Evaluasi kesesuaian lahan untuk peningkatan produktivitas lahan terdegradasi pada DAS Unda Kabupaten Karangasem, Bali.

(1)

Bidang Unggulan : Ketahanan Pangan Kode/Nama Bidang Ilmu: 151/ Ilmu Tanah

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN HIBAH GRUP RISET UDAYANA

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENINGKATAN

PRODUKTIVITAS LAHAN TERDEGRADASI PADA DAS UNDA

KABUPATEN KARANGASEM, BALI

GRUP RISET PENGELOLAAN DAS TERPADU

TIM PELAKSANA

Prof. Dr. Ir. I Nyoman Merit, M. Agr. NIDN 0014044704 Ir. Ni Made Trigunasih, MP. NIDN 0004125905

Ir. Wiyanti, MP. NIDN 0022125905 Ir I Wayan Narka, MS. NIDN 0022116106

GRUP RISET PENGELOLAAN DAS TERPADU PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Mahaesa karena berkat rahmatNya penyusunan laporan kemajuan hasil penelitian Hibah Grup Riset Tahun Anggaran 2015 dapat diselesaikan dengan baik. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survey yang dilakukan pada Daerah Aliran Sungai Unda Penelitian ini dibiayai dari dana DIPA Universitas Udayana Tahun Anggaran 2015. Kami sebagai ketua peneliti pada kesempatan yang baik ini mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Rektor Universitas Udayana atas segala bantuan dana yang telah diberikan.

2. Ketua Lembaga Penelitian Universitas Udayana atas segala koordinasi yang telah dilakukan.

3. Semua pihak ikut membantu baik berupa tenaga dan pikiran sehingga penelitian dapat terlaksana dengan baik.

Kami menyadari bahwa laporan ini masih ada kekurangannya, untuk itu melalui kesempatan yang baik ini kami mohon maaf dan menerima dengan senang hati segala kritik/saran untuk penyempurnaan laporan ini. Sebagai akhir kata penulis mengharapkan semoga hasil penelitian ini ada manfaatnya

Denpasar, 30 September 2015 Ketua Peneliti,


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL...………... i

KATA PENGANTAR………. ii

DAFTAR ISI ..………. iii

RINGKASAN...……….……….. iv

I PENDAHULUAN ………. 1

1.1 Latar Belakang ……….………... 1

1.2 Tujuan Khusus ……… 2

1.3 Urgensi Penelitian ……….. 2

II TINJAUAN PUSTAKA .. ..……… 4

III METODE PENELITIAN………..………. 7

3.1 Lokasi dan Tempat Penelitian ……… 7

3.2 Tahapan Penelitian...………..……… 8

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 17

DAFTAR PUSTAKA 23

LAMPIRAN-LAMPIRAN 24

Lampiran 1. Logbook penelitian hibah grup riset 24 Lampiran 2. Foto-foto kegiatan penelitian hibah grup riset 25


(4)

RINGKASAN

Prof. Dr. Ir. I Nyoman Merit, M. Agr. NIDN 0014044704 Ir. Ni Made Trigunasih, MP. NIDN 0004125905

Ir. Wiyanti, MP. NIDN 0022125905 Ir I Wayan Narka, MS. NIDN 0022116106

Evaluasi kesesuaian lahan untuk peningkatan produktivitas lahan kering terdegradasi pada DAS Unda bertujuan: menyediakan database kesesuaian lahan untuk perencanaan tataguna lahan dalam menunjang pembangunan pertanian berkelanjutan, menyediakan informasi spasial berupa peta kesesuaian lahan, dan memberikan arahan/rekomendasi rencana tataguna lahan sesuai dengan faktor penghambat yang ada.

Identifikasi data karakteristik/kualitas lahan dilakukan melalui metode survei evaluasi lahan dengan penjelajahan wilayah penelitian dilanjutkan dengan pengambilan sampel tanah pada beberapa unit lahan pewakil, dan analisis sampel tanah di Laboratorium. Klasifikasi kesesuaian lahan menggunakan kriteria dari Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian dari Balai Penelitian Tanah (2003) yaitu dengan cara matching/mencocokkan antara kualitas/karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Jenis tanaman pertanian yang dievaluasi meliputi tanaman perkebunan (kelapa, kakao, cengkeh, kopi robusta) dan tanaman pangan hotikultura buah-buahan (pisang, jeruk, durian, nangka, salak, rambutan, manggis, dan mangga).

Kesesuaian lahan aktual (kesesuaian lahan berdasarkan data hasil survei) sebagian besar tergolong tidak sesuai (N), dan sesuai marginal (S3). Kualitas/karakteristik lahan yang bersifat sebagai faktor penghambat utama antara lain: kualitas lahan bahaya erosi dan lereng, ketersediaan air (curah hujan dan bulan kering), temperatur, media perakaran (tekstur tanah dan bahan kasar).

Berdasarkan atas asumsi jenis usaha perbaikan yang dapat dilakukan terhadap kualitas/karakteristik lahan yang bersifat sebagai faktor penghambat, kelas kesesuaian lahan potensial untuk : a). Tanaman perkebunan (kelapa, kakao, cengkeh, dan kopi robusta) berkisar dari tidak sesuai (N), cukup sesuai (S2), sesuai marginal (S3). Kualitas lahan yang bersifat sebagai faktor pembatas adalah: kualitas lahan bahaya erosi, lereng, temperatur, ketersediaan air (curah hujan dan bulan kering), dan media perakaran (tekstur tanah, dan bahan kasar); b). Tanaman hortikultura buah-buahan (pisang, jeruk, durian, nangka, salak, rambutan, manggis, dan mangga) berkisar dari tidak sesuai (N), cukup sesuai (S2), sesuai marginal (S3), dan sangat sesuai (S1). Kualitas lahan yang bersifat sebagai faktor penghambat untuk pengembangan tanaman hortikultura buah-buahan adalah: kualitas lahan bahaya erosi, lereng, kualitas lahan ketersediaan air (curah hujan dan bulan kering), temperatur/suhu rerata tahunan, media perakaran (tekstur tanah dan bahan kasar).

Rekomendasi/arahan perencanaan tataguna lahan berkelanjutan dapat direkomendasikan dengan pola agroforestry (wana tani) yang disertai dengan tindakan konservasi secara vegetatif karena lebih murah dan mudah untuk dapat dilakukan oleh petani. Upaya budidaya yang direkomendasikan adalah kombinasi antara tanaman kayu hutan dengan tanaman perkebunan atau tanaman hortikultura buah-buahan dengan ketentuan minimal 40% harus tertutup kayu hutan. Tanaman kayu hutan yang dapat dikembangkan antara lain tanaman yang kanopinya tidak terlalu berat seperti gempinis, jabon, atau jenis tanaman hutan yang berbunga kupu-kupu seperti sengon dan sebagainya.

Beberapa jenis tanaman pencegah erosi dan longsor lahan yang mempunyai akar tunggang dalam dan akar cabang banyak yang dapat direkomendasikan sesuai


(5)

dengan kondisi biofisik setempat adalah: Aleurites moluccana (Kemiri), Vitek pubescens (Laban), Lagerstroemia speciosa (Bungur), Melia azedarach (Mindi), Cassia siamea (Johar), Acacia villosa, Eucalyptus alba, Leucaena glauca. Pada lahan tebing-tebing jurang/kanan kiri sungai dapat direkomendasikan tanaman bambu.


(6)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

. Daerah Aliran Sungai Unda (DAS Unda) merupakan DAS terluas di Provinsi Bali dengan luasan 91.585 ha yang didominasi oleh bentukan volkanis. Penggunaan lahannya 79,59% termasuk lahan kering; 68,41% dari luas daerahnya termasuk jenis tanah Regosol yang sangat rentan terhadap erosi; serta 45,64% bentuk wilayahnya termasuk bergelombang, berbukit hingga bergunung dengan kemiringan lereng 15% -> 65%, dan berkembangnya lokasi galian C secara illegal di beberapa tempat. Berdasarkan hasil monitoring yang telah dilakukan oleh Balai Pengelilaan DAS Unda Anyar bekerjasama dengan Fakultas Pertanian Universitas Udayana (2013), dinyatakan bahwa DAS Unda termasuk ke dalam prioritas pertama yang harus segera dipulihkan.

Sebagai dasar pemilihan daerah penelitian ini adalah pada kondisi fisik lingkungan DAS Unda seperti tersebut di atas, telah terjadi degradasi/penurunan produktivitas lahan untuk mendukung produksi yang optimal. Di samping itu, kelangkaan data informasi sumberdaya lahan pada tingkat skala mikro, dan masih rendahnya tingkat manajemen/pengelolaan lahan yang diterapkan. Alasan dipilihnya tanaman pangan dan perkebunan untuk dievaluasi adalah karena sebagian besar wilayah DAS Unda didominasi oleh pertanian lahan kering berupa kebun campuran dan tegalan.

Timbul pertanyaan bahwa kenapa dalam pengelolaan lahan/tanah ke depan harus berbasiskan pada pengelolaan DAS? Hal tersebut dapat dijelaskan karena: (1) DAS dapat dipandang sebagai bentang alam (landscape), sebagai kesatuan ekosistem, dan DAS merupakan unit hidrologis (tata air dimana air berperan sebagai integrator, dan air merupakan indikator terbaik untuk pengelolaan DAS; (2) DAS sebagai unit hidrologi, sehingga pengelolaan DAS dapat memadukan kepentingan: antar kelompok masyarakat (di daerah hulu, tengah, dan hilir DAS), antar wilayah administrasi, antar instansi/lembaga terkait, antar aktivitas di hulu dan hilir DAS, dan antar disiplin ilmu/profesi; (3) karena peran dan fungsi air tersebut, maka DAS sangat tepat sebagai unit pengambilan keputusan dalam perencanaan tataguna lahan.

Sejak beberapa tahun yang lalu di Universitas Udayana telah dibentuk kelompok kelompok peneliti yang disebut Grup Riset. Salah satu Grup Riset yang


(7)

meneliti potensi sumberdaya lahan berbasis DAS adalah Grup Riset Pengelolaan DAS Terpadu (SK Rektor).

