AKSESIBILITAS PENYANDANG DISABILITAS TERHADAP MODA TRANSPORTASI PUBLIK BUS RAPID TRANSIT DI KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

(1)

ABSTRAK

AKSESIBILITAS PENYANDANG DISABILITAS

PADA MODA TRANSPORTASI PUBLIK BUS RAPID TRANSIT DI KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

Oleh

CAHYA WULAN DARI

Aksesibilitas sangat berkaitan dengan transportasi publik yaitu merupakan sarana dalam memajukan kesejahteraan ekonomi masyarakat, menciptakan dan meningkatkan derajat ekonomi, dan juga merupakan sektor pendahulu dari sektor lain. Karena itu, penyandang disabilitas juga berhak mendapat pelayanan yang sama terhadap transportasi publik sebagai upaya untuk mewujudkan kesamaan, kesetaraan warga negara serta peningkatan peran penyandang disabilitas.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis akses penyandang disabilitas serta peran Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung dan PT. Trans Bandar Lampung pada Bus Rapid Transit di Kota Bandar Lampung dan juga untuk menganalisis kendala internal dan eksternal terhambatnya akses tersebut. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang dilaksanakan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah aksesibilitas penyandang disabilitas pada

Bus Rapid Transit Trans Bandar Lampung tidak aksesibel. Dinas Perhubungan

dan PT. Trans Bandar Lampung sebagai pihak yang menyediakan layanan transportasi publik ini tidak berperan aktif dalam menunjang aksesibilitas penyandang disabilitas. Kendala yang dihadapi meliputi kendala internal dan kendala eksternal. Kendala internal yang dialami yaitu rancangan BRT yang tidak sesuai dengan ITDP (Institute for Transportation and Development Policy), banyaknya permasalahan internal manjemen BRT, serta kurangnya koordinasi antara Dinas Perhubungan dengan PT. Trans Bandar Lampung. Kendala eksternal yang diadapi ialah: minimnya perhatian dari pemerintah daerah, minimnya advokasi LSM penyandang disabilitas, serta minimnya kesadaran dan pengetahuan penyandang disabilitas.


(2)

ABSTRACT

ACCESSIBILITY OF DISABLED PERSON

ON PUBLIC TRANSPORTATION MODE BUS RAPID TRANSIT IN BANDAR LAMPUNG 2013

By

CAHYA WULAN DARI

Accessibility is strongly related to public transport that means to advancing economic welfare of society, creating and improving economics degree, and also as a leading sector for other sectors. Therefore, disabled persons reserve the right to have equal service in public transportation as an effort to realize the similarity,

equality and increasing the citizen’s role of disabled persons.

This study is aim to analyze the access to disabled persons, role of Department of Transportation of Bandar Lampung and PT Trans Bandar Lampung on Bus Rapid Transit in Bandar Lampung City and also to analyze the internal and external factor of inhibition access. This study used a descriptive research with qualitative approach conducted through interviews, observation, and documentation.

The conclusion of this study is the accessibility of disabled persons on the Bus Rapid Transit Trans Bandar Lampung are still inaccessible. Department of Transportation and PT. Trans Bandar Lampung as those who provides public transportation services is not being active role in supporting the accessibility of disabled persons. Obstacles encountered include internal constraints and external constraints. The internal constraints are BRT design is not compatible with ITDP (Institute for Transportation and Development Policy), many internal problems of BRT management, as well as lack of coordination between Department of Transportations and PT. Trans Bandar Lampung. The external constraints are: lack of attention from the local government, the lack of advocacy NGOs of disabled person. And, the lack of awareness and knowledge of disabled persons.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan Tanjung Karang Kota Lampung pada Tanggal 17 Oktober 1992, yang merupakan putri bungsu dari pasangan Ibu Kadiyem dan Bapak Suwandi. Penulis memiliki dua orang kakak perempuan bernama Endang Yuliyana dan Sri Wahyuni.

Penulis mengenyam pendidikan pertama di SD Negeri 1 Sukajawa Tahun 1998-2004, SMP Negeri 16 Bandar Lampung Tahun 2004-2007, dan SMK Negeri 4 Bandar Lampung Jurusan Sekretaris Tahun 2007-2010. Dan pada Tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswi pada Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Sebagai Mahasiswi Penulis pernah menjabat sebagai Sekertaris Bidang Rumah Tangga Organisasi Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara (HIMAGARA) tahun bakti 2012-2013. Selain itu, penulis juga aktif dalam kegiatan Siswa Pencinta Alam (SISPENCA) PASTABEL pada tahun 2007-2010. Penulis juga mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada Desa Rajabasa Lama Kelurahan Subing Jaya Kabupaten Lampung Timur Tahun 2012.


(8)

PERSEMBAHAN

Dengan menyebut nama Allah SWT...

Kupersembahakan karya sederhana ini untuk :

Allah SWT yang dengan segala ketulusan hati kuucapkan puji

syukur atas karuniaMu yang maha besar

Ibunda di surga yang akan selalu dihati dan pikiranku

Ayah serta Kakak-kakakku tercinta yang selalu

Memberikan yang usaha terbaik untukku

Terima kasih atas segala dukungan moril maupun materil,

pengorbanan, kesabaran,

dan do’a

dalam menyongsong masa depanku.

Keluarga besar yang senantiasa memberikan dukungan

kepadaku

Naunganku HIMAGARA

Sahabat-sahabatku, Temanku, Adik, dan Kakak Tingkatku

Yang telah menjadi bagian dalam hidupku


(9)

Seorang terpelajar harus juga berlaku adil

Sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam

perbuatan

(Pramoedya Ananta Noer, Penulis Novel Bumi Manusia dll)

Every person has infinite strength.

Every action has an important impact.

We must

believe in the value of our own actions.

(Chen Guang cheng,

The Barefoot Lawyer

Aktivis Kemanusiaan Tiongkok)

Berlakulah baik kepada temanmu untuk menjaga mereka,

Dan berlaku baiklah kepada musuhmu untuk mengalahkan mereka.


(10)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil‟alamin tercurah segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta karunia-Nya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Atas segala kehendak dan kuasa Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Aksesibilitas Penyandang Disabilitas Pada Moda Transportasi Publik Bus Rapid Transit Di Kota Bandar Lampung Tahun 2013”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Administrasi Negara (SAN) pada jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang setulusnya kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini antara lain:

1. Bapak Nana Mulyana, S.IP., M.Si., selaku dosen pembimbing utama dan pembimbing akademik penulis. Terimakasih dan permohonan maaf atas kesalahan yang mungkin penulis lakukan pada saat bimbingan selama ini. Saran, arahan, masukan serta bimbingannya yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(11)

dilakukan penulis selama mengikuti proses akademis. Segala pelajaran berharga yang diberikan kepada penulis sangat membantu dalam proses pembuatan skripsi ini.

3. Pak Eko Budi Sulistio, S.sos., M.A.P, selaku dosen penguji dan juga motivator bagi penulis sebagai dosen mata kuliah metodologi penelitian kualitatif peneliti yang memberikan kritik dan saran serta mengarahkan penulis saat judul skripsi ini masih berbentuk tugas dan belum diajukan sebagai skripsi. Terimakasih pak, atas motivasi, saran, dan bimbingannya yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.Sos, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara yang baik, ramah dan selalu menebar senyum kepada setiap mahasiswanya.

5. Seluruh dosen Ilmu Administrasi Negara, terimakasih atas segala ilmu yang telah penulis peroleh di kampus dapat menjadi bekal yang berharga dalam kehidupan penulis ke depannya.

6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung yang telah berbagi ilmu, pengalaman serta motivasinya selama proses perkuliahan.

7. Ibu Nuraini sebagai staf jurusan Ilmu Administrasi Negara yang selalu memberikan pelayanan bagi penulis yang berkaitan dengan administrasi dalam penyusunan skripsi ini.

8. Pihak Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung teruntuk Bapak Nengah Sukayadnya, PT. Trans Bandar Lampung Bapak Imam Riyadi, LSM


(12)

Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Bapak Perwira Adi Santika dan Ibu Siti Khodijah, dan Bapak Wiyadi selaku Anggota Komisi A DPRD Kota Bandar Lampung yang ditengah kesibukan masih memberikan izin dan meluangkan waktu kepada penulis untuk diwawancarai memberikan informasi, masukan, kerjasama sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

9. Keluargaku tercinta yang tak pernah lelah memberikan support moril maupun materil, doa serta dukungan kepadaku. Ibu di surga yang selalu menjadi penyemangat, inspirator dalam hidup, role model hidupku (cinta, sayang dan kangen selalu). Bapak yang selalu bekerja dan selalu bekerja dalam diam. Untuk Mbak-mbakku Endang Yuliyana yang selalu memberi link-link untuk kerja nanti. Juga mbakku Sri Wahyuni yang baik dan telah membantu moril, materil dan wejangannya dalam proses pembuatan skripsi. Buat kakak-kakak iparku, keponakan-keponakanku yang cantik dan ganteng bingitts, Zahra Thalitha Dzakira dan Hilal Dafa Abiyu Shahih yang senantiasa „membantu‟ proses pengerjaan skripsi dengan segala cara, semoga jadi anak yang soleh-solehah, selalu berada di jalan yang direstui Allah SWT. Amin 

10. Terima kasih untuk sahabat sekaligus saudara-saudaraku Rahma, Rana dan Tasya, yang selalu berbagi suka duka, keep in touch dan semangat dalam pengerjaan skripsinya jangan marahan muluu, udah gede tau *tear. Geng Subur Makmur, Putri, Nurul, Maya, Andria semangat terus ngerjain skripsinyaa jangan marahan wooy, malu sama umur (muaaach). Terima kasih ya untuk kalian yang sudah ada disamping akooh saat suka, duka saat-saat


(13)

11. Buat sahabat seperjuangan pembuatan skripsi dalam mewujudkan cita-cita masa depan yang lebih baik, makmur dan sejahtera (hahahapasih) untuk Astria Noviana si pencinta korea yang pinter dan baiiiik hati, yang udah bersedia membantu Cahya selama ini, terus jadi orang baik ya as gumawo. Untuk Corie Maharani si pecinta aliando syarif yang sering membantu, temen jalan, temen curhat dan temen bimbingan yang asik. 

