PENGARUH PEMAHAMAN SISWA TENTANG ṬAHĀRAĦ TERHADAP PENGAMALANNYA PADA KEHIDUPAN SEHARI – HARI.

(1)

(Studi Deskriptif di SMAN 6 Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam

Oleh

Oleh Alifa Milayanti

1001980

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

Oleh

Alifa Milayanti

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Alifa Milayanti 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Mei 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

PENGARUH PEMAHAMAN SISWA TENTANG ṬAHĀRAĦ TERHADAP PENGAMALANNYA PADA KEHIDUPAN SEHARI-HARI

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :

Pembimbing I

Dr. H. Aceng Kosasih, M.Ag. NIP. 1965 0917 1990 01 1 001

Pembimbing II

Agus Fakhruddin, S.Pd, M. Pd. NIP. 1976 0817 2005 01 1 001

Mengetahui

Ketua Prodi Ilmu Pendidikan Agama Islam

Dr. H. Endis Firdaus, M. Ag. NIP. 195703031988031001


(4)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Pengaruh Pemahaman Siswa tentang Ṭahāraħ terhadap Pengamalannya pada Kehidupan Sehari – Hari. Yang dilakukan di SMAN 6

Bandung dengan sampel siswa kelas XI yang berjumlah 72 siswa. Penelitian ini dilatarbelakangi karena pada kenyataannya masih banyak orang yang belum mengamalkan ahāraħ dengan baik dan benar pada kehidupan sehari-hari khususnya sebelum memulai melaksanakan ibadah, padahal pengamalan memiliki peranan penting sebelum melaksanakan suatu ibadah mahdoh yang kaitannya langsung dengan Allāh sebagai pintu gerbang diterimanya suatu ibadah. Materi

ahāraħ yang telah diajarkan sejak tingakat SD sampai SMP sudah seharusnya setiap siswa dapat memahaminya dengan baik, terlebih lagi materi ini sudah seharusnya diamalkan terlebih untuk usia baligh yang sudah dikenakan kewajiban terhadap suatu ibadah mahdoh. Selain itu, dalam islām suatu ibadah atau amal harus dibarengi dengan ilmu sehingga dapat memperoleh faidah dan tidak sia-sia. Dan sudah seharusnya pemahaman yang telah dimiliki oleh siswa khususnya dalam mata pelajaran PAI dalam hal ini materi ahāraħ dapat diamalkan pada kehidupan sehari – hari dengan baik dan benar. Karena salah satu indikator keberhasilan suatu pembelajaran adalah tidak hanya paham terhadap suatu materi melainkan dapat mengamalkannya.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, dimana peneliti bermaksud memberikan pemaparan mengenai pemahaman siswa dan pengamalannya yang kemudian mencari ada atau tidaknya hubungan dari kedua variabel tersebut yakni pemahaman sebagai variabel X dan pengamalan sebagai variabel Y. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan dua instrumen yakni instrumen tes yang berjumlah 60 soal berbentuk pilihan ganda yang digunakan untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap materi

ahāraħ dan instrumen angket yang berjumlah 51 item yang digunakan untuk mengukur pengamalan siswa terhadap pemahaman ahāraħ yang dimilikinya. Analisis data dilakukan dengan telah memenuhi uji pra syarat analisis yaitu data berdistribusi normal, non heteroskedastisitas, dan linearitas. Lalu dilakukan uji hipotesis dan selanjutnya dianalisis dengan langkah uji derajat korelasi dan regresi linear sederhana dan uji koefisien determinasi.

Berdasarkan hasil analisis diperoleh hasil penelitian bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara pemahaman yang dimiliki siswa mengenai materi

ahāraħ yang dimilikinya terhadap pengamalannya pada kehidupan sehari – hari. Besarnya kontribusi pemahaman terhadap pengamalan tersebut sebesar 31,6 % yang sisanya sebesar 68,4 % dipengaruhi faktor lain diluar pemahaman yang tidak dipaparkan dalam penelitian ini. Selain itu tingkat hubungan kedua variabel yaitu pemahaman dengan pengamalan diperoleh hasil sebesar 0,562 yang termasuk dalam kategori hubungan yang cukup kuat. Diharapkan setiap guru menciptakan proses pembelajaran yang efektif dan efisien dengan menggunakan strategi pembelajaran sehingga siswa dapat memahami materi dengan baik dan mengamalkannya.


(5)

ABSTRACT

This study is entitled The Influence of Students’ Understanding of Taharah

towards The Application into Daily Life. It was conducted in SMAN 6 Bandung,

and the samples were 72 students of class XI. This study was triggered by the reality that there are still many students at the age of baligh (mature) who have not applied taharah well in their daily life especially before they pray, whereas the application of taharah has an important role before doing acts of mahdah worship, which are directly connected to Allah as the gate of the worship acceptance.

This research deployed descriptive method using quantitative approach, in which

the researcher aimed to give explanation about students’ understanding as well as

the application and then investigate whether or not there is a relation among both of the variables, which are the understanding as the X variable, and the application as the Y variable. The data collection was done using two instruments, which are test to measure the degree of students’ understanding of the material of

taharah, and questionnaire which is used for measuring students’ application of

the material having been learned. The data analysis was conducted firstly by fulfilling pre-requirement analysis test, that is normally-distributed data, non heteroscedasticity, and linearity. Then, hypotheses test was conducted and the data was then analyzed using the degree of correlation test and simple linear regression and determination coefficient test.

The result shows that there is a significant relation between the understanding of the material owned by the students towards the application into daily life. The

contribution’s amount of the understanding towards the application is 31.6%, and

the remaining 68.4% are influenced by the other factors excluding the understanding which was not explained in this study. Besides, the degree of both

variables’ relation, that is the understanding and the application gained is 0.562

which is included into very strong relation category.


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK...i

KATA PENGANTAR...iii

UCAPAN TERIMA KASIH...iv

DAFTAR ISI...vi

DAFTAR GAMBAR...ix

DAFTAR TABEL...x

DAFTAR BAGAN...xii

DAFTAR LAMPIRAN...xiii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN...xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah... 6

D. Tujuan Penelitian... 7

E. Manfaat Penelitian ... 7

F. Struktur Organisasi ... 8

BAB II PENGARUH PEMAHAMAN ṬAHĀRAĦ TERHADAP PENGAMALANNYA ... 9

A. Kajian Pustaka ... 9


(7)

2. Ṭahāraħ ... 25

3. Pengaruh Pemahaman terhadap Pengamalan ... 50

4. Kerangka Berfikir ... 52

5. Hipotesis ... 54

BAB III METODE PENELITIAN ... 55

A. Lokasi Penelitian ... 55

B. Desain Penelitian ... 57

C. Metode Penelitian ... 57

D. Definisi Operasional ... 58

E. Instrumen Penelitian ... 59

F. Proses Pengembangan Instrumen... 61

G. Prosedur Penelitian ... 65

H. Teknik Pengumpulan Data ... 66

I. Analisis Data...67

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 78

A. Data Hasil Penelitian ... 78

1. Pemahaman Siswa terhadap Materi Ṭahāraħ ... 78

2. Pengamalan Siswa terhadap Materi Ṭahāraħ dalam Kehidupan Sehari-hari 88 3. Pengaruh Pemahaman Materi Ṭahāraħ Siswa terhadap Pengamalannya Pada Kehidupan Sehari - hari... 97


(8)

1. Pemahaman Siswa terhadap Materi Ṭahāraħ...108

2. Pengamalan Siswa terhadap Materi Ṭahāraħ dalam Kehidupan Sehari -hari...111

3. Pengaruh Pemahaman Materi Ṭahāraħ Siswa terhadap Pengamalannya Pada Kehidupan Sehari – hari...113

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...115

A. Kesimpulan...115

B. Saran...117


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pendidik mempunyai tanggung jawab yang besar dalam pembinaan manusia yang berkualitas, cerdas, dan tanggung jawab khususnya tanggung jawab spiritual agar anak didik dapat menjalankan ajaran agamanya dengan baik yang tentu saja sudah menjadi tanggung jawab sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Hal ini sangat berkaitan dengan pendidikan Agama Islam sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem pendidikan di Indonesia. Sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan berencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlāq mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan pendidikan agama diartikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk membentuk manusia agamis dalam menanamkan keimanan, amaliah dan budi pekerti atau akhlak yang terpuji untuk menjadi manusia yang bertakwa kepada Allāh Swt. (Arifin, 1996, hlm. 92). Sebagaimana yang telah diungkapkan, bahwa salah satu tujuan dari pendidikan agama yaitu menanamkan amaliah. Dalam Islam, suatu ibadah atau amaliah harus dibarengi dengan ilmu. Ilmu tanpa dibarengi dengan amal, hanyalah sebagai konsep belaka yang tidak memiliki suatu faedah. Begitupun dengan amal maka sudah sepatutnya dibarengi dengan ilmu. Karena jika amal tidak dibarengi dengan ilmu akan mendapat kesesatan dalam mengamalkannya, terlebih mengenai ilmu yang kaitannya dengan ibadah mahdoh seperti ahāraħ. Orang berilmu memiliki tanggung jawab untuk mengamalkannya. Firman Allāh, “Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. Sungguh besar murka Allħh kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (Q.S. al- aff [61] : 2-3).


