REALISASI DARI FUNGSI TRANSFER DALAM BENTUK KANONIK TERKONTROL.

REALISASI DARI FUNGSI TRANSFER
DALAM BENTUK KANONIK TERKONTROL

SKRIPSI SARJANA MATEMATIKA

OLEH :
NURWENI PUTRI
BP. 1010433010

JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG

2014

ABSTRAK

Sistem kontrol merupakan suatu alat untuk mengendalikan dan mengatur
keadaan dari suatu sistem. Dalam teori kontrol, suatu sistem dapat direpresentasikan dengan beberapa cara yang berbeda. Dalam penelitian ini akan dibahas
cara menentukan representasi ruang keadaan dari fungsi transfer dalam bentuk

kanonik terkontrol untuk sistem SISO dan MIMO. Dalam literatur, permasalahan ini dikenal dengan realisasi. Masalah ini ekivalen dengan bagaimanakah cara
menentukan matriks A, B, C dan D sedemikan sehingga H(s) = C(sI − A)−1 B +
D, dimana matriks A, B, C dan D tersebut dalam bentuk kanonik terkontrol.
Kata kunci : Fungsi Transfer, Realisasi, Kanonik Terkontrol.

v

ABSTRACT

The control system is a tool to control and regulate the state of a system.
In control theory, a system can be represented in several different ways. In this
study will be discussed how to define the state space representation of the transfer
function in the canonical form of control for SISO and MIMO systems. In the
literature, this problem is known as realization, namely, how to determine the
matrices A, B, C and D such that these matrices satisfy a transfer function H(s) =
C(sI − A)−1 B + D, are in the controlled canonic form.
Keywords : Transfer Function, Realization, Controlled Canonic.

vi


BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah
Sistem kontrol merupakan suatu alat untuk mengendalikan dan mengatur

keadaan dari suatu sistem. Dalam aplikasinya, suatu sistem kontrol memiliki tujuan atau sasaran tertentu, yaitu untuk mengatur keluaran (output) dalam suatu
keadaan yang telah ditetapkan oleh masukan (input) melalui elemen sistem kontrol. Aplikasi sistem kontrol sudah ada sejak zaman nenek moyang terdahulu.
Pada zaman tersebut, sistem kontrol dilakukan oleh manusia yang berfungsi sebagai kontroler (pengatur). Misalnya, pelepasan lembing (tombak) ke binatang
buruan. Disini otak bertindak sebagai kontroler untuk mengatur arah, sudut,
dan tenaga yang dibutuhkan oleh lembing sehingga bisa tepat mengenai binatang
buruan.
Hingga saat ini, sistem kontrol masih memegang peranan penting dalam
teknologi. Pada konsep sistem kontrol modern, peralatan pembantu manusia
semakin dioptimalkan untuk melakukan fungsi kontrol. Semakin modern dan
canggih teknologi yang dikuasai, semakin canggih pula peralatan pembantu yang
berfungsi sebagai alat kontrol.
Semakin canggihnya aplikasi dari sistem kontrol dikarenakan teori dari sistem kontrol tersebut yang juga semakin berkembang. Dalam teori kontrol, suatu


sistem dapat direpresentasikan dengan beberapa cara yang berbeda, sehingga
mungkin saja suatu sistem akan memiliki beberapa model matematis (tergantung
pada perspektif yang diinginkan).
Pada skripsi ini akan dikaji salah satu bagian dari sistem kontrol. Diberikan
suatu sistem kontrol
˙
x(t)
= Ax(t) + Bu(t)
y(t) = Cx(t) + Du(t)

(1.1.1)

dimana x(t) ∈ Rn , u(t) ∈ Rm , y(t) ∈ Rp , A ∈ Rn×m , B ∈ Rn×m , C ∈ Rp×m , D ∈
Rp×m . Dalam hal ini x menyatakan variabel keadaan, u menyatakan variabel
kontrol (input), y menyatakan output dan t menyatakan waktu [5].
Fungsi transfer untuk sistem (1.1.1) didefinisikan sebagai perbandingan
transformasi Laplace output terhadap transformasi Laplace input dengan asumsi
semua kondisi awal sama dengan nol dan dinotasikan dengan H(s), yaitu
H(s) =


Y (s)
U (s)

(1.1.2)

dimana Y (s) adalah transformasi Laplace dari y(t) dan U (s) adalah transformasi
Laplace dari u(t).
Dari definisi ini jelas bahwa jika diberikan suatu sistem kontrol linier,
maka fungsi transfernya dengan mudah dapat ditentukan. Namun sebaliknya,
jika diberikan suatu fungsi transfer H(s), bagaimanakah bentuk dari sistem kontrol liniernya. Dalam literatur, masalah ini dikenal sebagai masalah realisasi.
Masalah ini juga ekivalen dengan bagaimanakah bentuk matriks A, B, C dan D
2

dari suatu fungsi transfer H(s) yang diberikan sedemikian sehingga
H(s) = C(sI − A)−1 B + D.