1.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah : (1) Peningkatkan produktivitas dan kualitas lahan kering pertanian terdegradasi untuk menunjang ketahanan pangan nasional, (2) Membuat formulasi pola-pola manajemen pemanfaatan lahan spesifik lokasi berbasis DAS, (3) Menyusun database kesesuaian lahan berbasis DAS untuk perencanaan tataguna lahan dalam menunjang pembangunan pertanian berkelanjutan, (4) Menyediakan informasi spasial berupa peta kesesuaian lahan.

Urgensi Penelitian

Ketersediaan database yang memadai pada skala semidetil/detil dalam perencanaan penggunaan lahan yang berbasis DAS di Provinsi Bali saat ini dirasakan masih sangat kurang. Saat ini database tentang potensi dan manajemen lahan kebanyakan tersedia pada skala tinjau (skala 1 : 250.000) sehingga masih sulit untuk diaplikasikan di lapangan. Oleh sebab itu penyediaan database tentang potensi dan pola manajemen lahan dalam sekala yang lebih besar mutlak diperlukan sebagai acuan dalam pengelolaan lahan pada suatu DAS khususnya pada DAS Unda yang sangat rentan terhadap terjadinya degradasi lahan.

Puslittanak (1993) melalui Proyek Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan dan Agroklimat/LREP II Part C telah memetakan tanah pada skala 1 : 50.000 pada 7 kabupaten di Bali yaitu kabupaten Karangasem, Kelungkung, Bangli, Gianyar, Badung, Denpasar, dan sebagian daerah Kabupaten Tabanan. Hasil pemetaan tersebut menghasilkan peta tanah semi detil skala 1 : 50.000 dengan klasifikasi tanah sistem taksonomi, namun belum menghasilkan peta kesesuaian lahan dan informasi teknologi pengelolaan lahan yang diperlukan secara lebih rinci. Untuk menjawab tantangan tersebut, perlu adanya informasi data sumberdaya lahan yang valid dan relevan untuk pengembangan suatu wilayah dengan harapan agar setiap wilayah dapat digali/diketahui potensinya sehingga dapat dikelola secara optimal dan berkelanjutan.

Penelitian evaluasi kesesuaian lahan ini sangat urgen untuk dilakukan terkait dengan kelestarian sumberdaya lahan dalam menunjang pertnian berkelanjutan serta ketahanan pangan pada tingkat daerah dan nasional. Adanya Undang undang


(8)

perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan (Undang-undang No. 41 tahun 2007) merupakan salah satu jawaban, yang perlu dilengkapi dengan berbagai peraturan peperintah, peraturan menteri, dan peraturan kepala daerah.

Berdasarkan issu strategis nasional berkaitan dengan berbagai kejadian bencana akhir-akhir ini seperti kejadian longsor lahan, erosi, banjir, kekeringan, bencana gunung api, dan sebagainya, maka penelitian dengan judul evaluasi kesesuaian lahan untuk peningkatan produktivitas lahan kering terdegradasi merupakan penelitian yang sangat urgen untuk dilakukan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi tentang rehabilitasi dan pelestarian sumberdaya lahan, peningkatan produktivitas dengan masukan sesuai dengan pembatas lahan yang ada.

Sebagai tujuan akhir yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah: (1) tersusunnya peta kesesuaian lahan; (2) ditemukannya faktor-faktor pembatas (limiting factor) yang harus ditanggulangi dalam manajemen lahan berkelanjutan; (3) tersusunnya arahan rekomendasi dalam penggunaan lahan berdasarkan potensi/kesesuaian lahan dan kendala yang dimiliki lahan yang bersanglutan.


(9)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Kerusakan lingkungan khususnya di Indonesia akhir-akhir ini telah menjadi perhatian banyak pihak, baik di dalam negeri maupun oleh dunia internasional. Hal ini ditandai oleh meningkatnya bencana alam seperti bencana banjir, tanah longsor, dan kekeringan yang semakin meningkat. Rendahnya daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai suatu ekosistem diduga merupakan salah satu penyebab utama terjadinya bencana alam yang terkait dengan air (water related disaster) tersebut. Kerusakan DAS dipercepat oleh terjadinya peningkatan pemanfaatan sumberdaya lahan sebagai akibat dari pertambahan jumlah penduduk dengan kecepatan pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu 2,5 persen/tahun (Hardjowigeno, 2007), adanya konflik kepentingan dan kurangnya keterpaduan antar sektor, antar wilayah hulu-tengah-hilir, terutama pada era otonomi daerah. Pada era otonomi daerah, sumberdaya alam ditempatkan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Permenhut RI No. P.39/Menhut-II/2009), sehingga dalam pemanfaatannya lebih sering didasarkan pada kepentingan sesaat dengan alasan peningkatan PAD tanpa memperdulikan azas konservasi/kelestarian serta keberlanjutan fungsi untuk generasi yang akan datang.

Pengelolaan DAS pada hakekatnya merupakan perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya alam berbasis ekosistem DAS untuk kesejahteraan manusia dan kelestarian DAS itu sendiri. Kegiatan pengelolaan DAS tersebut dapat berdampak positif maupun negatif yang di antaranya dapat dilihat melalui indikator keseimbangan neraca air di dalam DAS yang bersangkutan. Adanya keterkaitan antar kegiatan pengelolaan sumberdaya lahan dalam DAS dan dampak yang ditimbulkannya memungkinkan untuk mengukur keberlanjutan pengelolaan sumberdaya yang dilakukan. Hal inilah yang melandasi digunakannya ekosistem DAS sebagai satuan terbaik dalam pengelolaan sumberdaya berbasis ekosistem (Peraturan Menhut RI No. P.42/Menhut II/2009).

Upaya yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan lahan dan lingkungannya adalah dengan menggunakan lahan secara bijak dan terencana. Untuk hal itu kebijakan dalam penggunaan lahan harus didasakan pada beberapa aspek yaitu: (1) aspek teknis yang menyangkut potensi sumberdaya lahan yang dapat diperoleh dengan melakukan evaluasi lahan; (2) aspek lingkungan yaitu bagaimana dampaknya terhadap lingkungan disekitarnya; (3) aspek hukum, yaitu penggunaan lahan harus sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku (sesuai dengan aturan tata ruang


(10)

yang telah ada); (4) aspek sosial yaitu penggunaan lahan tidak boleh hanya menguntungkan seseorang, tapi juga harus bermanfaat bagi seluruh masyarakat yang tinggal di daerah tersebut dan sekitarnya; (5) aspek ekonomi yaitu penggunaan lahan yang optimal yang memberi keuntungan setinggi-tingginya tanpa menyebabkan kerusakan terhadap lahannya sendiri serta lingkungannya; (6) aspek politik yaitu kebijakan pemerintah.

Karena itu, evaluasi lahan merupakan kegiatan yang harus dilakukan agar rencana tataguna lahan dapat tersusun dengan baik. Kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu dapat dievaluasi dengan ketepatan yang tinggi bila data yang diperlukan cukup tersedia dan berkualitas baik. Peta kesesuaian lahan yang baik/tepat akan dapat digunakan sebagai salah satu dasar untuk mengambil keputusan dalam perencanaan tataguna lahan.

Evaluasi lahan pada dasarnya merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna lahan. Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini, maka akan diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian lahan untuk tipe penggunaan lahan tersebut (Hardjowigeno, 2007). Sedangkan kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan yang lebih spesifik misalnya kesesuaian lahan untuk tanaman pangan (padi, kedele), tanaman perkebunan (kakao, cengkeh), kesesuaian lahan untuk tanaman hutan, dan sebagainya.

Pemilihan jenis komoditas yang akan dikembangkan khususnya untuk tanaman pangan/perkebunan harus benar-benar sesuai dengan persyaratan tumbuhnya (crop requirementnya) agar tanaman tersebut tidak hanya dapat tumbuh, tetapi juga mampu berproduksi secara optimal dan lestari (PPT., 1983). Sedangkan teknologi manajemen lahan harus selaras dengan karakteristik biofisik dari lahan yang bersangkutan, dalam arti segala kaidahnya harus dimengerti dan ditaati.

Ketersediaan database yang memadai pada tingkat mikro dalam perencanaan penggunaan/manajemen lahan yang berbasis DAS di Provinsi Bali saat ini dirasakan masih sangat kurang. Saat ini database tentang potensi dan manajemen lahan kebanyakan tersedia pada skala tinjau (skala 1 : 250.000) sehingga masih sulit untuk diaplikasikan di lapangan. Oleh sebab itu penyediaan database tentang potensi dan pola manajemen lahan dalam sekala yang lebih besar mutlak diperlukan sebagai


(11)

acuan dalam pengelolaan suatu DAS khususnya pada DAS Unda yang sangat rentan terhadap terjadinya degradasi lahan.

Puslittanak (1993) melalui Proyek Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan dan Agroklimat/LREP II Part C telah memetakan tanah pada skala 1 : 50.000 pada 7 kabupaten di Bali yaitu kabupaten Karangasem, Kelungkung, Bangli, Gianyar, Badung, Denpasar, dan sebagian daerah Kabupaten Tabanan. Hasil pemetaan tersebut menghasilkan peta tanah semi detil skala 1 : 50.000 dengan klasifikasi tanah sistem taksonomi, namun belum menghasilkan peta kesesuaian lahan dan informasi teknologi pengelolaan lahan yang diperlukan secara lebih rinci. Untuk menjawab tantangan tersebut, perlu adanya informasi data sumberdaya lahan yang valid dan relevan untuk pengembangan suatu wilayah dengan harapan agar setiap wilayah dapat diketahui potensinya sehingga dapat dikelola secara optimal dan berkelanjutan

Kontribusi yang dihasilkan dari penelitian ini adalah : (1) rekomendasi arahan penggunaan lahan spesifik lokasi berdasarkan hasil evaluasi lahan, (2) terbangunnya sistem informasi lahan berbasis DAS, (3) ditemukannya pembatas/kendala yang harus diatasi dalam pengelolaan lahan di daerah penelitian, (4) tersedianya peta kesesuaian lahan sebagai dasar perencanaan penggunaan lahan di daerah penelitian, (5) adanya kajian akademik pedoman penggunaan lahan berdasarkan aspek-aspek teknis, lingkungan, hukum, aspek sosial, maupun aspek ekonomi, dan (6) adanya Jalinan kerjasama dengan Pemda dalam pelestarian lahan dan peningkatan ketahanan pangan


(12)

III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Tempat Penelitian

Satuan Wilayah Pengelolaan (SWP) DAS Unda secara astronomis terletak pada 08o09’36” LS sampai 08o34.’48” LS dan 115o23’24” BT sampai 115o42’36” BT. Secara administrasi meliputi Kabupaten Buleleng (Kecamatan Tejakula), Kabupaten Bangli (Kecamatan Kintamani), Kabupaten Klungkung (Kecamatan Dawan dan Klungkung) dan Kabupaten Karangasem (Kecamatan Bebandem, Rendang, Selat, Manggis, Sidemen, Karangasem, Abang, Kubu ) dengan luas total wilayahnya adalah 91.585 ha (BP. DAS Unda Anyar 2010).

