MODEL INTEGRATIF BAHAN AJAR BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING (BIPA) TINGKAT MENENGAH DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKATIF BERBAHASA INDONESIA.

(1)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GRAFIK ... xvi

DAFTAR BAGAN ...xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 7

1.3 Rumusan Masalah ... 8

1.4 Tujuan Penelitian ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

1.6 Definisi Operasional ... 10

1.6.1 Model Integratif Bahan Ajar BIPA ... 10

1.6.2 Kemampuan Komunikatif Bahasa Indonesia Penutur Asing (BIPA) Tingkat Menengah ... 10

1.7 Asumsi ... 11

1.8 Hipotesis ... 12

1.9 Metode Penelitian ... 13

BAB II MODEL INTEGRATIF BAHAN AJAR BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING (BIPA) TINGKAT MENENGAH DAN KEMAMPUAN KOMUNIKATIF BERBAHASA INDONESIA ... 15

2.1 Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Kedua ... 15

2.1.1 Perspektif Historis ... 15


(2)

2.2.1 Pengantar Bahan Ajar BIPA ... 24

2.2.2 Model Integratif Bahan Ajar BIPA ... 38

2.3 Kemampuan Komunikatif Bahasa Indonesia... 47

BAB III METODOLOGI DAN TEKNIK PENELITIAN ... 63

3.1 Metode Penelitian ... 63

3.2 Desain Penelitian ... 65

3.3 Subjek Penelitian dan Data Penelitian ... 67

3.3.1 Subjek Penelitian ... 67

3.3.2 Data Penelitian ... 68

3.4 Instrumen Penelitian ... 69

3.4.1 Instrumen Tes... 69

3.4.2 Instrumen Nontes ... 75

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 76

3.5.1 Teknik Pengumpulan Data ... 76

3.5.2 Teknik Pengolahan Data ... 79

3.6 Pemetaan Model Integratif Bahan Ajar BIPA Tingkah Menengah ... 80

3.7 Paradigma Penelitian ... 81

BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA, PEMBAHASAN DAN HASIL TEMUAN ...83

4.1 Deskripsi Data Penelitian ... 83

4.1.1 Deskripsi Kegiatan Prates-Postes serta Kegiatan Intervensi ... 83

4.1.2 Deskripsi Data Primer ... 87

4.1.3 Deskripsi Data Sekunder... 88

4.2 Analisis Data Penelitian ... 93

4.2.1 Analisis Data Primer ... 93


(3)

4.3 Pembahasan dan Hasil Temuan ...252

4.3.1 Pembahasan...253

4.3.1.1 Profil Kemampuan Komunikatif Berbahasa Indonesia Penutur Asing Tingkat Menengah ...253

4.3.1.2 Profil Model Integratif Bahan Ajar BIPA Tingkat Menengah ....256

4.3.1.3 Gaya Penyusunan Model Integratif Bahan Ajar BIPA Tingkat Menengah ...258

4.3.1.4 Pengaruh Model Integratif Bahan Ajar BIPA terhadap Kemampuan Komunikatif Pembelajar BIPA Tingkat Menengah ...259

4.3.2 Temuan Empiris ...260

4.3.2.1 Karakteristik Siswa BIPA ...260

4.3.2.2 Kendala-kendala ...263

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ...265

5.1 Simpulan ...265

5.2 Saran ...269

DAFTAR PUSTAKA ...271

RIWAYAT HIDUP ...277 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah Penelitian

Kedudukan Bahasa Indonesia dalam dunia Internasional memang belum setenar bahasa lainnya yang ada di dunia, seperti bahasa Inggris, bahasa Jerman, bahasa Spanyol, dan bahasa Perancis. Hal ini memang wajar adanya, mengingat usia bahasa Indonesia yang belum mencapai usia genap 100 tahun (Rusli, 1994: 1). Keberadaan bahasa Indonesia saat ini telah diketahui sepenuhnya sebagai bahasa nasional bangsa Indonesia. Hal ini tentu saja memberikan pengaruh positif pada kemandirian bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa yang digunakan oleh bangsa Indonesia.

BIPA diibaratkan sebagai “bayi” yang baru lahir dan perlu didewasakan secara profesional dengan tanggung jawab keilmuan semua pihak. Oleh karena itu, untuk memastikan bahwa BIPA dapat dikembangkan secara sistematis dan sekaligus responsif terhadap keperluan pembelajar maka diperlukan telaah dan penataan saksama terhadap pola tutur esensial yang terdapat dalam Bahasa Indonesia. Kegiatan ini harus membuahkan deskripsi baku ”pola tutur pokok” bahasa Indonesia lengkap dengan deskripsi bentuk, makna, dan distribusinya dalam wacana yang bersifat semesta.

Dalam perjalanannya, bahasa Indonesia sekarang ini memberikan masukan yang cukup besar pada kemajuan bangsa Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan dari semakin besarnya ketertarikan bangsa lain untuk mempelajari bahasa Indonesia.


(5)

Tujuan utama bangsa lain mempelajari bahasa Indonesia tidak lain adalah untuk dapat berkomunikasi bila mereka berada di Indonesia. Selain itu, bila mereka dapat menggunakan bahasa Indonesia secara benar, mereka pun dapat lebih mendalami kekayaan budaya Indonesia yang sangat beraneka ragam. Pengetahuan akan kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam itulah yang menjadi salah satu idealisme dalam pembelajaran BIPA.

Dalam praktiknya, membelajarkan BIPA kepada pembelajar asing memang harus secara tidak langsung disertai dengan memberikan pengetahuan tentang karakter atau jati diri bangsa Indonesia. Hal ini tecermin dalam penyusunan bahan ajar BIPA yang tidak terlepas dengan karakter bangsa Indonesia yang majemuk dan kaya akan sumber daya alam dan kebudayaannya. Mulyana (2009) menyebutkan,

Dalam pembelajaran BIPA, kita bisa sekaligus mengaitkan bahan pembelajarannya dengan hal-hal yang bersentuhan dengan dimensi ideal dari sebuah proses pendidikan, yakni pembelajaran BIPA yang kita lakukan selama ini harus mampu memperkenalkan dan mendidik aspek karakter dan jati diri bangsa Indonesia. Hal tersebut menjadi penting untuk dijadikan pilihan kebijakan dan tindakan dalam pembelajaran BIPA karena pembelajaran BIPA sebenarnya bukan hanya mengajarkan bahasa Indonesia sebagai ilmu pengetahuan atau keterampilan, tetapi yang lebih utama ialah pembelajaran BIPA sebagai sebuah peluang menjadi ‘jalan masuk’ untuk pendidikan karakter dan jati diri bangsa Indonesia, termasuk pula ke dalamnya sebagai kesempatan emas untuk mengenalkan karakter dan jati diri bangsa Indonesia kepada penutur asing.

Tidak dapat dimungkiri bahwa pada masanya nanti bahasa Indonesia akan memegang peranan besar dalam hubungan antarbangsa. Budaya yang beragam dan unik, alam yang memiliki kandungan kekayaan, serta letak yang ada pada posisi silang merupakan beberapa faktor yang akan menyebabkan pentingnya bahasa tersebut di masa yang akan datang. Itulah sebabnya, kepedulian terhadap


(6)

bahasa Indonesia dengan segala aspeknya perlu terus dipupuk dan ditumbuhkembangkan.

Kepedulian terhadap bahasa Indonesia tidak hanya datang dari orang Indonesia, tetapi juga dari bangsa asing. Kepedulian orang asing itu diwujudkannya dengan berbagai cara. Di antaranya dengan mempelajari bahasa Indonesia, baik di negerinya sendiri maupun di Indonesia dan dengan orang Indonesia. Dari tahun ke tahun, jumlah pemakai bangsa-bangsa lain yang mempelajari bahasa Indonesia selalu menunjukkan perkembangan dan kemajuan yang menggembirakan.

Tak hanya itu, jumlah pemakai bahasa Indonesia dari waktu ke waktu memang mengalami peningkatan. Hal ini seiring dengan apa yang diutarakan Suhardi dan Dardjowidjojo (dalam Kariman dan Roswaty, 1994: 147). Dari segi penyebarannya, bahasa Indonesia sebagai bahasa asing telah diajarkan hampir di seluruh dunia. Perinciannya adalah Amerika Serikat: 9 Universitas, Jerman : > 6 Universitas, Jepang : 28 Universitas. Di negara-negara tersebut, pada umumnya, bahasa Indonesia telah diajarkan semenjak tingkat SMP. Australia merupakan negara yang sangat antusias melaksanakan program pengajaran bahasa Indonesia. Selain bahasa Jepang, bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran wajib di Australia. Selain itu, di Australia bahasa Indonesia diajarkan dan dijadikan sebagai salah satu bahasa asing utama di tingkat sekolah maupun universitas, lebih banyak daripada di negara lain manapun di dunia (Sneddon dalam Kariman dan Roswaty, 1994:147).


(7)

Berdasarkan urutan waktu yang menandai dimulainya pengajaran BIPA, Perancis boleh dikatakan merupakan negara pertama (Alwi, 1996). Bersama-sama dengan negara Arab, Persia, dan Turki, sejak tahun 1795 bahasa Indonesia (pada saat itu tentu saja masih bernama bahasa Melayu) diajarkan di Institut National Langues et Civilisations Orientales, terutama untuk kepentingan politik dan perdagangan pemerintah Perancis. Setelah itu, berturut-turut BIPA mulai diajarkan di Jepang (1925), Amerika (1948), Cina (1950), Australia (1957), Italia (1964), Korea Selatan (1964), Inggris (1967), dan Selandia Baru (1968).

Bila tidak ada hal-hal yang mengecewakan, berkemungkinan bahasa Indonesia akan menjadi mata pelajaran wajib di banyak negara (Gani, 2000: 58). Fakta tersebut diperkuat oleh temuan Wahyana (2000: 327) dari 40 siswa asing yang datang ke Salatiga, kira-kira 80% - 100% ingin meningkatkan keterampilan berbahasa (seperti berbicara, menyimak, menulis, dan membaca) secara menyeluruh. Selain itu, data menunjukkan bahwa antara 70% - 100% pengetahuan tata bahasa, peningkatan kosakata, dan latihan mengucapkan dianggap sangat penting.

