PENGARUH BUDAYA K-POP TERHADAP NASIONALISME REMAJA : Studi Deskriptif Analitis di Everlasting Friends (ELF) Bandung.

(1)

ABSTRAK

Winda Pradini (1101811). Pengaruh Budaya K-Pop terhadap Nasionalisme Remaja (Studi Deskriptif Analitis di Everlasting Friends (ELF) Bandung).

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masuknya budaya K-Pop yang membius sebagian besar remaja Indonesia. Hingga akhirnya munculah fanatisme berlebihan di kalangan remaja dan terbentunya berbagai fanbase atau fans club boyband maupun girlband Korea, salah satunya Everlasting Friends (ELF) sebutan untuk fans Super Junior (SUJU). Hal ini membuat mereka menirukan berbagai hal tentang K-Pop, sementara itu budaya asli Indonesia yang menjadi aset bangsa lambat laun mulai ditinggalkan oleh remaja. Keadaan psikologi remaja yang masih labil dan mudah terpengaruh juga menjadi pemicunya. Apabila hal tersebut terus terjadi bukan tidak mungkin akan melunturkan nasionalisme remaja.

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap beberapa rumusan masalah yaitu: (1) Bagaimana tingkat pengetahuan K-Popers di ELF Bandung mengenai sejarah dan budaya Indonesia? (2) Bagaimana pengaruh budaya K-Pop dalam hal musik terhadap nasionalisme remaja di ELF Bandung? (3) Bagaimana pengaruh budaya K-Pop dalam hal dance atau tarian terhadap nasionalisme remaja di ELF Bandung? (4) Bagaimana pengaruh budaya K-Pop dalam hal fashion atau gaya berpakaian terhadap nasionalisme remaja di ELF Bandung?

Grand Theory dalam penelitian ini menggunakan teori Smith (2003) bahwa nasionalisme adalah suatu ideologi yang meletakkan bangsa di pusat masalahnya dan berupaya mempertinggi keberadaan bangsanya tersebut.

Metode dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah angket, wawancara, observasi, studi dokumentasi, dan studi kepustakaan (literature). Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Sebagian besar responden menyatakan memiliki pengetahuan yang baik tentang sejarah dan budaya bangsa, dengan kategori sangat memahami dan memahami; (2) Musik tidak berpengaruh signifikan terhadap nasionalisme remaja di ELF Bandung, karena korelasinya berada pada tingkat sangat rendah yaitu 0,131. Akan tetapi dalam hal jawaban responden, banyak yang memilih ragu-ragu dalam hal kecintaan terhadap lagu daerah dan lagu nasional; (3) Dance tidak berpengaruh signifikan terhadap nasionalisme remaja di ELF Bandung, karena korelasinya berada pada tingkat rendah yaitu 0,227. Akan tetapi secara umum responden memilih jawaban ragu-ragu pada kecintaan terhadap tarian daerah; (4) Fashion berpengaruh signifikan terhadap nasionalisme remaja di ELF Bandung, dengan korelasi rendah yaitu 0,341 dan secara umum responden memilih jawaban ragu-ragu pada kecintaan terhadap pakaian khas Indonesia.


(2)

ABSTRACT

Winda Pradini (1101811). The Influence of K-Pop Culture on Adolescents’ Nationalism (Descriptive and Analytic Study in Everlasting Friends (ELF) Bandung).

This research is motivated by the entry of K-Pop culture which anesthetizes most adolescents’ in Indonesia. Until finally comes the excessive fanaticism among adolescents’ and the formation of various fanbase or fans club of Korean boyband and girlband. One of Korean boyband fanbase is Everlasting Friends (ELF) which is designation for fans of Super Junior (SUJU). Adolescents’ passion on K-Pop culture makes them imitate various things of K-Pop, while the indigenous culture of Indonesia which became the nations’ assets are gradually abandoned by them. The unstable condition of adolescents’ psychology can be a trigger. If it continues to happen is not likely to fade nationalism adolescents’. This study aims to investigate the research questions as follow: (1) what level of knowledge are K-Popers in ELF Bandung on the history and culture of Indonesia? (2) How does K-Pop culture influences in terms of music towards adolescents’ nationalism in ELF Bandung? (3) How does K-Pop culture influences in terms of

dance towards adolescents’ nationalism in ELF Bandung? (4) How does K-Pop

culture influences in terms of fashion towards adolescents’ nationalism in ELF Bandung?

Grand theory in this study used the theory of Smith (2003) that nationalism is an ideology which puts the nation at the center of the problems and aims to enhance the existence of the nation.

The method used in this study is descriptive analysis of quantitative approach. The data collection of the study were questionnaire, interview, observation, documentation study, and literature review.

The result of this study showed that: (1) The majority of respondents have a good knowledge of the history and culture of the nation, by category deeply understand and grasp; (2) Music is no significant effect on adolescents’s nationalism in ELF Bandung, because the correlation is at a very low rate that is 0,131. But in terms of respondents, many are choosed hesitate in love for folk songs and the national songs; (3) Dance is no significant effect on adolescents’s nationalism in ELF Bandung, because the correlation is at a low level is 0,277. But in general the respondents choosed the answer hesitate in love for dance of Indonesia; (4) Fashion is significant effect on adolescents’s nationalism in ELF Bandung, with low correlation is 0,341 and in general the respondents choosed the answer hesitate in love for Indonesian traditional clothes.


(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian

Dewasa ini, negara-negara di dunia sedang mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam berbagai hal. Perkembangan yang pesat ini kerap kali disebut globalisasi. Menurut Wuryan, S dan Syaifullah (2008, hlm. 141):

Secara etimologis, globalisasi berasal dari kata “globe” yang berarti bola dunia, sedangkan akhiran sasi mengandung makna sebuah “proses” atau keadaan yang sedang berjalan atau terjadi saat ini. Jadi, secara etimologis globalisasi mengandung pengertian sebuah proses mendunia yang tengah terjadi saat ini menyangkut berbagai bidang dan aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara-negara di dunia.

Globalisasi terjadi dari hal kecil hingga hal besar, mulai dari hal yang sederhana hingga hal yang kompleks. Termasuk di dalamnya perkembangan teknologi yang merupakan salah satu aspek kehidupan manusia yang dipengaruhi oleh proses globalisasi. Dapat dikatakan bahwa globalisasi dan teknologi merupakan dua hal yang saling berkaitan.

Perkembangan teknologi yang pesat, membuat jarak tak lagi berarti dan waktu begitu berarti. Dalam artian, jarak yang jauh bukanlah masalah dan dapat diselesaikan dengan mudah dalam waktu yang singkat oleh sesuatu yang disebut teknologi. Berita-berita di luar sana yang berjarak ribuan bahkan jutaan kilometer dapat dengan mudah kita ketahui dalam waktu yang singkat tanpa perlu mendatangi tempat tersebut. Dengan demikian, munculah suatu istilah di kalangan

masyarakat yakni “Siapa yang dapat menguasai teknologi maka dialah yang akan

menguasai dunia”.

Di dalam kehidupan modern, kebutuhan teknologi merupakan kebutuhan pokok disamping kebutuhan akan pangan, sandang dan papan. Salah satunya adalah handphone dan internet yang merupakan dua hal diantara ratusan hal lain yang berkaitan dengan perkembangan teknologi.


(4)

Mulai dari orang dewasa hingga anak-anak kerap kali menggunakan handphone dan internet guna melakukan komunikasi dalam kesehariannya. Para pelajar yang dituntut untuk menguasai ilmu pengetahuan juga dapat dengan mudah mengerjakan tugas-tuganya dengan bantuan internet. Siapa pun, kapan pun dan di mana pun dapat dengan mudah mengakses internet.

Namun di balik dampak positif dari proses globalisasi, terdapat dampak negatif. Ibarat sebuah baterai yang memiliki dua kutub yaitu kutub positif (+) dan kutub negatif (-). Salah satu dampak negatif dari globalisasi adalah dalam aspek budaya.

Budaya adalah hal yang dapat dengan mudah berubah seiring dengan proses globalisasi. Budaya merupakan suatu pola hidup yang berkembang di suatu masyarakat yang menjadi ciri dari suatu daerah dan telah diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya.

Setiap negara memiliki kebudayaan yang merupakan ciri khas dari negara tersebut. Dengan adanya arus globalisasi budaya mempermudah masuknya budaya asing ke dalam negeri. Dengan hal ini bukan tidak mungkin budaya dalam negeri lambat laun akan memudar dan menjadi ancaman tersendiri termasuk bagi negara Indonesia yang tak luput dari arus globalisasi budaya yang terjadi.

Menjamurnya budaya-budaya asing di tanah khatulistiwa membuat trend baru di kalangan masyarakat terutama remaja Indonesia. Salah satu budaya asing yang sedang digandrungi oleh remaja Indonesia adalah budaya K-Pop. Kim

Chang Nam (dalam Yulius, 2013, hlm. 10) mengungkapkan bahwa ‘K-Pop merupakan fenomena transnasional lintas batas yang terkait dengan fenomena budaya yang dinikmati dunia internasional seiring dengan globalisasi dan arus

teknologi internet’.

