Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Business Opportunity ( Tinjauan Yuridis Terhadap Asas Keseimbangan Dalam Perjanjian Business Opportunity).

(1)

LEGAL PROTECTION TO THE BUSINESS OPPORTUNITY PURCHASER

(LEGAL ANALYSIS ON PRINCIPLE OF BALANCE IN THE BUSINESS OPPORTUNITY AGREEMENTS)

ABSTRACT

Business opportunity is one of the business pattern that predicted would be a driver of the economy in the country. This study aims to know how legal analysis on principle of balance in the business opportunity agreements as well as knowing what kind of legal protection to the

business opportunity purchaser’s in the business opportunity agreement. Research methods to be used is in the form of normative juridical approach to specification is descriptive analytical study. Normative research methods, namely a study that examines law conceived as norms or rules in force in the community, and made reference to the behavior of every person.

The results showed that business opportunity contract has not been fully implemented the principle of balance because bargaining position of the receiver is much weaker in the business opportunity agreement, that business opportunity purchaser may experience significant losses. Legal protection to the business opportunity purchaser in the business opportunity agreement is still very weak.


(2)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENERIMA BUSINESS OPPORTUNITY

(TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ASAS KESEIMBANGAN

DALAM PERJANJIAN BUSINESS OPPORTUNITY)

ABSTRAK

Salah satu pola bisnis yang diramalkan akan menjadi pendorong perekonomian di dalam negeri antara lain berupa business opportunity. Tujuan penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui bagaimana tinjauan yuridis terhadap asas keseimbangan dalam perjanjian business opportunity juga bagaimana sesungguhnya perlindungan hukum terhadap penerima business opportunity dalam perjanjian business opportunity.

Metode penelitian yang akan digunakan ialah berupa pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis. Metode penelitian yuridis normatif, yaitu suatu penelitian yang mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat, dan menjadi acuan perilaku setiap orang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perjanjian business opportunity belum sepenuhnya sesuai dengan asas keseimbangan karena posisi tawar penerima business opportunity dalam perjanjian business opportunity lebih lemah, sehingga penerima business opportunity dapat mengalami kerugian. Perlindungan hukum terhadap penerima business opportunity dalam perjanjian business opportunity masih sangat lemah.


(3)

DAFTAR ISI

Pernyataan Keaslian ... i

Pengesahan Pembimbing ... ii

Persetujuan Panitia Sidang Ujian ... iii

Abstrak ... iv

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 18

C. Tujuan Penelitian ... 18

D. Kegunaan Penelitian ... 18

E. Kerangka Pemikiran ... 19

F. Metode Penelitian ... 24

G. Sistematika Penulisan ... 26

BAB II HUBUNGAN KONTRAKTUAL PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN SERTA IMPLEMENTASI ASAS-ASAS PERJANJIAN DIKAITKAN DENGAN PERJANJIAN BAKU (STANDAR) DALAM PERSPEKTIF HUKUM INDONESIA A. Perikatan Dalam Kehidupan Manusia ... 28

1. Hubungan Hukum ... 30

2. Kekayaan ... 30

3. Pihak-Pihak ... 31

4. Prestasi ... 31

B. Perjanjian (Kontrak) Dalam Kegiatan Bisnis ... 33

1. Pengertian Perjanjian ... 33

2. Asas-asas dalam hukum kontrak ... 37

3. Subjek Perjanjian ... 45

4. Syarat Sahnya Perjanjian ... 47


(4)

BAB III PERKEMBANGAN SERTA ASPEK HUKUM BUSINESS OPPORTUNITY

A. Definisi Business Opportunity ... 60

B. Perbedaan Business Opportunity Dengan Pola Usaha Lainnya ... 73

1. Perbedaan Business Opportunity Dengan Waralaba ... 73

2. Perbedaan Business Opportunity Dengan Keagenan ... 74

3. Perbedaan Business Opportunity Dengan Kemitraan ... 75

BAB IV ANALISIS TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN BUSINESS OPPORTUNITY SERTA ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENERIMA BUSINESS OPPORTUNITY A. Aspek Hukum Business Opportunity ... 78

B. Asas Keseimbangan Dalam Business Opportunity ... 81

C. Asas Keseimbangan Dalam Praktek Business Opportunity Di Indonesia ... 83

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 96

B. Saran ... 97

Daftar Pustaka ... 99

Lampiran ... 104


(5)

No KTP :

Dalam hal ini bertindak sebagai pemegang merk dagang X secara sah sesuai Merek yang terdaftar di DITJEN HKI No : , untuk selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA 2. Nama :

Alamat usaha : Alamat rumah :

Dalam hal ini bertindak sebagai Mitra, untuk selanjutnya disebut PIHAK KEDUA PASAL 1

Jenis Kerja Sama

- Pihak Pertama menyetujui Pihak Kedua sebagai Mitra, dimana Pihak Kedua diberi

hak memproduksi dan menjual bakso dengan merk X

- Pihak Kedua dilarang menjual makanan dan bakso di luar produk dan merk X.

- Pihak Pertama memberikan fasilitas berupa perlengkapan komplit dan status kepemilikan perlengkapan tersebut adalah hak milik pihak kedua.

- Pihak Pertama memberikan fasilitas pinjam gratis berupa 1 unit mesin blender industri bakso, 1 Mesin Mie dan Pangsit beserta pelatihannya, dan status kepemilikan mesin tersebut adalah hak milik pihak pertama.

- Pihak pertama menarik Fee kepada Pihak kedua sebagai syarat untuk mendapatkan ijin menjadi Mitra X.

PASAL 2

Area Pemasaran (Cover Area)

- Yang dimaksud dengan area pemasaran adalah kota ………..

- Pihak Pertama memberikan hak kepada pihak kedua untuk menjual produk X di Area pemasaran dengan harga jual yang sudah disepakati bersama.

- Pihak Pertama memberi proteksi area kepada pihak kedua dengan radius 5 KM, artinya dalam radius 5 km dari lokasi usaha pihak kedua tidak boleh berdiri Cabang X lain.

- Pihak Kedua diperbolehkan menambah outlet untuk menjual produk X selama di dalam area pemasaran, dan harus mendapatkan persetujuan dari pihak pertama.

PASAL 3

Nominal Fee dan Cara Pembayaran

- Fee yang dibayarkan Pihak kedua kepada Pihak pertama untuk menjadi Mitra X adalah sebesar Rp 30.000.000 (Tiga Puluh Juta Rupiah ) untuk jangka waktu lima tahun

Setelah jangka waktu 5 tahun habis, dan jika Pihak Kedua ingin memperpanjang Perjanjian kerja sama ini maka Pihak Kedua wajib membayar Fee lagi dengan nominal yang berlaku pada saat 5 tahun lagi.

- Pembayaran Fee X dibayarkan melalui 2 tahap :

a) Tahap pertama : sebesar 20 % atau Rp6.000.000 sebagai tanda jadi, dibayarkan pada saat surat konfirmasi Persetujuan Perjanjian Kerja sama telah ditanda tangani Pihak Kedua (paling lambat 7 hari setelah pihak pertama menerima draft perjanjian kerjasama). b) Tahap kedua : sebesar 80 % atau Rp 24.000.000 sebagai pelunasan, 5 hari

setelah pelunasan dilanjutkan dengan pengiriman perlengkapan dan pelatihan.

- Pihak kedua wajib menyelesaikan pelunasan tahap kedua paling lambat 30 hari setelah menyerahan tanda jadi.

- Pihak kedua wajib memulai usahanya paling lambat 30 hari setelah pihak kedua melakukan pelunasan atau 15 hari setelah pihak pertama memberikan pelatihan.


(6)

- Pembayaran Fee ditransfer ke Rekening BCA Cabang ... a.n : ... , dan perjanjian ini sebagai bukti pembayaran yang sah.

PASAL 4

Royalti Fee dan Cara Pembayaran

- Pihak kedua diwajibkan membayar Royalti Fee kepada Pihak pertama sebesar 5 % dari penjualan kotor Produk X (termasuk minuman).

