersebut untuk membentuk suatu yayasan bersama,
Yayasan Angkatan Bersenjata. Harian ini pun bernam Angkatan Bersenjata edisi Jawa Barat
yang memiliki kantor pusat serta terbit di Jakarta. Angkatan Bersenjata pertama kali terbit pada
24 Maret 1966, bersamaan dengan peringatan 20 tahun peristiwa Bandung Lautan Api, dengan
oplah cetakan tiga ribu eksemplar. Sayangnya harian ini hanya mampu terbit 37 kali,
dikarenakan adanya kebijakan baru dari pemerintah, 1 Juni 1966, mengenai kehidupan pers di
Indonesia yang mengatakan bila pemerintah memberi kebeasan setiap orang/lembaga untuk
membentuk surat kabar yang mandiri, tidak terikat atau berafiliasi dengan suatu partai atau
golongan.

Surat kabar ini kemudian berganti nama, dari Harian Angkatan Bersenjata edisi Jawa
Barat menjadi PR. Perubahan yang terjadi di tubuh surat kabar ini tidak hanya sampai di situ,
sebab yayasan pun berganti nomor dan tahun penerbitan baru sejak 24 Maret 1966.
Dengan motto “Dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat” dan “Beritanya dapat Dipercaya”,
PR mulalui menunjukkan jati diri yang sesungguhnya kepada masyarakat Jawa Barat. PR ingin
menunjukkan bahwa mereka mempunyai kedudukan, fungsi serta peranan yang memiliki
kepribadian khas, mandiri serta mengabdi kepada kepentingan umum.
Hingga akhir tahun 1973, sirkulasi PR masih berkisar 22 500 eksemplar untuk disebar
ke daerah-daerah di Jawa Barat, di mana jumlah itu masih kurang dibandingkan dengan jumlah
surat kabar ibukota yang mendominasi pasar Jawa Barat. Hal ini pun makin membuat PR jauh
ketinggalan dalam persaingan.
Tepat 12 Mei 1975, PR memulai edisi komersial, dengan tebal delapan halaman.
Pergantian serta penambahan mesin cetak off set yang terbilang canggih terbukti ampuh
menyokong lembar kertas tertulis tersebut ke angka yang cukup fantastis. Oplah harian
langsung di genjot ke angka 20 ribu eksemplar, kemudian 25 ribu eksemplar dan stabil 35 ribu.
Iklan pun mengalami pertumbuhan seiring perkembangan tiras.
Sejak itu, awal tahun 1974 PT. PR makin berkibar dengan dengan makin berkembang,
baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Harian Umum Pikiran Rakyat pun makin cepat
berpenetrasi dan menyebar ke seluruh Jawa Barat dalam merebut pasarnya kembali. Bahkan
sempat menjadi surat kabar daerah yang pertama berhasil menembus di ibukota.
Pada masa tahun 80-an, PT. Pikiran Rakyat berkembang menjadi perusahaan pers yang
terpandang dan disegani. Selain beredar di seluruh wilayah Jawa Barat, surat kabar ini juga
beredar di Jakarta dan di kota-kota besar lainnya di luar Jawa Barat. Kenyataan ini membuat
PR berhasil menempatkan diri dalam kelompok sepuluh besar surat kabar di Indonesia.
Jika ditinjau dari sirkulasinya, PR menduduki urutan keenam, sedangkan berdasarkan
omzetnya, menduduki urutan ketiga. Selain di dalam negeri PR juga menonjol di luar negeri
khususnya di Asia. Hal ini didasarkan survei Asian Mass of Communication and Information
Centre(AMIC) pada tahun 1984 yang berpusat di SIngapura. Harian Umum PR merupakan
satu diantara Five Succesfull Asian Community Newspaper, salah satu surat kabar yang
tersukses di Asia.

