Pengaruh Belanja Pemerintah Pusat Terhadap Peningkatan Produksi Padi di Propinsi Jawa Barat

PENGARUH BELANJA PEMERINTAH PUSAT TERHADAP
PENINGKATAN PRODUKSI PADI
DI PROPINSI JAWA BARAT

ATANG TRISNANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Belanja
Pemerintah Pusat Terhadap Peningkatan Produksi Padi di Propinsi Jawa Barat
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Atang Trisnanto
NIM H151100154

RINGKASAN
ATANG TRISNANTO. Pengaruh Belanja Pemerintah Pusat Terhadap
Peningkatan Produksi Padi di Propinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh ARIEF
DARYANTO dan AGUNG HENDRIADI.
Krisis pangan global akan menjadi masalah serius di masa depan.
Peningkatan produksi pangan harus dilakukan oleh setiap negara untuk
meningkatkan ketahanan pangan. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi
pangan adalah melalui upaya peningkatan belanja pemerintah yang digunakan
untuk membiayai kegiatan program pembangunan seperti infrastruktur irigasi,
ketersediaan benih dan pupuk, riset dan teknologi, pembiayaan, dan lain-lain.
Ketepatan dalam alokasi anggaran belanja pemerintah diperlukan agar
mampu mendongkrak output pertanian. Hal ini sejalan dengan pendapat Daryanto
(2012) yang menyatakan bahwa pertumbuhan pertanian yang berkelanjutan
membutuhkan dukungan investasi yang lebih baik dan lebih besar. Selama ini
pembangunan pertanian kita tidak ditopang dengan tingkat investasi yang

memadai (underinvestment). Bahkan investasi di bidang pertanian yang sangat
terbatas tersebut dialokasikan secara tidak benar pula (misinvestment).
Alokasi yang tidak benar (misinvestment) dan alokasi yang tidak memadai
(underinvestment) sering terjadi karena lebih memprioritaskan output jangka
pendek dibanding output jangka panjang. Investasi pada sarana publik semakin
menurun, sedangkan subsidi dan bantuan sosial semakin meningkat. Untuk itu,
penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh belanja pemerintah terhadap
peningkatan produksi padi, sehingga dapat diketahui seberapa besar pengaruh
belanja pemerintah terhadap produksi padi. Lebih lanjut, penelitian ini diharapkan
dapat mengidentifikasi jenis program-program yang memberikan pengaruh
signifikan terhadap produksi padi, sehingga dapat dimanfaatkan untuk
merumuskan kebijakan yang lebih tepat dan efektif.
Dalam penelitian ini, wilayah yang dikaji dibatasi pada wilayah Kabupaten
Kota di Propinsi Jawa Barat. Pemilihan Propinsi Jawa Barat sebagai wilayah basis
penelitian karena propinsi ini merupakan salah satu basis produksi padi di
Indonesia. Wilayah yang masih satu propinsi diharapkan dapat mengurangi
heterogenitas data. Untuk belanja pemerintah, dipilih 5 program utama yang
bersumber dari anggaran Kementerian Pertanian, yaitu subsidi pupuk, bantuan
benih unggul, perbaikan irigasi tersier, sekolah lapang pengelolaan tanaman
terpadu (SL-PTT), dan bantuan permodalan pengembangan usaha agribisnis

pedesaan (PUAP). Anggaran investasi Pemerintah Daerah dan swasta tidak
dimasukkan dengan pertimbangan bahwa rata-rata anggaran daerah untuk sektor
pertanian relatif kecil dan sangat beragam antar daerah. Sedangkan investasi
swasta sebagian besar dialokasikan untuk sektor perkebunan dan sangat kecil
yang digerakkan dalam budi daya padi.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang disajikan dalam bentuk
data panel, terdiri dari data produksi padi dan belanja pemerintah (pos anggaran
Kementerian Pertanian) dalam 7 tahun data time series dan 20 data cross section.
Jumlah produksi padi dalam satuan ton digunakan sebagai variabel tidak bebas.
Sedangkan anggaran untuk bantuan benih unggul, subsidi pupuk, rehabilitasi
irigasi tersier, bantuan permodalan, dan sekolah lapang pengelolaan tanaman

terpadu sebagai variabel bebas yang semuanya dinyatakan dalam satuan ribu
rupiah. Pemilihan variabel independen tersebut berdasarkan atas programprogram utama masing-masing eselon I Kementerian Pertanian yang nilai
anggarannya besar. Nilai dari setiap variabel independen adalah nilai riil yang
sudah disesuaikan dengan nilai nominal pada masing-masing tahun melalui
perhitungan indeks harga konsumen di wilayah Propinsi Jawa Barat dengan harga
riil pada tahun 2007 sebagai basis perhitungan.
Metode analisis menggunakan model estimasi data panel statis. Hasil studi
menunjukkan bahwa metode estimasi GLS (generalized least square) dengan

variabel dummy tahun sebagai model estimasi terbaik. Secara total, belanja
pemerintah yang diinvestasikan dalam bentuk program subsidi pupuk, bantuan
benih unggul, rehabilitasi irigasi tersier, sekolah lapang pengelolaan tanaman
terpadu, dan bantuan modal pengembangan usaha agribisnis pedesaan
memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan produksi padi di Propinsi
Jawa Barat.
Dalam jangka pendek (short run), belanja pemerintah dalam bentuk subsidi
pupuk dan bantuan benih unggul memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
produksi padi di Propinsi Jawa Barat pada taraf nyata 5%, sedangkan rehabilitasi
irigasi tersier berpengaruh nyata pada taraf 15%. Pada taraf nyata 5%,
penambahan 1% anggaran pupuk, ceteris paribus, akan meningkatkan produksi
padi sebesar 0.056% dan peningkatan 1% anggaran benih unggul, ceteris paribus,
akan meningkatkan produksi padi sebesar 0.38%. Pada taraf nyata 15%,
penambahan anggaran rehabilitasi irigasi tersier sebesar 1%, ceteris paribus, akan
meningkatkan produksi padi sebesar 0.206%.
Pupuk dan benih merupakan input langsung dalam budi daya usaha padi
sehingga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap produksi. Rehabilitasi
irigasi tersier belum dapat menambah luas tanam dan luas panen secara signifikan
karena sifatnya yang sangat mikro dan perbaikan saluran yang sudah ada. Di sisi
lain, rehabilitasi irigasi tersier memerlukan waktu jeda dalam mempengaruhi