Jenis penggunaan lahan pada SWP DAS Unda terdiri dari belukar/sawah (5,88%), sawah tadah hujan (3,48%), hutan (6,29%), perkebunan (34,85%), pemukiman (5,70%), rumput/tanah kosong (3,14%), sawah irigasi (10,84%), tegalan/ladang (29,12%), air tawar/empang (0,20%), tanah berbatu (0,49%) dan gedung (0,01%).

Jenis tanah yang berkembang pada SWP DAS Unda didominasi oleh jenis tanah Regosol (68,41%), Latosol (30,185%), dan jenis tanah Alluvial (1,41%). Jenis tanah Regosol merupakan jenis tanah yang terbentuk dari bahan induk material vulkanis piroklastis atau pasir pantai, tergolong tanah yang masih muda (recent), belum banyak mengalami diferensiasi horizon, tekstur pasir, struktur berbutir tunggal, konsistensi lepas, dan mempunyai kerentanan yang sangat tinggi terhadap erosi maupun longsor lahan.

Kondisi topografis/bentuk wilayah DAS Unda 45,64% tergolong ke dalam bentuk wilayah bergelombang (lereng 8-15%), berbukit (lereng 15 - > 30%) dan bergunung (lereng 45-65%).

Kegiatan perencanaan pengelolaan sumber daya lahan dan air di SWP DAS Unda dilakukan melalui pendekatan unit lahan homogen (satuan terkecil yang memiliki karakteristik yang sama/mirip yang masih dapat dibatasi sesuai dengan besarnya skala peta yang dibuat). Selanjutnya kegiatan evaluasi kesesuaian untuk berbagai komoditas tanaman pangan dan perkebunan serta tindakan konservasi tanah dan air/manajeman lahan yang diperlukan dilakukan pada masing-masing unit lahan homogen yang bersangkutan.


(13)

Adapun rangkaian kegiatan dalam penelitian ini meliputi: pengumpulan dan evaluasi data sekunder (studi literatur, penelusuran dokumen/laporan sebelumnya) maupun data primer (melalui kegiatan survei/pengecekan lapangan, pengambilan sampel tanah, identifikasi kondisi lingkungan serta manajemen lahan yang dilakukan saat ini, serta mengadakan wawancara dengan masyarakat/petani setempat tentang permasalahan, dan kendala yang dihadapi, dalam pengelolaan sumberdaya saat ini.

3.2. Tahapan Penelitian

3.2.1 Pengumpulan dan Evaluasi Data Sekunder

Pada tahap ini kegiatan utama adalah studi pustaka untuk mendapatkan informasi awal tentang kondisi daerah penelitian dari hasil penelitian sebelumnya, baik berupa data dari laporan-laporan maupun peta-peta yang telah ada. Adapun jenis data sekunder yang dikumpulkan untuk menunjang kegiatan penelitian selanjutnya adalah data iklim (data curah hujan, suhu udara, kelembaban, dan lama penyinaran), data jenis tanah, penggunaan lahan, dan kondisi topografi (kemiringan lereng). Data lainnya adalah foto udara, citra satelit, peta rupa bumi, peta geologi, peta penggunaan lahan, peta iklim dan lain sebagainya. Data tersebut di atas sangat penting untuk persiapan delineasi (membatasi) satuan lahan homogen, sebelum prasurvei dilakukan.

3.2.2 Kegiatan Penelitian

Kegiatan persiapan dalam penelitian ini meliputi: delineasi satuan lahan homogen, survei pendahuluan/pra survei, survei lapang (karakterisasi satuan lahan homogen) dan pengambilan sampel tanah, analisis sampel tanah di Laboratorium, tabulasi dan analisis/interpretasi data, evaluasi kesesuaian lahan, dan membuat rekomendasi manajemen pengelolaan lahan pada masing-masing unit lahan.

1. Delineasi satuan lahan homogen

Delineasi satuan lahan homogen dilakukan melalui tumpang susun (overley) peta landform, peta kelas lereng, peta jenis tanah, peta geologi, peta penggunaan lahan, dan peta iklim. Satuan lahan ini selanjutnya dijadikan wadah untuk karakterisasi atau unit lahan untuk mengarahkan pengambilan contoh tanah di lapangan, evaluasi kesesuaian lahan, perencanaan penggunaan lahan, prediksi erosi, perencanaan konservasi tanah, dan mengarahkan kegiatan uji produktivitas rencana


(14)

penggunaan lahan. Hasil delineasi satuan lahan selanjutnya di transper di atas peta rupa bumi untuk melakukan koreksi geografis.

2. Kegiatan survei pendahuluan

Survei pendahuluan bertujuan untuk melakukan pengecekan batas-batas satuan lahan homogen yang telah didelineasi. Selain itu kegiatan ini juga bertujuan untuk mengevaluasi dan mengkalibrasi data sekunder yang telah dikumpulkan. Pada tahap ini juga dilakukan penjajagan aksesibilitas, ketersediaan tenaga pembantu lapangan, dan perbaikan-perbaikan terhadap batas-batas unit lahan yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan, serta melakukan review lapangan dengan melakukan pengamatan sebanyak mungkin pada satuan lahan yang dianggap sebagai daerah kunci.

3. Survei lapang

Setelah tahapan survei pendahuluan dilakukan maka dilakukan perbaikan seperlunya sesuai dengan hasil orientasi lapang. Hasil survei pendahuluan ini selanjutnya dijadikan dasar untuk pelaksanaan survei utama/lapang yang terdiri dari kegiatan-kegiatan:

a. Pengumpulan data karakteristik lahan dan pengambilan sampel tanah

Pengumpulan data karakteristik lahan dan lingkungannya dilakukan dengan metode survei evaluasi lahan. Karakterisasi lahan di lapangan dilakukan dengan mencatat semua data karakeristik lahan di lapangan ke dalam blangko pengamatan tanah di lapang yang telah dipersiapkan. Karakteristik lahan di lapangan yang diamati meliputi: unit geomorfologi/landform, jenis batuan/bahan induk tanah, kemiringan lereng permukaan, jenis tanah, kedalaman tanah/kedalaman efektif tanah, sebaran batuan di permukaan tanah, ada tidaknya bahan kasar dalam penampang tanah, kondisi drainase tanah, dan sebagainya.

b. Pengumpulan data manajemen lahan

Di samping pengamatan terhadap karakteristik lahan seperti yang telah disebutkan di atas, dilakukan juga pengamatan terhadap kondisi lingkungan dan tingkat manajemen lahan yang dilakukan saat ini seperti: penggunaan lahan, jenis


(15)

manajemen pengelolaan lahan yang dilakukan (tindakan konservasi, masukan/input yang diberikan) dan produktivitas per satuan luas dalam bentuk produksi/hasil tanaman yang dikembangkan saat ini, serta permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan lahan. Pengumpulan data ini dilakukan dengan melakukan wawancara dengan para petani dengan mempersiapkan quisioner.

c. Pengambilan sampel tanah

Pengambilan sampel tanah dilakukan secara stratified purposive sampling dengan satuan lahan homogen sebagai stratumnya. Pengambilan sampel dilakukan secara transek pada daerah yang miring dan dengan sistem grid bebas pada daerah yang datar. Sampel tanah diambil pada dua lapisan yaitu pada kedalaman 0 - 30 cm dan 30 - 60 cm dengan menggunakan bor. Sedangkan untuk mengetahui kedalaman efektif tanah pengeboran dilanjutkan hingga kedalaman 150 cm untuk tanah-tanah yang tergolong dalam atau sampai kontak litik/paralitik pada grup tanah-tanah dangkal. Semua data yang diambil dari hasil pengeboran selanjutnya dievaluasi secara fisik di lapangan, untuk mendapatkan sampel pewakil.

4. Analisis sampel tanah di Laboratorium

Setiap contoh tanah yang ditetapkan sebagai sampel pewakil, kemudian dilakukan analisis di laboratorium untuk menetapkan karakteristik fisik, kimia dan kesuburannya. Adapun karakteristik tanah yang ditetapkan di Laboratorium meliputi : Tekstur tanah, kandungan pasir kasar dan pasir halus, kandungan bahan organik, N Total, P tersedia, K tersedia, KTK, KB, pH tanah, kadar garam, permeabilitas tanah, dan berat volume tanah.

5. Tabulasi dan analisis data

Setelah selesai melakukan analisis sampel tanah di laboratorium dilanjutkan dengan tabulasi data yaitu data pengamatan karakteristik di lapangan maupun di laboratorium dihimpun dalam bentuk tabel-tabel untuk memudahkan dalam analisis/interpretasi datanya. Analisis/interpretasi data dilakukan untuk mengetahui kesesuaian lahan dan ada tidaknya bahaya erosi.


(16)

5. Evaluasi kesesuaian lahan

Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dengan cara matching (mecocokkan) antara persyaratan tumbuh tanaman dengan karakteristik/kualitas lahan yang ada. Kriteria klasifikasi kesesuaian lahan yang digunakan adalah system klasifikasi kesesuaian lahan yang disusun oleh Puslittanak (1993). Secara hirarki klasifikasi kesesuaian lahan ini dapat dibedakan menjadi 4 tingkatan, yaitu order, kelas, subkelas, dan unit. Order adalah keadaan kesesuaian lahan secara umum, yang terdiri dari ordo sesuai (S) dan ordo tidak sesuai (N). Kelas adalah kesesuaian lahan yang dibedakan pada tingkat ordo. Dalam tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai dibedakan menjadi kelas sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2) dan sesuai marginal (S3), Sedangkan lahan yang tergolong ordo tidak dibedakan menjadi tidak sesuai saat ini tapi masih ada kemungkinan untuk dinaikkan kelasnya (N1), dan tidak sesuai selamanya (N2). Subkelas adalah kedaan tingkatan dalam kelas kesesuaian lahan yang dibedakan berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan yang menjadi faktor pembatas. Unit adalah keadaan tingkatan dalam subkelas kesesuaian lahan, yang didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaannya. Tingkatan analisis kesesuaian lahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah klasifikasi tingkat unit.

