Kajian Molekular Dan Selular Simbiosis Cendawan Mikoriza Arbuskular (Cma).

PENDAHULUAN

Asosiasi ambiosis akar tanaman dengan cendawan di akhir 1880-an diberi nama
mikoriza-berasal dari bahasa Greek yang berarti cendawan-akar. Observasi terbaru
mengenai fosil tanaman dari era Devonian memberi kesan bahwa asosiasi mikoriza
arbuskular, telah ada kira-kira 400 juta tahun yang lalu, tanaman telah membentuk
asosiasi dengan mikoriza arbuskular (arbuscular mycorrizal = AM) sejak keduanya
pertama kali mengkolonisasi tanah (Remy, et al., 1994). Saat ini, mikoriza arbuskular
merupakan tipe asosiasi mikoriza yang tersebar sangat luas dan ada dalam ekosistem di
seluruh dunia dimana asosiasi tersebut menciptakan suatu hubungan antara tanaman dan
rizosfir (Trappe, 1987). Walaupun asosiasi ini penting dalam pergerakan hara antara
tanaman dan tanah, pemahaman mengenai mekanisme yang mendasari perkembangan
dan fungsi simbiosis ini masih terbatas.
Review ini akati mencoba membahas simbiosis mikoriza arbuskular, yaitu
mengenai fisiologi dan regulasi simbiosis. Berdasarkan interaksi fisiologi antara simbion,
Smith and Gianinazzi (1988) melihat perlunya pendekatan untuk menyediakan informasi
fundamental pada level molekul mengenai perkembangan dan fungsi asosiasi. Lebih dari
sepuluh tahun yang lalu terdapat ledakan molekular, genetik dan analisis biokimia
mengenai cendawan AM dan simbiosis AM.

CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULAR


Cendawan mikoriza arbuskular merupakan anggota semua zygomycota dan
klasifikasi terbaru mengandung satu ordo, Glomales, mencakup enam genera dan 149
spesies (Morton and Benny, 1990). Faktor utama studi cendawan AM, termasuk
taksonomi, asal biotropiknya; sejauh ini, cendawan AM tidak dikulturkan tanpa tanaman
inang. Walaupun kurangnya kultur axenik, mungkin saja menanam cendawan AM dalam
kultur steril dengan akar tanaman, atau dengan rambut akar yang ditransformasikan
dengan Agrobacterium rhyzogenes (Mugnier and Mosse, 1987). Adaptasi terbaru
pemanfaatan metode piring petri ini dimana cendawan dan akar dikulturkan bersama
dalam satu kompartemen sementara miselium eksternal dibiarkan membentuk cabangcabang dalam kompartemen kedua terpisah dari akar (St-Amaud, et al., 1996).
Peningkatan jumlah spesies cendawan sedang disusun dalam sistem kultur ini (Douds,
1997), yang terbukti bermanfaat bagi penelitian cendawan simbion. Sistem seperti ini
juga memberikan akses kepada kemurnian, spora dan miselium cendawan steril yang
esensial bagi analisis molekuler dan bermanfaat untuk menentukan taksonomi cendawan
ini.

Analisis Molekuler Genom Cendawan
Anahsis genetik terbaru memberi kesan bahwa cendawan adalah aseksual dan
bereproduksi secara klonal (Rosendah and Taylor, 1997). Sejumlah besar spora dibentuk
oleh cendawan bersifat multinukleus dan tergantung pada spesies, mengandung ribuan


inti per spora (Becard and Fortin, 1988). Inti dalam spora tertahan dalam fase GO/GI
(Bianciotto, Barbiero. and Bonfate, 1995) dan walaupun studi awal memberikan kesan
bahwa replikasi DNA harus dalam tanaman inang (Burggraaf and Beringer, 1988), hal ini
kemudian dibuktikan tidak benar, replikasi DNA dan pembelahan inti terjadi selama
pertumbuhan awal tabung hifa, tanpa memperhatikan ada atau tidaknya tanaman inang
(Becard and Pfeffer, 1993). Menggunakan pewarnaan pada inti dan aliran cytometry,
kandungan DNA dari inti diestimasi pada kisaran 0.13 sampai 1.0 pg per nukleus pada 12
spesies yang diuji (Hosny, Gianinazzi-Pearson, and Delieu, 1988). Analisis komposisi
basa sembilan spesies cendawan glumalian yang berbeda, mengandung representatif dari
4 genera yang berbeda, mengindikasikan bahwa genom cendawan ini mcmpunyai
kandungan GC relatif rendah rata-rata 33%, dari berlawanan dengan taxa cendawan yang
lain, methylcytosine pada level yang tinggi (2.23 - 4.26%), walaupun tidak setinggi yang
ada pada genom tanaman (Hosny et al., 1997).
Gen cendawan AM yang pertama disekuen adalah subunit kecil gen rRNA (SSU)
dan daerah pengatur jarak rekam internal (ITS = internal transcribed spacer) yang
menjadi target, analisis phylogenetik (Simon, et al., 1993), Dari data sekuen SSU
dimungkinkan untuk mengestimasi tanggal asal mula cendawan AM dan kapan
terjadinya divergensi (perbedaan) dalam kelompok. Asal usul cendawan AM terletak
antara 462 dan 353 juta tahun yang lalu dan nenek moyang cendawan sangat mungkin

seperti spesies Glomus. Famili Accaulosporaceae dan Gigasporaceae muncul kemudian

dan diestimasi telah dibedakan satu sama lain 250 juta tahun yang lalu (Simon, et al,,
1993).
Data sekuen SSU dan ITS juga memberikan desain primer spesifik yang, bila
dipasangkan dengan amplifikasi PCR, memungkinkan indentifikasi cendawan AM dari
spora dan dalam akar tanaman dalam situasi lapang (Simon, et al, 1993). Metode
identifikasi berdasarkan DNA tambahan mengikuti (Zeze, et al., 1996), termasuk
amplikasi analisis random DNA polymorphic (RAPD). Hal ini memungkinkan
perkembangan pasangan primer spesilik untuk sejumlah spesies termasuk Glomus
mosseae, Gigaspora margarita dan Scutellospora castenea (Wyss and Bonafante, 1993).
Primer ini berguna dalam penelitian taksonomi dan dalam pengujian PCR untuk
mengkuantifikasi sejumlah cendawan dalam akar mikoriza.
Penemuan yang menarik tentang munculnya bagian ITS selama analisis
molekular merupakan variabilitas komposisi genctik dalam dan antara spora spesies
cendawan tunggal. Spora tunggal mengandung lebih dari satu sekuen ITS dan spora
secara individu mempunyai sekuen ITS yang berbeda dari spora lain pada spesies yang
sama (Sanders, et. al., 1995). Variabilitas ini dikonfirmasi lebih lanjut dengan analisis
lokus yang lain (Zeze, et al., 1999). Menggunakan marker berdasarkan minisatelit,
diamati bahwa generasi pertama spora timbul dari kultur spora tunggal yang

memperlihatkan level variasi tinggi, yang mengesankan bahwa multinukleus spora adalah
heterokaryotik. Ada kemungkinan bahwa kembali bercampurnya inti (nuclei) yang secara

genetik berbeda memberikan mekanisme dimana melalui mana cendawan ini memelihara
perbedaan genetik (Zeze, et al. 1997).
Pustaka genom dipersiapkan dari spora dan pustaka cDNA dari spora dan akar
mikoriza yang telah dikonstruksi untuk sejumlah spesies terbatas, dan klon cDNA
pertama menggambarkan gen selain daripada rRNAS yang telah diidentifikasi.
Glyceroldehyde-3 phospate dehydrogenase (GAPDH),