Namun tampil dalam liga utama dunia pers nasional rupanya diras berat. Hal ini
diakibatkan PR tidak mempunyai akar historis yang memberinya kemampuan untuk bertanding
di pentas nasional. Akhirnya tahun 1928, PR “pulang kandang”, sebab bagi mereka Bandung
adalah lapisan benteng terdalamnya, tempat di mana akar utama kelangsungan hidup tumbuh.
Untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan, sekarang petinggi PR mulai memikirkan
untuk mendiversifikasikan usaha. Di bawah bendera Grup PR, dibentuklah tabloid Hikmah,
Suara Rakyat Semesta, Mitra Bisnis (Bandung), Priangan (Tasikmalaya), Pakuan (Bogor),
Galura (Bandung), Galamedia (Bandung), Fajar Banten (Serang), Mitra Dialog (Cirebon),
Radio Mustika FM 107,55 Mhz, percetakan Granesia, sejumlah warung telekomunikasi yang
tersebar di Jakarta hingga Surabaya.
Ekspansi PR hingga saat ini belumlah dikatakan berjalan sukses sebab sejumlah anak
perusahaannya masih berjalan kembang-kempis. Bahkan belakangan, Hikmah dan Suara
Rakyat Semesta tidak berhasil menrik keuntungan malah menambah beban perusahaan. Kedua
media itupun akhirnya dihentikan peredarannya. Kendati begitu, PR masih bisa bernafas lega
sebab anak-anaknya yang lain, terutama masih dapat bertahan hidup meski laba yang didapat
hanya mencetak angka pulang pokok.
IV PEMBAHASAN
Analisis Teks
Berita Edisi 23 Januari 2007, mempunyai dua tema utama; isu flu burung serta kerugian
yang diderita oleh pedagang ayam. Tema flu burung diperkuat dengan adanya tema lain yang
dimasukkan wartawan sebagai penguat yaitu peristiwa pemusnahan unggas oleh lembaga
pemerintah. Kedua tema utama tersebut akhirnya menghadirkan sebuah tema utama yakni
dampak ekonomi oleh isu flu burung. Tema di atas didukung dengan pengaturan skema dalam
berita. Berita dibuka dengan omzet pedagang daging ayam di sejumlah pasar tradisional di
Kota Bandung turun hingga 50% selama sepekan ini. Wartawan menuliskannya sebagai akibat
adanya isu flu burung dengan memberikan rasionalisasi bahwa penuruanan ini dimulai sejak
adanya kegiatan pemusnahan burung. Setelah itu, wartawan baru memberikan penjelasan
mengenai kerugian yang disebabkan karena turunnya permintaan – bukan turunnya penawaran.
Strategi semantik yang diterapkan wartawan pada berita biasanya berupa pemberian
latar, maksud, pra anggapan serta pemilihan sisi mana yang akan dijelaskan secara detail.