12. Terima kasih untuk sahabat - sahabat SMK, buat geng D‟Bubble : Rika Santika „kodokk‟ , Fytry Aprylya si anak SMP yang gak gede”, Novi Alviani yang komprenya bersamaan hihihi, Ragil Nova Ranika si tomboy, Siti Khodijah si masuk angin. Untuk mbakku, Nike Puji Astuti yang rajin traktir hehhe terima kasih yaa udah selalu ada buat akooh saat aku butuh. Untuk Geng D‟Chuterz Siti Zaenap si Go Min Am, Henda dan Herlena. Juga untuk Devi Yonita yang luar binasaa. Makasih yaa, udah baek sama akooh, kiss kiss

.

13. Terima kasih juga buat teman-teman ADUSELON, Pandu, Desmon, Tio, Rizka, Erisa, Datas, Woro, Yulia, Hadi, Bunga M, Bunga J, Fadri, Jodi, Ade, Rofi‟I, Julian, Anisa, Meri, Nuzul, Helsi, Lica, Lusi, Oyen, Sari S, Dita, Gusti, Satria, Aden, Hepsa, Abil, Ali, Intan, Karina, Shella, Shelli, Loy, Bogel, Uyung, Ali Syamsuddien, Rizal (Begh), Rachmani, Rahman. Untuk Nurul, Hani, Dewinta, Maritha, Maya L , Eeng, Indah P, Indah, Yogis, Anjas, Ade, Aris, Enggi, Rombongan Batak (Sari, Jeni, Ani, Selly dan Dora), Izal, Gideon, Wayan, Ardiansyah, Daus, Gery, Cita, yang sudah jadi teman selama


(14)

14. Sahabat-sahabat Kuliah Kerja Nyata Januari 2012, calon akuntan Sharon Naomi Sinaga (AKT 010), calon teknisi Bang Manuel Siregar (TEK 09), ibu dokter Novita Tarigan (KED 010), calon jaksa Susilawati (HKM 010), calon birokrat Prasa Putra Sanjaya (PEM 010), calon sosiolog Adi Kurniawan (SOS 010), calon peneliti Mbak Melia Andari (MIPA 09) serta mbak tiwi dan induk semang ebook. 40 hari untuk selamanya, keluarga kecil kita . Kumpul – kumpul di tempat ebook dong, kangen tauu .

15. Terima kasih untuk Mr. F yang telah membuat penulis untuk memilih jurusan Ilmu Administrasi Negara pada SNMPTN, terima kasih telah membuat penulis berjuang, berusaha, dan termotivasi. Terima kasih karena pilihan tersebut peneliti dapat bertemu sahabat, teman yang baik, orang-orang hebat, pengalaman serta pengetahuan yang sangat berharga.

16. Terima kasih buat Idol – Idol K-Pop yang selalu menemani secara audio visual dalam pengerjaan skripsi ini, Seperti : Super Junior, EXO, SHINee, Big Bang, Girl‟s Generation, F(x), 2NE1, SISTAR, TVXQ, CN BLUE, FT Island, Boyfriend, A Pink, 2PM, 2AM, Miss A, Akdong Musician, Busker Busker, T-ARA, KARA, IU, Secret, 4 Minute, SM The Ballad, Red Velvet, Brown Eyed Soul, Brown Eyed Girls, Ladies Code, B1A4, K.Will, Rain, Beast, G.Na, dan masih banyak lainnya. Dan Juga buat artis-artis lain seperti Ada Band, Yovie and Nuno, Petra, Marcell, Ed Sheeran,Raisa, Gita Gutawa, Sherina, Abdul and the Coffe Theory, Afgan, Vidi Aldiano, Mika „ The Overtunes‟, Fatin, Shena Malsiana, Mika, Michael Buble, Bruno Mars, JKT


(15)

17. Terima kasih unttuk bias – bias kuu, Mr. Chan yang sudah mengisi hari-hari penulis sebagai happy virus, vitamin, dengan suara Bass nya, fairy ears-nya,

double eyelid-nya, your 185 cm height, milky white skin and your

heartwarming personalities. Mr. Chan Jjang!! daebak saranghae kissukissu.

Mr. Hae yang sangat apa adanyaa, Low Profile, jago nge-dance, gantengg

imut dan kereen untuk bias akuu Mr. Onew-ssi yang jago nyanyii suaramu itolooh oppa kereeeeen bgt, si polos yang ga pernah pacaraan I wanna be the

first hihihi Love yaa. Untuk Mr, G-Dragon yang sooo freakin’ cool, unk,

kreatif, gilaaa, dan otakmu yang menakjubkaan. Dari mana semua ide-ide itu?

Guess what?….

Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan akan tetapi sedikit harapan semoga karya sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin


(16)

DAFTAR ISI ABSTRACT ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Kegunaan Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Pelayanan Publik ... 12

1. Pengertian Pelayanan Publik ... 12

2. Klasifikasi Pelayanan Publik ... 14

3. Asas Pelayanan Publik ... 16

4. Standar Pelayanan Publik ... 18

5. Kualitas Pelayanan Publik ... 20

B. Tinjauan Tentang Keadilan Sosial... 24

1. Pengertian Keadilan Sosial ... 24

2. Tugas dan Fungsi Pemerintah Terhadap Warganya ... 25

3. Hak Asasi Manusia ... 26

4. Hak Atas Pelayanan Umum ... 28

C. Tinjauan Tentang Aksesibilitas Transportasi Publik ... 31

1. Pengertian Transportasi ... 31

2. Pengertian Aksesibilitas ... 33

2. Asas – Asas Aksesibilitas ... 34

3. Manfaat Transportasi ... 35

4. Pengertian Angkutan Umum Penumpang ... 38

5. Bus Rapid Transit ... 39


(17)

2. Kategori Penyandang Disabilitas ... 44

III. METODE PENELITIAN A. Tipe dan Pendekatan Penelitian ... 46

B. Fokus Penelitian ... 47

C. Lokasi Penelitian ... 48

D. Jenis dan Sumber Data ... 49

E. Teknik Pengumpulan Data ... 51

F. Teknik Analisa Data ... 53

G.Teknik Keabsahan Data ... 54

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandar Lampung ... 58

1. Sejarah Kota Bandar Lampung ... 58

2. Kondisi Demografis Kota Bandar Lampung... 63

B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 65

1. Gambaran Umum Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung ... 66

a. Sejarah Singkat Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung ... 66

b. Dasar Hukum Terbentuknya Dishub Kota Bandar Lampung ... 67

c. Kedudukan Tupoksi Dishub Kota Bandar Lampung ... 68

d. Visi, Misi dan Tujuan Dishub Kota Bandar Lampung ... 70

e. Program Kerja dan Kegiatan Dishub Kota Bandar Lampung ... 73

2. Gambaran Umum PT. Trans Bandar Lampung ... 80

a. Sejarah Singkat PT. Trans Bandar Lampung ... 80

b. Dasar Hukum PT. Trans Bandar Lampung ... 81

c. Visi dan Misi PT. Trans Bandar Lampung ... 82

d. Susunan Organisasi PT. Trans Bandar Lampung ... 83

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Hasil ... 85

1. Aksesibilitas penyandang disabilitas pada moda transportasi Bus Rapid Transit di Kota Bandar Lampung Tahun 2013 ... 86

a. Kemudahan ... 86

b. Kegunaan ... 91

c. Keselamatan ... 94

d. Kemandirian ... 97

2. Peran Dinas Perhubungan dan PT. Trans Bandar Lampung terkait aksesibilitas bagi penyandang disabilitas pada moda transportasi Bus Rapid Transit di Kota Bandar Lampung Tahun 2013 ... 100

3. Faktor – Faktor Penghambat ... 111

a. Kendala Internal ... 111

b. Kendala Eksternal ... 115

B.Pembahasan ... 121 1. Aksesibilitas penyandang disabilitas pada moda transportasi


(18)

c. Keselamatan ... 129

d. Kemandirian ... 130

2. Peran Dinas Perhubungan dan PT. Trans Bandar Lampung terkait aksesibilitas bagi penyandang disabilitas pada moda transportasi Bus Rapid Transit di Kota Bandar Lampung Tahun 2013 ... 132

3. Faktor – Faktor Penghambat ... 136

a. Kendala Internal ... 136

b. Kendala Eksternal ... 137

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 140

B. Saran ... 141

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(19)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Informan Penelitian ... 50

Tabel 3.2 Dokumen Penelitian ... 51

Tabel 4.1 Daftar Walikota Bandar Lampung 1956-Sekarang ... 62

Tabel 4.2 Jumlah dan Kepadatan Saat ini dan Proyeksinya 5 Tahun ... 64


(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 5.1 Halte Trans Bandar Lampung ... .88

Gambar 5.2 Kondisi Bus Trans Bandar Lampung dari 2 Armada Berbeda ... .89

Gambar 5.3 Kondisi Kursi Lipat yang Terdapat pada Bus Trans Bandar Lampung...89

Gambar 5.4 Kondisi Naik Turun Penumpang di Jalan Kartini ... .90

Gambar 5.5 Kondisi Operasional Bus Trans Bandar Lampung Jalan Raden Intan ... .90

Gambar 5.6 Kondisi Bus Trans Bandar Lampung yang dilengkapi Pintu Darurat ... .93

Gambar 5.7 Hand Holder di dalam Bus Trans Bandar Lampung ... .93

Gambar 5.8 Kondisi BRT yang Tidak Bisa Menepi ke Halte ... .95

Gambar 5.9 Kendaraan Lain yang Menggunakan Jalur Khusus BRT ... .95

Gambar 5.10 Kondisi Naik Turun Penumpang di Salah Satu Halte ... .97

Gambar 5.11 Kondisi Salah Satu Lokasi LSM Penyandang Disabilitas (Depan) ... .121 Gambar 5.12 Kondisi Salah Satu Lokasi LSM Penyandang Disabilitas (Samping) . .121


(21)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia tidak akan terlepas dalam upaya pemenuhan kebutuhannya. Kebutuhan tersebut bisa dalam bentuk barang ataupun jasa. Atas dasar itu negara sebagai organisasi terbesar di dunia berkewajiban melayani setiap warga negara untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Negara harus membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara termasuk penyandang disabilitas terkait peningkatan pelayanan publik.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia Atau WHO (World Health Organization),

disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan aktivitas, dan pembatasan partisipasi. Gangguan adalah sebuah masalah pada fungsi tubuh atau strukturnya; suatu pembatasan kegiatan adalah kesulitan yang dihadapi oleh individu dalam melaksanakan tugas atau tindakan, sedangkan pembatasan partisipasi merupakan masalah yang dialami oleh individu dalam keterlibatan dalam situasi kehidupan. Jadi disabilitas adalah sebuah fenomena kompleks, yang


(22)

mencerminkan interaksi antara ciri dari tubuh seseorang dan ciri dari masyarakat tempat dia tinggal.

Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997, penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan aktivitas secara selayaknya, yang terdiri dari; penyandang cacat fisik; penyandang cacat mental; penyandang cacat fisik dan mental.

Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa penyandang cacat identik dengan keterbatasan, sehingga aksesibilitas mereka terbatas, karena hingga saat ini para penyandang cacat di Indonesia belum memperoleh pelayanan yang memadai serta belum memperoleh kesempatan yang sama seperti halnya orang normal lainnya di dalam melakukan aktifitas hidupnya sehari-hari.

Hal ini didukung dengan pernyataan Komisioner Komnas HAM, Subkomisi Pendidikan dan Penyuluhan, Saharuddin Daming yang menyatakan bahwa lebih dari 6 juta jiwa penyandang cacat di Indonesia belum mendapatkan hak fasilitas transportasi dan publik dengan perlakuan khusus. Ia juga menyatakan kendala utama yang dihadapi penyandang cacat saat ini adalah belum adanya fasilitas publik yang aksesibel baik secara fisik maupun non-fisik. Mereka juga menghadapi social and cultural barrier yang menyebabkan mobilitas keseharian mereka terbatas

Selain itu menurut Saharudin Daming menyatakan, meski pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang No 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat untuk mengurangi kesenjangan. Namun pelaksanaanya belum optimal. Pada tahun 2000


(23)

pemerintah mencanangkan Gerakan Aksesibilitas Umum Nasional (GAUN) untuk memberikan akses bagi penderita cacat, hingga memungkinkan mereka memperoleh hak yang sama. Tetapi program ini jalan ditempat.

(http://news.okezone.com/read/2010/06/05/338/339740/penyandang-cacat-survei-aksesibilitas-transjakarta, diakses tanggal 29 Oktober 2013 pukul 21.10 WIB).

Padahal, aksesibilitas bagi penyandang disabilitas telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat Pasal 1 yang berbunyi: “Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang cacat guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan”. Hal tersebut diperjelas dalam Pasal 10 yang menyatakan bahwa, penyediaan aksesibilitas dimaksudkan untuk menciptakan keadaan dan lingkungan yang lebih menunjang penyandang cacat dapat sepenuhnya hidup bermasyarakat.

Oleh karena itu, aksesibilitas memiliki setidaknya empat azas menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006 yaitu: Pertama, azas kemudahan, artinya setiap orang dapat mencapai semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan. Kedua azas kegunaan, artinya semua orang harus dapat mempergunakan semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan. Ketiga azas keselamatan, artinya setiap bangunan dalam suatu lingkungan terbangun harus memperhatikan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang disabilitas. Keempat azas kemandirian, artinya setiap orang harus bisa mencapai, masuk dan mempergunakan semua tempat atau bangunan dalam suatu lingkungan dengan tanpa membutuhkan bantuan orang lain. (Focus


(24)

Discussion Group tentang Draft Raperda Pelindungan Penyandang Cacat Kota Bandung, Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat UNPAD dengan Sekretariat

DPRD Kota Bandung 2008, diakses tanggal 20 Oktober 2013 pukul 12.00 WIB).

Pada kenyataannya para penyandang disabilitas di Indonesia baik yang bermukim di kota besar maupun kota kecil belum merasakan kemudahan akses yang termuat dalam Undang–undang tersebut. Hal ini didukung oleh pernyataan penyandang cacat yang mengakui masih mengalami kesulitan, utamanya jika bepergian ke tempat umum. Ia mengeluhkan akses yang minim dari berbagai sarana publik yang membuatnya tidak nyaman beraktivitas di luar. Contohnya saja trotoar yang sempit serta keberadaan angkutan umum yang ada saat ini masih belum memfasilitasi para penyandang cacat sehingga, ia pun lebih memilih menggunakan sepeda motor yang telah dimodifikasi untuk mengantarnya ke mana-mana meskipun kadang harus merepotkan orang lain.

(http://jabar.tribunnews.com/2013/08/19/penyandang-cacat-kesulitan-akses?utm_source=twitterfeed&utm_medium=twitter, diakses tanggal 29 Oktober

2013, pukul 23.00 WIB)

Kita ketahui bahwa transportasi memiliki peranan penting bagi kehidupan masyarakat. Seperti yang dikemukakan oleh Nasution (2012) menyatakan bahwa kemajuan transportasi terkait dengan produktivitas. Kemajuan transportasi akan membawa peningkatan mobilitas manusia, mobilitas faktor-faktor produksi dan mobilitas faktor olahan yang dipasarkan. Makin tinggi mobilitas masyarakat, maka lebih produktivitas masyarakat.

Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui arti penting dari transportasi yaitu merupakan sarana dalam memajukan kesejahteraan ekonomi masyarakat karena


(25)

transportasi menciptakan dan meningkatkan derajat aksesibilitas (degree of

accessibility) dari potensi-potensi sumber daya alam dan luasnya pasar. Sumber

alam yang semula tidak termanfaatkan akan mudah terjangkau dan kemudian dapat diolah. Tidak terkecuali dengan penyandang disabilitas, penyandang disabilitas juga memiliki hak yang sama dengan masyarakat normal pada umumnya khususnya dalam hal mengakses transportasi publik.

Di Kota Bandar Lampung sendiri, terdapat moda transportasi yang tergolong baru yang merupakan ikon Kota Bandar Lampung yaitu Bus Rapid Transit Trans Bandar Lampung. BRT (Bus Rapid Transit) merupakan trend baru dalam pembangunan sistem transportasi di kota-kota besar di dunia. BRT dengan trunk line bus ini beroperasi ala kereta, biayanya murah, dan kapasitas angkutnya tinggi. Kota-kota yang telah menjalankannya antara lain Bogota, Curitiba, Sao Paulo, Quito, Seoul, Jakarta, dan Goangzhou. BRT ini menjadi pilihan karena biaya yang cukup murah dan cocok untuk negara berkembang.

Secara internasional, untuk mengukur kesuksesan dari sistem BRT yang telah diimplementasikan, Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) telah mengembangkan suatu standar penilaian untuk menentukan peringkat. Sistem penilaian ini disebut dengan standar BRT, yang membagi sistem BRT ke dalam peringkat emas, perak, atau perunggu. Standarisasi ini terbagi ke dalam beberapa kelompok, antara lain: perencanaan pelayanan, infrastruktur, desain halte dan pandangan halte bus, dan kualitas dari pelayanan dan sistem informasi penumpang sistem BRT.


(26)

Untuk mengurangi waktu kenaikan dan penurunan penumpang, standar emas dari sistem BRT memperkenalkan platform-level boarding. Dermaga halte didesain setara tingginya dengan lantai bis. Hal ini dibuat agar penumpang dapat lebih cepat naik dan turun dari bis, juga memberikan kemudahan akses bagi penumpang yang menggunakan kursi roda, orang tua dengan kereta bayi, anak-anak muda, dan lainnya. Standar BRT memberikan 5 poin untuk sistem BRT yang memiliki platform level boarding.

(http://www.pu.go.id/uploads/services/service20130717141509.pdf, diakses

Tanggal 24 November 2013 Pukul 22.02 WIB)

Pada tataran lokal (Kota Bandar Lampung), sejak kemunculan Bus Rapid Transit Trans Bandar Lampung telah mengalami permasalahan terkait manajemen pengelolaan transportasi tersebut. Dalam dokumentasi dari Forum Diskusi Publik Pelayanan Transportasi Umum Pengembangan BRT di Kota Bandar Lampung Tanggal 23 Februari 2012, PT. Trans Bandar Lampung menuai kritik terkait lemahnya aspek perencanaan yang terlihat dari minimnya prasarana, buruknya aspek pelayanan terkait erat dengan perencanaan yang lemah serta kelemahan dalam mengkomunikasikan perencanaan sehingga kemudian menimbulkan ketegangan antara masyarakat.

(http://www.instran.org/index.php/in/ruang-berita/depan/25-front-page/2500-permasalahan-brt-di-bandar-lampung-, Diakses

tanggal 18 November 2013, Pukul 23.20 WIB)

Perencanaan Trans Bandar Lampung yang kurang maksimal itu ditambah dengan minimnya akses penyandang disabilitas pada moda transportasi tersebut. Berdasarkan hasil pra-riset yang dilakukan peneliti pada tanggal 26 November


(27)

2013, peneliti menghubungi informan via telepon pada salah satu pengurus kantor Himpunan Wanita Penyandang Disabilitas Indonesia yaitu Dr. Perwira Adi Santika. Beliau menyatakan, akses penyandang cacat di Provinsi Lampung belum maksimal, tidak hanya pada sarana transportasi umum tetapi juga pada sarana prasarana publik. Beliau mencontohkan belum tersedianya fasilitas bagi penyandang cacat di bukan hanya di BRT bahkan di Pelabuhan Bakauheni yang merupakan pintu gerbang pulau Sumatera. Tidak hanya itu, beliau juga menyayangkan minimnya perhatian Pemerintah Provinsi Lampung dan instansi terkait terhadap penyandang cacat, sehingga keberlangsungan organisasi penyandang cacat dan advokasi hak–hak penyandang cacat tersendat.

Sejalan dengan itu, menurut publikasi WHO dan Bank Dunia pada tahun 2011, WHO dan Bank Dunia menyatakan bahwa banyak penyandang disabilitas di dunia yang mengalami hambatan yang luar biasa, dalam pendidikan, pelayanan kesehatan, transportasi dan lapangan kerja, bahkan dalam memberikan suara. Kondisi yang dihadapi penyandang cacat berbeda dari satu negara ke negara lainnya, masalah mendasar tetap sama. Di semua negara, masih ada stigma dan diskriminasi. Masih ada hambatan akses disemua negara seperti transportasi atau bangunan umum atau akses ke sekolah dan pekerjaan. Akibatnya, menurut studi itu, para penyandang cacat cenderung memiliki status kesehatan yang lebih buruk, prestasi pendidikan lebih rendah, kurang terlibat dalam perekonomian dan tingkat kemiskinan yang lebih tinggi. (http://m.voaindonesia.com/a/94212.html diakses pada tangggal 24 September 2013 pukul 00.16 WIB)


(28)

Terlebih lagi, dalam konsep kenegaraan transportasi publik memegang peranan penting selain manfaat ekonomi, sosial, politik dan fisik. Hal itu dikarenakan transportasi merupakan tugas, wewenang dan tanggung jawab negara dalam menyediakan sarana dan prasarana transportasi publik. Wewenang dan tugas pemerintah tersebut tertera dalam undang-undang dan mengakui hak–hak penyandang disabilitas dalam mengakses fasilitas publik tidak terkecuali hak untuk mengakses transportasi publik. Seperti yang telah diamanatkan oleh Pasal 9 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2011, tentang Pengesahan Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas sebagai berikut:

Agar penyandang disabilitas mampu hidup secara mandiri dan berpartisipasi secara penuh dalam semua aspek kehidupan, Negara harus mengambil kebijakan yang sesuai untuk menjamin akses bagi penyandang disabilitas, atas dasar kesetaraan dengan yang lainnya, terhadap lingkungan fisik, transportasi, informasi, dan komunikasi, termasuk teknologi dan sistem informasi dan komunikasi, serta terhadap fasilitas dan layanan lainnya yang terbuka atau tersedia untuk publik, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.

Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 juga disebutkan bahwa penyandang cacat berhak atas fasilitas pendukung penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan. Masih dengan referensi Undang-Undang yang sama disebutkan perlakuan khusus bagi penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak dan orang sakit yang tercantum dalam Pasal 242 ayat 1 dan 2 yaitu :(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan perlakuan khusus di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kepadapenyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, wanita hamil, dan orang sakit.(2) Perlakuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:. aksesibilitas; prioritas pelayanan; dan fasilitas pelayanan.


(29)

Aksesibilitas masih dianggap suatu hal kecil yang tidak perlu diperhatikan. Padahal, aksesibilitas merupakan amanat undang-undang yang harus dijalankan oleh semua lembaga baik pemerintah maupun swasta seperti dilansir Dr. Saharudin Daming dalam pidatonya pada peringatan satu dasawarsa GAUN 2000. Dr. Saharudin Daming menegaskan bahwa pengabaian aksesibilitas merupakan pelanggaran terhadap undang-undang. Jadi, sudah selayaknya hal tersebut menjadi perhatian semua pihak.

Selain itu, saat ini aksesibilitas menjadi isu yang semakin popular seiring dengan meningkatnya tuntutan dari kalangan penyandang disabilitas dan lanjut usia untuk memperoleh akses yang sama dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi. Bagi mereka, sebagaimana halnya orang-orang yang mampu secara fisik, kemudahan akses terhadap informasi dan komunikasi sangatlah penting, sama halnya dengan kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum seperti elevator, memasuki gedung, perjalanan ataupun menggunakan peralatan dengan aman dan mudah.

(http://hwpcipusat.wordpress.com/category/aksesibilitas/, diakses tanggal 28

Okttober 2013 Pukul 21.30 WIB).

Khusus pada transportasi publik, bahwa transportasi memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat, tidak terkecuali para penyandang cacat. Minimnya akses terhadap sarana prasarana publik, khususnya transportasi publik juga berpengaruh besar terhadap derajat hidup penyandang disabilitas. Bahkan pada Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 dimuat sanksi administratif bagi Perusahaan Angkutan Umum yang tidak memenuhi kewajiban menyediakan sarana dan prasarana pelayanan kepada penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, wanita hamil, dan orang sakit.


(30)

Pada tahap implementasinya, kebijakan tersebut belum berjalan secara maksimal, karenanya peneliti tertarik untuk mengkaji peran instansi terkait (dalam hal ini Dinas Perhubungan dan PT. Trans Bandar Lampung) dalam memberikan pelayanan terkait penyelenggaraan aksesibilitas transportasi publik bagi penyandang disabilitas serta faktor-faktor apa saja yang menghambat pelaksanaan pelayanan publik tersebut. Untuk itu dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan penelitian mengenai “AKSESIBILITAS PENYANDANG DISABILITAS TERHADAP MODA TRANSPORTASI BUS RAPID TRANSIT DI KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013”.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana aksesibilitas penyandang disabilitas pada moda transportasi publik

Bus Rapid Transit di Kota Bandar Lampung pada tahun 2013?

2. Bagaimana peran Dinas Perhubungan dan PT. Trans Bandar Lampung dalam penyelenggaraan pelayanan publik bagi penyandang disabilitas pada moda transportasi Bus Rapid Transit di Kota Bandar Lampung Tahun 2013?

3. Faktor-faktor apa yang menghambat penyelenggaraan pelayanan publik terkait aksesibilitas bagi penyandang disabilitas pada moda transportasi Bus Rapid

Transit di Kota Bandar Lampung Tahun 2013?

C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis aksesibilitas penyandang disabilitas pada moda transportasi publik Bus Rapid Transit di Kota Bandar Lampung Tahun 2013.


(31)

2. Untuk menganalisis peran Dinas Perhubungan dan PT. Trans Bandar Lampung dalam penyelenggaraan pelayanan publik bagi penyandang disabilitas pada moda transportasi Bus Rapid Transit di Kota Bandar Lampung Tahun 2013.

3. Untuk menganalisis faktor-faktor yang menghambat peran Dinas Perhubungan dan PT. Trans Bandar Lampung dalam penyelenggaraan pelayanan publik terkait aksesibilitas bagi penyandang disabilitas pada moda transportasi Bus

Rapid Transit di Kota Bandar Lampung Tahun 2013.

D. KEGUNAAN PENELITIAN Kegunaan penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan Ilmu Administrasi Negara dalam bidang pelayanan publik khususnya mengenai pelayanan publik di bidang transportasi publik yaitu pada moda transportasi

Bus Rapid Transit bagi penyandang disabilitas di Kota Bandar Lampung

Tahun 2013.

2. Secara praktis penelitian yang dilakukan diharapkan dapat berguna bagi Instansi Pemerintahan pada umumnya seta Perusahaan Penyedia Jasa Transportasi Umum pada khususnya.

3. Penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya dan berguna dalam pengembangan keilmuan pada umumnya.


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Mengenai Pelayanan Publik 1. Pengertian Pelayanan Publik

Masyarakat setiap saat selalu menuntut pelayanan publik yang berkualitas dari birokrat, meskipun tuntutan tersebut sering tidak sesuai dengan harapan karena secara empiris pelayanan publik yang ada masih bercirikan berbelit-belit, lambat, mahal, dan melelahkan.

Secara konseptual, pelayanan menurut Kotler (dalam Sinambela dkk 2006:4) adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Selanjutnya Sampara berpendapat (dalam Sinambela dkk 2006:5), pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antarseseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan. Kemudian dalam Kamus Besar Bahasa


(33)

Indonesia dijelaskan bahwa pelayanan sebagai hal, cara, atau hasil pekerjaan melayani.

Sementara itu, istilah publik berasal dari Bahasa Inggris public yang berarti umum, masyarakat, Negara. Kata publik sebenarnya sudah diterima menjadi Bahasa Indonesia Baku menjadi publik yang berarti umum, orang banyak, ramai. Padanan kata yang tepat digunakan adalah praja yang sebenarnya bermakna rakyat sehingga lahir istilah pamong praja yang berarti pemerintah yang melayani kepentingan seluruh rakyat. Inu dan kawan-kawan (dalam Sinambela dkk 2006:5) mendefinisikan publik adalah sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang merasa memiliki.

Oleh karena itu, Sinambela dan kawan-kawan mengartikan pelayanan publik sebagai kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.


(34)

Menurut Undang-Undang No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Berdasarkan definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pelayanan publik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan

akan pelayanan yang menawarkan kepuasan bagi setiap warga negara yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Pelayanan publik adalah salah satu tugas utama pemerintah yaitu untuk melayani warga masyarakatnya, dasar terselenggaranya pelayanan publik itu sendiri terwujud pada salah satu Undang-Undang yang berlaku di Indonesia yaitu Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Undang-Undang diatas yang menjadi dasar utama bagi peneliti dalam menganalisis arti penting pelayanan publik khususnya aspek aksesibilitas transportasi publik pada moda transportasi Bus Rapid Transit bagi penyandang cacat di Kota Bandar Lampung.


(35)

2. Klasifikasi Pelayanan Publik

Pelayanan publik yang harus diberikan pemerintah dapat diklasifikasikan kedalam dua kategori utama, yaitu pelayanan kebutuhan dasar dan pelayanan umum. Menurut Mahmudi dalam Hardiyansyah (2011:20-23), dijelaskan sebagai berikut:

1) Pelayanan kebutuhan dasar

Pelayanan kebutuhan dasar yang harus diberikan oleh pemerintah tersebut meliputi: kesehatan, pendidikan dasar, dan bahan kebutuhan pokok syarakat.

2) Pelayanan umum

Selain pelayanan kebutuhan dasar, pemerintah sebagai instansi penyedia pelayanan publik juga harus memberikan pelayanan umum kepada masyarakatnya. Pelayanan umum yang harus diberikan pemerintah terbagi dalam tiga kelompok yaitu: a) pelayanan administratif, b) pelayanan barang, c) pelayanan jasa yang jika dijelaskan sebagai berikut:

a) Pelayanan administratif

Pelayanan administratif adalah pelayanan berupa penyediaan berbagai bentuk dokumen yang dibutuhkan oleh publik, misalnya: pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), sertifikat tanah, akta kelahiran, akta kematian, paspor dan lain sebagainya.


(36)

b) Pelayanan barang

Pelayanan barang adalah pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang yang menjadi kebutuhan publik, misalnya: jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, penyediaan air bersih.

c) Pelayanan jasa

Pelayanan jasa adalah pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan publik, misalnya pendidikan tinggi dan menengah, pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan transportasi, jasa pos, penanggulangan bencana serta pelayanan sosial (asuransi atau jaminan sosial social security).

Sedangkan jenis-jenis pelayanan publik menurut Lembaga Administrasi Negara yang dimuat dalam SANKRI Buku III (dalam Hardiyansyah, 2011:24) adalah:

1) Pelayanan pemerintahan adalah jenis pelayanan masyarakat yang terkait dengan tugas-tugas umum pemerintahan, seperti pelayanan KTP, SIM, pajak, perizinan, dan keimigrasian.

2) Pelayanan pembangunan adalah suatu jenis pelayanan masyarakat yang terkait dengan penyediaan sarana dan prasarana untuk memberikan fasilitas kepada masyarakat dalam melakukan aktivitasnya sebagai warga Negara. Pelayanan ini meliputi: penyediaan jalan-jalan, jembatan-jembatan, pelabuhan-pelabuhan dan lainnya.