7. Perencanaan Penggunaan Lahan

Rencana penggunaan lahan pada setiap unit lahan disusun berdasarkan hasil evaluasi kesesuain lahan, prediksi bahaya erosi dan besarnya sedimentasi yang terjadi. Prinsip dasar penyusunan rencana penggunaan lahan yang digunakan adalah meningkatnya produksi pertanian baik secara fisik maupun secara ekonomis, berkelanjutan, tanpa merusak lingkungan. Dengan kata lain penggunaan lahan sesuai dengan kemampuan/kesesuaian lahannya. Untuk itu terlebih dahulu dipilih jenis tanaman yang kesesuaian lahannya paling tinggi secara agroekologi dengan faktor pembatas yang paling ringan. Faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis tanaman yang akan direncanakan selain kesesuaian lahannya adalah jenis tanaman tersebut mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi-tinggi, sangat diperlukan oleh masyarakat, menunjang kepentingan pariwisata dan secara sosial budaya dapat diterima oleh masyarakat setempat.


(17)

dengan prinsif erosi aktual yang terjadi harus lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan. Untuk itu nilai P (pengelolaan) yang paling kecil dengan biaya yang paling rendah merupakan pilihan utama. Bagan alir kegiatan penelitian ini sejak dimulai dari persiapan sampai didapatkan arahan penggunaan dan peta kesesuaian lahan disajikan pada Gambar 1.


(18)

Peta Kelas Lereng

Peta Tanah Peta

Landform

Peta

Penggunaan Lahan

Peta Geologi

Peta Tentatif Satuan Lahan

Survei Pendahuluan

Survei Lapang Data Morfologi Tanah

- Lereng permukaan - Drainase Tanah - Kedalaman Efektif

Tanah - Bahan Kasar - Bahaya Banjir - Batuan dipermukaan - Batuan dipermukaan - dll

Pengambilan Sampel Tanah

Analisis Tanah di Lab. : - Tekstur Tanah

- Permeabilitas Tanah - KTK, KB

- C-Orgnik, pH - Salinitas, N-Total - P- Tersedia, K-Tersedia

-Tabulasi dan Klasifikasi Data Karakteristik/Kualitas Lahan

Data Karakteristik dan Kualitas Lahan Persyaratan Tumbuh Tanaman Maching

Kesesuaian Lahan + Faktor Pembatas

Peta Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Tanaman Panagan dan Perkebunan Arahan Tata Guna

Lahan


(19)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik/Kualitas Lahan Daerah Penelitian

Hasil analisis karakteristik/kualitas lahan pada masing-masing sampel tanah dapat dilihat pada Tabel 1.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, kondisi medan lahan kering daerah penelitian ± 60% tergolong dalam kelas lereng D-G (15 - > 65%) yaitu miring/berbukit sampai sangat curam/bergunung, dan 75% menampakkan gejala agak rentan sampai sangat rentan terhadap rawan longsor dan erosi parit. Drainase tanah tergolong baik, serta kedalaman tanahnya tergolong dalam. Batuan permukaan berkisar dari 0 - 60% , singkapan batuan berkisar dari 0 -2%,

Penutupan lahan masih tergolong cukup bagus yaitu 60-80% lahan masih tertutup vegetasi, namun pada lahan-lahan dengan kelerengan curam sampai sangat curam masih banyak yang dikembangkan untuk tanaman perkebunan seperti kelapa, kakao, cengkeh dan kopi dengan pola tumpangsari. Manajemen lahan masih tergolong rendah terlihat dari penataan tanaman yang tidak beraturan,pemeliharaan tanaman (pemupukan, penambahan bahan organik, dan sebagainya sangat kurang). Tindakan konservasi baik secara vegetatif maupun teknis sangat kurang, sehingga pada kebanyakan tempat erosi parit dan longsor lahan nampak sangat jelas.

Berdasarkan hasil analisis sampel tanah, yang dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah dan Lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Udayana, sifat fisik tanah seperti tekstur tanah didominasi tekstur agak kasar (lempung berpasir) dengan kandungan pasir 40 - 70 %, tekstur sedang (lempung dan lempung berdebu), dan tekstur agak halus (lempung berliat); permeabilitas tanah berkisar dari sangat cepat sampai agak cepat; erodibilitas tanah (kepekaan tanah terhadap erosi) berkisar dari sedang sampai agak tinggi; dan tingkat bahaya erosi 87% tergolong berat sampai sangat berat.

Sifat kimia dan kesuburan tanahnya yang meliputi KTK tanah bervariasi dari rendah, sedang, sampai tinggi; kejenuhan basa sedang sampai tinggi, pH tanah tergolong netral, kadar garam tergolong sangat rendah, bahan organik tergolong rendah, sangat rendah, sedang, sampai tinggi; N-total tergolong sangat rendah sampai rendah, P-tersedia tergolong sangat rendah, rendah, sampai tinggi; dan K-tersedia tergolong sedang, rendah, sampai tinggi. Berdasarkan data agroklimat yang meliputi temperatur rerata tahunan, curah hujan dan bulan kering yang diambil dari beberapa stasiun klimatologi terdekat, suhu rerata tahunan berkisar dari 19,5 -260C , bulan kering (< 75 mm) berkisar dari 0 - 5 bulan, curah hujan rerata tahunan berkisar dari 1555mm-3328mm.


(20)

Tabel 1. Karakteristik/Kualitas Lahan DAS Unda

No. urut No.

Sampel Temp. ̊C

Ketersedian Air (w) Media Perakaran (r) Retensi Hara (f) Toksisitas/ Salinitas BK (bln) CH (mm) Drainase Bahan

Kasar

Kedalaman Efektif(cm)

pH KB (%) KTK C-Org (%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

1 63 19,5 1 3328 Baik SL 0 >150 6,96 N 42,86 S 11,56 R 1,610 R 2 57 21,9 1 3328 Baik SL 40 >150 6,78 N 38,46 S 10,76 R 2,620 S 3 189 21,5 1 3328 Baik SL 60 >150 6,83 N 45,07S 14,81 R 1,420 R 4 170 22,3 1 3328 Baik SL 20 >150 7,11 N 44,45 S 13,15 R 2,240 S 5 106 22,9 0 3202 Baik SL 0 >150 6,88 N 36,92 S 13,74 R 1,650 R 6 210 23,0 0 3328 Baik SiL 0 >150 6,76 N 59,51 T 26,68 T 1,930 R 7 195 20,7 1 3202 Baik CL 25 >150 6,76 N 47,41 S 29,28 T 0,850 SR 8 254 23,6 0 1757 Baik CL 0 >150 6,76 N 55,00 T 35,95 T 0,880 SR 9 276 24,7 4 1757 Baik L 20 >150 6,89 N 51,75 T 13,71 R 3,390 T 10 253 24,9 4 1757 Baik CL 0 >150 6,98 N 55,77 T 5,70 R 0,850 SR 11 271 25,1 4 1757 Baik SIL 10 >150 6,96 N 84,34 T 37,21 T 3,490 T 12 239 24,5 4 1757 Baik SL 0 >150 6,62 N 46,38 S 28,59 T 3,430 T 13 225 24,0 4 1757 Baik SL 0 >150 6,10 N 45,02 S 9,59 R 2,390 S 14 116 24,1 4 1757 Baik SiCL 0 >150 6,91 N 38,10 S 17,75 S 1,850 R 15 280 26,2 5 1555 Baik SiL 0 >150 6,73 N 42,72 S 22,11 S 1,670 R


(21)

Tabel 1. Karakteristik/Kualitas Lahan DAS Unda (lanjutan)

No. urut

No. Sampel

Ketersediaan Hara (n) Terrain/Potensi Mekanisasi (s) TBE Bahaya Banjir

(b)

Lokasi N-total

(%)

P-Tersedia

(ppm)

K-Tersedia

(ppm)

Lereng Permukaan

(%)

Batuan Permukaan

(%)

Singkapan Batuan

(%)

Kecamatan/Desa

1 2 14 15 16 17 18 19 20 21 22

1 63 0,090 SR 3,180 SR 141,45 S 15-25 60 0 B Kintamani/Suter 2 127 0,140 R 27,630 T 149,96 S 0 -8 - 0 S Rendang/Pempatan 3 189 0,090 SR 6,110 SR 155,39 S 15-25 - 0 SB Rendang/Besakih 4 170 0,150 R 13,730 R 160,61 S 8 - 15 - 0 B Rendang/Menanga 5 106 0,120 R 7,290 SR 170,12 S 8-15 - 0 B Selat/Muncan 6 210 0,120 R 5,310 SR 84,20 S 8-15 - 0 B Selat/Mertabuana 7 195 0,070 SR 2,960 SR 80,90 R 15-25 10 1% SB Selat/Sebudi

8 254 0,050 SR 1,510 SR 235,87 T 40-65 - 0 SB Sidemen/Sangkan Gunung 9 276 0,100 SR 11,29 R 223,06 T 15-25 - 0 SB Sidemen/Tangkup 10 253 0,070 SR 13,27 R 235,51 T 15-25 - 1% S Sidemen/Talibeng 11 271 0,180 R 3,45 SR 240,93 T 40-65 - 0 SB Sidemen/Dulah

12 239 0,180 R 160,17 ST 275,48 T 40-65 - 0 SB Sidemen/Telaga Tawang 13 225 0,160 R 41,80 ST 290,78 T 25-40 - 0 SB Sidemen/Kikian

14 116 0,140 R 13,90 R 174,27 S 40-65 - 0 SB Bebandem/Jungutan 15 280 0,080 SR 12,260 R 167,43 S 15-25 - 0 B Dawan/Sulang


(22)

4.2 Kesesuaian Lahan

Penentuan kelas/subkelas kesesuaian lahan aktual menggunakan system “matching” yaitu memadukan dan membandingkan antara karakteristik/kualitas lahan dengan persyaratan tumbuh (crop requirement) komoditas tanaman yang dievaluasi. Kriteria kesesuaian lahan menggunakan petunjuk teknis evaluasi lahan untuk komoditas pertanian dari Balai Penelitian Tanah (2003). Dalam system matching ini berlaku hukum minimum, yaitu kelas kesesuaian lahan ditentukan oleh nilai terkecil dari karakteristik/kualitas lahan yang sifatnya sebagai pembatas terberat atau paling sulit diatasi dibandingkan dengan faktor pembatas lainnya.