produksi pangan karena pembangunannya yang dikerjakan pada tengah atau akhir
tahun anggaran.
Dalam jangka pendek (short run), belanja pemerintah dalam bentuk
bantuan permodalan dan sekolah lapang tidak berpengaruh nyata terhadap
produksi padi di Jawa Barat, baik pada taraf nyata 5% maupun 15%. Hal ini
terjadi karena bantuan permodalan PUAP hanya menyentuh sejumlah kecil petani
dan tidak secara massal seperti halnya subsidi pupuk. Demikian juga dengan
sekolah lapang yang hanya fokus pada areal laboratorium lapang yang luasnya 1
ha dari total 25 ha SL-PTT. Di sisi lain, program SL-PTT hanya meliputi lebih
kurang 25% dari total luas tanam padi. Pada kondisi inilah, fenomena tentang
misinvestment terjadi. Untuk itu, anggaran yang dialokasikan pada kedua program
ini dapat direlokasi untuk program lain yang lebih signifikan. Program subsidi
pupuk, bantuan benih unggul, dan rehabilitasi irigasi tersier memiliki hubungan
positif terhadap peningkatan produksi padi di Propinsi Jawa Barat dan dapat
dijadikan perbaikan rumusan program dan kebijakan peningkatan produksi padi di
Propinsi Jawa Barat.
Kata kunci: belanja pemerintah, data panel, GLS dengan dummy variabel tahun,
produksi padi

SUMMARY

ATANG TRISNANTO. Impact of Central Government Expenditures to The
Increase of Rice Production in West Java Province. Supervised by ARIEF
DARYANTO and AGUNG HENDRIADI.
Global food crisis is being a serious problem in the future. The increase of
food production shall be done by each country in order to improve the food
security. One of the efforts to increase the food production is by increasing the
government expenditures that is used for financing production activities or
programs among others irrigation infrastructures, supply of seed and fertilizer,
research and technology, agriculture financing and others.
Accuracy in this Government budget allocation is required in order able to
raise the output. This matter is in line with Daryanto’s opinion (2012), which
states that the sustainable growth of agriculture requires better and larger
investment supports. In this present, our agriculture development has
inappropriate supports (underinvestment). Moreover, the limited investment itself
was allocated improperly (misinvestment).
The improper allocation (misinvestment) and inappropriate allocation
(underinvestment) frequently occur due to take more priority in short-term output
than the long-term output. Proportion between investment in public facilities and
model of subsidy and social assistance is continuously improved. For such case,
this study aims to analyze the impact of government expenditures to the increase

of rice production. Upon this study is hoped able to know how much big the
impact of government expenditures to the increase of rice production. In addition,
it is to identify what kinds of programs that significantly provide the impact to
rice production, therefore it is able to be used to formulate the more effective and
efficient policies.
In this study, the researched area is limited in Regencies and
Municipalities in West Java Province. West Java Province is one of the rice
production bases in Indonesia. This one province area is hoped able to reduce the
varied data. For the government expenditures, it is selected for 5 main programs,
which derives from the budget of the Ministry of Agriculture, namely subsidy of
fertilizer, superior seed assistance, tertiary irrigation rehabilitation, field school for
integrated plant management (SL-PTT), and capital assistance for village
agribusiness development (PUAP). The budget of Regional Government and
private investments excluded considering that the regional budget in average for
the agriculture sector is relatively small amount and it is too varied among the
regions. While private investment mostly are allocated for plantation sector and it
is too small amount for mobilizing the rice cultivation.
This study uses secondary data presented in the form of panel data,
consisting of rice production data and government expenditures within 7 years of
data time series and 20 data cross section. Total rice production yearly in tonnage

unit is applied as dependant variables. While the budget for superior seed
assistance, subsidy of fertilizer, tertiary irrigation rehabilitation, capital assistance,
and field school for integrated plant management as independent variables, which
all together are stated in thousand rupiahs. The selection of such independent

variables is based on each main programs in echelon I of the Ministry of
Agriculture that has large budget value.
The value of each independent variable is the real value that has been
adjusted with the nominal value is respective year through the calculation of
consumer price index in West Java Province, in which the real price in 2007 to be
the calculation base.
The analysis methods applies the estimation model of static panel data.
The result of study shows that the estimation model of GLS (generalized least
square) with dummy variables as the best estimation model. The government
expenditures invested in the form of program such as subsidy of fertilizer,
superior seed assistance, tertiary irrigation rehabilitation, field school for
integrated plant management, and capital assistance for village agribusiness
development provide the positive impact to the increase of rice production in
West Java Province.
In the short-term (short run), the government expenditures in the form of

subsidy of fertilizer and superior seed assistance provide significant impact to rice
production in West Java Province at 5% level of significance, while tertiary
irrigation rehabilitation has significant impact at 15% level of significance. At the
significant level of 5%, increase of 1% fertilizer budget, ceteris paribus, will
increase the rice production at 0.056% and increase of 1% of superior seed
budget, ceteris paribus, will increase the rice production at 0.38%. At the
significant level of 15%, increase of tertiary irrigation rehabilitation budget 1%,
ceteris paribus, will increase the rice production at 0.206%.
Fertilizer and seed are direct input in rice business cultivation, therefore it
provides significant impact to the production. For tertiary irrigation is incapable to
enlarge the planting and harvest significantly because it has too micro
characteristic. In the other sides, tertiary irrigation rehabilitation needs interval
time in influencing the food production.
In the short-term (short run), the government expenditures in the form of
capital assistance and field school has no impact to the rice production in West
Java, either in the significant level 5% as well as 15%. This matter is because the
capital assistance of PUAP just reach small amount of farmers and it is not
massive as the subsidy of fertilizer. Moreover, the field school that is focusing to
field laboratory area that covers at the extent of 1 ha from totally 25 ha SL-PTT.
In other sides, the program of SL-PTT just consists of less than 25% of the total

rice planting area.
The program of fertilizer subsidy, superior seed assistance, tertiary
irrigation rehabilitation has positive correlation to the increase of rice production
in West Java Province and it can be the improvement of program formulation and
the policy for increasing rice production in West Java Province.
Keywords : government expenditures, GLS estimation method with dummy
variables, panel data rice production

