ANALISA KESTABILAN MODEL SIRS0I0V0 PADA PENYEBARAN VIRUS FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) DARI UNGGAS KE MANUSIA DENGAN PENGARUH VAKSINASI PADA UNGGAS.

(1)

ANALISA KESTABILAN MODEL SIRS0I0V0 PADA PENYEBARAN VIRUS FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) DARI UNGGAS KE

MANUSIA DENGAN PENGARUH VAKSINASI PADA UNGGAS

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Oleh

Moza Gandhi Prakoso NIM. 13305141023

PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

“Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah memudahkan baginya jalan menuju surga”. (HR. Muslim).

“Sampaikanlah dariku meski hanya satu ayat, dan boleh saja kalian menceritakan dari kaum Bani Israil. Dan barangsiapa mendustakan aku dengan

sengaja, sebaiknya ia siapkan tempat duduknya di neraka”. (HR. Bukhari).

“Kalau kalian benar-benar bertawakal kepada Allah niscaya Dia akan memberi kalian rezeki sebagaimana Ia memberi rezeki kepada seekor burung yang ketika pergi pada pagi hari dengan perut kosong dan pulang pada sore hari dengan

perut kenyang”.(HR. Tirmidzi).

“Wahai orang-orang beriman, jika kamu menolong (Agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (QS. Muhammad:07).

“Hendaklah kamu berpegang kepada kebenaran, karena sesungguhnya kebenaran itu memimpin kepada kebaktian, dan kebaktian itu membawa ke surga

(kebahagiaan); dan hendaklah tetap seseorang itu bersifat benar dan memilih kebenaran hingga dia tertulis di sisi Allah sebagai orang yang sangat benar; dan

hendaklah kamu jauhi kedustaan, karena sesungguhnya kedustaan itu memimpin pada kedurhakaan, dan kedurhakaan membawa ke neraka (kehancuran); dan janganlah seseorang tetap berdusta dan memilih kedustaan hingga tertulis di sisi


(6)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

...Alhamdulillahirabbil’alamin Tulisan skripsi ini saya persembahkan untuk Kedua orang tua saya, Bapak Hasto Nuryatno dan Ibu Mulyani, Yang senantiasa memotivasi dan memberikan ridlo nya serta kasih sayang yang tak terkira dan naungan doa yang mengalir kepada anaknya, Untuk adikku tercinta, Sukma Ayu Firanty Khasanah yang selalu manja, “nyebelin”, dan “ngangenin”, yang selalu setia berusaha menggapai mimpi bersama untuk bahagiakan kedua orang tua, Teruntuk sahabat ku yang istimewa, Susi Septiana yang selalu memotivasi dan memberikan dukungan hingga terselesaikannya skripsi ini, Keluarga ku di MATEMATIKA B 2013 yang selalu memberikan semangatnya dan pembelajarannya dari semester 1 sampai semester 8, Keluarga KESRAVO HIMATIKA 2014 yang baik hati, selalu memberikan dukungan kepada saya dalam hal apapun, Serta kepada teladan saya di kampus biru, Ibu Dwi Lestari, Ibu Husna ‘Arifah, Bapak Agus Maman Abadi, dan seluruh civitas akademika FMIPA UNY yang telah membimbing untuk menjadi orang yang lebih baik.


(7)

vii

ANALISA KESTABILAN MODEL SIRS0I0V0 PADA PENYEBARAN VIRUS FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) DARI UNGGAS KE

MANUSIA DENGAN PENGARUH VAKSINASI PADA UNGGAS Oleh

Moza Gandhi Prakoso NIM. 13305141023

ABSTRAK

Flu burung (Avian Influenza) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Proses penularan virus flu burung dapat terjadi melalui kontak langsung maupun kontak tidak langsung antara unggas dengan manusia. Penelitian ini bertujuan (1) untuk membentuk model SIRS0I0V0(Susceptible pada manusia – Infected pada manusia – Recovered pada manusia – Susceptible pada unggas – Infected pada unggas – Vaccination pada unggas), (2) menganalisa kestabilan titik ekuilibrium, dan (3) menjelaskan simulasi model penyebaran virus flu burung (Avian Influenza) dari unggas ke manusia dengan pengaruh vaksinasi pada unggas.

Tahapan untuk menganalisis model SIRS0I0V0 pada penyebaran virus flu burung (Avian Influenza) adalah membentuk model SIRS0I0V0, mentransformasikan model, menentukan titik ekuilibrium, menentukan bilangan reproduksi dasar, menganalisis kestabilan tititk ekuilibrium dan melakukan simulasi dengan menggunakan software Maple 17.

Hasil yang diperoleh yaitu dapat dibentuk model SIRS0I0V0 dengan 6 kelas populasi yaitu kelas Susceptible pada manusia, kelas Infected pada manusia, kelas Recovered pada manusia, kelas Susceptiblen pada unggas, kelas Infected

pada unggas, dan kelas Vaccination pada unggas. Model yang diperoleh berupa sistem persamaan differensial non linear. Model penyebaran virus flu burung disederhanakan menjadi siri0v0dengan pemberian vaksin hanya untuk unggas. Kestabilan titik ekuilibrium bebas penyakit akan stabil asimtotik lokal saat bilangan reproduksi kurang dari satu dan tidak stabil saat bilangan reproduksi lebih dari satu. Selain itu untuk kestabilan titik ekuilibrium endemik stabil asimtotik lokal saat bilangan reproduksi lebih dari satu. Laju kontak antara unggas sehat dan unggas sakit sangat berpengaruh dalam menentukan kestabilan titik ekuilibrium bebas penyakit maupun endemik, semakin tinggi laju kontak maka penyakit akan menyebar. Berdasarkan simulasi model, semakin tinggi tingkat pemberian vaksinasi maka kelas Infected pada manusia dan kelas Infected pada unggas akan menurun menuju nol. Jadi program vaksinasi dapat digunakan untuk mengendalikan penyebaran virus flu burung.


(8)

viii

STABILITY ANALYSIS OF SIRS0I0V0 MODEL ON DISTRIBUTION OF BIRD FLU VIRUS FROM POLICY TO HUMAN WITH EFFECT OF

VACCINATION IN PASS By

Moza Gandhi Prakoso NIM. 13305141023

ABSTRACT

Avian influenza is a disease caused by influenza type A virus. The process of avian influenza virus transmission occur through direct or indirect contact between birds with humans. The purpose of this study are (1) to establish a model of SIRS0I0V0(Susceptible in humans - Infected in humans - Recovered in humans -

Susceptible in poultry - Infected in poultry - Vaccination in poultry), (2) analyzes stability of equilibrium point, (3) and explains the simulation model of avian influenza from birds to humans with the effect of vaccination on poultry.

The stages for analyzing the SIRS0I0V0 model on avian influenza virus are forming the SIRS0I0V0 model, transforming the model, determining equilibrium point, determining the basic reproduction number, analyzing stability of equilibrium tititk and performing simulation using Maple 17 software.

The results of this study obtained are SIRS0I0V0 model with 6 classes of population which are, class Susceptible in humans, Infected class in humans,

Recovered class in humans, Susceptible class in poultry, Infected class in poultry, and Vaccination class on poultry. The model obtained is a system of non linear differential equations. The model of the transmission of the Avian influenza virus is simplified into siri0v0 by administering the vaccine only to poultry. The stability of the disease-free equilibrium point will stable asymptotically local when the reproduction number is less than one and unstable when the reproduction number is more than one. In addition to the stability of the local asymptotic stable endemic equilibrium point when the reproduction number is more than one. The contact rate between healthy birds and sick poultry is very influential in determining the stability of the disease-free or endemic equilibrium point, the higher the contact rate the disease will spread. Based on the model simulation, the higher the level of vaccination then the Infected class on humans and Infected class in poultry will decrease to zero. So the vaccination program can be used to control the transmission of Avian influenza virus.

Keywords: Avian Influenza, stability, equilibrium point, vaccination. .


(9)

(10)

(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR SIMBOL ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penulisan ... 6

E. Manfaat Penulisan ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. Pemodelan Matematika ... 8

B. Persamaan Diferensial ... 11

1. Persamaan Diferensial Biasa (PDB) ... 12

2. Persamaan Diferensial Parsial (PDP) ... 12

C. Solusi Persamaan Diferensial ... 13

D. Sistem persamaan Diferensial ... 14


(12)

xii

2. Sistem Persamaan Diferensial Non-Linear ... 17

E. Nilai Eigen dan Vektor Eigen ... 19

F. Titik ekuilibrium ... 21

G. Linearisasi ... 22

H. Analisis Kestabilan ... 30

I. Bilangan Reproduksi Dasar (Basic Reproduction Number) ... 37

J. Kriteria Routh Hurwitz ... 41

BAB III PEMBAHASAN ... 44

A. Permasalahan Nyata Flu Burung (Avian Influenza) ... 44

B. Asumsi-asumsi Model Matematika SIRS0I0V0 pada Penyebaran Flu Burung (Avian Influenza) dari Unggas ke Manusia dengan Pengaruh Vaksinasi pada Unggas ... 45

C. Formulasi Model Matematika SIRS0I0V0 pada Penyebaran Flu Burung (Avian Influenza) dari Unggas ke Manusia dengan Pengaruh Vaksinasi pada Unggas ... 47

D. Transformasi Model ... 56

E. Titik Ekuilibrium Matematika SIRS0I0V0 pada Penyebaran Flu Burung (Avian Influenza) dari Unggas ke Manusia dengan Pengaruh Vaksinasi pada Unggas ... 62

F. Bilangan Reproduksi Dasar ... 72

G.Analisis Kestabilan Titik Ekuilibrium ... 74

1. Kestabilan Titik Ekuilibrium Bebas Penyakit ... 74

2. Kestabilan Titik Ekuilibrium Endemik ... 78

H.Simulasi Model ... 93

BAB IV PENUTUP ... 103

A. KESIMPULAN ... 103

B. SARAN ... 105


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Routh-Hurwitz ... 42 Tabel 3.1 Variabel dan Parameter dalam Model ... 47 Tabel 3.2 Tabel Routh-Hurwitz untuk menentukan nilai eigen ... 85 Tabel 3.3 Simulasi dengan beberapa Parameter ... 95


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Proses Pemodelan Matematika... 9