- Pembayaran Royalti Fee harus dibayarkan paling lambat tanggal 10 setiap bulannya ( periode penjualan Tanggal 1 s/d tanggal 31 bulan sebelumnya)

- Pihak kedua wajib mengirimkan Rekap Penjualan Bulanan kepada Pihak Pertama paling lambat tanggal 10 setiap bulannya ( periode penjualan bulan kemarin)

- Pembayaran ditransfer ke Rekening BCA Cabang ... a.n : ... atau rekening lain yang ditunjuk pihak pertama.

-

I. Peraturan dan Sanksi terlambat memberikan laporan dan transfer royalty selama 1 – 30 hari :

a) Penjualan dari tanggal 01 s/d tanggal 31, pelaporan dan transfer Royalti paling lambat Tanggal 10 Bulan Berikutnya ( contoh : Penjualan tgl 1 – 31 Januari 2009, pelaporan dan transfer royalty paling lambat tgl 10 Feb 2009 )

b) Cabang yang melaporkan lebih dari tanggal 10 (H+1 s/d H+30) akan dikenakan sanksi sbb:

1. Data Cabang akan di blokir sementara oleh Sistem Komputer di Pusat, sehingga Cabang yang bersangkutan tidak bisa order bumbu.

2. Untuk membuka Blokir sementara tersebut cabang yang bersangkutan dikenakan sanksi denda sebesar Rp 1.000.000 ( satu juta rupiah )

II. Peraturan dan Sanksi terlambat memberikan laporan dan transfer royalty selama 2 bulan :

a) Apabila Cabang melakukan pelanggaran selama 2 bulan berturut – turut, maka cabang yang bersangkutan akan dianggap mengundurkan diri , dan data cabang akan di blokir permanen / dihapus

b) Untuk membuka blokir permanen maka cabang yang bersangkutan harus mengajukan permohonan menjadi cabang baru, dan jika disetujui cabang yang bersangkutan wajib membayar Fee yang berlaku pada saat mengajukan permohonan tersebut.

III. Peraturan dan Sanksi Bagi Cabang yang untuk sementara tidak bisa operasional :

a) Bagi Cabang yang karena adanya alasan keperluan keluarga atau alasan operasional seperti : masa sewa ruko untuk outlet habis dan belum menemukan ruko baru, karyawan berhenti semua sehingga sementara tidak bisa operasional, adanya suatu keperluan keluarga sehingga untuk sementara tidak operasional.

Diwajibkan memberikan pemberitahuan secara tertulis kepada X PUSAT paling lambat pada hari pertama mulai tidak beroperasi sementara.

b) Untuk cabang yang sudah memberikan laporan secara tertulis mengenai alasan tidak beroperasional sementara seperti di atas maka dibebaskan dari kewajiban memberikan laporan dan transfer Royalti dengan batas waktu maksimal 3 bulan (90 hari ).

c) Jika lebih dari 3 bulan belum beroperasional, maka terhitung mulai bulan ke 4 s/d maksimal bulan ke 6, cabang yang bersangkutan diwajibkan untuk memberikan biaya ganti Royalti Fee Bulanan sebesar Rp 500.000 / bulan (terhitung mulai bulan ke 4 s/d bulan mulai aktif kembali, dengan maksimal s/d bulan ke 6 ), selama belum membayar Ganti Rugi Royalti Fee maka Cabang yang bersangkutan akan di blokir sementara.

d) Apabila sampai bulan ke 7 belum beroperasional, maka cabang yang bersangkutan dianggap mengundurkan diri dari X / di blokir permanen. Dan untuk membuka blokir permanen harus mengajukan dan membayar fee lagi sesuai fee pada saat pengajuan kembali.


(7)

- Pihak kedua diberi hak untuk mengirimkan maksimal 3 orang untuk mengikuti pelatihan mengunakan mesin produksi.

- Pelatihan diadakan selama 2 – 3 hari di Kantor Pusat X di Jl. Medoan Ayu I Blok H 10 Surabaya, jika diperlukan dapat diperpanjang.

- Biaya akomodasi pihak kedua selama mengikuti pelatihan ditanggung oleh pihak kedua.

- Apabila pelatihan diadakan di tempat pihak kedua, maka pihak kedua wajib menanggung seluruh biaya akomodasi instruktur yang dikirimkan oleh pihak pertama

- Biaya pengiriman mesin blender bakso beserta perlengkapannya ditanggung pihak kedua.

- Fasilitas Mesin Blender Bakso hanya boleh dipakai untuk memproduksi produk X, tidak boleh digunakan untuk kepentingan yang lain.

- Perawatan mesin produksi yang mungkin timbul di kemudian hari menjadi tanggung jawab pihak kedua

PASAL 6

STANDAR MUTU PRODUK

- Pihak kedua di dalam melakukan kegiatan produksi harus sesuai dengan standar produksi yang sudah ditentukan, tanpa boleh menambah atau mengurangi.

- Dalam melakukan kegiatan produksi harus memakai bahan baku yang Halal, Bebas Pengawet, Borax dan Formalin.

PASAL 7

Pengoperan Ijin Mitra X

- Ijin Mitra X dapat diahlikan kepada pihak lain dengan seijin pihak pertama PASAL 8

Jangka waktu Ijin Mitra X - Jangka waktu ijin Mitra X ini adalah berlaku untuk 5 tahun.

- Jika dikemudian hari Pihak kedua melakukan pelanggaran secara sengaja terhadap perjanjian ini, maka Pihak pertama berhak mengambil alih Ijin Mitra X dari pihak kedua, dan fee yang sudah dibayarkan Pihak kedua kepada pihak pertama menjadi hak pihak pertama.

- Dalam hal berakhirnya kerja sama dikarenakan jangka waktu kerjasama telah habis ataupun pihak kedua mengundurkan diri dari X sebelum jangka waktu kerjasama habis maka biaya yang sudah dibayarkan tidak bisa diambil kembali baik seluruhnya ataupun sebagian.

PASAL 9 Ketentuan lain-lain

- Segala sesuatu yang belum diatur dalam perjanjian ini akan diputuskan oleh kedua belah pihak secara musyawarah.

- Segala permasalahan yang timbul akan diselesaikan secara musyawarah, tetapi apabila penyelesaian secara musyawarah tidak bisa dicapai maka akan diselesaikan melalui Pengadilan Negari dimana X PUSAT berdomisili.

Demikian Perjanjian kerja sama ini dibuat dan disetujui oleh kedua belah pihak tanpa ada paksaan dari siapapun juga

Pihak Pertama Pihak Kedua


(8)

A. BIODATA

Nama : Mami Permana Karyadinata

Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 14 Juli 1987

Alamat : Jalan Permai IX No. 10 Bandung

..40218

Nomor Handphone : 081809026202

E-mail : mami.permana@gmail.com

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

1999 : Lulus SDN Merdeka Bandung

2002 : Lulus SMPN 43 Bandung

2005 : Lulus SMAN 1 Bandung

Fakultas Hukum Universitas Kristen Maranatha (2009 s.d. saat ini) C. RIWAYAT ORGANISASI

Menjadi Anggota Panitia

2009 : Panitia Seminar Quo Vadis Bisnis

.Bermartabat

2010 : Mentor Welcome To Maranatha

Seminar

2011 : Seminar Nasional Problematika Hukum

..Dalam Implementasi Bisnis Dan

..Investasi (Perspektif Multidisipliner)

2011 : Seminar Aspek Hukum Penanaman

..Modal Di Indonesia

2011 : Strategic Natural Resources

.Investment In Indonesia


(9)

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu tujuan dari pembentukan Negara Republik Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan masyarakat. Hal ini tercermin dari pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa:

“...kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Mewujudkan masyarakat yang sejahtera sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 merupakan salah satu tanggung jawab yang harus dilaksanakan bukan hanya oleh pemerintah, tetapi juga oleh masyarakat. Hal ini karena kesejahteraan tidak mungkin terwujud tanpa adanya masyarakat yang turut serta dalam menggerakan perekonomian. Di era globalisasi, perekonomian suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari perekonomian negara lainnya.