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH BELANJA PEMERINTAH PUSAT TERHADAP
PENINGKATAN PRODUKSI PADI

DI PROPINSI JAWA BARAT

ATANG TRISNANTO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:

Dr Ir Nunung Nuryartono, MSi

Judul Tesis : Pengaruh Belanja Pemerintah Pusat Terhadap Peningkatan
Produksi Padi di Propinsi Jawa Barat
Nama
: Atang Trisnanto
NIM
: H151100154

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Arief Daryanto, MEc
Ketua

Dr Ir Agung Hendriadi, MEng
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Nunung Nuryartono, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
8 September 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah hubungan antara belanja pemerintah dengan
produksi padi, dengan judul Pengaruh Belanja Pemerintah Pusat Terhadap
Peningkatan Produksi Padi di Propinsi Jawa Barat.
Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Arief
Daryanto, MEc dan Bapak Dr Ir Agung Hendriadi, MEng yang telah berkenan
membimbing penulis secara penuh dan sangat baik di sela kesibukan beliau
berdua yang sangat tinggi. Terima kasih turut penulis sampaikan kepada Dr Ir
Nunung Nuryartono sebagai Ketua Program Studi yang banyak memberikan
dukungan selama studi, serta Kementerian Pertanian yang telah membantu
menyediakan data yang diperlukan. Ungkapan terima kasih dan rasa cinta yang
mendalam penulis sampaikan kepada ayah, almarhumah ibu, istri dan putera
puteri tercinta, serta seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan, dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

Atang Trisnanto

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................... i
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ii
1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
Latar Belakang .......................................................................................... 1
Perumusan Masalah ................................................................................... 3
Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6
Manfaat Penelitian .................................................................................... 7
2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 7
Landasan Teori .......................................................................................... 7
Penelitian Terdahulu ................................................................................ 14
3. METODE ................................................................................................. 26
Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................................... 26
Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 28
Analisis Deskriptif .................................................................................. 29
Prosedur dan Analisis Model Regresi ..................................................... 29
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 36
Analisis Deskriptif ................................................................................... 38
Analisis Model Regresi ........................................................................... 43
5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 55
Kesimpulan............................................................................................... 55
Saran ........................................................................................................ 55
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 56
LAMPIRAN ................................................................................................. 61
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... 75

DAFTAR TABEL
Jumlah produksi padi Indonesia tahun 2008-2013 ................................................. 4
Anggaran sub sektor tanaman pangan tahun 2008-2013 ....................................... 5
Hasil penelitian terdahulu mengenai pengaruh belanja pemerintah
terhadap produksi pangan dan out put pertanian ................................................... 18
Beberapa hasil penelitian tentang pengaruh faktor produksi
padi di Indonesia ................................................................................................... 22
Luas lahan sawah berdasarkan jenis pengairan di Propinsi Jawa Barat ................ 37
Jumlah produksi padi Propinsi Jawa Barat ........................................................... 38
Luas tanam padi sawah Propinsi Jawa Barat (2008-2012) ................................... 40
Luas panen padi sawah Propinsi Jawa Barat (2008-2012).................................... 41
Hasil uji model data panel statis............................................................................ 44
Hasil uji model data panel statis dengan dummy variabel ..................................... 45
Hasil operasi software Stata 12 dengan model GLS dummy tahun ...................... 46

DAFTAR GAMBAR
Anggaran Kementerian Pertanian .......................................................................... 2
Kerangka pemikiran penelitian ............................................................................ 27
Peta jenis tanah di Jawa Barat ............................................................................... 37
Produksi padi Propinsi Jawa Barat ...................................................................... 38
Belanja pemerintah pusat sub sektor tanaman padi dan produksi padi
di 20 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat ..................................................... 39
Tren produksi padi, belanja irigasi, belanja PUAP, belanja
SL-PTT di 20 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat ........................................ 42
Tren produksi padi, belanja pupuk, dan belanja benih
di 20 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat ...................................................... 43

DAFTAR LAMPIRAN
Produksi padi di 20 Kab/Kota Propinsi Jawa Barat ............................................. 61
Grafik hubungan produksi padi dan belanja benih di
20 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat tahun 2007-2013 .............................. 62
Grafik hubungan produksi padi dan belanja subsidi pupuk di
20 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat tahun 2007-2013 .............................. 63
Grafik hubungan produksi padi dan belanja rehabilitasi irigasi tersier di
20 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat tahun 2007-2013 .............................. 64
Grafik hubungan produksi padi dan belanja permodalan PUAP di
20 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat tahun 2007-2013 .............................. 65
Grafik hubungan produksi padi dan belanja sekolah lapang di
20 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat tahun 2007-2013 .............................. 66
Hasil pendugaan model PLS (pooled least square) .............................................. 67
Hasil pendugaan model FEM (fixed effect models) ............................................. 68
Hasil pendugaan model REM (random effect models) ......................................... 69

Hasil uji pemilihan model .................................................................................... 69
Hasil pendugaan model PLS (pooled least square)dengan dummy tahun............. 70
Hasil pendugaan model FEM (fixed effect models) dengan dummy tahun ............ 71
Hasil pendugaan model REM (random effect models) dengan dummy tahun ....... 72
Hasil pendugaan model REM hubungan antara produksi padi
dan total belanja pemerintah .................................................................................. 73
Hasil uji heteroskedastisitas dan autokorelasi model FEM
dengan dummy tahun ........................................................................................... 74