Dengan meningkatnya pengguna bahasa Indonesia dan orang asing yang ingin belajar bahasa Indonesia, hal ini menjadi tantangan bagi para pengajar BIPA. Bagaimana mengajarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua kepada pembelajar (siswa) asing yang memiliki latar belakang bahasa ibu yang berbeda-beda.

Berita gembira tersebut tentu saja harus dilayani sepenuhnya dengan materi-materi yang menarik minat bangsa asing untuk mempelajari bahasa


(8)

Indonesia. Salah satunya, yaitu dengan materi dalam bahan ajar BIPA yang terintegrasi, mencakup segala aspek untuk melatih kompetensi berbahasa para pembelajarnya.

Namun, begitu besarnya minat bangsa asing untuk mempelajari bahasa Indonesia tidak didampingi dengan bahan ajar yang selaras dengan keinginan bangsa asing dalam mempelajari bahasa Indonesia. Hal ini terkait dengan langkanya buku-buku bahan ajar yang beredar di toko buku yang sekait dengan bahan ajar BIPA. Hal ini sejalan dengan beberapa fenomena pengajaran BIPA di luar negeri seperti yang dapat penulis temukan yang berkaitan dengan tawaran BIPA di berbagai negara. Di Australia, seperti yang dituturkan Sarumpaet dalam Hamied (2009), hambatan khas terhadap perkembangan BIPA adalah "kurangnya lowongan pekerjaan atau jabatan untuk mereka yang mempunyai kemahiran dalam BI." Di Korea, menurut Young-Rhim dalam Hamied (2009), "hambatan lain yang kami rasakan hanyalah mengenai materi pelajaran." Di Amerika Serikat, persoalan mutu pelajaran masih harus diupayakan pemecahannya, sebagaimana diutarakan oleh Sumarmo dalam Hamied (2009). Di Jerman, karena minat mempelajari bahasa dan kebudayaan Indonesia terus meningkat, upaya perlu dilakukan "melalui peningkatan penulisan dan penerbitan buku tentang Indonesia baik dalam bahasa asing maupun dalam bahasa Indonesia" (Soedijarto dalam Hamied, 2009). Di Jepang, guru BIPA "membutuhkan kamus yang lengkap, terutama kamus yang lengkap dengan contoh pemakaian kata yang cukup banyak" (Shigeru dalam Hamied, 2009).


(9)

Selain itu, oleh karena bagian terbesar peminat BIPA adalah orang dewasa yang memiliki tujuan khusus dalam belajar, kurikulum BIPA seyogyanya memberikan ruang bagi masukan dari pembelajar yang perumusannya dapat dilakukan melalui proses negosiasi dalam kelas. Dengan model kurikulum yang dinegosiasi oleh para anggota paguyuban pembelajar ini dapatlah diharapkan adanya keterlibatan optimal para pembelajar dalam mempelajari BIPA.

Riasa dan Wartini (2001) mengatakan bahwa

pengajaran BIPA pun kini menghadapi sejumlah dilema yang memerlukan penyelesaian, seperti (1) dilema akademis, yaitu penelitian, forum ilmiah dan publikasi, standardisasi tes uji kemahiran yang belum tersedia; (2) dilema nonakademis, seperti organisasi, manajemen yang belum terbentuk dengan baik; dan (3) dilema eksternal, seperti isu politik yang berdampak pada pembelajaran BIPA.

Adapun yang berkaitan dengan dilema akademis adalah minimnya hasil penelitian pengajaran BIPA yang dihasilkan dari perguruan tinggi. Padahal, perguruan tinggi memiliki peran dan kedudukan yang sangat strategis untuk merangsang pelaksanaan penelitian ke-BIPA-an, baik oleh mahasiswa maupun dosen. Untuk melaksanakan penelitian semacam ini, perguruan tinggi harus dapat bekerja sama dengan sekolah-sekolah yang mengajarkan BIPA, seperti sekolah internasional dan lembaga-lembaga kursus independen.

Kendala lain dalam pengajaran BIPA adalah terbatasnya penguasaan kosakata bahasa Indonesia yang mengakibatkan penutur asing mengalami kesulitan dalam memahami teks berbahasa Indonesia. Hidayat (2000: 301-318) menemukan bahwa (1) kemampuan membaca mahasiswa asing dalam membaca wacana bahasa Indonesia masih belum memuaskan, (2) ada hubungan yang tinggi antara kemampuan efektif membaca dan kemampuan penguasaan kebahasaan


(10)

pembaca, (3) ada hubungan antara kemampuan membaca wacana pendek dengan membaca wacana panjang, (4) ada hubungan antara kemampuan membaca dan penguasaan kosakata.

Berdasarkan permasalahan di atas, kiranya peneliti merasa tertarik untuk meneliti keotentikan model integratif bahan ajar BIPA untuk tingkat menengah sebagai bentuk apresiasi bahan ajar BIPA yang langka di pasaran. Konsep bahan ajar yang diusung dalam penelitian ini disesuaikan dengan profil pembelajar BIPA itu sendiri, yakni disesuaikan dengan keperluan pembelajar tersebut dalam mempelajari bahasa Indonesia, apakah untuk keperluan akademik atau untuk keperluan kunjungan wisata ke Indonesia.

1.2Identifikasi Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, peneliti mengidentifikasi dari permasalahan penelitian ini di antaranya sebagai berikut. 1. Langkanya bahan ajar untuk BIPA yang tersedia di toko-toko buku.

Minat pembelajar asing mempelajari bahasa Indonesia kurang didukung oleh ketersediaan bahan ajar yang ada di pasaran. Oleh karena itu, perlu adanya bahan ajar BIPA yang terintegrasi dan otentik sebagai penyeimbang besarnya minat bangsa asing untuk belajar bahasa Indonesia. Selain itu, bahan ajar BIPA yang terintegratif dan otentik sangat besar manfaatnya bagi program BIPA karena dalam bahan ajar BIPA yang terintegrasi, kita dapat sekaligus memasukkan kekayaan jati diri dan karakter kita sebagai bangsa Indonesia.


(11)

2. Rendahnya kualitas berbahasa Indonesia pembelajar asing tingkat menengah. Keterbatasan penguasaan kosakata penutur asing tingkat menengah dalam belajar bahasa Indonesia menyebabkan penutur asing mengalami kesulitan dalam memahami teks berbahasa Indonesia. Selain itu, pengaplikasian kemampuan empat keterampilan bahasa, kosakata, dan struktur bahasa Indonesia mahasiswa asing belum memuaskan.

3. Materi BIPA.

Materi BIPA yang berkembang saat ini belum ditata dengan baik sesuai kebutuhan. Oleh karena itu, penyusunan kurikulum pun dapat disusun dengan model kurikulum BIPA yang dinegosiasi oleh para anggota paguyuban pembelajar sehingga diharapkan adanya keterlibatan optimal para pembelajar dalam mempelajari BIPA.

1.3Rumusan Masalah

Berdasarkan pada apa yang dijelaskan sebelumnya dalam latar belakang masalah, penelitian ini akan difokuskan pada masalah yang perumusan jawabannya adalah sebagai berikut “Apakah bahan ajar integratif BIPA tingkat menengah ini dapat melengkapi koleksi bahan ajar membaca untuk BIPA tingkat menengah otentik yang sudah ada?”

Berikut adalah pertanyaan operasionalnya.

1. Bagaimana profil kemampuan komunikatif berbahasa Indonesia penutur asing tingkat menengah?


(12)

3. Bagaimana gaya penyusunan model integratif bahan ajar BIPA tingkat menengah?

4. Seberapa besar pengaruh model integratif bahan ajar BIPA untuk meningkatkan kemampuan komunikatif pembelajar BIPA tingkat menengah?

1.4Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. profil kemampuan komunikatif berbahasa Indonesia penutur asing tingkat menengah;

2. profil model integratif bahan ajar BIPA tingkat menengah;

3. gaya penyusunan model integratif bahan ajar BIPA tingkat menengah;

4. pengaruh model integratif bahan ajar BIPA untuk meningkatkan kemampuan komunikatif pembelajar BIPA tingkat menengah.

1.5Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kontribusi nyata baik secara teoretis maupun praktis. Adapun manfaatnya adalah sebagai berikut.. 1. Bagi pembelajar BIPA, diharapkan dapat menikmati proses pembelajaran

BIPA guna meningkatkan kemampuan komunikatif pembelajar dalam mempelajari bahasa Indonesia.

2. Bagi guru bidang studi BIPA, diharapkan dapat menambah kajian inovasi pembelajaran BIPA dengan mengaplikasikan model integratif bahan ajar


(13)

untuk BIPA tingkat menengah yang otentik yang sesuai dengan keinginan para pembelajar.

1.6Definisi Operasional

1.6.1 Model Integratif Bahan Ajar BIPA

Yang dimaksud dengan ’model integratif bahan ajar BIPA’ dalam penelitian ini adalah sebuah model yang dapat diterapkan terhadap segala sesuatu yang dapat dipakai atau dijadikan pedoman atau pegangan untuk mengajar dengan melakukan pembauran seluruh aspek yang ada dalam bahasa seperti keterampilan membaca, mendengarkan, berbicara, menulis, tata bahasa, dan kosakata sehingga menjadi kesatuan yang utuh dalam sebuah bahan ajar.

Dalam penyusunan bahan ajar, peneliti akan mengolaborasikan dan memadupadankan aspek-aspek yang ada dalam pengembangan keterampilan berbahasa. Aspek keterampilan tersebut akan peneliti sesuaikan dengan kebutuhan yang harus ada di tiap babnya. Oleh karena itu, dalam penerapannya, tidak semua aspek keterampilan berbahasa ada di bab tersebut, misalnya bab tertentu hanya ada aspek membaca, menyimak, kosakata, dan struktur.

1.6.2 Kemampuan Komunikatif Bahasa Indonesia Penutur Asing (BIPA) Tingkat menengah

’Bahasa Indonesia Penutur Asing (BIPA) tingkat menengah’ adalah penggunaan bahasa Indonesia yang dikhususkan untuk para pembelajar bangsa asing yang telah belajar bahasa Indonesia dengan ditandai dengan kemampuan


(14)

untuk berkomunikasi dengan kombinasi-kombinasi elemen-elemen bahasa yang dipelajari.