(10)

Menurut Muhaimin (2011, hlm. 171) bahwa Pendidikan Agama terdiri dari beberapa aspek, diantaranya adalah al-Qur`ān ḥadīś, ‘aqīdaħ akhlak, fiqh dan

SKI. Fiqh terbagi lagi menjadi beberapa bagian diantaranya adalah fiqh ibadah, fiqh muamalah, fiqh munakahat dan fiqh mawāris. Dalam fiqh ibadah salah satunya yaitu ahāraħ atau bersuci yang merupakan salah satu materi wajib yang harus diajarkan pada jenjang pendidikan dimulai pada tingkat dasar hingga menengah. ahāraħ atau bersuci menduduki masalah penting dalam Islam. Boleh dikatakan bahwa tanpa adanya ahāraħ, ibadah kita kepada Allāh swt tidak akan diterima. Sebab beberapa ibadah utama mensyaratkan ahāraħ secara mutlak. Tanpa ahāraħ, ibadah tidak sah. Bila ibadah tidak sah, maka tidak akan diterima

Allāh. Kalau tidak diterima Allāh, maka konsekuensinya adalah kesia-siaan. Sebagaimana firman Allāh:

























































Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu

adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allāh kepadamu. Sesungguhnya Allāh menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (Q.S.

al-Baqaraħ [2]:222) 1

ahāraħ atau bersuci menduduki aspek yang paling penting dan sangat diperhatikan dalam menjalin hubungan dengan Allāh swt. Islam sebagai Agama

1

Semua ayat al-Qur`ān dan Terjemahnya dalam penulisan skripsi ini ditulis dengan menggunakan

al-Qur`ān in word yang disesuaikan dengan kitab al-Qur`ān Depag RI . (2009). Bandung: PT


(11)

yang sempurna mengajarkan pada keindahan dan kebersihan tubuh, pakaian, kesucian diri dan lingkungan. Pengetahuan mengenai ahāraħ telah ditanamkan pada dunia pendidikan dimulai pada jenjang SD dan SMP. Tidak hanya pemberian materi melainkan sampai kepada praktek pelaksanaannya. Namun demikian, pengetahuan mengenai ahāraħ saja tidak cukup akan tetapi harus mengetahui dan terampil melaksanakannya sehingga ahāraħ yang dilakukan

terhitung sah menurut ajaran syari‟ah. Pada kenyataannya masih banyak orang yang belum mengamalkan ahāraħ dengan baik dan benar pada kehidupan sehari-hari khususnya sebelum memulai melaksanakan ibadah. Banyak orang yang tidak peduli dengan pakaian dan kesucian secara lahir sebelum melakukan ibadah. Khususnya di kalangan Sekolah Menegah Pertama (SMP) pembekalan ahāraħ sangat diperlukan karena saat usia tersebut seorang anak sudah mulai memasuki usia balig. Dalam ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu lain yang terkait remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik dimana alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya. Masa pematangan fisik ini berjalan kurang lebih dua tahun dan biasanya dihitung mulai menstruasi (haid) pertama pada anak wanita atau sejak anak pria mengalami mimpi basah (mengeluarkan air mani pada waktu tidur) yang pertama (Sunarno, 1995, hlm. 66).

Ketidaksempurnaan ahāraħ dapat menjadikan ibadah yang kita lakukan menjadi tidak sah. Apalagi dengan adanya teknologi yang semakin maju, pemeliharaan kebersihan tubuh selain menggunakan air dan tanah dapat juga dengan menggunakan sabun dan pembersih lainnya. Hal ini seharusnya memungkinkan setiap orang untuk lebih memperhatikan kebersihan tubuh, pakaian dan lingkungan di sekitarnya.

Kepribadian menurut Allport (dalam Yulis, 2011, hlm. 110) adalah susunan yang dinamis di dalam sistem psiko-fisik (jasmani rohani) seorang (individu) yang menentukan perilaku dan pikirannya yang berciri khusus. Kepribadian yang ada pada setiap individu dipengerahui oleh pendidikan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Dalam Al-Qur`ānjuga di sebutkan, Allāh berfirman:














(12)































Artinya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al quran) dan dirikanlah alāh. Sesungguhnya alāh itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat

Allāh ( alāh) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allāh mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-‟Ankabūt [29]:45)

Dalam ayat tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa alāh merupakan ibadahyang paling utama dalam membentuk akhlāq mulia. Meninggalkan alāh sama sekali mengakibatkan tidak diterima sesuatu amal pun, sebagaimana tiada diterima sesuatu karena ada syirik. Karena alāh merupakan tiang agama. Apabila

alāh ditolak maka ditolak pula segala amal yang lain (AshShiddieqy, 1988, hlm. 60).

Seorang remaja berada pada batas peralihan kehidupan anak dan dewasa. Tubuhnya kelihatan sudah dewasa, akan tetapi bila diperlakukan seperti orang dewasa ia gagal menunjukan kedewasaannya. Pada remaja sering terlihat adanya keinginan besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahuinya. Mereka ingin mencoba apa yang dilakukan oleh orang dewasa (Sunarno, 1995, hlm. 62). Remaja pria mencoba merokok secara sembunyi-sembunyi, seolah-olah ingin membuktikan apa yang dilakukan orang dewasa dapat pula dilakukan oleh remaja. Remaja putri mulai bersolek menurut mode dan kosmetik terbaru. Keinginan mencoba pada remaja ini dapat berakibat negatif apabila mereka diajak mengisap ganja, atau menyuntik morphin. Malapetaka akan dialaminya sebagai akibat penyaluran yang tidak ada manfaatnya.

Kenakalan remaja seperti ini akan banyak berdampak negatif pada akhlak setiap siswa, masa depan yang curam dan tidak tercapainya hakikat tujuan hidup sesungguhnya. Hal ini menyebabkan kesia-siaan dalam hidup. Tidak dapat bermanfaat bagi orang di sekitarnya justru hanya menjadi sampah masyarakat. Selain itu menurut Atho‟ Mudzhar (dalam Muhaimin, 2009, hlm. 25)


(13)

mengemukakan hasil studi Litbang Agama dan Diklat Keagamaan tahun 2000 bahwa merosotnya moral dan akhlāq peserta didik disebabkan antara lain akibat kurikulum pendidikan agama yang terlampau pada materi, dan materi tersebut lebih mengedepankan aspek pemikiran ketimbang membangun kesadaran keberagaman yang utuh. Selain itu metodologi pendidikan agama kurang mendorong penjiwaan terhadap nilai-nilai keagamaan, serta terbatasnya bahan-bahan bacaan keagamaan. Buku-buku paket yang tersedia belum memadai untuk membangun kesadaran beragama, memberikan keterampilan fungsional keagamaan, dan mendorong perilaku bermoral dan berakhlāq mulia bagi peserta didik. Selain itu cukup banyak pula faktor yang melatarbelakangi tingkat pemahaman siswa mengenai materi ahāraħ yang dimilikinya. Hal ini juga menjadi pemicu siswa untuk dapat mengamalkan atau tidaknya ahāraħ tersebut.

Realita seperti ini sangat miris dirasakan khususnya oleh setiap orang tua yang kurang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya serta tercemarnya lingkungan yang cukup mengambil andil dalam membentuk karakter siswa. Menurut Jalaluddin (dalam Yulis, 2011, hlm. 117-118) proses pembentukan kepribadian samawi dapat dilakukan dengan cara membina nilai-nilai keIslaman dalam hubungan dengan Allāh swt. Allāh berfirman:

























Artinya: “Sesungguhnya aku ini adalah Allāh, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah alāh untuk mengingat aku.”

(Q.S. Ṭāhā [20]:14)

Sesungguhnya orang yang alat selalu ingat Allāh dan merasakan kehadiran-Nya sehingga membuat kita takut dan enggan untuk berbuat kemungkaran. alāh juga menunjukan keimanan yang tinggi dalam diri seseorang yang menyebabkannya selalu merasa diawasai oleh Allāh. Dan menahan hawa nafsu seseorang dalam bertindak. Maka begitu pentingnya ibadah alāh ini sebagai tiang agama begitupun dengan ibadahlainnya yang tentu saja diawali dengan ahāraħ sebagai gerbang utama dalam melaksanakannya.


(14)

Usia seorang anak yang sudah mulai dikenai hukum taklifi yaitu pada usia balig. Menurut para ulama dan kenyataan untuk seorang perempuan mengeluarkan darah haidh sebagai indikasi bahwa ia telah balig ialah sekurang-kurangnya pada usia sembilan tahun (Rifa‟i, 1978, hlm. 57). Masa ini juga biasanya dialami oleh laki-laki dan perempuan ditandai dengan nampaknya beberapa tanda-tanda fisik, seperti mimpi basah. Namun apabila tanda-tanda

tersebut tidak nampak maka menurut mazhab Syafi‟i (dalam Rifa‟i, 1978, hlm. 57) bahwa usia balig ditandai dengan sampainya anak pada usia 15 tahun. Dalam jenjang pendidikan maka usia balig tersebut telah sampai apabila seorang anak telah memasuki jenjang SMA. Maka sangat penting baginya untuk mengetahui segala kewajiban yang harus dilaksanakannya khususnya dalam hal ahāraħ yang sangat penting dan menjadi gerbang masuk sebelum memulai suatu ibadah mahdoh.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti Pengaruh

Pemahaman siswa tentang Ṭahāraħ terhadap Pengamalannya pada Kehidupan Sehari-hari (Studi Deskriptif di SMAN 6 BANDUNG).

Diharapkan dalam penelitian ini dapat menjadi acuan guru dalam membekali materi ahāraħ kepada murid serta menanamkan kepedulian yang tinggi terhadap pelaksanaan ahāraħ sebelum memulai segala macam ibadah.