(1.1.3)

Ada berbagai cara untuk mendapatkan representasi ruang keadaan dari sistem fungsi transfer. Salah satunya adalah menyajikan representasi ruang keadaan

dalam bentuk kanonik terkontrol.
Pada skripsi ini akan dikaji permasalahan realisasi dari fungsi transfer
dalam bentuk kanonik terkontrol, yaitu jika diberikan suatu fungsi transfer, maka
bagaimanakah bentuk representasi ruang keadaan yang berkaitan dengan matriks
A, B, C dan D dimana matriks-matriks tersebut dalam bentuk kanonik terkontrol.

1.2

Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah bagaimanakah cara

menentukan matriks A, B, C dan D sedemikan sehingga H(s) = C(sI − A)−1 B +
D, dimana matriks A, B, C dan D tersebut dalam bentuk kanonik terkontrol.

1.3

Pembatasan Masalah
Dalam tulisan ini, kajian hanya dibatasi pada sistem Single Input Single

Output (SISO) dan sistem Multi Input Multi Output (MIMO).


3

1.4

Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan ini adalah mengkaji realisasi dari fungsi transfer

dalam bentuk kanonik terkontrol.

1.5

Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari empat bab. Bab I berisikan

latar belakang, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan sistematika
penulisan. Bab II berisikan teori-teori yang akan digunakan dalam menyelesaikan
permasalahan yang dibahas pada skripsi ini. Bab III berisikan pembahasan mengenai permasalahan yang dibahas beserta hasilnya. Bab IV berisikan tentang
kesimpulan dari penelitian dan saran bagi penelitian selanjutnya.


4

BAB II
LANDASAN TEORI

Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori yang berkaitan dengan realisasi dari
fungsi transfer dalam bentuk kanonik terkontrol.

2.1

Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde Satu
Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat turunan dari

satu atau beberapa fungsi yang tidak diketahui. Jika turunannya adalah turunan biasa, maka persamaan diferensialnya disebut Persamaan Diferensial Biasa
(PDB). Selanjutnya, jika turunannya adalah turunan parsial, maka persamaan
diferensialnya disebut Persamaan Diferensial Parsial (PDP).
Persamaan diferensial dikatakan homogen jika variabel tidak bebasnya ada
di setiap suku. Sebaliknya, persamaan diferensial dikatakan tidak homogen jika
ada salah satu sukunya yang tidak mengandung variabel tidak bebas. Orde dari
suatu persamaan diferensial adalah tingkat tertinggi dari turunan di dalam persamaan diferensial. Adapun bentuk umum sistem persamaan diferensial biasa

orde satu adalah
x˙ = g(x, t),
dengan x˙ =

dx
,
dt

x(0) = x0 ,

(2.1.1)

x, g∈ Rn , t ∈ R. Jika g tidak bergantung pada t secara eksplisit,

maka (2.1.1) dapat ditulis
x˙ = g(x),

x(0) = x0 .

(2.1.2)


Secara khusus, jika g adalah linier, maka (2.1.2) dapat ditulis menjadi
x˙ = Ax,

x(0) = x0 ,

(2.1.3)

dimana A ∈ Rn×n . Dengan menambahkan suku nonhomogen pada (2.1.3) diperoleh
˙
x(t)
= Ax(t) + h(t).

(2.1.4)

Dengan mengalikan persamaan (2.1.4) dengan e−At diperoleh
˙
= e−At Ax(t) + e−At h(t)
e−At x(t)
˙ − e−At Ax(t) = e−At h(t)

e−At x(t)

d  −At
e x(t) = e−At h(t).
dt

(2.1.5)

Integralkan kedua ruas (2.1.5) terhadap t dari t0 sampai t, maka diperoleh
e

−Aτ

|tt0

Z

t

e−Aτ h(τ )dτ

t0
Z t
−At
−At0
e−Aτ h(τ )dτ
e x(t) = e
x(t0 ) +
t
Z t0
e−At h(τ )dτ.
x(t) = eA(t−t0 ) x0 +
x(τ )

=

(2.1.6)

t0

Persamaan (2.1.6) merupakan solusi dari sistem persamaan diferensial (2.1.4)