-tubulin, ATPase, nitrate

reductase, dan sekuen protein pengikat DNA diantara yang pertama dilaporkan.
Walaupun hal ini sebagian besar dianggap sebagai gen-gen berumah tangga
(housekeeping gen), protein di atas merupakan marker molekul yang berguna untuk
analisis cendawan ini selama perkembangan simbiosis (Kaldorf, Schmelzer, and Bothe,
1998).
Pembedahan fungsi gen dalam cendawan mikoriza arbuskular dimana yang akan
datang akan sulit tanpa kemungkinan mentransformasi cendawan ini secara genetik.
Kemajuan ke arah tujuan ini telah dibuat dan ekspesi sementara konstruk gen reporter

(pelapor) dalam spora Gigaspora margarita telah dicapai. Ini dalam spora Gigaspora
margarita merupakan pencapaian teknologi yang penting dan akan meningkatkan analisis
molekul cendawan AM (Forbes, et al., 1998).

PERKEMBANGAN SIMBIOSIS DALAM MIKORIZA ARBUSKULAR

Peristiwa Signaling Awal
Perkembangan spora cendawan AM dan awal pertumbuhan tabung hifa dapat
terjadi pada kondisi tidak ada akar tanaman; sebaliknya, eksudat akar volatilisasi seperti
CO2 dapat menstimulasi proses ini (Kape, et al., 1992). Pada beberapa kasus, eksudat
akar juga mendatangkan percabangan hifa yang cepat dan ekstensif saat memasuki
daerah akar, suatu respon yang diamati sebagai hifa mendekati akar tanaman inang tetapi
tidak ketika bertemu dengan akar non tanaman inang, yang mengesankan pengenalan
inang telah terjadi. Dalain kasus ini. kurangnya pengenalan akan non inang dapat
dikarenakan kurangnya signal; akan tetapi, dalam hal lain status non inang mungkin
dikarenakan senyawa penghambat (Schreiner and Koide, 1993).
Kisaran komponen aktif yang ada eksudat akar belum diketaliui. Sebaliknya,
beberapa aktivitas mungkin dikarenakan senyawa flavonoid dan phenolic yang
menstimulasi pertumbuhan beberapa spesies cendawan AM sementara menghambat yang
lain (Siqueira, Safir, and Nair, 1991). Tanggung jawab molekul tertentu untuk

mendatangkan percabangan hifa juga belum diketahui tetapi berdasarkan estimasi
ukurannya, bisa saja turunan phenolic atau flavonoid. Karena senyawa-senyawa
flavonoid aktic pada konsentrasi sangat rendah, diasumsikan bahwa senyawa-senyawa
tersebut tidak memiliki efek nutrisional cukup bertindak sebagai signal untuk
menstimulasi atau menghambat pertumbuhan. Flavonoid/isoflavonoid terikat pada

penerima estrogen, dan eksperimen terbaru menggunakan estrogen dan anti estrogen
menghasilkan bukti pendahuluan bagi adanya kemampuan penerima cendawan AM
mengikat biochanin A dan estrogen. Berdasarkan struktur molekul ini, ada kesan bahwa
cincin (rings) A dan C dan kelompok isoflavonoid dan hydroxyl pada posisi A-7
merupakan hal penting untuk dikenal oleh penerima (Poulin, et al., 1997). Meskipun
turunan flavonoid dapat mempengaruhi tahap awal siklus hidup cendawan, eksperimen
dengan mutan jagung yang difesiensi flavonoid mengindikasikan bahwa mereka tidak
penting bagi perkembangan ambiosis. Mungkin dalarn lingkungan alami, stimulasi
dengan media flavonoid pada pertumbuhanan dan percabangan daerah akar membantu
memastikan adanya kontak dengan akar dan membangun simbiosis. Perbedaan efek
flavonoid/isoflavonoid pada spesies cendawan yang berbeda dapat dipertimbangkan
untuk mempengaruhi populasi cendawan yang dihubungkan dengan tanaman tertentu.

Pembentukan Appresorium

Perkembangan simbiosis berawal ketika hifa cendawan mengadakan kontak
dengan akar tanaman inang dan berdiferensiasi membentuk appresorium. Walaupun
komponen eksudat akar mampu mensimulasi pertumbuhan dan percabangan hifa, tetapi
tidak dapat mrnghasilkan appresoria, yang awalnya hanya diamati pada akar tanaman
utuh. Baru-baru ini, hal tersebut diperlihatkan bahwa Gigaspora margarita dapat
membentuk appesoria in vitro pada pemurnian dinding sel epidermis akar wortel, inang
untuk Gigaspora margarita tetapi tidak pada dinding yang, diisolasi dari tebu gula, bukan
inang (Nagaliadii and Douds, 1997). Cendawan juga mengenal secara spesifik dinding

sel epidermis dan tidak membentuk appresoria pada dinding sel cortical atau vaskular.
Eksperimen ini mengindikasikan bahwa signal untuk pembentukan appresorium terletak
dalam dinding sel epidermis, hipotesis awal oleh Tester et al (1987). Eksperimen juga
menegaskan bahwa signal percabangan meloncat ke dinding atau eksudat dari akar,
karena pemurnian fragmen dinding tidak mendatangkan percabangan hifa. yang diamati
dalam akar utuh. Dinding yang dimumikan ini mungkin terdiri dari campuran
polisakarida, termasiik selusose dan polygalacturonan dan. beberapa protein. Molekul
karbohdrat bertindak sebagai signal dalam sejumlah interaksi cendawan/tanaman lain,
dan mungkin merupakan kandidat untuk menginduksi appesoria dalam simbiosis AM.