Pada berita di atas, kita dapat mengetahui dengan memeriksa latar yang diberikan
wartawan pada isi berita. Contohnya dalam kalimat:
“Akibat semakin merebaknya kasus flu burung, omzet pedagang daging ayam di
sejumlah pasar tradisional di Kota Bandung turun hingga 50% selama sepekan ini”
(baris 1, paragraf 1)
Wartawan tampaknya m,encoba memberi latar kasus flu burung pada ceritanya.
Kemudian wartwan memilih untuk menceritakan sisi-sisi detail dari pedagang bukan pembeli
daging ayam (penjual bubur ayam, pemilik retoran, masyarakat) meski ketiganya juga terdapat
dalam berita tersebut. Atau wartawan yang bergerak dari kategori “pasar tradisonal” dan pasar
non tradisional”, memberi porsi lebih banyak untuk kategori “ pasar tradisonal”. Wartawan
kemudian secara eksplisit mengungkapkan maksudnya dalam kalimat:
“Sebelum dilakukan pemusnahan unggas, seorang pedagang daging ayam (bukan
bandar) di Pasar Kosambi, Pasar Leuwipanjang, dan PasarInduk Caringin rata-rata
mampu menjual 100 ekor ayam per hari” (baris 1, paragraf 2)
Dengan kalimat tadi, waratawan bermaksud menyampaikan kepada kita bahwa semua
yang disampaikannya disebabkan oleh pemusnahan unggas yang sedang berjalan di beberapa
daerah Jawa Barat.
Dalam sintaksis, strategi wartawan dapat dikenali dengan mengenali bagaimana
koherensi, pengingkaran, bentuk kalimat atau kata ganti yang dipergunakan. Koherensi yang
mudah dapat kita kenali misalnya adalah dalam kalimat:
“Sebelum dilakukan pemusnahan unggas, seorang pedagang daging ayam (bukan
bandar) di Pasar Kosambi, Pasar Leuwipanjang, dan PasarInduk Caringin rata-rata
mampu menjual 100 ekor ayam per hari” (baris 1, paragraf 2)
Wartawan dengan mengemukakan kata ‘sebelum’ mencoba menyusun koherensi atas
dasar waktu pada dua peristiwa; pemusnahan unggas dan penjualan ayam. Beberapa
pengingkaran yang dilakukan juga terjadi dalam berita ini misalnya;
“Harganya sih tidak terlalu anjlok. Peminatnya yang mulai kurang. Pada ketakutan lihat
berita di TV, padahal yang harusnya dimusnahkan itu ka ayam atau unggas yang sakit;
sedangkan unggas yang sehat, kan, boleh saja dibiarkan bahkan dimakan” tutur Enjang.
(baris 3, paragraf 5)
Dengan menggunakan pedagang bernama Enjang, wartawan bermaksud mengadakan
pengingkaran terhadap harga yang terlalu anjlok. Harga memang tidak terlalu anjlok, namun

permintaan terhadap ayam tetaplah turun. Dengan begitu, kerugian yang diderita pedagang
tetaplah dapat diteguhkan, bahkan ditegaskan.
Pusat perhatian stilistika adalah style, yaitu cara yang digunakan seorang pembicara
atau penulis untuk menyatakan maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai sarana. Style
dapat diterjemahkan sebagai gaya bahasa. Gaya bahasa mencakup diksi atau pilihan leksikal,
struktur kalimat citraan, pola rima, matra yang digunakan.
Dalam berita di atas, kita dapat melihat bagaimana wartawan menggunakan strategi
jenis ini saat kerugian yang diderita oleh bandar ayam sebagai penderitaan (menderita/diderita).
Dengan begitu, waratawan berharap empati dari pembaca dengan mengenalkan kerugian tadi
sebagai penderitaan.wartawan juga memanfaatkan gaya bahasa tutur/keseharian/non formal
untuk mencoba mendekatkan pembaca dengan keseharian pedagang yang diwawancarainya
misalnya dengan penggunaan ‘sih’ dalam beberapa pernyataan pedagang dalam berita
tersebut.dan untuk penguatan retoris, waratawan menampilkan foto seorang pedagang
melayani konsumennya di sebuah pasar. Dengan foto tersebut, wartawan berharap
menampilkan kondisi pasar yang diceritakan, sehingga pembaca semakin mudah menangkap
apa saja yang coba diceritakan oleh wartawan.
Analisis Kognisi Sosial
Penulis berita dengan kode A-155 di atasa adalah Kismi, bekerja di desk Ekonomi
Harian Umum Pikiran Rakyat. Ia adalah lulusan IKP Jogja (sekarang UNY, penyusun) jurusan
Sastra Inggris angkatan 2000. ia sempat lama di desk pendidikan, kemudian desk Bandung
Raya hingga kemudian sampai di desk Ekonomi (wawancara 27 Januari 2007).
Flu burung bainya adalah virus yang dapat menular melalui kotoran unggas atau
menurut penelitian yang paling baru ia dengar, dapat juga melalui anjing. Jadi menurut Kismi,
virus itu tidaklah selalu ada di dalam unggas/ayam, sehingga orang harus merasa phobia
terhadap daging ayam. Lagipula ia percaya bahwa penjual daging ayam telah menyeleksi
daging mana yang sehat dan tidak.
Berita yang ia tulis tidaklah ditentukan dengan sidang redaksi. Ia hanya cukup mengirangira trend apa yang sedang berkembang sekarang, lalu menuliskannya dari segi ekonomi. Soal
pemusnahan unggas, ia mendapat informasi itu dari temannya sesama wartawan. “Biasanya,
kami bertukar informasi soal pemusnahan unggas melalui sms.”Eh, ada pemusnahan unggas,
ada yang pergi tidak? Atau, siapa yang pergi ke sana?”

