Pemerintah Pusat Anak Tirikan Jawa Barat.

2
18

.

o

Senin

3
19

~ibun Jabal'

20
----OPeb
OMor

o Rabu o Kamis o Jumat o Sabtu o

Se/asa


5

4

6
21
OApr

Minggu

7
10
11
12
13
14
8
9
15

7.4
27
30
22
23
25
6
28
--( )Mc; 8JufI
()Jul
UOkt
l) Nov l..
l ) Ags ,.)Scp

€>

PR untuk 91 Anggota DPR RI periode 2009-2014

asal Jabar


Pemerintah Pu~at

Allal~ TmIGUl
Jawareferat
Barat
DE DE MARIANA

Dosen IImu Pemerinlahan & Pascasa~ana
FISIP Unpad
Kelua Asosiasi IImu Polilik Indonesia Bandung
-

.

PADA pemilu legislatif April, dari daerah pemilihan
Jawa Barat Oabar) dihasilkan
91 anggota DPR Rl periode
2009-2014 berasal dari sembilan partai politik.
Komposisi anggota DPR
RI asal daerah pemilihan

Jbar tersebut, berdasarkan
jenis kelamin, terdiri atas 69
laki-laki dan 23 perempuan,
sebagian besar (75 persen)
bertempat tinggal di sekitar
Bogor, Depok, dan Bekasi
(Bodebek) dan selebihnya
bertempat tinggal di kabupaten/kota di Jawa Barat.
Sayang tak cukup tersedia data dari KPU mengenai
anggota DPR RI asal dapil
Jabar berdasarkan etnisitas
dan agama, padahal dalam
konteks kemajemukan hal
ini penting terkait kecenderungan menguatnya politik
identitas sejalan diterapkannya politik desentralisasi dan otonomi daerah.
Apa pun partai, tempat
tinggal, etnik, dan agamanya, seyogianya anggota
DPR RI terpilih dari daerah
pemilihan Jabar harus lebih
fokus memahami dan kemudian memperjuangkan

berbagai hal yang berkaitan
dengan kepentingan Jabar.
Apa yang dimaksud kepentingan Jawa Barat?
Berangkat dari premis
bahwa dalam tatanan kehidupan masyarakat senantiasa dijumpai tarik"ffienarik kekuatan sentripetal
yang memusat dan kekuatan sentrifugal yang menyebar, maka eksistensi
kepentingan (interest) lokal
Jawa Barat adalah sebuah
keniscayaan.

---

---

MesId belt'Una~"ionsen":' pertama,
kebijakan
desentralisasi dan otonomi
sus stakEholderapa saja yang
daerah yang masih bias
menjadi kepentingan Jabar,

kepentingan Jabar dapat
pusat dan terIampau medirumuskan dalarn bebenguntungkan daerah-daerah yang kaya dengan
rap a hal, antara lain, pertama, Jabar sebagai bagian
sumber daya alam, kebiNKRI berkepentingan atas
jakan perimbangan keuakeadilan, kemakmuran dan
ngan pusat dan daerah yang
kesejahteraan,
perlindudidasarkan kepada banyakngan, dan pencerdasan bagi
nya jumlah daerah otonom
segenap rakyat Jabar.
kabupaten/kota
sebagai
Karena itu, hal ini harus
bilangan pembagi mengmenjadi agenda utama bagi
akibatkan timpangnya aloanggota DPR Rl asal dapil
kasi dana yang diperoleh
Jabar dalam merumuskan
daerah provinsi maupun
berbagai kebijakan nasional
kabupaten/kota.

yang berdampak bagi Jabar
Kedua, kebijakan memkhususnya.
bangun kawas~n dan zona
Kedua, sebagai entitas
industri nasional di jalur
politik, Jabar berkepenpantai utara Jabar dan koritingan agar artikulasi dan
dor Bogor, Depok, Bekasi
agregasi aspirasi politik
(Bodebek), yang tidak disertai upaya peningkatan
identitas yang meny~ngkut
kapasitas masyarakat lokal
etnik dan agama di dalam
telah mendorong
proses
kancah politik nasional
pemiskinan dan margiperIu mendapat ruang genalisasi masyarakat lokal
'1
rak yang lebih kondusif.
di seputar kawasan dan
Homogenisasi

dan hegezona industri tersebut.
monisasi kultur sejak zaJabar dengan jumlah
man kolonial hingga rezim
penduduk lebih dari 40 juta
Orde Baru terasa memargidan merupakan
wilayah
nalkan aktualisasi politik
penyangga ibu kota negara
identitas menyangkut etsaat ini dihadapkan kepada
nisitas dan agama.
berbagai persoalan yang
Karena itu, para anggota
rumit. Jabar merupakan
DPR RI asal dapil Jabar
salah
perIu berinisiatif melahir-~ satuprovinsi~ tujuankan kebijakan politik kebudayaan yang selama hampir empat dekade tidak
diperhatikan.
Ketiga, kepentingan Jabar menyangkut penyelesaian berbagai persoalan
aktual kehidupan masyarakat yang terjadi di Jabar,
sebagai akibat dari kebijakan nasiona.1, misalnya, ~