Penetrasi Akar

Pembentukan appresorium diikuti oleh perkembangan penetrasi hifa dan
penetrasi akar. Hal ini dapat terjadi dengan cara yang berbeda; pada beberapa spesies,
hifa memaksa masuk diantara dua sel epidermis, sedangkan pada kasus lain, hifa
memasuki epidermis atau dinding sel rambut akar dan tumbuh melalui sel. Mekanisme
terperinci termasuk penetrasi belum diketahui: akan tetapi, dengan analogi sejumlah
patogen biofropik. diduga bahwa spesifik, lokalisasi produksi dan degradasi enzim
dinding sel, dikombinasikan dengan dorongan mekanik, memudahkan masuknya hifa
tanpa induksi respon pertahanan. Cendawan AM memproduksi enzim-enzim exo-dan

endoglucanse, cellulases, xyloglucanases dan pectolytic tennasuk polygalacturonase
(Garcia, et al., 1991), semua yang akan mempercepat penerimaan melalui dinding sel.
Karena appresoria yang dikembangkan pada fragmcn dinding sel yang
dimurnikan gagal membentuk penetrasi hifa dan tidak memasuki dinding, proses
berikutnya untuk membentuk appresorium mungkin memerlukan sel lengkap. Luas
kisaran tanaman mutan dimana cendawan AM dapat membentuk appresoria tetapi tidak
berkembang, lebih lanjut, merupakan bukti bahwa tanaman mengontrol tahap
perkembangan ini dalam asosiasi. Muta menahan pada tahap simbiosis ini digambarkan
dalam Pisum sativum, Medicago sativa, Vicia vaba, Phaseolus vulgaris, Medicago
truncatula, Lotus japonicus, dan Lycopersion esculentum. Phenotif asosiasi mutan ini
agak mirip pada level morfologi dan dibagi dalam dua kelompok. Dalam asosiasi dengan

mutan P. satvum, L. esculentum, dan Medicago. cendawan membentuk appresoria yang
frekuensinya besar dan tidak sempurna (cacat) dan yang menjadi septate bila cendawan
memasuki akar (Bradbury, Petreson, and Boeley, 1991). Dalam asosiasi dengan galur
mutan Medicago sativa, jumlah appresoria yang terbentuk pada mutan meningkat,
kemungkinan merupakan konsekuensi dari kegagalan penetrasi; sebaliknya, peningkatan
jumlah appresoria tidak dilaporkan untuk mutan P. sativum. Dalam P. sativum, phenotip
non penetrasi mengacu pada seperti myc(-1) dan 21 mutan ini telah digambarkan. Mereka
termasuk dalam lima kelompok pelengkap, yang mengindikasikan bahwa pintu masuk ke
akar dibawah kontrol kompleks genetik. Sifat segregasi sebagai lokus resesif fan kondisi
ditentukan oleh akar. Okulasi turunan tipe liar ke dalam stok mutan tidak menyelamatkan

mutan. Rambut akar disiapkan dari genotip ini juga memelihara status non mikorizanya.
Analisis sitokimia satu dari interaksi mutan P. sativum dan satu dari M. sativa
mengindikasikan bahwa deposisi (penurunan) dinding sel, termasuk callose dan phenolic,
ada dalam dinding sel yang berdekatan dengan appresoria (Peterson and Bradbury,
1995). Deposisi (penurunan) ini tidak dilihat dalam interaksi tipe liar, yang memberi
kesan bahwa respon pertahanan diperoleh dalam mutan ini. Berdasarkan data ini, ada
kemungkinan bahwa penindas (suppressor) respon pertahanan mengalami mutasi ini
sehingga sekarang tanaman melihat cendawan sebagai patogen. Situasi ini mengingatkan
kepada interaksi barley/Erisiphe granminis dimana mutasi diinduksi alel resesif dan lokus

Mio yang memberikan resistensi terhadap kisaran yang luas isolat Erisiphe. Resistensi
diperantarai oleh pembentukan apposition (keterangan tambahan) pada dinding sel
dibawah appresoria dan Mio tipe liar merupakan regulator negatif respon pertahanan
maupun kematian sel daun. Gen Mio diklon dan mengkode protein, diprediksi menjadi
membran protein integral; sebaliknya, fungsi protein dan mekanisme regulasi respon
pertahanan tetap ditentukan (Buschges, et. al., 1997).
Mutan P. vulgaris dan L. japonicus memperlihatkan phenotip agak berbeda dari
spesies lain dan pembentukkan appresorium dikuti oleh penetrasi lapisan sel pertama.
Asosiasi kemudian gugur dalam epidermis akar dimana membengkak dan merusak
bentuk hifa tampak dalam sel-sel ini. Dalam mutan Lotus hifa kadang-kadang mengatasi
penaharan dalam epidermis dan pertumbuhan dari hifa yang tidak sempurna terus
berlanjut, menghasilkan struktur internal mikoriza normal. Karena hal ini tidak dapat

dibedakan dari tipe liar, mengesankan bahwa gen yang rnengalami mutasi tidak
memerlukan fase pertumbuhan berikutnya (Wegel, et al., 1998). Semua mutan legum
mikoriza juga terpengaruh kemampuannya untuk membentuk simbiosis fiksasi nitrogen
dengan spesies Rhizobium dan karena itu mendefinisikan sekelompok gen, disebut gen
sym, penting untuk kedua simbiosis. Kemiripan antara simbiosis ini baru mulai muncul,
dan beberapa lintasan (pathway) singnaling dan peristiwa dowstream terjadi selama
pembentukkan simbiosis secara jelas dikonservasi.

Mutan non penetrasi diidentifikasi dalam L. eskulentum merupakan mutan
pertama dari tipe ini yang diidentifikasi dari spesies non leguminose. Mutan ini
memperlihatkan phenotip yang mirip dengan mutan legum, walaupun respon agak
berbeda tergantung pada cendawan simbion yang terlihat. Glomus mossege tidak dapat
memasuki akar mutan L. esculentum, sedangkan Gigaspora margarita kadang-kadang
dapat masuk. Berlawanan dengan mutan L. japonicum, mutasi ini muncul untuk
mempengaruhi tingkat internal perkembangan mikoriza, dan berikutnya masuk, G.
margarita tidak berkembang secara ekstensif dalam akar dan tidak dapat membentuk
arbuscule (Barker, et al., 1998). Kloning gen yang mengalami mutasi di masa yang akan
datang, yang dapat dilakukan dengan mudah untuk L. esculentum dan juga untuk legum,
L. japonicus dan M. truncatula, karena ukuran genomnya kecil, akan memberikan
pengetahuan dalam mengontrol mekanisme.