Gambar 2. 2 Ilustrasi Kestabilan ... 31

Gambar 3.3 Diagram Transfer Penyebaran Penyakit Flu Burung (Avian Influenza) dengan Pengaruh Vaksinasi pada Unggas ... 49

Gambar 3.2 Simulasi model dengan �= 0 dan β0 = 0.035 ... 96

Gambar 3.3 Simulasi model dengan �=0 dan β0 =0.050T ... 97

Gambar 3.4 Simulasi model dengan �=0.1 dan β0 = 0.050T ... 98

Gambar 3.5 Simulasi model dengan �=0.1 dan β0 = 0.160T ... 100


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Program Maple untuk ρ=0 saat 0 < 1 dengan β

0 = 0.035...109

Lampiran 2. Program Maple untuk ρ= 0 saat �0 > 1 dengan β0 = 0.05...111

Lampiran 3. Program Maple untuk ρ= 0.1 saat �0 < 1 dengan β0 = 0.05...113

Lampiran 4. Program Maple untuk ρ= 0.1 saat �0 > 1 dengan β0 = 0.16...115


(16)

xvi

DAFTAR SIMBOL

Simbol Makna

�(�) Banyaknya populasi manusia pada waktu t

�(�) Banyaknya populasi manusia yang retan terinfeksi penyakit pada waktu t

�(�) Banyaknya populasi manusia yang terinfeksi penyakit pada waktu t

�(�) Banyaknya populasi manusia yang sembuh dari penyakit pada waktu t

�0(�) Banyaknya populasi unggas pada waktu t

�0(�) Banyaknya populasi unggas yang retan terinfeksi penyakit pada waktu t

�0(�) Banyaknya populasi unggas yang terinfeksi penyakit pada waktu

t

�0(�) Banyaknya populasi unggas yang tervaksinasi pada waktu t � Laju konstan kelahiran dan imigrasi

� Laju kontak antara unggas sakit dengan manusia sehat �0 Laju kontak antara unggas sehat dengan unggas sakit

�0 Laju kematian dan kelahiran alami dalam populasi unggas tanpa pengaruh flu burung

� Laju kematian individu dalam populasi manusia tanpa pengaruh flu burung


(17)

xvii

� Laju kesembuhan populasi manusia yang terinfeksi � Laju konstan hilangnya kekebalan pada manusia

� Rasio populasi unggas yang memperoleh vaksinasi �0 Nilai awal atau kondisi awal

�̇ Turunan � terhadap �

� Himpunan terbuka

�′ Himpunan semua fungsi yang mempunyai turunan pertama yang kontinu di �

ℝ� Himpunan bilangan real dimensi �̅ Titik ekuilibrium

��(�0) Turunan � di �0 ��(�̅) Matriks Jacobian di �̅

� Nilai eigen

� Matriks berukuran berukuran ��� � Matriks Identitas

ℜ�(�) Bilangan real pada nilai eigen ke � �0 Bilangan reproduksi dasar

�0 Titik ekuilibrium bebas penyakit �1 Titik ekuilibrium endemik

�� Matriks laju perkembangan penyakit, kematian dan kesembuhan yang mengurangi kelas terinfeksi


(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Masalah lingkungan adalah masalah dasar dalam kehidupan manusia dan menjadi tanggung jawab bersama. Banyak permasalahan lingkungan yang bermunculan terkait lingkungan yang tidak bersih dan sehat seperti mewabahnya penyakit menular. Salah satu contohnya adalah virus flu burung (Avian Influenza), virus yang disebabkan oleh virus influenza tipe A ini termasuk dalam famili

Orthomyxoviridae dan mempunyai diameter 90-120 nanometer. Dalam hal ini virus influenza yang lain yaitu B dan C dapat diisolasi dari manusia dan sifatnya kurang patogen dibandingkan dengan virus A (Asmara, 2007). Penularan virus Avian Influenza secara umum dapat terjadi melalui inhalasi, kontak langsung, ataupun kontak tidak langsung (Radji: 2006). Sebagian besar kasus HPAIV (High Pathogenic Avian Influenza Virus) pada manusia disebabkan penularan virus dari unggas ke manusia (Radji: 2006).

Dari tahun 2003 sampai tahun 2006, tercatat bahwa jumlah kasus Avian Influenza di dunia mencapai 172 kasus dengan 93 kasus atau 55% di antaranya meninggal dunia. Negara dengan jumlah kasus Avian Influenza terbanyak adalah Vietnam dengan 93 kasus (sekitar 58% dari total kasus di dunia) dan 45,16% kematian. Selanjutnya, Indonesia menempati urutan kedua kasus flu burung dengan 28 kasus (sekitar 15% dari total kasus di dunia) dan 74,1% kematian, kemudian


(19)

2 Thailand dengan 22 kasus (12,72%) dan 63,6% kematian (Budiman: 6). Perlu adanya upaya penanganan virus flu burung secara berkelanjutan karena akan mempengaruhi segi kesehatan, sosial, serta tantangan di bidang ekonomi dan secara tidak langsung akan menimbulkan kekhawatiran di seluruh dunia. Salah satu upaya guna menangani virus Avian Influenza adalah vaksinasi terhadap unggas. Vaksinasi dalam industri unggas menjadi salah satu pilihan yang efektif guna menangani wabah virus tersebut. Vaksinasi dilakukan dengan menggunakan vaksin in aktif yang mengandung suspensi virus dengan homologi yang tinggi dengan virus penyebab wabah. Vaksin influenza in aktif hanya dapat melindungi sekitar 60-80% terhadap galur yang homolog (keturunan yang sejenis). Dalam hal ini vaksinasi dengan strain virus homolog telah terbukti menurunkan angka kematian pada unggas (Asmara: 2007).

Perkembangan ilmu pengetahuan dibidang matematika memiliki peranan penting dalam mengatasi masalah di kehidupan nyata. Menurut Widowati dan Sutimin, (2007) mengungkapkan bahwa representasi matematika yang dihasilkan dari proses pengubahan masalah dunia nyata ke permasalahan matematika disebut dengan model matematika. Oleh karena itu, maka diperoleh pemahaman dari permasalahan dunia nyata menjadi lebih tepat (Widowati dan Sutimin, 2007:1). Model matematika yang digunakan untuk melihat tingkat penyebaran suatu penyakit menular disebut dengan model epidemi.

Salah satu contoh model matematika epidemi adalah model epidemi SIR (Susceptible – Infected – Recovered ). Model SIR pertama kali dikenalkan oleh W.O. Kermack dan Mc. Kendrick dengan membagi populasi manusia menjadi tiga


(20)

3 kelompok yaitu populasi yang rentan terhadap penyakit Susceptible (S), populasi yang terinfeksi yaitu Infected (I) dan populasi yang telah sembuh dari penyakit

Recovered (R) yang masing-masing diberikan dalam waktu t (Iswanto, 2012: 152). Penelitian mengenai model penyakit menular telah banyak dilakukan. Adapun penelitian yang berkaitan dengan penyakit menular adalah pemodelan penyebaran virus flu burung yaitu penelitian yang dilakukan oleh Mohamed Derouich dan Abdesslam Boutayeb pada tahun 2008 terkait pembentukan model matematika

SIRS0I0untuk penyebaran virus flu burung,model kemudian disederhanakan menjadi model siri0. Pada tahun 2013 penelitian tersebut kemudian diterjemahkan kembali oleh Siswanto dengan menyimpulkan bahwa jika semakin kecil penyebaran flu burung dari unggas sakit ke unggas rentan maka bilangan reproduksi dasar (R0) kurang dari 1 atau tidak terjadi epidemi. Begitu pula sebaliknya jika R0 > 1 maka penyebaran flu burung semakin besar dari unggas sakit ke unggas rentan sehingga menimbulkan terjadinya epidemi.

FS Setiani Sya’baningtyas (2013) melakukan sebuah penelitian yang

memodelkan penyebaran virus flu burung (Avian Influenza) dengan model SIV

(Susceptible – Infected – Vactination). Analisis dari model SIV menunjukkan bahwa jika semakin tinggi tingkat vaksinasi pada populasi unggas maka bilangan reproduksi dasar (R0)akan semakin menurun dan semakin besar tingkat vaksinasi pada populasi unggas maka semakin cepat penyakit menghilang dari populasi.

Pentingnya vaksinasi dalam pengendalian mewabahnya suatu penyakit menular seperti flu burung (Avian Influenza) dan berdasarkan kajian dari


(21)

penelitian-4 penelitian sebelumnya mengenai model penyebaran virus flu burung maka dalam skripsi ini akan dibahas tentang model matematika penyebaran virus flu burung (Avian Influenza) dari unggas ke manusia dengan pengaruh vaksinasi pada unggas. Model yang digunakan adalah model Susceptible pada manusia – Infected pada manusia – Recovered pada manusia – Susceptible pada unggas – Infected pada unggas – Vactination pada unggas (SIRS0I0V0) antara populasi manusia dan unggas dengan pertimbangan yang diberi vaksin hanya unggas. Pemberian vaksin pada unggas dilakukan karena belum ditemukan vaksin pada manusia guna mengurangi penyebaran virus (Savitri: 2008). Vaksinasi pada unggas dilakukan sebagai tindakan awal guna mengurangi peluang kematian unggas yang mengakibatkan mewabahnya flu burung terhadap manusia. Model ini mengasumsikan adanya kelahiran dan kematian alami yang terjadi dalam populasi manusia dan unggas yang mana laju kelahiran diasumsikan sama dengan laju kematian alami. Melalui model tersebut akan dianalisis kestabilan titik ekuilibrium dan akan ditentukan bilangan reproduksi dasar untuk menganalisis apakah flu burung terjadi epidemi atau tidak. Kemudian dilakukan simulasi model penyebaran virus flu burung (Avian Influenza) dengan menggunakan aplikasi Software Mapple 17. Harapannya, dengan penelitian ini dapat mengambil kebijakan untuk mencegah penyebaran virus flu burung (Avian Influenza)


(22)

5 B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan sebelumnya, maka dapat diidentifikasi masalah dalam skripsi ini adalah:

1. Virus flu burung (Avian Influenza) disebabkan oleh virus influenza tipe A.

2. Penularan virus dapat terjadi melalui inhalasi, kontak langsung maupun kontak tidak langsung.

3. Wabah virus flu burung (Avian Influenza) menjangkit beberapa daerah dengan cepat.

4. Perlu adanya tindakan vaksinasi baik pada populasi unggas maupun manusia.

C. Batasan Masalah

Skripsi ini hanya membahas tentang penyebaran virus flu burung (Avian Influenza) dari unggas ke manusia, dengan pertimbangan bahwa yang diberi vaksin hanya unggas.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan sebelumnya, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah:

1. Bagaimana membentuk model matematika SIRS0I0V0 pada penyebaran virus flu burung (Avian Influenza) dari unggas ke manusia dengan pengaruh pemberian vaksinasi terhadap unggas?