(37)

3) Pelayanan utilitas adalah jenis pelayanan yang terkait dengan utilitas bagi masyarakat seperti penyediaan listrik, air, telepon dan transportasi lokal. 4) Pelayanan sandang, pangan dan papan adalah jenis pelayanan yang

menyediakan bahan kebutuhan pokok masyarakat dan kebutuhan perumahan, seperti penyediaan beras, gula, minyak, gas, tekstil dan perumahan murah.

5) Pelayanan kemasyarakatan adalah jenis pelayanan yang dilihat dari sifat dan kepentingannya lebih ditekankan pada kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, penjara, rumah yatim piatu dan lain sebagainya.

Berdasarkan klasifikasi diatas, peneliti tertarik untuk meneliti penyelenggaraan jasa transportasi atau pelayanan utilitas transportasi lokal pada Kota Bandar Lampung yaitu pelayanan Bus Rapid Transit (BRT) terkait aksesibilitas penyandang disabilitas pada moda transportasi tersebut.


(38)

3. Asas Pelayanan Publik

Dalam menyelenggarakan pelayanan publik, para birokrat memiliki pedoman khusus yang mejadi acuan dalam penyelenggaran pelayan publik.Pedoman para birokrat itu salah satunya adalah asas-asas pelayanan publik. Di Indonesia telah diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik, dalam Undang-undang tersebut disebutkan bahwa asas pelayanan publik, tersebut adalah sebagai berikut:

a) kepentingan umum, yaitu pemberian pelayanan tidak boleh mengutamakan kepentingan pribadi dan/atau golongan.

b) kepastian hukum, yaitu jaminan terwujudnya hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan pelayanan.

c) kesamaan hak, yaitu pemberian pelayanan tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi.

d) keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pemenuhan hak harus sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun penerima pelayanan.


(39)

e) keprofesionalan, yaitu pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugas.

f) partisipatif, yaitu peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat.

g) persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, yaitu setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan yang adil.

h) keterbukaan, yaitu setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah mengakses dan memperoleh informasi mengenai pelayanan yang diinginkan.

i) akuntabilitas, yaitu proses penyelenggaraan pelayanan harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

j) fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, yaitu pemberian kemudahan terhadap kelompok rentan sehingga tercipta keadilan dalam pelayanan.

k) ketepatan waktu, yaitu penyelesaian setiap jenis pelayanan dilakukan tepat waktu sesuai dengan standar pelayanan.


(40)

l) kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan, yaitu setiap jenis pelayanan dilakukan secara cepat, mudah, dan terjangkau. (Pasal 4 UU No 25 Tahun 2009)

Terkait dengan tema penelitian ini, peneliti menitikberatkan pada poin fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan sehingga tercipta keadilan dalam pelayanan yang terkandung dalam asas pelayanan publik menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009. Karena poin dalam prinsip pelayanan publik ini berkaitan langsung dengan tema penelitian peneliti, yaitu aksesibilitas yang berkaitan erat dengan pemberian fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan dan memiliki artian bahwa pelayanan publik yang ada haruslah aksesibel bagi kelompok rentan –seperti penyandang disabilitas- yang disebutkan pada poin sebelumnya dalam asas pelayanan publik tersebut. Lebih lanjut, dalam menganalisis tema tersebut, peneliti mencantumkan materi yang berkaitan dengan pelayanan publik yang akan dijelaskan secara lebih jauh pada poin berikutnya.

4. Standar Pelayanan Publik

Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan, sebagai jaminan adanya kepastian bagi pemberi didalam pelaksanaan tugas dan fungsinya dan bagi penerima pelayanan dalam proses pengajuan permohonannya. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan


(41)

pelayanan pelayanan publik sebagai pedoman yang wajib ditaati dan dialkasanakan oleh penyelenggara pelayanan dan menjadi pedoman bagi penerima pelayanan dalam proses pengajuan permohonan, serta sebagai alat kontrol masyarakat dan/atau penerima layanan atas kinerja penyelenggara layanan.

Oleh karena itu, perlu disusun dan ditetapkan standar pelayanan sesuai dengan sifat, jenis dan karakteristik layanan yang diselenggarakan, serta memperhatikan kebutuhan dan kondisi lingkungan. Menurut KEPMENPAN Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, standar pelayanan publik sekurang-kurangnya meliputi:

1) Prosedur pelayanan 2) Waktu penyelesaian 3) Biaya pelayanan 4) Produk pelayanan 5) Sarana dan prasarana

6) Kompetensi petugas pelayanan

Selanjutnya untuk melengkapi standar pelayanan diatas, ditambahkan materi muatan yang dikutip dari rancangan Undang-Undang tentang pelayanan publik (Hardiyansyah, 2011:28-29), yang dianggap cukup realistis untuk menjadi materi muatan standar pelayanan publik, sehingga susunannya menjadi sebagai berikut:


(42)

a. Dasar hukum b. Persyaratan;

c. Prosedur pelayanan; d. Waktu penyelesaian; e. Biaya penyelesaian; f. Produk pelayanan; g. Sarana dan prasarana;

h. Kompetensi petugas pelayanan;

i. Pengawasan intern;

j. Pengawasan ekstern;

k. Penanganan pengaduan, saran, dan masukan; l. Jaminan pelayanan

Standar pelayanan publik tersebut menjadi pedoman analisis peneliti dalam meneliti terselenggaranya pelayanan publik di bidang jasa transportasi khususnya pemberian layanan bagi penyandang disabilitas di Kota Bandar Lampung demi terwujudnya komitmen peningkatan kualitas pelayanan.


(43)

5. Kualitas Pelayanan Publik

Konsep kualitas bersifat relatif, karena penilaian kualitas sangat ditentukan dari perspektif yang digunakan. Menurut Trilestari (dalam Hardiyansyah 2011:35) pada dasarnya terdapat tiga orientasi kualitas yang seharusnya konsisten antara yang satu dengan yang lain, yaitu persepsi pelanggan, produk, dan proses. Untuk produk jasa pelayanan, ketiga orientasi tersebut dapat menyumbangkan keberhasilan organisasi ditinjau dari kepuasan pelanggan. Norman (dalam Hardiyansyah 2011:35) mengatakan bahwa apabila kita ingin sukses memberikan kualitas pelayanan, kita harus memahami terlebih dahulu karakteristik tentang pelayanan sebagai berikut:

a) Pelayanan sifatnya tidak dapat diraba, pelayanan sangat berlawanan sifatnya dengan barang jadi.

b) Pelayanan itu kenyataannya terdiri dari tindakan nyata dan merupakan pengaruh yang sifatnya adalah tindak sosial.

c) Produksi dan konsumsi dari pelayanan tidak dapat dipisahkan secara nyata, karena pada umumnya kejadian bersamaan dan terjadi di tempat yang sama.


(44)

Sedangkan menurut, Sinambela, dkk. (2006) kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of

customers). Secara teoritis, pelayanan dikatakan berkualitas atau memuaskan bila

pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat. Apabila masyarakat tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak berkualitas atau tidak efisien. Karena itu, kualitas pelayanan sangat penting dan selalu fokus kepada kepuasan pelanggan. Tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat.

Kata “kualitas” sendiri mengandung banyak pengertian, menurut Kamus Bahasa Indonesia, kualitas berarti: (1) tingkat baik buruknya sesuatu; (2) derajat atau taraf (kepandaian, kecakapan, dsb); atau mutu.Konsep kualitas pelayanan dapat dipahami melalui perilaku konsumen (consumer behavior), yaitu suatu perilaku yang dimainkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, dan

mengevaluasi suatu produk maupun pelayanan yang diharapkan dapat memuaskan kebutuhan mereka. Menurut Ibrahim (dalam Hardiyansyah 2011:40), kualitas pelayanan publik merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan dimana penilaian kualitasnya ditentukan pada saat terjadinya pemberian pelayanan publik tersebut. Untuk mencapai kepuasan itu, dituntut kualitas pelayanan yang tercermin dari;


(45)

a) Transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai dan mudah dimengerti;

b) Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c) Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas;

d) Partisipatif, yakni pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan peleyanan publik dengan memperhatikan aspirasi kebutuhan dan harapan masyarakat;

e) Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak diskriminatif dilihat dari aspek f) apa pun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial dan lain-lain; g) Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang

mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik. (dalam Sinambela dkk 2006)

Menurut Zeithaml dkk (dalam Hardiyansyah 2011:41), kualitas pelayanan dapat diukur dari 10 dimensi, yaitu:


(46)

1. Reliability menyangkut konsistensi dari performance dan dapat dipercaya. Terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat.

2. Responsiveness menyangkut kemauan atau kesiapan karyawan untuk

memberikan pelayanan pada konsumen dan bertanggungjawab atas mutu pelayanan yang diberikan. Hal ini juga menyangkut ketepatan waktu dari pelayanan.

3. Competence yang bermakna memiliki keahlian dan pengetahuan yang

dibutuhkan untuk memberikan pelayanan. Terdiri dari tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan dan keterampilan yang baik oleh aparatur dalam memberikan layanan.

4. Access menyangkut kemudahan untuk dihubungi serta kemudahan untuk

mengadakan kontak dan pendekatan.

5. Courtesy menyangkut etika kesopanan, rasa hormat, kesungguhan,

kerama-tamahan dari penyedia jasa. Terdiri dari sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap, terhadap keinginan konsumen serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi.


(47)

6. Communication berarti menjaga agar tiap pelanggan mendapat informasi sesuai dengan bahasa yang mereka pahami dan mendengarkan keinginan serta aspirasi mereka. Hal ini berarti pemberi layanan tersebut harus menyesuaikan bahasa mereka dengan konsumen yang berbeda--meningkatkan level bahasa pada pelanggan yang berpendidikan baik serta berbicara secara mudah dan sederhana kepada orang yang baru.

7. Credibility menyangkut dapat dipercaya, kejujuran penyedia jasa untuk

menarik kepercayaan masyarakat. Hal ini bermakna konsumen memiliki ketertarikan di hati.

8. Security adalah pelayanan yang diberikan harus dijamin bebas dari bahaya,

resiko, ataupun keraguan.

9. Understanding/knowing the customer menyangkut usaha pemberi layanan

untuk memahami apa yang konsumen butuhkan.

10.Tangibles menyangkut lingkungan fisik dan gambaran fisik yang berupa


(48)

Berdasarkan uraian diatas, kualitas pelayanan memang bersifat abstrak dan subjektif tergantung dengan penerima layanan, namun dengan indikator kualitas pelayanan dapat diketahui dengan lebih akurat kualitas pelayanan publik yang ada. Secara garis besar pengukuran kualitas pelayanan menurut Sinambela dkk dan menurut Zeithaml dkk sama hanya indikator yang menjadi turunan indikator. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan 10 dimensi kualitas pelayanan yang diutarakan oleh Zeithaml karena terdapat beberapa poin yang berkaitan erat dengan fokus penelitian peneliti. Poin yang dimaksud peneliti ialah poin access,

security, understanding/knowing the customer, serta tangible.

B. Tinjauan Mengenai Keadilan Sosial 1. Pengertian Keadilan Sosial

Untuk mengetahui konsep keadilan sosial, kita harus lebih dahulu mengetahui arti dari keadilan sosial. Definisi mengenai keadilan sosial sangat beragam, dapat ditunjukkan dari berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para pakar di bidang hukum yang memberikan definisi berbeda-beda mengenai keadilan.

Keadilan sosial menurut Bur Rasuanto (2005:6) adalah keadilan yang berhubungan dengan pembagian nikmat dan beban dari suatu kerjasama sosial


(49)

khususnya yang disebut negara. Karena itu, keadilan sosial juga sering disebut keadilan distributif. Keadilan sosial manurut Franz Margnis Suseno (2003:362)

juga dapat didefinisikan sebagai keadilan yang pelaksanaanya tergantung dari struktur proses-proses ekonomis, politis, sosial, budaya dan ideologis dalam masyarakat.

Keadilan dari sudut pandang bangsa Indonesia disebut juga keadilan sosial, secara jelas dicantumkan dalam pancasila sila ke-2 dan ke-5, serta UUD 1945. Keadilan adalah penilaian dengan memberikan kepada siapapun sesuai dengan apa yang menjadi haknya, yakni dengan bertindak proposional dan tidak melanggar hukum. Keadilan berkaitan erat dengan hak, dalam konsepsi bangsa Indonesia hak tidak dapat dipisahkan dengan kewajiban. Dalam konteks pembangunan bangsa Indonesia keadilan tidak bersifat sektoral tetapi meliputi ideologi, Ekopolesosbudhankam. Untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur.

Adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan.

Peneliti sependapat dengan konsep keadilan yang tertera pada Pancasila maupun UUD 1945, yaitu konsepsi keadilan harus bertindak proporsional dan senantiasa berusaha menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan termasuk bagi para penyandang disabilitas.


(50)

2. Tugas dan Fungsi Pemerintah Terhadap Warganya

Para pakar ilmu politik mengatakan bahwa negara merupakan bentuk perserikatan terbesar yang dikenal oleh manusia. Jika negara dibentuk oleh suatu pemerintah, keberadaanyan mutak diperlukan untuk menjaga terpeliharanya berbagai kepentingan yang berbeda-beda dan bahkan mungkin tidak sinkron, memelihara keseimbangan antara perolehan hak dan penunaian kewajiban oleh para warga yang pada akhirnya mengacu pada peningkatan kesejahteraan bersama.

Menurut Rasuanto (2005) tugas atau kewajiban negara dalam masyarakat modern termasuk usaha untuk menjamin dan seperlunya menciptakan kesamaan minimal antara semua warga masyarakat. Negara tidak boleh membiarkan orang terpaksa, karena tidak memiliki sarana secukupnya, hidup di bawah tingkat minimal yang masih dianggap wajar. Ketidaksamaan alamiah yang dengan sendirinya terdapat antara manusia dan kelompok manusia dan kemudian diperkuat melalui pelembagaan struktur-struktur sosial wajib diimbangi oleh negara.

Pemerintah memainkan peran penting dalam hal kehidupan warga negaranya, seperti fungsi pengaturan, fungsi perumusan berbagai jenis kebijaksanaan, fungsi pelayanan, fungsi penegakan hukum, serta fungsi pemeliharaan ketertiban umum dan keamanan. Dalam pekembangan selanjutnya, dalam kehidupan berbangsa dan


(51)

bermasyarakat pemerintah dituntut memiliki pernanan lain salah satunya yaitu fungsi negara sebagai negara kesejahteraan (welfare state).

3. Hak Asasi Manusia

Secara umum, hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada setiap orang sejak orang itu dilahirkan. Karena hak dasar itu melekat pada setiap orang, maka manusa menghendaki terpenuhinya hak tersebut baik secara individu maupun untuk keperluan bersama melalui kerjasama. Hak dasar itu wajib dihormati dan diberi tempat yang wajar di masyarakat termasuk masyarakat negara. Negara berkewajiban menjamin hak-hak warga negaranya melalui aturan yang adil.

Menurut Jhon Locke (dalam Ubaedillah, 2012) hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Selanjutnya menurut Meriam Budiarjo, hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya di dalam kehidupan masyarakat.


(52)

Serta menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 hak asasi manusia adalah merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal danlanggeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun.

Sebagai negara yang menghargai hak asasi manusia bahkan sebelum lahirnya pernyataan hak asasi manusia yang dideklarasikan organisasi PBB sewajarnya seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan keadilan tersebut dalam aspek terpenuhinya pelayanan publik bagi mereka dalam konteks ini penyandang disabilitas yang belum mendapat akses transportasi publik secara maksimal. Kaum minoritas seperti penyandang disabilitas juga berhak mendapatkan akses pelayanan publik yang diselenggarakan pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.

4. Hak Atas Pelayanan Umum

Pada situasi yang sudah mapan hak asasi dan hak-hak lain yang timbul karena peraturan perundang-undangan telah di miliki dan dijamin, terdapat kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi, mempermudah dan mempercepat perolehan hak itu. Kegiatan itu berupa pelayanan yang dilakukan oleh siapapun dalam rangka pemenuhan hak itu. Oleh karena kegiatan pelayanan itu menurut Moenir (2006:4) menyangkut pemenuhan suatu hak maka ia akan menjadi hak turutan yang juga melekat pada tiap orang. Jadi memperoleh pelayanan yang wajar untuk


(53)

mendapatkan hak itu adalah suatu hak juga. Hak dan kewajiban merupakan satu kesatuan yang berlainan sisi, seperti mata uang. Apabila ada hak, maka pasti ada kewajiban, baik pada satu pribadi maupun pada pribadi yang berlainan namun satu ikatan.

Kewajiban menyangkut pada tugas yang harus dilaksanakan, bentuk kewajiban itu dapat berupa layanan lisan, tulisan atau perbuatan. Karena memperoleh layanan itu adalah hak, maka apabila tidak dipenuhi oleh orang atau kelompok orang yeng berkewajiban memenuhi hak, ia perlu dan harus memperjuangkan, meskipun cara memperjuangkannya tidak sama dengan memperjuangkan hak yang lebih tinggi seperti halnya hak asasi manusia dan sebagainya. Namun perjuangan ini tidak kalah sulit, rumit dan memakan waktu lama karena dapat berdampak luas.

Banyak kemungkinan tidak adanya layanan yang memadai antara lain karena kurang adanya kesadaran terhadap tugas/kewajiban yang menjadi tanggung jawabnya. Akibatnya mereka bekerja dan melayani seenaknya (santai), padahal orang yang menunggu hasil kerjanya sudah gelisah. Akibat wajar dari ini adalah tidak adanya disiplin kerja.


(54)

Sistem, prosedur dan metode kerja yang ada tidak memadai, juga berpengaruh sehingga mengakibatkan mekanisme kerja tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan dan tidak berjalan seperti yang semestinya. Pengorganisasian juga merupakan elemen penting dalam sebuah instansi. Pengorganisasian tugas

pelayanan yang belum selesai, dapat menyebabkan terjadinya simpang siur penanganan tugas, tumpang tindih (overlapping) atau tercecernya suatu tugas tidak ada yang menangani.

Faktor pendapatan aparatur atau pegawai, pendapatan pegawai yang tidak mencukupi memenuhi kebutuhan hidup meskipun secara minimal. Akibatnya pegawai tidak tenang dalam bekerja, berusaha mencari tambahan pendapatan dalam kerja dengan cara antara lain menjual jasa pelayanan. Faktor kemampuan aparatur atau pegawai, kemampuan pegawai yang tidak memadai untuk tugas yang dibebankan kepadanya. Akibatnya, hasil pekerjaan tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan. Terakhir, Faktor sarana dan prasarana. Tidak tersedianya sarana prasarana yang memadai. mengakibatkan pekerjaan menjadi lamban, waktu banyak hilang dan penyelesaian masalah terlambat.


(55)

Sedangkan hak mendapatkan pelayanan ini sudah bersifat universal terhadap siapa saja yang berkepentingan atas hak itu dan oleh organisasi apapun yang bertugas menyelenggarakan pelayanan. Sebagai pihak yang ingin memperoleh pelayanan yang baik dan memuaskan, maka perwujudan pelayanan yang didambakan masyarakat ialah adanya kemudahan dalam pengurusan kepentingan dengan pelayanan yang cepat dalam arti tanpa hambatan yang kadangkala dibuat-buat. Penegakkan disiplin dalam melaksanakan tugas, baik disiplin dalam hal menepati waktu maupun disiplin dalam pelaksanaan fisik pekerjaan.

Kemudian memperoleh pelayanan secara wajar tanpa gerutu, sindiran atau kata

lain yang mengarah pada permintaan sesuatu, baik dengan alasan untuk dinas (pembelian kertas, ganti ongkos fotokopi/cetak), atau alasan lainnnya. Sebenarnya mendapatkan pelayanan yang wajar itu adalah hak. Mendapatkan perlakuan yang sama dalam pelayanan terhadap kepentingan yang sama, tertib dan tidak pandang bulu. dan juga pelayanan yang jujur dan terus terang, artinya apabila ada hambatan karena ada suatu masalah yang tidak dapat dielakkan hendaknya diberitahukan, sehingga orang tidak menunggu-nunggu untuk sesuatu yang tidak menentu.


(56)

Keempat hal itulah yang menjadi dambaan setiap orang yang berurusan dengan badan/instansi yang bertugas melayani masyarakat. Apabila hal itu dapat dipenuhi masyarakat akan puas, dan dampak dari kepuasan masyarakat antara lain, masyarakat sangat menghargai (respect) kepada korps pegawai yang bertugas di bidang pelayanan umum. Mereka tidak memandang remeh dan mencemooh korps itu dan tidak pula berlaku sembarangan. Masyarakat terdorong memenuhi aturan dengan penuh kesadaran tanpa prasangka buruk, sehingga lambat laun dapat terbentuk sistem pengendalian diri (self control) yang akan sangat efektif dalam ketertiban berpemerintahan dan bernegara.