Pertumbuhan Internal dan Perkembangan Arbuskular dan Mikoriza Tipe-Arum
Perkembangan internal dari cendawan seperti masuknya hifa ke dalam akar
tanaman, dipengaruhi oleh tanaman dan spesies tunggal cendawan, yang memiliki pola
pertumbuhan morfologi yang berbeda dan tergantung kepada asosiasi partner tanaman.
Dua pola utama perkembangan ini merujuk pada Tipe Paris dan Arum (Smith et al.,
1997). Tipe Arum banyak diteliti seperti halnya pada tulisan ini.
Mikoriza tipe Arum, mula-mula penetrasi diikuti oleh pertumbuhan hifa. Saat
mencapai bagian dalam korteks, cabang dalam korteks, cabang meningkat dan hifa
interseluler yang melakukan penetrasi ke dindung sel korteks dan akhimya
berdiferensiasi antar sel untuk membentuk struktur cabang dikotom yang diketahui
sebagai arbuskular. Meskipun perkembangan arbuskular antar sel tanaman merupakan
hal yang esensial, namun yang diperlebar adalah apoplastik plasma membran tanaman.
Dinding sel fungi/cendawan berkembang menjadi arbuskular dan kosekwensinya di
dalam sel terdapat banyak interspace interseluler dari kedua simbion, secara ekstrim tidak
terjadi kontak yang dipisahkan oleh membran dan apoplas tanaman (Smith dan
Gianinazzi, 1988). Interspace ini disebutkan sebagai tempat phosphate dan carbon
ditransfer antar simbion, juga diduga bahwa interseluler hifa itu responsif untuk
pengambilan carbon (Smith et al., 1994). Meskipun usaha intensif dicurahkan oleh kedua
simbion untuk perkembangan arbuskular simbion dan arbuskular interspace, namun
waktu hidup arbuskular hanya beberapa hari yang selanjutnya mati dan hancur tanpa
merusak sel hidup tanaman, dan memungkinkan ditempati oleh arbuskular yang lain.

Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap variable pertumbuhan inang yang diamati
pada mikoriza tipe Arum dan Paris, dan P. sativum mutan dirnana arbuskular
berkembang, menunjukkan bahwa tanaman juga mengontrol tahap asosiasi.
Mengikuti bentuk arbuskular, beberapa spesies dari fungsi AM juga membentuk
butiran lipid antar akar, yang dianggap sebagai tempat penyimpanan untuk
cendawan/'fungi (Smith dan Gianinazzi, 1988).

Perubahan Seluler dan Molekuler dalam Sel Selama Perkembangan Arbuskular
Penetrasi hifa fungi ke dinding sel korteks dan selanjutnya memulai untuk
diferensiasi menjadi arbuskular, maka terjadi respon sel yang terinvasi dengan
fragmentasi dari vakuola, migrasi inti ke bagian tengah antar sel dan meningkatkan
jumlah organel. Respon ini spesifik arbuskular dan tidak terjadi pada exodermal sel
selama perkembangan koil. Pelebaran membran plasma, kira-kira 4 kali lipat untuk
membentuk peri-arbuskular membran yang menutup arbuskular, dan oleh karena itu
meningkatkan konkomitan biosintesis yang terjadi. Meskipun membran peri arbuskular
berhubungan dengan membran periperal pada sel tanaman, analisis sitokimia
menunjukkan bahwa membran peri arbuskular memiliki level ATPase yang tinggi (Smith
dan Giarninazzi, 1988). Aktivitas H+-ATPase meningkat terhadap gradien proton yang
diperlukan untuk berbagai aktivitas proses transport. Data ini mendukung dugaan
transport aktif nutrien yang melewati membran. Diduga bahwa kemampuan untuk
memelihara sintesis dan komponen deposit dinding sel, termasuk

-1.4 glucan saat

ditemukan apoplastik kompartemen baru yang terbentuk antara membran peri arbuskular
dan arbuskular. Analisis imunocytochemical menunjukkan bahwa adanya campuran
matrix dari. pectin, xyloglucan, nonekstrifield poligalacturan, arabinogalactan (AGP) dan
Hydroxy prolin rich glycoprotein (HRGP) diinduksi oleh akar bermikoriza dari tanaman
M truncatula dan jagung, dan transkrip dilokalisasi secara spesifik dalam sel yang
mengandung arbuskular (van Rhijn et al., 1997).
Pada tanaman yang berasosiasi dengan fungi patogen menghasilkan HRGP, yaitu
protein yang dideposit dalam extrahoutorial matrix, komponen analog dengan matrix
interface arbuskular yang diduga merupakan bentuk pertahanan dinding sel tanaman
untuk mencegah dari perceiving patogen (Peterson dan Brodbury, 1995).
Diduga bahwa perkembangan interface arbuskular menyebabkan perubahan
dalam sel korteks. Pada M. truncalula, transkrip dari enzim yang rnengkode lintasan
biosintesis Flavonoid, Phenilalanine ammonia lyase (PAL) dan Chalcon synthase (CHS)
diinduksi pada sel yang mengandung arbuskular (Harisson, 1996). Fungsi Flavonoid ini
dalam sel belum jelas, namun senyawa ini dapat menstimulasi pertumbuhan fungi AM
saat simbiotik dan selama simbiosis. Dalam kasus lain Flavonoid berperan sebagai auksin
inhibitor transport dan mengubah keseimbangan hormon dalam akar. Level hormon di
dalam akar bermikoriza diketahui berubah dan kemungkinan diinduksi oleh gen-gen
mikoriza (van Rhijn et al., 1997).

Miselium Eksternal

Mengikuti kolonisasi dari korteks akar, perkembangan hifa fungi juga pesat di
dalam tanah. Miselium eksternal ini memegang peranan sangat penting pada simbiosis
AM, yaitu dalam memperoleh nutrisi mineral dari tanah dan selanjutnya ditranslokasikan
ke tanaman dan menstabilkan agregasi tanah melalui produksi glikoprotein oleh hifa.
Studi tentang berbagai fungi hifa baik untuk tanaman maupun untuk fungsinya sendiri
seharusnya menjadi topik kajian yang menarik di masa datang.

IDENTIFIKASI

DARI

GEN

YANG

DIINDUKSI

SELAMA

SIMBIOSIS

MIKORIZA AKBUSKULAR
Diferensial screening dari cDNA library disiapkan dari akar barley yang
bermikoriza untuk identifikasi sharing sequence H+-ATPase. Kandidat potensial untuk
ATPase berlokasi pada membran peri-arbuskular. cDNA yang mengkode kelompok
protein intrinsic membran (MIP) sebenarnya diinduksi oleh akar seledri yang
bermikoriza. Integral membran menfasilitasi perpindahan molekul kecil melewati
membran dan diprediksi mempunyai peranan dalam transpor interface membran. cDNA
psaml, diprediksi mengkode novel protein sharing menyerupai membrane anchore protein
yang meregulasi aktivitas Ca++-ATPase. Fungsi gen psaml dalam mikoriza belum
diketahui.

Kelompok

xyloglucan

endotransglycosylase

(XET)

terinduksi

oleh

perkembangan dari assosiasi. Enzim XET yang dipotong dan membentuk ikatan
zyloglucan antara dinding sel, diprediksi bahwa aktifitasnya membuat dinding sel longgar
(loose) sehingga memungkinkan penetrasi hifa fungi atau fungi alternative untuk menjaga

struktur interface matriks arbuskular (Van Rhijn et al., 1997). Gen Mt4 down-regulated
dari transcrip yang terjadi pada mutan Medicago yaitu fungi yang gagal penetrasi ke akar
dan hanya tumbuh pada permukaan external. Down-regulation dari gen Mt4 terjadi juga
melalui signal dari fungi (Harisson, 1996).

Ekspresi Respon Pertahanan
Interaksi tanaman dengan patogen fungi, invasi jaringan tanaman oleh fungi
sebagai hasil dan induksi dan ekspresi terus menerus dari kekuatan pertanaman yang
mencegah patogen rneningkat. AM terlihat secara lebih menyesuaikan assosiasi tanaman
dengan fungi. Data dari berbagai assosiasi AM menunjukkan bahwa simbiosis AM
dengan respon pertahanan tanaman umumnya memunjukkan transient meningkat pada
awal simbiosis, diikuti dengan penekanan ke level yang lebih rendah dibawah tanaman
yang tidak berkolonisasi (Koldorf, 1998).
Pada Allium porrum, chitinase dan dinding sel aktivitas peroksidase meningkat
ekspresinya pada tahap awal perkecambahan mikoriza, meskipun demikian assosiasi
mikoriza yang telah terbentuk lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Selanjutnya,
analisis immunocytokimia menunjukkan bahwa chitnase, saat terbentuk, dialokasikan di
vakuola sehingga tidak kontak dengan hifa. Insitu hibridisasi menunjukkan bahwa
regulasi dari isoflavon reduktase (IFR) ditranskripsi secara eksklusive di bagian akar
yang telah terbentuk arbuskular, hal ini menunjukkan adanya ekspresi lokal dan spesifik
efek (Smith dan Gianinazzi, 1988).

Tekanan pertahanan tanaman terlihat terjadi secara menyeluruh dalam assosiasi
AM, perlu untuk menekan ekspresi ini yaitu untuk menantang over-ekspresi dari
khitinase, glucanase atau potogenesis-related (PT) protein yang muncul yang
menyebabkan tidak efektifhya pembentukkan mikoriza. Over-ekspresi protein ini
inhibitor terhadap pertumbuhan patogen fungi. Over-ekspresi chitinase menyebabkan
tanaman lebih resisten terhadap Rhizoctonia. solani, sebaliknya, over ekspresi PR-1a
lebih resisten terhadap Penospora tabacina dan Phytophtoraparasitiva (Douds, 1997). Gen
over-ekspresi yang menekan calonisasi tanaman mikoriza yaitu PR-2, aktivitas protein 1,3 glucanase (Salzer et al., 1997). Pada akar alfalfa yang bermikoriza yang berkolonisasi
dengan G. margarita mengeluarkan senyawa fenolik dan isoflavonoid yang terakumulasi
pada bagian akar yang terinfeksi membuat sel-sel necrotic dan mati (Douds, 1997).
Nekrotik yang terjadi pada sel akar merupakan bentuk pertahanan patogen dengan
melokalisasi infeksi. Lokalisasi itu mencegah perkembangan assosiasi, dengan demikian
AM fungi gagal mengeluarkan respon pertahanan. Dengan demikian terdapat
inkompatibilitas dan kompatibilitas tanaman terhadap mikoriza. Efek pengeluaran
chitinase tidak mempengaruhi efek fungi melalui cleaving (pemotongan) menjadi unit
yang tidak aktif. Dengan cara ini, respon pertahanan elisitasi dapat mencegah
perkembangan dan simbiosis yang terjadi (Salzer et al., 1997).

Ekspresi Gen Nodulasi dalam Simbiosis Mikoriza
Terdapat kesamaan antara simbiosis rhizobium-legum dan simbiosis mikoriza
arbuskular (AM), menstimulasi penelitian tentang ekspresi gen nodulasi selama simbiosis

AM. Transkrip leghemoglobin dideteksi pada akar-akar bermikoriza tanaman Vicia faba
(Fruhling et al., 1991), sedangkan pada Medicago sativa terdapat dua gen nodulasi
MsENOD40 dan MsENOD2 yang diinduksi dalam akar-akar bermikoriza, dengan pola
spesifik-jaringan yang serupa dengan ekspresi akar-akar yang dinokulasi dengan
rhizobium (Van Rhijn et al., 1997). Ternyata kedua gen tersebut juga dapat diinduksi
pada akar tanpa simbiosis, melalui aplikasi cytokinin. Dengan terjadinya peningkatan
Level cytokinin selama nodulasi dan juga dalam akar-akar bermikoriza (Van Rhijn et al.,
1997), maka diduga bahwa cytokinin adalah salah satu komponen signal transduction
pathway mediating induction gen-gen yang terlibat selama simbiosis. Bukti lain dari
signal tranduction pathway untuk kedua simbiosis im adalah studi pada gen-gen PsNOD5
dan PsNOD12A, yang diinduksi dalam akar-akar pea selama interaksi baik dengan
cendawan AM ataupun dengan rhizobium. Pada muta pea sym8 yang tidak dapat
membentuk simbiosis, ternyata ekspresi kedua gen tersebut diblokir. Dengan demikian
SYM8 berfungsi dalam signal transduction pathway untuk menginduksi gen-gen tersebut
dalam kedua simbiosis. Berdasarkan pemahaman tersebut dan dengan diperolehnya
mutan simbiosis legum, maka jelaslah bahwa terdapat beberapa mekanisme yang
digunakan oleh kedua simbiosis. Diduga bahwa simbiosis rhizobium-legum terjadi
karena exploitasi signaling pathway dari AM.

PENGANGKUTAN NUTRISI MELEWATI INTERFACES CENDAWAN
MIKORIZA ARBUSKULA
Transport nutrien antara simbion merupakan aspek central dalam simbiosis;
meskipun demikian diketahui bahwa membran transporters bertanggung jawab terhadap
pergerakan carbon atau phosphate antara simbion.

Transfer Carbon dari Tanaman ke Fungi
Telah diketahui selama lebih dari 20 tahun bahwa carbon dalam bentuk glukosa
ditransfer dari tanaman ke cendawan, serta hasil studi lanjut dari isolate arbuscular yang
menggunakan glukosa untuk respirasi. Meskipun alokasi karbon menuju akar meningkat
selama asosiasi mikoriza, namun sejumlah karbon tersebut diduga keluar dari sel-sel akar
utuh menuju apoplast. Pada M. truncatula, ckspresi dari gen transporter hexose diinduksi
pada akar-akar bermikoriza secara spesifik yaitu dalam sel-sel korteks, disekitar
cendawan. Pada keadaan ini tidak ada tekanan competing host mechanism (Horrison,
1996). Pada simbiosis lain, meningkatnya efflux nutrien distimulasi oleh permintaan
microsimbion, yang telah diamati pada beberapa interaksi tanaman-cendawan. Fungi,
menghasilkan toksin yang mengubah proses transport membran menuju pelepasan
metabolit (Galun dan Bubrick, 1984). Kejadian yang serupa dapat terjadi selama
simbiosis AM, dan simbiosis fungal memiliki kemampuan untuk menstimulasi efflux
carbon dari tanaman. Sampai saat ini belum diperoleh informasi molekuler tentang

protein transport, yang bertanggung jawab terhadap efflux carbon keluar sel tanaman;
meskipun demikian hal ini masih merupakan objek penelitian sejak tipe transforter ini
diduga ada pada mesofil dan jaringan vascular dimana eksport gula terjadi (Sauer et al.,
1994).
Keberadaan arbuscular terdapat pada area kontak langsung yang luas antara
simbion, dan secara sederhana diasumsikan menuju interface dimana carbon ditransfer.
Hasil pengujian bahwa membran arbuscular kehilangan aktivitas ATPase yang
mengakibatkan serapan karbon terjadi melalui hifa interseluler, yang mana membrannya
memiliki aktivitas ATPase yang tinggi, dan selanjutnya merupakan energi untuk proses
transport aktif.