Mulyono (2004: 41) menyebutkan bahwa seseorang mendapatkan profisiensi bahasa kedua peringkat atau tingkat menengah, dikhususkan pada tingkat menengah. Dalam penelitian ini pula, kemampuan komunikatif yang diberikan peneliti lebih dikhususkan pada keterampilan komunikatif berbicara siswa BIPA yang berada pada tingkat menengah. Hal tersebut berdasarkan landasan hasil penelitian terdahulu yang menyebutkan bahwa siswa asing belajar bahasa Indonesia karena kebutuhan komunikatif yang mendesak yakni untuk berkomunikasi selama mereka berada di Indonesia. Parameter penilaian berbicara yang digunakan dalam penelitian ini adalah parameter tingkat kefasihan berbicara yang dikemukakan oleh Nurgiyantoro (2009).

Tingkat menengah yang ada dalam penelitian ini ditandai dengan kemampuan untuk berkomunikasi dengan bahan yang dipelajari, yakni memunculkan pertuturan dengan kombinasi-kombinasi elemen bahasa yang dipelajari, memulai dan menutup pertuturan dengan cara sederhana sesuai dengan tugas-tugas komunikatif yang mendasar, bertanya dan menjawab pertanyaan sederhana, mengembangkan narasi atau deskripsi sederhana dengan penanda-penanda hubungan wacana yang terbatas.

1.7Asumsi

Penelitian ini dilakukan berdasarkan beberapa asumsi sebagai berikut. 1. Bahasa Indonesia berpeluang menjadi bahasa pengantar dalam era globalisasi.


(15)

2. Model integratif adalah pembauran seluruh aspek yang ada dalam bahasa seperti keterampilan membaca, mendengarkan, berbicara, menulis, tata bahasa, dan kosakata sehingga menjadi kesatuan yang utuh dalam sebuah bahan ajar. 3. Model integratif bahan ajar BIPA dapat membantu meningkatkan kemampuan

komunikatif pembelajar asing dalam berbahasa Indonesia.

4. Bahan ajar BIPA terintegrasi menjadi sebuah peluang dan ‘jalan masuk’ untuk pendidikan karakter dan jati diri bangsa Indonesia, termasuk pula ke dalamnya sebagai kesempatan emas untuk mengenalkan karakter dan jati diri bangsa Indonesia kepada penutur asing.

5. BIPA tingkat menengah adalah pembelajaran dengan ciri-ciri tuturannya terdiri atas lebih dari dua atau tiga perkataan dengan disertai jeda panjang dan pengulangan kata yang diucapkan partisipan (pendengar). Pembicara mengalami banyak kesulitan dalam memproduksi tuturan yang sederhana sekalipun. Tuturan mereka bisa dipahami partisipan dengan kesulitan tinggi.

1.8Hipotesis

Hipotesis yang muncul dalam penelitian ini adalah

Ho = Tidak terdapat perbedaan kemampuan komunikatif BIPA tingkat menengah

dengan menggunakan model integratif bahan ajar BIPA.

H1 = Terdapat perbedaan kemampuan komunikatif BIPA tingkat menengah


(16)

1.9Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen subjek tunggal. Alasan digunakannya metode ini karena masalah yang mendasar dalam pembelajaran BIPA yakni permasalahan partisipan yang minim dan tidak mungkin dilakukan pembagian kelompok antara kelompok eksperimen dan kontrol. Metode penelitian ini sesuai dengan hakikat penelitian yang akan dilakukan, yaitu untuk melihat perubahan perilaku dan perbedaan secara individu dari subjek yang diteliti. Dengan demikian, hasil eksperimen disajikan dan dianalisis berdasarkan subjek secara individual (Sukmadinata, 2005: 209). Selain itu, metode penelitian ini merupakan suatu desain eksperimen sederhana yang dapat menggambarkan dan mendeskripsikan perbedaan setiap individu disertai dengan data kuantitatif yang disajikan secara sederhana dan terinci.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan desain A-B-A, yaitu desain yang menunjukkan adanya kontrol terhadap variabel bebas yang lebih kuat dibandingkan desain lainnya. Oleh karena itu, validitas internal lebih meningkat. Dengan membandingkan dua kondisi baseline sebelum dan sesudah intervensi, keyakinan adanya pengaruh intervensi lebih dapat diyakinkan.

Pada desain A-B-A ini langkah pertama adalah mengumpulkan data perilaku sasaran (target behavior) pada kondisi garis dasar (baseline) pertama sampai data stabil. Setelah data menjadi stabil pada kondisi garis dasar pertama, intervensi diberikan. Pengumpulan data pada kondisi intervensi dilaksanakan secara terus menerus sampai data mencapai kecenderungan arah dan level data yang jelas. Setelah itu, masing-masing kondisi, yaitu garis pertama dan intervensi


(17)

diulang kembali pada subjek yang sama pada kondisi garis perlakuan. Prosedur utama desain A-B-A ini secara visual dapat digambarkan sebagai berikut.

Bagan 1.1

Prosedur Utama Desain A-B-A


(18)

BAB III

METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen subjek tunggal (single subject experiment). Metode eksperimen subjek tunggal berbeda dengan metode eksperimen yang lain. Dalam metode tersebut tidak dilakukan pembagian kelompok antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol karena jumlah subjeknya terbatas. Hasil eksperimen disajikan dan dianalisis berdasarkan subjek secara individual (Sukmadinata, 2005: 209).

Metode eksperimen subjek tunggal ini dipilih karena terbatasnya jumlah responden yang diteliti, yakni 3-5 orang, dan tidak mungkin dilakukan pembagian kelompok antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Metode penelitian ini sesuai dengan hakikat penelitian yang akan dilakukan, yakni untuk melihat perubahan perilaku dan perbedaan secara individu dari subjek yang diteliti. Selain itu, metode penelitian eksperimen subjek tunggal merupakan suatu desain eksperimen sederhana yang dapat menggambarkan dan mendeskripsikan perbedaan setiap individu disertai dengan data kuantitatif yang disajikan secara sederhana dan terinci(Herlina, 2009: 11).

Karakteristik desain subjek tunggal yang memperoleh validitas internal yang berbeda dari teknik yang meliputi desain konteks. McMilan dan Schumaker (2001: 473) menyatakan bahwa karateristik terpenting dari desain subjek tunggal sebagai berikut.


(19)

1) Pengukuran terpercaya. Desain subjek-tunggal biasanya meliputi banyak pengamatan terhadap perilaku sebagai teknik pengumpulan data. Ini penting bahwa kondisi pengamatan seperti waktu dan lokasi, yang distandarisasi; pengamatan haruslah dilatih dengan baik agar bisa dipercaya atau bisa jadi prasangka; dan perilaku yang teramati bisa diidentifikasi secara operasional. 2) Pengukuran berulang. Karakteristik yang jelas dari subjek tunggal adalah

bahwa aspek tunggal perilaku ini diukur beberapakali, dengan cara yang sama hanya ada sekali pengukuran, yaitu sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Perlakuan berulang mengontrol variasi normal yang diketahui selama interval waktu yang pendek, menyediakan deskripsi perilaku dengan jelas dan lugas. 3) Deskripsi kondisi. Ketepatan, deskripsi rinci dari seluruh kondisi perilaku

diamati harus ada. Deskripsi ini membolehkan aplikasi studi terhadap individu lain untuk memperkuat validitas internal dan eksternal.

4) Kondisi perlakuan dan basis; durasi dan stabilitas. Prosedur yang lazim adalah untuk setiap kondisi haruslah mempunyai waktu dan jumlah pengamatan yang sama.

5) Aturan variabel-tunggal. Ini penting untuk mengubah satu variabel selama perlakuan pada fase riset subjek tunggal dan variabel yang diubah harus dijelaskan dengan tepat.

Penggunaan metode eksperimen subjek tunggal ini bertujuan untuk menguji langsung pengaruh model integratif bahan ajar terhadap kemampuan komunikatif berbahasa Indonesia khususnya bagi penutur asing di Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia. Eksperimen subjek tunggal dipilih dalam


(20)

penelitian ini karena sesuai dengan hakikat penelitian yang akan dilakukan, yaitu untuk melihat perubahan perilaku (target behavior) dan perbedaan secara individu dari subjek yang diteliti. Perubahan perilaku yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peningkatan kemampuan komunikatif berbahasa Indonesia bagi penutur asing tingkat menengah dengan menggunakan model integratif bahan ajar BIPA. Diharapkan perubahan perilaku tersebut dapat bersifat relatif permanen dan diperoleh serta dilakukan dengan sepenuh hati.

3.2 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain eksperimen subjek tunggal A-B-A. Sukmadinata (2005: 211) mengemukakan bahwa desain eksperimen subjek tunggal A-B-A merupakan model desain yang sering digunakan dalam eksperimen subjek tunggal. Desain ini hampir sama dengan desain A – B, tetapi setelah perlakuan diikuti oleh keadaan tanpa perlakuan seperti dalam keadaan sebelumnya. A adalah lambang dari data garis dasar (baseline data), B untuk data perlakuan (treatment data), dan A kedua ditujukan untuk mengetahui apakah tanpa perlakuan kegiatan akan kembali pada keadaan awal, atau masih terus seperti keadaan dalam perlakuan.

Grafik 3.1

Desain Eksperimen Subjek Tunggal A-B-A

O O O O O

X X X X X

O O O O O O O O O O Garis dasar (A-1) Perlakuan (B) Garis dasar (A-2)


(21)

Keterangan:

1. A-1 (Garis dasar 1) adalah kondisi kemampuan komunikatif siswa pada subjek penelitian sebelum memperoleh intervensi.

2. B (Intervensi) adalah kondisi intervensi kemampuan komunikatif bahasa Indonesia dengan menggunakan model integratif bahan ajar BIPA tingkat menengah.

3. A-2 (Garis dasar 2) adalah kondisi kemampuan komunikatif siswa pada subjek penelitian dengan menggunakan model integratif bahan ajar BIPA setelah intervensi.

Adapun prosedur desain A-B-A menurut Sunanto (2006: 45) sebagai berikut.

1. Mendefinisikan perilaku sasaran (target behavior) sebagai perilaku yang dapat diamati dan diukur secara akurat.

2. Melaksanakan pengukuran dan pencatatan data pada kondisi baseline (A1) secara kontinu sekurang-kurangnya sebanyak 3 atau 5 kali atau sampai kecenderungan arah dan level data diketahui secara jelas dan stabil.