(23)

6 2. Bagaimana analisis kestabilan titik ekuilibrium model penyebaran virus flu burung (Avian Influenza) dari unggas ke manusia dengan pengaruh pemberian vaksinasi terhadap unggas?

3. Bagaimana simulasi model penyebaran virus flu burung (Avian Influenza) dari unggas ke manusia dengan pengaruh pemberian vaksinasi terhadap unggas?

E. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan skripsi ini adalah:

1. Menjelaskan model matematika SIRS0I0V0 pada penyebaran virus flu burung (Avian Influenza) dari unggas ke manusia dengan pengaruh pemberian vaksinasi terhadap unggas.

2. Menjelaskan analisis kestabilan titik ekuilibrium model penyebaran virus flu burung (Avian Influenza) dari unggas ke manusia dengan pengaruh pemberian vaksinasi terhadap unggas.

3. Menjelaskan simulasi model penyebaran virus flu burung (Avian Influenza) dari unggas ke manusia dengan pengaruh pemberian vaksinasi terhadap unggas.

F. Manfaat Penulisan

Manfaat yang diharapkan dalam penyusunan skripsi ini adalah: 1. Bagi penulis


(24)

7 a. Dapat memformulasikan model matematika SIRS0I0V0 pada penyebaran virus flu burung (Avian Influenza) dari unggas ke manusia dengan pengaruh pemberian vaksinasi terhadap unggas.

b. Dapat menganalisis kestabilan di sekitar titik ekuilibrium.

c. Menginterpretasikan perilaku model pada kasus penyebaran virus flu burung. d. Memperdalam pengetahuan tentang model matematika penyebaran virus

dengan pengaruh vaksinasi khususnya untuk virus flu burung (Avian Influenza). 2. Bagi Instansi

a. Menambah bahan pustaka bagi Universitas Negeri Yogyakarta pada umumnya dan FMIPA pada khususnya.

b. Menambah bahan acuan bagi mahasiswa yang ingin melakukan penelitian tentang model penyebaran virus khususnya virus flu burung.

c. Diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi instansi kesehatan mengenai hasil penelitian ini sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan untuk mengatasi ataupun menanggulangi penyebaran virus flu burung.

3. Bagi Pembaca

a. Memberi pengetahuan mengenai model matematika SIRS0I0V0 pada penyebaran virus flu burung dari unggas ke manusia dengan pengaruh vaksinasi.

b. Sebagai referensi pengembangan model matematika untuk kasus lain.

c. Diharapkan dapat memberi masukan pada penelitian selanjutnya untuk mengembangkan penelitian tentang model penyebaran virus flu burung.


(25)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini akan di bahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi dan teorema. Adapun Materi-materi – materi yang dibahas yaitu pemodelan matematika, persamaan diferensial, solusi persamaan diferensial, nilai eigen dan vektor eigen, titik ekuilibrium, linearisasi, analisis kestabilan, bilangan reproduksi dasar (Basic Reproduction Number), Kriteria Routh Hurwitz.

A. Pemodelan Matematika

Peran matematika pada permasalahan kehidupan sehari-hari maupun pada bidang studi yang berbeda dapat disajikan dalam pemodelan matematika. Menurut Widowati dan Sutimin, (2007:1) menyatakan bahwa pemodelan matematika merupakan bidang matematika yang berusaha untuk mempresentasi dan menjelaskan sistem-sistem fisik atau problem pada dunia nyata dalam pernyataan matematik, sehingga diperoleh pemahaman dari problem dunia nyata ini menjadi lebih tepat.

Representasi matematika yang dihasilkan dari pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Model matematika digunakan dalam banyak disiplin ilmu dan bidang studi yang berbeda seperti fisika, ilmu biologi dan kedokteran, teknik, ilmu sosial dan politik, ekonomi , bisnis dan keuangan, juga


(26)

9

problem jaringan komputer. Menurut Widowati dan Sutimin, (2007:3) proses pemodelan matematika dapat dinyatakan dalam alur diagram yang disajikan pada Gambar 2.1 berikut ini:

Gambar 2. 1 Proses Pemodelan Matematika

Berdasarkan Gambar 2.1 diperoleh langkah-langkah pemodelan matematika sebagai berikut:

1. Menyatakan masalah dunia nyata kedalam pengertian matematika

Penyelesaian masalah dunia nyata secara langsung kadang sulit untuk dilakukan. Oleh karena itu, guna mempermudah penyelesaian masalah dunia nyata dimodelkan kedalam bahasa matematis. Berdasarkan masalah yang diperoleh, kemudian diidentifikasi variabel-variabel yang ada dalam masalah


(27)

10

dan dibentuk beberapa hubungan antara variabel-variabel yang dihasilkan dari masalah tersebut.

2. Membuat asumsi-asumsi model

Langkah selanjutnya adalah membuat asumsi-asumsi yang sesuai dengan masalah dunia nyata. Pada dasarnya, asumsi tersebut mencerminkan bagaimana proses berfikir sehingga model dapat berjalan. Asumsi-asumsi ini dibuat agar model yang dihasilkan dapat menggambarkan dengan tepat masalah dalam dunia nyata.

3. Memformulasikan persamaan atau pertidaksamaan

Berdasarkan variabel-variabel yang ditentukan, hubungan antar variabel dan asumsi-asumsi yang telah dibuat dapat dibentuk persamaan ataupun pertidaksamaan yang menggambarkan permasalahan dalam dunia nyata. Langkah ini merupakan langkah yang paling penting dan sulit. Terkadang langkah tersebut diperlukan kembali guna menguji kembali asumsi-asumsi agar memformulasikan persamaan yang sesuai, sehingga dapat diselesaikan dan realistik.

4. Menyelesaikan persamaan atau pertidaksamaan

Setelah didapatkan suatu persamaan dan pertidaksamaan, selanjutya dapat dicari solusi dari model matematika dengan penyelesaian secara matematis. Namun, tidak semua model matematika dapat dengan mudah dicari solusinya. Persamaan model matematika mungkin saja tidak memiliki


(28)

11

solusi atau bahkan mempunyai lebih dari satu solusi. Oleh karena itu, pada langkah ini dapat dilakukan analisis sifat atau perilaku dari solusi model matematika tersebut.

5. Interpretasi hasil atau solusi

Interpretasi hasil atau solusi adalah salah satu langkah terakhir yang menghubungkan formulasi matematika kembali ke masalah dunia nyata. Interpretasi dapat dikerjakan dengan berbagai cara, salah satunya dengan bentuk grafik yang digambarkan berdasarkan solusi yang diperoleh kemudian diinterpretasikan sebagai solusi dunia nyata. Selanjutnya solusi yang didapatkan dengan membandingkan data yang diketahui dan dihubungkan untuk merevikasi bahwa solusi merupakan representasi masalah dunia nyata. Apabila solusi yang didapatkan belum sesuai dengan masalah dunia nyata maka dapat ditinjau ulang asumsi-asumsi yang telah dibuat sebelumnya. B. Persaman Diferensial

Definisi 2.1 (Ross, 2010: 3)

Persamaan diferensial adalah suatu bentuk persamaan yang memuat turunan dari satu atau lebih variabel tak bebas terhadap satu atau lebih variabel bebas.

Contoh 2.1

Berikut beberapa contoh persamaan diferensial:

+ ( ) = .


(29)

12 �

+ �= � . �

� +

� � +

� = .

Persamaan diferensial (PD) dibagi menjadi 2 yaitu Persamaan Diferensial Biasa (PDB) dan Persamaan Diferensial Parsial (PDP).

1. Persamaan Diferensial Biasa (PDB) Definisi 2.2 (Ross, 2010: 4)

Persamaan Diferensial Biasa (PDB) adalah persamaan diferensial yang memuat turunan dari satu atau lebih variabel tak bebas terhadap satu atau variabel bebas.

Contoh 2.2

Persamaan (2.1) dan Persamaan (2.2) merupakan persamaan diferensial biasa. Variabel pada Persamaan (2.1) merupakan variabel bebas tunggal dan merupakan variabel tak bebas. Pada Persamaan (2.2) variabel bebasnya adalah dimana merupakan variabel tak bebas.

2. Persamaan Diferensial Parsial (PDP) Definisi 2.3 (Ross, 2010:4)

Persamaan Diferensial Parsial (PDP) adalah persamaan diferensial yang memuat turunan dari satu atau lebih variabel tak bebas terhadap lebih dari satu atau lebih variabel bebas.

Contoh 2.3

Persamaan (2.3) dan Persamaan (2.4) merupakan persamaan diferensial parsial. Pada Persamaan (2.3) variabel s dan t merupakan variabel bebas dan


(30)

13 v merupakan variabel tak bebas. Pada Persamaan (2.4) terdapat tiga (3) variabel x, y, dan z yang merupakan variabel bebas sedangkan u merupakan variabel tak bebas.

C. Solusi Persamaan Diferensial Definisi 2.4 (Ross, 2010:8)

Diberikan suatu persamaan diferensial orde-n berikut:

[ , , , … , ] = .

dengan F adalah fungsi real.

1. Misalkan f adalah fungsi bilangan real yang terdefinisi untuk semua x dalam interval I dan mempunyai turunan ke-n untuk semua . Fungsi f disebut solusi eksplisit dari Persamaan (2.5) dalam interval I jika fungsi f memenuhi syarat berikut:

a. [ , , ′ , … . , ], terdefinisi

b. [ , , ′ , … . , ] = ∀

Hal ini berarti bahwa substitusi f(x) dan variasi turunan y dan turunannya yang berkorespondensi ke Persamaan (2.5) akan membuat Persamaan (2.5) menjadi suatu identitas di interval I.

2. Suatu relasi g (x,y) = 0 disebut solusi implisit dari Persamaan (2.5) jika relasi ini mendefinisikan sedikitnya satu fungsi bilangan real f dengan variabel x di interval I.


