Perilaku Konsumsi yang Mempengaruhi Prod
Perilaku Konsumsi yang
Mempengaruhi Produk Dalam Negeri
Judul Artikel diatas mengingatkan kita akan pencanangan cinta
akan produk dalam negeri yang dalam beberapa dekade ini semakin
memudar dengan munculnya dominasi produk asing. Konsumsi di
Indonesia
termasuk
dalam
kategori
tertinggi
dibanding
negara
berkembang lainnya. Menjadi masalah ketika, produk dalam negeri yang
sudah menjadi program pemerintah untuk menyeimbangi kekuatan
produk asing lambat laun tereliminasi.
Indonesia seakan aman dan nyaman berada di tempatnya sendiri
ketika pengaruh globalisasi ekonomi mulai merambah kehidupan sosial
ekonomi sekarang ini. Mulai masuknya MEA akan memunculkan dilema
baru bagi tradisi indonesia yang selama ini mengandalkan ekonomi
kekeluargaan seperti yang terkandung dalam UUD 1945 pasal 33 ayat
1. Bisa saja MEA dapat diterima, tetapi yang menjadi diskusi adalah
bagaimana memaksimalkan produk dalam negeri sehingga tak merosot
saat bertarung melawan arus produk asing.
Berbicara masalah konsumsi yang menjadi dasar perhelatan MEA
tentu tidak akan terlepas dari apa yang disebut dengan produksi. Sejak
awal perkembangan masyarakat, sebenarnya produksi dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan sendiri. Seperti kita ketahui pada zaman manusia
purba kita mengenal dengan namanya meramu dan berburu. Namun
ketika barang yang diproduksi terasa berlebihan maka yang terjadi
adalah pertukaran atau lebih dikenal dengan sebutan Barter dan
berselang lama setelah manusia mengenal alat tukar, maka munculah
pasar seperti apa yang dikemukankan oleh Adam Smith ketika itu.
Kemudian yang
menjadi
keguncangan
adalah dikarenakan
fenomena Revolusi Industri yang pada akhirnya mengubah pola pikir
para produsen yang notabene barang diproduksi tidak hanya sebagai
alat “mencukupi” namun juga menciptakan pola “kebutuhan” pada
masyarakat. Ini merupakan sebuah upaya dari kapitalisme (para
produsen) untuk menguasai kehidupan.
Yang jadi pertanyaan kemudian adalah bagaimana kita dengan
segala lapisan masyarakat Indonesia memandang sebuah fenomena
konsumsi yang kian merajalela ? Pada dasarnya Marx, seorang tokoh
Sosiologi dan Ekonomi, lantang mengecam kapitalisme dengan
berbagai aksi eksploitasinya. Sehingga, tidak mengherankan bila Marx
mengatakan bahwa hasil produksi tidak secara langsung terkait dengan
kebutuhan masyarakat. Barang produksi adalah komoditas yang
mendahulukan nilai tukar daripada nilai guna. Dalam kondisi demikian,
masyarakat
merupakan
obyek
yang
didorong
produsen
untuk
mengkonsumsi. Masyarakat berada pada objek produksi, di mana
produsen mampu menciptakan kebutuhan masyarakat.
Produk konsumsi, merupakan simbol status dan kelas sosial
seseorang. Seperti contohnya adalah mengapa orang lebih suka
mengenakan sepatu bermerk “Adidas” dibandingkan dengan sepatu
“Bata”, yang pada dasarnya juga sama-sama sepatu yang berfungsi
sebagai alas kaki. Dalam hal ini konsumsi dibentuk oleh ide, simbol,
selera,
yang
kemudian
secara
tidak
langsung
maupun
tidak
menciptakan pembedaan dalam masyarakat. Dalam konsumsi, selera,
preferensi, gaya hidup, dan standar nilai ditentukan oleh kelas yang
lebih tinggi. Kelas atas bukan hanya unggul secara ekonomi politik,
namun juga budaya dengan menentukan dan melakukan hegemoni
dalam pola-pola konsumsi. Itulah mungkin sedikit gambaran kecil saya
dalam memandang fenomena konsumsi yang ada pada masyarakat
Indonesia pada umumnya
Pola perilaku masyarakat dipengaruhi oleh pola konsumsi dan juga
sebaliknya
Pernahkah kita memperhatikan orang kaya baru di daerah tempat
tinggal kita? Dan apa yang bisa kita lihat dari diri mereka, bagaimana
kemudian mereka berinteraksi dengan tetangga mereka setelah menjadi
orang kaya baru, dan simbol apa saja yang melekat pada dirinya,
apakah mobil atau perhiasan yang berjejeran di lengan orang tersebut?
Contoh tersebut adalah sebuah realita kecil di masyarakat bagaimana
kemudian sebuah pola perilaku masyarakat dipengaruhi oleh pola
konsumsi.
Mengkonsumsi
akan
membawa
dampak
berubahnya
konstruksi pada masyarakat dan menimbulkan budaya baru pada
masyarakat.
Dalam hal ini bisa dikatakan bahwa praktek konsumsi adalah
strategi dalam menciptakan dan membedakan status sosial. Penjelasan
lebih
lanjutnya
adalah
sebagai
berikut
ini.