3. Memberikan intervensi (B) setelah kecenderungan data pada kondisi baseline stabil.

4. Selanjutnya, melakukan pengukuran perilaku sasaran (target behavior) pada kondisi intervensi (B) secara kontinu dengan periode waktu tertentu sehingga mendapat kecenderungan arah dan level data menjadi stabil.

5. Setelah kecenderungan arah dan level pada kondisi intervensi (B) stabil mengulang kondisi baseline (A2). Setelah itu, mengambil kesimpulan adanya


(22)

hubungan fungsional antara variabel terikat dengan variabel bebas harus hati-hati.

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas bagaimana struktur dasar penelitian ini dengan desain A-B-A, terlihat pada grafik berikut.

Baseline (A) Intervensi (B) Baseline (A) sasaran/frekuensi

perilaku

sesi (hari)

Grafik 3.2

Prosedur Dasar Desain A-B-A

(Frankel dan Wallen 2006: 309)

3.3 Subjek Penelitian dan Data Penelitian 3. 3. 1 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa asing dengan kemampuan berbahasa Indonesia tingkat menengah berjumlah lima orang. Pembelajar asing tersebut diberikan pembelajaran secara terpisah, yakni Cho Sung Ok - Korea, Wichan Anisong (Nicky), Durati Waesani (Dunya), Daniya Machae (Daniel), dan Atif Bensulong (Atif) - Thailand. Cho Sung Ok belajar formal secara individu di Balai Bahasa UPI, sedangkan Nicky, Dunya, Daniel, dan Atif belajar secara nonformal di rumah. Karakteristik penggunaan bahasa Indonesia tingkat menengahnya pun


(23)

bermacam-macam. Cho Sung Ok dan Wichan Anisong berada di tingkat menengah dasar – menengah karena mereka berada di Indonesia dan belajar bahasa Indonesia sejak 1 tahun yang lalu, sedangkan Durati Waesani, Daniya Machae, dan Atif Bensulong berada pada tingkat menengah - atas karena mereka berlatar belakang Melayu dan sudah tiga tahun belajar bahasa Indonesia. Cho Sung Ok belajar bahasa Indonesia untuk kebutuhan komunikatifnya selama berada di Indonesia, sedangkan semua mahasiswa Thailand belajar bahasa Indonesia untuk keperluan pendidikannya di Indonesia. Pembelajar asing tersebut dipilih menjadi subjek penelitian karena selaras dengan apa yang diinginkan oleh peneliti, yakni mereka belajar bahasa Indonesia pada tingkat menengah.

Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia sebagai salah satu penelitian dipilih sebagai lokasi penelitian karena merupakan salah satu institusi formal di Kota Bandung yang menyelenggarakan pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA). Alasan-alasan lainnya yang lebih praktis yakni peneliti lebih mendapatkan kemudahan dalam hal perizinan, kedekatan lokasi dengan peneliti, dan kehematan biaya penelitian.

3. 3. 2 Data Penelitian

Data primer yang ada dalam penelitian ini yakni model integratif bahan ajar BIPA tingkat menengah yang disusun berdasarkan kurikulum yang telah disusun oleh pihak Balai Bahasa UPI Bandung serta hasil prates dan pascates kemampuan komunikatif terhadap empat keterampilan berbahasa pembelajar asing terhadap bahan ajar terintegrasi yang disusun oleh peneliti. Sementara itu,


(24)

data sekunder yang ada dalam penelitian ini yakni hasil observasi, hasil wawancara dengan pengajar BIPA, dan hasil angket yang telah diberikan. Data penelitian diambil dari tanggal 21 Mei 2010 sampai dengan 20 Juni 2010.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu instrumen tes dan instrumen nontes.

3.4.1 Instrumen Tes

Instrumen tes yang ada dalam penelitian ini terdiri atas prates (pretest) dan pascates (postes), serta tugas akhir dalam proses intervensi. Pratest diberikan pada kondisi garis dasar 1, yaitu kondisi pada saat siswa belum mengikuti pelajaran dengan menggunakan model integratif bahan ajar BIPA. Tes ini dilakukan dengan tujuan untuk memastikan sejauh mana pengetahuan awal siswa yang berkaitan dengan kemampuan komunikatif siswa dalam berbahasa Indonesia. Selanjutnya pada tahap intervensi siswa diberikan model integratif bahan ajar BIPA dengan latihan di setiap akhir bahan ajar. Tes ini adalah bagian dari prosedur kegiatan intervensi model integratif bahan ajar BIPA tingkat menengah yang bertujuan untuk melihat kondisi dan kestabilan siswa pada saat memperoleh intervensi. Pascates diberikan pada kondisi garis dasar 2 untuk mengevaluasi sejauh mana terjadi peningkatan kemampuan komunikatif siswa setelah tidak dilakukan intervensi.

Adapun instrumen tes yang digunakan dalam prates dan postes adalah tes kemampuan komunikatif siswa yang dikhususkan pada keterampilan berbicara


(25)

dalam menarasikan pengalaman hidupnya. Semua yang ada dalam model integratif bahan ajar BIPA menengah tersebut akan menggiring kemampuan siswa dalam kemampuan komunikatif berbicaranya. Hal ini selaras dengan apa yang diungkapkan Nurgiyantoro (2009: 283) bahwa tujuan utama dilaksanakan tes berbicara adalah untuk menentukan tingkat kefasihan berbicara seorang pembelajar. Adapun kriteria penilaian yang diberikan oleh Nurgiyantoro adalah sebagai berikut.

Tabel 3.1

Kriteria Penilaian Berbicara

No. Kriteria Kefasihan Rincian Kriteria Kefasihan Skor

1 Penekanan Ucapan sudah standar (sudah seperti penutur asli) 6 Tidak terjadi salah ucapan yang mencolok, mendekati

ucapan standar

5

Pengaruh ucapan asing dan kesalahan ucapan tidak menyebabkan kesalahpahaman

4

Pengaruh ucapan asing yang memaksa orang mendengarkan dengan teliti, salah ucap yang menyebabkan kesalahpahaman

3

Sering terjadi kesalahan besar dan aksen kuat yang menyulitkan pemahaman, menghendaki untuk selalu diulang

2

Ucapan sering tak dapat dipahami 1

2 Penggunaan Tata Bahasa

Tidak lebih dari dua kesalahan selama berlangsungnya kegiatan berbicara

6

Sedikit terjadi kesalahan, tetapi bukan pada penggunaan pola

5

Kadang-kadang terjadi kesalahan dalam penggunaan pola tertentu, tetapi tidak mengganggu komunikasi


(26)

Sering terjadi kesalahan dalam pola tertentu karena kurang cermat yang dapat mengganggu komunikasi

3

Adanya kesalahan dalam penggunaan pola-pola pokok secara tetap yang selalu mengganggu komunikasi

2

Penggunaan tata bahasa hampir selalu tidak tepat 1 3 Penggunaan

Kosakata

Penggunaan kosa kata teknis dan umum luas dan tepat sekali (seperti penutur asli yang terpelajar)

6

Penggunaan kosa kata teknis lebih luas dan cermat, kosa kata umum pun tepat sesuai dengan situasi sosial

5

Penggunaan kosa kata teknis tepat dalam pembicaraan tentang masalah tertentu, tetapi penggunaan kosa kata umumnya bersifat berlebihan

4

Pemilihan kosa kata sering tidak tepat dan keterbatasan penguasaannya menghambat kelancaran komunikasi dalam masalah sosial dan profesional

3

Penggunaan kosa kata sangat terbatas pada keperluan dasar personal (waktu, makanan, transportasi, keluarga)

2

Penggunaan kosa kata tidak tepat dalam percakapan yang paling sederhana sekalipun

1

4 Kelancaran Pembicaraan dalam segala hal lancar dan halus (seperti penutur asli yang terpelajar)

6

Pembicaraan lancar dan halus, tetapi sekali-kali masih kurang ajek

5

Pembicaraan kadang-kadang masih ragu, pengelompokkan kata-kata juga tidak tepat

4

Pembicaraan sering tampak ragu, kalimat tidak lengkap 3 Pembicaraan sangat lambat dan tidak ajek, kecuali untuk

kalimat-kalimat pendek dan telah rutin

2

Pembicaraan selalu terhenti dan terputus-putus sehingga pembicaraan macet


(27)

5 Pemahaman Memahami segala sesuatu dalam pembicaraan formal dan koloqial (seperti penutur asli)

6

Memahami segala sesuatu dalam pembicaraan normal, kecuali yang bersifat koloqial

5

Memahami agak baik pembicaraan normal, kadang-kadang pengulangan dan penjelasan

4

Memahami dengan baik pembicaraan yang sederhana, dalam hal tertentu masih perlu penjelasan dan

pengulangan

3

Memahami dengan lambat pembicaraan sederhana, perlu penjelasan dan pengulangan

2

Memahami sedikit isi pembicaraan yang paling sederhana

1

Keterangan: Lingkari skor yang sesuai

Tabel 3.2

Pembobotan Penilaian Berbicara

Deskripsi Kefasihan 1 2 3 4 5 6

Penekanan 0 1 2 2 3 4 ...

Penggunaan Tata Bahasa 6 12 18 24 30 36 ...

Penggunaan Kosa Kata 4 8 12 16 20 24 ...

Kelancaran 2 4 6 8 10 12 ...

Pemahaman 4 8 12 15 19 23 ...

Jumlah ...

Penafsiran terhadap jumlah skor di atas dilakukan dengan mempergunakan (mencocokkan) tabel konversi sebagai berikut.


(28)

Tabel 3.3

Konversi Tingkat Kefasihan

Jumlah Skor Tingkat Kefasihan

16 - 25 26 - 32 33 - 42 43 - 52 53 - 62 63 - 72 73 - 82 83 - 92 93 - 99

0 + 1 1 +

2 2 +

3 3 +

4 4 +

(Sumber: Nurgiyantoro, 2009: 284- 288, dengan pengubahan seperlunya)

Adapun tingkat-tingkat kefasihan atau kelancaran yang dimaksud dideskripsikan sebagai berikut.

1. Mampu memenuhi kebutuhan rutin untuk bepergian dan tata krama berbahasa secara minimal.

2. Mampu memenuhi kebutuhan rutin sosial untuk keperluan pekerjaan secara terbatas.

3. Mampu berbicara dengan ketepatan tata bahasa dan kosa kata untuk berperan serta dalam umumnya percakapan formal dan nonformal dalam masalah yang bersifat praktis, sosial, dan profesional.