(31)

14

Contoh 2.4

Akan ditentukan solusi dari persamaan diferensial berikut,

=

dengan =

Penyelesaian:

= =

∫ = ∫

ln| | + = +

ln| | = +

=

karena = maka

= =

=

Jadi solusi persamaan diferensial = adalah = . D. Sistem Persamaan Diferensial

Sistem persamaan diferensial adalah kumpulan dari beberapa persamaan diferensial. Diberikan vektor , ⊆ dengan =

, , , … . , � dan E adalah himpunan terbuka dari . Fungsi


(32)

15

adalah himpunan semua fungsi yang mempunyai turunan pertama yang kontinu di E. Jika ̇ = menyatakan turunan pertama x terhadap t, maka sistem persamaan diferensial dapat dituliskan menjadi,

̇ = , , , … . ,

̇ = , , , … . ,

̇ = , , , … . , .

̇ = , , , … . ,

Sistem (2.6) dapat dituliskan menjadi,

̇ = .

Berdasarkan kelinearannya sistem persamaan diferensial dibedakan menjadi dua yaitu sistem persamaan diferensial linear dan sistem persamaan diferensial non-linear.

1. Sistem Persamaan Diferensial Linear

Secara umum sistem persamaan diferensial linear orde satu dengan variabel tak bebas , , , … . , serta variabel bebas t dapat dinyatakan sebagai berikut,

= + + + … + +

= + + + … + +

= + + + … + + .


(33)

16

= + + + … + +

diasumsikan bahwa untuk semua fungsi didefinisikan oleh , =

, , , … , , = , , , … , dan = , , , … . , , kontinu di interval

. Jika = , dengan = , , , … , untuk setiap t maka Sistem (2.8) disebut sistem persamaan diferensial linear homogen. Sedangkan jika ≠ maka Sistem (2.8) disebut sistem persamaan diferensial linear nonhomogen (Ross, 2010: 505-506).

Selanjutnya Sistem (2.8) dapat dinyatakan menjadi,

̇ = � + (2.9) dengan merupakan variabel tak bebas dan A adalah matriks ukuran

n x n. Matriks A dengan , = , , , … , , = , , , … , dan adalah matriks n x 1 dalam fungsi t. Sehingga dapat dinyatakan,

̇ = [

… … ⋱ …

] [ ] + [ ]

Jika pada Sistem (2.9) didefinisikan = dan ̇ = dimana vektor

, = , , , … . , � dan , , , … . , maka

diperoleh sistem persamaan diferensial linear homogen,

̇ = � .


(34)

17

Contoh 2.5

Diberikan sistem persamaan diferensial linear sebagai berikut,

= − +

= − + − .

= − + −

Sistem Persamaan diferensial (2.11) merupakan persamaan diferensial linear homogen.

2. Sistem Persamaan Diferensial Non-Linear Definisi 2.5 (Ross, 2010:5)

Persamaan diferensial non linear adalah persamaan diferensial biasa yang tidak linear.

Suatu persamaan diferensial dikatakan nonlinear jika memenuhi salah satu syarat sebagai berikut (Ross, 2010:5).

1. Memuat variabel tak bebas dan/atau turunannya yang berpangkat selain satu

2. Terdapat perkalian dari variabel tak bebas dan/atau turunan-turunannya.

3. Terdapat fungsi transedental dari variabel tak bebas dan turunan-turunannya.


(35)

18

Contoh 2.6

Beberapa contoh persamaan diferensial non linear sebagai berikut,

+ ( ) + = . + + = .

+ + = .

Persamaan (2.12) merupakan persamaan diferensial non linear, karena terdapat variabel tak bebas yang berpangkat dua dan turunannya variabel bebas berpangkat dua . Kemudian Persamaan (2.13) merupakan persamaan diferensial non linear, karena terdapat perkalian variabel tak bebas dan turunannya . Selanjutnya untuk Persamaan (2.14) merupakan persamaan diferensial non linear, karena terdapat perkalian variabel tak bebas dan turunannya . Suatu sistem persamaan diferensial dikatakan non linear jika persamaan diferensial yang membentuknya merupakan persamaan diferensial non linear.

Contoh 2.7

Diberikan sistem persamaan diferensial non linear sebagai berikut,

= − . = .


(36)

19

Sistem (2.15a) dan (2.15b) merupakan sistem persamaan diferensial non linear dengan variabel tak bebas dan sedangkan variabel bebasnya . Sistem (2.15a) dan (2.15b) dikatakan sistem persamaan diferensial non linear karena pada Persamaan (2.15a) dan (2.15b) memuat perkalian antara variabel tak bebas .

E. Nilai Eigen dan Vektor Eigen

Nilai Eigen adalah suatu nilai yang digunakan untuk mengetahui kestabilan dari suatu sistem. Nilai Eigen didefinisikan sebagai berikut:

Definisi 2.6 (Anton, 2010: 277)

Jika A adalah matriks n x n, maka vektor taknol x didalam disebut vektor eigen dari A, jika Ax adalah kelipatan skalar dari x , yaitu:

� = . Untuk suatu skalar . Skalar disebut nilai eigen (eigenvalue) dari A dan x dinamakan vektor eigen yang bersesuaian dengan .

Untuk mencari nilai eigen matriks A yang berukuran n x n, maka dituliskan kembali Persamaan (2.16) sebagai berikut:

� = .

atau secara ekuivalen

− � = .

dengan I adalah matriks identitas.

Menurut Howard Anton (2010:278) Supaya menjadi nilai eigen, maka harus ada pemecahan taknol dari Persamaan (2.18). Persamaan (2.18) memiliki pemecahan taknol (solusi non trivial) jika dan hanya jika


(37)

20 | − �| = .

Persamaan (2.19) merupakan persamaan karakteristik dari matriks A dan skalar yang memenuhi Persamaan (2.19) adalah nilai eigen dari A.

| − �| = + − ++ … . +

Sehingga persamaan karakteristik dari A menjadi

+ − ++ … . + =

dengan ∈ , = , , , … . , . Contoh 2.8

Diberikan matriks � = [− ]. Akan ditentukan nilai eigen dan vektor eigen dari A.

Penyelesaian:

Akan dicari nilai eigen dari A

| − �| =

|[ ] − [− ]| =

| − −− | =

− + =

− − = .

Jadi, diperoleh nilai eigen dari matriks A adalah = dan = . Kemudian akan dicari vektor eigen dari A yang bersesuaian dengan nilai eigen dari A.

Untuk =


(38)

21

[ −− ] [ ] =

{ − ==

− =

=

Sehingga, misal = maka = , dimana ∈ maka vektor eigen dari A yang bersesuaian dengan = adalah [ ] =[ ] = [ ].

Untuk =

− � =

[ −− ] [ ] =

{ − ==

− =

=

Misal = maka = , dimana ∈ maka vektor eigen dari A yang bersesuaian dengan = adalah [ ] =[ ] = [ ].

Jadi diperoleh vektor eigen dari matriks A yang bersesuaian dengan nilai eigen dari matriks A yaitu [ ] [ ].

F. Titik Ekuilibrium

Berikut ini disajikan definisi dari titik ekuilibrium, Definisi 2.7 (Perko, 2000: 102)


(39)

22

Contoh 2.9

Akan dicari titik ekulibrium dari sistem berikut ini:

̇ = − . ̇ = − .

Penyelesaian:

Misalkan ̅ = ̅ , ̅ � adalah titik ekulibrium dari Sistem (2.20a) dan (2.20b), maka:

= ̅ − ̅ ̅

= ̅ − ̅

Dari Persamaan (2.20a) diperoleh

= ̅ − ̅ ̅

= ̅ − ̅

̅ = atau ̅ = .

Subtitusikan ̅ = ke Persamaan (2.20b) sehingga diperoleh ̅ = . Jika

̅ = disubtitusikan ke Persamaan (2.20b) sehingga diperoleh:

= ̅ − ̅ = − ̅

̅ = ± .

Jadi Sistem (2.21a) dan (2.21b) memiliki titik ekulibrium yaitu , �, , � dan − , �.

G. Linearisasi

Linearisasi adalah proses mengubah suatu sistem persamaan diferensial nonlinear menjadi sistem persamaan diferensial linear. Proses ini dilakukan


(40)

23

dengan linearisasi di sekitar titik ekulibrium. Dalam hal ini proses linearisasi perlu dilakukan pada model matematika penyebaran flu burung karena persamaan yang diperoleh dari model tersebut adalah persamaan nonlinear. Analisis dari sistem persamaan diferensial non linear ini akan lebih mudah dilakukan jika sistem persamaan diferensial non linear diubah ke dalam bentuk sistem persamaan diferensial linear. Namun sebelum membahas proses linearisasi tersebut akan dibahas terlebih dahulu mengenai Matriks Jacobian yang akan dijelaskan pada Teorema 2.1 berikut:

Teorema 2.1 (Perko, 2000:67)

Jika : ⟶ terdeferensial di maka turunan parsial

� , , =

, , , … . , di ada untuk semua dan

= ∑ = Bukti: ∑ � = [ � � � � �� � ] = + [ � � � � � � � ] + … + [ � � � � � � � � � � ] = [ � � � � … � � � � � � � … � � � � � � �� � ⋱ … �� ] [ ]


(41)

24

= .

Matriks disebut Matriks Jacobian dari fungsi : ⟶ yang terdeferensial di ∈ , dapat dinotasikan . Selanjutnya akan ditunjukan proses linearisasi dari sistem persamaan diferensial non linear ke dalam sistem persamaan diferensial linear.

Diberikan sistem persamaan diferensial non linear sebagai berikut,

̇ = .

dengan ∈ ⊆ , : ⟶ , f merupakan fungsi non linear dan kontinu. Misalkan ̅ = ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � adalah titik ekulibrium Sistem (2.21), maka pendekatan linear disekitar titik ekulibrium diperoleh dengan menggunakan deret Taylor dari fungsi f disekitar titik ekulibrium ̅ =

̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � yaitu:

, , , … , � =

̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ �+

� ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � − ̅ +

� ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � − ̅ + … +

� � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅

̅ +

, , , … , �=

̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ �+

� ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � − ̅ +

� ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � − ̅ + … +

� � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅


(42)

25

, , , … , � =

̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ �+� �

� ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � − ̅ +

� �

� ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � − ̅ + … +

��

� � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅

̅ + .