Klip i n 9 Hum a sUn

pod

2009

(daerah migrasi masuk) di
pulau Jawa. Hal ini membawa dampak pada tekanan jumlah penduduk yang
semakin tinggi.
Persoalan daya dukung
dan daya tampung lingkungan Jawa Barat guna
mencukupi
40 juta jiwa
(yang terus bertambah)
menjadi persoalan yang
sangat serius.
Sumber daya alam menjadi langka dan bernilai
mahal. Ketersediaan lahan
hutan dan sawah semakin

menurun. Kualitas udara
terutama di perkotaan sudah cukup kritis.
Persoalan lain yang tak
kalah seriusnya adalah tingginya pengangguran, masih rendahnya
rata-rata
lama sekolah, tingginya
angka kematian ibu dan
anak, rendahnya pelayanan
infrastruktur dasar (air bersih, kesehatan, pendidikan),
tingginya kemiskinan, kesenjangan desa-kota, kesenjangan ekonomi wilayah utara dan selatan, kesenjangan penghasilan antara
orang Sunda dan
nonSunda di Jabar, dan sebagainya. Kemiskinan di
sekitar pantura jauh
lebih tinggi daripada
wilayah selatan
Jabar. Selatan
Jabar meski

Barat mempakan wilayah
yang hampir tidak tersentuh pembangunan

infrastrukturnya,
padahal
jarak ke ibu kota negara
hanya beberapa jam.
Jalan lintas selatan hingga
kini masih nonstatus. Akibatnya, tak jelas siapa yang
hams bertanggung jawab
meski kini sudah diusulkan
untuk menjadi jalan nasional sehingga bisa didanai
oleh APBN.
Perspektif
anggaran
pembangunan
men unjukkan realita dana APBN
ke Jabar relatif kedl. Hal ini
disebabkan jumlah kabupaten/kota di Jabar relatif
sedikit dibandingkan provinsiJawa Tengah danJawa
Timur yang jumlah penduduknya hampir sarna.
Perkembangan
alokasi
dan proporsi Dana Alokasi
Umum (DAU) Provinsi Jabar tahun 2005-2008 ratarata hanya 5 persen dari total se-Indonesia
dengan
besaran tiap tahun rata-rata
Rp 724 miliar.
Bandingkan dengan Provinsi Jatim yang rata-rata 6
persen dengan besaran
rata-rata Rp 847 miliar tiap
tahun. Begitu pun alokasi
dan proporsi DAU kota/
kabupaten se-Jabar tahun
2005-2008. Rata-rata hanya
10 persen dari total se-Indonesia dengan besaran ratarata Rp 16,2 triliun' per
tahun.
Dana APBD Provinsi Jabar Tahun Anggaran 2007

mm

masih bisa hidup. Sebabnya,
di selatan lahan masih relatif
ban yak tersedia, sedang di
utara habis dialihgunakan
menjadi lahan industri.
Namun, selatan Jawa

berjumlah Rp 6 triliun.
Kalaupun dijumlah dengan APBD tahun anggaran sarna kabupaten/kota
se-Jabar, hasilnya sekitar
Rp 28 triliun, atau 3 persen

dari APBN 2009.
Jabar pun belum memiliki pelabuhan intemasional
baik bandara maupun pelabuhan laut. Pelabuhan
laut yang di Cirebon masih
terbatas fungsi hanya sebagai pelabuhan niaga. Ita
pun jika skenario pemekaran Provinsi Cirebon diabaikan.
Karena itu, Jabar merupakan provinsi yang belum
bisa mendapat
manfaat
langsung dari kebijakan
otonomi daerah.
Jika di luar Jawa atau
daerah yang jauh dari ibu
kota bersukaria menikmati
dampak kebijakan otonomi
daerah, Jabar sepi-sepi saja
hingga tak ada bedanya era
otda dengan era sebelumnya. Kecuali hilangnya wilayah Banten menjadi provinsi tersendiri.
Meski sudah terkurangi
Banten, tetap saja Jabar sarat
beban.
Sebenamya, jika masalah
sosial-ekonomi Jabar bisa
diselesaikan, 20 persen dari
masalah sosial-ekonomi
nasional akan beres. Pendapat ini tidak berlebihan
mengingat
jumlah penduduk Jabar terbesar di Indonesia.
Hanya saja, potensi jumlah penduduk Jabar yang
terbesar kerapkali hanya
jadi potensi pemasaran
kepentingan politik nasional.

.

Hingga potensi itu tercermin sebatas ungkapan
"lumbung suara" bagi kepentingan politik, seperti
dalam pemilu misalnya.
Memang representatif
kedaerahan, yakni Dewan
Perwakilan Daerah (DPD),
ada. Namun karena keterbatasan DPD baik kuantifaS maupun fungsi yarrg
diembannya, realisqs dan
wajar jika harapan terbesar
rakyat Jawa Barat akan
tercurah pada anggota
DPR RI yang daerah pemilihannya asalJawa Barat. Ini
bukan soal tanggung jawab
politik saja. Tapi juga soal
sense of belonging, sense of
crisis, sense of responsibility
yang mutlak hams dimiliki
seorang wakil rakyat pada
daerah yang diwakilinya.
Akhimya, kepada anggota
DPR RI asal daerah pemilihan Jawa Barat selamat
bekerja,semoga,
amanah
dan sukses sampai akhir
jabatan. (*)