Masih belum jelas apakah serapan dengan/oleh cendawan AM

memerlukan mekanisme transport aktif yang serupa dengan transporter tanaman, atau
apakah konsentrasi karbon pada interface cukup tersedia untuk penyerapan melalui
fasilitas difusi, seperti yang terjadi pada yeast (Lagunas, 1993). Belum adanya informasi
tentang konsentrasi keberadaan karbon dalam beberapa interface apoplastik, sangatlah
sukar untuk menduga mekanisme poterisial dari transport, baik yang keluar sel tanaman
ataupun yang menuju sel-sel cendawan. Amanita muscaria yang merapakan cendawan
ektomikoriza, menggunakan fruktosa maupun glukosa, namun juga tergantung pada
invertase tanaman dalam pelepasan heksosa dari sukrosa (Chen dan Hampp, 1993).
Transporter monosakarida telah diklon dari Amanita muscaria dan diduga transporter ini
bertanggung jawab terhadap serapan heksosa baik pada tahapan tanpa simbiosis maupun
dengan simbiosis. Transporter serupa dijumpai pada cendawan AM, meskipun

tampaknya tidak mungkin keberadaaan transporter tanpa keberadaan inang. Informasi
sekuen transporter Amanita berpasangan dengan transporter dari yeast dan Neurospora
crassa, yang diduga memfasilitasi cloning transporter dari fungi AM.

Transfer Phosphate dari Tanah ke Tanaman Melalui Cendawan
Pergerakan phosphate dalam simbiosis melibatkan sejumlah tahapan transport
membran, penyerapan dimulai dengan melewati membran dari hifa eksternal. Selanjutnya
diikuti oleh translokasi balik menuju struktur fungi internal, yang dilepaskan dari
cendawan rnelewati membran arbuscular dan diambil tanaman melalui transporter pada
membran peri-arbuscular. Ada beberapa kemajuan mengenai pemahaman mekanisme
penyerapan posfat oleh hifa eksternal cendawan AM, dan adanya affinitas tinggi dari
transporter posfat telah diklon dari G. vesiforme (Harrison dan van Buuren, 1995).
Transporter mempunyai nilai Km 18 µM sebagai penentu ekspresi dalam sel-sel yeast,
suatu nilai yang konsisten dengan pengukuran sebelumnya terhadap serapan posfat oleh
cendawan AM (Thomson et al., 1990). Transkrip transporter berada dalam miselium
eksternal dan tidak ada dalam struktur internal dalam akar, dan oleh karena itu transporter
diduga bertanggung jawab terhadap penyerapan awal posfat pada nikoriza (Harrison
danvan Buuren, 1995). Belum adanya. percobaan mengenai pemisahan gen-gen pada
cendawan AM, mengakibatkan tidak diperoleh kepastian bukti langsung peranan
transporter tersebut dalam simbiosis.

Aliran posfat melewati interface simbiotik pada mikoriza diduga pada 13 nmol
M 2S-1, nilai ini akan meningkat jika posfat berlebih ditransfer ke mikoriza (Smith et al.,
1994). Sedangkan laju umum efflux posfat dari hifa cendawan yang tumbuh
dalam medium kultur adalah 12 pmol M-2S-1. Berdasarkan hal ini, sepertinya cendawan
AM memiliki beberapa tipe khusus mekanisme efflux yang terjadi dalam membran
arbuscular, sehingga menyebabkan efflux posfat cukup tersedia ke interface arbuscular.
Efflux posfat dari hifa ektomikoriza distimulasi oleh faktor divalent dan mekanisme
serupa mungkin dipacu oleh komponen matrix interface, seperti yang terjadi pada
cendawan AM (Cairney dan Smith, 1993). Karena membran peri-arbuscular mempunyai
aktivitas ATPase yang tinggi, sehingga serapan posfat selanjutnya oleh tanaman dapat
terjadi melalui mekanisme transport pasangan proton. Namun demikian belum ada
informasi mengenai kondisi fisiologi pada interface apoplasctic arbuscular, sehingga
dugaan tersebut juga belum pasti.
Transporter posfat, beberapa tahun yang lain juga telah diklon dari akar-akar
sejumlah spesies tanaman (Smith et. al., 1997). Transporter-transforter ini diekspresikan
selama pertumbuhan tanaman pada lingkungan dengan kondisi rendah posfat, dan
dimediasi oleh transport posfat afinitas tinggi menuju sel-sel epidermis dan kortex. Pada
Medicago truncatula, ekspresi dari transporter ini adalah down-regulated pada akar-akar
bermikoriza (Liu et al, 1998). Hal ini menunjukkan bahwa tanaman tidak menggunakan
transporter ini selama simbiosis, dan oleh karena itu tidak seperti biasanya transforter ini
bekerja pada membran peri-arbuscular. Serapan posfat secara langsung melalui sel-sel

akar berkurang selama simbiosis, dan serapan posfat terbanyak terjadi melalui simbion
cendawan, yang mana konsisten dengan mekanisme down regulated dan transporter
posfat selama simbiosis.

KESIMPULAN

Mikoriza arbuscular merupakan asosiasi simbiotik yang terbentuk antara spesies
tanaman dalam skala luas termasuk angiosperm, gymnosperm, pteridophyta, dan
beberapa bryophyta, dan skala cendawan terbatas termasuk dalam ordo tunggal,
Glomales. Simbiosis terjadi dalam akar tanaman dimana cendawan mengkolonisasi
apoplast dan sel korteks untuk memperoleh karbon dari tanaman. Kontribusi cendawan
pada peristiwa simbiosis sangat kompleks, tetapi aspek utama meliputi transfer nutrien
mineral, khususnya phospat dari tanah ke tanaman. Perkembangan asosiasi yang sangat
cocok ini memerlukan koordinasi molekular dan difrernsiasi selular dari kedua simbion
untuk membentuk suatu sistem dimana transfer nutrien terjadi dua arah.
Walaupun mutan-mutan mikoriza yang ditemukan terbatas, namun telah banyak
peranannya dalam membuktikan bahwa tanaman mengontrol berbagai tahapan
perkembangan

asosiasi

simbiosis.