Karena nilai , , , … , mendekati 0, maka , , , … , dapat diabaikan. Oleh karena itu, pendekatan linear Sistem (2.21) adalah

̇ = � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � − ̅ +

� ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � −

̅ + … +

� ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅

− ̅

̇ = � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � − ̅ +

� ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � −

̅ + … +

� ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅

− ̅ .

̇ = � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � − ̅ +

� ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � −

̅ + … +

� ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅

− ̅

̇ = ��

� ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � − ̅ +

��

� ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � −

̅ + … + � �

� � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅


(43)

26

Sistem (2.22) dapat ditulis ke dalam bentuk matriks sebagai berikut:

[ ̇ ̇ ̇ ] = [ � � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � � � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � … � � � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � � � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � � � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � … � � � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � �� � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � �� � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � ⋱ … �� ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ �] [ − ̅ − ̅ − ̅ ]

Misalkan = − ̅ , = − ̅ , … . , = − ̅ , sehingga

diperoleh: [ ̇ ̇ ̇ ] = [ � � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � � � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � … � � � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � � � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � � � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � … � � � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � �� � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � �� � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � ⋱ … �� ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ �] [ ] .

Matriks Jacobian dari Persamaan (2.23) adalah

= [ � � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � � � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � … � � � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � � � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � � � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � … � � � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � �� � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � �� � ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ � ⋱ … �� ̅ , ̅ , ̅ , … . , ̅ �]


(44)

27

Jika Matriks Jacobian memiliki nilai eigen yang tidak nol pada bagian realnya, maka sifat kestabilan sistem dapat dilihat dari

̇ = ( .

Persamaan (2.24) disebut hasil linearisasi dari Sistem (2.21). Selanjutya akan diberikan definisi mengenai linearisasi pada sistem persamaan diferensial non linear sebagai berikut:

Definisi 2.8 (Perko, 2000: 102)

Diberikan matriks Jacobian ( ̅ . Sistem linear ̇ = ( ̅ disebut linearisasi dari sistem ̇ = di ̅.

Setelah dilakukannya linearisasi, maka dapat dilihat perilaku kestabilan dari sistem persamaan diferensial nonlinear disekitar titik ekuilibrium. Kestabilan Sistem (2.21) disekitar titik ekulibrium ̅ dapat dilihat dari kestabilan hasil linearisasinya jika ̅ hiperbolik. Diberikan definisi untuk titik ekulibrium hiperbolik yang dijelaskan pada Definisi (2.9) berikut ini:

Definisi 2.9 (Perko, 2000: 102)

Titik ekulibrium ̅ ∈ disebut titik ekulibrium hiperbolik dari Sistem (2.21) jika tidak ada bagian real nilai eigen yang bernilai nol. Jika titik ekuilibrium dari sistem mempunyai bagian real nol, maka disebut titik ekuilibrium nonhiperbolik.


(45)

28

Contoh 2.10

Diberikan sistem persamaan diferensial nonlinear

̇ = − + −

̇ = − .

Sistem (2.25) memiliki titik ekulibrium ̅ = − , − � dan ̅ = , �. Akan dicari Matriks Jacobian di ̅ = − , − � dan ̅ = , � serta akan dilakukan identifikasi untuk masing-masing titik ekulibrium.

Matriks Jacobian dari Sistem (2.25) adalah

( ̅ =

[

− + − − + −

− −

]

= [ − + ]

Untuk ̅ = − , − �, didapatkan Matriks Jacobian sebagai berikut:

− , − � = [ − +

− ]

= [− −− ]

Nilai eigen untuk − , − � ,


(46)

29

|− − − − | =

− − − − − − =

+ + + =

+ + =

= − + √ atau = − − √ .

Bagian real dari nilai eigen tidak nol sehingga titik ekulibrium ̅ =

− , − � merupakan titik ekuilibrium hiperbolik.

Untuk ̅ = , �, didapatkan Matriks Jacobian sebagai berikut:

, � = [ − +

− ]

= [− ]

Nilai eigen untuk , � ,

det , � =

| − − | =

− − − − =

− + + =


(47)

30 = atau = .

Bagian real dari nilai eigen tidak nol sehingga titik ekulibrium ̅ = , � merupakan titik ekuilibrium hiperbolik.

H. Analisis Kestabilan

Kestabilan di titik ekuilibrium secara umum dibagi menjadi tiga jenis yaitu stabil, stabil asimtotik dan tidak stabil. Kestabilan titik ekuilibrium dari suatu sistem persamaan diferensial baik linear maupun nonlinear akan dijelaskan pada Definisi 2.10 dan Teorema 2.2.

Definisi 2.10 (Olsder, 2004:57)

Diberikan persamaan diferensial orde pertama ̇ = ̅ dan , adalah solusi persamaan ̇ = ̅ pada saat t dengan kondisi awal =

1. Vektor ̅ ∈ memenuhi ̅ = disebut sebagai titik ekuilibrium. 2. Titik ekuilibrium ̅ dikatakan stabil jika untuk setiap > terdapat

> sedemikian sehingga jika ‖ − ̅‖ < , maka ‖ , − ̅‖ <

untuk setiap .

3. Titik ekuilibrium ̅ dikatakan stabil asimtotik jika titik ekuilibrium ̅ ∈ stabil dan terdapat > , sedemikian sehingga jika ‖ − ̅‖ <

berlaku ⟶∞‖ , − ̅‖ = .

4. Titik ekuilibrium ̅ dikatakan tidak stabil jika titik ekuilibrium ̅ ∈ tidak memenuhi (2).


(48)

31

Gambar 2. 2 Ilustrasi Kestabilan

Menganalisis kestabilan sistem persamaan diferensial disekitar titik ekuilibrium dengan menggunakan Definisi 2.10 tidak mudah untuk ditemukan. Oleh karena itu, diberikan teorema mengenai sifat kestabilan suatu sistem yang ditinjau dari niali eigen untuk mempermudah dalam menganalisis kestabilan sistem disekitar titik ekuilibrium. Teorema tersebut dijelaskan dalam Teorema 2.2 berikut ini:

Teorema 2.2 (Olsder, 2004: 58)

Diberikan persamaan diferensial ̇ = � , dengan A adalah matriks berukuran n x n, mempunyai k nilai eigen yang berbeda yaitu , , , … , dengan .

1. Titik ekulibrium ̅ = adalah stabil asimtotik jika dan hanya jika < untuk semua = , , , … . , .

2. Titik ekuilibrium ̅ = adalah stabil jika dan hanya jika , untuk semua = , , , … . , dan untuk setiap nilai eigen pada sumbu imajiner dengan = yang multiplisitas aljabar dan multiplisitas geometri untuk nilai eigen sama.


(49)

32 3. Titik ekulibrium ̅ = adalah tidak stabil jika dan hanya jika >

untuk beberapa = , , , … . , atau terdapat nilai eigen pada sumbu imajiner dengan = yang multiplisitas aljabar lebih besar daripada multiplisitas geometri untuk nilai eigen.

Bukti:

1. Akan dibuktikan bahwa titik ekulibrium ̅ = adalah stabil asimtotik jika dan hanya jika < untuk semua = , , , … . , .

Jika titik ekulibrium ̅ = adalah stabil asimtotik maka < untuk semua = , , , … . , .

Menurut Definisi 2.10, titik ekulibrium ̅ = dikatakan stabil asimtotik jika ⟶∞‖ , − ̅‖ = . Sehingga untuk →

∞, , ) menuju ̅ = . , ) merupakan solusi dari sistem persamaan ̇ = � , maka , ) selalu memuat � . Artinya agar � menuju ̅ = maka < untuk semua =

, , , … . , .

Jika < untuk semua = , , , … . , , maka titik ekuilibrium

̅ = stabil asimtotik.

Solusi , ) selalu memuat � . Jika < maka untuk

→ ∞, � akan menuju ̅ = . Berdasarkan Definisi 2.10 titik


(50)

33

2. Akan dibuktikan bahwa titik ekuilibrium ̅ = adalah stabil jika dan hanya jika , untuk semua = , , , … . , dan untuk setiap nilai eigen pada sumbu imajiner dengan = yang multiplisitas aljabar dan multiplisitas geometri untuk nilai eigen harus sama.

Jika titik ekuilibrium ̅ = stabil maka untuk semua

= , , , … . , .

Andai > , maka solusi persamaan diferensial , ) yang selalu memuat � akan menuju ∞ (menjauh dari titik ekuilibrium

̅ = . Untuk → ∞, sehingga sistem tidak stabil. Hal ini terjadi kontraposisi dengan pernyataan jika titik ekuilibrium ̅ = stabil, maka untuk semua = , , , … . , . Jadi terbukti bahwa jika titik ekuilibrium ̅ = stabil, maka untuk semua

= , , , … . , .

Jika , untuk semua = , , , … . , dan untuk setiap nilai eigen pada sumbu imajiner dengan = yang multiplisitas aljabar dan multiplisitas geometri untuk nilai eigen harus sama.

, ) adalah solusi dari Persamaan (2.22) maka , ) yang selalu memuat � . Jika < maka � akan menuju ̅ = yang artinya stabil asimtotik. Tiitk ekuilibrium yang stabil asimtotik pasti stabil. Jika = maka nilai eigen berupa bilangan


(51)

34

kompleks murni. Menurut Luenberger (1979: 85), multiplisitas aljabar berhubungan dengan nilai eigen dan multiplisitas geometri berhubungan dengan vektor eigen. Oleh karena itu, akan dibuktikan bahwa banyak nilai eigen dan vektor eigen adalah sama. Ambil sebarang sistem di yang mempunyai nilai eigen bilangan kompleks murni. Diambil sistem sebagai berikut:

[ ̇̇] = [ − ][ ] dengan > , > . .

Akan dicari nilai eigen dari Sistem (2.26)

|[ − ] − [ ]| =

⇔|[ − ] − [ ]| =

⇔|− −− | =

⇔ + = . Akar-akar dari Persamaan (2.27) adalah

., = ±√−

., = ± √ = ±√

Sehingga .= √ dan . = −√ .

Vektor eigen yang bersesuaian dengan . = √ ,

[−√ −

−√ ] [ ] = [ ]


(52)

35

−√ −

−√ | →

−√

−√ − |

−√

−√ −

| ) + √

−√ |

Selanjutnya diperoleh

[ −√ ] [ ] = [ ]

−√ =

Misal = maka =√ sehingga,

� = [ ] = [√ ] .