Adapun jenis komoditas tanaman yang dievaluasi adalah komoditas tanaman yang telah berkembang/diusahakan pada masing-masing satuan lahan yang bersangkutan. Komoditas tanaman perkebunan yang banyak dikembangkan di wilayah penelitian antara`lain: kelapa, kakao, cengkeh, dan kopi robusta. Tanaman hortikultura buah-buahan antara lain: pisang, jeuk, durian, nangka, salak, rambutan, manggis dan mangga.

Hasil evaluasi kesesuaian lahan aktual dan potensial berdasarkan hasil matching kualitas/karakteristik lahan dengan beberapa komoditas yang dievaluasi pada masing-masing satuan lahan dapat dilihat pada Tabel 2.

1. Kesesuaian Lahan Aktual

Berdasarkan hasil matching antara kualitas/karakteristik lahan dengan komoditas tanaman yang dievaluasi, kesesuaian lahan aktual sebagian besar tergolong tidak sesuai (N), dan sesuai marginal (S3). Kualitas/karakteristik lahan yang bersifat sebagai faktor penghambat utama antara lain: kualitas lahan bahaya erosi (lereng dan bahaya erosi), ketersediaan air (curah hujan dan bulan kering), temperatur, media perakaran (tekstur tanah dan bahan kasar).

Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa daerah penelitian khususnya lahan kering didominasi oleh bentuk wilayah bergelombang sampai bergunung dengan kisaran lereng 15 - > 65% dengan tingkat bahaya erosi tergolong berat sampai sangat berat. Di samping itu belum adanya tindakan konservasi tanah yang memadai baik secara mekanik maupun vegetatif

Kualitas lahan ketersediaan air (curah hujan) bersifat sebagai pembatas khususnya pada wilayah bagian hulu karena tingginya curah hujan sehingga melebihi dari yang dipersyaratkan untuk tanaman hortikultura buah-buahan. Hal ini terbukti sangat jarang ditemukan jenis tanaman buah-buahan yang berkembang di wilayah penelitian. Kualitas lahan ketersediaan air (lamanya bulan kering) bersifat sebagai faktor pembatas karena lamanya bulan kering (5 bulan) untuk wilayah penelitian bagian bawah). Untuk jenis tanaman kayu hutan kualitas lahan ketersediaan air tidak terlalu bermasalah.

2. Kesesuaian Lahan Potensial

Berdasarkan atas asumsi jenis usaha perbaikan yang dapat dilakukan terhadap kualitas/karakteristik lahan yang bersifat sebagai faktor penghambat, kelas kesesuaian lahan potensial untuk :

a. Tanaman perkebunan (kelapa, kakao, cengkeh, dan kopi robusta) berkisar dari tidak sesuai (N), cukup sesuai (S2), sesuai marginal (S3). Kualitas lahan yang bersifat sebagai faktor pembatas adalah: kualitas lahan bahaya erosi (lereng dan bahaya


(23)

erosi), temperatur, ketersediaan air (curah hujan dan bulan kering), dan media perakaran (tekstur tanah, dan bahan kasar).

b. Tanaman hortikultura buah-buahan (pisang, jeruk, durian, nangka, salak, rambutan, manggis, dan mangga) berkisar dari tidak sesuai (N), cukup sesuai (S2), sesuai marginal (S3), dan sangat sesuai (S1). Kualitas lahan yang bersifat sebagai faktor penghambat untuk pengembangan tanaman hortikultura buah-buahan adalah: kualitas lahan bahaya erosi (lereng dan bahaya erosi), kualitas lahan ketersediaan air (curah hujan, bulan kering), temperatur, media perakaran (tekstur tanah dan bahan kasar).

Berdasarkan pada asumsi tingkat perbaikan dan jenis usaha perbaikan terhadap kualitas/karakteristik lahan aktual menjadi potensial menurut tingkat pengelolaannya, kesesuaian lahan potensial untuk komoditas yang dievaluasi (tanaman perkebunan dan hortikultura buah-buahan) secara umum dapat dinaikkan satu sampai dua tingkat.

Pembatas tingkat bahaya erosi yang berat sampai sangat berat pada kondisi terrain/medan yang tidak terlalu curam dapat diatasi dengan melakukan tindakan konservasi baik dengan cara mekanis maupun vegetative dengan menanam jenis tanaman yang dapat menahan erosi dan tanaman penguat teras. Namun pada unit-unit lahan dengan lereng curam sampai sangat curam dengan tingkat bahaya erosi sangat berat sangat sulit dilakukan perbaikan sehingga secara potensial masih tetap jadi pembatas dalam pengembangan lahan yang bersangkutan.

Pembatas ketersediaan air (curah hujan) yang terlalu tinggi pada wilayah bagian atas, masih tetap jadi faktor pembatas dalam pengembangan beberapa komoditas tanaman perkebunan maupun tanaman hortikultura buah-buanan (…. ). Demikian pula halnya pada pembatas lamanya bulan kering pada wilayah bagian bawah.

Kualitas lahan temperatur yang rendah pada beberapa unit lahan pada wilayah bagian atas secara potensial masih menjadi faktor pembatas dalam pengembangan beberapa komoditas perkebunan maupun hortikultura buah-buahan.

Kualitas lahan media perakaran (tekstur tanah yang agak kasar dan bahan kasar yang tinggi) masih bersifat sebagai pengambat untuk beberapa jenis komoditas perkebunan maupun hortikultura buah-buahan. Tektur tanah yang agak kasar dengan kandungan pasir yang tinggi masih tetap jadi pembatas untuk beberapa komoditas pertanian karena daya pegang tanah terhadap air sangat rendah. Kandungan bahan kasar yang tinggi pada beberapa unit lahan masih menjadi faktor pembatas karena dapat mengganggu perkembangan akar tanaman. Tekstur tanah yang agak kasar dengan kandungan pasir yang tinggi pada lereng-lereng yang tidak terlalu curam masih dapat diatasi dengan penambahan bahan organik.

4.3 Arahan/Rekomendasi Pengelolaan Lahan

Seperti diketahui bahwa evaluasi kesesuaian lahan tidak hanya menghasilkan kelas kesesuaian lahan saja, akan tetapi juga harus dapat menunjukkan pilihan pengelolaan lahan lebih lanjut. Asumsi yang digunakan adalah bahwa kelas kesesuaian lahan seperti uraian di atas dikelompokkan berdasarkan atas jenis dan jumlah faktor pembatasnya.

Penetapan alternatif penggunaan/pengelolaan lahan mutlak harus berdasarkan atas hasil evaluasi kesesuaian lahan yaitu: deskripsi karakteristik/kualitas lahan, hasil evaluasi kesesuaian lahan, deskripsi jenis dan intensitas faktor penghambatnya, asumsi mudah tidaknya usaha perbaikan yang dapat dilakukan


(24)

terhadap faktor prnghambatnya (uji produktivitas lahan). Namun pada penelitian ini tidak sampai pada uji produktivitas lahan karena keterbatasan waktu dan dana.

Perlunya dirancang alternatif penggunaan lahan di daerah penelitian adalah untuk perbaikan (kelestarian lahan), di samping peningkatan produktivitas lahan/tanamannya. Sesuai dengan hasil identifikasi di lapangan, bahwa lahan-lahan kering di daerah penelitian sebagian besar sangat rentan terhadap bahaya erosi dan longsor lahan sehingga dalam pengelolaannya segala kaidahnya harus benar-benar dimengerti dan ditaati, sesuai dengan intisari kesesuaian lahan adalah kelestarian, persyaratan penggunaan, sosial budaya dan ekonomi.

Tingginya tingkat bahaya erosi, adanya kerentanan terhadap longsor lahan, dan kurangnya tindakan konservasi di wilayah penelitian mengharuskan prioritas pertama pada tindakan pencegahan erosi dan longsor lahan melalui tindakan konservasi tanah dan air baik dengan metode mekanis maupun dengan metode vegetatif. Dalam Perencanaan tataguna lahan, lahan lahan dengan kemiringan lereng > 40% tidak cocok untuk pertanian dan sebaiknya dibiarkan tertutup untuk hutan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Seperti diketahui bahwa, lahan lahan kering di wilayah penelitian (di luar kawasan hutan) adalah merupakan lahan-lahan hak milik masyarakat dan sebagian besar merupakan kebun campuran. Oleh karena itu, untuk merekomendasikan lahan-lahan milik masyarakat tersebut agar tertutup hutan nampaknya tidak memungkinkan. Dalam FAO (1983) dijelaskan bahwa sasaran yang harus dicapai oleh perencanaan tataguna lahan pedesaan harus memenuhi syarat kelestarian, efisiensi, keadilan (kesamaan hak), dan dapat diterima semua pihak (sustainability, efficiency, equity dan acceptability).

Manajemen/pengelolaan lahan berkelanjutan dengan menitik beratkan pada kelestarian dan optimalisasi dapat direkomendasikan dengan pola agroforestry yang disertai dengan pencegahan erosi dan longsor lahan secara vegetatif karena lebih murah dan mudah untuk dilakukan oleh petani. Di samping itu hasil tanaman berupa kayu hutan mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi pula. Namun perlu diperhatikan bahwa dalam pelaksanaan metode vegetatif beberapa hal yang harus diperhatikan adalah: pemilihan jenis tanaman, (tingkat kemiringan lereng), dan kerentanannya terhadap erosi dan longsor lahan. Sebagai persyaratan vegetatif untuk pengendalian longsor lahan dipilih jenis tanaman yang memiliki persyaratan antara lain: memiliki sifat perakaran dalam (mencapai batuan), perakaran rapat dan mengikat agregat tanah dan bobot biomasanya ringan. Jadi upaya budidaya yang dapat disarankan adalah kombinasi antara tanaman kayu hutan dengan tanaman hortikultura buah-buahan dengan ketentuan minimal 40% harus tertutup kayu hutan termasuk tanaman pencegah erosi dan longsor lahan dengan memperhatikan kerapatan tanamannya. Adapun jenis-jenis kayu hutan yang dapat dikembangkan adalah jenis-jenis kayu yang kanopinya tidak terlalu berat, tumbuh cepat seperti gempinis, jabon, dan jenis-jenis yang berbunga kupu-kupu seperti sengon.