(10)

Disaat kondisi ekonomi dunia masih banyak mengalami kesulitan dan masa suram ditengah krisis utang Eropa, perlambatan ekonomi China, serta masih tingginya angka pengangguran di Amerika Serikat yang mempengaruhi banyak negara di dunia, Indonesia nampaknya memiliki pondasi perekonomian yang kokoh dan terus mengalami peningkatan. Kedalaman krisis keuangan Eropa yang menjadi krisis global memang dikhawatirkan akan memberi dampak negatif yang besar terhadap perekonomian Indonesia.

Perekonomian Indonesia masih tetap terjaga hingga saat ini meskipun mengalami sedikit gejolak pada sektor finansial.1 Di tengah kemerosotan ekonomi global, Indonesia terus mencatatkan pertumbuhan yang signifikan. Menguatnya tingkat perekonomian Indonesia ditengah suramnya ekonomi dunia saat ini tentu bukan tanpa sebab. Pertumbuhan ekonomi terutama bersumber dari perekonomian domestik dengan peran investasi yang semakin meningkat. Pasar domestik yang besar, terjaganya stabilitas makroekonomi, suku bunga yang rendah, perbaikan iklim investasi, dan peringkat investasi merupakan faktor pendorong tingginya pertumbuhan investasi ke depan.2

Hal ini membuat negara Indonesia menjadi negara yang sangat menarik untuk berbisnis dan berinvestasi, serta menjadi surga bagi

1

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Krisis Keuangan Eropa : Dampak Terhadap Perekonomian Indonesia, Jakarta: Bappenas, 2011, hlm.4.

2

Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, Ringkasan Eksekutif Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2011, Jakarta: Bank Indonesia, 2011, hlm. 1.


(11)

para pengusaha, baik pengusaha asing maupun dalam negeri yang mencari peruntungannya di tanah air. Berdasarkan data Juli 2012, pertumbuhan perekonomian nasional diperkirakan sebesar 6 persen pada tahun 2012 dan 6,4 persen pada tahun 2013.3 Pada Statement at the Conclusion of the 2012 Article IV Consultation Mission to Indonesia, International Monetary Fund (IMF) menyatakan bahwa:

“Indonesia’s economy continues to perform well. At 6.5 percent,

economic growth in 2011 was the highest in over a decade; inflation

is currently within the central bank’s target range, credit growth is

robust, and measures of business and consumer confidence remain strong. In recent months the global economic environment has, however, shown some signs of renewed weakness, which is having a knock-on effect on Indonesia. Indonesia’s external current account has turned from a surplus to a small deficit recently, as exports fell by more than imports, reflecting a combination of the deteriorating external environment and continued strong domestic demand. Relatively easy domestic monetary conditions, combined with the weaker current account, have contributed to exchange rate pressures during bouts of global risk aversion. However, foreign reserves are adequate and the policy mix of letting the exchange rate adjust and increased supply of foreign exchange by the central bank is softening the impact. Growth is expected to continue to ease modestly in the near term. The current account should end the year with a deficit of about 1 percent of GDP, which is fully consistent with Indonesia moving towards its medium-term equilibrium as suggested by fundamentals. A somewhat widened budget deficit is appropriately helping offset the impact on growth of slowing external demand. On this basis, GDP growth is projected at 6.1 percent in 2012 but should pick up again subsequently. Annual inflation bottomed out at 3.6 percent in January but has since edged up to 4.5 percent and is expected to reach 5 percent by year-end, still within the authorities’ target range. The external environment continues to pose risks to this outlook. Risks include an intensification of the Euro area problems, as well as a sharper-than-expected slowdown in China.”4

3

The World Bank, "Ihtisar Ekonomi Indonesia", 2012, (http://www.worldbank.org), 21 Oktober 2012.

4

International Monetary Fund, “Statement at the Conclusion of the 2012 Article IV Consultation Mission to Indonesia”, 2012, (http://www.imf.org/), 21 oktober 2012.


(12)

Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa perekonomian Indonesia berjalan dengan baik, meskipun faktor eksternal diperkirakan akan beresiko menurunkan pertumbuhan ekonomi. Artinya, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi saat ini, sudah saatnya Indonesia mengandalkan kekuatan dalam negeri dalam menghadapi perlambatan ekonomi dunia.

Perkembangan dunia usaha mengalami perkembangan yang sangat pesat, bukan hanya dari sisi kuantitas dalam hal jumlah barang dan atau jasa yang dihasilkan ataupun kualitas barang dan atau jasa yang dihasilkan oleh para pelaku usaha, namun juga ditandai dengan semakin beragamnya pola bisnis yang digunakan untuk menjangkau konsumen serta memperoleh keuntungan yang diharapkan.

Salah satu pola bisnis yang diramalkan akan menjadi pendorong perekonomian di dalam negeri antara lain berupa waralaba dan business opportunity. Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) memprediksi, nilai omzet bisnis waralaba dan business opportunity nasional tahun 2012 bisa tumbuh 32,23 % (tiga puluh dua koma dua puluh tiga persen) menjadi Rp160.000.000.000.000 (seratus enam puluh triliun rupiah) dibandingkan tahun 2011 yang senilai Rp121.000.000.000.000 (seratus dua puluh satu triliun rupiah), dimana pertumbuhan ini didukung oleh kenaikan omzet secara bisnis dan penambahan gerai.5

5

Damiana Ningsih Simanjuntak dan Ayyi Achmad Hidayah, "Omzet Waralaba Diprediksi Tembus Rp160 Triliun", 2012, (http://www.beritasatu.com), 21 Oktober 2012.


(13)

Meskipun persaingan bisnis saat ini dirasakan semakin ketat dengan kondisi perekonomian dunia yang belum sepenuhnya stabil, namun ternyata bisnis yang menggunakan pola waralaba dapat mengalami peningkatan yang luar biasa, terutama di Indonesia. Hal ini disebabkan karena pada saat ini, masyarakat di Indonesia membutuhkan serta dihadapkan dengan beberapa hal yang ternyata mampu diakomodasi oleh waralaba, antara lain:6

1. Menawarkan kenyamanan / keleluasaan.

Masyarakat selalu menginginkan kenyamanan serta keluasaan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dengan berbagai kesibukan yang ada, mereka akan menggunakan sisa waktu mereka untuk bersantai dan membeli kenyamanan.

2. Peningkatan permintaan akan jasa.

Sektor jasa mengalami peningkatan karena masyarakat akan selalu menggunakan jasa dari para penyedia jasa, terutama jika dilengkapi dengan pelayanan yang baik. Bahkan jika kita lihat misalnya, pertumbuhan perekonomian di Provinsi Jawa Barat pada triwulan II-2012, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor jasa yaitu sebesar 10,66 persen.7

6

Pan, Lindawaty Suherman Sewu, Franchise Pola Bisnis Spektakuler Dalam Perspektif Hukum dan Ekonomi, Bandung: Utomo, 2004, hlm. 2.

7

Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Barat No. 37/08/32/Th. XIV, 6 Agustus 2012, hlm. 2.


(14)

3. Konsumen tidak mempunyai waktu.

Waktu merupakan hal yang sangat berharga untuk masyarakat yang semakin sibuk, sehingga kecepatan dari segi pelayanan sangat dibutuhkan oleh konsumen saat ini.

4. Pelayanan dan kualitas yang baik

Masyarakat saat ini semakin dinamis sehingga pelayanan serta kualitas yang baik sangat didambakan oleh konsumen dimanapun mereka berada.