Saat ini K-Pop adalah budaya baru yang menjadi trend khususnya bagi remaja. Hal ini terlihat dari banyaknya remaja dengan gaya berpakaian dan gaya rambutnya yang mengikuti para aktor/aktris maupun penyanyi Korea.


(5)

Dalam sebuah artikel di Kompasiana (15/09/2013), seorang mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta bernama Tunshorin mengatakan bahwa:

... Dapat dijumpai banyak remaja pria Yogyakarta yang meniru gaya para penyanyi Korea tersebut, mulai dari rambut, gaya pakaian, cara berjalan, hingga dance-dance girlband maupun boyband Korea dapat dengan lancar ditirukan.

Kita pun masih ingat bagaimana remaja Indonesia tumpah ruah di Jakarta untuk menonton konser girlband maupun boyband Korea. Mereka datang dari berbagai daerah bukan hanya dari Jakarta saja. Banyak yang datang dari luar Jakarta meskipun harus mengeluarkan uang yang tak sedikit demi membeli tiket.

Hal tersebut menunjukan bahwa budaya dari negeri gingseng ini dapat dengan mudahnya membius sebagian besar remaja Indonesia. Bukan hanya lewat tampilan fisik yang terlihat cantik dan tampan, namun lambat laun membuat remaja semakin memperdalam budaya Korea, mengagung-agungkan budaya Korea dan terkesan mengabaikan budaya asli Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya remaja yang tertarik untuk belajar bahasa dan tulisan Korea (hangeul) serta kebudayaannya dan memudarnya perhatian remaja terhadap budaya dan sejarah negeri khatulistiwa.

Pada umumnya para remaja yang menggemari K-Pop (K-Popers) memilih bergabung dengan remaja lain yang juga seorang K-Popers dengan membentuk fanbase (kelompok fans) sesuai dengan artis idola mereka. Entah itu mengidolakan aktris, aktor, boyband, girlband maupun penyanyi solo. Dari sekian banyak fanbase yang ada, salah satunya adalah ELF (Everlasting Friends) yang merupakan panggilan untuk fans boyband Super Junior (SUJU).

Perkembangan teknologi juga mempermudah akses masuknya budaya K-Pop. Segala macam informasi tentang sang idola, dari mulai foto, video dapat dengan mudah didapat. Memang hal yang biasa bila budaya asing masuk ke dalam negeri dan hal biasa pula bila remaja memiliki artis idola. Akan tetapi bila budaya tersebut (K-Pop) sudah menjadi trend di kalangan remaja bahkan beberapa remaja memiliki fanatisme yang berlebihan, maka bukan tidak mungkin secara perlahan dapat menggeser budaya asli Indonesia, seperti yang diungkapkan oleh Rendhi (27/12/2009) bahwa:


(6)

Dalam perkembangannya globalisasi menimbulkan berbagai masalah dalam bidang kebudayaan, misalnya: hilangnya budaya asli suatu daerah atau suatu negara, terjadinya erosi nilai-nilai budaya, menurunnya rasa nasionalisme dan patriotisme, hilangnya sifat kekeluargaan dan gotong royong, kehilangan kepercayaan diri, gaya hidup kebarat-baratan.

Dari pendapat di atas, bukan hanya aspek budaya saja yang terkena dampak dari globalisasi. Akan tetapi rasa nasionalisme juga tak luput dari arus globalisasi. Padahal, rasa nasionalisme haruslah ada pada setiap diri warga negara Indonesia tanpa terkecuali, termasuk remaja.

Psikologi remaja yang masih labil membuat remaja mudah terpengaruh oleh keadaan sekitarnya termasuk budaya asing. Padahal, remaja merupakan penerus bangsa yang seharusnya mencintai dan mengembangkan budaya Indonesia. Kelabilan remaja ini harus dapat dimanfaatkan oleh lingkungan sekitar (Sekolah maupun orangtua) untuk menanamkan rasa nasionalisme. Sebab nasionalisme merupakan suatu bentuk rasa cinta kita akan negara Indonesia yang diwujudkan dengan menjaga dan memelihara kebudayaan asli negeri sebagai ciri khas bangsa di tengah-tengah arus globalisasi budaya.

Berdasarkan hal tersebut, maka penulis melakukan penelitian dengan judul:

PENGARUH BUDAYA K-POP TERHADAP NASIONALISME REMAJA

(Studi Deskriptif Analitis di Everlasting Friends (ELF) Bandung).

B.Identifikasi Masalah Penelitian

Negara Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang merupakan kekayaan atau aset bangsa. Berbagai bahasa, suku bangsa, dan adat istiadat menjadi aksesoris yang indah di hamparan tanah khatulistiwa. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai ciri khas bangsa yang harus kita jaga dan lestarikan sebagai bentuk rasa cinta tanah air atau nasionalisme.

Seperti yang diungkapkan oleh Stanley (dalam Gatara dan Sofhian, 2011, hlm. 17-18) bahwa dalam mendefinisikan istilah nasionalisme setidaknya ada empat elemen, salah satu dari empat elemen itu ialah ‘Sikap yang melihat amat pentingnya penonjolan ciri khusus suatu bangsa’.


(7)

Ciri khusus bangsa Indonesia dalam hal budaya, lambat laun mengalami pengikisan akibat proses globalisasi yang terjadi. Proses globalisasi memicu masuknya budaya asing ke dalam negeri, salah satunya budaya K-Pop.

Budaya dari negara Korea Selatan ini sedang membius sebagian besar remaja Indonesia. Akibatnya banyak dijumpai remaja yang memiliki fanatisme yang berlebihan. Terlihat dari remaja yang meniru tarian atau dance Korea dan gaya berpakaian artis Korea (boyband/girlband). Dengan kata lain, remaja yang masih labil ini lebih mengagung-agungkan budaya K-Pop.

Berdasarkan pendapat Stanley di atas, maka fenomena menjamurnya budaya populer atau budaya global yakni K-Pop bukan hanya berdampak pada terkikisnya budaya bangsa yang merupakan ciri khusus bangsa Indonesia melainkan berdampak pula pada nasionalisme, dalam penelitian ini ialah nasionalisme remaja.

Menurut Smith (2003, hlm. 166) “..memudarnya nasionalisme dimulai dari gagasan mengenai suatu budaya global yang didasarkan pada komunikasi massa

elektronik”. Maka dari itu, penelitian ini mengkaji tentang Pengaruh Budaya K-Pop terhadap Nasionalisme Remaja.

C.Rumusan Masalah Penelitian

Sebagaimana telah diuraikan dalam latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: bagaimana pengaruh budaya K-Pop terhadap nasionalisme remaja di ELF Bandung. Melihat rumusan masalah tersebut begitu luas, maka penulis akan membatasi masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat pengetahuan K-Popers di ELF Bandung mengenai sejarah dan budaya Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh budaya K-Pop dalam hal musik terhadap nasionalisme remaja di ELF Bandung?

3. Bagaimana pengaruh budaya K-Pop dalam hal dance atau tarian terhadap nasionalisme remaja di ELF Bandung?


(8)

4. Bagaimana pengaruh budaya K-Pop dalam hal fashion atau gaya berpakaian terhadap nasionalisme remaja di ELF Bandung?

D.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang hendak dicapai dalam penelitian dibagi menjadi dua bagian yaitu:

1. Tujuan Umum

Sesuai dengan rumusan permasalahan, secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh budaya K-Pop terhadap nasionalisme remaja di ELF Bandung.

2. Tujuan Khusus

Adapun yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui:

a. Tingkat pengetahuan K-Popers di ELF Bandung mengenai sejarah dan budaya Indonesia.

b. Pengaruh budaya K-Pop dalam hal musik terhadap nasionalisme remaja di ELF Bandung.

c. Pengaruh budaya K-Pop dalam hal dance atau tarian terhadap nasionalisme remaja di ELF Bandung.

d. Pengaruh budaya K-Pop dalam hal fashion atau gaya berpakaian terhadap nasionalisme remaja di ELF Bandung.

E.Manfaat Penelitian

Secara umum penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menggali, mengkaji dan menambah wawasan mengenai pengaruh budaya K-Pop di ELF Bandung terhadap rasa nasionalisme remaja (anggotanya).