Khusus pada lahan-lahan dengan tingkat kemiringan lereng curam (45-65%) sampai sangat curam (> 65%) serta rawan longsor, kerapatan tanaman harus dibedakan antara kaki lereng, lereng tengah dan lereng atas/puncak. Pada bagian kaki lereng penutupan paling rapat sama dengan standar kerapatan tanaman, pada bagian tengah lereng penutupan agak jarang yaitu ½ standar kerapatan, dan bagian atas penutupan jarang yaitu ¼ standar kerapatan tanaman. Pada kerapatan yang jarang diisi dengan tanaman penutup tanah (cover crop). Pada bagian tengah dan bagian atas lereng diupayakan perbaikan drainase (internal dan eksternal) yang


(25)

kejenuhan air pada tanah yang berada di atas lapisan kedap (bidang gelincir) bebannya dapat dikurangi.

Beberapa jenis tanaman pencegah erosi dan longsor lahan yang mempunyai akar tunggang dalam dan akar cabang banyak yang dapat direkomendasikan sesuai dengan kondisi biofisik setempat adalah: Aleurites moluccana (Kemiri), Vitek pubescens (Laban), Lagerstroemia speciosa (Bungur), Melia azedarach (Mindi), Cassia siamea (Johar), Acacia villosa, Eucalyptus alba, Leucaena glauca. Khusus pada tebing-tebing jurang dan kanan kiri sungai dapat direkomendasikan tanaman bambu.

V. KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1. Kesimpulan

Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman perkebunan dan tanaman hortikultura buah-buahan di daerah penelitian sebagian besar tergolong sesuai bersyarat (S3) sampai tidak sesuai (N). Kualitas/karakteristik lahan yang bersifat sebagai faktor penghambat utama antara lain: kualitas lahan bahaya erosi, lereng yang curam, ketersediaan air (curah hujan dan bulan kering), temperatur/suhu rerata tahunan, media perakaran (tekstur tanah dan bahan kasar).

2. Kesesuaian lahan untuk tanaman perkebunan (kelapa, kakao, cengkeh, dan kopi robusta) berkisar dari tidak sesuai (N), cukup sesuai (S2), sesuai marginal (S3). Kualitas lahan yang bersifat sebagai faktor pembatas adalah: kualitas lahan bahaya erosi (lereng dan bahaya erosi), temperatur, ketersediaan air (curah hujan dan bulan kering), dan media perakaran (tekstur tanah yang agak kasar-kasar).

3. Kesesuaian lahan untuk tanaman hortikultura buah-buahan (pisang, jeruk, durian, nangka, salak, rambutan, manggis, dan mangga) berkisar dari tidak sesuai (N), cukup sesuai (S2), sesuai marginal (S3), dan sangat sesuai (S1). Kualitas lahan yang bersifat sebagai faktor penghambat untuk pengembangan tanaman hortikultura buah-buahan adalah: kualitas lahan bahaya erosi (lereng dan bahaya erosi), kualitas lahan ketersediaan air (curah hujan, bulan kering), temperatur, media perakaran (tekstur tanah dan bahan kasar).

4. Manajemen/pengelolaan lahan berkelanjutan dengan menitik beratkan pada kelestarian dan optimalisasi lahan direkomendasikan dengan pola agroforestry yang disertai dengan pencegahan erosi dan longsor lahan secara vegetatif karena lebih murah dan mudah untuk dilakukan oleh petani 5. Beberapa jenis tanaman pencegah erosi dan longsor lahan yang dapat

direkomendasikan sesuai dengan kondisi biofisik setempat adalah: Aleurites moluccana (Kemiri), Vitek pubescens (Laban), Lagerstroemia speciosa (Bungur), Melia azedarach (Mindi), Cassia siamea (Johar), Acacia


(26)

villosa, Eucalyptus alba, Leucaena glauca. Khusus pada tebing-tebing jurang dan kanan kiri sungai dapat direkomendasikan tanaman bambu. 4.2. Saran

1. Perlu ada penelitian lanjutan berupa demplot untuk uji produktivitas lahan kering di daerah penelitian dengan melakukan perbaikan kualitas lahan yang bersifat sebagai faktor pembatas.

2. Perlu adanya penambahan bahan organik untuk mengurangi kepekaan tanah terhadap erosi dan peningkatan KTK tanah karena tingginya kandungan pasir tanah daerah penelitian dan penambahan pupuk nitrogen, mengingat kandungan N tergolong rendah sampai sangat rendah


(27)

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

Balai Pengelolaan DAS Unda Anyar. 2010. Laporan Karakteristik DAS Unda. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Unda Anyar. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Departemen Kehutanan.

CSR/FAO Staff, 1983. Recconnaissance Land Resouces Surveys 1 : 250.000 scale Atlas Format Procedures. Manual 4, Version 1. Center for Soil Research, Ministry of

Agriculture Government of Indonesia–United Nations Development Programme

and Food and Agriculture Organization. Bogor, Indonesia 160 pp.

Departemen Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P. 39/Menhut-II/2009 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu.

Djaenudin D., Marwan H., Subagjo H., dan A. Hidayat. 2003. Evaluasi lahan untuk komoditas pertanian. Balai Penelitian Tanah. Pusat Penelitian dan Pengembangan tanah dan Agroklimat Bdan Litbang Pertanian Departemen Pertanian.

LREPP II. 1994. Kesesuaian lahan untuk tanaman pertanian dan tanaman Kehutanan. Laporan Teknis No. 7. Versi 1.0 April 1994.

PPT. 1983. Lampiran Term of Reference Klasifikasi Kesesuaian Lahan. Pusat Penelitian Tanah. Kerjasama dengan Proyek Penelitian Pertanian Menunjang Transmigrasi (P3MT). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian

Puslittanak. 1993. Peta Tanah Semi Detil Skala 1 : 50.000. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Kerjasama dengan Proyek Pembangunan Penelitian Pertanian Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Petanian Departemen Pertanian.

Puslittanak. 1993. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Kerjasama dengan Proyek Pembangunan Penelitian Pertanian Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Petanian Departemen Pertanian.

Samlawi Azhari. 1997. Etika lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sarwono Hardjowigeno, Widiatmaka 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Gadjah Mada University Press.


(28)

Lampiran 2. Hasil Evaluasi Kesesuaian Lahan Aktual dan Potensial Beberapa Jenis Tanaman Perkebunan, Buah-buahan dan Tanaman kayu Hutan Pada lahan Kering DAS Unda

No Sam pel

Lokasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Perkebunan Kecamatan/Desa Kelapa Kakao

Akt. Pembatas Pts. Pembatas Akt Pembatas Pts. Pembatas 1 Kintamani/Suter N t N t N t, lp1 N t

2 Rendang/Pempatan S3 t S3 t S3 w1, r1 S2 w1, r1 3 Rendang/Besakih S3 e1.2 S3 t S3 e1.2, r2 S3 t,w1 4 Rendang/Menanga S3 t, e2 S3 t S3 w1, r1,

e2

S2 t,w1 r1

5 Selat/Muncan S3 e2 S2 t, r2 S3 w1,r1,e2 S2 t, w1, r1 6 Selat/Mertabuana S3 e2 S2 t S3 w1, e2 S2 t, w1 7 Selat/Sebudi S3 e2 S3 t S3 e2 S2 t, w1 8 Sidemen/Sangkan

Gunung

N e1.2 N e1.2 N e1.2 N e1.2

9 Sidemen/Tangkup S3 e1.2 S2 t,w1 S3 e1.2 S2 t,e1 10 Sidemen/Talibeng S3 e1 S2 t,w1 S3 e1.2 S2 t,e1 11 Sidemen/Dulah N e1.2 N e1.2 N w2, e1.2 N e1.2 12 Sidemen/Telaga

Tawang

N e1.2 N e1.2 N w2, e1.2 N e1.2

13 Sidemen/Kikian N e1.2 N e1.2 N w2, e1.2 N e1.2 14 Bebandem/Jungutan N e1.2 N e1.2 N w2,e1.2 N e1.2 15 Dawan/Sulang S3 e2 S2 w2 S3 w2 S3 w2

Lampiran 2. (Lanjutan)

No Sam pel

Lokasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Perkebunan dan Hortikultura Buah-buahan Kecamatan/Desa Cengkeh Kopi Robusta

Akt. Pembatas Pts. Pembatas Akt Pembatas Pts. Pembatas 1 Kintamani/Suter N t N t N T S3 t, r1, e1 2 Rendang/Pempatan S3 w1, r1 S3 t, w1, r1 S3 r1.2 S2 w1, r1.2 3 Rendang/Besakih N e1.2, r2 S3 t, w1 N e1.2 S3 w1 4 Rendang/Menanga S3 w1,r1, e2 S2 t, w1, r1 S3 r1, e2 S2 w1, r1 5 Selat/Muncan S3 w1, r1,e2 S2 t, w1, r1 S3 r1, e2 S2 w1,r1 6 Selat/Mertabuana S3 w1, e2 S2 t,w1 S3 e2 S2 w1 7 Selat/Sebudi N e2 S2 t, w1 N e2 S2 t, w1 8 Sidemen/Sangkan

Gunung

N e1.2 N e1.2 N e.2 S2 r2,e2

9 Sidemen/Tangkup S3 e1.2 S2 t,e1 S3 e1.2 S2 e1 10 Sidemen/Talibeng S3 w2, e1 S2 t,e1 S3 e1.2 S2 e1 11 Sidemen/Dulah N w2, e1.2 N e1.2 N e2 S3 w2, e1.2 12 Sidemen/Telaga

Tawang

N w2, e1.2 N e1.2 N e1.2 N e1.2

13 Sidemen/Kikian N w2, e1.2 N e1.2 N e2 S3 w2, e1.2, r1 14 Bebandem/Jungutan N w2, e1.2 N e1.2 N e2 S3 w2, e1.2 15 Dawan/Sulang N w2 S3 w2 S3 e2 S2 w2


(29)

Lampiran 2. (Lanjutan)

No Sam pel

Lokasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Hortikultura Buah-buahan