Kompleksitas

simbiosis

ini

menyebabkan

diperlukannya pendekatan secara genetika dan identifikasi mutan-mutan baru harus
ditekankan di masa yang akan datang.

-------------------------

DAFTAR PUSTAKA
Barker, SJ., Stumer, B., Gao, L,, Dispain I., O'Connor, PJ., and Smith, SE-. 1998.
Amutant in. Lycopersicum esculentum Mill with, highly reduced V A. micorrhizal
colonisation: isolation and arid prelimenary characterisation. Plant J. 15:791-799
Becard, G. and Fortin, JA. 198S. Early overly events of vasicular-arbuscular mycorrhiza
formation on Ri T-DNA transfomsed roots. New Phytiol. 108:11-13.
Becard, G., and Pfeffer, PE, 1993. Status of nuclear division arbuscular mycorrhizal
fungi during in vitro development. Protoplasma 174:62-68.
Bianciotto, V.. Barbiero, G., and Bonfante, P. 1995. Analysis of the cell cycle in
arbuscular mycorrizal fungus by flow cymtometry and bromodeoxyudine labelling.
Protoplasma 188:161-169.
Bradbury, SM., Petreson, RL., and Boeley, SR. 1991. Interaction between three alfalfa
nodulation genotypes and two Glomus species. New Phytol. 119:115-120.
Burggraaf AJP., and Beringer. JE. 1988. Absence of nuclear DNA synthesis in vesiculararbuscular mycorrhyzal fungi during in vitro development. New Phytol. 111:2537.
Buschges, R., Hollricher, K., Panstruga, R., Simon, G., and Wolter, M. 1997. The barley
mlogene: a novel control element of plant pathogen resistance. Cell 88:695-705.
Cairney JGW, Smith SE. 1993. Efflux of phosphate from the ectomycorrhizal
basidiornycete Pisolithus tinctorius : general characteristics and the influence of
intracellular phosphorus concentration. Mycol. Res. 97:1261-1266.
Chen X-Y, Hampp R. 1993, Sugar uptake by protoplast of the ectomycorrizal fungus
Amanita muscaria, New Phytol. 125:601-608.
Douds. DD Jr. 1997. A Procedure for the establishment of Glomus mosseae in dual
culture with Ri T-DNA-transformed carrot roots. Mycorrhiza 7:57-61.
Forbes, PJ., Millam, S., Hooker, JE., and Harrier, LA, 1998. Transformation of the
arbuscular mycorrhizal fungus Gigaspora rosea by article bombardment. Mycol.
Res. 102:497-501.
Fruhling M, Roussel H. Gianinazzi Pearson V. Puhler A. Pedick AM. 1997. The Vicia
faba leghemoglobin gene Vflb29 is induced in roof, nodules arid in roots colonized
by the arbuscular mycorrizal fungus Glomus fasciculatum.Mol. Plant-Microbe Int
eract. 10:124-131.

Galun M, Bubrick P. 1984. Physiological interactions between partners of the lichen
symbiosis. In Celluler interactions. Encyclopedia of plant, physiology, ed. HF
Linskins. J Heslop-Harrison, 17:362-401, Berlin : Spririger-Beilag,
Garcia-Romera I., Garcia-Garrido, JM., Martinez-Molani, E., and Ocampo, JA. 1991.
Production of pectolytic enzymes in lettuce root colonized by Glomus mosseae.
Soil Biol. Biochem. 23:597-601.
Harrison MJ, l996. A sugar transporter from Medicago truncatula. Altered expression
pattern, in roots during vesicular-arbuscular (VA) mycorrizal associations. Plant
J.9:491-503.
Harrison MJ, van Buuren ML. 1995, A phosphate transporter from the mycorrhizal
fungus Glomus versiforme. Nature, 378:626-629.
Hosny, M., Gianinazzi-Pearson. V., and Dulieu, H, 1988, Nuclear DMA Contents of
eleven fungal species in Glomales. 41:22-28.
Hosny, M., de Barros J-PP, Gianinazzi-Pearson, V., and Dulieu, H. 1997. Base
composition of DNA from glomalean fungi : high amounts of methylated cytosine.
Fungal Genet. Biol. 22:103-111.
Kaidorf, M., Schmelzer, E., and Bothc, H. 1998. Expression of maize and fungal nitrat
reductase genes in arbuscular mycorrhyza. Mol. Plant-Microbe Interact. 11:39-48.
Kape, R., Wex, K., Parniske, M., George, E., Wetzel, A., and Werner, D. 1992. Legume
root metabolites and VA-mycorrhiza development. J. Plant Physiol. 141:54-60.
Lagunas R. 1993. Sugar transport in Saccharomyces cereviside. FEMS Microbiol. Rev.
104:229-242.
Liu H, Trieu AT, Blaylock LA, Harrison MJ. 1998, Cloning and characterization of two
phosphate transporters from Medicago truncatula roots: regulation in response to
phosphate and to colonization by arbuscular mycorrhizal (AM) fungi. Mol. PlantMicrobe Interact. 11:14-22.
Morton, JB., and Benny, GL. 1990. Revised classification of arbuscular mychorrizal
fungi (zygomyceter): a new order, glomales, two new suborder, glomineae and
gigasporineae, and two new families, acaulosporaceae and gigasporaceae, with an
amendation of glomaceae. Mycotaxon 37:471-91.
Mugnier, J and Mosse,. B, 1987. Vesicular-arbuiscular mychorrhizal infection in
transformated root inducing T-DNA roots grown axenically. Phytopathology
77:45-50.