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Krisis pangan global akan menjadi masalah serius dunia di masa depan.
Bumi tidak berubah, sedangkan populasi manusia terus bertambah. Berdasarkan
statistik FAO (Food and Agriculture Organization) di 102 negara berkembang,
terdapat lebih dari 1.1 milyar orang kelaparan pada tahun 2011 dan grafiknya
terus meningkat setiap tahun. Kekhawatiran akan munculnya krisis pangan global
sangat beralasan. Irawan (2010) menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan
krisis pangan global. Pertama, perubahan iklim menyebabkan peluang terjadinya
gagal panen yang masif di berbagai belahan dunia. Kedua, menyusutnya lahan
pertanian di berbagai negara. Ketiga, fenomena proteksionisme yang makin
meningkat akan menyebabkan negara produsen pangan tidak menjual produk
pangan ke negara lain dengan alasan untuk memperkuat cadangan pangan.
Keempat, adanya kebijakan inovasi bahan bakar tak terbarukan sehingga memacu
pertumbuhan industri biofuel.
Untuk Indonesia, jumlah penduduk nasional saat ini telah mencapai 245
juta orang dengan pertumbuhan sebesar 1.49% per tahun. Pada tahun 2025,
diperkirakan jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 300 juta orang. Dengan
pertumbuhan populasi tersebut, kebutuhan akan pangan dipastikan meningkat. Di
sisi lain, pertambahan penduduk juga akan mengurangi ketersediaan lahan
pertanian akibat konversi ke perumahan, jalan, industri, sarana publik, dan
berbagai kepentingan lain diluar sektor pertanian.
Kondisi tersebut harus diantisipasi melalui upaya peningkatan produksi
pangan yang jauh lebih serius dari apa yang telah dilakukan selama ini. Kebijakan
pangan yang dicerminkan melalui kebijakan UU No 18 tahun 2012 tentang
Pangan menugaskan tercapainya Ketahanan Pangan Nasional. Ketahanan Pangan
dapat dikatakan tercapai apabila telah terpenuhinya pangan bagi negara dan
perseorangan melalui tersedianya pangan yang cukup (jumlah dan mutu),
beragam, bergizi, aman, seimbang, dan tidak bertentangan dengan keyakinan dan
agama masyarakat.
Pemenuhan kebutuhan pangan secara jumlah saja sangatlah tidak mudah,
apalagi menyediakan pangan dari sisi kuantitas, kualitas, dan kandungan gizinya
secara sekaligus. Dengan demikian, upaya pemenuhan kebutuhan pangan dalam
negeri yang dilakukan melalui pembangunan pertanian pada masa mendatang
akan mengalami banyak tantangan yang semakin kompleks dibanding pertanian
saat ini dan era sebelumnya.
Upaya pencapaian swasembada pangan utama senantiasa menjadi
perhatian utama Pemerintah. Kecukupan pangan terutama beras dengan harga
terjangkau telah menjadi kebijakan utama pembangunan pertanian Indonesia,
dengan tujuan untuk menghindari kelaparan serta gejolak ekonomi dan politik
(Sudaryanto et al. 1999). Penguatan kebijakan ketahanan pangan mulai tercermin
pada kebijakan pembangunan di era awal kepemimpinan Presiden Soeharto.
Dengan gerakan Bimas (bimbingan masyarakat) yang masif, Indonesia tercatat
mampu mencapai swasembada beras pada tahun 1984 dan mendapat penghargaan
dari FAO.

Kebijakan yang sama juga dilakukan oleh Pemerintah setelah era
reformasi. Hal ini bisa dilihat dari langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
yang mencanangkan program Revitalisasi Pertanian pada tanggal 11 Juni 2005
dengan program utama berupa peningkatan ketahanan pangan, pengembangan
agribisnis, dan peningkatan kesejahteraan petani. Penghargaan kembali diberikan
FAO kepada Pemerintah Indonesia pada tahun 2013 atas keberhasilan menaikkan
trend produksi pangan dan percepatan pencapaian unsur Millenium Development
Goals, yaitu pengurangan angka kelaparan sebelum 2015.
Kebijakan pangan pada era Kabinet Indonesia Bersatu II periode 20092014 dipertegas lagi melalui program pencapaian surplus 10 juta ton beras pada
akhir tahun 2014. Selain beras, Pemerintah juga membuat target swasembada
untuk komoditas jagung, kedelai, gula, dan daging sapi. Sasaran dan target
tersebut diikuti dukungan kebijakan fiskal berupa kecenderungan penambahan
jumlah anggaran belanja pemerintah Kementerian Pertanian dibanding periode
2004-2009 (Gambar 1). Penambahan jumlah belanja pemerintah diharapkan dapat
meningkatkan produksi pangan dan output pertanian. Namun, sejauh mana
implikasi kenaikan belanja pemerintah terhadap sasaran dan target pembangunan
yang telah ditetapkan masih perlu dilakukan uji ilmiah lanjut yang lebih
mendalam.
Anggaran
(Ribu Rupiah)

Tahun

Gambar 1. Anggaran Kementerian Pertanian (2004-2014)
Sumber : Biro Perencanaan Kementan (2014)
Ketepatan dalam alokasi anggaran belanja pemerintah diperlukan agar
mampu mendongkrak output pertanian. Belanja pemerintah yang diinvestasikan
dalam program peningkatan produksi padi diharapkan tepat sasaran dan efektif
mencapai target yang telah ditetapkan. Bukan sebaliknya, anggaran yang secara
persentase sangat kecil dibandingkan jumlah APBN total, diperparah lagi dengan
tidak adanya pengaruh yang signifikan terhadap produksi pangan.