Kecamatan/Desa Pisang Jeruk

Akt. Pembatas Pts. Pembatas Akt Pembatas Pts. Pembatas 1 Kintamani/Suter S3 t, w1,r1,

e1.2

S3 t, w1, r1 S3 e2 S2 w1.2

2 Rendang/Pempatan S3 r1 S2 w1, r1 S2 w1.2 S2 w1.2 3 Rendang/Besakih N r2, e1.2 S3 e1.2 N e1.2 S3 e1.2 4 Rendang/Menanga S3 w1,r1, e2 S3 w1, r1 S3 e2 S2 w1.2 5 Selat/Muncan S3 w1, r1,e2 S3 w1, r1 S3 e2 S2 w1.2 6 Selat/Mertabuana S3 w1, e2 S3 w1 S3 e2 S2 w1.2 7 Selat/Sebudi N e2 S3 w1, e2 N e2 S2 w1.2 8 Sidemen/Sangkan

Gunung

N e1.2 N e1.2 N e1.2 N e1.2

9 Sidemen/Tangkup N e1.2 S3 w1.2 N e2 S2 e1.2 10 Sidemen/Talibeng S3 w2, e1.2 S3 w1, e1 N e1.2 S3 e1.2 11 Sidemen/Dulah N e1.2 N e1.2 N e1.2 N e1.2 12 Sidemen/Telaga

Tawang

N e1.2 N e1.2 N e1.2 N e1.2

13 Sidemen/Kikian N e1.2 S3 e1.2 N e1.2 S3 e1.2 14 Bebandem/Jungutan N e1.2 N e1.2 N e1.2 N e1.2 15 Dawan/Sulang S3 w2, e2 S3 w2 S3 e2 S1


(30)

-Lampiran 2. (Lanjutan)

No Sam pel

Lokasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Hortikultura Buah-buahan Kecamatan/Desa Durian Nangka

Akt. Pembatas Pts. Pembatas Akt Pembatas Pts. Pembatas 1 Kintamani/Suter S3 t, r1 S3 t S3 w1,r1, e2 S3 w1, r1 2 Rendang/Pempatan S3 r1.2 S2 t, r1, w1 S3 w1, r1.2 S3 w1, r1 3 Rendang/Besakih N r2, e1.2 S3 t,e12 S3 r2, e1.2 S3 w1, e1.2 4 Rendang/Menanga S3 r1, e2 S2 t, w1, r1 S3 r1, w1,e2 S2 w1, r1 5 Selat/Muncan S3 r1, e2 S2 t, w1, r1 S3 r1, w1,e2 S2 w1, r1 6 Selat/Mertabuana S3 e2 S2 t, w1 S3 w1, e2 S2 w1 7 Selat/Sebudi N e2 S2 t, w1, e2 N e2 S2 w1 8 Sidemen/Sangkan

Gunung

N e1.2 N e1.2 N e1.2 N e1.2

9 Sidemen/Tangkup N e2 S2 w1,e1 N e2 S2 e1.2 10 Sidemen/Talibeng N e1.2 N e1.2 N e1.2 N e1.2 11 Sidemen/Dulah N e1.2 N e1.2 N e1.2 N e1.2 12 Sidemen/Telaga

Tawang

N e1.2 N e1.2 N e1.2 N e1.2

13 Sidemen/Kikian N e1.2 N e1.2 N e1.2 N e1.2 14 Bebandem/Jungutan N e1.2 N e1.2 N e1.2 N e1.2 15 Dawan/Sulang S3 w1, e2 S2 w1 S1 - S1

-Lampiran 2. (Lanjutan)

No Sam pel

Lokasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Hortikultura Buah-buahan Kecamatan/Desa Salak Rambutan

Akt. Pembatas Pts. Pembatas Akt Pembatas Pts. Pembatas 1 Kintamani/Suter S3 w1,r1,

e1.2

S3 w1 S3 t, r1, e1.2 S3 t.

2 Rendang/Pempatan N r2 S3 w1, r1.2 S3 r1 S2 w1, r1 3 Rendang/Besakih N r2, e1.2 S3 w1, e1.2 N e1.2 S2 w1,e1.2 4 Rendang/Menanga S3 w1,r1, e2 S3 w1, r1 S3 e2 S2 w1.r1 5 Selat/Muncan S3 w1, r1,e2 S3 w1, r1 S3 e2 S2 w1.r1 6 Selat/Mertabuana S3 w1, e2 S3 w1 S3 e2 S2 w1 7 Selat/Sebudi N e2 S3 w1, e2 N e2 S2 w1 8 Sidemen/Sangkan

Gunung

N e1.2 N e1.2 N e1.2 N e1.2

9 Sidemen/Tangkup N e2 S2 e1.2 N e1.2 S2 e1.2 10 Sidemen/Talibeng N e1 N e1 N e1.2 N e1.2 11 Sidemen/Dulah N e1.2 N e1.2 N e1.2 N e1.2 12 Sidemen/Telaga

Tawang

N e1.2 N e1.2 N e1.2 N e1.2

13 Sidemen/Kikian N e1.2 S3 e1.2 N e1.2 S3 e1.2 14 Bebandem/Jungutan N e1.2 N e1.2 N e1.2 N e1.2 15 Dawan/ S3 e2 S1 - S3 w1, e2 S2 w1


(31)

Lampiran 2. (Lanjutan)

No Sam pel

Lokasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Hortikultura Buah-buahan Kecamatan/Desa Manggis Mangga

Akt. Pembatas Pts. Pembatas Akt Pembatas Pts. Pembatas 1 Kintamani/Suter N w1 N w1 N w1 N w1 2 Rendang/Pempatan N w1 N w1 N w1 N w1 3 Rendang/Besakih N w1 N w1 N w1 N w1 4 Rendang/Menanga N w1 N w1 N w1 N w1 5 Selat/Muncan N w1 N w1 N w1 N w1 6 Selat/Mertabuana N w1 N w1 N w1 N w1 7 Selat/Sebudi N w1 N w1 N w1 N w1 8 Sidemen/Sangkan

Gunung

N w1 N E1,2 N w1 N E1,2

9 Sidemen/Tangkup N e2 S2 e1.2 N e1.2 S2 e1.2 10 Sidemen/Talibeng N e1 N e1 N e1.2 N e1.2 11 Sidemen/Dulah N e1.2 N e1.2 N e1.2 N e1.2 12 Sidemen/Telaga

Tawang

N e1.2 N e1.2 N e1.2 N e1.2

13 Sidemen/Kikian N e1.2 S3 e1.2 N e1.2 S3 e1.2 14 Bebandem/Jungutan N e1.2 N e1.2 N e1.2 N e1.2 15 Dawan/Sulang S3 e2 S2 w1 S3 e2 S1

-Keterangan:

1. Kelas Kesesuaian

S1 = Sangat sesuai S2 = Cukup sesuai S3 = Sesuai bersyarat N = Tidak sesuai

2. Faktor pembatas

t = temperatur (oC) w1 = curah hujan (mm)

r1 = tekstur tanah w2 = lamanya masa kering (bulan) r2 = bahan kasar (%)

e1 = lereng (%) e2 = bahaya erosi


(32)

Tabel 1. Rekapitulasi hasil survei lapang DAS Unda No No SL/no lap Dusun/Desa/Keca Letak geografis Elevasi (m) Dpl Lereng (%) Panjang Lereng (m)

Relief Pengg. Lahan Vegetasi Managemen Lapisan Ap (cm)

Kedalaman Ef (cm)

Drainase Tana

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1. 63/1 Kintamani/Sut er

08o18’50,4LS 115o24’8,3”BT

1134 15-25 50-100 Bergelombang Tegalan Sengon, kopi, jeruk Rendah 0-70 >150 baik

2. 51/2 Rendang/Pem patan

08o2232,5"LS 115o25' 6,4BT

737 0-8 100-200 Landai Kebun campuran Kopi, bambu, kelapa, nangka, salak Rendah 0-50 >150 baik

3. 189/3 Rendang/Besa kih

08o22'ʹ30,8"LS 115o2634,1"BT

794 40-65 50-100 Berbukit Semak Semak, bambu dan nangka Rendah 0-80 >150 baik

4. 170/4 Rendang/Men anga

08o23'16,5"LS 115o25’6,5"”BT

660 8-15 100-150 Berombak Kebun campuran Nangka, durian, manggis, kopi, dan salak

rendah 0-70 >150 baik

5. 106/5 Selat/Muncan 08o25'ʹ5,2"LS 115o26'49,9"BT

575 0-8 10 Landai Kebun campuran Kelapa, pisang, ketela, salak, jati manggis, durian, rumput gajah

rendah 0-50 >150 baik

6. 210/11 Selat/Mertabu ana

08o25'ʹ44,5"”LS

115o28'37,1"BT 553 8-15 100 Landai Kebun campuran Kelapa, bambu, kopi, durian,nangdan enau Rendah 0-60 >150 Baik 7. 195/12 Selat/Sebudi 08o23'ʹ41,5"LS

115o29'13,9"BT

928 15-25 50-100 Berombak Kebun campuran kopi,,nangka, alpukat, gamal, dan akasia

Rendah 0-50 >150 Baik

8. 254/6 Sidemen/Sang kan Gunung

08o27'17,7"LS 115o26'9,9"BT

448 40-65 25-50 Bergelombang Tegalan Salak, kelapa, Durian, nangka dan b Rendah 0-50 >150 baik

9. 276/ 7A

Sidemen/Tang kup

08o29'47,1"”LS

115o2451,4BT 269 40-65 50-100 Berbukit Kebun campuran Kelapa, dukukelapapisang, bambu, Rendah 0-40 >150 Baik 10. 253

/7B

Sidemen/Talib eng

08o29ʹ53,4LS 115o26

20,4”BT

225 25-40 3-10 Berombak Kebun campuran Sengon, durian, cengkeh, nangka, ja Rendah 0-50 >150 baik

11. 271/8 Sidemen/Dula h

08o30ʹ1,9LS 115o2558,3BT

200 40-65 50-75 Bergelombang Kebun campuran Bambu, kelapa, kopi dan buah-buah Rendah 0-40 >150 Baik

12. 239/9 Sidemen/Tela ga Tawang

08o28' 31,2"LS

115o2649,8"BT 296 40-65 75-100 Berbukit Kebun campuran Kelapa, bambu, nangka, cengkehbuahan, pisang Rendah 0-60 >150 baik 13. 225/10 Sidemen/Kiki

an

08o27'18,5"LS 115o27'10,2"BT

360 40-65 50-100 Bergelombang Kebun campuran Cengkeh, durian, enau, coklat,nang alpukat dan bambu