Diambil = maka didapatkan vektor eigen yang bersesuaian dengan .= √ adalah � = [√ ].


(53)

36

[√ −

√ ] [ ] = [ ]

Maka,

√ −

√ | →

√ − |

√ −

| ) − √

√ |

Selanjutnya diperoleh,

[ √ ] [ ] = [ ]

+√ =

Misal = maka = −√ sehingga

� = [ ] = [−√ ]

Diambil = maka didapatkan vektor eigen yang bersesuaian dengan . = √ adalah � = [−

√ ].


(54)

37

Jadi terbukti banyaknya nilai eigen sama dengan banyaknya vektor eigen.

3. Akan dibuktikan bahwa titik ekuilibrium ̅ = adalah tidak stabil jika dan hanya jika > untuk beberapa = , , , … , atau terdapat nilai eigen . pada sumbu imajiner dengan = yang multiplisitas aljabar lebih besar daripada multiplisitas geometri untuk nilai eigen.

Bukti:

Jika titik ekuilibrium ̅ = tidak stabil maka > , ∀ =

, , , … , . Titik ekuilibrium tidak stabil apabila ⟶ ∞, ,

menuju ∞. Hal tersebut terjadi apabila > .

Jika > , ∀ = , , , … , maka titik ekuilibrium ̅ = tidak stabil. Apabila > , , yang selalu memuat � akan selalu menuju ∞. Oleh karena itu, titik ekuilibrium ̅ = tidak stabil. Disimpulkan bahwa untuk melihat kestabilan Sistem (2.22) digunakan linearisasi agar Sistem (2.22) menjadi sistem linear ̇ = � dimana

� = ̅ adalah Matriks Jacobian. Kestabilan yang dimaksud adalah kestabilan lokal. Titik ekuilibrium ̅ dikatakan stabil asimtotik lokal jika semua nilai eigen matriks Jacobian mempunyai bilangan real negatif. I. Bilangan Reproduksi Dasar (Basic Reproduction Number)


(55)

38

Bilangan reproduksi dasar merupakan bilangan yang menunjukan jumlah individu rentan yang dapat menderita penyakit yang disebabkan oleh satu individu terinfeksi. Menurut Driessche dan Watmough (2001) bilangan reproduksi dasar adalah bilangan yang menyatakan rata-rata banyaknya individu yang dapat terinfeksi akibat tertular individu terinfeksi yang berlangsung dalam populasi Susceptible. Bilangan reproduksi dasar dinotasikan dengan . Jika < maka penyakit tidak menyerang populasi, sedangkan jika > maka penyakit akan menyebar.

Model kompartemen untuk penularan penyakit, suatu kompartemen (kelas) disebut kompartemen penyakit jika individu-individu didalamnya terinfeksi penyakit. Misalkan terdapat n kelas terinfeksi dan m kelas tidak terinfeksi. Dimisalkan menyatakan subpopulasi kelas terinfeksi dan menyatakan subpopulasi kelas tidak terinfeksi dengan dan untuk , ℕ. Model kompartemen (kelas) dapat dituliskan dalam bentuk berikut,

̇ = � , − � , , = , , , … ,

̇ = � , , = , , , … , .

dengan � merupakan matriks dari laju individu baru terinfeksi penyakit yang menambah kelas terinfeksi dan � merupakan matriks laju perkembangan penyakit, kematian dan kesembuhan yang mengurangi kelas terinfeksi.

Perhitungan bilangan reproduksi dasar ( berdasarkan linearisasi dari Sistem (2.28) pada titik ekuilibrium bebas penyakit. Persamaan kompartemen


(56)

39

kelas terinfeksi yang telah dilinearisasi pada titik ekuilibrium bebas penyakit adalah sebagai berikut,

̇ = − �

dengan dan � matriks berukuran n x n,

=�� , dan � =��

� ,

dengan , merupakan titik ekuilibrium bebas penyakit. Selanjutnya didefinisikan matriks sebagai berikut:

= �− .

disebut sebagai Next Generation Matriks. Bilangan reproduksi dasar ( dari model kompartemen adalah = � �− yaitu nilai eigen terbesar dari matriks (Driessche dan Watmough, 2001).

Contoh 2.11

Diberikan Sistem persamaan diferensial sebagai berikut:

= − � −

= � − − .

= −

dengan S menyatakan populasi individu sehat dan rentan terhadap penyakit pada saat t, I menyatakan populasi terinfeksi pada saat t dan R menyatakan


(57)

40

populasi individu sembuh pada saat t, Sistem (2.30) mempunyai titik ekuilibrium bebas penyakit = , , .

Pada Sistem (2.30) kelas terinfeksi adalah I. Next Generation Matriks dapat diperoleh dari kelas I sehingga kelas I dapat dituliskan sebagai berikut:

= � , , − � , ,

dengan � = � dan � = + . Hasil linearisasi dari � dan � masing-masing adalah

= �= � = �

� = �= + = + .

Sehingga diperoleh Next Generation Matriks berikut:

= �−

= [� ] [ + ]. .

Selanjuntya, substitusikan titik ekuilibrium bebas penyakit = , , ke Persamaan (2.32) maka diperoleh

= �+ .

Bilangan reproduksi dasar diperoleh dari nilai eigen terbesar dari matriks K. Jadi, nilai bilangan reproduksi dasar dari Sistem (2.32) adalah

= �


(58)

41

J. Kriteria Routh Hurwitz

Kestabilan titik ekuilibrium dari Sistem (2.21) dapat dilihat berdasarkan nilai eigen dari matriks Jacobiannya. Permasalahan yang sering terjadi dalam menentukan tipe kestabilan sistem menggunakan nilai eigen adalah ketika mencari akar-akar persamaan yang berorde tinggi. Oleh karena itu, diperlukan suatu kriteria yang dapat menjamin akar-akar persamaan bernilai negatif atau ada akar persamaan yang bernilai positif. Tanda negatif ataupun positif digunakan untuk menentukan kestabilan dari suatu titik ekuilibrium. Analisis kestabilan titik ekuilibrium dapat menggunakan kriteria Routh-Hurwitz

sebagai alternatif menentukan tanda bagian real dari nilai-nilai eigen. Diberikan suatu persamaan karakteristik dari matriks � ,

� = + − + +

− + , .

dengan ≠ , = , , , … , .

Menurut Olsder (2004: 60), kriteria Routh-Hurwitz dipakai untuk mengecek kestabilan secara langsung dengan mempertimbangkan nilai koefisien tanpa menghitung akar-akar dari Persamaan (2.33). Koefisien-koefisien dari Persamaan (2.33) dapat disusun ke dalam sebuah tabel Routh-Hurwitz berikut ini,


(59)

42

Tabel 2. 1 Tabel Routh-Hurwitz

… … … …

dimana koefisien , , , didefinisikan sebagai

= −

= −

= −

= −

perhitungan pada tabel Routh-Hurwitz terus dilakukan sampai kolom pertama menghasilkan perhitungan sama dengan nol. Matriks � dikatakan stabil jika semua bagian real dari nilai eigen bernilai negatif. Dalam kriteria Routh-Hurwitz hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya perubahan tanda pada kolom pertama tabel Routh-Hurwitz, sehingga berdasarkan kriteria Routh-Hurwitz

suatu sistem persamaan diferensial dikatakan stabil jika semua elemen pada kolom pertama tabel Routh-Hurwitz memiliki tanda sama (semua positif atau semua negatif).


(60)

43

Menurut Olsder (2004: 61) akar-akar dari Polinomial (2.33) semuanya mempunyai bagian real bernilai negatif jika dan hanya jika Tabel 2.1 terdiri dari n+1 baris dan semua elemen pada kolom pertama dari Tabel 2.1 mempunyai tanda sama (semua elemen dari kolom pertama adlah bernilai positif atau negatif).


(61)

44

BAB III PEMBAHASAN A. Permasalahan Nyata Flu Burung (Avian Influenza)

Avian Influenza atau yang lebih dikenal dengan flu burung adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Gejala pada manusia ditandai dengan demam, sakit kepala, nyeri otot dan sendi, sakit tenggorokan, batuk, dan kesulitan bernafas. Pada kasus Avian Influenza, gejala dari penyakit akan muncul setelah masa inkubasi pada manusia berkisar antara 2-4 hari. Masa inkubasi yaitu masa dimana virus sudah masuk ke dalam tubuh sampai saat timbulnya gejala untuk yang pertama kali. Penyakit ini masih menjadi salah satu penyakit yang banyak memakan korban. Mengingat belum ditemukannya vaksin pada manusia untuk penyakit ini, maka dibutuhkan suatu tindakan untuk menurunkan laju penyebaran virus flu burung (Avian Influenza). Salah satu cara untuk menurunkan laju penyebaran virus flu burung adalah dengan mengetahui pola penyebaran virus flu burung. Oleh karena itu, ilmu matematika dapat dimanfaatkan untuk mengetahui pola penyebaran virus flu burung yaitu dengan menggunakan model SIRS0I0V0.

Pada skripsi ini, model yang akan digunakan adalah model Susceptible

pada manusia –Infected pada manusia – Recovered pada manusia – Susceptible

pada unggas – Infected pada unggas – Vactination pada unggas (SIRS0I0V0) dengan pertimbangan bahwa pemberian vaksin hanya untuk unggas. Vaksinasi yang diberikan adalah vaksin in aktif yang mengandung suspensi virus dengan


(62)

45

homologi yang tinggi dengan virus penyebab wabah. Vaksin influenza in aktif hanya dapat melindungi sekitar 60-80% terhadap galur yang homolog. Dalam hal ini vaksinasi dengan strain virus homolog telah terbukti menurunkan angka kematian pada unggas. Adanya vaksinasi pada unggas ini menjadi alasan pembentukan model epidemi SIRS0I0V0. Model epidemi SIRS0I0V0 dalam penyebaran flu burung pada waktu t memiliki 6 kelas yaitu Susceptible (S)

menyatakan populasi manusia rentan terhadap penyakit flu burung, Infected (I)

menyatakan populasi manusia yang terinfeksi penyakit flu burung, Recovered (R)

menyatakan populasi manusia yang sembuh dari penyakit flu burung, Susceptible (S0) menyatakan populasi unggas rentan terhadap penyakit flu burung, Infected

(I0) menyatakan populasi unggas terinfeksi dan Vactinated (V0) menyatakan populasi unggas yang tervaksinasi.

B. Asumsi-Asumsi Model Matematika SIRS0I0V0 pada Penyebaran Flu Burung (Avian Influenza) dari Unggas ke Manusia dengan Pengaruh Vaksinasi pada Unggas

Pembahasan pada skripsi ini menerapkan beberapa asumsi. Asumsi digunakan untuk mempermudah dalam perhitungan dan pemodelan. Adapun asumsi-asumsi yang digunakan dalam pemodelan penyebaran flu burung (Avian Influenza) dari unggas ke manusia dengan pengaruh vaksinasi pada unggas sebagai berikut:

1. Setiap manusia yang lahir diasumsikan masuk dalam populasi rentan.

2. Populasi manusia dianggap tidak konstan dan populasi unggas dianggap konstan.


(63)

46

3. Populasi manusia (N) terbagi atas populasi rentan (S), populasi terinfeksi (I)

dan populasi sembuh (R).

4. Populasi unggas (N0) terbagi atas populasi rentan (S0), populasi terinfeksi

(I0), dan populasi yang tervaksinasi (V0).

5. Laju kematian alami pada manusia diasumsikan sama pada setiap kelas. 6. Laju kematian dan kelahiran alami pada unggas diasumsikan sama pada

setiap kelas.

7. Setiap unggas yang menetas masuk ke kelas S0.

8. Virus flu burung menular melalui kontak langsung antara unggas rentan dengan unggas yang sakit flu burung dan kontak antara manusia sehat dengan unggas yang terinfeksi flu burung.

9. Terjadi kematian karena infeksi flu burung pada populasi manusia terinfeksi.

10.Tidak terjadi kematian karena infeksi flu burung pada populasi unggas. 11.Unggas yang terinfeksi flu burung tidak akan pernah sembuh mengingat

umurnya yang pendek.

12.Manusia yang diasumsikan sembuh memungkinkan kembali menjadi manusia yang rentan terhadap penyakit.


(64)

47

C. Formulasi Model Matematika SIRS0I0V0 pada Penyebaran Flu Burung (Avian Influenza) dari Unggas ke Manusia dengan Pengaruh Vaksinasi pada Unggas

Didefinisikan variabel dan parameter yang digunakan dalam pemodelan penyebaran flu burung (Avian Influenza) dengan pengaruh Vaksinasi pada unggas yakni ditunjukan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Variabel dan Parameter dalam Model

Simbol Definisi Syarat

Banyaknya populasi manusia pada waktu t

Banyaknya populasi manusia yang retan terinfeksi penyakit pada waktu t

Banyaknya populasi manusia yang terinfeksi penyakit pada waktu t

Banyaknya populasi manusia yang sembuh dari penyakit pada waktu t

Banyaknya populasi unggas pada waktu t

Banyaknya populasi unggas yang retan terinfeksi penyakit pada waktu t

Banyaknya populasi unggas yang terinfeksi penyakit pada waktu t

� Banyaknya populasi unggas yang tervaksinasi pada waktu t


(65)

48

Laju kontak antara unggas sakit dengan manusia sehat

>

Laju kontak antara unggas sehat dengan unggas sakit

>

Laju kematian dan kelahiran alami dalam populasi unggas tanpa pengaruh flu burung

>

Laju kematian individu dalam populasi manusia tanpa pengaruh flu burung

> Laju konstan kematian manusia akibat terinfeksi

flu burung

> � Laju kesembuhan populasi manusia yang

terinfeksi

� > Laju konstan hilangnya kekebalan pada manusia > � Rasio populasi unggas yang memperoleh

vaksinasi

< � <

Berdasarkan variabel dan parameter model matematika penyebaran virus flu burung (Avian Influenza) dari unggas ke manusia dengan pengaruh vaksinasi pada unggas disajikan dalam diagram transfer. Diagram transfer dapat dinyatakan pada Gambar 3.1


(66)

49

Gambar 3. 1 Diagram Transfer Penyebaran Penyakit Flu Burung (Avian Influenza) dengan Pengaruh Vaksinasi pada Unggas

Selanjutnya berdasarkan Gambar 3.1 akan diformulasikan model matematika

SIRS0I0V0 pada penyebaran flu burung (Avian Influenza) dari unggas ke manusia dengan pengaruh vaksinasi pada unggas untuk masing-masing kelas.

1. Perubahan banyaknya individu rentan (Susceptible) terhadap waktu (t).

Misalkan menyatakan banyaknya populasi manusia rentan pada saat maka pada selang waktu Δ akan terjadi perubahan banyak populasi manusia rentan yang dipengaruhi oleh:

a. Jika banyaknya pertambahan individu rentan sebesar maka akan bertambah sebesar Δ .

b. Jika laju perpindahan penyakit antara individu rentan dan terinfeksi sebesar , maka akan berkurang sebesar � Δ .

c. Jika laju kematian alami individu rentan per satuan waktu sebesar , maka akan berkurang sebesar Δ .


(67)

50

d. Jika banyaknya pertambahan individu yang kehilangan kekebalan menjadi individu rentan per satuan waktu sebesar , maka maka akan bertambah sebesar Δ .

Model matematis dari perubahan banyaknya individu rentan terhadap waktu

(t) adalah sebagai berikut:

+ ∆ = + Δ − Δ − Δ + Δ

+ ∆ − = Δ − Δ − Δ + Δ

+ ∆ − = ( − − + ) Δ

+ ∆ −

Δ = − − +

lim Δ →

+ ∆ −

Δ = limΔ → − − + = − − +

= − ( + ) + . .

2. Perubahan banyaknya individu terinfeksi (Infected) terhadap waktu (t).

Misalkan menyatakan banyaknya populasi manusia terinfeksi pada saat maka pada selang waktu Δ akan terjadi perubahan banyak populasi manusia terinfeksi yang dipengaruhi oleh:

a. Jika laju perpindahan penyakit antara individu rentan dan terinfeksi sebesar , maka akan bertambah sebesar � Δ .


(68)

51

b. Jika laju kematian alami individu terinfeksi per satuan waktu sebesar , maka akan berkurang sebesar Δ .

c. Jika laju kematian individu karena terinfeksi flu burung per satuan waktu sebesar , maka akan berkurang sebesar Δ .

d. Jika proses penyembuhan dari individu terinfeksi ke individu sembuh per satuan waktu sebesar �, maka akan berkurang sebesar � Δ .

Model matematis dari perubahan banyaknya individu terinfeksi terhadap waktu (t) adalah sebagai berikut:

+ ∆ = + � Δ − Δ − Δ − � Δ + ∆ − = � Δ − Δ − Δ − � Δ + ∆ − = ( − − − � ) Δ + ∆ −

Δ = − + + �

lim Δ →

+ ∆ −

Δ = limΔ → ( − + + � )

= − + + � . . 3. Perubahan banyaknya individu sembuh (Recovered) terhadap waktu (t).

Misalkan menyatakan banyaknya populasi manusia sembuh pada saat maka pada selang waktu Δ akan terjadi perubahan banyak populasi manusia sembuh yang dipengaruhi oleh:

a. Jika laju kematian alami individu sembuh per satuan waktu sebesar , maka akan berkurang sebesar Δ .

b. Jika proses penyembuhan dari individu terinfeksi ke individu sembuh per satuan waktu sebesar �, maka akan bertambah sebesar � Δ .


(69)

52

c. Jika individu kehilangan kekebalan dari individu sembuh ke individu rentan per satuan waktu sebesar , maka akan berkurang sebesar

Δ .

Model matematis dari perubahan banyaknya individu sembuh terhadap waktu

(t) adalah sebagai berikut:

+ ∆ = + � Δ − Δ − Δ

+ ∆ − = � Δ − Δ − Δ

+ ∆ − = � − − Δ

+ ∆ −

Δ = � − −

lim Δ →

+ ∆ −

Δ = limΔ → � − −

= � − −

= � − + R. . 4. Perubahan banyaknya individu unggas rentan (Susceptible) terhadap waktu

(t).

Misalkan menyatakan banyaknya populasi unggas rentan pada saat maka pada selang waktu Δ akan terjadi perubahan banyak populasi unggas rentan yang dipengaruhi oleh:

a. Jika laju kelahiran individu unggas sebesar maka akan bertambah sebesar Δ .

b. Jika laju kematian alami individu unggas rentan sebesar maka akan berkurang sebesar Δ .


(70)

53

c. Jika laju perpindahan penyakit antara individu unggas rentan dan terinfeksi sebesar , maka akan berkurang sebesar − � � Δ .

d. Jika laju individu rentan yang tervaksinasi per satuan waktu sebesar � , maka akan berkurang sebesar � Δ .

Model matematis dari perubahan banyaknya individu unggas rentan terhadap waktu (t) adalah sebagai berikut:

+ Δ = + Δ − Δ − − � Δ − � Δ

+ Δ − = ( − − − � − � ) Δ

+ Δ −

Δ = − − − � − �

lim Δ →

+ Δ −

Δ = limΔ → − − − � − �

= − − − � − �

= − ( + − � ) − � . . 5. Perubahan banyaknya individu unggas terinfeksi (Infected) terhadap waktu

(t).

Misalkan menyatakan banyaknya populasi unggas terinfeksi pada saat maka pada selang waktu Δ akan terjadi perubahan banyak populasi unggas terinfeksi yang dipengaruhi oleh:

a. Jika laju kematian alami individu unggas terinfeksi sebesar maka akan berkurang sebesar Δ .


(71)

54

b. Jika laju perpindahan penyakit antara individu unggas rentan dan terinfeksi sebesar , maka akan bertambah sebesar − � � Δ .

Model matematis dari perubahan banyaknya individu unggas terinfeksi terhadap waktu (t) adalah sebagai berikut:

+ Δ = − Δ + − � Δ

+ Δ − = ( − � − ) Δ

+ Δ −

Δ = − � −

lim Δ →

+ Δ −

Δ = limΔ → − � −

= − � − . .

6. Perubahan banyaknya individu unggas tervaksinasi (Vactinated) terhadap waktu (t).

Misalkan � menyatakan banyaknya populasi unggas tervaksinasi pada saat maka pada selang waktu Δ akan terjadi perubahan banyak populasi unggas tervaksinasi yang dipengaruhi oleh:

a. Jika laju kematian alami individu unggas terinfeksi sebesar maka � akan berkurang sebesar � Δ .

b. Jika laju individu rentan yang tervaksinasi per satuan waktu sebesar � , maka akan bertambah sebesar � Δ .

Model matematis dari perubahan banyaknya individu unggas tervaksiansi terhadap waktu (t) adalah sebagai berikut:


(72)

55

� + Δ = � − � Δ + � Δ � + Δ − � = � − � Δ � + Δ − �

Δ = � − �

lim Δ →

� + Δ − �

Δ = limΔ → � − � �

= � − � . . Dari Persamaan (3.1), (3.2), (3.3), (3.4), (3.5) dan (3.6) didapatkan model matematika untuk penyebaran flu burung dengan memperhatikan pengaruh vaksinasi unggas sebagai berikut:

= − ( + ) + , = ( ) − + + � ,

= � − + , .

= − ( + − � ) − � ,

= ( − � ) − ,

= � − � .

Populasi total dari Sistem 3.7 adalah = + + untuk manusia sedangkan untuk unggas populasi total adalah = + + � .


(73)

56

D. Transformasi Model

Transformasi model digunakan untuk mempermudah dalam mencari titik ekuilibrium dan analisis yang akan dilakukan, maka sistem Persamaan (3.7) perlu dilakukan penyederhanaan dengan cara penskalaan yaitu dengan mengubah sistem Persamaan (3.7) menjadi bentuk proporsi antara banyaknya individu dalam suatu subpopulasi dengan banyaknya populasi total. Didefinisikan variabel baru yaitu proporsi banyaknya individu pada masing-masing kelas sebagai berikut:

dari Sistem 3.7 untuk total populasi manusia diperoleh,

= + +

= ( − ( + ) + ) + (( ) − + + � ) + � − +

= − − + + − − − � + � − −

= − − − −

= − − − −

= − + + −

Karena = + + sehingga diperoleh,

= − − .

� < saat � dan �

� > saat � maka diambil batas maksimal yaitu � sehingga diperoleh � , selanjutnya sistem dapat di skala untuk masing-masing sub populasi manusia pada sistem dan dapat dinyatakan sebagai berikut:


(74)

57

= , � = , = .

Selanjutnya untuk total populasi unggas diperoleh,

= + + �

= − ( + − � ) − � + ( − � ) −

+ � − �

= − − − � − � + − � − + � − �

= − − − �

= − + + �

Karena = + + � sehingga diperoleh,

= − =

= . Dari Sistem (3.7) dan �

� = artinya = � untuk suatu k bilangan real, sehingga bagian populasi unggas pada sistem dapat di skala dengan mengambil total populasi unggas ( yaitu,


(75)

58

Jadi untuk menyederhanakan dan memudahkan proses analisis, sistem dapat dinyatakan sebagai berikut:

= , � = , = , � = , = , � = , � = � . .

Dari Persamaan (3.8), diperoleh

+ � + = + + = + + = = �,

+ � + = �, � .

dan

+ � + � = + + � = + + � = = , + � + � = ,

= − � + � .

Berdasarkan Persamaan (3.8) dapat dibentuk transformasi dari Sistem (3.7) untuk masing-masing kelas sebagai berikut:

Transformasi untuk kelas Susceptible pada manusia sebagai berikut,

= [ ]

=


(76)

59

= ( − ( + ) ( ) + ( ))

= − ( + ) +

= − + � + . . Transformasi untuk kelas Infected pada manusia sebagai berikut,

� =

[ ] =

= (( ) − + + � )

= (( ) ( ) − + + � � ( ))

= � ( ) − + + � � ( )

= � − + + � � . . Transformasi untuk kelas Recovered pada manusia sebagai berikut,

= [ ]


(77)

60

= � − +

= �� ( ) − + ( )

= �� − + . . Transformasi untuk kelas Susceptible pada unggas sebagai berikut,

= [ ]= ( )

= ( ) ( − ( + − � ) − � )

= ( ) ( − ( + − � � ) − � )

= − + − � � − � . . Transformasi untuk kelas Infected pada unggas sebagai berikut,

= [ ]= ( )

= ( ) ( − � ) − = ( ) ( − � � ) − � = ( − � � ) − �


(78)

61

Transformasi sitem untuk kelas Vactinated sebagai berikut, �

= [� ]= ( ) � = ( ) � − � = ( ) � − �

= � − � . .

Dari Persamaan (3.9a), (3.9b), (3.9c), (3.9d), (3.9e) dan (3.9f) sehingga didapatkan hasil transformasi dari Sistem (3.7) adalah sebagai berikut:

= − + � + ,

= � − + + � � , . = �� − + ,

= − + − � � − � ,

= − � � ( − � + � ) − � , �

= � − � .

Sistem (3.9) merupakan sistem persamaan diferensial non linear yang lebih sederhana dari Sistem (3.7), sistem tersebut merepresentasikan penyebaran flu burung dari unggas ke manusia dengan pengaruh vaksinasi pada unggas.


(79)

62

E. Titik Ekuilibrium Model Matematika SIRS0I0V0 pada Penyebaran Flu Burung (Avian Influenza) dengan Pengaruh Vaksinasi pada Unggas

Titik , �, , � , � menjadi titik ekulibrium dari sistem jika memenuhi persamaan �

� = �� � = � � = �� � = ��

� = . Titik ekuilibrium dari sistem dapat ditunjuukan dalam Teorema 3.1 berikut ini:

Teorema 3.1

i. Jika � = maka sistem memiliki titik ekuilibrium bebas penyakit yaitu , �, , � , � = , , , , � +�� .

ii. Jika � ≠ maka sistem memiliki titik ekuilibrium endemik yaitu ̅, �,̅ ,̅ �̅ , �̅ dengan

̅ = − � + ( − � − � − ) + + + − � + , �̅ = + − � − + � − � − + � + + + − � + , ̅ = � − � − + � − � − + � + + + − � + , �̅ = − � − �− + � , �̅ = � − � .

dengan = + + � .

Bukti :

Sistem (3.9) akan mencapai titik ekuilibrium jika �

� = �� � = � � = �� � = �� � =


(80)

63

= − + � + = . �

= � − + + � � = . = �� − + = . �

= − � � ( − � + � ) − � = . �

= � − � = . . dari Persamaan . diperoleh

− � � ( − � + � ) − � =

� ( − � − − � � − − � � − ) = � = atau

− � − − � � − − � � � − =

− � − − � � − = − � �

− � − � − = − � �

� = −� −�−� −� dengan syarat � .

Berdasarkan Persamaan . didapatkan , � = atau � = −� −� −�


(81)

64

dengan � = merupakan kasus untuk bebas penyakit dan � =

−� −� −�

−� merupakan kasus untuk endemik, kedua titik tersebut digunakan untuk menetukan titik ekuilibrium yang lain baik bebas penyakit dan endemik. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

i. Kasus � = untuk titik ekuilibrium bebas penyakit, Jika � = , maka Persamaan . diperoleh,

� − + + � � = − + + � � = − + + � � =

� = . Dengan syarat untuk > , > , dan � > .

Jika � = dan � = , maka Persamaan . diperoleh,

�� − + =

� − + =

− + =

= . Dengan syarat untuk > dan > .

Jika � = , � = , dan = maka Persamaan . diperoleh,

− + � + =

− ( + ) + =

− =


(82)

65

Dengan syarat untuk > maka = .

Jika � = dan = − � + � dan maka Persamaan . diperoleh,

� − � = � − � + � − � =

� − � − � = � − � + � =

� = � + � � = � +� .

Sehingga didapat titik ekuilibrium bebas penyakit atau disease free

, �, , � , � = , , , , �+�� . Jadi terbukti bahwa jika � = , maka Sistem (3.9) memiliki titik ekuilibrium bebas penyakit yaitu

, �, , � , � = , , , , �+�� . ii. Kasus � = −� −� −�

−� untuk titik ekuilibrium endemik, Jika � ≠ , maka Persamaan . diperoleh,

�� − + =

�� = + ��

+ = . . Persamaan . disubstitusikan ke Persamaan . sehingga diperoleh,


(83)

66

− + � + =

− + � + +�� = . . Dari Persamaan . diperoleh,

� − + + � � =

� = + + � �. . Persamaan . disubstitusikan ke Persamaan . sehingga diperoleh,

− + � + +�� =

− − � + +�� =

− − + + � � + ��+ = − + + � � + +�� = = − + + � �+ +��

= − + + � � − +�� . . Persamaan . disubstitusikan ke Persamaan . sehingga diperoleh,


(84)

67 � ( − + + � � − �+�� ) = + + � � −� −� −� −� ( −� + + � � − �� �+ ) − + + � � = .

Didefinisikan = + + �

−� −� −� −� −� � − �� �+ − � = −� −� −� −� −� − � �+ � − � = −� −� −� −� −� �+ − � �+ � − � = −� −� −� −� −� �+ − � �+ � − � = −� −� −� −� −� �+ + − � � − � = −� −� −� −� −� �+ + + + � − � � − � = −� −� −� −� −� �+ + + � − � = −� −� −� −� − ( −� −� −� ) −� � �+ + + � − � = −� −� −� −� − ( −� −� −� ) �+� + −� � �+ + � = −� −� −� −� − ( −� −� −� ) +� �+ −� �+ + � =


(85)

68

( − � − � − ) − ( −� −� −� ) + � � �+

�+ +

− � � =

+ ( − � − � − ) − ( − � − � −

) + + + − � + � =

+ ( − � − � − ) = ( − � − � −

) + + + − � + �

� = ( −� −� −� )�+ ( −�+� −� −� )

� �+ + −� �+

= �̅ .

Sehingga �̅ = �+ ( −� −� −� )

( −� −� −� ) +� �+ + −� �+ .

Persamaan (3.16) disubstitusikan ke Persamaan (3.15) sehingga diperoleh,

= − + + � � − +��

= − + + � − +� �

= − ++ − � �

= − +

+ − �


(1)

113 Lampiran 3. Program Maple untuk � = . saat �0 < dengan �0 = . .

> > >

> > > > > >


(2)

114

>

> > > >


(3)

115 Lampiran 4.Program Maple untuk � = . saat 0 > dengan 0 = . .

> > >

> > > > > >


(4)

116

>

> > > >


(5)

117 Lampiran 5. Program Maple untuk � = . saat 0 < dengan 0 = . .

> > >

> > > > > >


(6)

118

>

> > > >