B.Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah pada penelitian ini adalah masih ditemukan adanya siswa yang sudah mencapai usia baligh namun belum dapat mengamalkan

ahāraħ dengan baik padahal pemahaman ahāraħ sudah diajarkan pada tingkat SD hingga SMP. Selain itu suatu ibadah atau amaliah harus dibarengi dengan ilmu.

C.Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka peneliti merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:


(15)

2. Bagaimana pengamalan ahāraħ siswa pada kehidupan sehari-hari?

3. Bagaimana pengaruh pemahaman ahāraħ terhadap pengamalannya pada kehidupan sehari-hari?

D.Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi ahāraħ.

2. Untuk mengetahui pengamalan ahāraħ siswa pada kehidupan sehari-hari. 3. Untuk mengetahui pengaruh pemahaman ahāraħ terhadap pengamalannya

pada kehidupan sehari-hari.

E.Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini, diharapkan memililki manfaat yang bersifat teoritis dan manfaat praktis, diantaranya:.

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan kontribusi terhadap khazanah keilmuan khususnya yang berkaitan dengan pemahaman materi ahāraħ.

b. Dapat memperluas serta memperdalam wawasan mengenai ahāraħ dan mengamalkannya khususnya bagi siswa yang sudah menginjak masa balig.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk pengembangan ilmu terutama bagi peneliti dalam mendalami masalah pendidikan agama Islam khususnya dalam bidang fiqh

„ibādaħ.

b. Sebagai bahan masukan bagi para guru dalam melaksanakan pendidikan dan memberikan tuntunan yang benar pada aspek amaliah siswa.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi koleksi bacaan yang bermanfaat bagi perpustakaan, khususnya perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).


(16)

F. Struktur Organisasi

Dalam penulisan skripsi ini memiliki struktur organisasi yang terdiri dari lima bab, diantaranya yaitu:

bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi.

bab II merupakan kajian pustaka yang meliputi PAI di sekolah mencakup pengertian PAI, tujuan PAI, kurikulum PAI, strategi pembelajaran PAI, dan karakteristik siswa dalam pembelajaran PAI di sekolah. Selanjutnya yaitu mengenai ahāraħ yang mencakup wuḍū`, mandi besar, tayammum, bersuci dari najis, dan hikmah ahāraħ.

bab III terdiri dari Metode Penelitian yang meliputi metode dan desain penelitian, lokasi dan populasi atau sampel penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, prosedur penelitian, teknik pengumpulan data dan analisis data.

bab IV merupakan penjabaran Hasil Penelitian beserta Pembahasan mengenai pemahaman siswa pada materi ahāraħ, pengamalan ahāraħ siswa serta pengaruh pemahaman siswa tentang ahāraħ terhadap pengamalannya pada Kehidupan Sehari-hari.

bab V merupakan kesimpulan dan saran, daftar pustaka, lampiran dan riwayat hidup peneliti.


(17)

(18)

BAB III

METODE PENELITIAN A.Lokasi Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian membutuhkan lokasi yang merupakan tempat dilaksanakannya suatu penelitian. Penelitian ini berlokasi di SMAN 6 Bandung yang beralamat di jalan Pasir Kaliki No 51 Bandung Utara - 40172.

Gambar 3.1 Peta Lokasi SMAN 6 Bandung

Sumber : Google Maps

2. Populasi Penelitian

Populasi menurut Sugiyono (2012, hlm. 117) adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Pada prinsipnya populasi merupakan semua anggota kelompok manusia, binatang, peristiwa, atau benda yang ditinggal bersama dalam suatu tempat dan secara terencana menjadi target kesimpulan dari hasil akhir suatu penelitian (Sukardi, 2007, hlm. 53). Adapun populasi dalam penelitian ini yaitu siswa kelas XI SMAN 6


(19)

Bandung. Yang terdiri sembilan kelas dengan jumlah siswa sebanyak 342 siswa.

3. Sampel Penelitian dan Teknik Penarikan Sampel

Sampel menurut Sukardi (2007, hlm. 54) adalah sebagian dari jumlah populasi yang dipilih untuk sumber data tersebut. Hal ini senada dengan Sugiyono (2012, hlm. 118) bahwa yang dimaksud dengan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Dalam penelitian ini, sampel yang dibutuhkan sebanyak dua kelas XI yang berjumlah tujuh puluh dua siswa yang berasal dari kelas XI IPA VI dan XI IPS I.

Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel. Menurut Riduwan (2011, hlm. 11) teknik pengambilan sampel atau teknik sampling adalah suatu cara mengambil sampel yang representatif dari populasi. Dalam pengambilan sampel ini harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang benar-benar dapat mewakili dan dapat menggambarkan keadaan populasi tersebut. Terdapat dua macam teknik pengambilan sampling dalam penelitian yang umum dilakukan yaitu

probability sampling dan nonprobability sampling. Dalam penelitian ini

peneliti menggunakan probability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Pengambilan sampel secara random memiliki kelebihan dari non random. Sampling dengan prosedur ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah karena peluang kesalahan pengambilah kesimpulan akibat kekeliruan dalam penarikan sampel dapat diperhitungkan berdasarkan teori peluang (Purwanto, 2012, hlm. 246).

Dalam hal ini peneliti mengambil simple random sampling karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (Sugiyono, 2012, hlm. 120). Teknik sampling ini dipilih karena sampel yang terdiri dari kelas XI telah mendapatkan materi ahāraħ yang merupakan instrumen tes pada


(20)

penelitian ini. Selain itu sampel secara keseluruhan telah mencapai usia baligh yaitu usia 15 tahun.

B.Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu desain kausal. Sebagaimana yang diungkapkan menurut Hasan (2002, hlm. 33) bahwa desai kausal berguna untuk menganalisis hubungan anatara satu variabel dengan variabel lainnya. Adapun sifat hubungan yang mungkin terjadi, diantara variabel – variabel ini dibedakan atas tiga, yaitu :

1. Hubungan Simetris terjadi kedua variabel saling berfluktuasi secara bersamaan dan dianggap diantara keduanya tidak terdapat hubungan apa – apa

2. Hubungan Asimetris terjadi jika variabel bebas mempengaruhi variabel terikatnya, hubungan ini disebut juga dengan hubungan kausal, dan dipilih sebagai sifat mungkin yang mungkin terjadi pada penelitian ini

3. Hubungan timbal balik terjadi jika kedua variabel saling mempengaruhi dan saling memperkuat atau saling memperlemah

C.Metode Penelitian

Metode penelitian secara umum dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Maka dari itu dalam penelitian ini membutuhkan metode penelitian guna mendapatkan hasil yang bertujuan untuk dapat menguji hipotesis yang telah ditentukan. Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif. Sebagaimana diungkapkan Sukardi (2007, hlm. 157) metode deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. Penelitian ini juga sering disebut noneksperimen, karena pada penelitian ini peneliti tidak melakukan kontrol dan memanipulasi variabel penelitian.

Penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan dengan tujuan utama, yaitu menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek atau subjek yang diteliti secara tepat. Dalam hal ini, peneliti menggunakan metode deskriptif dengan tujuan untuk menggambarkan sejauh mana tingkat hubungan


(21)

dan pengaruh antara variabel X yaitu pemahaman dengan variabel Y yaitu pengamalan. Peneliti juga tidak melakukan eksperimen atau memanipulasi variabel sehingga hanya bertujuan untuk menggambarkan pemahaman dan pengamalan setiap siswa yang telah dimilikinya mengenai materi ahāraħ.

D.Definisi Operasional

Untuk menghindari salah penafsiran serta sebagai penjelasan yang lebih spesifik dan substantif sesuai dengan judul dan maksud peneliti sehingga mampu mencapai suatu alat ukur yang yang sesuai dengan hakikat variabel yang sudah di definisikan konsepnya, maka peneliti harus memasukkan proses atau operasionalnya alat ukur yang akan digunakan untuk kuantifikasi gejala atau variabel yang ditelitinya.

1. Pengaruh

Kata pengaruh dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu, 1996, hlm. 1031) diartikan daya yang menyebabkan suatu terjadi atau sesuatu yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain. Yang dimaksud dengan pengaruh dalam penelitian ini mengacu pada dua variabel yaitu pemahaman sebagai variabel X yang dapat mempengaruhi pengamalan sebagai variabel Y.

2. Pemahaman

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu:1996) pemahaman diartikan sebagai cara, hasil, dibutuhkan yang dalam mengenai perkara itu. Adapun Sudjana (2009, Hlm. 24) pemahaman merupakan tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pengetahuan. Yang dimaksud pemahaman dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pemahaman siswa terhadap suatu materi ahāraħ yang hasilnya akan dihubungkan dengan pengamalannya.

Variabel terikat (pengamalan)

Y

Variabel bebas (pemahaman)


(22)

3. ahāraħ

ahāraħ secara bahasa berarti bersih dan jauh dari kotoran-kotoran baik

yang kasat mata maupun yang tidak kasat mata seperti aib dan dosa. Sedangkan secara istilah ahāraħ adalah bersih atau suci dari najis baik najis faktual semisal tinja maupun najis secara hukmi, yaitu hadats. (Azzam, 2009, hlm. 3). Dalam penelitian ini, ahāraħ yang akan diteliti sebagai materi pemahaman sekaligus aspek pangamalan yaitu ahāraħ

hissiyyah yakni cara membersihkan diri dari hadats dan najis, mengacu

pada Standar kompetensi dan Kompetensi dasar KTSP yang mencakup

ahāraħ dari hadats (wuḍū`, mandi besar dan tayammum) serta ahāraħ dari

najis mencakup macam-macam najis dan cara membersihkannya. 4. Pengamalan

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu, 1996, hlm. 40) pengamalan merupakan hal, cara, hasil atau proses kerja mengamalkan. Dalam penelitian ini, pengamlaan yang dimaksudkan adalah kesiapan atau kecenderungan siswa untuk bereaksi yang dimanifestasikan dalam bentuk tingkah laku terhadap materi pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diterimanya khususnya dalam pembelajaran PAI di sekolah.