Rendah 0-50 >150 baik

14. 116/13 Bebandem/Jun gutan

08o25ʹ56,6"LS 115o3148,1BT

39 40-65 75-100 Berombak Kebun campuran Kelapa, salak dan enau Rendah 0-60 >150 baik

15. 280/14 Dawan/Sulang 08oʹ0' 0"”LS 115o0’0”BT


(33)

Tabel 2. Hasil analisis berat volume tanah, permeabilitas tanah, tekstur tanah, bentuk struktur dan persentase pasir halus

No Sampel

Kode Lab Berat

volume g/cm3

Permeabilitas (cm/jam)

Pasir (%)

Debu (%) Liat (%) Kelas Tekstur tanah Bentuk Struktur Persentase

pasir halus

1 JN52 1,066 133,63 SC 70,927 18,170 10,902 Lempung berpasir Granuler halus 3,59

2 JN53 1,099 585,96 SC 60,736 35,623 3,640 Lempung berpasir Granuler kasar 4,42

3 JN54 0,771 701,30 SC 68,333 23,101 8,566 Lempung berpasir Granuler kasar 3,39

4 JN55 1,193 111,36 SC 59,004 30,877 10,119 Lempung berpasir Granuler halus 4,10

5 JN56 1,124 1,99 AL 64,425 24,409 11,166 Lempung berpasir Subangular blocky 4,02

6 JN57 0,944 735,79 SC 28,905 44,369 26,725 Lempung Angular blocky 2,60

7 JN58 1,193 125,92 SC 30,157 50,297 19,546 Lempung berdebu Subangular blocky 2,98

8 JN59 1,242 12,457 AC 40,519 28,571 30,909 Lempung berliat Angular blocky 2,86

9 JN60 1,107 8,750 AC 42,150 35,021 22,829 Lempung Angular blocky 2,06

10 JN61 0,793 133,87 SC 33,233 36,631 30,136 Lempung berliat Angular blocky 3,20

11 JN62 0,897 74,21 SC 23,841 62,643 13,516 Lempung berdebu Angular blocky 0,75

12 JN63 0,850 101,82 SC 69,621 23,368 7,010 Lempung berpasir Granuler halus 6,22

13 JN64 0,962 84,83 SC 74,255 25,225 0,520 Lempung berpasir Subangular blocky 7,42

14 JN65 1,034 129,90 SC 53,504 24,417 22,079 Lempung liat berpasir Subangular blocky 3,08


(34)

Tabel 3. Hasil analisis pH tanah, DHL, C-organik, kadar hara NPK, KTK tanah, Kejenuham Basa dan kadar air. No.

Urut

Kode Sampel

pH tanah DHL

(mmhos/cm)

C organic (%)

N Total (%)

P tersedia (ppm)

K tersedia (ppm)

KTK (me/100g)

KB (%) Kad. Air kering udara) (%)

Kad. Air kapasitas lapang) (%)

1 JN52 6,96 N 0,190 SR 1,610 R 0,090 SR 3,180 SR 141,45 S 11,56 R 42,86 S 3,25 28,81

2 JN53 6,78 N 0,180 SR 2,620 S 0,140 R 27,630 T 149,96 S 10,76 R 38,46 S 3,43 22,06

3 JN54 6,83 N 0,200 SR 1,420 R 0,090 SR 6,110 SR 155,39 S 14,81 R 45,07S 4,30 23,29

4 JN55 7,11 N 1,860 R 2,240 S 0,150 R 13,730 R 160,61 S 13,15 R 44,45 S 4,35 22,79

5 JN56 6,88 N 0,170 SR 1,650 R 0,120 R 7,290 SR 170,12 S 13,74 R 36,92 S 5,68 28,46

6 JN57 6,76 N 0,320 SR 1,930 R 0,120 R 5,310 SR 84,20 S 26,68 T 59,51 T 10,27 32,82

7 JN58 6,76 N 0,160 SR 0,850 SR 0,070 SR 2,960 SR 80,90 R 29,28 T 47,41 S 8,44 29,17

8 JN59 6,76 N 0,350 SR 0,880 SR 0,050 SR 1,510 SR 235,87 T 35,95 T 55,00 T 12,33 35,36

9 JN60 6,89 N 0,320 SR 3,390 T 0,100 SR 11,29 R 223,06 T 13,71 R 51,75 T 31,44 31,44

10 JN61 6,98 N 0,290 SR 0,850 SR 0,070 SR 13,27 R 235,51 T 5,70 R 55,77 T 32,54 32,54

11 JN62 6,96 N 0,290 SR 3,490 T 0,180 R 3,45 SR 240,93 T 37,21 T 84,34 T 31,27 31,27

12 JN63 6,62 N 0,160 SR 3,430 T 0,180 R 160,17 ST 275,48 T 28,59 T 46,38 S 20,65 20,65

13 JN64 6,10 N 1,250 R 2,390 S 0,160 R 41,80 ST 290,78 T 9,59 R 45,02 S 17,61 17,61

14 JN65 6,91 N 0,290 SR 1,850 R 0,140 R 13,90 R 174,27 S 17,75 S 38,10 S 28,74 28,74


(35)

Lampiran 2 Fofo-foto kegiatan penelitian hibah grup riset


(36)

Pengeboran tanah


(37)

Salah satu anggota tim peneliti sedang mencatat penutupan lahan


(38)

(1)

Tabel 2. Hasil analisis berat volume tanah, permeabilitas tanah, tekstur tanah, bentuk struktur dan persentase pasir halus

No Sampel

Kode Lab Berat volume g/cm3 Permeabilitas (cm/jam) Pasir (%)

Debu (%) Liat (%) Kelas Tekstur tanah Bentuk Struktur Persentase pasir halus 1 JN52 1,066 133,63 SC 70,927 18,170 10,902 Lempung berpasir Granuler halus 3,59 2 JN53 1,099 585,96 SC 60,736 35,623 3,640 Lempung berpasir Granuler kasar 4,42 3 JN54 0,771 701,30 SC 68,333 23,101 8,566 Lempung berpasir Granuler kasar 3,39 4 JN55 1,193 111,36 SC 59,004 30,877 10,119 Lempung berpasir Granuler halus 4,10 5 JN56 1,124 1,99 AL 64,425 24,409 11,166 Lempung berpasir Subangular blocky 4,02

6 JN57 0,944 735,79 SC 28,905 44,369 26,725 Lempung Angular blocky 2,60

7 JN58 1,193 125,92 SC 30,157 50,297 19,546 Lempung berdebu Subangular blocky 2,98 8 JN59 1,242 12,457 AC 40,519 28,571 30,909 Lempung berliat Angular blocky 2,86

9 JN60 1,107 8,750 AC 42,150 35,021 22,829 Lempung Angular blocky 2,06

10 JN61 0,793 133,87 SC 33,233 36,631 30,136 Lempung berliat Angular blocky 3,20 11 JN62 0,897 74,21 SC 23,841 62,643 13,516 Lempung berdebu Angular blocky 0,75 12 JN63 0,850 101,82 SC 69,621 23,368 7,010 Lempung berpasir Granuler halus 6,22 13 JN64 0,962 84,83 SC 74,255 25,225 0,520 Lempung berpasir Subangular blocky 7,42 14 JN65 1,034 129,90 SC 53,504 24,417 22,079 Lempung liat berpasir Subangular blocky 3,08 15 JN66 1,107 8,750 AC 32,650 50,120 17,230 Lempung Berdebu Granuler halus 4,23


(2)

22

Tabel 3. Hasil analisis pH tanah, DHL, C-organik, kadar hara NPK, KTK tanah, Kejenuham Basa dan kadar air. No.

Urut

Kode Sampel

pH tanah DHL

(mmhos/cm)

C organic (%)

N Total (%)

P tersedia (ppm) K tersedia (ppm) KTK (me/100g)

KB (%) Kad. Air kering udara) (%) Kad. Air kapasitas lapang) (%) 1 JN52 6,96 N 0,190 SR 1,610 R 0,090 SR 3,180 SR 141,45 S 11,56 R 42,86 S 3,25 28,81 2 JN53 6,78 N 0,180 SR 2,620 S 0,140 R 27,630 T 149,96 S 10,76 R 38,46 S 3,43 22,06 3 JN54 6,83 N 0,200 SR 1,420 R 0,090 SR 6,110 SR 155,39 S 14,81 R 45,07S 4,30 23,29 4 JN55 7,11 N 1,860 R 2,240 S 0,150 R 13,730 R 160,61 S 13,15 R 44,45 S 4,35 22,79 5 JN56 6,88 N 0,170 SR 1,650 R 0,120 R 7,290 SR 170,12 S 13,74 R 36,92 S 5,68 28,46 6 JN57 6,76 N 0,320 SR 1,930 R 0,120 R 5,310 SR 84,20 S 26,68 T 59,51 T 10,27 32,82 7 JN58 6,76 N 0,160 SR 0,850 SR 0,070 SR 2,960 SR 80,90 R 29,28 T 47,41 S 8,44 29,17 8 JN59 6,76 N 0,350 SR 0,880 SR 0,050 SR 1,510 SR 235,87 T 35,95 T 55,00 T 12,33 35,36 9 JN60 6,89 N 0,320 SR 3,390 T 0,100 SR 11,29 R 223,06 T 13,71 R 51,75 T 31,44 31,44 10 JN61 6,98 N 0,290 SR 0,850 SR 0,070 SR 13,27 R 235,51 T 5,70 R 55,77 T 32,54 32,54 11 JN62 6,96 N 0,290 SR 3,490 T 0,180 R 3,45 SR 240,93 T 37,21 T 84,34 T 31,27 31,27 12 JN63 6,62 N 0,160 SR 3,430 T 0,180 R 160,17 ST 275,48 T 28,59 T 46,38 S 20,65 20,65 13 JN64 6,10 N 1,250 R 2,390 S 0,160 R 41,80 ST 290,78 T 9,59 R 45,02 S 17,61 17,61 14 JN65 6,91 N 0,290 SR 1,850 R 0,140 R 13,90 R 174,27 S 17,75 S 38,10 S 28,74 28,74 15 JN66 6,73 N 0,140 SR 1,670 R 0,080 SR 12,260 R 167,43 S 22,11 S 42,72 S 28,79 28,79


(3)

Lampiran 2 Fofo-foto kegiatan penelitian hibah grup riset


(4)

24 Pengeboran tanah


(5)

Salah satu anggota tim peneliti sedang mencatat penutupan lahan


(6)