6

2.2

Transformasi Laplace
Di dalam perancangan dan analisis sistem pengaturan akan banyak di-

jumpai persamaan-persamaan diferensial yang merupakan pemodelan dari suatu
sistem. Untuk mengetahui sifat-sifat dari suatu sistem, persamaan-persamaan
tersebut harus dipecahkan. Salah satu teknik untuk memecahkan persamaan
diferensial adalah menggunakan metode transformasi Laplace.
Definisi 2.2.1. [5] Diberikan suatu fungsi f (t) untuk t = 0, maka transformasi
Laplace dari f , dinyatakan dengan F (s), didefinisikan sebagai
L[f (t)] = F (s) =

Z



e−st f (t) dt,
0

asalkan integral ini ada.
Sebagai contoh, misalkan f (t) = sin t, maka
F (s) =
=
=
=
=
=

Z



e−st sin t dt
0


Z b
−st
b
−st
e cos t dt
lim −e cos t|0 − s
b→∞
0
Z b
1 − s lim
e−st cos tdt
b→∞ 0


Z b
−st
b
−st
e sin t dt
1 − s lim −e sin t|0 − s
b→∞
0
Z b
1 − s( lim s
e−st sin t dt)
b→∞
0
Z b
e−st sin t dt
1 − s2 lim
b→∞

0

= 1 − s2 F (s)
F (s) =

1
,
s2 + 1

s > 0.
7

(2.2.1)

Selanjutnya, misalkan g(t) = f ′ (t), maka


L[f (t)] =
=
=
=
=

Z



e−st f ′ (t) dt
0


Z b
−st
b
−st
e f (t) dt
lim e f (t) |0 + s
b→∞
0


Z b
−st
−sb
lim (−e f (b) − f (0)) + s
e f (t) dt
b→∞
0
Z b

−sb
−st
lim (−e f (b) − f (0)) + lim s
e f (t) dt
b→∞
b→∞
0
Z ∞
e−st f (t) dt
−f (0) + s
0

= sL[f (t)] − f (0).
Untuk memahami lebih lanjut, berikut disajikan tabel transformasi Laplace untuk
beberapa fungsi [5].
No

Transformasi

1

L[Af (t)] = AF (s)

2

L[f1 (t) ± f2 (t)] = F1 (s) ± F1 (s)

3

L[f (t)] = sF (s) − f (0)

4

L[f (t)] = s2 F (s) − sf (0) − f (0)

5



′′



L[f (n) (t)] = sn F (s)

Pn

k−1

sn−k f k−1 (0)

6

d
F (s)
L[tf (t)] = − ds

7

d
L[t2 f (t)] = − ds
2 F (s)

8

d
L[tn f (t)] = (−1)n ds
n F (s)

9

L[f a1 ] = aF (as)

2

n

Tabel 2.2.1. Transformasi Laplace untuk beberapa fungsi
8

Jika diberikan suatu fungsi F (s), maka dapat ditentukan fungsi f (t) sedemikian sehingga L[f (t)] = F (s). Proses menentukan f (t) dari F (s) yang diberikan
disebut proses penentuan transformasi Laplace invers [5]. Dalam hal ini f (t) disebut sebagai fungsi invers dari F (s) dan ditulis L−1 [F (s)] = f (t), yang dapat dicari
dengan menggunakan formula berikut
1
L [F (s)] = f (t) =
2πj
−1

2.3

Z

c+j∞

F (s)est ds,

t > 0.

(2.2.2)

c−j∞

Fungsi Transfer
Dalam teori kontrol, fungsi transfer (fungsi alih) biasanya digunakan untuk

mengkarakteristikkan hubungan antara komponen input dan output yang dapat
diberikan oleh persamaan diferensial linier invariant waktu.
Fungsi transfer dari suatu persamaan diferensial linier invariant waktu didefinisikan sebagai perbandingan antara transformasi Laplace dari output (fungsi
respon) dengan transformasi Laplace dari input dengan asumsi bahwa syarat awal
adalah nol. Suatu persamaan diferensial linier invariant waktu
an y (n) + an−1 y (n−1) + ... + a1 y + a0 = bm u(m) + bm−1 u(m−1) + ... + b0 , (2.3.1)
dimana n ≥ m, y (n) =

dn y
,
dtn

u(m) =

d(m) u
,
dtm

y adalah output dan u adalah input

[5]. Sistem ini dapat diubah menjadi sistem persamaan diferensial linier orde satu
dengan cara mendefinisikan n variabel baru.