Seorang
produsen
menawarkan sebuah produk yang kemudian kuantitas produksinya
terbatas atau sebuah produk yang dianggap memiliki kualitas terbaik
dan dengan imajinasi atas penilaian barang tersebut maka nilai lebihlah
yang kemudian muncul atau melekat dalam barang tersebut. Maka yang
timbul adalah hanya mereka yang memiliki uang lebih saja yang dapat
membelinya. Dan seketika itu pula sebenarnya imajinasi nilai lebih dari
barang tersebut juga terinternalisasi pada masyarakat umum. Sehingga
orang yang mengenakan produk tersebut merasa sebagai orang yang
memiliki nilai lebih atas orang lain, seperti contoh yang ada diatas
apabila orang ditawari sepatu bermerk Adidas dan Bata, maka mayoritas
dari mereka pasti akan memilih sepatu Adidas tersebut dikarenakan bagi
mereka sapatu tersebut memiliki nilai lebih. Dan secara tidak sadar
maka yang terjadi adalah perubahan pola perilaku pada masyarakat
yang dipengaruhi oleh pola konsumsi tersebut.
Sekarang ini adalah era Posmodern dimana manusia tidak lagi
mongkonsumsi
dikarenakan
untuk
mencukupi
kebutuhan
(need)
melainkan lebih kepada keinginan (want). Karena pada tatanan
masyarakat seperti ini (Posmodern) apa yang diutamakan adalah simbol
dan citra. Ditambah lagi dengan perkembangan kota atau urban yang
semakin cepat yang diwujudkan dalam bangunan mall, supermarket dan
lain sebagainya, akhirnya perilaku manusialah yang mempengaruhi pola
konsumsi. Sebagai contoh adalah seserang dengan kekayaan yang
mencukupi dan dia sendiri memiliki hobi mengkoleksi Vespa, dan sering
sekali dia memburu vespa keluaran lama hanya untuk memuaskan
hobinya tersebut, dan secara tidak langsung pola perilaku seperti itulah
yang sebenarnya bisa mempengaruhi konsumsi.
Sebab Konsumsi Tinggi di indonesia
Perilaku konsumtif merupakan suatu perilaku yang ditandai dengan
adanya kehidupan mewah dan berlebihan, penggunaan segala hal yang
dianggap paling mahal dan memberikan kepuasan dan kenyamanan
fisik.
Menurut Sumartono, tokoh masyarakat dari KADIN Solo, seseorang
yang konsumtif mempunyai karakteristik sebagai berikut
1. Membeli produk untuk menjaga status, penampilan dan gengsi.
2. Memakai sebuah produk karena adanya unsur konformitas
terhadap model yang mengiklankan produk tersebut.
3. Adanya penilaian bahwa dengan memakai atau membeli produk
dengan harga yang mahal akan menimbulkan rasa percaya diri.
4. Membeli produk dengan pertimbangan harga bukan karena anfaat
dan kegunaanya.
5. Membeli produk karena iming hadiah.
6. Mencoba produk sejenis dengan dua merk yang berbeda.
Mengatasi Budaya Konsumtif
Perilaku konsumtif ibarat candu, seorang yang kecanduan akan
terus melakukan hal yang sama hanya untuk memenuhi kepuasan
sendiri tanpa memikirkan akibatnya.
Berikut kiat yang dapat penulis berikan sebagai cara mengatasi
budaya konsumtif terlebih pada masyarakat Indonesia.
1. Membuat daftar belanja yang diinginkan dan dibutuhkan. Selama
ini, sebagian besar orang mengutamakan apa yang ia inginkan
tanpa memikirkan kebutuhan yang sebenarnya.
2. Jangan terlalu fanatik terhadap suatu barang atau suatu nama
perusahaan yang memproduksi
3. Sadari seberapa kemampuan ekonomi anda. Tiap orang pasti
berbeda dalam hal kemampuan ekonomi. Jika kemampuan
ekonomi anda masih menengah kebawah, sebaiknya kebutuhan
primer adalah target utama pemenuhan kebutuhan.
4. Berhemat. Hemat artinya membelanjakan uang hanya untuk
sesuatu yang sangat diperlukan menunjang kegiatan sehari-hari.
Jauhi sifat ingin mengetahui sesuatu yang lebih apa yang tidak
diperlukan
Masukan
a. Bagi pemerintah, pemerintah adalah panutan masyarakat, jika
pemerintah
meminta
menjalankannya
sesuatu
seharusnya
kepada
pemerintah
rakyat
pun
untuk
telah
melaksanakannya. Pemerintah harus sigap dalam mematenkan
produk-produk lokal sehingga tidak diklaim negara lain.
b. Bagi produsen lokal, hendaknya tidak mengacuhkan konsumen
dalam
negeri
dengan
cara
hanya
menjual
barang-barang
berkualitas rendah. Produsen lokal juga harus jeli melihat pasar,
jangan menetapkan harga yang tidak sesuai dengan mutu produk
yang dihasilkannya.
c. Bagi masyarakat, tiidak selayaknya masyarakat berpikiran bahwa
produk
dalam
negeri
kalah
saing
dengan
produk
impor.