4. Mampu mempergunakan bahasa itu dengan fasih dan tepat dalam segala tingkat sesuai dengan kebutuhan profesional.


(29)

5. Mampu mempergunakan bahasa itu dengan fasih sekali (setaraf dengan penutur asli terpelajar).

Selain itu, untuk mengetahui tingkat kesahihan (validitas) model integratif bahan ajar BIPA tingkat menengah yang disusun oleh peneliti, peneliti menggunakan expert judgment yang paham dan berkompeten di bidang BIPA dan bahan ajar. Pakar yang menilai bahan ajar peneliti tersebut sekurang-kurangnya berjumlah tiga orang. Adapun kriteria penilaian bahan ajar yang disusun peneliti tersebut lebih bersifat mendeskripsikan hasil penilaian dan saran-saran yang akan diberikan oleh pakar. Adapun kriteria penilainnya adalah sebagai berikut.

Tabel 3.4

Instrumen Penilaian Bahan Ajar

No. Komponen Bahan Ajar yang Dinilai

Skala Nilai

SS S CS TS STS

5 4 3 2 1

1 Bahan ajar ini mampu mencerminkan keotentikan bahan ajar yang integratif, yakni memadupadankan beberapa keterampilan berbahasa

2 Bahan ajar ini memunculkan keragaman materi sesuai dengan kompetensi yang seharusnya diberikan pada siswa BIPA tingkat menengah

3 Bahan ajar ini memunculkan berbagai variasi cara dan media pembelajaran

4 Bahan ajar ini mampu melatih kemampuan komunikatif siswa dalam berbahasa Indonesia

5 Kebahasaan yang digunakan dalam bahan ajar ini berkesesuaian dengan kemampuan komunikatif siswa BIPA tingkat menengah, yakni mampu:


(30)

a) memunculkan pertuturan dengan kombinasi-kombinasi elemen bahasa yang dipelajari

b) memulai dan menutup pertuturan dengan cara sederhana sesuai dengan tugas-tugas komunikatif yang mendasar

c) bertanya dan menjawab pertanyaan sederhana

d) mengembangkan narasi atau deskripsi sederhana.

Keterangan:

SS : Sangat Sesuai S : Sesuai

CS : Cukup Sesuai TS : Tidak Sesuai

STS : Sangat Tidak Sesuai

3.4.2 Instrumen Nontes

Instrumen nontes yang diberikan dalam penelitian ini terdiri atas wawancara, observasi, dan angket. Adapun pedoman wawancara, pedoman observasi, dan pedoman angket akan diuraikan sebagai berikut.

3.4.2.1 Pedoman Wawancara Guru

Dalam penelitian ini, wawancara disusun untuk menjawab sebagian rumusan masalah yang ada seperti profil pembelajar BIPA tingkat menengah dan semua hal yang berkaitan dengan bahan ajar yang sesuai dalam pengajaran BIPA di Balai Bahasa UPI.

3.4.2.2 Pedoman Observasi

Observasi dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran BIPA berlangsung, antara lain berisi gambaran mengenai proses pembelajaran yang diamati. Dari hasil observasi ini diharapkan dapat diperoleh suatu gambaran tentang peran


(31)

pengajar dan peneliti, proses interaksi antara siswa dan bahan ajar, pemahaman siswa, kendala dalam KBM, dan kejadian penting lainnya dalam pembelajaran.

3.4.2.3 Pedoman Angket Siswa

Angket disebarkan kepada siswa BIPA. Angket siswa, digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap bahan ajar yang dikembangkan. Siswa diberikan sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang dikemas dalam bentuk angket. Angket ini antara lain berisi tentang kesesuaian bahan ajar dengan tingkat mereka dalam belajar bahasa Indonesia, peningkatan kemampuan komunikatif mereka dengan menggunakan bahan ajar, dan lain-lain.

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 3. 5.1 Teknik Pengumpulan Data

Peneliti melakukan pengumpulan data di Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia. Dalam proses pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu meminta izin kepada pimpinan Balai Bahasa untuk mengadakan penelitian di sana. Kemudian, sebelum penelitian dimulai, peneliti terlebih dahulu melakukan wawancara dengan salah seorang pengajar BIPA untuk mengetahui kebutuhan bahan ajar membaca yang akan digunakan dalam proses KBM BIPA.

Pada penelitian ini, peneliti melaksanakan penelitian tidak dari pertama proses KBM. Hal ini karena permasalahan teknis dalam mempersiapkan bahan ajar yang baik. Oleh karena itu, peneliti membuat bahan ajar di tengah jadwal yang telah berlangsung dalam KBM BIPA. Peneliti melaksanakan penelitian berlangsung pada bulan Mei-Juni 2010.


(32)

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah memberikan model integratif bahan ajar BIPA tingkat menengah beserta pelatihannya, melakukan wawancara, observasi, dan menyebarkan angket.

a. Model Integratif Bahan Ajar BIPA Tingkat menengah

Bahan ajar integratif yang disajikan dalam penelitian ini terdiri atas berbagai topik dan empat keterampilan berbahasa. Bahan ajar integratif ini disusun berlandaskan pendekatan integratif. Yang dimaksud dengan integratif dalam penelitian ini adalah keterpaduan penggunaan empat kemahiran bahasa yaitu mendengar, membaca, berbicara, dan menulis. Dalam pendekatan integratif, pembelajar juga dilibatkan dalam aktivitas di kelas dan di luar kelas, baik dalam bentuk tugas terstruktur maupun dalam bersosialisasi dengan masyarakat di sekitarnya. Hal ini mengingat penguasaan bahasa yang ideal mencakup keempat jenis kemahiran tersebut, walaupun kenyataannya ada siswa yang cepat mahir berbicara, tetapi lemah dalam menulis atau sebaliknya (Lado, 1985).

Sementara itu, BIPA tingkat menengah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penutur asing yang ada dengan kemampuan BIPA-nya pada level menengah yang secara umum ditandai dengan kemampuan berkomunikasi dengan memunculkan pertuturan dengan kombinasi-kombinasi elemen bahasa yang dipelajari.

b. Wawancara

Sebelum melaksanakan wawancara, peneliti menyiapkan instrumen wawancara yang disebut pedoman wawancara (interview guide). Pedoman ini berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang meminta untuk dijawab atau


(33)

direspon oleh responden, dalam hal ini responden yang bersangkutan adalah tenaga pengajar BIPA. Isi pertanyaan atau pernyataan bisa mencakup fakta, data, pengetahuan, konsep, pendapat, persepsi, atau evaluasi responden berkenaan dengan fokus masalah atau variabel-variabel yang dikaji dalam penelitian. Bentuk pertanyaan atau pernyataan bisa sangat terbuka sehingga responden mempunyai keleluasaan untuk memberikan jawaban atau penjelasan. Pertanyaan atau pernyataan dalam pedoman wawancara juga bisa berstruktur, suatu pertanyaan atau pernyataan umum diikuti dengan pertanyaan atau pernyataan yang lebih khusus atau lebih terurai, sehingga jawaban atau penjelasan dari responden menjadi lebih dibatasi dan diarahkan. Untuk tujuan-tujuan tertentu sub pertanyaan atau pernyataan tersebut bisa sangat berstruktur, sehingga jawabannya menjadi singkat-singkat atau pendek-pendek, bahkan membentuk instrumen berbentuk ceklis (Sukmadinata, 2005: 216-217 ).

c. Observasi

Dalam penelitian ini, observasi dilakukan untuk memperoleh semua data yang tak sempat diperoleh dalam wawancara. Peneliti mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Kegiatan tersebut berkenaan dengan cara guru mengajar dan siswa belajar BIPA. Selain itu, observasi memungkinkan peneliti menarik inferensi (kesimpulan) ihwal makna dan sudut pandang responden, kejadian, peristiwa, atau proses yang diamati. Lewat observasi ini, peneliti akan melihat sendiri pemahaman yang tidak terucapkan (tacit understanding), bagaimana teori digunakan langsung (theory-in use), dan sudut


(34)

pandang responden yang mungkin tidak tercungkil lewat wawancara (Alwasilah, 2006: 154-155).

d. Angket

Peneliti memilih menggunakan angket dengan dua bentuk pertanyaan yakni pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka. Angket tertutup diberikan kepada siswa BIPA agar mempermudah siswa dalam mengisi angket, isinya mengenai tanggapan siswa terhadap bahan ajar dan proses pembelajaran. Angket tertutup diberikan karena siswa BIPA kurang mahir dalam mengolah kalimat dalam bahasa Indonesia. Dalam angket tertutup, pertanyaan atau pernyataan-pernyataan telah memiliki alternatif jawaban (option) yang tinggal dipilih oleh responden. Sedangkan untuk pengajar BIPA akan diberikan angket tertutup dan angket terbuka sebagai tanggapan mereka terhadap bahan ajar BIPA terintegrasi tingkat menengah yang hasilnya sebagai bahan untuk merevisi semua bahan ajar terintegrasi yang dikembangkan oleh peneliti.

3. 5.2 Teknik Pengolahan Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengolahan data yang terdiri atas data primer dan data sekunder. Adapun data primer dalam penelitian ini berupa hasil belajar siswa yang diperoleh melalui tes berbicara pada prates, proses intervensi, dan postes yang dilakukan selama 5 kali dari lima orang siswa BIPA tingkat menengah, yang secara terinci akan dijelaskan pada bab IV. Komponen yang dianalisis dalam kondisi ini meliputi komponen 1) panjang kondisi, 2) kecenderungan arah, 3) tingkat stabilitas, 4) tingkat perubahan, 5) jejak


(35)

data, dan 6) rentang (Sunanto, 2006: 70). Selanjutnya, peneliti akan mendeskripsikan data dan menganalisis data yang didapat. Analisis data dilakukan setelah penerapan tiap bagian dan mengevaluasi apakah tahapan metode yang dilakukan dengan tepat atau tidak. Hal tersebut dengan tujuan untuk mengetahui langkah selanjutnya. Setelah itu peneliti akan membahas data yang diperoleh secara keseluruhan dari awal hingga akhir penelitian. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh melalui hasil angket, observasi, dan wawancara yang akan dijelaskan pula dalam bab IV. Untuk model integratif bahan ajar BIPA untuk tingkat menengah dapat dilihat dalam lampiran.