Waralaba adalah perikatan di mana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan, menggunakan hak atas kekayaan intelektual, penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka penyediaan, penjualan barang dan jasa.8 Sedangkan menurut Lindawaty S. Sewu, pewaralabaan adalah :

“sistem pemasaran barang dan atau jasa dan atau teknologi, yang

pada kerjasama tertutup (antara franchisor dan franchisee) dan terus menerus pelaku-pelaku independen (franchisor dan franchisee) dan terpisah baik secara hukum dan keuangan, dimana franchisor memberikan hak kepada franchisee, dan membebankan kewajiban untuk melaksanakan bisnisnya sesuai dengan konsep dari franchisor.”9

Untuk lebih jelasnya, ada baiknya kita melihat pengertian mengenai waralaba menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba :

8

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002, hlm. 374.

9


(15)

“Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang

perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan

oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.”

Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba, sebuah usaha dapat dikatakan sebagai waralaba apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. memiliki ciri khas usaha

“Yang dimaksud dengan “ciri khas usaha” adalah suatu usaha

yang memiliki keunggulan atau perbedaan yang tidak mudah ditiru dibandingkan dengan usaha lain sejenis, dan membuat konsumen selalu mencari ciri khas dimaksud. Misalnya, sistem manajemen, cara penjualan dan pelayanan, atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus dari

Pemberi Waralaba.”10

2. terbukti sudah memberikan keuntungan

“Yang dimaksud dengan “terbukti sudah memberikan keuntungan” adalah menunjuk pada pengalaman Pemberi

Waralaba yang telah dimiliki kurang lebih 5 (lima) tahun dan telah mempunyai kiat-kiat bisnis untuk mengatasi masalah-masalah dalam perjalanan usahanya, dan ini terbukti dengan masih bertahan dan berkembangnya usaha tersebut dengan

menguntungkan.”11

3. memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis

“Yang dimaksud dengan “standar atas pelayanan dan barang

dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis”

adalah standar secara tertulis supaya Penerima Waralaba dapat

10

Penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba

11


(16)

melaksanakan usaha dalam kerangka kerja yang jelas dan sama (Standard Operational Procedure).”12

4. mudah diajarkan dan diaplikasikan

“Yang dimaksud dengan “mudah diajarkan dan diaplikasikan”

adalah mudah dilaksanakan sehingga Penerima Waralaba yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan mengenai usaha sejenis dapat melaksanakannya dengan baik sesuai dengan

bimbingan operasional dan manajemen yang

berkesinambungan yang diberikan oleh Pemberi Waralaba.”13

5. adanya dukungan yang berkesinambungan

“Yang dimaksud dengan “dukungan yang berkesinambungan”

adalah dukungan dari Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba secara terus menerus seperti bimbingan operasional,

pelatihan, dan promosi.”14

6. Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar.

“Yang dimaksud dengan “Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar” adalah Hak Kekayaan Intelektual yang terkait dengan

usaha seperti merek, hak cipta, paten, dan rahasia dagang, sudah didaftarkan dan mempunyai sertifikat atau sedang dalam

proses pendaftaran di instansi yang berwenang.”15

Perbedaan antara Business opportunity dengan waralaba, bisa jadi mereka tidak memenuhi kriteria di atas sebagaimana dipersyaratkan pemerintah dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba. Mereka mengadaptasi format waralaba tetapi memberikan keleluasaan kepada mitra usahanya untuk mengembangkan bisnisnya.

12

Ibid.

13

Ibid.

14

Ibid.

15


(17)

Waralaba merupakan pola bisnis yang paling diminati oleh para pebisnis di belahan dunia manapun. Bisnis dengan menggunakan pola waralaba memberikan keuntungan dan peluang bagi kedua belah pihak ketimbang masing-masing memulai dari awal dengan investasi yang terkadang sulit untuk mencapai titik impas sebelum meraih keuntungan.16 Hal ini menarik minat banyak pengusaha, termasuk di Indonesia untuk melakukan pola bisnis tersebut.

Sepanjang tahun 2008 saja, dari sekitar 9.600 (sembilan ribu enam ratus) waralaba, sekitar 700 (tujuh ratus) diantaranya merupakan waralaba lokal. Kendati demikian, ratusan waralaba lokal yang ada itu tidak seluruhnya masuk kategori bisnis murni waralaba. Jumlah waralaba lokal tercatat sekitar 700 (tujuh ratus) pada tahun 2008, namun yang murni waralaba hanya sekitar 75 buah. Sisanya merupakan business opportunity.17

Business opportunity adalah cikal bakal suatu usaha untuk dapat menjadi waralaba. Umumnya merupakan suatu usaha yang baru berjalan dibawah 3 (tiga) tahun tetapi mempunyai peluang yang sangat menjanjikan bagi para pemilik modal yang berinvestasi didalamnya.18 Perbedaannya adalah business opportunity tidak seketat waralaba.

16

Pan, Lindawaty Suherman Sewu, Pranata Hukum Waralaba di Uni Eropa dan Amerika dalam Upaya Memberikan Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak dalam Perjanjian, Jurnal ilmiah hukum bisnis dan investasi Dialogia Iuridica, Volume 1, November 2009, hlm. 29.

17

Sudarmiatin, "Praktik Bisnis Waralaba (Franchise) di Indonesia, Peluang Usaha dan Investasi". Disampaikan dalam sidang terbuka senat Universitas Negeri Malang, 28 April 2011

18

Taufik Hidayat, “Info Waralaba- Perbedaan Franchise, Business Opportunity & Lisensi”, 2012, (http://www.konsultanwaralaba.com), 21 Oktober 2012.


(18)

Kecenderungan pada business opportunity adalah investasi yang lebih kecil dari waralaba, tidak adanya pelatihan awal dan standar atau sistem yang harus dijalankan, minimnya dukungan dan monitoring dari pemilik baik dari segi operasional maupun pemasaran serta kontrak yang relatif terbuka.19

Perbedaan antara waralaba dengan business opportunity secara lebih jelas antara lain sebagai berikut :20

1. Investasi

Waralaba memiliki biaya atau investasi awal lebih tinggi, sedangkan business opportunity memiliki investasi yang lebih rendah.

2. Pemilihan lokasi

Pada waralaba, lokasi menjadi faktor penting bagi pewaralaba. Sedangkan pada business opportunity hanya dilakukan survei, tetapi tidak selalu.

3. Bantuan pra operasi

Waralaba mengenal adanya konsultasi pembangunan, pembelian dan rekrutmen, sedangkan pada business opportunity dilakukan tapi sangat minim.

19

Tim Penelitian dan Pengembangan Perkreditan dan UMKM BI, Pola Pembiayaan Usaha Kecil Usaha Waralaba, Bank Indonesia, 2009, hlm. 9.

20


(19)

4. Pelatihan

Waralaba mengenal adanya pelatihan dan manual serta praktek lapangan, sedangkan pada business opportunity tidak ada pelatihan.

5. Bantuan teknis operasi

Waralaba mengenal adanya pengawasan secara berkala, sedangkan pada business opportunity dilakukan hanya bila ada masalah.

6. Produk dan jasa

Pada waralaba, produk dan layanan sudah ditentukan oleh pemberi waralaba sedangkan pada business opportunity mitra memiliki kebebasan mengembangkan produk dan jasa.

7. Sistem operasi dan layanan

Waralaba mempunyai sistem operasi dan layanan yang telah ada secara baku dan memiliki manual, sedangkan pada business opportunity tidak ada dan lebih disesuaikan dengan karakter mitra. 8. Legal dan perpajakan

Pada waralaba detail tercantum dalam kontrak, sedangkan pada business opportunity legal dilakukan dalam kontrak, tetapi mengenai perpajakan tidak jelas.

9. Pemasaran dan promosi

Waralaba mengenal adanya dukungan pemasaran dan promosi dari pemberi waralaba, sedangkan pada business opportunity


(20)

dilakukan minimal, sebagian besar hanya untuk pengembangan outlet.

10. Fleksibilitas

Waralaba memiliki fleksibilitas yang minim dan harus persetujuan pemberi waralaba, sedangkan business opportunity lebih bebas dan terbuka tanpa harus ada persetujuan.

Perbedaan antara waralaba dengan business opportunity diatas memperlihatkan bahwa meskipun business opportunity memiliki konsep dengan mengadaptasi konsep waralaba, namun memiliki banyak kekurangan jika dibandingkan dengan waralaba. Padahal jika memang sejak awal business opportunity ditujukan supaya kelak dapat dikonversi menjadi waralaba, maka seharusnya business opportunity yang ditawarkan juga memiliki karakteristik sebagai waralaba. Artinya, seharusnya kita dapat memandang bahwa business opportunity yang ada bukan merupakan sebagai suatu pola bisnis pra-waralaba, namun sebagai sebuah pola bisnis yang mandiri.

Definisi business opportunity tidak ditemukan dalam peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia. Sebagai bahan perbandingan, definisi business opportunity menurut Federal Trade Commission rule title 16 part 437.1 (c) Business Opportunity rule bahwa:

“Business opportunity means a commercial arrangement in which: 1. A seller solicits a prospective purchaser to enter into a new

business; and


(21)

3. The seller, expressly or by implication, orally or in writing, represents that the seller or one or more designated persons will:

a. Provide locations for the use or operation of equipment, displays, vending machines, or similar devices, owned, leased, controlled, or paid for by the purchaser; or

b. Provide outlets, accounts, or customers, including, but not limited to, Internet outlets, accounts, or customers, for the purchaser's goods or services; or

c. Buy back any or all of the goods or services that the purchaser makes, produces, fabricates, grows, breeds, modifies, or provides, including but not limited to providing payment for such services as, for example, stuffing envelopes from the purchaser's home.

(Terjemahan bebas oleh penulis: peluang bisnis berarti suatu pengaturan secara komersial di mana:

1. Seorang penjual meminta calon pembeli untuk memasuki bisnis baru; dan

2. Para calon pembeli melakukan pembayaran yang diperlukan; dan

3. Penjual, baik secara tersurat maupun tersirat, secara lisan atau tertulis, menyatakan bahwa penjual atau satu atau lebih orang yang ditunjuk akan:

a. Menyediakan lokasi untuk penggunaan atau pengoperasian peralatan, display, mesin penjual, atau perangkat sejenis, yang dimiliki, disewakan, dikendalikan, atau dibayar oleh pembeli; atau

b. Menyediakan outlet, rekening, atau pelanggan, termasuk, namun tidak terbatas pada, outlet, rekening, atau pelanggan internet, untuk barang atau jasa pembeli; atau

c. Membeli kembali salah satu atau semua barang atau jasa yang dibuat, diproduksi, difabrikasi, ditumbuhkan, dikembangbiakan, dimodifikasi, atau disediakan oleh pembeli, termasuk tetapi tidak terbatas untuk menyediakan pembayaran untuk layan seperti, misalnya, mengisi amplop dari rumah pembeli.)”

Pengertian business opportunity di atas mengandung makna bahwa antara penjual21 atau pemberi22 business opportunity dengan pembeli23

21

Istilah penjual business opportunity ialah terjemahan bebas dari penulis untuk istilah business opportunity seller yang digunakan oleh Federal Trade Commission Amerika Serikat


(22)

atau penerima24 business opportunity memiliki hubungan secara berkesinambungan, sehingga secara ringkas business opportunity ialah suatu penawaran komersial kepada penerima business opportunity untuk menjalankan suatu sistem usaha yang ditawarkan oleh pemberi business opportunity.

Berdasarkan data Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), jumlah gerai business opportunity nasional di Indonesia sudah mengalami peningkatan menjadi sekitar 80.000 (delapan puluh ribu) unit.25 Namun, seiring dengan semakin meningkatnya jumlah business opportunity yang ada di Indonesia, maka berbagai permasalahan yang berkaitan dengan business opportunity juga semakin banyak. Data pengaduan mengenai permasalahan business opportunity di Indonesia belum pernah secara khusus didapatkan, sebagai bahan perbandingan berikut ini akan disajikan data pengaduan waralaba dan business opportunity yang dilaporkan kepada Federal Trade Commission setiap tahunnya, data dari tahun 1993 sampai tahun 1998.

22

Istilah pemberi business opportunity digunakan dalam tulisan ini sebagai padanan dari business opportunity seller, digunakan secara bergantian sesuai dengan konteks tulisan.

23

Istilah pembeli business opportunity ialah terjemahan bebas dari penulis untuk istilah business opportunity buyer yang digunakan oleh Federal Trade Commission Amerika Serikat

24

Istilah penerima business opportunity digunakan dalam tulisan ini sebagai padanan dari business opportunity buyer, digunakan secara bergantian sesuai dengan konteks tulisan.

25

Srihandriatmo Malau, "Pemerintah Akan Batasi Jumlah Gerai Milik Pengusaha Waralaba", 2012, (http://m.tribunnews.com), 21 Oktober 2012.


(23)

Complaints 1993 1994 1995 1996 1997 1998 Total Business

opportunity

30 79 570 277 759 1089 2804

Franchise 5 2 9 9 53 108 186

Total 35 81 579 286 812 1197 3680

Sumber : United States General Accounting Office

Data diatas menunjukkan bahwa business opportunity memiliki kecenderungan tingkat permasalahan yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan waralaba. Salah satu penyebab timbulnya permasalahan dalam perjanjian business opportunity, adalah karena ketidakseimbangan posisi tawar masing-masing pihak dalam membuat kontrak.

Perjanjian dalam business opportunity merupakan bentuk perjanjian baku. Istilah perjanjian baku merpakan terjemahan dari

bahasa asing yaitu “standard contract”. Perjanjian secara tradisional terjadi berdasarkan asas kebebasan berkontrak di antara dua pihak yang mempunyai kedudukan yang seimbang dan kedua belah pihak berusaha untuk mencapai kesepakatan. Perjanjian secara tradisional ini berbeda dengan perjanjian baku. Perjanjian baku digunakan sebagai upaya untuk mewujudkan suatu perjanjian yang dapat dilakukan secara cepat. Bentuk perjanjian baku seringkali menimbulkan masalah karena memberikan kewajiban yang memberatkan hanya kepada salah satu pihak saja, dalam hal ini penerima business opportunity.

Pihak yang lebih kuat kadang-kadang menggunakan kedudukannya itu untuk membebankan kewajiban yang berat kepada


(24)

pihak lainnya, sedangkan ia sendiri berusaha sedapat mungkin untuk membatasi atau menyampingkan semua tanggung jawabnya.26 Menurut Sutan Remy Syahdeini kebebasan berkontrak hanya dapat mencapai keadilan jika para pihak memiliki bargaining power yang seimbang. Selanjutnya Sutan Remy Syahdeini menjelaskan:

bargaining power yang tidak seimbang terjadi bila pihak yang kuat dapat memaksakan kehendaknya kepada pihak yang lemah, hingga pihak yang lemah mengikuti saja syarat-syarat kontrak yang diajukan kepadanya. Syarat lain adalah kekuasaan tersebut digunakan untuk memaksakan kehendak sehingga membawa keuntungan kepadanya. Akibatnya, kontrak tersebut menjadi tidak masuk akal dan bertentangan dengan aturan-aturan yang adil.”27 Maka dapat kita lihat akibatnya, apabila mitra usaha dalam perjanjian business opportunity dapat dikatakan sebagai pihak yang tidak cukup kuat dalam memiliki posisi tawar, maka kontrak yang diajukan dapat menjadi tidak adil dan merugikan bagi mitra usaha, seperti misalnya :

1. Tidak adanya pelatihan

Dalam dunia bisnis, pelatihan usaha menjadi sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu usaha, menyangkut dengan kelangsungan usaha yang dijalankan. Dengan tidak diberikannya pelatihan, hal ini menjadi tanda tanya, apakah dalam perjanjian business opportunity para pihak memiliki kedudukan yang seimbang.

26

S.B. Marsh and J. Soulsby, Hukum Perjanjian, terjemahan Abdulkadir Muhammad, Bandung: Alumni, 2010, hlm. 146.

27

Sutan Remy Syahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank Indonesia, Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993, hlm. 185.


(25)

2. Tidak diberikannya bantuan teknis

Bantuan teknis dalam menjalankan usaha sangat diperlukan bagi setiap pelaku usaha. Tidak adanya bantuan teknis yang diberikan bagi mitra usaha menimbulkan kerugian yang sangat besar.

3. Tidak adanya dukungan pemasaran dan promosi

Pemasaran serta promosi adalah salah satu kunci untuk mencapai kesuksesan dalam berbisnis. Dengan menghilangkan dukungan terhadap kedua faktor kunci tersebut, tingkat kegagalan dalam berbisnis menjadi semakin tinggi, yang tentu merugikan bagi mitra usaha.

Berbagai masalah ini diprediksi akan semakin meningkat seiring pertumbuhan business opportunity di masa yang akan datang. Karena tertarik dengan berbagai uraian di atas, maka penulis mencoba untuk mengangkat dan membahas dalam penulisan skripsi dengan judul

“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENERIMA BUSINESS

OPPORTUNITY (TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ASAS

KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN BUSINESS


(26)

B. Identifikasi Masalah

Beberapa hal yang menjadi permasalahan serta akan dibahas dalam penulisan skripsi ini oleh penulis, yaitu untuk mengetahui dan memahami:

1. Bagaimana analisis yuridis terhadap penerapan asas keseimbangan dalam perjanjian business opportunity ?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap penerima business opportunity dalam perjanjian business opportunity ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penulisan skripsi ini adalah antara lain:

1. Mengetahui bagaimana analisis yuridis terhadap penerapan asas keseimbangan dalam perjanjian business opportunity.

2. Mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap mitra usaha dalam perjanjian business opportunity.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki kegunaan, baik secara teoritis maupun secara praktis. Adapun kedua guna penelitian tersebut adalah antara lain sebagai berikut ini:


(27)

1. Secara Teoritis

Manfaat penelitian ini antara lain untuk dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi upaya pengembangan ilmu hukum pada umumnya, serta khususnya untuk pengembangan ilmu hukum yang berkaitan dengan perjanjian Business Opportunity. 2. Secara Praktis

Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk bagi masyarakat serta para pelaku bisnis didalam rangka peningkatan dan efisiensi serta efektivitas bisnis, terutama dengan cara mengetahui hak dan kewajiban masing-masing pihak di dalam perjanjian business opportunity serta aspek perlindungan hukum bagi mitra usaha dalam business opportunity.

E. Kerangka Pemikiran 1. Kerangka Teoritis

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan penulis dibidang hukum.28 Dalam kaitannya dengan penulisan skripsi ini, maka perlu dibahas mengenai tujuan dari pembangunan nasional Indonesia, dimana sesungguhnya business opportunity hanyalah salah satu dari

28


(28)

sekian banyak pola atau cara masyarakat Indonesia untuk mewujudkan pembangunan bangsa.

Salah satu tujuan pembangunan nasional Indonesia adalah untuk meningkatkan kesejahteraan warga negara Indonesia secara adil dan berkelanjutan, sesuai amanat alinea kedua Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Secara prinsip peri keadilan adalah upaya untuk menemukan keadilan yang mutlak, serta merupakan manifestasi upaya manusia yang merindukan adanya hukum yang lebih tinggi dari hukum positif.29

Setiap perjanjian seharusnya dilaksanakan sebagai uapaya untuk memperoleh keadilan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa :

“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.”

Menurut Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;

a. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; b. kecakapan untuk membuat suatu perikatan; c. suatu pokok persoalan tertentu;

d. suatu sebab yang tidak terlarang.

29

Otje Salman Soemadiningrat dan Anton F.S., Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan, Dan Membuka Kembali, Bandung: Refika Aditama, 2004, hlm. 156.


(29)

Dalam pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa :

“Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang -undang berlaku sebagai -undang--undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad

baik.”

2. Kerangka Konseptual

Konsep atau pengertian merupakan unsur yang paling pokok dari suatu penelitian. Jika masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, maka biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan suatu konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala itu. Oleh karena itu konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati.30

Untuk memudahkan dalam melakukan pemahaman terhadap pengertian-pengertian yang ada, maka dibutuhkan kerangka konseptual terhadap definisi mengenai suatu istilah yang ada dalam penulisan skripsi ini. Batasan-batasan serta pengertian yang akan digunakan oleh penulis dalam skripsi ini antara lain berikut :

a. Business Opportunity berarti suatu pengaturan secara komersial di mana:

30

Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997, hlm. 21.


(30)

1) Seorang penjual meminta calon pembeli untuk memasuki bisnis baru; dan

2) Para calon pembeli melakukan pembayaran yang diperlukan; dan

3) Penjual, baik secara tersurat maupun tersirat, secara lisan atau tertulis, menyatakan bahwa penjual atau satu atau lebih orang yang ditunjuk akan:

a) Menyediakan lokasi untuk penggunaan atau pengoperasian peralatan, display, mesin penjual, atau perangkat sejenis, yang dimiliki, disewakan, dikendalikan, atau dibayar oleh pembeli; atau

b) Menyediakan outlet, rekening, atau pelanggan, termasuk, namun tidak terbatas pada, outlet, rekening, atau pelanggan internet, untuk barang atau jasa pembeli; atau

c) Membeli kembali salah satu atau semua barang atau jasa yang dibuat, diproduksi, difabrikasi, ditumbuhkan, dikembangbiakan, dimodifikasi, atau disediakan oleh pembeli, termasuk tetapi tidak terbatas untuk menyediakan pembayaran untuk layan seperti, misalnya, mengisi amplop dari rumah pembeli


(31)

b. Pemberi business opportunity adalah orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak dalam perjanjian business opportunity kepada penerima business opportunity c. Penerima business opportunity adalah orang perseorangan

atau badan usaha yang diberikan hak oleh Pemberi business opportunity untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan pengaturan komersial yang disediakan pemberi business opportunity.

d. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.31

e. Wanprestasi mempunyai arti bahwa debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya, maka dikatakan bahwa debitur wanprestasi.32 Debitur dikatakan telah melakukan wanprestasi baik karena lalai maupun karena kesengajaan, apabila:33

1) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan. 2) Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi tidak

sebagaimana yang diperjanjikan.

31

R. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1987, hlm. 1.

32

J. Satrio, Hukum Perikatan‐Perikatan Pada Umumnya, Bandung: Alumni, 1999, hlm. 122.

33

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Jakarta: Prenada Media Group, 2010, hlm. 122.


(32)

3) Melakukan apa yang sudah diperjanjikan tetapi sudah terlambat.

4) Melakukan suatu yang oleh perjanjian tidak boleh dilakukan.

F. Metode Penelitian

Penelitian pada dasarnya adalah suatu kegiatan terencana dilakukan dengan metode ilmiah bertujuan untuk mendapatkan data baru guna membuktikan kebenaran atau ketidakbenaran dari suatu gejala yang ada.34 Di dalam penelitian skripsi ini, metode penelitian yang akan digunakan ialah berupa pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis. Metode penelitian yuridis normatif, yaitu suatu penelitian yang mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat, dan menjadi acuan perilaku setiap orang.35

1. Tahap Penelitian

a. Penelitian kepustakaan

Tahap penelitian kepustakaan dalam upaya mencari data sekunder dengan menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

1) Bahan hukum primer

34

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalarn Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 1991, hlm. 2.

35

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004, hlm. 52.


(33)

Bahan hukum primer adalah bahan hukum berupa peraturan perundang -undangan. Bahan hukum primer tersebut antara lain:

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

c) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba.

2) Bahan hukum sekunder

Bahan Hukum Sekunder, yang terdiri atas buku-buku yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian.36

3) Bahan hukum tersier

Bahan Hukum tersier, yaitu : bahan-bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan sebagainya.37

2. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan cara analisis kualitatif.

36

Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayu Media Publishing, 2010, hlm.296.