Hal ini sejalan dengan pendapat Daryanto (2012) yang menyatakan bahwa
pertumbuhan pertanian yang berkelanjutan membutuhkan dukungan investasi
yang lebih baik dan lebih besar. Selama ini pembangunan pertanian kita tidak
ditopang dengan tingkat investasi yang memadai (underinvestment). Bahkan
investasi di bidang pertanian yang sangat terbatas tersebut dialokasikan secara
tidak benar pula (misinvestment).
Fuglie (2004) melakukan penelitian tentang faktor penentu pertumbuhan
sektor pertanian di Indonesia dalam kurun waktu tahun 1960 sampai dengan tahun
2000. Menurutnya, produktivitas pertanian mengalami peningkatan pada kurun
waktu 1970-1980 dan trendnya mendatar mulai awal tahun 1990, dimana sebagian
besar pertumbuhan pada masa 1970-1980 tersebut disebabkan oleh peningkatan
input produksi berupa lahan dan tenaga kerja. Stagnasi produktivitas di awal tahun
1990 disebabkan oleh rendahnya investasi publik maupun individu seperti
penelitian, infrastruktur pedesaan, dan irigasi.
Alokasi yang tidak benar (misinvestment) dan alokasi yang tidak memadai
(underinvestment) seperti hasil penelitian Fuglie (2004) tersebut sering terjadi
karena pertimbangan situasi politik ataupun pemenuhan target jangka pendek
(siklus 5 tahun pemerintahan). Proporsi antara investasi pada sarana publik
dengan pola subsidi dan bantuan sosial yang semakin timpang selama ini
menunjukkan adanya target short run yang lebih diutamakan. Padahal, investasi
pada sarana publik pada jangka panjang justru lebih tepat karena pada umumnya
memiliki return of investment (ROI) yang lebih tinggi dibanding programprogram populis seperti subsidi dan bantuan sosial.
Berdasarkan uraian di atas, perlu kajian untuk mengetahui sejauh mana
efektivitas pengaruh belanja pemerintah terhadap peningkatan produksi padi.
Pengetahuan ini penting sebagai dasar pengambilan kebijakan fiskal agar alokasi
belanja pemerintah dapat dialokasikan terhadap program-program yang tepat dan
memberikan pengaruh nyata terhadap sasaran dan target produksi pangan yang
telah ditetapkan.
Perumusan Masalah Penelitian
Salah satu instrumen Pemerintah dalam melaksanakan program-program
pembangunan adalah pengaturan kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal berupa belanja
pemerintah ini merupakan cerminan dari implementasi kebijakan politik
pembangunan sebuah negara. Penguatan pembangunan suatu sektor setidaknya
dapat terlihat pada seberapa besar alokasi belanja pemerintah pada sektor tersebut.
Sektor pertanian yang memberikan kontribusi tenaga kerja paling besar di
Indonesia selama hampir dua dekade ini cenderung terabaikan jika dilihat dari
alokasi belanja pemerintah yang diberikan. Sebagai contoh, anggaran
Kementerian Pertanian pada tahun 2012 (tertinggi selama 10 tahun terakhir) hanya
sebesar Rp 18 triliun atau kurang dari 1% total APBN. Jika ditambah dengan
subsidi pupuk sebesar Rp 17 triliun, maka persentase alokasi belanja sektor
pertanian kurang dari 2% total APBN. Angka ini terasa sangat timpang apabila
dibandingkan dengan porsi anggaran pendidikan sebesar 20% ataupun anggaran
subsidi energi yang hampir mencapai 17%. Dengan jumlah anggaran tersebut,
wajar apabila banyak pihak mengatakan bahwa sektor pertanian semakin lama

menjadi semakin terabaikan, terutama jika dilihat dari kecilnya jumlah investasi
yang dikeluarkan oleh Pemerintah (underinvestment).
Investasi Pemerintah yang relatif kecil pada sektor pertanian diharapkan
dapat membiayai berbagai program, terutama pada program peningkatan produksi
pangan. Dari sekian banyak program yang dibiayai oleh belanja pemerintah,
belum tentu semuanya efektif berpengaruh terhadap target dan sasaran yang
ditetapkan. Semua pihak tentu berharap agar investasi yang kecil dapat secara
optimal berpengaruh terhadap target pembangunan, bukan sebaliknya, terjadi
ketidaktepatan dalam penempatan belanja pemerintah (misinvetsment). Untuk itu,
diperlukan kajian mengenai besarnya pengaruh masing-masing program terhadap
sasaran dan target pembangunan pertanian.
Salah satu hal yang menarik untuk dicermati terkait ketepatan dan
efektivitas investasi pemerintah adalah hubungan antara belanja pemerintah
dengan peningkatan produksi padi. Selain faktor produksi yang dimiliki oleh unit
usaha budi daya padi (lahan, tenaga kerja, kapital) setiap petani, diperlukan
dukungan yang nyata dari Pemerintah guna meningkatkan produksi pangan.
Dukungan nyata dari Pemerintah pada dasarnya untuk menjamin ketersediaan
input produksi (faktor produksi) utama yang dijalankan oleh unit usaha budi daya
padi, baik melalui regulasi, dukungan infrastruktur, maupun pembiayaan
pengadaan input produksi.
Untuk mendukung peningkatan produksi pangan, terutama padi,
Pemerintah membuat kebijakan fiskal berupa penambahan anggaran belanja sub
sektor tanaman pangan. Anggaran tersebut sebagian besar dialokasikan untuk
membiayai belanja penyediaan faktor produksi usaha tani, terutama input produksi
seperti penyediaan pupuk, benih unggul, pembangunan sarana prasarana
pertanian, penanganan organisme pengganggu tanaman, bantuan permodalan, dan
penerapan teknologi.
Pada kurun waktu 2008-2013, terdapat perbedaan tren kenaikan ataupun
penurunan produksi padi dan belanja pemerintah sub sektor tanaman pangan.
Tabel 1 memperlihatkan bahwa produksi padi Indonesia tidak selalu naik setiap
tahun. Pada tahun 2011, produksi padi nasional lebih rendah dibanding tahun
2010. Hal ini berkebalikan dengan jumlah anggaran sub sektor tanaman pangan
yang mengalami kenaikan sekitar 300% pada tahun 2011 dibandingkan tahun
2010 (Tabel 2).
Tabel 1. Jumlah produksi padi Indonesia tahun 2008 - 2013
Tahun
Luas Panen
(Juta Ha)
Produktivitas
(Ton/Ha)
Produksi Padi
(Juta Ton)
Produksi Beras
(Juta Ton)

2011
13.201

2012
13.445

2013
13.835

5.015

4.98

5.136

5.152

60.325

64.399 66.469

65.385

69.056

71.278

36.195

38.639 39.881

39.231

41.433

42.765

2008
12.327
4.894

2009
2010
12.883 13.253
4.999

Sumber : Diolah dari BPS dan Kementerian Pertanian RI (2014)