Adapun kriteria penilaian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penilaian kemampuan berbicara. Penilaiannya menggunakan rating scale. Rating scale adalah data mentah yang diperoleh berupa data angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif (Sugiyono, 2009:141). Penyusunan penilaian instrumen dengan rating scale harus dapat mengartikan setiap angka yang diberikan pada alternatif jawaban pada setiap item instrumen.

3.6 Pemetaan Model Integratif Bahan Ajar BIPA Tingkat Menengah

Berikut ini adalah pemetaan model integratif yang disusun peneliti untuk penelitian ini dengan mengadaptasi silabus pembelajaran BIPA tingkat menengah yang diberikan oleh Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia tahun 2010. Adapun perinciannya sebagai berikut.


(36)

Tabel 3.5

Pemetaan Model Integratif Bahan Ajar BIPA Tingkat Menengah

Kegiatan Tema Membaca Menulis Menyimak Berbicara Tata Bahasa

1 Kesenian

Daerah memahami teks yang bertema Kesenian Daerah dengan menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan teks Menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan teks dan menulis ringkasan dari teks yang dibaca memahami isi berita dan monolog dan menjawab pertanyaan-pertanyaan berdasarkan isi berita dan monolog

menuliskan hal

yang akan

dilakukan apabila berada dalam situasi atau keadaan tertentu dengan sebuah simulasi drama

sederhana

memahami tentang penggunaan imbuhan ber- dan ber-an

2 Jalan-jalan

Keliling Indonesia

menulis poin-poin penting dalam teks dan menjawab pertanyaan-pertanyaan berdasarkan teks yang dibaca menulis poin-poin penting dalam teks dan menjawab pertanyaan-pertanyaan berdasarkan teks yang dibaca menemukan informasi dari

teks yang

bertema Tempat Wisata menceritakan pengalaman ketika mengunjungi tempat wisata memahami cara menggunakan imbuhan me(N)-kan

3 Kuliner

Indonesia

menemukan ide pokok yang ada dalam teks menulis ringkasan dari teks yang dibaca mencatat hal-hal penting dari teks yang didengar

memahami penggunaan ragam bahasa informal dengan mengungkapkan rasa, bentuk,

warna, dan

bahan makanan memahami tentang penggunaan konjungsi korelatif

3.7 Paradigma Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan berdasarkan alur pola pikir yang akan dijelaskan pada bagan di bawah ini.


(37)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5. 1 Simpulan

Penelitian ini berusaha mengkaji keefektifan model integratif bahan ajar BIPA tingkat menengah dalam meningkatkan kemampuan komunikatif berbahasa Indonesia yang sampai saat ini menjadi tujuan utama para pembelajar asing mempelajari bahasa Indonesia.

Penelitian ini berfokus pada penyusunan model integratif bahan ajar BIPA tingkat menengah karena untuk menyesuaikan minat pembelajar asing yang sangat besar dalam mempelajari bahasa Indonesia. Namun, seperti yang kita hal tersebut kurang didukung oleh ketersediaan bahan ajar yang ada di pasaran. Oleh karena itu, adanya model integratif bahan ajar BIPA tingkat menengah ini sebagai penyeimbang besarnya minat bangsa asing untuk belajar bahasa Indonesia. Dalam model integratif bahan ajar BIPA ini, pembelajar dapat menikmati pembelajaran bahasa Indonesia secara terintegrasi. Mereka dapat melatih empat keterampilan berbahasanya sehingga secara tidak langsung ketika belajar membaca, mereka pun dapat belajar berbicara. Selain itu, bahan ajar BIPA yang terintegratif sangat besar manfaatnya bagi program BIPA karena dalam bahan ajar BIPA yang terintegrasi, kita dapat sekaligus memasukkan kekayaan jati diri dan karakter kita sebagai bangsa Indonesia.

Selain itu, pentingnya meningkatkan kemampuan komunikatif dalam program BIPA memang sudah menjadi sebuah keharusan dalam pembelajaran


(38)

BIPA. Hal ini tergambar jelas dalam salah satu penelitian terdahulu yang dilakukan oleh I Nengah Sudipa di Program BIPA, Fakultas Sastra Universitas Udayana, Denpasar. Sudipa menggambarkan 5 pembelajar, yakni: Chun (Korea), Yuki, Keiko, Tomoko dan Satoko (Jepang). Mereka dipilih sebagai subjek pengamatan ini karena mereka memiliki motivasi tertentu yang mungkin berasal dari dirinya sendiri (hasil wawancara awal) untuk belajar Bahasa Indonesia. Dari kelima responden yang menjadi sumber data dalam penelitian ini ternyata 3 orang memberi prioritas bahwa faktor yang amat mendesak adalah kebutuhan komunikatif, pada setiap daftar pertanyaan disediakan ruang komentar yang merepresentasikan kemampuan dan kelemahan (kendala) di dalam berkomunikasi. Dari kajian komentar yang ditulis oleh 3 responden, pada dasarnya mereka tetap mengatakan bahwa mereka sangat terdorong belajar bahasa Indonesia karena desakan kebutuhan komunikatif.

Sama halnya dengan penelitian sebelumnya, tujuan utama subjek penelitian ini pun karena desakan kebutuhan komunikatif. Salah satu dari mereka adalah seorang ibu rumah tangga dengan maksud belajar bahasa Indonesia karena ia suka Indonesia dan ia ingin belajar bahasa Indonesia sampai ia dapat berbicara bahasa Indonesia dengan lancar.

Penelitian ini menggunakan eksperimen subjek tunggal (Single Subject Eksperiment). Metode subjek tunggal berbeda dengan metode eksperimen yang lainnya. Dalam metode ini tidak dilakukan pembagian kelompok antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol karena jumlah subjeknya terbatas. Hasil eksperimen dianalisis dan disajikan secara individual (Sukmadinata, 2005: 209).


(39)

Metode ini digunakan karena jumlah subjek data yang diteliti sangat terbatas, hanya 5 orang. Metode penelitian eksperimen subjek tunggal merupakan suatu desain eksperimen sederhana yang dapat menggambarkan dan mendeskripsikan perbedaan setiap individu disertai dengan data kuantitatif yang disajikan secara sederhana dan terinci. Selain itu, dalam penelitian subjek tunggal setiap individu dapat menjadi kontrol atas dirinya sendiri.

Merujuk pada rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini, ditemukan beberapa hasil temuan di lapangan seperti berikut ini.

1. Profil tingkat kemampuan komunikatif berbicara pembelajar BIPA tingkat menengah berada di level 2 sampai 4, yakni dengan pendeskripsian sebagai berikut.

Level 2

Mampu memenuhi kebutuhan rutin sosial untuk keperluan pekerjaan secara terbatas.

Level 3

Mampu berbicara dengan ketepatan tata bahasa dan kosa kata untuk berperan serta dalam umumnya percakapan formal dan nonformal dalam masalah yang bersifat praktis, sosial, dan profesional.

Level 4

Mampu mempergunakan bahasa itu dengan fasih dan tepat dalam segala tingkat sesuai dengan kebutuhan profesional.


(40)

2. Penggunaan bahasa dalam bahan ajar BIPA tingkat menengah sebaiknya menggabungkan penggunaan bahasa resmi dan penggunaan bahasa takresmi. Dengan kata lain, penggunaan bahasa Indonesia yang lebih tepatnya adalah sebagai satu keseluruhan berdasarkan konteks penggunaannya yang ditujukan untuk penguasaan dan kemampuan berbahasa Indonesia secara baik dengan tidak mengabaikan berbagai ragam bahasa Indonesia yang hidup di masyarakat.

Sebagai sebuah sistem, bahasa Indonesia harus dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh. Oleh karena itu, bahan ajar tata bahasa diintegrasikan dengan bahan ajar aspek lain; begitu juga sistem tulis (ejaan). Aspek belajar bahasa lisan (menyimak dan berbicara) serta aspek belajar bahasa tulis (membaca dan menulis) dilakukan secara terintegrasi pula. Pintu masuk model bahan ajar ini selalu disusun atas dasar keterampilan berbahasa yang terintegrasi.

Materi-materi yang disampaikan dalam bahan ajar tingkat menengah ini disesuaikan dengan keperluan siswa belajar bahasa Indonesia. Khusus untuk penelitian ini, model integratif bahan ajar telah diuji tingkat kesahihannya (validitas) dengan menggunakan penilaian 4 orang pakar (expert judgment) yang ahli dalam bidang BIPA dengan skor tingkat kesahihannya sebesar 86%. 3. Berbagai macam gaya penyusunan model integratif bahan ajar BIPA tingkat

menengah ini dapat digunakan untuk pembelajaran BIPA tingkat menengah. Hanya perlu disesuaikan dengan tingkat kemampuan pembelajar BIPA tingkat menengah bawah – sedang – atas.


(41)

4. H1 = Terdapat perbedaan kemampuan komunikatif BIPA tingkat menengah dengan menggunakan model integratif bahan ajar BIPA dalam penelitian ini dapat diterima secara empiris. Hal ini terlihat dari perolehan rata-rata skor kemampuan awal (A-1) dengan skor 57 mengalami kenaikan pada mean level proses intervensi sebesar 69, dan kemampuan akhir pada postes (A-2) menjadi 75. Hal tersebut menunjukkan bahwa model integratif bahan ajar BIPA tingkat menengah ini mampu meningkatkan tingkat kefasihan pembelajar asing dalam hal berbicara walaupun belum terlihat kesignifikanannya karena beberapa persoalan. Tingkat kefasihan pembelajaran yang awalnya berada di level 2+ dengan deskripsi : “Mampu memenuhi kebutuhan rutin sosial untuk keperluan pekerjaan secara terbatas” berubah ke level 3+, dengan deskripsi yakni mengarah ke “Mampu berbicara dengan ketepatan tata bahasa dan kosa kata untuk berperan serta dalam umumnya percakapan formal dan nonformal dalam masalah yang bersifat praktis, sosial, dan profesional”.

5. 2 Saran

Saran-saran dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Penelitian ini masih merupakan tahap awal dalam penyusunan model integratif bahan ajar bahasa Indonesia bagi penutur asing tingkat menengah. Oleh karena itu, sangat perlu dilakukan penelitian lanjutan yang dapat melengkapi kelemahan hasil penelitian ini, yakni jumlah sumber data yang hanya 5 orang, belum memenuhi kuota jumlah sumber data yang seharusnya yang bisa memperlihatkan keefektivitasan bahan ajar ini secara akurat


(42)

2) Selain penyusunan model integratif bahan ajar BIPA tingkat menengah, sebaiknya disusun dan dikembangkan pula bahan ajar untuk tingkat dasar dan tingkat lanjut. Bahan ajar untuk berbagai level pembelajar ini sangat diperlukan untuk pengembangan program BIPA di UPI.