(9)

2. Manfaat Praktis

a. Bagi subjek yang diteliti, yaitu ELF Bandung dapat tetap mencintai budaya dan sejarah Indonesia di samping kesukaannya akan budaya K-Pop.

b. Bagi Guru PKn, dengan adanya penelitian ini diharapkan guru PKn dapat menambah dan memberikan stimulus pada siswa untuk tetap teguh pada nilai-nilai luhur bangsa, mencintai dan melestarikan budaya bangsa di tengah arus globalisasi.

c. Bagi Departemen Pendidikan Kewarganegaraan, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kajian tentang kebudayaan untuk menjaga rasa cinta mahasiswa akan budaya bangsa di tengah arus globalisasi, yang kelak akan diwariskan kepada siswa saat mahasiswa lulus dan menjadi seorang guru.

d. Bagi Dinas Pendidikan Kota Bandung, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh globalisasi budaya pada diri pelajar sehingga dapat membuat solusi yang tepat untuk melestarikan budaya bangsa di kalangan pelajar.

e. Bagi peneliti selanjutnya, dengan melakukan penelitian ini dapat menimbulkan ketertarikan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih mendalam khususnya dalam konteks pengaruh budaya K-Pop terhadap nasionalisme remaja dan pada umumnya mengenai pengaruh budaya asing pada budaya nasional.

F. Struktur Organisasi Skripsi

1. Bab I: Pendahuluan.

Pada bagian pendahuluan terdiri dari latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi.

2. Bab II: Kajian Pustaka.

Dalam kajian pustaka terdiri dari konsep-konsep dan teori-teori yang dikaji dalam skripsi (budaya K-Pop, nasionalisme, remaja), asumsi dasar serta hipotesis (jawaban sementara terhadap masalah).


(10)

3. Bab III: Metode Penelitian.

Pada bagian metode penelitian meliputi lokasi dan subjek penelitian, metode dan desain penelitian, populasi dan sampel, definisi operasional, instrumen penelitian, prosedur penelitian, serta teknik pengumpulan dan analisis data. 4. Bab IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan.

Bab IV meliputi pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan temuan berkaitan dengan masalah penelitian dan pembahasan hasil analisis data. Dalam hal ini menggunakan pemaparan data kuantitatif.

5. Bab V: Kesimpulan dan Saran.

Pada bab V terdiri dari kesimpulan dan saran yang merupakan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian.


(11)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat yang menjadi tujuan dalam suatu penelitian. Penulis mengambil lokasi penelitian di ELF (Everlasting Friends) Bandung. ELF merupakan sebutan untuk salah satu kelompok fans boyband Korea yakni Super Junior (SUJU). Penulis mengambil lokasi ini didasarkan pada keterkaitan permasalahan dengan keadaan di lokasi penelitian.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian merupakan responden atau sumber informasi yang diperlukan dalam penelitian. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja yang menjadi anggota dari ELF Bandung.

B.Desain dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang lebih menekankan pada pengolahan angka dan angket sebagai instrumen utamanya. Pengertian pendekatan kuantitatif menurut Azwar (2012, hlm. 5):

Pendekatan kuantitatif menekankan pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Pendekatan ini dilakukan pada penelitian inferensial (dalam rangka pengujian hipotesis) dan diperoleh signifikansi hubungan antar variabel yang diteliti. Pada Umumnya, penelitian kuantitatif merupakan penelitian sampel besar.

Menurut Marczyk et al (2005) (dalam Suharsaputra, 2012, hlm. 49) bahwa ‘penelitian kuantitatif merupakan kajian yang menggunakan analisis statistik untuk mendapatkan temuannya. Ciri utamanya mencakup pengukuran formal dan sistematis dan penggunaan statistik’. Dapat dikatakan bahwa penelitian kuantitatif


(12)

adalah suatu penelitian yang memerlukan pengujian hipotesis untuk mengukur setiap variabel yang ada dengan jumlah populasi yang besar, sehingga memerlukan adanya sampel serta menggunakan statistik dalam menganalisis temuannya.

2. Metode Penelitian

Dalam buku Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D, Sugiyono (2012, hlm. 2) menjelaskan bahwa “Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”.

Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Mengenai penelitian deskriptif analitis, Darmawan (2013, hlm. 69) mengatakan:

Penelitian deskriptif analitis adalah metode yang menggunakan statistika mulai dari yang sederhana hingga penelitian dengan penggunaan rumus statistik uji yang lebih kompleks. Ciri khasnya adalah proses pencarian jawaban atas pertanyaan penelitian dengan menggunakan persentase atas jawaban-jawaban responden, kemudian adanya analisis sederhana berupa pencarian nilai frekuensi.

Metode penelitian di atas relevan dengan penelitian yang akan dilakukan, dalam hal ini peneliti akan menggambarkan pengaruh budaya K-Pop terhadap nasionalisme remaja di ELF Bandung.

C.Populasi dan Sampel

Dalam sebuah penelitian kuantitatif, akan berkaitan dengan populasi dan sampel. Menurut Sugiyono (2012, hlm. 80) “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.

Lalu Darmawan (2013, hlm. 137) menyebutkan “Populasi adalah sumber data dalam penelitian tertentu yang memiliki jumlah banyak dan luas”. Menurut Arikunto (2006, hlm. 130) bahwa “Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”.


(13)

Mengenai sampel, Sugiyono (2012, hlm. 81) menyebut “sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi”. Kemudian Siregar (2013, hlm. 30) mengungkapkan bahwa “sampel adalah suatu prosedur pengambilan data di mana hanya sebagian populasi saja yang diambil dan dipergunakan untuk menentukan sifat serta ciri yang dikehendaki dari suatu populasi”. Maka dapat dikatakan bahwa sampel merupakan bagian dari populasi.

Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang menjadi anggota ELF Bandung yakni 300 orang. Karena terlalu banyak anggota ELF Bandung, maka peneliti menggunakan sampel untuk mewakili populasi yang ada guna mempermudah penelitian.

Sugiyono (2012, hlm. 81) mengungkapkan bahwa “teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel”. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah probability sampling dengan sistem random sampling atau sistem acak. Menurut Darmawan (2013, hlm. 144) teknik sampling tersebut adalah “cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil pada setiap elemen populasi”.

Mengenai ukuran sampel, Gay dan Diehl (1992) (dalam Darmawan, 2013, hlm. 143) mengungkapkan bahwa ‘Untuk penelitian deskriptif sampelnya 10% dari populasi, penelitian korelasional paling sedikit 30 elemen populasi, penelitian perbandingan kausal 30 elemen perkelompok, dan untuk penelitian eksperimen 15 elemen perkelompok’.

Akan tetapi agar ukuran sampel yang diambil dapat mewakili populasi yang ada dan hasilnya akurat, maka digunakan rumus sampel minimum. Dalam menggunakan sampel minimum, harus ditentukan terlebih dahulu taraf kesalahan atau batas toleransi kesalahan. Isaac dan Michael (dalam Sugiyono, 2012, hlm. 86) menyebut ‘tingkat kesalahan 1%, 5% dan 10%’. Dari pernyataan tersebut, penulis mengambil tingkat kesalahan sebesar 10%.


(14)

Berikut merupakan rumus teknik sampling pendapat Slovin (Darmawan, 2013, hlm. 156):

n =

+��

Keterangan (dalam Prasetyo dan Jannah, 2010, hlm. 138): n = besaran sampel N = besaran populasi

e = nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan penarikan sampel)

Maka, yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah

+ x % 2= + x , 2= + x , = + = = 75 orang.

Berikut merupakan penjelasan mengenai sampel penelitian:

Tabel 3.1

Penjelasan Sampel Penelitian

No. Keterangan Jumlah

1. Siswa SMP (13-14 tahun) 29

2. Siswa SMA (15-17 tahun) 27

3. Mahasiswa dan yang sudah bekerja (18-21 tahun) 19

Total 75

D.Definisi Operasional 1. Definisi Operasional

a. Budaya K-Pop

Layanan Informasi dan Budaya Korea (Korean Culture and Information Service) (dalam Yulius, 2013, hlm. 10) mengemukakan bahwa ‘K-Pop merupakan singkatan dari Korean Pop’. Hal yang hampir serupa diungkapkan pula oleh Kim Chang Nam (dalam Yulius, 2013, hlm. 9) bahwa ‘Istilah K-Pop merupakan singkatan dari Korean popular music atau musik populer Korea’.


(15)

b. Nasionalisme

Nasionalisme menurut B.N. Marbun (dalam Gatara dan Sofhian, 2011, hlm. 17):

Dalam kamus politik, nasionalisme adalah perasaan atas dasar kesamaaan asal-usul, rasa kekeluargaan, rasa memiliki hubungan-hubungan yang lebih erat dengan sekelompok orang daripada dengan orang-orang lain, dan mempunyai perasaan berada dibawah satu kekuasaan. Nasionalisme diperkuat oleh adanya tradisi-tradisi, adat istiadat, dongeng-dongeng dan mitos-mitos, serta oleh satu bahasa yang sama; semangat kebangsaan. c. Remaja

Remaja (adolescence) menurut Dariyo (2004, hlm. 13-14) adalah “Masa transisi/peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial”.

