PELAKSANAAN TENDER PENGADAAN BUS TRANSJAKARTA DITINJAU BERDASARKAN UU NO. 5 TAHUN 1999 SERTA PERATURAN TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA.
PELAKSANAAN TENDER PENGADAAN BUS TRANSJAKARTA
DITINJAU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN
1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN
PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT SERTA PERATURAN TENTANG
PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH
ABSTRAK
Triani Rahmah Budiarti
110110110433
Pelaksanaan tender yang baik tentu saja tidak akan melanggar
Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 dan juga Peraturan Tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah. Persekongkolan tender merupakan salah satu
kegiatan dilarang yang diatur di dalam kedua peraturan tersebut. Tujuan
dilakukan penulisan ini adalah untuk mendapatkan pengetahuan tentang
pelaksanaan tender pengadaan Bus Transjakarta yang diadakan oleh
Dinas Perhubungan DKI Jakarta ditinjau berdasarkan UU No. 5 Tahun
1999 dan Peraturan Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, serta
untuk mendapatkan pemahaman mengenai penerapan sanksi yang
seharusnya diberikan kepada para pelaku usaha dan panitia tender yang
terlibat dalam kegiatan persekongkolan tender.
Penulisan skripsi ini dikaji berdasarkan metode pendekatan yuridis
normatif dan metode deskriptif analitis, yaitu menitikberatkan pemecahan
masalah berdasarkan data yang diperoleh kemudian dianalisis
berdasarkan ketentuan dalam UU No. 5 Tahun 1999, Peraturan Tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, literatur, serta bahan lain yang
berhubungan dengan penelitian.
Berdasarkan penulisan tersebut diperoleh hasil: Pertama,
Pelaksanaan tender pengadaan Bus Transjakarta tahun anggaran 2013
yang diselenggarakan oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta telah terbukti
menyimpang dari UU No. 5 Tahun 1999 dan Peraturan Tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dengan ditemukannnya bukti
persekongkolan dalam proses lelang tender yang dilakukan antara pelaku
usaha dengan pelaku usaha dan pelaku usaha dengan panitia tender.
Kedua, Penerapan sanksi yang diberikan kepada pelaku usaha dan
panitia tender tidak sesuai dengan yang telah diatur dalam UU No. 5
Tahun 1999 dan Peraturan Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,
karena dalam hal ini KPPU telah melampaui kewenangannya dalam
memberikan sanksi pidana tambahan kepada pelaku usaha dan
menjadikan panitia tender sebagai terlapor dan juga pihak yang bersalah.
DITINJAU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN
1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN
PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT SERTA PERATURAN TENTANG
PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH
ABSTRAK
Triani Rahmah Budiarti
110110110433
Pelaksanaan tender yang baik tentu saja tidak akan melanggar
Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 dan juga Peraturan Tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah. Persekongkolan tender merupakan salah satu
kegiatan dilarang yang diatur di dalam kedua peraturan tersebut. Tujuan
dilakukan penulisan ini adalah untuk mendapatkan pengetahuan tentang
pelaksanaan tender pengadaan Bus Transjakarta yang diadakan oleh
Dinas Perhubungan DKI Jakarta ditinjau berdasarkan UU No. 5 Tahun
1999 dan Peraturan Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, serta
untuk mendapatkan pemahaman mengenai penerapan sanksi yang
seharusnya diberikan kepada para pelaku usaha dan panitia tender yang
terlibat dalam kegiatan persekongkolan tender.
Penulisan skripsi ini dikaji berdasarkan metode pendekatan yuridis
normatif dan metode deskriptif analitis, yaitu menitikberatkan pemecahan
masalah berdasarkan data yang diperoleh kemudian dianalisis
berdasarkan ketentuan dalam UU No. 5 Tahun 1999, Peraturan Tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, literatur, serta bahan lain yang
berhubungan dengan penelitian.
Berdasarkan penulisan tersebut diperoleh hasil: Pertama,
Pelaksanaan tender pengadaan Bus Transjakarta tahun anggaran 2013
yang diselenggarakan oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta telah terbukti
menyimpang dari UU No. 5 Tahun 1999 dan Peraturan Tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dengan ditemukannnya bukti
persekongkolan dalam proses lelang tender yang dilakukan antara pelaku
usaha dengan pelaku usaha dan pelaku usaha dengan panitia tender.
Kedua, Penerapan sanksi yang diberikan kepada pelaku usaha dan
panitia tender tidak sesuai dengan yang telah diatur dalam UU No. 5
Tahun 1999 dan Peraturan Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,
karena dalam hal ini KPPU telah melampaui kewenangannya dalam
memberikan sanksi pidana tambahan kepada pelaku usaha dan
menjadikan panitia tender sebagai terlapor dan juga pihak yang bersalah.