37


(34)

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi sistematika penulisan ke dalam lima bab, dimana rincian atas kelima bab tersebut adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II HUBUNGAN KONTRAKTUAL PARA PIHAK DALAM

PERJANJIAN SERTA ASAS-ASAS PERJANJIAN

DIKAITKAN DENGAN PERJANJIAN BAKU

(STANDAR) DALAM PERSPEKTIF HUKUM

INDONESIA

Bab ini akan membahas tinjauan umum mengenai perjanjian, asas-asas dalam perjanjian, jenis-jenis perjanjian serta perjanjian baku yang diatur dalam hukum positif di Indonesia.

BAB III PERKEMBANGAN SERTA ASPEK HUKUM

BUSINESS OPPORTUNITY

Pada bab ini akan mengemukakan mengenai definisi business opportunity, perkembangan business opportunity di beberapa negara, serta perbedaan


(35)

antara business opportunity dengan waralaba, keagenan, distributorship, serta kemitraan.

BAB IV ANALISIS TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ASAS

KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN BUSINESS OPPORTUNITY SERTA ASPEK PERLINDUNGAN

HUKUM TERHADAP PENERIMA BUSINESS

OPPORTUNITY

Pada bab ini akan membahas mengenai analisis tinjauan yuridis terhadap penerapan asas keseimbangan dalam perjanjian business opportunity jika dikaitkan dengan hukum positif yang berlaku di beberapa negara serta bagaimana aspek perlindungan hukum terhadap penerima business opportunity dalam praktek perjanjian business opportunity yang ada di Indonesia.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini penulis akan mengemukakan kesimpulan dan saran, dimana kesimpulan merupakan jawaban atas identifikasi masalah, sedangkan saran merupakan usulan yang operasional, konkret, dan praktis serta merupakan kesinambungan atas identifikasi masalah.


(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Perjanjian business opportunity belum sepenuhnya melindungi asas keseimbangan karena pada prakteknya posisi tawar dari penerima business opportunity jauh lebih lemah sehingga penerima business opportunity berpotensi mengalami kerugian yang cukup besar, padahal biaya yang dikeluarkan dalam business opportunity juga tidak kecil.

2. Perlindungan hukum terhadap penerima business opportunity dalam perjanjian business opportunity masih sangat lemah, karena tidak adanya regulasi yang mengatur mengenai business opportunity di Indonesia. Hak serta kewajiban para pihak dalam perjanjian business opportunity seringkali tidak berimbang, hal ini ditandai dengan begitu banyaknya aturan mengenai sanksi yang dikenakan bagi penerima business opportunity jika terjadi kesalahan, sedangkan pemberi business opportunity sulit untuk dikenakan sanksi jika tidak memenuhi kewajibannya.


(37)

B. Saran

Penulis memberikan saran untuk: 1. Bagi pelaku usaha

Pelaku usaha sebaiknya membuat perjanjian business opportunity yang bukan hanya melindungi pihak pemberi business opportunity, tetapi juga mampu memberikan perlindungan bagi penerima business opportunity karena seharusnya suatu perjanjian dibuat untuk melindungi para pihak yang membuatnya, bukan hanya salah satu pihak saja. Karakteristik business opportunity sebagai pola usaha yang menguntungkan para pihak yang terlibat di dalamnya seharusnya tercermin dari perjanjian yang merupakan win-win solution bagi pemberi dan penerima business opportunity. 2. Bagi pemerintah

Business opportunity sebagai salah satu pola bisnis yang memiliki potensi untuk menjadi pendorong perekonomian nasional serta meningkatkan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sudah seharusnya diatur oleh pemerintah secara lebih lanjut melalui perangkat peraturan perundang-undangan. Tidak adanya peraturan yang secara khusus mengatur mengenai business opportunity dapat menimbulkan kerugian bagi penerima business opportunity karena menimbulkan ketidakpastian dalam menjalankan usahanya, yang pada


(38)

akhirnya dapat berakibat pada terciptanya suatu iklim usaha yang tidak kondusif.

3. Bagi Masyarakat

Masyarakat perlu untuk mengetahui secara lebih lanjut mengenai kelebihan dan kekurangan dari business opportunity sehingga masyarakat dapat mengetahui apa saja kelebihan dan kekurangan dari business opportunity, serta perlindungan hukum bagi masyarakat sebagai konsumen ataupun sebagai calon pemberi ataupun calon penerima business opportunity. Sosialisasi mengenai business opportunity perlu diberikan bagi masyarakat, baik dari pemerintah maupun pemberi serta penerima business opportunity. Adanya sosialisasi yang baik sesungguhnya akan menguntungkan bagi semua pihak, karena jika masyarakat tertarik dengan business opportunity yang ditawarkan, tentu menguntungkan bagi pemberi business opportunity dan meningkatkan perekonomian di Indonesia.


(39)

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004.

___________________, Hukum Perikatan, Bandung: Alumni, 1986.

___________________, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002.

Abdul Muis (et.al.), Hukum Kontrak, Medan: Universitas Sumatera Utara, 2012.

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Jakarta: Prenada Media Group, 2010.

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalarn Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 1991.

BPHN, Pola Pikir dan Kerangka Sistem Hukum Nasional Serta Rencana Pembangunan Hukum Jangka Panjang, Jakarta: BPHN, 1995. Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, Laporan Perekonomian

Indonesia Tahun 2011, Jakarta: Bank Indonesia, 2011.

G.W. Paton, A Text-book of Jurisprudence, London: Oxford University Press, 1964.

Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia, terjemahan Tristam P. Moeliono Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006. J. Satrio, Hukum Perikatan‐Perikatan Pada Umumnya, Bandung: Alumni,

1999.

Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayu Media Publishing, 2010.

Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis Dalam Persepsi Manusia Modern, Bandung: Refika Aditama, 2007.


(40)

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Krisis Keuangan Eropa : Dampak Terhadap Perekonomian Indonesia, Jakarta: Bappenas, 2011. Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 1997.

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994. M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1986. Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung: Alumni,

2005.

_________________________, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III Tentang Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Bandung: Alumni, 1996.

_________________________, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahnnya, Jakarta: Alumni, 1981.

Mariam Darus Badrulzaman (et.al.), Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001.

Otje Salman Soemadiningrat dan Anton F.S., Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan, Dan Membuka Kembali, Bandung: Refika Aditama, 2004.

Pan, Lindawaty Suherman Sewu, Franchise Pola Bisnis Spektakuler Dalam Perspektif Hukum dan Ekonomi, Bandung: Utomo, 2004. R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung: Bumi Cipta, 1997. R. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1987.

R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-Azas Hukum Perjanjian, Bandung: Mandar Maju, 2000.

Ridwan Khairandy, Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Jakarta: Universitas Indonesia, 2004.

S.B. Marsh and J. Soulsby, Hukum Perjanjian, terjemahan Abdulkadir Muhammad, Bandung: Alumni, 2010, hlm. 146.

Salim H.S., Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.


(41)

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000.

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Liberty, 1999.

___________________, Penemuan Hukum: Suatu Pengantar, Jakarta: Liberty, 1996.

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993.

Tim Penelitian dan Pengembangan Perkreditan dan UMKM BI, Pola Pembiayaan Usaha Kecil Usaha Waralaba, Bank Indonesia, 2009.

B. Peraturan

Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah.

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 Tentang Kemitraan. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba.

C. Internet

Bureau of Consumer Protection Business Center, Multi Level Marketing, business.ftc.gov, 2012.

Damiana Ningsih Simanjuntak dan Ayyi Achmad Hidayah, "Omzet Waralaba Diprediksi Tembus Rp160 Triliun", 2012, (http://www.beritasatu.com).

Don Daszkowski, What is the Difference Between a Franchise and a Business Opportunity, 2012, (franchises.about.com).


(42)

International Monetary Fund, “Statement at the Conclusion of the 2012 Article IV Consultation Mission to Indonesia”, 2012, (http://www.imf.org/).