3) Perlu diciptakannya kurikulum untuk BIPA dalam berbagai level di Indonesia sehingga terciptanya suatu keragaman dalam mengajarkan materi ajar BIPA secara nasional.

4) Perlu adanya pengumpulan dokumen-dokumen mengenai bahan ajar BIPA tingkat menengah yang nantinya disusun menjadi sebuah buku yang menjadi standar nasional dalam pengajaran BIPA di Indonesia.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

---. (2009). Bentuk Pemanfaatan “Jarkom” dalam BIPA. [Online]. Tersedia: http://exstartech.blogspot.com/2009_02_01_archive.html [3 Juli 2010]

A. S, Bistok. (1994). “Beberapa Parameter dalam Pengembangan Bahan Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA): Suatu Kajian Buku-buku Pelajaran BIPA yang Digunakan di Australia, Amerika dan Eropa”, dalam Satya Wacana Christian University. 1994, KIPBIPA. Salatiga: Satya Wacana Christian University.

Alwasilah, A. Chaedar. (2003). Pokoknya Kualitatif, Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka Jaya.

Alwi, Hasan. (1996). “BIPA: Hari Ini dan Esok”, dalam Prosiding Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Arsjad, Maidar G., dan Mukti U. S. (1993). Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Aziez, Furqanul. 2009. Pengembangan Model Integratif Pembelajaran Kosakata Teknis Bahasa Indonesia. [Online]. Tersedia: http://ind.sps.upi.edu/?p=141 [20 November 2009]

Basuki, S. (1999). “Pengajaran dan Pemerolehan Bahasa untuk Orang Asing: Berbagai Masalah”. Makalah pada Lokakarya BIPA Regional Bali III, Denpasar, IALF Bali.

Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Fraenkel, Jack R., dan Norman E. Wallen. (2006). How to Design and Evaluate Research in Education Sixth Edition. New York: McGraw-Hill.

Gani, Erizal. (2000). “Pemberdayaan Pengajaran BIPA” dalam Prosiding Konferensi Internasional Pengajaran bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA) III. Bandung: CV Andira.


(44)

Gunawan, Samuel. (Tanpa Tahun). Merancang BIPA Sesuai Tuntutan Pelanggan yang Sangat Beragam dalam Program Pertukaran Mahasiswa. [Online]. Tersedia: http://fportfolio.petra.ac.id/user_files/01-025/BIPA.doc [30 April 2010]

Hamid, Fuad Abdul. (1987). Proses Belajar Mengajar Bahasa. Jakarta: PPLPTK Depdikbud.

Hamied, Fuad Abdul. (2009). Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur

Asing: Isu dan Realita. [Online]. Tersedia: http:

//extreme28.wordpress.com/2009/02/16/pembelajaran-bahasa-indonesia-bagi-penutur-asing-isu-dan-realita/ [11 Maret 2010]

Herlina, Lina. (2009). Peningkatan Kemampuan Penguasaan Kosakata Berimbuhan dan Membaca Pemahaman Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing pada Pembelajar BIPA (Bahasa Indonesia Penutur Asing) Melalui Pelatihan Strategi Metakognitif. Disertasi pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Herman, Els. (Tanpa Tahun). Bahan Ajar yang Bertopik dan Bertingkat Kesulitan

Runtut. [Online]. Tersedia:

http://www.ialf.edu/kipbipa/papers/ElsHerman.doc [30 April 2010]

Heritaningsih, Anneke. (Tanpa Tahun). Pengembangan Bahan Ajar BIPA Melalui Materi Otentik yang Bermuatan Budaya Indonesia. [Online]. Tersedia: http://fportfolio.petra.ac.id/user_files/.../Makalah%20BIPA,%20anneke.do c [11 Maret 2010]

Hidayat, S, Kosadi. (2000). “Kemampuan Siswa Asing dalam Membaca Wacana” dalam Prosiding Konferensi Internasional Pengajaran bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA) III. Bandung: CV Andira.

Hidayat, Rahayu Surtiati dan Irzanti S. Sutrasno. (2008). Belajar Bahasa dan Budaya Indonesia: Suatu Ancangan Sosial Budaya. [Online]. Tersedia: http://staff.ui.ac.id/internal/130366487/publikasi/BELAJAR_BAHASA_D AN_BUDAYA_INDONESIA.pdf [29 Mei 2010]

Hidayat, Rahayu Surtiati. (Tanpa Tahun). Evaluasi dalam Pengajaran Bahasa


(45)

http://staff.ui.ac.id/internal/130366487/publikasi/EVALUASIBIPAPESER TA.pdf [6 Mei 2010]

Idris, Nuny S. (2000). “Ragam Media dalam Pembelajaran BIPA”, dalam Prosiding Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA) III. Bandung: CV Andira.

Irma, D. (2007). Angkat Seni Tradisi Jadi Tak Membosankan. [online]. Tersedia: http://kabumi.blogspot.com/2007/06/angkat-seni-tradisi-jadi-tak.html. [27 Juni 2007]

Kariman, Tina Mariany dan Roswaty. (1994). “Pengembangan Materi Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing”, dalam Satya Wacana Christian University. 1994, KIPBIPA. Salatiga: Satya Wacana Christian University. Karmin, Y. (Tanpa Tahun). Mengembangkan Kurikulum BIPA yang Ramah

terhadap Pembelajar. [Online]. Tersedia:

http://www.ialf.edu/kipbipa/papers/YKarmin.doc [11 Maret 2010]

Lado, Robert. (1985). “Memory Span as a Factor in Second Language Learning,” dalam IRAL 3: 23-129.

McMilan dan Schumacer. (2001). Research in Education. New York: Longman. Muliastuti Liliana dan Euis Sulastri. (Tanpa Tahun). Panduan Pengajaran

Membaca untuk Siswa BIPA. [Online]. Tersedia:

http://saujana.sg/portals/0/penyerapan/pengajaran%20membaca.pdf [3 Juli 2010]

Mulyana, Yoyo. (2009). “Pembelajaran BIPA dalam Paradigma Membangun Karakter dan Jatidiri” dalam Prosiding Riksa Bahasa 3. Bandung: Rizqi Press.

Mulyono, Iyo. (2004). Dasar-dasar Belajar Bahasa. Bandung: FPBS UPI. Munby, John. (1978). Communicative Syllabus Design. Cambridge: CUP Nunan, David. (1994). The Learner-Centred Curriculum. Cambridge: CUP Nurgiyantoro, Burhan. (2009). Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra

Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE.

Purnomo, Heru. (1994). “Penyusunan Bahan Pembelajaran Membaca dan Kosakata Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing”, dalam Satya Wacana


(46)

Christian University. 1994, KIPBIPA. Salatiga: Satya Wacana Christian University.

Riasa, Nyoman. (2000). “Isu Global dalam Perspektif Pengajaran BIPA Inovatif” dalam Prosiding Konferensi Internasional Pengajaran bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA) III. Bandung: CV Andira.

Riasa, Nyoman dan Wartini Komang. (2000). “Dilema Pengajaran BIPA di Indonesia”, dalam Prosiding Konferensi Internasional Pengajaran bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA) III. Bandung: CV Andira.

Rusli, Ratna Sajekti. (1994). “Kurikulum beserta Bahan Pengajarannya yang Berorientasi pada Kebutuhan Masyarakat”, dalam Satya Wacana Christian University. 1994, KIPBIPA. Salatiga: Satya Wacana Christian University. Sanjaya, Wina. (2008). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, Jakarta:

Kencana Prenada Media Group.

Subana dan Sunarti. (Tanpa Tahun). Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.

Sudaryono. (Tanpa Tahun). Pemakaian “Authentic Materials” dalam Pengajaran

Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing. [Online]. Tersedia:

http://www.ialf.edu/kipbipa/papers/Sudaryono.doc [11 Maret 2010]

Sudipa, I Nengah. (Tanpa Tahun). Propensity: Pendorong Keberhasilan Pembelajaran Bahasa Indonesia (Studi Kasus). [Online]. Tersedia: http://www.ialf.edu/kipbipa/papers/INengahSudipa.doc [30 April 2010] Sugino, S. (1996). “Pendekatan Komunikatif-Integratif-Tematis dalam

Pengembangan Bahan dan Metodologi Pengajaran BIPA di Indonesia”, dalam Prosiding Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Sugiyono. (2008). Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.

Sugono, Dendy. (2001). Kebijakan Umum Pengajaran Bahasa Indonesia untuk

Penutur Asing. [Online]. Tersedia:

http://www.ialf.edu/kipbipa/papers/DendySugono.doc [30 April 2010] Sukmadinata, Nana Syaodih. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT


(47)

Sumarsono. (1999). Peranan Guru sebagai Lingkungan Belajar Bahasa Kedua. [Online]. Tersedia: http://www.ialf.edu/bipa/april2000/perananguru.html [20 November 2009]

Sumarsono dan Partana, P. (2004). Sosiolinguistik. Yogyakarta: SABDA Pustaka Pelajar.

Sumartono. (2009). Komunikasi Investasi Sukses. Baduose Media.

Sunanto, Juang, dkk. (2006). Penelitian dengan Subyek Tunggal. Bandung: UPI Press.

Suyata, P. (2000). “Model Alat Ukur Evaluasi BIPA” dalam Prosiding Konferensi Internasional Pengajaran bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA) III. Bandung: CV Andira.

Suyitno, Imam. (2008). Norma Pedagogis dan Analisis Kebutuhan Belajar dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing. [Online]. Tersedia: http://etnik-using.blogspot.com/2008/08/norma-pedagogis-dan-analisis-kebutuhan.html [3 April 2010]

Syamsuddin, dan Vismaia S. Damaianti. (2007). Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tarigan, H. G dan Tarigan, Djago. (1988). Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Wahyana, A. (2000). “Makalah Persepsi Pembelajar Dewasa Tingkat Lanjut terhadap Pembelajar BIPA”, dalam Prosiding Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA) III. Bandung: Andira.