E. Instrumen Penelitian

1.Instrumen Penelitian

Prinsip penelitian adalah melakukan pengukuran. Sehingga diperlukan adanya suatu alat ukur. Alat ukur tersebut disebut sebagai instrumen penelitian. Menurut Suharsimi dalam (Hasan, 2002, hlm. 76) instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga mudah diolah. Dalam penelitian ini, digunakan instrumen berupa tes dan angket.

Suatu instrumenn harus memiliki skala pengukuran yang merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif.


(23)

Berbagai skala sikap yang apabila digunakan dalam pengukuran, akan mendapatkan data interval atau rasio. Penulis menggunakan skala Guttman bentuk Checklist untuk instrumen berupa angket karena paling cocok dalam menganalisis jawaban setiap responden mengenai sikap dan pendapatnya. Sebagaimana pendapat Riduwan (2011, hlm. 43) skala Guttman digunakan untuk mendapat jawaban jelas dan konsisten terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya yaitu:

a. Tes sebagai instrumen pengumpul data menurut Riduwan (2011, hlm. 76) merupakan serangkaian pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, inteligensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Tes yang digunakan merupakan tes inteligensi sebanyak 60 butir soal pilihan ganda yang digunakan untuk membuat penaksiran atau perkiraan terhadap tingkat intelektual seseorang mengenai materi ahāraħ yang pernah dipelajari sebelumnya sesuai pada kurikulum PAI. yang diperoleh dari sumber data primer yaitu siswa kelas XI SMAN 6 Bandung

b. Angket sebagai instrumen selanjutnya untuk melakukan pengukuran dengan tujuan menghasilkan data kuantitatif yang akurat, maka setiap instrumen tersebut harus mempunyai skala. Angket diperoleh dari sumber data primer yaitu siswa kelas XI SMAN 6 Bandung. Dengan menggunakan skala Guttman yang berjumlah 51 item.

2. Tujuan Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdapat dua macam, yaitu berupa tes dan angket, keduanya memiliki tujuan sebagai berikut: a. Tes untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa kelas XI mengenai

materi ahāraħ

b. Angket untuk mengetahui aplikasi dari pemahaman ahāraħ yang telah dimiliki setiap siswa kelas XI


(24)

c. Mengetahui terdapat atau tidaknya pengaruh antara pemahaman siswa tentang ahāraħ dengan pengamalannya pada kehidupan sehari-hari 3. Cara Menggunakan Instrumen Penelitian

Cara menggunakan kedua instrumen dalam penelitian ini yaitu tes dan angket cukup mudah. Untuk instrumen tes setiap siswa memilih salah satu jawaban yang paling benar berupa pilihan ganda. Sedangkan dalam pengisian angket, cukup memberikan tanda checklist (). Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban diberi skor sebagai berikut (Riduwan, 2013, hlm. 43):

Tabel 3.1 Kriteria Pemberian Skor Instrumen Angket Bentuk item Alternatif Jawaban

Ya Tidak

Positif (+) 1 0

Negatif (-) 0 1

F. Proses Pengembangan Instrumen

Alat ukur atau instrumen dapat dipilih bila alat itu ada dan memenuhi kebutuhan pengukuran yang disebut instrumen baku karena telah melalui proses pembakuan yaitu melalui alat ukur yang sesuai dengan tujuan pengukuran. Pengembangan spesifikasi instrumen diantaranya adalah sebagai berikut (Purwanto, 2012, hlm. 190):

1. Menentukan jenis instrumen

Secara tipikal instrumen alat ukur variabel penelitian dapat dibagi menjadi dua yaitu tes dan non tes. Tes dihubungkan dengan instrumen yang mengukur penampilan secara maksimal sehingga dapat diketahui tingkat prestasi, bakat dan kecerdasannya. Adapun non tes (penampilan tipikal) peserta didorong untuk menampilkan secara jujur memberikan responsnya sesuai dengan keadaan dirinya. Dalam penelitian ini, instrumen tes yang akan diuji coba berupa sejumlah soal yang terdiri dari 105 butir soal dan non tes berupa angket sebanyak 67 item.


(25)

2. Menentukan banyak butir

Banyak butir merupakan ukuran sampel yang harus dibuat pada siapapun yang hendak melakukan pengukuran ulang terhadap variabel penelitian. 3. Menentukan waktu pengerjaan

Tes dapat dibagi menjadi dua berdasarkan waktu pengerjaannya, yaitu tes kecepatan (speed test) dan tes kemampuan (power test). Pada tes kecepatan penilaian kemampuan peserta memperhitungkan kecepatan peserta menyelesaikan soal, sehingga waktu pengerjaannya dibatasi. Sebaliknya pada tes kemampuan, kecepatan menyelesaikan soal tidak menjadi bagian dari penilaian sehingga waktu tidak dibatasi. Pada penelitian ini tes yang dilakukan yaitu tes untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam memahami materi ahāraħ.

4. Menentukan kunci jawaban

Kunci jawaban soal berupa pilihan dari beberapa alternatif karena merupakan kunci jawaban yang bersifat objektif.

5. Menentukan peserta uji coba

Peserta uji coba berupa: (1) sampel lain yang tidak menjadi sampel responden penelitian, yaitu siswa kelas XI SMAN 1 Lembang yang terdiri dari enam kelas dengan jumlah siswa sebanyak 194 siswa.

6. Menentukan waktu uji coba

7. Menentukan aturan skoring uji coba

Pada sebuah tes objektif, bila seorang peserta menjawab benar dalam sebuah butir maka mendapat skor 1 (satu) dan bila salah 0 (nol). Namun dalam uji coba soal ini tes yang diuji tidak bertujuan untuk mencari nilai tertinggi atau terendah, melainkan bertujuan untuk menentukan jumlah soal yang valid sehingga dapat digunakan sebagai instrumen penelitian. 8. Menentukan kriteria uji coba

a. Validitas

1) Validitas isi (Content Validity)

Validitas isi berkaitan dengan pertanyaan mengenai seberapa lengkap butir-butir yang digunakan telah memadai atau dapat


(26)

mengungkap sebuah konsep. Untuk menguji apakah butir-butir angket yang digunakan untuk mengukur sebuah konsep tertentu telah memadai atau mampu menggambarkan maka butir-butir tersebut dimintakan evaluasinya kepada para ahli, diantaranya:

Tabel 3.2 Ahli Judgment Instrumen

No Nama Keterangan

1 Dr. H. Aceng Kosasih, M.Ag Pembimbing I 2 Agus Fakhruddin, S.Pd, M.Pd Pembimbing II 3 Dr. Wawan Hermawan Ahli Judgment 4 Dr. Edi Suresman Ahli Judgment

2) Validitas kriteria

Validitas kriteria merupakan jenis validitas yang sering digunakan oleh peneliti. Pengujian validitas kriteria dilakukan dengan cara membandingkan atau mengkorelasikan antara nilai (skor) hasil pengukuran instrumen dengan kriteria atau standar tertentu yang dipercaya dapat digunakan untuk menilai (mengukur) suatu variabel. Peneliti menggunakan validitas kriteria dalam instrumen tes yang berjumlah 105 soal, terdiri dari dua paket A dan B masing-masing berjumlah 45 soal dan paket C berjumlah 15 soal. Standar yang digunakan dalam validitas kriteria tersebut menggunakan ketentuan berikut: diketahui signifikansi untuk = 0,05 dan dk paket A dan B (97 – 2 = 95) maka diperoleh 0,205. Dan paket C (36 - 2 = 34) maka diperoleh 0,339 Jika >

maka valid dan < maka tidak valid. 9. Menyusun kisi-kisi instrumen

Kisi-kisi (blueprint) artinya jaring-jaring. Kisi-kisi dibuat untuk menjaring data.


(27)

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Penelitian

No Komponen

Ṭahāraħ

Rincian Aplikasi

Ṭahāraħ

Jumlah Item

+ -

1 Mengenal tata cara bersuci - Menyebutkan macam-macam bersuci - Menyebutkan macam-macam air untuk bersuci

4 4 3 4 7 8

2 Wuḍū` - Menjelaskan

ketentuan wuḍū`

7 5 12

3 Ketentuan-ketentuan

ahāraħ

- Memahami arti dan hikmah

ahāraħ serta

kesadaran berperilaku bersih dalam kehidupan sehari - hari

- Menjelaskan perbedaan hadats dan najis 2 3 3 1 5 4

4 Mandi junub - Menjelaskan ketentuan-ketentuan mandi wajib

4 4 8

5 Tayammum - Menjelaskan ketentuan-ketentuan

tayammum

3 4 7


(28)

G.Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. Prosedur penelitian merupakan langkah – langkah yang dilakukan peneliti untuk memperoleh data berdasarkan kebutuhan.

1. Langkah awal dalam penelitian ini yaitu studi pendahuluan dengan merumuskan masalah pada objek penelitian yang terdiri dari studi pustaka dan studi empirik. Studi ini terdiri dari merumuskan masalah, yaitu melakukan pembatasan terhadap masalah yang akan diangkat, menentukan pertanyaan, menentukan tujuan, serta manfaat penelitian. Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah mengajukan hipotesis yang merupakan dugaan sementara yang dilakukan peneliti terhadap hasil dari penelitian. Pembuktian dari duagaan tersebut dengan melakukan penelitian yang disesuaikan dengan variabel penelitian, sehingga peneliti hanya meriset variabel itu saja.

2. Menentukan dan menyusun instrumen, yaitu kegiatan menentukan alat ukur yang akan digunakan untuk menguji tingkat pemahaman siswa dan pengamalannya terhadap materi ahāraħ. Instrumen yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah ters tertulis dan angket. Tes tertulis yang berjumlah 60 soal dugunakan untuk mengukur tingkat pemahaman siswa mengenai materi ahāraħ dan instrumen angket sebanyak 51 item digunakan untuk mengukur tingkat pengamalan siswa mengenai materi ahāraħ. Yang kemudian dianalisis untuk mencari ada atau tidaknya pengaruh pemahaman terhadap pengamalan siswa mengenai ahāraħ.

3. Uji coba instrumen tes pilihan ganda yang dilakukan pada kelas XI SMAN 1 Lembang. Yaitu uji coba yang dilakukan pada selain sampel yang digunakan untuk penelitian. Adapun instrumen angket maka dilakukan judgment kepada para ahli.

4. Validasi berkenaan dengan ketepatan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai. Validitas


(29)

dilakukan dengan berkonsultasi pada tim ahli penyusunan instrumen. Peran serta dosen sangat dibutuhkan untuk menilai kelayakan soal dan angket. 5. Pengujian instrumen berupa soal dan angket dilakukan pada sampel yang

berjumlah 72 siswa kelas XI di SMAN 6 Bandung.

6. Mengumpulkan data dan menganalisis data instrumen yang telah diujikan sehingga peneliti mengetahui pemahaman dan pengamalan siswa terhadap materi ahāraħ.

7. Menarik kesimpulan mengenai pengaruh pemahaman siswa mengenai materi ahāraħ terhadap pengamalannya pada kehidupan sehari – hari. 8. Membuat laporan penelitian yang merupakan hasil akhir penelitian.

Penulisan laporan disesuaikan dengan tata tertib penulisan skripsi yang baik. Laporan penelitian ini berupa hasil data yang diolah kemudian disimpulkan. Tujuan dari laporan adalah untuk memberikan informasi tentang penelitian dan hasilnya.

H.Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah pencatatan peristiwa-peristiwa atau hal-hal atau keterangan-keterangan atau karakteristik-karakteristik sebagian atau seluruh elemen-elemen populasi yang akan menunjang atau mendukung penelitian (Hasan, 2002:83). Berdasarkan sumber pengambilannya data dibedakan atas dua yaitu data primer yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya, dalam hal ini yaitu siswa kelas IX SMAN 6 Bandung. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara berikut:

1. Kuesioner (angket), adalah teknik pengumpulan data dengan menyerahkan atau mengirimkan daftar pertanyaan untuk diisi oleh responden. Responden adalah orang yang memberikan tanggapan (respons) atau menjawab pertanyaan yang diajukan. Angket yang diberikan berdasarkan bentuk pertanyaannya termasuk dalam kategori angket tertutup (closed

closetionare) dikarenakan jawaban sudah disediakan dan responden hanya


(30)

menurut Hasan (2002, hlm. 84) merupakan angket yang pernyataan atau pertanyaannya tidak memberikan kebebasan kepada responden, untuk memberikan jawaban dan pendapatnya sesuai dengan keinginan mereka. 2. Tes, dalam hal ini penulis memilih tes objektif dengan bentuk soal pilihan

ganda yang mempunyai satu jawaban yang benar dan paling tepat (Sudjana, 2009, hlm. 48).

Alasan secara rasional yang menyebabkan peneliti memilih angket dan tes sebagai teknik pengumpulan data yaitu sebagaimana judul pada penelitian ini

“Pengaruh Pemahaman Siswa tentang ahāraħ terhadap Pengamalannya pada Kehidupan Sehari-hari” sehingga dibutuhkan adanya tes yang dapat mengukur seberapa tingkat pemahaman responden terhadap materi ahāraħ yang telah diajarkan. Adapun angket merupakan instrumen untuk mengukur skala sikap atau pengamalan mengenai materi ahāraħ yang telah dipahaminya. Sehingga dapat diketahui pengaruh antara tingkat pemahaman dengan pengamalan

ahāraħ setiap responden.

I. Analisis Data

Dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Menurut Sugiyono (2012, hlm. 207) kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data dari tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan.

1. Analisis Soal Tes Pilihan Ganda Uji Coba Instrumen

Sebelum instrumen tes digunakan, instrumen tersebut terlebih dahulu diuji cobakan. Uji coba ini dimaksudkan untuk mengetahui gambaran tentang terpenuhi atau tidaknya syarat-syarat instrumen sebagai alat pengumpul data yang baik, sehingga instrumen ini dapat digunakan. Adapun kriteria yang harus diuji cobakan terhadap unstrumen penelitian ini adalah sebagai berikut :


(31)

a. Validitas

Arikunto (2009, hlm. 64) menyatakan bahwa yang dimaksud validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat keadaan atau keshahihan suatu alat ukur. Suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur (ketepatan). Untuk melakukan uji validitas pada instrumen yang akan digunakan. Menggunakan rumus korelasi Pearson Product Moment. Dengan ketentuan diketahui signifikansi untuk = 0,05 dan dk paket A dan B (96 – 2 = 94) maka diperoleh 0,205. Dan paket C (36 - 2 = 34) maka diperoleh 0,339 Jika > maka valid dan

< maka tidak valid.

X : skor yang diperoleh subjek dari seluruh item

Y :skor total yang diperoleh dari seluruh item : jumlah skor data dalam distribusi X

: jumlah skor dalam distribusi Y

: jumlah kuadrat dalam skor distribusi X : jumlah kuadrat dalam skor distribusi Y

N : banyaknya responden

Peneliti menggunakan SPSS Statistics 20 dengan langkah sebagai berikut (Mustafa, 2009, hlm. 214):

Masukan data lalu klik Analyze > Correlate > Bivariate setelah muncul dua kolom masukan variabel VAR 01 - 46 dan variabel total pada kotak Variables, pilih Pearson pada Correlation Coefficients lalu Klik OK.

b. Reliabilitas

Reliabilitas suatu tes merupakan derajat ketetapan atau keajegan alat tersebut dalam menilai apa yang dinilainya. Berikut merupakan cara


(32)

mencari reliabilitas menurut Arikunto dengan menggunakan rumus K-R 20 (2012, hlm. 115) :

: reliabilitas tes secara keseluruhan

p : proporsi subjek yang menjawab item dengan benar

q : proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q = 1 – p) : jumlah hasil perkalian antara p dan q

k : banyaknya item SB :Simpangan Baku

Tabel 3.4 Kriteria Reliabilitas

Nilai Klasifikasi

0,20 Derajat reliabilitas sangat rendah 0,20 – 0,40 Derajat reliabilitas rendah 0,40 – 0,60 Derajat reliabilitas sedang 0,60 – 0,80 Derajat reliabilitas tinggi 0,81 – 1,00 Derajat reliabilitas sangat tinggi

Sumber : Arikunto (2012, hal. 89)

Dalam melakukan uji reliabilitas peneliti menggunakan Anates dengan langkah sebagai berikut:

a) Buka aplikasi Anates V4.

b) Pilih „jalankan anates pilihan ganda‟ > buat file baru > masukan jumlah subjek, jumlah butir soal, jumlah pilihan jawaban

c) Masukan kunci jawaban dan jawaban setiap responden pada kolom yang tersedia > kembali ke menu utama > pada olah data pilih reliabilitas


(33)

c. Analisis Butir Soal 1) Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran atau indeks kesukaran (difficulty index) adalah bilangan yang menunjukan sukar dan mudahnya suatu soal (Arikunto, 2009, hlm. 207). Soal dikatakan memiliki indeks kesukaran baik jika soal tersebut tidak terlalu mudah atau terlau sukar. Untuk mengetahuinya maka digunakan rumus:

TK = Keterangan:

TK : Indeks tingkat kesukaran satu butir soal tertulis BA : Jumlah jawaban benar pada kelompok atas BB : Jumlah jawaban benar pada kelompok bawah

N : Jumlah siswa pada kelompok atas dan kelompok bawah Makin besar TK, makin mudah butir soal tersebut, dengan kriteria: 0,30 kebawah = Sukar

0,30 - 0,70 = Sedang 0,70 keatas = Mudah

Arikunto (2009, hlm. 210)

2) Daya Pembeda

Daya pembeda berfungsi untuk membedakan antara soal yang mempunyai kriteria baik, buruk dan sangat buruk. Dalam menghitung daya pembeda dapat digunakan rumus :

DP

=


(34)

DP : Indeks daya pembeda satu butir soal tertulis BA : Jumlah jawaban benar pada kelompok atas BB : Jumlah jawaban benar pada kelompok bawah n : Jumlah Kelompok Atas dan Kelompok Bawah ½ : Angka Konstan

Dengan kriteria :

0.00 – 0.20 = Jelek (poor)

0.21 – 0.39 = Cukup (satisfactory) 0.40 – 0.70 = Baik (good)

0.71 – 1.00 = Baik Sekali (excellent)

Arikunto (2009, hlm. 218)

2. Pengolahan Data Hasil Penelitian

Tahapan ini digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh dari tes berupa soal dan angket sehingga dihasilkan temuan, dengan tahapan sebagai berikut :

a. Menentukan skor jawaban

Dalam tahapan ini, menentukan skor dari hasil soal dan angket. Sebelum hasil tes dan angket dianalisis, skor jawaban siswa ditentukan terlebih dahulu dengan kriteria siswa yang menjawab benar baik pada instrumen tes berupa soal dan angket diberi skor 1 dan siswa yang menjawab salah, diberi skor 0.

b. Menghitung skor mentah

Untuk menghitung skor mentah yaitu dengan cara tanpa hukuman yaitu apabila banyaknya angka dihitung dari banyaknya jawaban yang cocok dengan kunci jawaban.

Analisis instrumen soal:


(35)

Analisis instrumen angket: x100%

Arikunto (2009, hlm. 236)

Adapun untuk mengklasifikasikan nilai masing – masing instrumen, maka digunakan ketentuan sebagai berikut :

Tabel 3.5 Kriteria Penilaian Instrumen

Angka 100 Keterangan

91 – 100 Baik Sekali

75 – 90 Baik

60 – 74 Cukup

≤ 59 Kurang

Tabel 3.6 Persentase Interpretasi Penafsiran Instrumen Persentase Interpretasi Penafsiran

0 Tidak ada sama sekali

1 – 9 Sedikit sekali

10 – 39 Sebagian kecil

40 – 49 Hampir setengahnya

50 Setengahnya

51 – 59 Lebih dari setengahnya

60 – 89 Sebagian besar

90 – 99 Hampir seluruhnya

100 Seluruhnya

Departemen Pendidikan Nasional (2008, hlm. 36) Setelah perhitungan skor dan nilai pada tiap instrumen yaitu soal dan angket, dilanjutkan perhitungan menggunakan statistik, dengan langkah awal yaitu memenuhi uji prasayarat analisis.


(36)

a. Uji Prasyarat Analisis

Uji prasyarat analisis atau uji asumsi klasik pada regresi yang dilakukan mengacu sebagaimana yang diungkapkan Sunyoto (2010, hlm. 98) diantaranya :

1) Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu distribusi data. Dalam uji normalitas ini, dilakukan dengan teknik Kolmogrov – Sminorv.

Uji normalitas data dilakukan dengan SPSS V. 20 mengikuti langkah berikut :

a) Buka program SPSS > Analyze > Regression > Linear, masukan masing-masing variabel lalu klik Save dan pada residual pilih Standarized > Continue > OK

b) Uji Kolmogrov Sminorv

Analyze > Non Parametic Test > One sample KS. Masukan variabel Standardized Residual pada kotak Test Variabel List. > OK

Jika signifikansi yang diperoleh > 0,05 maka sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Apabila signifikansi < 0,05 maka sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.

2) Uji Non Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas ini bertujuan untuk mengetahui seragam tidaknya variansi sampel-sampel yang diambil dari variansi yang sama. Adapun hipotesis yang akan diuji:

Ho = Tidak ada perbedaan varians antara kedua variabel (pemahaman dan pengamalan)

Ha = Ada perbedaan varians antara kedua variabel (pemahaman dan pengamalan). Pengujian ini menggunaan SPSS V. 20

Memunculkan Nilai Residual a) Buka file : Data_Regresi_1 b) Analyze > Regression > linear


(37)

c) Masukan variabel Y pada kotak Dependent X pada kotak

Independent Save > pada kotak Residual: klik unstandardized >

Continue

Mutlakan Nilai Residualnya a) Buka file : Data Regresi_1 b) Tranform > Compute

Pada Target Variabel diisi dengan ABRES. Pada Numeric Expresion diisi dengan ABS(RES_1) > OK

Meregresikan variabel bebas terhadap Nilai Mutlak Residual a) Buka file : Data_Regresi_1

b) Analyze > Regression > Linear

c) Masukan variabel ABRES pada kotak Dependent X pada kotak

Independent > OK

Jika signifikansi yang diperoleh > 0,05 maka sampel berasal dari populasi yang homogen atau terbebas dari heterosidasitas.

3) Uji Linieritas

Untuk mengetahui model yang digunakan linear atau tidak, maka uji liniearitas antara variabel X terhadap Y menggunakan SPSS V. 20 dengan langkah sebagai berikut (Noor, 2013, hlm. 184) :

a) Pilih menu Analyze > Compare means > Means. Selanjutnya muncul kotak dialog linieritas, kemudian lakukan langkah berikut :

Pindahkan variabel Y ke kotak dependent pindahkan variabel X ke kotak independent, pilih kotak Option dan klik Test of linearity b) Klik Continue lalu OK

Apabila output data mempunyai < dan Sig pada Test of Linearity > 0,05 hal ini berarti persamaan regresi tersebut sangat signifikan dan bersifat linear.


(38)

b. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk menguji hipotesis atau jawaban sementara dari suatu penelitian. Pada uji hipotesis ini dilakukan uji t. Dengan rumus (Riduwan, 2013, hlm. 229) :

Keterangan :

t hitung : nilai yang akan dibandingkan dengan t tabel n : jumlah sampel

r : nilai koefisien korelasi

Uji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan SPSS V. 20 dengan langkah: Analyze > Regression > Linear. Diketahui:

Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan antara pemahaman siswa tentang ahāraħ dengan pengamalannya pada kehidupan sehari-hari Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara pemahaman siswa tentang ahāraħ dengan pengamalannya pada kehidupan sehari-hari

Dan kriteria keputusan sebagai berikut : apabila nilai Sig. > 0,05 maka Ho diterima dan apabila Sig. < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Adapun uji statistik digunakan kriteria dengan taraf signifikansi 5%. maka Ho ditolak dan Ha diterima.

3. Analisis Data Hasil Penelitian

Analisis data yang digunakan dengan menggunakan regresi linear sederhana. Sunyoto (2010, hal. 29) mengungkapkan bahwa analisis regresi adalah suatu analisis yang mengukur pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Dalam analisis regresi maka selain mencari ada atau tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat juga mencari hubungan antar kedua variabel tersebut. Analisis regresi dan hubungan antara dua variabel tersebut dilakukan dengan menggunakan SPSS V. 20 dengan langkah sebagai berikut (Susetyo, 2012, hlm. 284) :


(39)

a. Uji Koefisien Korelasi dan Regresi Linear Sederhana

Uji koefisien korelasi antar variabel dilakukan unutk mengetahui seberapa besar tingkat hubungan yang terjadi antar variabel tersebut. Dalam hal ini yaitu hubungan antara pemahaman siswa tentang ahāraħ dengan pengamalannya pada kehidupan sehari – hari. Tingkat signifikansi diketahui dengan melihat angka Sig > 0,05 maka Ho diterima artinya tidak terdapat hubungan antara pemahaman siswa tentang ahāraħ dengan pengamalannya dan apabila Sig < 0,05 maka Ho ditolak artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pemahaman siswa tentang ahāraħ dengan pengamalannya pada kehidupan sehari – hari. Sedangkan analisis regresi linear sederhana dilakukan dengan menggunakan SPSS V. 20 dengan langkah Analyze > Regression > Linear, masukan masing – masing variabel lalu klik OK. Apabila telah diuji dengan output tabel anova dinyatakan bahwa hasil ujinya signifikan, maka persamaan regresi dapat digunakan (Tukiran dan Hidayati, 2012, hlm. 92). Adapun persamaan yang terbentuk atas regresi linear sederhana yaitu : Y = a + bX (Sudjana, 2003, hlm. 6).

Adapun kriteria korelasi sebagai berikut :

Tabel 3.7 Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,80 - 1,000 Sangat Kuat

0,60 – 0,799 Kuat

0,40 – 0,599 Cukup Kuat

0,20 – 0,399 Rendah

0,00 – 0,199 Sangat Rendah


(40)

b. Koefisien Determinasi

Untuk menyatakan besar atau kecilnya sumbangan variabel X terhadap Y dapat ditentukan dengan rumus koefisien determinasi sebagai berikut (Riduwan, 2011, hlm. 139):

KP : x 100% Keterangan :

KP : nilai koefisien determinan r : nilai koefisien korelasi


(41)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Pemahaman siswa mengenai materi ṭahāraħ pada siswa kelas XI sebanyak 72 siswa sebagaimana diukur dengan acuan kurikulum 2011 memperoleh rata-rata sebesar 66. Dengan kategorisasi nilai didominasi oleh kategori cukup baik yaitu sebesar 45%. Rata-rata pemahaman siswa mengenai mandi besar, wuḍū`, dan tayammum sudah cukup baik, namun kebanyakan dari mereka belum dapat membedakan antara sunnah dan rukun dari masing-masing aspek. Pada aspek pemahaman mengenai wuḍū` sebesar 58% siswa telah memahaminya, namun masih banyak siswa yang belum dapat menggolongkan perbedaan antara rukun dan sunnah wuḍū` begitupula mengenai syarat wuḍū`. Namun begitu, pemahaman siswa mengenai wudhu sebanyak 83% telah memahami hal yang dapat membatalkan wuḍū` serta memahami bahwa wuḍū` merupakan aspek

yang harus dilakukan untuk menghilangkan hadaś kecil. Pada aspek ketentuan

ṭahāraħ sebagian besar siswa yaitu dengan persentase 64% telah memahami ketentuan-ketentuan ṭahāraħ yang menckup definisi dan hikmah ṭahāraħ. Masih terdapat siswa yang belum dapat membedakan definisi ṭahāraħ dengan

wuḍū`. Dan pada hadiś mengenai ṭahāraħ, siswa juga masih banyak yang belum mengetahuinya serta penggolongan najis khususnya pada najis mutawassitoh masih banyak siswa yang belum menguasainya. Aspek mandi besar, sebagaimana halnya wuḍū`, siswa belum dapat membedakan antara sunnah dan rukun wuḍū`, dan tidak banyak siswa yang mengetahui tahapan-tahapan yang dilakukan saat mandi junub, namun begitu sebagian besar siswa telah memahami hal-hal yang mengharuskannya melakukan mandi junub serta menjauhi larangan-larangan dalam keadaan junub seperti berdiam diri di masjid dan melakukan ibadah mahdoh seperti shalat dan puasa. Secara keseluruhan, sebagian besar siswa yaitu sebanyak 68% telah memahami materi


(42)

Pengamalan yang dimiliki oleh siswa terhadap implementasi dari pemahaman yang dimiliki, memperoleh rata-rata sebesar 81. Dengan kategorisasi nilai yang didominasi oleh kategori baik yaitu sebesar 69%. Nilai terbesar ini didominasi oleh aspek hikmah ṭahāraħ yang mencakup kesadaran diri dalam menjaga kebersihan diri dan lingkungan khususnya sebelum melaksanakan suatu ibadah.