Menurut Kismi, harga yang signifikan untuk diberitakan adalah harga di pasar
tradisional, karena harga di tempat tersebut dirasakan oleh masyarakat banyak. Patokan harga
yang dapat dibicrakan adalah harga di pasar tradisional. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk
turun ke tiga buah pasar yang berada di Bandung mang pPasar Kosambi, Pasar Leuwipanjang,
dan Pasar Induk Caringin.
Ia juga menilai bahwa pada dasarnya masyarakat lebhih percaya daging ayam yang
dijual di pasar non tradisional(supermarket, hypermarket)I, sehingga tidak ada perubahan
signifikan pada penjualan daging ayam di pasar tradisional. Ia juga meyakini bahwa biasanya
bandar menambahkan semacam obat tertantu untuk daging ayam yang akan dijual kepada pasar
modern (supermarket, hypermarket, dan sebagainya), “sehingga harganya sedikit lebih mahal”.
Selain itu, akses kepada setiap narasumber di pasar tradisional lebih mudah ketimbang di
supermarket.
Dengan teknik wawancara ia mendapati bahwa penurunan permintaan ini mengganggu
pedagang daging ayam terutama pedagang kecil. Ia mengaku salah satu narasumber adalah
pedagang kecil. Yang ia maksud pedagang kecil adalah pedagang yang hanya mampu membeli
jumlah ayam yang sedikit kepada bandar. Karena jumlah ayam yang dipasok dari bandar
sedikit, “maka keuntungan yang ia terima juga kecil”. Biasanya pedagang mengambil
keuntungan dua sampai empat ribu rupiah dari bandar. Dengan adanya isu flu burung maka
penjual daging ayam tidak berani mengambil banyak ayam dari bandar. “dengan begitu, laba
yang ia terima juga sedikit. Padahal dari laba itu nantinya digunakan untuk membeli ayam lg.
Kebayang kalau misalnya banyak yang tidak terjual…”.
Pemusnahan unggas menurutnya perlu dan tidak. Di beberapa daerah, pemusnahan itu
diperlukan. Ia menyebutkan daerah Wado Sumedang, daerah yang dijadikan target sasaran
pemusnahan unggas, seperti diberitak di PR. Di daerah Kismi sendiri, Yogya, pemusnahan
unggas tidak diberlakukan seperti halnya di DKI Jakarta atau Jawa Barat. “Di daerah saya,
unggas masih bebas. Masih ada di mana-mana”.
Peristiwa dipahami berdasarkan skema atau model. Skema dikonsetualisasikan sebagai
strutur mental di mana tercakup cara pandang terhadap manusia, peranan sosial, dan peristiwa.
Dalam berita ini skema yang bekerja pada diri Kismi adalah skema peristiwa, di mana
peristiwa yang satu dapat berakibat kepada peristiwa yang lain. Virus flu burung pada akhirnya
berakibat pada pemusnahan unggas, sedang pemusnahan unggas beakibat pada kerugian pada
pedagang daging ayam.

Elemen lain yang juga penting dalam kognisi sosial selain skema/model yaitu memori.
Kognisi sosial lebih mempertimbangkan mem ori jangka panjang. Memori ini terdiri dari dua
bagian besar, yakni memori episodik(episodic memory) dan memori semantik (semantic
memory). Memori episodik yakni memori yang berhubungan dengan diri kita sendiri
Pengetahuan bahwa flu burung adalah merugikan merupakan memori semantik, di
mana pokok pengertian Kismi terhadap flu burung adalah virus yang dapat menular. Kemudian
ia juga tahu bahwa masyarakat pada dasarnya terbagi menjadi dua kelas, yakni golongan
masyarakat bawah dan golongan masyarakat kelas atas. Di mana kemudian ia membagi jenis
pasar menjadi tradisional dan tidak(ia menunjuk supermarket, hypermarket sebagai wakilnya).
Skema peristiwa dan memoti tadi berpengaruh pada seleksi yang merupakan strategi
Kismi sebagai pencerita. Ia memutuskan untuk mewawancarai pedagang di pasar yang ia
yakini sebagai pasar tradisional. Di mana ia mengemukakan bahwa harga yang berpengaruh di
masyarakat adalah di pasar tradisional serta kemudahan akses di pasar tradisional sebagai
alasan. Metode wawancara yang ia lakukan juga memudaakan bagaimana ia melihat dan
mengkonstruksi realitas sebagaimana skema dan memori yang ia miliki.
Strategi kedua yang dilakukan Kismi adalah reproduksi. Ketika berkeyakinan bahwa
isu flu burung merugikan, informasi mengenai laba yang diperoleh pedagang (dua sampai
empat ribu rupiah per ayam) tidak ia kemukakan dalam tulisannya. Informasi mengenai
banyaknya korban yang bisa jadi menyebabkan ketakutan orang mengkonsumsi daging ayam
tidak ia kemukakan karena Kismi meyakini bahwa kerugian itu disebabkan oleh isu
pemusnahan unggas. Ia juga tidak menyertakan obat tertentu yang diapakai bandar untuk
menjaga mutu pada daging ayam yang dijual untuk pasar nontradisional, karena
keberpuhikannya pada pasar tradisional.
Selain itu Kismi juga melakukan strategi penyimpulan di mana ia memberi label
turunnya permintaan dengan kerugian/penderitaan. Lebih lanjut, ia juga melakukan proses
transformasi lokal di mana peristiwa ia rangkai sebagai jalinan historis yang detail. Ia juga
menampilkan pemusnahan ungga lebih dahulu ketimbang turunnya permintaan sebagai fakta
dalam berita.
Analisis Sosial
Dalam kerangka model Van Dijk, kita perlu mengetahui bagaimana wacana flu burung
diproduksi masyarakat. Di mana yang hrs kita lihat adalah bagaimana praktek diskursus dan

legitimasi. Dua poin penting yang ditunjuk Van Dijk adalah power (kekuasaan) dan acces
(akses). Kekuasaan ini umumnya didasarkan pada kepemilikan atau sumber-sumber yang
bernilai. Namun selain dimaknai sebagai dominasi, kit juga menganalisis bagaimana proses
produksi ini dipakai utkmembentuk kesadaran dan konsensus (Teun Van Dijk dalam Eriyanto;
272)
Tanggal25 Januari 2005 Mentri Pertanian (Mentan) mengumumkan secara resmi bahwa
virus Avian Influenza/AI (H5NI) telah menyerang peternakan unggas. Selanjtunya Departemen
Kesehatan dan Departemen Pertanian melakukan Serosurvei di daerah wabah AI di Bali,
Lampung, Bantem Jawa Barat, Jawa TengahDaerah Istimewa Jogjakarta, Bengkulu, Jawa
Timur dan Kalimantan Selatan. Dari hasil Serosurvei ini diketahui bahwa hasil pemeriksaan
Sero pada manusia negatif. Pada tanggal 19 Mei Mentan menyatakan viru AI (H5NI) bersifat
asimtomatik (tanpa gejala) ditemukanpd babi di Tangerang. Dari sini kita dapat melihat bahwa
wacana flu burung mendapatkan eksistensi dan legitimasinya sebagai virus pada hewan oleh
Departemen Pertanian Republik Indonesia.
Hingga tanggal 28 Juni 2005 terjadi kematian tiga orang warga Tangerang. Maka, bulan
Juli 2005, Departemen Kesehatan mengumumkan Rumah Sakit (siaga) Rujukan Flu Burung.
Rumah

sakit

tersebut

terdapat

di

30

provinsi

yang

ada

(http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=

di

Indonesia

1048&Itemid=2).

Wacana flu burung yang telah eksis mendapatkan penegasannya sebagai sebuah wacana untuk
peminggiran. Ekslusi ini kemudian dilakukan dengan memberi label “suspect”.
Tanggal 6 September 2005 seorang warga Jakarta Selatan meninggal dunia. Pada
tanggal 19 September 2005 Menteri Kesehatan RI melegitimasinya menajadi Kejadian Luar
Biasa(KLB) Nasional untuk flu burung. Senin 26 September 2005 Menkes DR. Dr. Siti Fadilah
Supari, Sp.JP (K) pada acara penjelasan kepada pers (Press briefing) tentang situasi terkini flu
burung pada manusia di Indonesia di Jakarta. Wacana flu burung kemudian tidak lagi hanya
sebuah virus yang dimiliki oleh hewan, namun virus dari hewan ke manusia dan merupakan hal
yang tidak biasa. Wacana ini kemudian disebarkan oleh Depkes RI pada tanggal 27 Seotember
2005.
Wacana ini telah juga menyertakan uraian teknis berupa tahapan pandemi flu burung.
Menteri Kesehatan juga mengemukakan enam tahapan menuju pandemi flu burung yaitu tahap
pertama yang disebut reiko rendah di mana flu burung pada hewan belummenginfeksi manusia.
Tahap kedua adalah flu burung pada hewan beresiko tinggi pada manusia. Pada tahap ketiga

flu burung menular dari hewan ke manusia tetapi belum ada penularan dari manusia ke
manusia atau belum efektif dari amnusia ke manusia. pada tahap keempat virus menular antar
manusia slm sekelompok kecil manusia. tahap kelima yaitu virus menular antar manusia pada
kelompok yang lebih besar yang merupakan resiko tinggi terjadi. Tahap terakhir adalah tahap
di mana virus menular antar manusia dalam skala luas atau telah terjadi di beberapa negara.
Selain itu flu burung kemudian mendapatkan definisi yang jelas berikut pembatasanpembatasan berupa masa inkubasi, gejala klinis dan lain-lain. Sehingga ia benar-benar menjadi
sesuatu yang eksis sebagai permasalahan keseshatan: “Flu burung adalah suatu penyakit
menular yang disebabkan oleh virus influenza yang ditularkan oleh unggas yang dapat
menyerang manusia. nama lain dari penyakit ini antara lain avian influenza”.
Jika pada awalnya kasus flu burung hanya mempunyai 2 kategori sederhana; meninggal
dunia dan tidak. Maka pada September 2005 ini, Departemen Kesehatan kemudian
mengembangkan kategorisasi kasus flu burung menjadi rigid;
kompermasi

suspect, probable

dan

(http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=

1255&Itemid=2).
Wacana ini terus berjalan, menambah kemungkinan perluasan atau penyempitan
batasan. Ketika pemertintah provinsi DKI memulai pemberantasan unggas. Pikiran Rakyat
sebagai koran Masyarakat Jawa Barat, mendapat legitimasi untuk menyandingkan wacana
kesehatan tersebut di samping wacana ekonomi. Di mana ia mendapatkan rasionalisasi si mana
Jawa Barat adalah provinsi dengan kasus paling tinggi, serta Jawa Barat sebagai pemasok
kebutuhan akan daging ayam (daerah Priangan Timur).
Dengan menyandingkannya bersama wacana ekonomi, maka wacana flu burung
kemudian bersanding dengan wacana kelas masyarakat di mana terdapat kategori pasar beserta
sifat-sifatnya. Saat terjadi virus flu burung bagaimana wacana tentang pasar?
Tahun 2004, sebuah survei yang dilakukan AC Nielsen memperlihatkan bahwa meski
jumlah pasar tradisional di Indonesia mencapai 1.7 juta unit atau mengambil porsi 73% dari
keseluruhan pasar yang ada, namun laju pertumbuhan pasar modern ternyata jauh lebih tinggi
dinadingkan dengan pasar tradisional. Yang tergolong ke dalam pasar modern ini adalah
hipermarket, supermarket, minimarket dan departement store. Pertumbuhan pasar tradisional
hanya mencapai 5 % per tahun. Sedangkan pasar modern mencapai 16%. Secara lebih rinci
disebutkan bahwa minimarket mempunyai pangsa pasar sebesar 5% dengan laju pertumbuhan

sebesar 15% . pangsa pasar supermarket mencapai 17% dengan tingkat pertumbuhannya
mampu melejit hingga 25% per tahun. Jadi tingkat pertumbuhan pasar modern rata-rata adalah
16% setiap tahunnya.
Studi AC Nielsen terbaru shopper trends tahun ini mewawancarai lebih dari 15 ribu
konsumen di kawasan Asia Pasifik termasuk 1.019 orang Indonesia selam bulan September
dan November tahun 2003.
Kriteria responden adalah laki-laki dan perempuan berusia 15-45 tahun dengan
pengeluaran rutin rumah tangga di atas Rp 700 ribu per bulan dan cakupan wilayahnya adalah
Jakarta, Bandung dan Surabaya.
Seperti di kawasan Asia Pasifik lainnya yang jumlah toko dengan format swalayan
yang terus meningkat, di Indonesia toko swalayan seperti hipermarket, supermarket dan
minimarket telah mengalami pertumbuhan yang kuat dengan jumlah toko yang meningkat
lebih dari 31.4% dalam waktu dua tahun. Sementara dalam periode yang sama jumlah toko
tradisional telah menurun 8.1% per tahun.
Perpaduan antara belanja kebutuhan rutin dan rekreasi keluarga bulanan telah
membentuk struktur dan perilaku perdagangan di Indonesia. Saat ini (tahun 2004) rumah
tangga kelas menengah ke atas Indonesia berbelanja di hipermarket satu bulan sekali, lalu ke
supermarket dua minggu atau seminggu sekali (Tempo Edisi Senin, 21 Juni 2004).
Wacana pasar tradisional dan non-tradisional ternyatasdh ada. Namun ini bukan saja
menjadi wacana ekonomi. Ketikia masyarakat bereaksi terhadap wacana itu, ia bisa saja
menjadi wacana politis. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera(PKS), yang dikenal memiliki banyak
pendukung fanatik, menggambarkan;
“Sementara itu yang dianggap selama ini sebagai pasar tradisional adalah pasar yang
bentuk bangunannya relatif sederhana, dengan suasana yang relatif kurang
menyenangkan (ruang tempat usaha sempit, sarana parkir yang kurang memadai,
kurang menjaga kebersihan pasar dan penerangan yang kurang baik). Barang-barang
yang diperdagangkan adalah barang kebutuhan sehari-hari dengan mutu barang yang
kurang diperhatikan, harga barang relatif murah, dan cara pembeliannya dengan sistem
tawar-menawar. Para pedagangnya sebagian besar adalah golongan ekonomi lemah dan
cara berdagangnya kurang profesional. Contohnya adalah pasar Inpres, pasar
lingkungan dan sebagainya”.
(http://www.pksjakarta.or.id/module.php?op=modload&name=news&file=article&sid
=337)