Lebih khusus hak bagi penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil dan balita juga tertera pada keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 yang mengatur bahwa penyelenggaraan pelayanan wajib mengupayakan tersedianya sarana dan

prasarana yang diperlukan serta memberikan akses khusus berupa kemudahan pelayanan bagi penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil dan balita.

Dinas Perhubungan sebagai instansi pemerintah yang menjamin sarana dan prasarana transportasi publik sebaiknya mulai memperhatikan ketersediaan transportasi publik bagi penyandang disabilitas karena tuntutan masyarakat sudah sedemikian kompleks.


(57)

C. Tinjauan Mengenai Aksesibilitas Transportasi Publik 1. Pengertian Transportasi

Bangsa yang maju, ditandai dengan adanya sumber daya yang berkualitas, sumber daya alamyang potensial, kepemimpinan yang berwawasan pembangunan serta ditunjang oleh sistem transportasi yang berkualitas. Sistem transportasi yang berkualitas (lancar, aman/selamat, berkapasitas, tertib dan teratur, murah dan nyaman) diperlukan untuk menunjang pembangunan kegiatan sektor-sektor lain dan memiliki manfaat sosial, politis dan ekonomis. Berikut beberapa pengertian transportasi menurut para ahli:

Menurut Adisasmita (2011:1), transportasi diartikan sebagai kegiatan yang melakukan pengangkutan atau pemindahan muatan (yang terdiri dari barang dan manusia) dari suatu tempat ke tempat lain, dari tempat asal ke tempat lain, dari tempat asal ke tempat tujuan. Sedangkan menurut Warpani (2002), transportasi didefinisikan sebagai kegiatan perpindahan orang dan barang dari satu tempat (asal) ke tempat lain (tujuan) dengan menggunakan sarana (kendaraan). Dan menurut Tamin (2000:38), transportasi adalah suatu sistem yang terdiri dari prasarana/sarana dan sistem pelayanan yang memungkinkan adanya pergerakan ke seluruh wilayah sehingga terakomodasi mobilitas penduduk, dimungkinkan adanya pergerakan barang dan dimungkinkannya akses ke semua wilayah.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, secara garis besar transportasi adalah kegiatan pengangkutan atau perpindahan manusia maupun barang dari tempat asal


(58)

ke tempat tujuan yang dibutuhkan serta memungkinkan pergerakan dan akses ke semua wilayah. Namun penyelenggaraan transportasi publik tidak sesederhana itu, karena penyelenggaraan transportasi publik dibentuk oleh sebuah kebijakan yang mengatur standar terselenggaranya transportasi publik.Banyak aspek yang perlu diperhatikan oleh pihak-pihak yang terlibat.

Terselenggaranya pelayanan tranportasi perkotaan (yang efektif dan efisien) ditentukan oleh tersedianya unsur-unsur transportasi utama, yaitu (1) Prasarana transportasi (jalan), (2) sarana transportasi (kendaraan umum), (3) terminal

(angkutan perkotaan), dan (4) muatan (penumpang). Keseluruhannya didukung oleh peraturan perundangan yang jelas, kebijakan yang terarah, perencanaan yang

tepat dan dinamis, yang diperkuat oleh manajemen lalu lintas yang komprehensif, kesadaran masyarakat berlalu lintas, pengawasan dan pemberian sanksi yang tegas (Rahardjo Adisasmita dan Sakti Adji Adisasmita, 2011).

2. Pengertian Aksessibilitas

Menurut Black (dalam Miro 2004:18), aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain, dan mudah atau sulitnya lokasi tersebut dicapai melalui transportasi. Selain itu menurut Lynch (dalam Rahmahana 2013), aksesibilitas adalah memperhatikan kemampuan seseorang menuju ke tempat orang lain, ke tempat kegiatan, ke


(59)

sumber daya yang ada, ke tempat pelayanan, ke tempat informasi, atau ke tempat yang lain.

Carr (dalam Rahmahana 2013) mengungkapkan bahwa aksesibilitas termasuk dalam hak seseorang dalam ruang publik. Aksesibilitas adalah kemudahan untuk memasuki suatu ruang tergantung pada fungsi ruang tersebut. Terdapat tiga konsep utama dalam menentukan aksesibilitas, antara lain: aksesibilitas fisik, aksesibiitas visual, aksesibilitas simbolik. Selanjutnya, Miro (2004:5) menyatakan bahwa tingkat aksesibilitas wilayah juga bisa di ukur berdasarkan pada beberapa

variabel yaitu ketersediaan jaringan jalan, jumlah alat transportasi, panjang, lebar jalan, dan kualitas jalan. Selain itu yang menentukan tinggi rendahnya tingkat akses adalah pola pengaturan tata guna lahan. Keberagaman pola pengaturan fasilitas umum antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Seperti keberagaman

pola pengaturan fasilitas umum terjadi akibat berpencarnya lokasi fasilitas umum secara geografis dan berbeda jenis dan intensitas kegiatannya. Kondisi ini

membuat penyebaran lahan dalam suatu wilayah menjadi tidak merata (heterogen) dan faktor jarak bukan satu-satunya elemen yang menentukan tinggi rendahnya tingkat aksesibilitas.


(60)

Faktor yang mempengaruhi fungsi rendahnya aksesibilitas adalah topografi, sebab dapat menjadi penghalang bagi kelancaran untuk mengadakan interaksi di suatu daerah. Keadaan hidrologi seperti sungai, danau, rawa, dan laut juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan pembangunan pertanian, perikanan, perhubungan, perindustrian, kepariwisataan. Jadi tinggi rendahnya wilayah sangat tergantung pada morfologi, topografi, dan laut juga sistem jaringan serta tersedianya sarana dan prasarana pendukung untuk memperlancar berbagai hubungan antara daerah sekitarnya (Sumaatmadja, 1988:54).

Seperti yang telah dikatakan oleh berbagai sumber tersebut, faktor fisik atau kondisi geografis yang menentukan tinggi rendahnya aksesibilitas masyarakat

terhadap transportasi publik namun juga ketersediaan sarana dan prasarana pendukung yang dapat dijadikan variabel penentu aksesibilitas. Apabila transportasi publik yang ada di Bandar Lampung saat ini dilengkapi dengan sarana dan prasarana pendukung bagi penyandang disabilitas, tentu cepat ataupun


(61)

lambat penyandang disabilitas dapat meggunakan transportasi publik secara lebih nyaman dan lebih baik dari sebelumnya.

3. Asas - Asas Aksesibilitas

Seperti yang diketahui, pembangunan sarana dan prasarana publik di Indonesia belum banyak memperhatikan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas. Sehingga ruang gerak penyandang disabilitas sangat terbatas dan membutuhkan bantuan orang lain padahal, penyandang disabilitas berhak untuk mendapat penghidupan yang normal dan mandiri. Ada beberapa asas dalam aksesibilitas yang harus diperhatikan menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006 adalah:

a. Kemudahan, yaitu semua orang dapat mencapai semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan.

b. Kegunaan, yaitu setiap orang harus dapat mempergunakan semua tempat atau bengunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan.

c. Keselamatan, yaitu setiap bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan terbangun, harus memperhatikan keselamatan bagi semua orang.


(62)

d. Kemandirian, yaitu setiap orang harus dapat mencapai, masuk, dan mempergunakan semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan dengan tanpa membutuhkan bantuan orang lain.

Asas-asas tersebut digunakan peneliti dalam menganalisis peran Dinas Perhubungan dan PT. Trans Bandar Lampung dalam penyelenggaraan pelayanan publik terkait aksesibilitas bagi penyandang disabilitas pada moda transportasi

Bus Rapid Transit di Kota Bandar Lampung Tahun 2013.

4. Manfaat Transportasi

Diketahui bahwa transportasi mempunyai banyak manfaat bagi kehidupan, khususnya keberadaan transportasi masal yang mutlak diperlukan masyarakat. Hal itu dikarenakan jasa transportasi menciptakan guna tempat dan waktu.Menurut Adisasmita (2011:8) guna yang diciptakan jasa transportasi merupakan manfaat dalam lingkup lokal, regional, nasional dan internasional. Lingkupnya sangat luas, bersifat multi sektoral dan multi disiplin. Bersifat multi sektoral yang ditunjukkan bahwa fungsi transportasi adalah menunjang kegiatan-kegiatan sektor lain (seperti sektor perdagangan, industri, pendidikan, kesehatan, pariwisata, transmigrasi, dan lain-lain). Bersifat multi didiplin, artinya disiplin transportasi terkait dengan disiplin-disiplin lain (misalnya disiplin pengembangan wilayah, disiplin


(63)

pembangunan pedesaan, pembangunan perkotaan, dan lainnya). Selanjutnya, manfaat jasa transportasi dijelaskan berikut ini menurut Nasution (2012:20-24):

a) Manfaat ekonomi

Kegiatan ekonomi masyarakat adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan produksi, distribusi, dan pertukaran kekayaan yang semuanya bisa diperoleh dan berguna. Manusia menggunakan sumber daya untuk

memenuhi kebutuhannya akan pangan, papan, sandang. Terlebih, manusia dapat menggunakannya untuk kenikmatan, kenyamanan dan rekreasi. Karena itu, manusia tidak berhenti menyerbu sumber daya alam

dimanapun untuk memenuhi kebutuhannya, meskipun sumber daya alam tidak terdapat di semua tempat. Sebagai leading sector atau sektor pendahulu, pengangkutan bermanfaat sebagai suatu jenis kegiatan yang menyangkut peningkatan kebutuhan manusia dengan mengubah letak geografis orang maupun barang. Dengan pengangkutan, proses pruduksi, konsumsi maupun distribusi akan terlaksana secara efektif dan kebutuhan masyarakat akan pelayanan transportasi akan terpenuhi.


(64)

b) Manfaat sosial

Manusia pada umumnya hidup bermasyarakat dan berusaha hidup selaras satu sama lain dan harus menyisihkan waktu untuk kegiatan sosial. Untuk kepentingan hubungan sosial ini, sarana pengangkutan sangat membantu dan menyediakan berbagai kemudahan antara lain: (1) pelayanan untuk

perorangan maupun kelompok, (2) pertukaran atau penyampaian informasi, (3) perjalanan, (4) perluasan jangkauan perjalanan sosial, (5) pemendekan jarak antara rumah dan tempat kerja, serta (6) bantuan dalam pemencaran penduduk menjadi suatu kelompok yang lebih kecil.

c) Manfaat politis dan keamanan

Transportasi juga memiliki manfaat politis dan kemanan, menurut Schumer (dalam Nasution 2012:22) manfaat politis pengangkutan dapat berlaku di Negara manapun termasuk Indonesia yaitu sebagai berikut: 1) Pengangkutan menciptakan persatuan dan kesatuan nasional yang

semakin kuat dengan meniadakan isolasi.