9

Misalkan
x1 = y − β0 u
x2 = y˙ − β0 u˙ − β1 u = x˙ 1 − β1 u
x3 = y¨ − β0 u¨ − β1 u˙ − β2 u = x˙ 2 − β2 u

(2.3.2)

..
.
xn = y (n−1) − β0 u(n−1) − β1 u(n−2) − ... − βn−2 u˙ − βn−1 u = x˙ n−1 − βn−1 u,
dimana β0 , β1 , ..., βn ditentukan dari
β0 = b0
β1 = b1 − a1 β0
β2 = b2 − a1 β1 − a2 β0
β3 = b3 − a1 β2 − a2 β1 − a3 β0
..
.
βn = bn − a1 βn−1 − ... − an−1 β1 − an β0 .
Dengan pemilihan variabel keadaan ini, diperoleh
x˙ 1 = x2 + β1 u
x˙ 2 = x3 + β2 u
..
.
x˙ n−1 = xn + βn−1 u
x˙ n = −an x1 − an−1 x2 − ... − a1 xn + βn u
10

(2.3.3)

Dalam bentuk persamaan keadaan dan persamaan output, persamaan terakhir
dapat ditulis menjadi sistem
˙
x(t)
= Ax(t) + Bu(t)
y(t) = Cx(t) + Du(t)

(2.3.4)

dimana









A = 







C =



0

1

0

...

0

0

0

1

...

0

..
.

..
.

...

..
.

0

0

0

...

1

−an −an−1 −an−2 ... −a1

1 0 ... 0



,










,










 β1


 β
 2

 .
B=
 ..



 βn−1


βn










,








(2.3.5)

D = β0 = b0 .

Transformasi Laplace dari sistem (2.3.5) diberikan oleh
sX(s) − x(0) = AX(s) + BU(s),
Y(s) = CX(s) + DU(s).
Karena fungsi transfer didefinisikan untuk syarat awal bernilai nol, maka dapat
ditulis
(sI − A)X(s) = BU(s)
atau dapat juga ditulis
X(s) = (sI − A)−1 BU(s)
11

dengan I adalah matriks identitas dengan ukuran yang bersesuaian. Akibatnya
Y(s) = [C(sI − A)−1 B + D]U(s),
sehingga fungsi transfer untuk sistem (2.3.5) adalah
G(s) = C(sI − A)−1 B + D.

2.3.1

(2.3.6)

Sistem Single Input Single Output (SISO)
Sistem Single Input Single Output (SISO) merupakan sistem yang hanya

memiliki satu input dan satu ouput. Dengan demikian fungsi transfer untuk
sistem SISO adalah fungsi skalar dengan bentuk sebagai berikut
G(s) =

bm sm + bm−1 sm−1 + ... + b1 s + b0
Y (s)
.
=
U (s)
an sn + an−1 sn−1 + ... + a1 s + a0

(2.3.7)

Fungsi transfer G(s) disebut proper jika polinomial penyebutnya berderajat sama
dengan polinomial pembilangnya (m = n). Selanjutnya, jika fungsi transfer G(s)
dengan polinomial penyebutnya berderajat lebih kecil daripada polinomial pembilangnya (m < n) maka G(s) disebut strictly proper.
Untuk sistem SISO, fungsi transfer G(s) dikatakan berada dalam bentuk
kanonik terkontrol jika (2.3.7) terpenuhi dengan matriks A, B, C dan D berbentuk

12










A = 







C =

2.3.2



0

1

0

...

0

0

0

1

...

0

..
.

..
.

..
.

...

..
.

0

0

0

...

1

−a0 −a1 −a2 ... −an−1










,

















B=








b0 − bm a0 b1 − bm a1 ... bm−1 − bm an−1



0 


0 


.. 
. 
,


0 



1

, D = bm .

Sistem Multi Input Multi Output (MIMO)
Sistem Multi Input Multi Output (MIMO) merupakan sistem yang memi-

liki input dan ouput masing-masing lebih dari satu. Asumsikan terdapat r input u1 , u2 , ..., ur dan m output y1 , y2 , ..., ym , maka bentuk dari fungsi transfernya
adalah
Y(s) = G(s)U(s)

(2.3.8)

dimana




 y1 (s) 




 y (s) 

 2

Y(s) = 
 . ,
 .. 






ym (s)





 u1 (s) 




 u (s) 
 2


U(s) = 
 . ,
 .. 






ur (s)

G(s) = C(sI − A)−1 B + D.

13

dan

(2.3.9)

(2.3.10)

Fungsi transfer G(s) dikatakan berada dalam bentuk kanonik terkontrol jika
A = diag [A1

A2

... Am ],

B = diag [B1

B2

... Bm ],

C = [C1

... Cm ],

D =

C2

lim H(s).

s→∞

14