Widawati, Rika. (2008). Kesalahan Afiksasi dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (Studi Kasus terhadap Siswa Asing Kelas IX di Bandung International School). Tesis pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Widharyanto, B. (2003). “Dimensi Autensitas dalam Pembelajaran BIPA” dalam Prosiding Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA) IV. Denpasar: IALF Bali.


(48)

Yusuf, Rusydi M. (2010). Tes yang Komunikatif dalam Pengajaran Bahasa

Asing. [Online]. Tersedia:


(1)

DAFTAR PUSTAKA

---. (2009). Bentuk Pemanfaatan “Jarkom” dalam BIPA. [Online]. Tersedia: http://exstartech.blogspot.com/2009_02_01_archive.html [3 Juli 2010]

A. S, Bistok. (1994). “Beberapa Parameter dalam Pengembangan Bahan Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA): Suatu Kajian Buku-buku Pelajaran BIPA yang Digunakan di Australia, Amerika dan Eropa”, dalam Satya Wacana Christian University. 1994, KIPBIPA. Salatiga: Satya Wacana Christian University.

Alwasilah, A. Chaedar. (2003). Pokoknya Kualitatif, Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka Jaya.

Alwi, Hasan. (1996). “BIPA: Hari Ini dan Esok”, dalam Prosiding Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Arsjad, Maidar G., dan Mukti U. S. (1993). Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Aziez, Furqanul. 2009. Pengembangan Model Integratif Pembelajaran Kosakata Teknis Bahasa Indonesia. [Online]. Tersedia: http://ind.sps.upi.edu/?p=141 [20 November 2009]

Basuki, S. (1999). “Pengajaran dan Pemerolehan Bahasa untuk Orang Asing: Berbagai Masalah”. Makalah pada Lokakarya BIPA Regional Bali III, Denpasar, IALF Bali.

Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Fraenkel, Jack R., dan Norman E. Wallen. (2006). How to Design and Evaluate Research in Education Sixth Edition. New York: McGraw-Hill.

Gani, Erizal. (2000). “Pemberdayaan Pengajaran BIPA” dalam Prosiding Konferensi Internasional Pengajaran bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA) III. Bandung: CV Andira.


(2)

Gunawan, Samuel. (Tanpa Tahun). Merancang BIPA Sesuai Tuntutan Pelanggan yang Sangat Beragam dalam Program Pertukaran Mahasiswa. [Online]. Tersedia: http://fportfolio.petra.ac.id/user_files/01-025/BIPA.doc [30 April 2010]

Hamid, Fuad Abdul. (1987). Proses Belajar Mengajar Bahasa. Jakarta: PPLPTK Depdikbud.

Hamied, Fuad Abdul. (2009). Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing: Isu dan Realita. [Online]. Tersedia: http: //extreme28.wordpress.com/2009/02/16/pembelajaran-bahasa-indonesia-bagi-penutur-asing-isu-dan-realita/ [11 Maret 2010]

Herlina, Lina. (2009). Peningkatan Kemampuan Penguasaan Kosakata Berimbuhan dan Membaca Pemahaman Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing pada Pembelajar BIPA (Bahasa Indonesia Penutur Asing) Melalui Pelatihan Strategi Metakognitif. Disertasi pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Herman, Els. (Tanpa Tahun). Bahan Ajar yang Bertopik dan Bertingkat Kesulitan

Runtut. [Online]. Tersedia:

http://www.ialf.edu/kipbipa/papers/ElsHerman.doc [30 April 2010]

Heritaningsih, Anneke. (Tanpa Tahun). Pengembangan Bahan Ajar BIPA Melalui Materi Otentik yang Bermuatan Budaya Indonesia. [Online]. Tersedia: http://fportfolio.petra.ac.id/user_files/.../Makalah%20BIPA,%20anneke.do c [11 Maret 2010]

Hidayat, S, Kosadi. (2000). “Kemampuan Siswa Asing dalam Membaca Wacana” dalam Prosiding Konferensi Internasional Pengajaran bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA) III. Bandung: CV Andira.

Hidayat, Rahayu Surtiati dan Irzanti S. Sutrasno. (2008). Belajar Bahasa dan Budaya Indonesia: Suatu Ancangan Sosial Budaya. [Online]. Tersedia: http://staff.ui.ac.id/internal/130366487/publikasi/BELAJAR_BAHASA_D AN_BUDAYA_INDONESIA.pdf [29 Mei 2010]

Hidayat, Rahayu Surtiati. (Tanpa Tahun). Evaluasi dalam Pengajaran Bahasa


(3)

http://staff.ui.ac.id/internal/130366487/publikasi/EVALUASIBIPAPESER TA.pdf [6 Mei 2010]

Idris, Nuny S. (2000). “Ragam Media dalam Pembelajaran BIPA”, dalam Prosiding Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA) III. Bandung: CV Andira.

Irma, D. (2007). Angkat Seni Tradisi Jadi Tak Membosankan. [online]. Tersedia: http://kabumi.blogspot.com/2007/06/angkat-seni-tradisi-jadi-tak.html. [27 Juni 2007]

Kariman, Tina Mariany dan Roswaty. (1994). “Pengembangan Materi Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing”, dalam Satya Wacana Christian University. 1994, KIPBIPA. Salatiga: Satya Wacana Christian University. Karmin, Y. (Tanpa Tahun). Mengembangkan Kurikulum BIPA yang Ramah

terhadap Pembelajar. [Online]. Tersedia: http://www.ialf.edu/kipbipa/papers/YKarmin.doc [11 Maret 2010]

Lado, Robert. (1985). “Memory Span as a Factor in Second Language Learning,” dalam IRAL 3: 23-129.

McMilan dan Schumacer. (2001). Research in Education. New York: Longman. Muliastuti Liliana dan Euis Sulastri. (Tanpa Tahun). Panduan Pengajaran

Membaca untuk Siswa BIPA. [Online]. Tersedia: http://saujana.sg/portals/0/penyerapan/pengajaran%20membaca.pdf [3 Juli 2010]

Mulyana, Yoyo. (2009). “Pembelajaran BIPA dalam Paradigma Membangun Karakter dan Jatidiri” dalam Prosiding Riksa Bahasa 3. Bandung: Rizqi Press.

Mulyono, Iyo. (2004). Dasar-dasar Belajar Bahasa. Bandung: FPBS UPI. Munby, John. (1978). Communicative Syllabus Design. Cambridge: CUP Nunan, David. (1994). The Learner-Centred Curriculum. Cambridge: CUP Nurgiyantoro, Burhan. (2009). Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra

Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE.

Purnomo, Heru. (1994). “Penyusunan Bahan Pembelajaran Membaca dan Kosakata Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing”, dalam Satya Wacana


(4)

Christian University. 1994, KIPBIPA. Salatiga: Satya Wacana Christian University.

Riasa, Nyoman. (2000). “Isu Global dalam Perspektif Pengajaran BIPA Inovatif” dalam Prosiding Konferensi Internasional Pengajaran bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA) III. Bandung: CV Andira.

Riasa, Nyoman dan Wartini Komang. (2000). “Dilema Pengajaran BIPA di Indonesia”, dalam Prosiding Konferensi Internasional Pengajaran bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA) III. Bandung: CV Andira.

Rusli, Ratna Sajekti. (1994). “Kurikulum beserta Bahan Pengajarannya yang Berorientasi pada Kebutuhan Masyarakat”, dalam Satya Wacana Christian University. 1994, KIPBIPA. Salatiga: Satya Wacana Christian University. Sanjaya, Wina. (2008). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, Jakarta:

Kencana Prenada Media Group.

Subana dan Sunarti. (Tanpa Tahun). Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.

Sudaryono. (Tanpa Tahun). Pemakaian “Authentic Materials” dalam Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing. [Online]. Tersedia: http://www.ialf.edu/kipbipa/papers/Sudaryono.doc [11 Maret 2010]

Sudipa, I Nengah. (Tanpa Tahun). Propensity: Pendorong Keberhasilan Pembelajaran Bahasa Indonesia (Studi Kasus). [Online]. Tersedia: http://www.ialf.edu/kipbipa/papers/INengahSudipa.doc [30 April 2010] Sugino, S. (1996). “Pendekatan Komunikatif-Integratif-Tematis dalam

Pengembangan Bahan dan Metodologi Pengajaran BIPA di Indonesia”, dalam Prosiding Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Sugiyono. (2008). Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.

Sugono, Dendy. (2001). Kebijakan Umum Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing. [Online]. Tersedia: http://www.ialf.edu/kipbipa/papers/DendySugono.doc [30 April 2010] Sukmadinata, Nana Syaodih. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT


(5)

Sumarsono. (1999). Peranan Guru sebagai Lingkungan Belajar Bahasa Kedua. [Online]. Tersedia: http://www.ialf.edu/bipa/april2000/perananguru.html [20 November 2009]

Sumarsono dan Partana, P. (2004). Sosiolinguistik. Yogyakarta: SABDA Pustaka Pelajar.

Sumartono. (2009). Komunikasi Investasi Sukses. Baduose Media.

Sunanto, Juang, dkk. (2006). Penelitian dengan Subyek Tunggal. Bandung: UPI Press.

Suyata, P. (2000). “Model Alat Ukur Evaluasi BIPA” dalam Prosiding Konferensi Internasional Pengajaran bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA) III. Bandung: CV Andira.

Suyitno, Imam. (2008). Norma Pedagogis dan Analisis Kebutuhan Belajar dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing. [Online]. Tersedia: http://etnik-using.blogspot.com/2008/08/norma-pedagogis-dan-analisis-kebutuhan.html [3 April 2010]

Syamsuddin, dan Vismaia S. Damaianti. (2007). Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tarigan, H. G dan Tarigan, Djago. (1988). Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Wahyana, A. (2000). “Makalah Persepsi Pembelajar Dewasa Tingkat Lanjut terhadap Pembelajar BIPA”, dalam Prosiding Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA) III. Bandung: Andira.

Widawati, Rika. (2008). Kesalahan Afiksasi dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (Studi Kasus terhadap Siswa Asing Kelas IX di Bandung International School). Tesis pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Widharyanto, B. (2003). “Dimensi Autensitas dalam Pembelajaran BIPA” dalam Prosiding Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA) IV. Denpasar: IALF Bali.


(6)

Yusuf, Rusydi M. (2010). Tes yang Komunikatif dalam Pengajaran Bahasa

Asing. [Online]. Tersedia: