Negara Kesejahteraan dan Literasi Sunda.

Pikiran Rakyat
o Senin o Selasa
123
17
OJan

4
18

19
OPeb

5

0
6

20

21


o Mar

OApr

Rabu

7
22
.Mei

0

0

Kamis

8
23

9


10
24

OJun

Jumat

0

11

12

25

OJul

r


Sabtu

13

26

27

0 Ag;

OSep

28
OO~t

r n

Ii

j

I
III

Li
ENTU kita
sepakat bahwa tugas para
pemimpin
sehingga mereka dipilih
rakyatnya dengan ongkos
pemilihan
mencapai triliunan rupiah adalah menciptakan negara kesejahteraan. Sebentuk Negara
yang mampu meresapkan rasa
keadilan merata kepada semua
pihak apapun afiliasi partai, budaya, suku, dan agamanya. Negara(wan) adalah payung yang
mesti memOOrirasa nyaman
bagi siapapun, tenda tempat di
I\!ana kontrak sosial diakadkan
dengan target utama: membangun kehidupan OOrkeadaban.
. Tujuan OOrnegaraseperti itu
dalam praktiknya ternyata kerap mengalami pasang surut.

Kadang mendekat (bahkan
tempo hari disebut hampir
tinggallandas), namun yang sering terjadijustru kian menjauh. Yang terakhir ini biasanya
yang sering mengakibatkan
masyarakat tertimpa rasa apatis (tidak mau tabu) dan akhirI nya tidak sedikit pula yang
I mengekspresikannya dengan
cara "kekerasan".
**

DAIAM literasi politik Sunda, sebagaimana terbaca dalam
roman Pangeran Kornel (latar
eerita sekitar 1773-1828) dan
Mantri Jero Cberlatarbelakang
masyarakatSunda abad 17)
yang telah dltelaah Warnaen
dkk. (1985) agar target politik
itu dapat mehciptakan kehidupan berkeadaban (hurip
gustina waras abdina rea ketan rea keton rea harta dan
rea hartl), maka masyarakat
dan terutama para pimpinannya yang diOOriamanah untuk

mengelola negara harus memiliki tiga OOlaskarakter utama.
(1)-Teuningkah (tidak bertingkah). ( 2) Teu adigung kamagungan (tidak pongah dan memperlihatkan sikap tinggi hati kepada orang lain). (3) Paya ku
katugenahan (tak gampang
bersedih). (4) Pinuh ku karumasaan (penuh oleh rasa kekurangan pada diri sendiri). (5)
Teu paya diagreng-agreng (tidak suka dimeriahkan dengan
--- - kemegahan). (6) Nyaah kanu
m~~t
(mencin~~
mela:_

rat). (7) Agung maklum sarta
adil (arif dan adil). (8) Landung
kandungan, laer aisan (memiliki perspektif yang luas). (9)
Lemes basana hade lentongna
(halus bahasanya, bagus tutur .
katanya). (10) Peta basajan (hidup'sederhana). (11)Bersih
manah (hatinya bening). (12)
Sinatria. (13) Pinandita.
Dalam roman sejarah itu, Pangeran Kornel alias Pangeran
Kusumah Dinata dalam literasi

Pangeran Korneal dan Pangeran Yogaswara dalam Mantri
Jero adalah sosokyang mampu
tampil menjadi pemimpin yang
mampu menyelami ltibuk terdalam aspirasi masyarakatnya.
Aspirasi yang kemudian diartikulasikan dalam serangkaian
kebijakan yang memihak khalayak.
Model pemimpin yang pada
gilirannya dapat menjadi tempat masyarakat menyandarkan
semua harapan dan cita-cita
dengan kepercayaan yang penuh Gadi gunungpananggenan), tempat di mana rakyat keeil hak-haknya terjaminkan,
dan menjadi langit di mana
manusia yang OOradadalam
"udara" panas menjadi dingin
dan damai (pangauban anu leutik panyalindungan nu kapanasan), menjadi ruang sosial di
mana segala keluhan tersalurkan (tempat panyaluuhan) sekaligus juga dia mengelola kekuasaannya dengan kekikhlsan
(ngawula ka wayahna) sebagai satu panggilan hidup, sebagai cermin untuk membalas kepada orang tua, menaikkan tarafhidup rakyat (nampi titilar
sepuh makayakeun rakyat turunan).

asih di pulang sengit (air susu
di balas air tuba). (6) Nyiduh ka

langit (pongah). (7) Malar kauntunganjeung kaagungan (se.Ialubekerja atas nama pamrih
dan hanya mengejar popularitas). (8) Ngangsongan ~
kaawonan Cberkolusiuntuk
melakukan kejahatan). (9) Ati
mungkir beungeut nyanghareup (mengembangkan sikap
hipokrit).
Perilaku seperti ini, d3Iam
konteks kontemporer telah
menjebak kita menjadi - istilah
Stanislav Andreski dalam Kleptocracy or Corruption as a

suasana kesundaan yang ditenggarai sedang terjangkit penyakit akut budayaja~ka silih
junti. Semacam hegemoni budaya (istilah Gramsci}akibat
hilangnya orientasi politik, punahnya militansi, dan menguapnya kebanggaan atas budaya sendiri yang dimiliki dan
menjadi akar kulturalnya.
Jangan-jangan predikat provinsi terkorup dan hancurnya
lingkungan tatar Sunda adalah
ilapat (sinyal) dari semakin
meruyaknya kebanggaan untuk
mewarisi karakter politik Demang Dongkol. Politik destruk-


System of Government (1968)- negara kleptokrasi: praktik
korupsi dilakukan secara terorganisasi yang dimainkan empat
aktor: pejabat negara, aparatus
birokrasi, anggota parlemen,
dan sektor swasta (pengusaha).
Padahal tidak ada satu ajaran
agama manapun yang membolehkan orang melakukan korupsi atas nama dan motif apapun.
Jangan-janganpolitik Dalem
Patrakusumah alias Dalem Tanubaya dan Demang Dongkol
yang telah menjebak kita men)adi bangsa deng~ kekayaan

tif yang menjadi akar d.1rikehancuran bukan hanya lingkungan namunjuga diri sendiri! SeOOntukpolitik yang sema-

_

alam yang tak terhingga, namun angka kemiskinan semakin menampakkan grafik menaik, menjadi bangsa yang
berada di halaman OOlakang
dari lembaran bangsa-bangsa
di Asia,

**

**

BERBANDING terbalik secara diametral adalah perilaku
Dalem Patrakusumah alias Dalem Tanuoaya dan Demang
Dongkol. Perilaku destruktif
yang alih-alih mendatangkan
rasa sejahtera justru menjadi
pemantik bagi munculnya suasana yang saheng harengreng
(menggelisahkan) dan werit
(ditimpa banyak krisis).
Perilaku politik busuk yang
berporos pada semangat, dalam literasi dua roman itu: (1)
lampah sasar (sesat). (2) Miceueeub (saling memOOnci).(3)
Sirik pidik (iri hati). (4) Mitnah
(merebaknya
fitnah).
(5)..-Nu
.

'
_
'r~.

nd

r--

TENfU saja kekayaan literasi negara kesejahteraan yang
dimiliki masyarakat Sunda ini
mesti dijadikan modal sosial
agar menjadi adrenalin bagi
manusia Sunda untuk meraih
keadaban hidup. Hal ini menjadi penting dan amat mendesak
diresapkan- justru di tengah

Unpod

--

2009

kin membuat manusia . dan

t alam Sunda ngarangrangan.
Termasuk ngarangrangan ketika melihat fenomena absennya ca(wa)pres yang akan bertanding di 2009 yang OOrasal
dari Jawa Barat. ***
ASEP SAlAHUDIN,
.Mahasiswa Program Doktor
Unpad, Pembantu Rektdr IAILM Pesantren Suryalaya Tasikmalaya.
--=-