2. Variabel

Menurut Hatch dan Farhady (dalam Darmawan, 2013, hlm. 108) ‘Secara teoritis variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau objek yang mempunyai “variasi” antara satu orang dengan yang lain atau objek dengan objek yang lain’.

F.N.Kerlinger (dalam Arikunto, 2006, hlm. 116) menyebut ‘variabel sebagai sebuah konsep seperti halnya laki-laki dalam konsep jenis kelamin, insaf dalam konsep kesadaran’. Sedangkan menurut Sugiyono (2012, hlm. 38) bahwa variabel ialah “segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut (apa yang anda teliti), kemudian ditarik kesimpulannya”. Maka variabel adalah segala sesuatu yang memiliki variasi dan diamati serta dianalisis untuk mendapat suatu kesimpulan dalam penelitian.

Berdasarkan judul penelitian, terdapat dua variabel yaitu: a. Variabel bebas (independent variable)

Menurut Darmawan (2013, hlm. 109), “Variabel bebas adalah variabel yang memengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat)”. Variabel bebas disimbolkan dengan “X”. Dalam


(16)

penelitian ini variabel X adalah Budaya K-Pop. Berikut merupakan operasionalisasi variabel X:

Tabel 3.2

Operasionalisasi Variabel X

Variabel Dimensi Indikator

X

(budaya k-pop)

1. Budaya populer 1. Banyak disukai orang

2. Hiburan atau bersifat komersial 3. Fanatisme

2. Boyband/girlband 1. Musik

2. Dance atau tarian

3. Fashion atau gaya berpakaian

b. Variabel terikat (dependent variable)

Darmawan (2013, hlm. 109) mengungkapkan bahwa “Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas”. Variabel terikat disimbolkan dengan “Y”. Dalam penelitian ini variabel Y adalah Nasionalisme. Berikut merupakan operasionalisasi variabel Y:

Tabel 3.3

Operasionalisasi Variabel Y

Variabel Dimensi Indikator

Y

(nasionalisme)

1. 1. Ideologi bangsa 1. Pengetahuan tentang bangsa 2. Pedoman hidup bangsa atau

nilai-nilai luhur yang perlu diamalkan 2. 2. Cinta tanah air 1. Mencintai atau menjunjung

budaya dan sejarah bangsa 2. Bangga akan negaranya

3. Tidak mudah terpengaruh budaya asing


(17)

3. 3. Identitas nasional 1.Lagu daerah dan lagu nasional 2.Tarian daerah

3.Pakaian khas Indonesia

E.Instrumen Penelitian

Menurut Siregar (2013, hlm. 46) “instrumen penelitian adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk memperoleh dan menginterpretasikan informasi yang diperoleh dari para responden yang dilakukan dengan menggunakan pola ukur yang sama”. Lalu, Riduwan (2003, hlm. 24) mengungkapkan bahwa “metode pengumpulan data ialah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk pengumpulan data”.

Dalam penelitian kuantitatif, instrumen penelitian yang digunakan adalah angket (questionnaire). Angket (questionnaire) menurut Taniredja dan Mustafidah (2012, hlm. 44) merupakan “suatu daftar pertanyaan atau pernyataan tentang topik tertentu yang diberikan kepada subjek, baik secara individual atau kelompok, untuk mendapatkan informasi tertentu, seperti preferensi, keyakinan, minat dan perilaku”.

Angket penelitian ini menggunakan skala likert atau skala sikap dalam bentuk checklist(√). Menurut Sugiyono (2012, hlm.93) “skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial”. Skala likert ini menggunakan lima pilihan yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (R), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Nilai yang diberikan adalah 5-1 dari Sangat Setuju (SS) sampai Sangat Tidak Setuju (STS) untuk kalimat atau pernyataan positif. Sedangkan untuk kalimat atau pernyataan negatif diberikan nilai 5-1 dari Sangat Tidak Setuju (STS) hingga Sangat Setuju (SS).

Skala likert yang kedua memiliki alternatif pilihan jawaban Sangat Memahami (SM), Memahami (M), Kurang Memahami (KM), Tidak Memahami (TM), dan Tidak Tahu (TT), dengan skor 5-1. Skala likert yang kedua ini digunakan untuk indikator pengetahuan tentang bangsa.


(18)

F. Proses Pengembangan Instrumen 1. Uji Validitas

Dalam penelitian kuantitatif, dikenal istilah uji validitas. Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan instrumen yang telah dibuat peneliti, apakah instrumen sudah layak digunakan dalam penelitian ataukah instrumen masih memerlukan perbaikan sebelum disebarkan pada responden.

Menurut Arikunto (2006, hlm. 168) “validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen”. Kemudian Sugiyono (2012, hlm. 121) bahwa “instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur”.

Pendapat di atas diperjelas oleh Siregar (2013, hlm. 46) “validitas atau kesahihan adalah menunjukan sejauh mana suatu alat ukur mampu mengukur apa yang ingin diukur”. Maka suatu instrumen atau butir soal dikatakan valid apabila soal tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.

Untuk menguji validitas instrumen, peneliti menggunakan rumus korelasi product moment (Suharsaputra, 2012, hlm. 102):

r = �∑ − ∑ ∑

√�∑ 2 ─ ∑ 2√� ∑ 2 ─ ∑ 2

Di mana:

r = koefisien korelasi suatu butir/soal N = jumlah responden

∑X = jumlah skor X ∑Y = jumlah skor Y

∑XY = jumlah hasil kali dari variabel X dan variabel Y ∑X2

= jumlah kuadrat dari variabel X ∑Y2


(19)

Menurut Sugiyono (2013, hlm. 357), jika hasil uji memberikan nilai koefisien korelasi > 0,227 (n=75) maka instrumen tersebut dinyatakan valid sebaliknya jika nilai koefisien korelasi < 0,227 maka instrumen tersebut dinyatakan tidak valid.

Pengujian validitas untuk setiap variabel dibantu dengan software SPSS. Berikut merupakan hasil uji instrumen pernyataan variabel X dan variabel Y:

Tabel 3.4 Validitas Variabel X

No r

hitung r tabel Keterangan

1 0,427 0,227 Valid

2 0,229 0,227 Valid

3 0,295 0,227 Valid

4 0,344 0,227 Valid

5 0,645 0,227 Valid

6 0,405 0,227 Valid

7 0,428 0,227 Valid

8 0,618 0,227 Valid

9 0,467 0,227 Valid

10 0,366 0,227 Valid

11 0,510 0,227 Valid

12 0,632 0,227 Valid

13 0,551 0,227 Valid

14 0,713 0,227 Valid

15 0,587 0,227 Valid

16 0,229 0,227 Valid

17 0,444 0,227 Valid

18 0,503 0,227 Valid

19 0,546 0,227 Valid


(20)

21 0,365 0,227 Valid

22 0,387 0,227 Valid

23 0,457 0,227 Valid

24 0,547 0,227 Valid

25 0,530 0,227 Valid

26 0,506 0,227 Valid

27 0,483 0,227 Valid

28 0,391 0,227 Valid

29 0,299 0,227 Valid

Sumber: Diolah oleh penulis dan Delta Statistik menggunakan Microsoft Excel, bulan Februari 2015 (Lihat Lampiran)

Tabel 3.5 Validitas Variabel Y

No r

hitung r tabel Keterangan

30 0,313 0,227 Valid

31 0,344 0,227 Valid

32 0,342 0,227 Valid

33 0,552 0,227 Valid

34 0,442 0,227 Valid

35 0,262 0,227 Valid

36 0,261 0,227 Valid

37 0,309 0,227 Valid

38 0,245 0,227 Valid

39 0,385 0,227 Valid

40 0,680 0,227 Valid

41 0,584 0,227 Valid

42 0,658 0,227 Valid

43 0,593 0,227 Valid


(21)

45 0,588 0,227 Valid

46 0,511 0,227 Valid

47 0,388 0,227 Valid

48 0,497 0,227 Valid

49 0,514 0,227 Valid

50 0,455 0,227 Valid

51 0,574 0,227 Valid

52 0,486 0,227 Valid

53 0,495 0,227 Valid

54 0,544 0,227 Valid

55 0,532 0,227 Valid

56 0,474 0,227 Valid

57 0,550 0,227 Valid

58 0,578 0,227 Valid

59 0,605 0,227 Valid

60 0,544 0,227 Valid

Sumber: Diolah oleh penulis dan Delta Statistik menggunakan Microsoft Excel, bulan Februari 2015 (Lihat Lampiran)

Pada kedua tabel di atas, dapat dilihat hasil uji validitas menunjukkan bahwa keseluruhan item pernyataan dikatakan valid karena memiliki koefisien validitas yang lebih besar dari r tabel yaitu 0.227, hal ini berarti bahwa keseluruhan item pernyataan dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya.

2. Uji Reliabilitas

Suatu instrumen tidak hanya memerlukan uji validitas, tetapi memerlukan uji reliabilitas. Reliabilitas menunjukan bahwa instrumen yang dibuat penulisdapat dipercaya sebagai alat pengumpul data dan bersifat konsisten, dalam artian memberikan hasil yang sama saat diuji pada waktu yang berbeda.


(22)

Menurut Arikunto (2006, hlm. 178) “reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik”. Lalu Sugiyono (2012, hlm. 121) mengungkapkan bahwa “instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama”. Maka reliabilitas adalah suatu teknik untuk mengetahui apakah alat pengukur dapat mengukur dengan hasil yang sama saat digunakan beberapa kali.

Untuk mengetahui reliabilitas instrumen, penulis menggunakan rumus Alpha Cronbach (dalam Arikunto, 2006, hlm. 196):

r

11

= (

) (

1 −

∑��

2

2

)

Di mana:

r

11 = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

∑� = jumlah varian butir � = varian total

Menurut Azwar (2010, hlm. 33), jika hasil uji memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,70 maka variabel tersebut dinyatakan reliabel.

Pengujian reliabilitas untuk setiap variabel dibantu dengan software SPSS. Dari rumus tersebut, maka didapat nilai reliabilitas:


(23)

Tabel 3.6 Reliabilitas

Variabel Koefisien

Reliabilitas r kritis Keterangan

X 0,861 0,70 Reliabel

Y 0,881 0,70 Reliabel

Sumber: Diolah oleh penulis dan Delta Statistik menggunakan Microsoft Excel, bulan Februari 2015 (Lihat Lampiran)

Nilai reliabilitas butir pernyataan pada kuisioner masing-masing variabel yang sedang diteliti lebih besar dari 0,70 hasil ini menunjukkan bahwa butir kuisioner pada masing-masing variabel andal untuk mengukur variabelnya masing-masing.

3. Analisis Deskriptif

Menurut Sugiono (2013, hlm. 147) statistik deskriptif adalah statistik yang

digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi.

Analisis deskriptif data penelitian dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana tanggapan responden terhadap setiap indikator variabel yang sedang diteliti. Agar lebih mudah menginterpretasikan variabel yang sedang diteliti, maka dilakukan kategorisasi terhadap skor tanggapan responden. Prinsip kategorisasi jumlah skor tanggapan responden diungkapkan oleh Sugiyono (2009, hlm. 135), bahwa berdasarkan rentang skor maksimum dan skor minimum, kemudian dibagi jumlah kategori yang diinginkan dengan rumus sebagai berikut:


(24)

Rentang Skor Kategori = (Skor Maksimum-Skor Minimum)/ 5 Keterangan:

Skor maksimum = jumlah responden x jumlah pertanyaan x 5 Skor minimum = jumlah responden x jumlah pertanyaan x 1

Analisis deskripif ini dilakukan dengan mengacu pada indikator-indikator yang ada pada setiap variabel yang diteliti.

4. Analisis Verifikatif

Skala pengukuran yang dipilih oleh peneliti berkaitan erat dengan teknik analisis data yang digunakan. Oleh karena itu setiap skala pengukuran yang tidak memenuhi syarat dilakukannya suatu teknik analisis korelasi pearson, harus dirubah atau dikonversi ke dalam skala pengukuran yang sesuai dengan teknik analisis yang akan digunakan. Penulis pada penelitian ini mengunakan teknik korelasi pearson. Sementara tingkat pengukuran yang digunakan adalah ordinal. Oleh karena analisis korelasi pearson mengisyaratkan skala pengukuran minimal interval, maka peneliti harus menaikan tingkat pengukuran ordinal menjadi interval. Menurut Surwono (2009, hlm. 65), salah satu metode konversi data yang sering digunakan oleh peneliti untuk menaikan tingkat pengukuran ordinal ke interval adalah metode succesive interval (MSI).

Langkah kerja yang dapat dilakukan untuk merubah jenis data ordinal ke data interval melalui method of successive intervals:

a) Untuk setiap pertanyaan, dihitung berapa orang yang mendapat skor 1,2,3,4 dan 5 yang disebut frekuensi.

b) Setiap ferekuensi dibagi dengan banyaknya responden dan hasilnya disebut proporsi.

c) Tentukan nilai proporsi kumulatif dengan jalan menjumlahkan proporsi secara berurutan perkolom skor.

d) Gunakan tabel distribusi normal, hitung nilai Z untuk setiap proporsi kumulatif yang diperoleh.


(25)

e) Tentukan nilai tinggi dentitas untuk setiap nilai Z yang diperoleh (dengan menggunakan tabel tinggi dentitas).

f) Menghitung nilai skala dengan rumus Method of successive interval.

Means of Interval = � � � � � � − � � � �� �

� � � �� � − � � � � �� �

Di mana:

Mean of Interval : Rata-rata interval Density at lower limit : Kepadatan batas bawah Density at Upper Limit : Kepadatan batas atas Area below Upper Limit : Daerah di bawah batas atas Area below Lower Limit : Daerah di bawah batas bawah

g) Menentukan nilai transformasi (nilai untuk skala interval) dengan menggunakan rumus:

Y = NS + 1  NSmin 

a. Analisis Korelasi Pearson

Menurut Sugiyono (2013, hlm. 228) “penelitian korelasi bertujuan untuk menemukan ada atau tidaknya hubungan atau pengaruh, dan apabila ada berapa eratnya hubungan berarti atau tidaknya hubungan tersebut”.

Rumus koefisien korelasi Pearson (r), digunakan pada analisis korelasi sederhana untuk variabel interval/rasio. Koefisien Pearson dirumuskan (dalam Suharsaputra, 2012, hlm. 102):

r = �∑ − ∑ ∑


(26)

Di mana:

r = koefisien korelasi suatu butir/soal N = jumlah responden

∑X = jumlah skor X ∑Y = jumlah skor Y

∑XY = jumlah hasil kali dari variabel X dan variabel Y ∑X2

= jumlah kuadrat dari variabel X ∑Y2

= jumlah kuadrat dari variabel

Dalam penelitian kuantitatif dikenal istilah korelasi. Untuk menentukan besar kecilnya korelasi, terdapat pedoman untuk menginterpretasikan koefisien korelasi. Sugiyono (2012, hlm. 184) memberikan pedoman tersebut:

Tabel 3.7

Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 - 0,199 Sangat rendah 0,20 - 0,399 Rendah 0,40 - 0,599 Sedang

0,60 - 0,799 Kuat

0,80 - 1,000 Sangat kuat

5. Uji Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara atas permasalahan yang ada. Untuk mengetahui sejauh mana hipotesis yang telah disusun dapat diterima atau sesuai dengan data yang telah terkumpul, maka perlu melakukan uji hipotesis. Dalam penelitian ini menggunakan rumus uji hipotesis Sugiyono (2012, hlm. 184):


(27)

t = √ − √ − 2 Di mana:

t = nilai t hitung n = jumlah responden

r = koefisien korelasi hasil r hitung

Sugiyono (2012, hlm. 185) mengungkapkan bahwa harga t hitung tesebut selanjutnya dibandingkan dengan harga t tabel dengan kesalahan 5% dan nilai dk = n-2. Maka berlaku ketentuan:

Jika t hitung < t tabel, maka Ha ditolak. Artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara budaya K-Pop dengan nasionalisme remaja. Akan tetapi, jika t hitung > t tabel, maka Ha diterima. Artinya ada hubungan yang signifikan antara budaya K-Pop dengan nasionalisme remaja.

6. Deskripsi Hasil Wawancara

Mendeskripsikan hasil wawancara merupakan teknik yang digunakan untuk menjelaskan pertanyaan pertanyaan dengan maksud untuk melengkapi data yang tidak diperoleh dari perhitungan statistika.

G.Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Angket

Danial dan Wasriah (2009, hlm. 73-74) menyebutkan bahwa angket berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada responden secara tertulis sesuai dengan masalah penelitian. Dalam hal ini, peneliti menggunakan angket tertutup. Danial dan Wasriah (2009, hlm. 75) mengungkapkan:


(28)

Angket tertutup adalah angket dengan pertanyaan yang diajukan kepada responden telah disediakan jawabannya oleh peneliti. Responden hanya memilih jawaban yang kira-kira cocok sesuai dengan pendapatnya dan tidak diberikan kesempatan memberikan jawaban lain.

Angket akan diberikan pada 75 anggota ELF Bandung sebagai sampel secara acak.

2. Wawancara

Menurut Danial dan Wasriah (2009, hlm. 71) “Wawancara adalah teknik mengumpulkan data dengan cara mengadakan dialog, tanya jawab antara peneliti dan responden secara sungguh-sungguh”. Wawancara yang dilakukan menggunakan teknik wawancara yang sistematik. Danial dan Wasriah (2009, hlm. 72) mengatakan teknik wawancara sistematik yaitu“wawancara yang disusun secara sistematik masalah yang akan ditanyakan, dan ditulis pada daftar wawancara. Waktu, tempat serta orang yang akan diwawancarai ditentukan sebelumnya”

Dalam penelitian ini, wawancara akan dilakukan pada Administrasi (Admin) dan salah satu anggota ELF Bandung.

3. Observasi

Siregar (2013, hlm. 19) mengungkapkan bahwa observasi adalah “kegiatan pengumpulan data dengan melakukan penelitian langsung terhadap kondisi lingkungan objek penelitian yang mendukung kegiatan penelitian, sehingga didapat gambaran jelas tentang kondisi objek penelitian tersebut”.

Dalam hal ini, observasi yang dilakukan termasuk observasi nonpartisipan dan observasi terstruktur. Observasi nonpatisipan menurut Sugiyono (2012, hlm. 145) yaitu “peneliti tidak terlibat langsung dengan aktivitas orang-orang yang diamati melainkan sebagai pengamat independen”.

Sedangkan mengenai observasi terstruktur, Sugiyono (2012, hlm. 146) mengatakan “observasi terstruktur adalah observasi yang telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan dan di mana tempatnya”.

Dalam penelitian ini sudah dirancang secara sistematis bahwa yang akan diamati adalah hal-hal yang dilakukan oleh ELF Bandung ketika sedang berkumpul, dalam hal ini peneliti hanya mengamati dan tak terlibat langsung.


(29)

4. Studi Dokumentasi

Danial dan Wasriah (2009, hlm. 79) menyebut:

Studi dokumentasi adalah mengumpulkan sejumlah dokumen yang diperlukan sebagai bahan data informasi sesuai dengan masalah penelitian, seperti peta, data statistik, jumlah dan nama pegawai, data siswa, data penduduk; grafik, gambar, surat-surat, poto, akte, dan sebagainya.

Dokumentasi dalam penelitian ini merupakan hal yang penting, seperti foto-foto anggota ELF Bandung saat berkumpul, dan sebagainya.

5. Studi Kepustakaan (Literature)

Menurut Danial dan Wasriah (2009, hlm. 80), “Studi kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan mengumpulkan sejumlah buku-buku, majalah, liflet, yang berkenaan dengan masalah dan tujuan penelitian”.

H.Prosedur Penelitian 1. Pra Penelitian

Tahap pra penelitian merupakan tahap awal dalam penelitian, di mana tahap ini bertujuan untuk memperoleh informasi awal tentang subjek penelitian dan kajian pustaka mengenai pengaruh budaya K-pop terhadap nasionalisme remaja.

Terdapat beberapa langkah yang dilakukan oleh peneliti dalam pra penelitian:

a. Mengisi surat perizinan penelitian di Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan

b. Menyerahkan surat perizinan dari Jurusan ke Fakultas Pendidikan Imu Pengetahuan Sosial

c. Mengisi buku pra penelitian di Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial


(30)

2. Pelaksanaan Penelitian

Tahap ini dilakukan dengan tujuan memperoleh informasi dari subjek penelitian. Langkah-langkah yang ditempuh peneliti dalam tahap ini ialah:

a. Mendatangi subjek penelitian b. Menyerahkan angket penelitian c. Mengambil angket penelitian

I. Teknik Pengolahan Data

Dalam pengolahan data, terdapat beberapa langkah yaitu: 1. Seleksi data

Menurut Danial dan Wasriah (2009, hlm. 103) “seleksi data yaitu memilih data dari alat pengumpul data (instrumen), lengkap atau belum lengkap, rusak atau baik. Instrumen yang belum lengkap sebaiknya dilengkapi dulu/dikembalikan pada responden”. Kemudian, petugas pengumpul data dapat menghitung jumlah instrumen yang lengkap dan instrumen yang disebar pada responden.

2. Klasifikasi data

Klasifikasi data menurut Danial dan Wasriah (2009, hlm. 103) adalah “mengelompokan data yang dilakukan oleh petugas pengumpul data berdasarkan instrumen yang digunakan, masalah, tempat, jenjang, responden, lokasi dan lainnya”.

3. Pengkodean (coding) data

Pengkodean (coding) data menurut Danial dan Wasriah (2009, hlm. 103-104) yaitu “memberikan simbol tertentu untuk memudahkan pengolahan data. Lazimnya digunakan angka atau huruf atau keduanya yang memberikan arti tertentu untuk pengolahan data”.

4. Penskoran (scoring) data

Penskoran menurut Danial dan Wasriah (2009, hlm. 104) adalah “memberikan skor pada setiap pertanyaan maupun keseluruhan instrumen dengan nilai/harga tertentu”.


(31)

J. Teknik Analisis Data

Menurut Sugiyono (2012, hlm. 147), “Dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul”. Sugiyono (2012, hlm. 147) juga mengungkapkan:

Kegiatan dalam analisis data adalah: mengelompokan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan.

Dari pernyataan di atas, maka analisis data yang dilakukan oleh penulis:

1. Penafsiran Data

Penafsiran data dilakukan dengan cara menghitung persentase yang diperoleh dengan membandingkan frekuensi jawaban dengan banyaknya sampel dikalikan dengan 100%.

2. Uji Korelasi

Uji korelasi dilakukan untuk mengetahui kuat atau lemahnya hubungan antar variabel. Uji korelasi didapatkan dengan rumus korelasi product moment (Suharsaputra, 2012, hlm. 102):

r = �∑ − ∑ ∑

√�∑ 2 ─ ∑ 2√� ∑ 2 ─ ∑ 2

Di mana:

r = koefisien korelasi suatu butir/soal N = jumlah responden

∑X = jumlah skor X ∑Y = jumlah skor Y

∑XY = jumlah hasil kali dari variabel X dan Variabel Y ∑ = jumlah kuadrat dari variabel X


(32)

3. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara hipotesis yang telah disusun sebelumnya dengan data yang telah terkumpul. Rumus uji hipotesis yang digunakan adalah rumus Sugiyono (2012, hlm. 184):

t = √ − √ − 2 Di mana:

t = nilai t hitung n = jumlah responden


(33)

(34)

BAB V

KESIMPULAN SARAN

A.Kesimpulan

1. Kesimpulan Umum

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data yang telah dilakukan maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa, secara umum budaya K-Pop yang menjadi trend di kalangan remaja Indonesia berpengaruh terhadap nasionalisme remaja. Pengaruh budaya K-Pop terhadap nasionalisme remaja berada pada kekuatan korelasi sedang. Meskipun pengaruhnya tidak terlalu besar, akan tetapi perlu untuk mendapat perhatian agar hal ini tidak meluas. Kondisi psikologi remaja yang masih labil dan mudah terpengaruh menjadi alasan budaya populer ini dapat membius remaja. Ditambah masa remaja merupakan masa mencari jati diri yang identik dengan proses mengidentifikasi karakter tokoh idola, sehingga remaja menirukan berbagai hal tentang idolanya. Selain itu, terdapat faktor lingkungan pergaulan yang memberikan pengaruh yang besar pada perkembangan sikap individu.

2. Kesimpulan Khusus

Berikut merupakan kesimpulan khusus berdasarkan rumusan masalah yang telah ditentukan, sebagai berikut:

a. Tingkat pengetahuan K-Popers di ELF Bandung mengenai sejarah dan budaya Indonesia: 1) sebagian besar K-Popers di ELF Bandung memiliki pengetahuan yang baik mengenai sejarah dan budaya Indonesia yang berada pada kategori sangat memahami dan memahami; 2) terdapat sebagian kecil K-Popers yang kurang memiliki pengetahuan yang baik mengenai sejarah dan budaya Indonesia yang berada pada kategori kurang memahami, tidak memahami, dan tidak tahu; 3) K-Popers di ELF Bandung yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai sejarah dan budaya Indonesia disebabkan oleh usia K-Popers yang masih tergolong pelajar membuat mereka masih


(35)

mendapatkan pengetahuan tentang sejarah dan budaya bangsa budaya Indonesia, yang menandakan benteng pendidikan masih kuat dalam diri mereka; 4) sedangkan K-Popers di ELF Bandung yang kurang memiliki pengetahuan mengenai sejarah dan budaya Indonesia dikarenakan faktor lingkungan yang mendominasi.

b. Pengaruh budaya K-Pop dalam hal musik terhadap nasionalisme remaja di ELF Bandung: 1) tidak adanya pengaruh yang signifikan antara musik dengan nasionalisme remaja di ELF Bandung, karena kekuatan korelasinya berada pada tingkat sangat rendah; 2) kecintaan remaja di ELF Bandung pada lagu daerah dan lagu nasional tak sebanding dengan kecintaan mereka pada musik K-Pop, dalam artian kecintaan remaja pada musik K-Pop lebih tinggi dari kecintaan remaja pada lagu daerah dan lagu nasional; 3) hal ini terjadi karena pendidikan sebagai wadah utama untuk membentuk karakter seseorang selain lingkungan keluarga, kurang adanya upaya pencelupan musik dan lagu-lagu rakyat, sehingga lingkungan remaja yang menggemari musik K-Pop lebih berpengaruh pada diri remaja dibandingkan pendidikan. c. Pengaruh budaya K-Pop dalam hal dance atau tarian terhadap nasionalisme

remaja di ELF Bandung: 1) tidak adanya pengaruh yang signifikan antara dance dengan nasionalisme remaja di ELF Bandung, karena kekuatan korelasinya berada pada tingkat rendah; 2) kecintaan remaja di ELF Bandung terhadap tarian daerah tak setinggi kecintaan mereka pada dance K-Pop; 3) hal ini terjadi karena faktor remaja yang mengidentifikasi dirinya seperti tokoh idola, di mana remaja berupaya membuat dirinya sama dengan tokoh idolanya termasuk menirukan dance K-Pop.

d. Pengaruh budaya K-Pop dalam hal fashion atau gaya berpakaian terhadap nasionalisme remaja di ELF Bandung: 1) fashion berpengaruh signifikan terhadap nasionalisme remaja di ELF Bandung, dengan kekuatan korelasi pada tingkat rendah; 2) kecintaan remaja di ELF Bandung terhadap pakaian khas Indonesia tak sebesar kecintaan mereka pada fashion K-Pop; 3) hal tersebut masih disebabkan oleh faktor psikologi remaja yang mencari jati


(36)

diri dengan mencoba menyerupai orang yang ia idolakan atau tokoh idola dalam proses mencari jati diri.

B.Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan beberapa saran kepada berbagai pihak terkait yaitu:

1. Bagi Subjek Penelitian (ELF Bandung)

a. Seharusnya remaja ELF Bandung tetap teguh pada kecintaan terhadap negara Indonesia yang meliputi rasa cinta dan bangga akan budaya dan sejarah Indonesia diiringi dengan komitmen untuk menjaga serta melestarikan budaya Indonesia di tengah kecintaan mereka terhadap budaya K-Pop.

b. Alangkah baiknya menyelenggarakan acara gathering yang menyisipkan atau memadukan antara budaya K-Pop dengan budaya Indonesia sebagai bentuk kecintaan remaja ELF Bandung terhadap budaya Indonesia serta sebagai upaya melestarikan budaya Indonesia, agar remaja ELF Bandung tidak kehilangan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia.

2. Bagi Guru PKn

a. Menciptakan suasana belajar yang nyaman untuk memberikan stimulus pada siswa agar semangat dalam belajar PKn, sebab PKn memuat nilai-nilai nasionalisme.

b. Lebih meningkatkan lagi nilai-nilai nasionalisme atau cinta tanah air pada pembelajaran di kelas agar remaja (siswa) dapat tetap teguh pada nilai-nilai luhur bangsa, mencintai dan melestarikan budaya bangsa di tengah arus globalisasi.


(37)

3. Bagi Departemen Pendidikan Kewarganegaraan

a. Lebih meningkatkan kajian tentang kebudayaan bangsa seperti pada mata kuliah Hukum Adat, Studi Masyarakat Indonesia, dan sebagainya yang bertujuan agar mahasiswa semakin mencintai kebudayaan Indonesia di tengah arus globalisasi.

b. Perlu membekali mahasiswa dengan berbagai kemampuan terutama dalam merubah paradigma tentang pembelajaran PKn di sekolah yang terkesan membosankan dan monoton. Hal ini penting untuk meningkatkan semangat belajar siswa dan menambah kecintaan siswa akan negara Indonesia beserta kebudayaannya di tengah arus globalisasi.

4. Bagi Dinas Pendidikan Kota Bandung

a. Perlu adanya suatu program di sekolah yang mewajibkan siswa untuk mengikuti ekstrakurikuler yang berkaitan dengan kebudayaan sebagai bentuk upaya pelestarian budaya bangsa.

b. Lebih meningkatkan frekuensi kegiatan yang berkaitan dengan penanaman nilai-nilai nasionalisme dan pelestarian budaya bangsa di sekolah, seperti adanya perlombaan mengenai kebudayaan antar sekolah yang bekerja sama dengan pihak terkait (misalnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung). Kegiatan ini dapat menstimulus sekolah terutama siswa agar tetap teguh pada kebudayaan asli Indonesia.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Menyarankan agar peneliti selanjutnya melakukan penelitian lain yang berkaitan dengan pengaruh masuknya budaya asing terhadap nasionalisme atau terhadap kecintaan remaja pada budaya nasional.

b. Peneliti selanjutnya harus lebih memfokuskan pada cara penganggulangan yang baik dan benar mengenai masuknya budaya asing terhadap kecintaan remaja pada budaya nasional.


(38)

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Abdullah, T. (2001). Nasionalisme dan Sejarah. Bandung: Satya Historika.

Ali, M. dan Asrori, M. (2009). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Azwar, S. (2010). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. _______. (2012). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Danial, E. dan Wasriah, N. (2009). Metode Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia.

Dariyo, A. (2004). Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia. Darmawan, D. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Darwis, R. (2008). Hukum Adat. Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia.

Desmita. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Gatara, A.S. dan Sofhian, S. (2011). Pendidikan Kewarganegaraan (Civic

Education). Bandung: Fokusmedia.

Hartinah, S. (2008). Pengembangan Peserta Didik. Bandung: PT Ferika Aditama. Herdiawanto, H. dan Hamdayama, J. (2010). Cerdas, Kritis, dan Aktif

Berwarganegara. Jakarta: Erlangga.

Jenks, C. (2013). Culture Studi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kaelan. (2010). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.

Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. _____________. (2011). Pengantar Antropologi 1. Jakarta: Rineka Cipta.


(39)

Komalasari, K. dan Syaifullah. (2012). Kewarganegaraan Indonesia: Konsep, Perkembangan dan Masalah Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan FPIPS UPI.

Prasetyo, B. dan Jannah, L.M. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Riduwan. (2003). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta.

Siregar, S. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Perbandingan Perhitungan Manual & SPSS. Jakarta: Kencana.

Smith, A.D. (2003). Nasionalisme Teori Ideologi Sejarah. Jakarta: Erlangga. Soelaeman, M. (2010). Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar. Bandung: Refika

Aditama.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

_______. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

_______. (2013). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suharsaputra, U. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kulaitatif, dan Tindakan. Bandung: Refika Aditama.

Surwono, J. (2009). Statistik Itu Mudah, Panduan Lengkap Untuk Belajar Komputasi Statistik Menggunakan SPSS 16. Yogyakarta: Andi.

Taniredja, T. dan Mustafidah, H. (2012). Penelitian Kuantitatif (Sebuah Pengantar). Bandung: Alfabeta.

Wuryan, S. dan Syaifullah. (2008). Ilmu Kewarganegaraan (Civics). Bandung: Laboratorium Pendididkan Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia.

Yulius, H. (2013). All About K-Pop. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

2. Jurnal

Puspitasari, W. dan Hermawan, Y. (2013). Gaya Hidup Penggemar K-Pop (Budaya Korea) Dalam Mengekspresikan Kehidupannya Studi Kasus K-Pop Lovers Di Surakarta. Jurnal. FKIP UNS, 3 (1), hlm. 3.


(40)

Wijayanti, A.A. (2012). Hallyu: Fanatisme Remaja pada Budaya Pop Korea (Studi tentang Penggemar Hallyu di Kota Yogyakarta). Jurnal. Universitas Negeri Yogyakarta, 3 (3), hlm. 4-6.

Wuryanta, E.W. (2011). Diantara Pusaran Gelombang Korea (Menyimak Fenomena K-Pop di Indonesia). Jurnal. Universitas Paramadina, 3 (2), hlm. 80-89.

3. Internet

Rendhi. (2009). Makalah Pengaruh Globalisasi Terhadap Eksistensi Kebudayaan Daerah. [Online]. Tersedia: http://rendhi.wordpress.com/makalah-pengaruh-globalisasi-terhadap-eksistensi-kebudayaan-daerah [28 Desember 2013] Tunshorin, C. (2013). Budaya K-Pop. [Online]. Tersedia:

http://sosbud.kompasiana.com/2013/09/15/budaya-k-pop-590000.html [17 Januari 2014]

_____. (2014). Tentang Korea Selatan. [Online]. Tersedia: http://kbriseoul.kr/kbriseoul/index.php/id/tentang [6 Juni 2014]

4. Undang-Undang


(1)

mendapatkan pengetahuan tentang sejarah dan budaya bangsa budaya Indonesia, yang menandakan benteng pendidikan masih kuat dalam diri mereka; 4) sedangkan K-Popers di ELF Bandung yang kurang memiliki pengetahuan mengenai sejarah dan budaya Indonesia dikarenakan faktor lingkungan yang mendominasi.

b. Pengaruh budaya K-Pop dalam hal musik terhadap nasionalisme remaja di ELF Bandung: 1) tidak adanya pengaruh yang signifikan antara musik dengan nasionalisme remaja di ELF Bandung, karena kekuatan korelasinya berada pada tingkat sangat rendah; 2) kecintaan remaja di ELF Bandung pada lagu daerah dan lagu nasional tak sebanding dengan kecintaan mereka pada musik K-Pop, dalam artian kecintaan remaja pada musik K-Pop lebih tinggi dari kecintaan remaja pada lagu daerah dan lagu nasional; 3) hal ini terjadi karena pendidikan sebagai wadah utama untuk membentuk karakter seseorang selain lingkungan keluarga, kurang adanya upaya pencelupan musik dan lagu-lagu rakyat, sehingga lingkungan remaja yang menggemari musik K-Pop lebih berpengaruh pada diri remaja dibandingkan pendidikan. c. Pengaruh budaya K-Pop dalam hal dance atau tarian terhadap nasionalisme

remaja di ELF Bandung: 1) tidak adanya pengaruh yang signifikan antara dance dengan nasionalisme remaja di ELF Bandung, karena kekuatan korelasinya berada pada tingkat rendah; 2) kecintaan remaja di ELF Bandung terhadap tarian daerah tak setinggi kecintaan mereka pada dance K-Pop; 3) hal ini terjadi karena faktor remaja yang mengidentifikasi dirinya seperti tokoh idola, di mana remaja berupaya membuat dirinya sama dengan tokoh idolanya termasuk menirukan dance K-Pop.

d. Pengaruh budaya K-Pop dalam hal fashion atau gaya berpakaian terhadap nasionalisme remaja di ELF Bandung: 1) fashion berpengaruh signifikan terhadap nasionalisme remaja di ELF Bandung, dengan kekuatan korelasi pada tingkat rendah; 2) kecintaan remaja di ELF Bandung terhadap pakaian khas Indonesia tak sebesar kecintaan mereka pada fashion K-Pop; 3) hal tersebut masih disebabkan oleh faktor psikologi remaja yang mencari jati


(2)

diri dengan mencoba menyerupai orang yang ia idolakan atau tokoh idola dalam proses mencari jati diri.

B.Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan beberapa saran kepada berbagai pihak terkait yaitu:

1. Bagi Subjek Penelitian (ELF Bandung)

a. Seharusnya remaja ELF Bandung tetap teguh pada kecintaan terhadap negara Indonesia yang meliputi rasa cinta dan bangga akan budaya dan sejarah Indonesia diiringi dengan komitmen untuk menjaga serta melestarikan budaya Indonesia di tengah kecintaan mereka terhadap budaya K-Pop.

b. Alangkah baiknya menyelenggarakan acara gathering yang menyisipkan atau memadukan antara budaya K-Pop dengan budaya Indonesia sebagai bentuk kecintaan remaja ELF Bandung terhadap budaya Indonesia serta sebagai upaya melestarikan budaya Indonesia, agar remaja ELF Bandung tidak kehilangan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia.

2. Bagi Guru PKn

a. Menciptakan suasana belajar yang nyaman untuk memberikan stimulus pada siswa agar semangat dalam belajar PKn, sebab PKn memuat nilai-nilai nasionalisme.

b. Lebih meningkatkan lagi nilai-nilai nasionalisme atau cinta tanah air pada pembelajaran di kelas agar remaja (siswa) dapat tetap teguh pada nilai-nilai luhur bangsa, mencintai dan melestarikan budaya bangsa di tengah arus globalisasi.


(3)

3. Bagi Departemen Pendidikan Kewarganegaraan

a. Lebih meningkatkan kajian tentang kebudayaan bangsa seperti pada mata kuliah Hukum Adat, Studi Masyarakat Indonesia, dan sebagainya yang bertujuan agar mahasiswa semakin mencintai kebudayaan Indonesia di tengah arus globalisasi.

b. Perlu membekali mahasiswa dengan berbagai kemampuan terutama dalam merubah paradigma tentang pembelajaran PKn di sekolah yang terkesan membosankan dan monoton. Hal ini penting untuk meningkatkan semangat belajar siswa dan menambah kecintaan siswa akan negara Indonesia beserta kebudayaannya di tengah arus globalisasi.

4. Bagi Dinas Pendidikan Kota Bandung

a. Perlu adanya suatu program di sekolah yang mewajibkan siswa untuk mengikuti ekstrakurikuler yang berkaitan dengan kebudayaan sebagai bentuk upaya pelestarian budaya bangsa.

b. Lebih meningkatkan frekuensi kegiatan yang berkaitan dengan penanaman nilai-nilai nasionalisme dan pelestarian budaya bangsa di sekolah, seperti adanya perlombaan mengenai kebudayaan antar sekolah yang bekerja sama dengan pihak terkait (misalnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung). Kegiatan ini dapat menstimulus sekolah terutama siswa agar tetap teguh pada kebudayaan asli Indonesia.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Menyarankan agar peneliti selanjutnya melakukan penelitian lain yang berkaitan dengan pengaruh masuknya budaya asing terhadap nasionalisme atau terhadap kecintaan remaja pada budaya nasional.

b. Peneliti selanjutnya harus lebih memfokuskan pada cara penganggulangan yang baik dan benar mengenai masuknya budaya asing terhadap kecintaan remaja pada budaya nasional.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Abdullah, T. (2001). Nasionalisme dan Sejarah. Bandung: Satya Historika.

Ali, M. dan Asrori, M. (2009). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Azwar, S. (2010). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. _______. (2012). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Danial, E. dan Wasriah, N. (2009). Metode Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia.

Dariyo, A. (2004). Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia. Darmawan, D. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Darwis, R. (2008). Hukum Adat. Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia.

Desmita. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Gatara, A.S. dan Sofhian, S. (2011). Pendidikan Kewarganegaraan (Civic

Education). Bandung: Fokusmedia.

Hartinah, S. (2008). Pengembangan Peserta Didik. Bandung: PT Ferika Aditama. Herdiawanto, H. dan Hamdayama, J. (2010). Cerdas, Kritis, dan Aktif

Berwarganegara. Jakarta: Erlangga.

Jenks, C. (2013). Culture Studi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kaelan. (2010). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.

Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. _____________. (2011). Pengantar Antropologi 1. Jakarta: Rineka Cipta.


(5)

Komalasari, K. dan Syaifullah. (2012). Kewarganegaraan Indonesia: Konsep, Perkembangan dan Masalah Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan FPIPS UPI.

Prasetyo, B. dan Jannah, L.M. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Riduwan. (2003). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta.

Siregar, S. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Perbandingan Perhitungan Manual & SPSS. Jakarta: Kencana.

Smith, A.D. (2003). Nasionalisme Teori Ideologi Sejarah. Jakarta: Erlangga. Soelaeman, M. (2010). Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar. Bandung: Refika

Aditama.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

_______. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

_______. (2013). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suharsaputra, U. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kulaitatif, dan Tindakan. Bandung: Refika Aditama.

Surwono, J. (2009). Statistik Itu Mudah, Panduan Lengkap Untuk Belajar Komputasi Statistik Menggunakan SPSS 16. Yogyakarta: Andi.

Taniredja, T. dan Mustafidah, H. (2012). Penelitian Kuantitatif (Sebuah Pengantar). Bandung: Alfabeta.

Wuryan, S. dan Syaifullah. (2008). Ilmu Kewarganegaraan (Civics). Bandung: Laboratorium Pendididkan Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia.

Yulius, H. (2013). All About K-Pop. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

2. Jurnal

Puspitasari, W. dan Hermawan, Y. (2013). Gaya Hidup Penggemar K-Pop (Budaya Korea) Dalam Mengekspresikan Kehidupannya Studi Kasus K-Pop Lovers Di Surakarta. Jurnal. FKIP UNS, 3 (1), hlm. 3.


(6)

Wijayanti, A.A. (2012). Hallyu: Fanatisme Remaja pada Budaya Pop Korea (Studi tentang Penggemar Hallyu di Kota Yogyakarta). Jurnal. Universitas Negeri Yogyakarta, 3 (3), hlm. 4-6.

Wuryanta, E.W. (2011). Diantara Pusaran Gelombang Korea (Menyimak Fenomena K-Pop di Indonesia). Jurnal. Universitas Paramadina, 3 (2), hlm. 80-89.

3. Internet

Rendhi. (2009). Makalah Pengaruh Globalisasi Terhadap Eksistensi Kebudayaan Daerah. [Online]. Tersedia: http://rendhi.wordpress.com/makalah-pengaruh-globalisasi-terhadap-eksistensi-kebudayaan-daerah [28 Desember 2013] Tunshorin, C. (2013). Budaya K-Pop. [Online]. Tersedia:

http://sosbud.kompasiana.com/2013/09/15/budaya-k-pop-590000.html [17 Januari 2014]

_____. (2014). Tentang Korea Selatan. [Online]. Tersedia: http://kbriseoul.kr/kbriseoul/index.php/id/tentang [6 Juni 2014]

4. Undang-Undang