Pada aspek pengamalan Wuḍū`, hampir seluruh siswa mengamalkannya dengan baik, adapun dalam melakukan tata cara wuḍū`, masih terdapat beberapa siswa yang tidak memperhatikan batasan-batasan anggota wuḍū` saat melaksanakannya. Dan pada pelaksanaan mandi besar, sebagian kecil siswa yang dapat mengamalkan tata cara melakukannya dengan baik dan benar. Meskipun mereka melakukannya namun dalam urutan yang dilakukan masih banyak siswa yang belum mengamalkannya. Sedangkan dalam aspek

tayammum sebagian besar siswa telah mengamalkannya dengan baik

khususnya mengenai anggota tubuh yang diusap dalam melaksanakannya. Akan tetapi untuk syarat tayammum seperti melakukan tayammum dengan debu yang suci serta tidak memaksakan bagian anggota wuḍū` yang sedang

sakit dan dilarang terkena air, masih banyak siswa yang belum dapat mengamalkannya dengan baik. Pengamalan ṭahāraħ, secara keseluruhan sebesar 82% siswa sudah cukup baik dalam mengamalkannya. Karena dalam menjalani kehidupan kita tidak akan pernah luput dalam hal ṭahāraħ.

Setelah mengetahui hasil pemahaman dan pengamalan mengenai ṭahāraħ yang dimiliki oleh setiap siswa lalu peneliti mencari seberapa besar hubungan dan tingkat pengaruh pemahaman terhadap pengamalan ṭahāraħ. Maka diperoleh hasil terdapat pengaruh yang positif antara pemahaman ṭahāraħ yang dimiliki siswa terhadap pengamalannya pada kehidupan sehari-hari. Besarnya hubungan antara kedua variabel tersebut sebesar 0,562 dengan kategori hubungan yang cukup kuat. Adapun besarnya kontribusi atau pengaruh pemahaman terhadap pengamalan ṭahāraħ siswa diperoleh angka sebesar 31,6 % dan sisanya sebesar 68,4% dipengaruhi oleh faktor lain, yang tidak dibahas dalam penelitian ini.


(43)

B.Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut :

1. Untuk Pembuat Kebijakan Kurikulum

Hasil penelitian tentang pengaruh pemahaman siswa tentang materi

ṭahāraħ terhadap pengamalannya pada kehidupan sehari–hari

menggambarkan tingkat sejauhmana keterkaitan antara proses belajar dengan hasil belajar yang dimiliki. Dalam kebijakan pembuatan kurikulum khususnya dalam bidang pelajaran PAI sebaiknya dirancang dan disesuaikan dengan sebaik mungkin agar setiap siswa dapat memahami setiap muatan SK–KD yang telah ditentukan dan mensinergikan antara pemahaman dan implementasinya pada kehidupan.

2. Untuk UPI khususnya IPAI

Sebagai calon pendidik yang telah disiapkan untuk mengarungi dunia pendidikan khususnya bidang mata pelajaran PAI, sebaiknya mendalami pemahaman khususnya yang berkaitan dengan kurikulum mata pelajaran PAI. Karena guru merupakan pendidik yang menjadi faktor keberhasilan suatu pendidikan. Dan dikatakan berhasil apabila pendidikan tersebut dapat mengubah perilaku siswa dari tidak baik menjadi baik dan dapat mengimplementasikan segala yang telah dipahaminya yang ia dapatkan melalui proses pembelajaran khususnya di sekolah.

3. Untuk Peneliti Selanjutnya

Dianjurkan untuk peneliti selanjutnya yang berminat menyempurnakan penelitian ini sebaiknya dengan melakukan penelitian untuk mencari faktor– faktor lain diluar pemahaman yang dapat mempengaruhi pengamalan

ṭahāraħ. Karena memngingat pentingnya ṭahāraħ yang merupakan syarat diterimanya suatu ibadah.


(44)

DAFTAR PUSTAKA

________. (2009). Al-Qur`ān dan Terjemahnya. Penerjemah: Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Qur`ān Revisi Terjemah oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur`ān Departemen Agama Republik Indonesia. Bandung: PT Sygma Examedia Arkanleema.

Abdullah . (2010). Fiqh Ibadah. Solo: Media Dzikir.

Angkowa, A. (2007). Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Arifin, M. (1996). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, S. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, S. (2012). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi 2). Jakarta: Bumi Aksara.

AshSiddieqy, H. (1988). Pedoman Shalat. Jakarta: PT. Bulan Bintang. Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azyumardi, A.dkk. (2002). Buku Teks Pendidikan Agama Islam pada Perguruan

Tinggi Umum. Jakarta: Departemen Agama RI.

Azzam, A. A. (2009). Fiqh Ibadah (Ṭahāraħ, Zakat, Puasa, dan Haji). Jakarta:

Amzah.

Badudu, dan Zain. (1996). Kamum Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Baharuddin. (2009). Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Jakarta: Ar-Ruz Media.

Hasan, M. I. (2002). Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Idris, dan Marno. (2002). Strategi dan Metode Pengajaran. Jogjakarta: Ar-Ruz Media.

Majid, A. (2004). Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.


(45)

Makmun, A. S. (2012). Psikologi Kependidikan Perangkat Pengajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mughniyah, M. J. (2010). Fiqh Lima Mazhab. Jakarta: Lentera.

Muhaimin. (2009). Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajawali Pers.

Muhaimin. (2011). Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan PAI. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Mustafa, Z. (2009). Mengurai Variabel Hingga Instrumentasi. Yogyakarta: Graha Ilmu

Noor, J. (2011). Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana Pernada Media Group. Pembelajaran, T. P. (2011). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.

Purwanto, M. N. (2008). Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Riduwan. (2011). Belajar Mudah Penelitian Bagi Guru - Karyawan dan Peneliti

Pemula. Bandung: Alfabeta.

Riduwan. (2013). Dasar-Dasar Statistika. Bandung: Alfabeta. Rifa'i, M. (1978). Ilmu Fiqh Islam Lengkap. Semarang: Karya Toha.

Rifa'i, M. (2010). Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang: Karya Toha. Sabiq, S. (2010). Fiqh Sunnah. Jakarta: Darul Fath.

Salimi, A. A. (2008). Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Sudjana. (2003). Teknik Analisis Korelasi dan Regresi. Bandung: Tarsito.

Sudjana, N. (2009). Penilaian Proses Hasil Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, R & D). Bandung: Alfabeta.


(46)

Sunarno. (1995). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Sunyoto, D. (2010). Uji Khi Kuadrat dan Regresi untuk Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Susetyo, B. (2012). Statistika untuk Analisis Data Penelitian. Bandung: Refika Aditama.

Syah, M. (2010). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Syukur, F. (2005). Teknologi Pendidikan. Semarang: Rasail

Tafsir, A. (2005). Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Tafsir, A. (2010). Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Taniredja, dan Mustafidah. (2012). Penelitian Kuantitatif (Sebuah Pengantar).

Bandung: Alfabeta

Wahib, M. d. (2010). Psikologi Pendidikan . Jakarta: PT. Rineka Cipta. Yulis, R. (2011). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Yusuf, T. (1995). Metodologi Pengajaran Agama Islam dan Bahasa Asing. Jakarta: PT. Raja Grafindo.