2) Pengangkutan menyebabkan pelayanan kepada masyarakat dapat dikembangkan atau diperluas dengan lebih merata pada setiap bagian wilayah suatu negara.

3) Keamanan negara terhadap serangan dari luar yang tidak dikehendaki juga bergantung pada pengangkutan yang efisien, yang memudahkan


(65)

mobilisasi segala daya (kemampuan dan ketahanan) nasional serta memungkinkan perpindahan pasukan selama perang.

4) Sistem pengangkutan yang efisien memungkinkan Negara memindahkan dan mengangkut penduduk dari daerah yang mengalami bencana dengan cepat.

d) Manfaat kewilayahan

Perpindahan orang maupun barang dari tempat asal ke tempat tujuan dikarenakan adanya daya tarik nisbi di tempat tujuan atau kebutuhan mengatasi rintangan alami. Ini berarti, ada kesenjangan jarak antara tempat asal dan tempat tujuan. Untuk mengatasi kesenjangan inilah dibutuhkan pengangkutan maupun telekomunikasi.

Sistem pengangkutan dan telekomunikasi diciptakan dan dikembangkan setelah adanya kebutuhan akan dua hal tersebut, tetapi setelah jasa turunan ini terwujud misalnya dalam bentuk bangunan, jalan dengan segala kelengkapannya, maka kemudian terjadilah perkembangan ikutannya, derivasinya.

5. Pengertian Angkutan Umum Penumpang

Seperti yang telah diketahui sebelumnya, tranportasi bertujuan membantu orang atau kelompok orang menjangkau berbagai tempat yang dikehendaki atau mengirimkan barang dari tempat asal ke tempat tujuannya. Prosesnya dilakukan


(1)

141

BRT yang direkomendasikan Dishub. Sehingga peran PT. Trans Bandar Lampung hanya mengikuti ketentuan yang dikeluarkan dan tidak secara khusus memberikan layanan serta fasilitas khusus dalam menunjang akses bagi penyandang disabilitas.

3) Kendala-kendala yang dihadapi Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung dan PT. Trans Bandar Lampung meliputi kendala internal dan eksternal. Kendala internal yang dihadapi yaitu rancangan BRT yang tidak sesuai dengan ITDP, banyaknya permasalahan internal BRT serta kurangnya koordinasi. Kendala eksternal yang diadapi ialah: tidak adanya minimnya perhatian dari pemerintah daerah, minimnya advokasi LSM penyandang disabilitas dan minimnya kesadaran dan pengetahuan penyandang disabilitas.

B. SARAN

Adapun hal-hal yang dapat dijadikan masukan dan bahan pertimbangan dalam peningkatan aksesibilitas penyandang disabilitas pada moda transportasi publik Bus Rapid Transit di Kota Bandar Lampung :

1) Pemerintah Kota Bandar Lampung melakukan perencanaan pembangunan secara menyeluruh mulai dari kondisi trotoar hingga fasilitas pada transportasi publik bagi terselenggaranya peningkatan akses bagi penyandang disabilitas.

2) Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung memberikan aturan tegas kepada PT. Trans Bandar Lampung bagi ketersediaan akses bagi penyandang disabilitas khususnya bagi pengguna kursi roda baik


(2)

142

fasilitas pada armada bus maupun pada fasilitas penunjang pada pemberhentian bus.

3) Menambah jumlah fasilitas BRT berupa: halte/shelter, rambu-rambu dan sebagainya serta penyesuaian bentuk halte dan fasilitas BRT yang aksesibel bagi penyandang disabilitas, khususnya bagi pengguna kursi roda atau pengguna tongkat.

4) Komitmen aktif Pemerintah Daerah Provinsi Lampung dengan para stakeholder dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pelayanan Disabilitas.

5) Mengikutsertakan LSM serta pihak lain seperti DPRD Kota Bandar Lampung yang terkait dengan Penyandang Disabilitas sehingga desain serta fasilitas pendukung BRT dapat diakses oleh penyandang disabilitas, khususnya bagi penyandang disabilitas yang menggunakan kursi roda atau tongkat sebagai alat bantu mobilitasnya.

6) Melibatkan penyandang disabilitas dalam tahap-tahap perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi penyelenggaraan BRT bersama dengan pihak-pihak lain terkait terhadap pelayanan publik yang diberikan. 7) Sosialisasi Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 10 Tahun 2013

Tentang Pelayanan Disabilitas pada pihak-pihak yang terkait khususnya penyandang disabilitas agar dapat mengetahui hak-hak mereka dalam pelayanan publik di Kota Bandar Lampung termasuk layanan transportasi publik.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Rahardjo dan Adisasmita, Sakti Adji. 2011. Manajemen Transportasi Darat Mengatasi Kemacetan Lalu Lintas di Kota Besar (Jakarta).Yogyakarta:Graha Ilmu.

Adisasmita, Sakti Adji. 2011. Perencanaan Pembangunan Transportasi. Yogyakarta: PT. Graha Ilmu.

Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Dunn, William N. 1999. Analisis Kebijakan. Diterjemahkan Drs. Samodra Wibawa, MA dkk. Edisi ke 2. Jakarta

Fadillah, Putra. 2001. Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan Publik. Surabaya: PustakaPelajar.

Hardiyansyah. 2011. Kualitas Pelayanan Publik :Konsep, Dimensi, Indikator dan Implementasinya, Yogyakarta:Gava Media.

Kumorotomo, Wahyudi. 2007. Etika Administrasi Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Magniz-Suseno, Franz. 2003. Etika Politik: Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Miro, Fidel. 2004. Perencanaan Transportasi untuk Mahasiswa, Perencana dan Praktisi. Jakarta:Penerbit Erlangga.

Moenir, H.A.S. 2006. Manajemen Pelayanan Umum Di Indonesia. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Moleong, Lexy. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Rasuanto, Bur. 2005. Keadilan Sosial: Pandangan, Deontologis, Rawls dan Habermas, Dua Teori Filsafat, Politik Modern. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.


(4)

Sinambela, Poltak Lijandkk. 2006. Reformasi Pelayanan Publik: Teori, Kebijakan dan Implementasi, Jakarta: PT.Bumi Aksara.

Soekanto, Soerjono. 2010. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada.

Suryabrata, Sumadi. 2010. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Tamin, Ofyar Z. 2000.Perencanaan dan Permodelan Transportasi Edisi Ke-2.Bandung:Penerbit ITB

Veeger, Karel J., MSC., MA. 1993. Pengantar Sosiologi: Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Warpani, Suwardjoko P. 2002. Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Bandung: Penerbit ITB.

Widodo, Joko. 2011.Analisis Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik. Jakarta:BumiAksara.

Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta:Media Pressindo.

ReferensiPeraturan Perundang-undangan Undang – UndangDasar 1945

Undang-Undang No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat

Undang-undang No. 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006

Peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat tahun 1994 Peraturan Daerah Lampung Nomor 10 Tahun 2013


(5)

Referensi Jurnal

Rahmahana, Adelina Noor dkk., Pengaruh Main Enterance Terhadap Aksesibilitas Pengunjung Rumah Sakit (Studi Kasus Jl. Dr. Seotomodan Dr. Kariadi Semarang), Jurnal Nalars Volume 12 No 2 Juli 2013, Semarang. Media Cetak

Lampung Post, edisi 16 Juni 2014 The BRT Standard 2013

Referensi Online

AnalisisSituasiPenyandangDisabilitas Di Indonesia :Sebuah Desk Review, PusatKajianDisabilitasFakultasIlmu-IlmuSosialdanPolitikUniversitas Indonesia danAusAID November 2010, DiaksesTanggal 28 September 2013 pukul 17.50 WIB.

http://lampost.co/berita/penyandang-disabilitas-perlu-perhatian, diaksesTanggal 18 Juli 2014, Pukul 22.00 WIB

http://www2.agendaasia.org/index.php/id/informasi/sekilas-tentang-disabilitas/102-sekilas-tentang-disabilitasDiaksesTanggal 6 Maret 2014 Pukul 11.30 WIB.

http://www.itdp.org/microsites/the-brt-standard-2013/certification-process/DiaksesTanggal 24 November 2013 Pukul 21.43 WIB.

http://www.disabled-world.comDiaksesTanggal 14 Maret 2014 Pukul 23.30 WIB.

http://www.itdp.org/uploads/BRT_Standard_2013_ENG.pdfDiaksestanggal 24

November 2013 Pukul 21.45 WIB.

http://id.wikibooks.org/wiki/Manajemen_Lalu_Lintas/Bus_Rapid_TransitDiakses Tanggal 24 November 2013 Pukul 21.47 WIB.

http://news.mnctv.com/index.php?option=com_content&task=view&id=20132Di aksestanggal 28 September 2013 Pukul 19.45 WIB.

http://m.voaindonesia.com/a/94212.htmlDiakses pada tangggal 24 September 2013Pukul 00.16 WIB.

http://lampungnewspaper.com/v2/economicdevelopment-/1034-walikota-minta-data-valid-penyandang-cacatDiaksestanggal 28 September 2013 Pukul 01.05 WIB.


(6)

http://news.okezone.com/read/2010/06/05/338/339740/penyandang-cacat-survei-aksesibilitas-transjakarta,Diaksestanggal29 Oktober 2013 Pukul 21.10 WIB.

http://jabar.tribunnews.com/2013/08/19/penyandang-cacat-kesulitan-akses?utm_source=twitterfeed&utm_medium=twitter, Diaksestanggal 29 Oktober 2013, Pukul 23.00 WIB.

http://www.instran.org/index.php/in/ruang-berita/depan/25-front-page/2500-permasalahan-brt-di-bandar-lampung-, Diaksestanggal 18 November 2013, Pukul 23.20 WIB.

http://hwpcipusat.wordpress.com/category/aksesibilitas/, Diakses tanggal 28 Oktober 2013 Pukul 21.30 WIB.

http://www.kartunet.com/simpang-siur-populasi-disabilitas-di-indonesia-1295diaksesTanggal 4 Februari 2014 Pukul 17.24 WIB).

http://www.kartunet.com/penyandang-disabilitas-sering-diabaikan-di-kereta-api-4016diaksesTanggal 4 Februari 2014 Pukul 17.25 WIB.)

http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=917.%29,h lm, diaksestanggal 8 Mei 2014, Pukul 11.00 WIB)