Nagahashi, G and Douds. DD Jr. 1997. Appresorium formation by AM fungi on
isolated cell walls of carrot roots. New Phytol. 136:299-304.
Peterson, RL., and Bradbury. SM. 1995. Use of plant mutans, intraspecific variant, and
non-host in studying mycorrhiza formation and function. In mycorrhiza Structure,
Function, Moleculer Biology, and Biotechnology, ed. A. Varma, B. Hock, pp.
157-180. Berlin : Springer-Berlag.
Poulin, M-J... Simard J., Catford, J-G., Lbrie, F. and Piche, Y. 1997. Response of
symbiotic endomycorrhizal fungi to estrogen and antiestrogens. Mol. PlantMicrobe Interect. 10:481-137.
Remy, W., Taylor, TN.. Hass, H., and Kerp, H. 1994. Four hundred-million-year-old
vesicular arbuscular mycorrhyzae. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 91:41-43.
Rosendah, S.. and Taylor, JW. 1997. Development of multiple genetic markers for
studies of genetic variation. In arbuscular mycorrhizal fungi using AFLP. Mol.
Ecol. 6:21-29.
Salzer P, Hubner B, Sirrenberg A, Hager A. 1997. Differential affect of purified spruce
chitinases and -1,3-glucanases on the activity of elicitors from ectomycorrhizal
fungi. Plant Physiol. 114: 957-968.
Sanders, IR., Alt, M., Groppe, K., Boller, T., and Wiwemken, A. 1995. Identification of
ribosomal DNA polymorphisms in spores of the Glomales: aplication to studies on
the genetic diversity of arbuscular mycorrhizal fungal communities. New Phytol.
130:19-27.
Sauer N, Baier K, Gahrtz M, Stadler R, Stolz J, Truemit E. 1994. Sugar transport across
the plasma membranes of higher plants. Plant Mol. Biol. 26:1671-1679.
Schreiner, RP., and Koide, RT. 1993. Mustards, Mustard oils and mycorrhizas. New
phytol. 123:107-113.
Simon, L., Bousquet, J., Levesque, RC, and Lalonde, M. 1993. Origin and
diversivication of endomycorrhizal fungi and coincidence with vascular land
plants. Nature 363:67-69.
Siqueira JO., Safir, GR. and Nair, MG. 1991. Stimulation of VA mycorrhiza formation
and growth of white clover by flavonoid compound, New Phytol. 118:87-93.
Smith FW, Ealing PM, Dong B, Delhaize E. 1997. The coning of two Arabidopsis genes
belonging to a phosphate transporter family. Plant J. 11:83-92.

Smith, SE., and Gianinazzi-Pearsorf, V. 1988. Physiological interactions between
symbionts in vesicular-arbuscular mycorrhizal plants. Annu. Rev. Plant Physiol.
Plant Mol. Biol. 39:221-14.
Smith, SE., Dickson S, Morris C, Smith FA. 1994. Transfer of phosphate from fungus to
plant in VA rnycorrhizal : calculation of the area of symbiotic interface and of
fluxes of P from two different fungi to Allium porrum L. New Phytol. 127:93-99.
St-Arnaund, M., Hamel C,, Vimard, B. C'aron, M., Fortin, JA. 1996. Enhance hyphal
growth and spore production of the arbuscular mycorrhizal fungus Glomus in
traradices in an in vitro system in the absence of hosts. Mycol. Res. 100:328-332.
Tester, M., Smith, SE, Smith, FA. 1987. The phenomenon of "'nonmycorrhizal" plants.
Can J. Bot. 65:19-31.
Thomson BD, Clarkson DT, Brain P. 1990. Kinetics of phosphorus uptake by the germ
tubes of the vesicular arbuscular mycorrhizal fungus, Gigaspora margarita. New
Phytol. 116:647-653.
Trappe, JM. 1987. In Ecophysiology of VA Mychorrizal Plants, ed, GR Safir, pp. 5-25.
Boca Raton, FL:CRC Press.
Van Rhijn P, Fang Y, Galili S, Shaul O, Atzmon N. 1997. Expression of early nodulin
genes in alfalfa Mycorrhizae indicates that signal transduction pathways used in
forming arbuscular mycorrhizae and rhizobium-induced nodules may be
conserved. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 94:5467-5472.
Wegel, E., Schaser, L., Sandal, N., Stougaard, J., and Parniske, M. 1998. Mycorriza
mutans of Lotus japonicus define genetically independent step during symbiotic
infection. Mol. Plant-Microve Interact. 11:933-936.
Wyss, P., and Bonafante, P. 1993. Amplifacation of genomic DNA of arbuscularmycorrhizal (AM) fungi by PCR using short arbitrary primers. Mycol. Rs.
97:51-57.
Zeze, A., Hosny, M., Gianinazzi-Pearson, V., and Dulieu, H. 1996. Characterization of a
highly repeated DNA sequence (SCI) from the arbuscular mycorrhizal fungus
Scutellospora casianea and its detection in plants. Appl. Environ, Microbiol. 62:4348.
Zeze, A, Susilowati, E., Ophel-Keller, K., Baker, S., and Smith, S. 1997. Intersporal
genetive variation of Gigaspora mangarita, a vesicular arbuscular mycorrhizal
fungus, revealed by M-13 minisatelitte-primed PCR. Apll. Environ. Microbiol.
63:76-78.

KARYA TULIS

KAJIAN MOLEKULAR DAN SELULAR SIMBIOSIS
CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULAR
(CMA)

Oleh :

Aep Wawan Irwan
NIP.131 877 079

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2007

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan tentang kajian molekular dan selular
dalam hal simbiosis cendawan mikoriza arbuskular dengan tanaman inangnya.
Tulisan ini berisi tentang pengertian cendawan mikoriza arbuskular, perkembangan
simbiosis dalam mikoriza arbuskular dan identifikasi dari gen yang diinduksi selama
simbiosis mikoriza arbuskular. Di samping itu juga membahas masalah pengangkutan
nutrisi melewati interface cendawan mikoriza arbuskular yang meliputi proses transfer
karbon dari tanaman inang dan transfer nutrisi dan air dari mikoriza.
Penulis berharap tulisan yang sederhana ini dapat bermanfaat sebagai bahan bacaan
bagi para mahasiswa yang berminat dan dapat menjadi salah satu sumber referensi dalam
melakukan penelitian dalam bidang yang berkaitan.
Akhirnya, pada kesempatan ini Penulis ingin rnenyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuannya dalam penulusuran bahan tulisan ini.

Bandung, Februari 2007

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar …………………………………………………………………
Daftar Isi ……………………………………………………………………….
PENDAHULUAN ……………………………………………………………..
CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULAR …………………………………
• Analisis Molekuler Genom Cendawan …………………………………
PERKEMBANGAN SIMBIOSIS DALAM MIKORIZA ARBUSKULAR ….
• Peristiwa Signaling Awal ………………………………………………

halaman
i
ii
1
2
2
6
6

• Pembentukan Appresorium …………………………………………….

7

• Penetrasi Akar ………………………………………………………….

8

• Pertumbuhan Internal dan Perkembangan Arbuskular dan Mikoriza
Tipe Arum ……………………………………………………………..

12

• Perubahan Seluler dan Molekuler dalam Sel Selama Perkembangan
Arbuskular …………………………………………………………….

13

• Miselium Eksternal
IDENTIFIKASI DARI GEN YANG DIINDUKSI SELAMA SIMBIOSIS
MIKORIZA ARBUSKULAR ………………………………………………..

14

• Ekspresi Respon Pertahanan ………………………………………….

16

• Ekspresi Gen Nodulasi dalam Simbiosis Mikoriza …………………..
PENGANGKUTAN NUTRISI MELEWATI INTERFACES CENDAWAN
MIKORIZA ARBUSKULAR ………………………………………………..

17

• Transfer Carbon dari Tanaman ke Fungi ……………………………..

19

• Transfer Phosphate dari Tanah ke Tanaman melalui Cendawan ……..
KESIMPULAN ………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………..

21

15

19

24
25