Taufik Hidayat, “Info Waralaba- Perbedaan Franchise, Business Opportunity & Lisensi”, 2012, (http://www.konsultanwaralaba.com). The World Bank, "Ihtisar Ekonomi Indonesia", 2012,

(http://www.worldbank.org).

Singapore Academy of Law, Hukum Keagenan, 2012, (www.singaporelaw.sg).

Srihandriatmo Malau, "Pemerintah Akan Batasi Jumlah Gerai Milik Pengusaha Waralaba", 2012, (http://m.tribunnews.com).

D. Lain-lain

Bambang Poerdyatmono, Asas Kebebasan Berkontrak (Contractvrijheid Beginselen) dan Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik Van Omstandigheden) Pada Kontrak Jasa Konstruksi, Jurnal Teknik Sipil Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Volume 6 No. 1, Oktober 2005.

Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Barat No. 37/08/32/Th. XIV, 6 Agustus 2012.

Federal Trade Commission, Federal Register Vol. 76, No. 236, 8 Desember 2011.

Pan, Lindawaty Suherman Sewu, Pranata Hukum Waralaba di Uni Eropa dan Amerika dalam Upaya Memberikan Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak dalam Perjanjian, Jurnal ilmiah hukum bisnis dan investasi Dialogia Iuridica, Volume 1, November 2009.

Saifullah Bombang, Asas Kepastian Hukum Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Baik, Jurnal Studi Ilmu Syariah dan Hukum Sekolah Tinggi Agama Islam Datokarama, 2008.

Subekti, Beberapa Pemikiran Mengenai Sistem Hukum Nasional, makalah disampaikan pada Seminar Hukum Nasional IV tahun 1979.


(43)

Sudarmiatin, "Praktik Bisnis Waralaba (Franchise) di Indonesia, Peluang Usaha dan Investasi". Disampaikan dalam sidang terbuka senat Universitas Negeri Malang, 28 April 2011.


(1)

98

Universitas Kristen Maranatha

akhirnya dapat berakibat pada terciptanya suatu iklim usaha yang tidak kondusif.

3. Bagi Masyarakat

Masyarakat perlu untuk mengetahui secara lebih lanjut mengenai kelebihan dan kekurangan dari business opportunity

sehingga masyarakat dapat mengetahui apa saja kelebihan dan kekurangan dari business opportunity, serta perlindungan hukum bagi masyarakat sebagai konsumen ataupun sebagai calon pemberi ataupun calon penerima business opportunity. Sosialisasi mengenai business opportunity perlu diberikan bagi masyarakat, baik dari pemerintah maupun pemberi serta penerima business opportunity. Adanya sosialisasi yang baik sesungguhnya akan menguntungkan bagi semua pihak, karena jika masyarakat tertarik dengan business opportunity yang ditawarkan, tentu menguntungkan bagi pemberi business opportunity dan meningkatkan perekonomian di Indonesia.


(2)

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004.

___________________, Hukum Perikatan, Bandung: Alumni, 1986.

___________________, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002.

Abdul Muis (et.al.), Hukum Kontrak, Medan: Universitas Sumatera Utara, 2012.

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Jakarta: Prenada Media Group, 2010.

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalarn Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 1991.

BPHN, Pola Pikir dan Kerangka Sistem Hukum Nasional Serta Rencana PembangunanHukum Jangka Panjang, Jakarta: BPHN, 1995. Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, Laporan Perekonomian

Indonesia Tahun 2011, Jakarta: Bank Indonesia, 2011.

G.W. Paton, A Text-book of Jurisprudence, London: Oxford University Press, 1964.

Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia, terjemahan Tristam P. Moeliono Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006. J. Satrio, Hukum Perikatan‐Perikatan Pada Umumnya, Bandung: Alumni,

1999.

Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayu Media Publishing, 2010.

Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis Dalam Persepsi Manusia Modern, Bandung: Refika Aditama, 2007.


(3)

100

Universitas Kristen Maranatha

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Krisis Keuangan Eropa : Dampak Terhadap Perekonomian Indonesia, Jakarta: Bappenas, 2011. Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 1997.

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994. M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1986. Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung: Alumni,

2005.

_________________________, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III Tentang Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Bandung: Alumni, 1996.

_________________________, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahnnya, Jakarta: Alumni, 1981.

Mariam Darus Badrulzaman (et.al.), Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001.

Otje Salman Soemadiningrat dan Anton F.S., Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan, Dan Membuka Kembali, Bandung: Refika Aditama, 2004.

Pan, Lindawaty Suherman Sewu, Franchise Pola Bisnis Spektakuler Dalam Perspektif Hukum dan Ekonomi, Bandung: Utomo, 2004. R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung: Bumi Cipta, 1997. R. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1987.

R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-Azas Hukum Perjanjian, Bandung: Mandar Maju, 2000.

Ridwan Khairandy, Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Jakarta: Universitas Indonesia, 2004.

S.B. Marsh and J. Soulsby, Hukum Perjanjian, terjemahan Abdulkadir Muhammad, Bandung: Alumni, 2010, hlm. 146.

Salim H.S., Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.


(4)

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000.

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Liberty, 1999.

___________________, Penemuan Hukum: Suatu Pengantar, Jakarta: Liberty, 1996.

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993.

Tim Penelitian dan Pengembangan Perkreditan dan UMKM BI, Pola Pembiayaan Usaha Kecil Usaha Waralaba, Bank Indonesia, 2009.

B. Peraturan

Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah.

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 Tentang Kemitraan. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba.

C. Internet

Bureau of Consumer Protection Business Center, Multi Level Marketing, business.ftc.gov, 2012.

Damiana Ningsih Simanjuntak dan Ayyi Achmad Hidayah, "Omzet Waralaba Diprediksi Tembus Rp160 Triliun", 2012, (http://www.beritasatu.com).

Don Daszkowski, What is the Difference Between a Franchise and a Business Opportunity, 2012, (franchises.about.com).


(5)

102

Universitas Kristen Maranatha International Monetary Fund, “Statement at the Conclusion of the 2012

Article IV Consultation Mission to Indonesia”, 2012,

(http://www.imf.org/).

Taufik Hidayat, “Info Waralaba- Perbedaan Franchise, Business Opportunity & Lisensi”, 2012, (http://www.konsultanwaralaba.com). The World Bank, "Ihtisar Ekonomi Indonesia", 2012,

(http://www.worldbank.org).

Singapore Academy of Law, Hukum Keagenan, 2012, (www.singaporelaw.sg).

Srihandriatmo Malau, "Pemerintah Akan Batasi Jumlah Gerai Milik Pengusaha Waralaba", 2012, (http://m.tribunnews.com).

D. Lain-lain

Bambang Poerdyatmono, Asas Kebebasan Berkontrak (Contractvrijheid Beginselen) dan Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik Van Omstandigheden) Pada Kontrak Jasa Konstruksi, Jurnal Teknik Sipil Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Volume 6 No. 1, Oktober 2005.

Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Barat No. 37/08/32/Th. XIV, 6 Agustus 2012.

Federal Trade Commission, Federal Register Vol. 76, No. 236, 8 Desember 2011.

Pan, Lindawaty Suherman Sewu, Pranata Hukum Waralaba di Uni Eropa dan Amerika dalam Upaya Memberikan Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak dalam Perjanjian, Jurnal ilmiah hukum bisnis dan investasi Dialogia Iuridica, Volume 1, November 2009.

Saifullah Bombang, Asas Kepastian Hukum Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Baik, Jurnal Studi Ilmu Syariah dan Hukum Sekolah Tinggi Agama Islam Datokarama, 2008.

Subekti, Beberapa Pemikiran Mengenai Sistem Hukum Nasional, makalah disampaikan pada Seminar Hukum Nasional IV tahun 1979.


(6)

Sudarmiatin, "Praktik Bisnis Waralaba (Franchise) di Indonesia, Peluang Usaha dan Investasi". Disampaikan dalam sidang terbuka senat Universitas Negeri Malang, 28 April 2011.