Dari Tabel 1 dan Tabel 2 dapat dilihat bahwa persentase kenaikan atau
penurunan belanja pemerintah tidak sama dengan persentase kenaikan atau
penurunan produksi padi. Sebagai contoh, produksi padi pada tahun 2010
mengalami kenaikan sebesar 3.21%, sedangkan belanja pemerintah justru
mengalami penurunan sebesar 11.06%. Pada tahun 2011, jumlah belanja
pemerintah hampir tiga kali lipat dibanding jumlah belanja tahun 2010, sedangkan
jumlah produksi padi justru menurun sebesar 1.6%. Pada tahun 2012, belanja
pemerintah mengalami kenaikan sebesar 59.28% dan produksi padi naik sebesar
5.61%. Pada tahun 2013, produksi padi mengalami kenaikan sebesar 3.21%,
sedangkan belanja pemerintah justru mengalami penurunan sebesar 30.6%.
Tabel 2. Anggaran sub sektor tanaman pangan tahun 2008-2013
Tahun
Sub Sektor Tanaman Pangan

Anggaran (dalam milyar rupiah)
2008
2009 2010 2011
2012 2013
1 099 1 003 892 2 839 4 522 3 138

Sumber : Biro Perencanaan Kementan (2014)
Berdasarkan tren angka belanja pemerintah sub sektor tanaman pangan
dan produksi padi kurun waktu tahun 2008-2013 tersebut, muncul pertanyaan
mengenai pengaruh belanja pemerintah terhadap produksi padi. Apakah belanja
pemerintah memberikan pengaruh terhadap peningkatan produksi padi? Belanja
pemerintah dalam bentuk program apa sajakah yang berpengaruh positif terhadap
peningkatan produksi padi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, diperlukan
kajian akademik mengenai seberapa besar hubungan antara belanja pemerintah
dengan produksi padi melalui analisis deskriptif dan analisis model ekonometrika.
Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat menjawab mengenai
sejauhmana ketepatan investasi pemerintah. Apakah investasi yang telah
dikeluarkan oleh Pemerintah telah sesuai, atau sebaliknya, terdapat kesalahan
investasi (misinvestment) yang pada akhirnya tidak berpengaruh signifikan
terhadap produksi padi. Jawaban tersebut penting agar di masa depan tidak terjadi
lagi kesalahan investasi (misinvestment). Dengan mengetahui faktor-faktor atau
program yang memiliki pengaruh siginfikan dan positif terhadap produksi padi,
Pemerintah dapat merumuskan kebijakan yang benar-benar berpengaruh terhadap
produksi padi di masa mendatang.
Dalam penelitian ini, analisis pengaruh belanja pemerintah pada masingmasing program terhadap produksi padi akan dibatasi pada wilayah propinsi dan
lima program utama Pemerintah Pusat. Wilayah yang dikaji dibatasi pada wilayah
Kabupaten Kota di Propinsi Jawa Barat. Propinsi Jawa Barat merupakan salah
satu basis produksi padi di Indonesia. Wilayah yang masih satu propinsi
diharapkan dapat mengurangi heterogenitas data. Untuk belanja pemerintah,
dipilih 5 program utama yang bersumber dari anggaran Pemerintah Pusat
(Kementerian Pertanian), yaitu subsidi pupuk, bantuan benih unggul, perbaikan
irigasi tersier, sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu (SL-PTT), dan
bantuan permodalan pengembangan usaha agribisnis pedesaan (PUAP). Kelima
program tersebut merupakan program dengan alokasi anggaran yang cukup
signifikan pada masing-masing eselon I.