Gambaran ini kemudian dibaca sebagai ancaman seriua bagi perkembangan pasar
tradisional. Sebuha kesimpulan yang diyakini masyarakat Indonesia. Apakah demikian yang
terjadi di daerah yang berada di Jawa Barat?
Tahun 2004, dalam Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 2 Pasal 17, dirumuskan
bahwa “kebijakan pengembangan kawasan dan kegiatan perdagangan adalah merelokasi
pasar yang menimbulkan gangguan dan/atau tidak didukung prasarana yang memadai(butir
b) mengatur, menata dan mengendalikan pasar yang tidak tertata dan tumpah ke jalan(butir
c), menertibkan pasar yang tidak sesuai peruntukannya (d) memperkuat dan menata ulang
pasar induk/grosir(e) membatasi perkembangan pusat belanja di wilayah Bandung Barat (f)
dan mengendalikan dan menertibkan pusat belanja yang menganggu(g)”.
Pasar modern di Bandung, dibahsakan menjadi pusat perbelanjaan. Dalam kerangka
pengaturan ruang, pasar lebih banyak menjadi pembicaraan dominan. Namun seringkali ia
mrpgangguan dan dianggap tidak didukung prasarana memadai. Namun untuk pusat
perbelanjaan, pemerintah hanya berkewajiban untuk membatasi – kewajiban yang tampak
ambigu.
Pasar modern atau pusat belanja sebagai bentuk dominasi ekonomi akhirnya
mendapatkan legitimasi. Ia yang hanya membolehkan akses pada sebagian kelompok orang,
dilegitimasi oleh kekuasaan yang disusun oleh sebagian orang. Ketika pasar tradisional
dianggap tersisih karena kurang menjaga mutu barang dan tidak memadai tata ruangnya, ia
dianggap kurang memperhatikan kesehatan. Jika kemudian flu burungdidefinisikan sebagai
masalah kesehatan, maka ia mengancam keberadaan pasar tradisional.
V

KESIMPULAN
Dalam analisis ini, kita dapat melihat bahwa berita yang dimunculkan oleh HU Pikiran

Rakyat mengenai flu burung ddpt dilihat sebagai sebuah episteme (cara pandang) baru bagi
pemaknaan flu burung. Meskipun Jawa Barat merupakan provinsi dengan tingkat kematian
yang cukup tinggi dengan 21 kasus kematian akibat flu burung, HU Pikiran Rakyat lebih
melihat flu burung sebagai ancaman ekonomi.
Fakta ini diperkuat dengan banyaknya intensitas berita yang berkaitan dengan masalah
pembangunan ekonomi di Jawa Barat. Sepanjang bulan Januari 2007, untuk kasus flu burung,
Pikiran Rakyat menyajikan 20 berita bertema peternakan/ekonomi, 6 bertema kesehatan dan 8
kombinasi peternakan dan kesehatan.

Hal ini kemudia dirasionalisasikan dengan isu pemusnahan unggas, atau turunnya
permintaan terhadap daging ayam di daerah Priangan Timur sebagai penghasil daging ayam,
juga melemahnya permintaan terhadap pedagang di pasar tradisional.
VI

REFERENSI

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana:Pengantar Ananlisis Teks Media. LKIS
Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik Media Massa. Jakarta: Granit.
Lull, James. 1998. Media Komunikasi Kebudayaan: suatu Pendekatan Global. Penerjemah A.
Setiawan Abadi. Jakarta: YOI.
Marahimin, Ismail. 1994. Menulis Secara Poluler. Jakarta: Pustaka Jaya.
Mills, Sara. 1994. Discourse. London: Routledge
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 2 Tahun 2004
Pikiran Rakyat, Edisi 28 Januari Tahun 2007.
Rakhmat, Jalaluddin. 1994. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tempo Interaktif, Edisi Senin, 21 Juni tahun 2004.
Sobur, Alex. 2004. Analisis Teks Media. Bandung: Remaja Rosdakarya
Tarigan, Henry Guntur. 1993. Pengajran Wacana . Bandung: Angkasa
Sujiman, Panuti. 1993. Bunga Rampai Stilistika. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
(http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid= 1048&Itemid=2).
(http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid= 1255&Itemid=2).
(http://www.pksjakarta.or.id/module.php?op=mod