(1)

Alifa Milayanti, 2014

Pengaruh Pemahaman Siswa tentang ahāraħ terhadap Pengamalannya pada Kehidupan Sehari Hari

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Pemahaman siswa mengenai materi ṭahāraħ pada siswa kelas XI sebanyak 72 siswa sebagaimana diukur dengan acuan kurikulum 2011 memperoleh rata-rata sebesar 66. Dengan kategorisasi nilai didominasi oleh kategori cukup baik yaitu sebesar 45%. Rata-rata pemahaman siswa mengenai mandi besar, wuḍū`, dan tayammum sudah cukup baik, namun kebanyakan dari mereka belum dapat membedakan antara sunnah dan rukun dari masing-masing aspek. Pada aspek pemahaman mengenai wuḍū` sebesar 58% siswa telah memahaminya, namun masih banyak siswa yang belum dapat menggolongkan perbedaan antara rukun dan sunnah wuḍū` begitupula mengenai syarat wuḍū`. Namun begitu, pemahaman siswa mengenai wudhu sebanyak 83% telah memahami hal yang dapat membatalkan wuḍū` serta memahami bahwa wuḍū` merupakan aspek yang harus dilakukan untuk menghilangkan hadaś kecil. Pada aspek ketentuan ṭahāraħ sebagian besar siswa yaitu dengan persentase 64% telah memahami ketentuan-ketentuan ṭahāraħ yang menckup definisi dan hikmah ṭahāraħ. Masih terdapat siswa yang belum dapat membedakan definisi ṭahāraħ dengan wuḍū`. Dan pada hadiś mengenai ṭahāraħ, siswa juga masih banyak yang belum mengetahuinya serta penggolongan najis khususnya pada najis mutawassitoh masih banyak siswa yang belum menguasainya. Aspek mandi besar, sebagaimana halnya wuḍū`, siswa belum dapat membedakan antara sunnah dan rukun wuḍū`, dan tidak banyak siswa yang mengetahui tahapan-tahapan yang dilakukan saat mandi junub, namun begitu sebagian besar siswa telah memahami hal-hal yang mengharuskannya melakukan mandi junub serta menjauhi larangan-larangan dalam keadaan junub seperti berdiam diri di masjid dan melakukan ibadah mahdoh seperti shalat dan puasa. Secara keseluruhan, sebagian besar siswa yaitu sebanyak 68% telah memahami materi


(2)

Alifa Milayanti, 2014

Pengaruh Pemahaman Siswa tentang ahāraħ terhadap Pengamalannya pada Kehidupan Sehari Hari

Pengamalan yang dimiliki oleh siswa terhadap implementasi dari pemahaman yang dimiliki, memperoleh rata-rata sebesar 81. Dengan kategorisasi nilai yang didominasi oleh kategori baik yaitu sebesar 69%. Nilai terbesar ini didominasi oleh aspek hikmah ṭahāraħ yang mencakup kesadaran diri dalam menjaga kebersihan diri dan lingkungan khususnya sebelum melaksanakan suatu ibadah.

Pada aspek pengamalan Wuḍū`, hampir seluruh siswa mengamalkannya dengan baik, adapun dalam melakukan tata cara wuḍū`, masih terdapat beberapa siswa yang tidak memperhatikan batasan-batasan anggota wuḍū` saat melaksanakannya. Dan pada pelaksanaan mandi besar, sebagian kecil siswa yang dapat mengamalkan tata cara melakukannya dengan baik dan benar. Meskipun mereka melakukannya namun dalam urutan yang dilakukan masih banyak siswa yang belum mengamalkannya. Sedangkan dalam aspek tayammum sebagian besar siswa telah mengamalkannya dengan baik khususnya mengenai anggota tubuh yang diusap dalam melaksanakannya. Akan tetapi untuk syarat tayammum seperti melakukan tayammum dengan debu yang suci serta tidak memaksakan bagian anggota wuḍū` yang sedang sakit dan dilarang terkena air, masih banyak siswa yang belum dapat mengamalkannya dengan baik. Pengamalan ṭahāraħ, secara keseluruhan sebesar 82% siswa sudah cukup baik dalam mengamalkannya. Karena dalam menjalani kehidupan kita tidak akan pernah luput dalam hal ṭahāraħ.

Setelah mengetahui hasil pemahaman dan pengamalan mengenai ṭahāraħ yang dimiliki oleh setiap siswa lalu peneliti mencari seberapa besar hubungan dan tingkat pengaruh pemahaman terhadap pengamalan ṭahāraħ. Maka diperoleh hasil terdapat pengaruh yang positif antara pemahaman ṭahāraħ yang dimiliki siswa terhadap pengamalannya pada kehidupan sehari-hari. Besarnya hubungan antara kedua variabel tersebut sebesar 0,562 dengan kategori hubungan yang cukup kuat. Adapun besarnya kontribusi atau pengaruh pemahaman terhadap pengamalan ṭahāraħ siswa diperoleh angka sebesar 31,6 % dan sisanya sebesar 68,4% dipengaruhi oleh faktor lain, yang tidak dibahas dalam penelitian ini.


(3)

Alifa Milayanti, 2014

Pengaruh Pemahaman Siswa tentang ahāraħ terhadap Pengamalannya pada Kehidupan Sehari Hari

B.Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut :

1. Untuk Pembuat Kebijakan Kurikulum

Hasil penelitian tentang pengaruh pemahaman siswa tentang materi

ṭahāraħ terhadap pengamalannya pada kehidupan sehari–hari menggambarkan tingkat sejauhmana keterkaitan antara proses belajar dengan hasil belajar yang dimiliki. Dalam kebijakan pembuatan kurikulum khususnya dalam bidang pelajaran PAI sebaiknya dirancang dan disesuaikan dengan sebaik mungkin agar setiap siswa dapat memahami setiap muatan SK–KD yang telah ditentukan dan mensinergikan antara pemahaman dan implementasinya pada kehidupan.

2. Untuk UPI khususnya IPAI

Sebagai calon pendidik yang telah disiapkan untuk mengarungi dunia pendidikan khususnya bidang mata pelajaran PAI, sebaiknya mendalami pemahaman khususnya yang berkaitan dengan kurikulum mata pelajaran PAI. Karena guru merupakan pendidik yang menjadi faktor keberhasilan suatu pendidikan. Dan dikatakan berhasil apabila pendidikan tersebut dapat mengubah perilaku siswa dari tidak baik menjadi baik dan dapat mengimplementasikan segala yang telah dipahaminya yang ia dapatkan melalui proses pembelajaran khususnya di sekolah.

3. Untuk Peneliti Selanjutnya

Dianjurkan untuk peneliti selanjutnya yang berminat menyempurnakan penelitian ini sebaiknya dengan melakukan penelitian untuk mencari faktor– faktor lain diluar pemahaman yang dapat mempengaruhi pengamalan

ṭahāraħ. Karena memngingat pentingnya ṭahāraħ yang merupakan syarat diterimanya suatu ibadah.


(4)

Alifa Milayanti, 2014

Pengaruh Pemahaman Siswa tentang ahāraħ terhadap Pengamalannya pada Kehidupan Sehari – Hari

DAFTAR PUSTAKA

________. (2009). Al-Qur`ān dan Terjemahnya. Penerjemah: Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Qur`ān Revisi Terjemah oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur`ān Departemen Agama Republik Indonesia. Bandung: PT Sygma Examedia Arkanleema.

Abdullah . (2010). Fiqh Ibadah. Solo: Media Dzikir.

Angkowa, A. (2007). Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Arifin, M. (1996). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, S. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, S. (2012). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi 2). Jakarta: Bumi Aksara.

AshSiddieqy, H. (1988). Pedoman Shalat. Jakarta: PT. Bulan Bintang. Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azyumardi, A.dkk. (2002). Buku Teks Pendidikan Agama Islam pada Perguruan

Tinggi Umum. Jakarta: Departemen Agama RI.

Azzam, A. A. (2009). Fiqh Ibadah (Ṭahāraħ, Zakat, Puasa, dan Haji). Jakarta: Amzah.

Badudu, dan Zain. (1996). Kamum Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Baharuddin. (2009). Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Jakarta: Ar-Ruz Media.

Hasan, M. I. (2002). Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Idris, dan Marno. (2002). Strategi dan Metode Pengajaran. Jogjakarta: Ar-Ruz Media.

Majid, A. (2004). Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.


(5)

Alifa Milayanti, 2014

Pengaruh Pemahaman Siswa tentang ahāraħ terhadap Pengamalannya pada Kehidupan Sehari – Hari

Makmun, A. S. (2012). Psikologi Kependidikan Perangkat Pengajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mughniyah, M. J. (2010). Fiqh Lima Mazhab. Jakarta: Lentera.

Muhaimin. (2009). Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajawali Pers.

Muhaimin. (2011). Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan PAI. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Mustafa, Z. (2009). Mengurai Variabel Hingga Instrumentasi. Yogyakarta: Graha Ilmu

Noor, J. (2011). Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana Pernada Media Group. Pembelajaran, T. P. (2011). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.

Purwanto, M. N. (2008). Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Riduwan. (2011). Belajar Mudah Penelitian Bagi Guru - Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.

Riduwan. (2013). Dasar-Dasar Statistika. Bandung: Alfabeta. Rifa'i, M. (1978). Ilmu Fiqh Islam Lengkap. Semarang: Karya Toha.

Rifa'i, M. (2010). Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang: Karya Toha. Sabiq, S. (2010). Fiqh Sunnah. Jakarta: Darul Fath.

Salimi, A. A. (2008). Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Sudjana. (2003). Teknik Analisis Korelasi dan Regresi. Bandung: Tarsito.

Sudjana, N. (2009). Penilaian Proses Hasil Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, R & D). Bandung: Alfabeta.


(6)

Alifa Milayanti, 2014

Pengaruh Pemahaman Siswa tentang ahāraħ terhadap Pengamalannya pada Kehidupan Sehari – Hari

Sunarno. (1995). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Sunyoto, D. (2010). Uji Khi Kuadrat dan Regresi untuk Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Susetyo, B. (2012). Statistika untuk Analisis Data Penelitian. Bandung: Refika Aditama.

Syah, M. (2010). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Syukur, F. (2005). Teknologi Pendidikan. Semarang: Rasail

Tafsir, A. (2005). Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Tafsir, A. (2010). Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Taniredja, dan Mustafidah. (2012). Penelitian Kuantitatif (Sebuah Pengantar).

Bandung: Alfabeta

Wahib, M. d. (2010). Psikologi Pendidikan . Jakarta: PT. Rineka Cipta. Yulis, R. (2011). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Yusuf, T. (1995). Metodologi Pengajaran Agama Islam dan Bahasa Asing. Jakarta: PT. Raja Grafindo.