Anggaran subsidi pupuk diberikan dalam bentuk subsidi harga yang
dibayarkan terhadap produsen pupuk, sehingga petani membeli pupuk dengan
harga yang telah disubsidi. Program bantuan benih unggul diberikan dalam bentuk
barang, yaitu petani menerima benih unggul yang disediakan oleh BUMN (badan
usaha milik negara) yang telah ditunjuk oleh Pemerintah atau perusahaan benih
pemenang tender. Rehabilitasi irigasi tersier dilakukan dengan memperbaiki
saluran irigasi di lahan sawah milik petani untuk mengurangi kebocoran dan
kerusakan saluran. Perbaikan tersebut dilakukan langsung secara swakarya oleh
kelompok tani dengan pembiayaan dari Pemerintah Pusat.
Untuk program bantuan permodalan PUAP, setiap gabungan kelompok tani
di setiap desa (satu desa satu gapoktan) menerima bantuan modal sebesar Rp 100
juta sebagai modal awal lembaga keuangan mikro agribisnis yang dapat
digunakan oleh anggota untuk pembiayaan budi daya usaha tani. Sedangkan
program SL-PTT, Pemerintah memberikan anggaran kepada satu paket SL-PTT
untuk melakukan kegiatan pembelajaran dan pelatihan, serta penyuluhan terkait
diseminasi teknologi dalam hamparan 25 Ha sawah untuk setiap paket SL-PTT.
Anggaran bantuan pupuk dan benih unggul untuk 1 Ha laboratorium lapang (LL)
dalam paket SL-PTT tidak dimasukkan karena dikhawatirkan tumpang tindih
dengan variabel subsidi pupuk dan bantuan benih unggul sebagai variabel
tersendiri.
Dalam penelitian ini, anggaran investasi Pemerintah Daerah tidak
dimasukkan sebagai variabel belanja pemerintah dengan pertimbangan bahwa
rata-rata anggaran daerah untuk sektor pertanian relatif kecil dan sangat beragam
antar daerah. Sedangkan investasi swasta tidak dimasukkan sebagai variabel
investasi publik karena sebagian besar investasi swasta lebih banyak dialokasikan
untuk sektor perkebunan dan sangat kecil yang digerakkan dalam budi daya padi.
Selain itu, data mengenai jumlah investasi Pemerintah Daerah dan swasta untuk
sub sektor tanaman pangan padi juga belum tersedia per Kabupaten/Kota.
Berdasarkan uraian diatas, permasalahan yang perlu dijawab dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh peningkatan belanja pemerintah terhadap peningkatan
produksi padi di Propinsi Jawa Barat?
2. Belanja pemerintah dalam bentuk program apa sajakah yang berpengaruh
nyata terhadap peningkatan produksi padi di Propinsi Jawa Barat?
3. Bagaimana bentuk program dan kebijakan belanja pemerintah yang tepat
untuk menaikkan produksi padi di Propinsi Jawa Barat?
Tujuan Penelitian
Dari uraian diatas, maksud dan tujuan penelitian ini diarahkan untuk :
1. Menganalisis pengaruh peningkatan belanja pemerintah terhadap peningkatan
produksi padi di Propinsi Jawa Barat.
2. Mengidentifikasi bentuk belanja pemerintah yang berpengaruh nyata terhadap
peningkatan produksi padi di Propinsi Jawa Barat.
3. Merumuskan rekomendasi kebijakan anggaran belanja pemerintah dan
program yang tepat dan efektif guna peningkatan produksi padi di Propinsi
Jawa Barat.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban atas hubungan
belanja pemerintah dengan produksi padi. Jawaban atas bentuk-bentuk belanja
pemerintah yang berpengaruh signifikan dan tidak signifikan terhadap produksi
padi dapat membantu Pemerintah merumuskan kebijakan yang tepat di masa
depan. Alokasi belanja pemerintah untuk program yang tidak signifikan
berpengaruh positif terhadap produksi padi, dapat direalokasi kepada programprogram lain yang lebih berpengaruh. Sehingga, alokasi belanja pemerintah yang
kecil di sektor pertanian diharapkan tidak semakin parah dengan adanya kesalahan
investasi (misinvestment). Dengan demikian, penelitian ini bermanfaat untuk
mengurangi kesalahan investasi pemerintah, khususnya dalam program
peningkatan produksi padi, dan berperan dalam perumusan kebijakan belanja
pemerintah yang lebih tepat di masa mendatang.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Landasan Teori
Konsep Ketahanan Pangan
Paradigma ketahanan pangan di launching pertama kali secara
internasional oleh FAO pada tahun 1996. Suatu negara, wilayah atau daerah
dinyatakan memiliki ketahanan pangan jika memenuhi tiga prasyarat, yaitu aspek
ketersediaan (availability) dimana suplai pangan dalam suatu negara memenuhi
kebutuhan atau permintaan domestiknya, kedua, accessibility (aksesibilitas), jika
penduduk negara tersebut memiliki akses pangan yang tinggi terhadap pangan.
Ketiga aspek kontinuitas, dimana akses pangan tersebut terjadi sepanjang waktu,
bukan hanya pada waktu-waktu tertentu saja. Artinya dalam aspek yang terakhir
ini kemampuan suatu negara atau wilayah mengelola stok dan logistik pangan
antar waktu menjadi faktor kunci yang menentukan ketahanan pangan suatu
negara atau wilayah tersebut (Irawan 2006).
Ketahanan pangan memiliki definisi yang sangat bervariasi dalam tiap
konteks, waktu dan tempat, namun umumnya mengacu pada definisi Bank Dunia
dan Maxwell 40 dan Frankenberger yaitu akses semua orang setiap saat pada
pangan yang cukup untuk hidup sehat (Maleha dan Sutanto 2006). Di Indonesia,
definisi dan konsep ketahanan pangan terdapat pada Undang-Undang Pangan No.
7 Tahun 1996, yang menyatakan bahwa ketahanan pangan merupakan kondisi
terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman,
merata dan terjangkau.
Konsep tersebut diperbarui dengan disahkannya UU No 18 tahun 2012
tentang Pangan. Menurut UU tersebut, ketahanan pangan adalah kondisi
terpenuhinya pangan bagi negara dan perseorangan melalui tersedianya pangan
yang cukup (jumlah dan mutu), beragam, bergizi, aman, seimbang, dan tidak
bertentangan dengan keyakinan dan agama masyarakat. Dari berbagai uraian di

atas, ketersediaan pangan secara kontinu, baik dari jumlah, mutu, dan sisi
keamanan pangan pada masing-masing rumah tangga merupakan fondasi utama
tercapainya ketahanan pangan nasional di Indonesia.
Peran Pemerintah dalam Kebijakan Pembangunan Pertanian
Menurut Todaro (2000) dalam Suindyah (2011), pembangunan merupakan
suatu proses perbaikan yang dilakukan secara terus menerus (berkesinambungan)
pada suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara keseluruhan untuk mencapai
sebuah kehidupan yang lebih baik. Dan salah satu komponen dasar sebagai basis
pembangunan adalah makanan sebagai kebutuhan dasar manusia secara fisik.
Pencapaian ketahanan pangan nasional merupakan program strategis dan
mendesak dari sebuah negara. Untuk itu, Pemerintah memiliki tanggung jawab
besar dalam menyusun strategi, program, dan langkah-langkah kerja untuk
mencapai ketahanan pangan nasional.
Mubyarto (1989) mengungkapkan bahwa kebijakan pertanian merupakan
bagian dari kebijakan ekonomi yang menyangkut kepentingan sektor pertanian.
Kebijakan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang, dan akan
dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun tujuan
umum kebijakan pertanian Indonesia adalah memajukan pertanian, mengusahakan
agar pertanian menjadi lebih produktif, produksi, dan efisiensi produksi naik dan
akibatnya tingkat penghidupan petani yang lebih tinggi dan kesejahteraan yang
lebih sempurna.
Pemerintah memiliki kekuasaan atas sumber daya alam, kebijakan, dan
sumber daya kapital yang dapat digunakan untuk melaksanakan pembangunan.
Peran Pemerintah dapat diklasifikasikan menjadi empat macam (Dumairy 1999)
yaitu :
a. Peranan alokasi, yakni peranan Pemerintah dalam mengalokasikan sumber
daya ekonomi yang ada agar pemanfaatannya bisa optimal dan mendukung
efisiensi produksi. Pemerintah harus merencanakan peraturan dan mengatur
penggunaan sumber daya ekonomi yang ada agar teralokasi secara efisien.
b. Peranan distributif, yakni peranan Pemerintah dalam mendistribusikan
sumberdaya, kesempatan, dan hasil-hasil ekonomi secara adil dan wajar.
Pemilikan sumber daya dan kesempatan ekonomi seringkali tidak setara, baik
di antara wilayah-wilayah negara yang bersangkutan maupun diantara sektorsektor ekonomi yang ada. Begitu pula dengan kecenderungan pembagian
hasil-hasilnya.
c. Peran stabilitatif, yakni peran Pemerintah dalam memelihara stabilitas
perekonomian dan memulihkannya jika berada dalam keadaaan
disekuilibrium.
d. Peran dinamisatif, yakni peranan Pemerintah dalam menggerakkan proses
pembangunan ekonomi agar lebih cepat tumbuh, berkembang dan maju. Peran
ini diwujudkan dalam bentuk perintisan kegiatan-kegiatan ekonomi tertentu.
Optimalisasi dari pelaksanaan empat peran Pemerintah tersebut sangat
menentukan keberhasilan ekonomi suatu Negara. Untuk itu, ketepatan
pengambilan kebijakan Pemerintah dalam melaksanakan empat peran utama
tersebut merupakan hal yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan.

Rindayati et al. (2007) menyebutkan bahwa Pemerintah memiliki 15% 20% kendali terhadap produk domestik bruto (PDB), dan salah satu instrumen
Pemerintah untuk menaikkan PDB adalah dengan mengeluarkan kebijakan fiskal
berupa penambahan belanja pemerintah dan pengaturan pajak. Dalam sektor
pertanian tanaman pangan, peningkatan belanja pemerintah dimaksudkan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi sektor pertanian melalui upaya peningkatan
produksi pangan dan pendapatan petani.
Program Pembangunan Pertanian Sub Sektor Produksi Padi
Biro Perencanaan Kementan (2014) menyebutkan bahwa Kementerian
Pertanian RI melaksanakan program peningkatan produksi padi dengan
pendekatan konsep agribisnis, yaitu sub sistem hulu, sub sistem budidaya, dan sub
sistem pasca panen. Sedangkan untuk sub sistem jasa dan sub sistem pemasaran
hanya mendapat bagian kecil dari seluruh anggaran yang ada.
Program pembangunan pertanian tahun 2009-2013 untuk peningkatan
produksi di lini sub sektor hulu antara lain program pencetakan sawah baru,
pembuatan embung, perbaikan sistem irigasi tersier, pembuatan jalan usaha tani,
pemuliaan varietas benih unggul padi, PUAP (pengembangan usaha agribisnis
pedesaan), dan bantuan langsung benih unggul. Untuk sub sektor budidaya,
program yang dijalankan antara lain program SL-PTT (sekolah lapang
pengelolaan tanaman terpadu), SL-PHT (sekolah lapang pengendalian hama
terpadu), pencegahan dan pemberantasan OPT (organisme pengganggu tanaman),
subsidi pupuk anorganik, penyuluhan, dan bantuan langsung pupuk organik. Pada
sub sektor pasca panen, dilaksanakan program bantuan alat panen (power tresher,
combine harvester) dan bantuan alat penggilingan padi (rice milling unit).
Sedangkan program lainnya diluar konsep agribisnis adalah bantuan gagal panen
dan uji coba asuransi pertanian.
Pada tahun 2007-2009 terdapat program yang tidak dilaksanakan pada
tahun 2009-2011, antara lain pemberian bantuan terpal, bantuan modal pembelian
gabah, dan sistem pembiayaan pertanian. Sedangkan program tahun 2009-2013
yang tidak diluncurkan pada tahun 2007-2009 antara lain program bantuan
langsung pupuk organik, bantuan mesin panen combine harvester, bantuan alat
penggilingan padi, bantuan gagal panen, dan uji coba asuransi pertanian. Bentukbentuk program di atas yang dilaksanakan dengan pengeluaran belanja pemerintah
diharapkan dapat meningkatkan produksi pangan dan GDP sektor pertanian
tanaman pangan.
Faktor-faktor Produksi Usaha Tani Padi
Ada tiga macam fungsi produksi yang sering digunakan, yaitu fungsi
produksi linier, kuadratik, dan eksponensial (Cobb-Douglas). Fungsi produksi
Cobb-Douglas merupakan fungsi produksi yang cukup baik digunakan dalam
bidang pertanian dan industri dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut
(Soekartawi 1994) :
Y = a.X1b1 . X2b2 . … . Xnbn ……………………………………………(1.1)

Untuk pengaplikasian ordinary least square maka persamaan 1.1 diubah
menjadi bentuk linier berganda, dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut
seperti persamaan berikut :
Log Y = log a + b1 logX1 + b2 logX2 + … + bn logXn + e ………… (1.2)
Dimana :
Y
= variabel yang dijelaskan,
X
= variabel yang menjelaskan,
B
= koefisien regresi,
e
= error/kesalahan,
a
= konstanta/intercept
Keunggulan fungsi Cobb-Douglas ini adalah pangkat dari fungsi atau
koefisien βi (I = 1,2,3, …, n) merupakan elastisitas produksi (Ep) yang dapat
digunakan secara langsung dan penjumlahan dari koefisien dapat menduga bentuk
skala uasaha (return to scale) atau tingkat efisiensi penggunaan faktor – faktor
produksi.
Hasil penelitian Djauhari (1999) yang menggunakan fungsi produksi
Cobb-Douglas menyebutkan bahwa tiga variabel utama penentu produksi padi di
Jawa Barat adalah luas lahan, tenaga kerja, dan kapital. Fungsi produksi yang
dihasilkan adalah : LnY = 0.69609 + 0.6968 LnX1 + 0.1778 LnX2 + 0.0639 LnX3;
dimana Y merupakan total produksi padi, X1 adalah luas lahan, X2 adalah tenaga
kerja, dan X3 adalah kapital.
Hasil tersebut diperkuat oleh Hermanto (2012) dalam studinya mengenai
analisis fungsi produksi usaha tani padi sawah dan pengaruhnya terhadap PDRB
di Kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan metode penduga Cobb Douglas, faktor
usaha produksi padi yang berpengaruh positif terhadap produksi padi di
Kabupaten Deli Serdang adalah luas lahan, benih, pupuk, dan tenaga kerja.
Semakin luas unit pengelolaan lahan, semakin tinggi efisiensi dan produktivitas.
Rata-rata hasil produktivitas untuk lahan luas (rata-rata 1.5 ha) adalah sebesar
adalah sebesar 46.8 kw/ha, sedangkan rata-rata produktivitas lahan sempit (ratarata 0.35 ha) sebesar 45.8 kw/ha.
Selain faktor luas lahan dan tenaga kerja, faktor kapital yang digunakan
petani untuk menyediakan variabel input produksi usaha tani padi sawah juga
berperan signifikan dalam penentuan total produksi padi. Variabel input ter