Kebanggan menggunakan produk dalam negeri sekecil apapun itu
merupakan implementasi rasa cinta tanah air. Maka berbanggalah
ketika menggunakannya.
Mari kita mulai mencintai produk dalam negeri sekecil apapun itu karena
langkah –langkah kecil itulah yang nantinya akan menjadi langkah
besar.
Mempengaruhi Produk Dalam Negeri
Judul Artikel diatas mengingatkan kita akan pencanangan cinta
akan produk dalam negeri yang dalam beberapa dekade ini semakin
memudar dengan munculnya dominasi produk asing. Konsumsi di
Indonesia
termasuk
dalam
kategori
tertinggi
dibanding
negara
berkembang lainnya. Menjadi masalah ketika, produk dalam negeri yang
sudah menjadi program pemerintah untuk menyeimbangi kekuatan
produk asing lambat laun tereliminasi.
Indonesia seakan aman dan nyaman berada di tempatnya sendiri
ketika pengaruh globalisasi ekonomi mulai merambah kehidupan sosial
ekonomi sekarang ini. Mulai masuknya MEA akan memunculkan dilema
baru bagi tradisi indonesia yang selama ini mengandalkan ekonomi
kekeluargaan seperti yang terkandung dalam UUD 1945 pasal 33 ayat
1. Bisa saja MEA dapat diterima, tetapi yang menjadi diskusi adalah
bagaimana memaksimalkan produk dalam negeri sehingga tak merosot
saat bertarung melawan arus produk asing.
Berbicara masalah konsumsi yang menjadi dasar perhelatan MEA
tentu tidak akan terlepas dari apa yang disebut dengan produksi. Sejak
awal perkembangan masyarakat, sebenarnya produksi dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan sendiri. Seperti kita ketahui pada zaman manusia
purba kita mengenal dengan namanya meramu dan berburu. Namun
ketika barang yang diproduksi terasa berlebihan maka yang terjadi
adalah pertukaran atau lebih dikenal dengan sebutan Barter dan
berselang lama setelah manusia mengenal alat tukar, maka munculah
pasar seperti apa yang dikemukankan oleh Adam Smith ketika itu.
Kemudian yang
menjadi
keguncangan
adalah dikarenakan
fenomena Revolusi Industri yang pada akhirnya mengubah pola pikir
para produsen yang notabene barang diproduksi tidak hanya sebagai
alat “mencukupi” namun juga menciptakan pola “kebutuhan” pada
masyarakat. Ini merupakan sebuah upaya dari kapitalisme (para
produsen) untuk menguasai kehidupan.
Yang jadi pertanyaan kemudian adalah bagaimana kita dengan
segala lapisan masyarakat Indonesia memandang sebuah fenomena
konsumsi yang kian merajalela ? Pada dasarnya Marx, seorang tokoh
Sosiologi dan Ekonomi, lantang mengecam kapitalisme dengan
berbagai aksi eksploitasinya. Sehingga, tidak mengherankan bila Marx
mengatakan bahwa hasil produksi tidak secara langsung terkait dengan
kebutuhan masyarakat. Barang produksi adalah komoditas yang
mendahulukan nilai tukar daripada nilai guna. Dalam kondisi demikian,
masyarakat
merupakan
obyek
yang
didorong
produsen
untuk
mengkonsumsi. Masyarakat berada pada objek produksi, di mana
produsen mampu menciptakan kebutuhan masyarakat.
Produk konsumsi, merupakan simbol status dan kelas sosial
seseorang. Seperti contohnya adalah mengapa orang lebih suka
mengenakan sepatu bermerk “Adidas” dibandingkan dengan sepatu
“Bata”, yang pada dasarnya juga sama-sama sepatu yang berfungsi
sebagai alas kaki. Dalam hal ini konsumsi dibentuk oleh ide, simbol,
selera,
yang
kemudian
secara
tidak
langsung
maupun
tidak
menciptakan pembedaan dalam masyarakat. Dalam konsumsi, selera,
preferensi, gaya hidup, dan standar nilai ditentukan oleh kelas yang
lebih tinggi. Kelas atas bukan hanya unggul secara ekonomi politik,
namun juga budaya dengan menentukan dan melakukan hegemoni
dalam pola-pola konsumsi. Itulah mungkin sedikit gambaran kecil saya
dalam memandang fenomena konsumsi yang ada pada masyarakat
Indonesia pada umumnya
Pola perilaku masyarakat dipengaruhi oleh pola konsumsi dan juga
sebaliknya
Pernahkah kita memperhatikan orang kaya baru di daerah tempat
tinggal kita? Dan apa yang bisa kita lihat dari diri mereka, bagaimana
kemudian mereka berinteraksi dengan tetangga mereka setelah menjadi
orang kaya baru, dan simbol apa saja yang melekat pada dirinya,
apakah mobil atau perhiasan yang berjejeran di lengan orang tersebut?
Contoh tersebut adalah sebuah realita kecil di masyarakat bagaimana
kemudian sebuah pola perilaku masyarakat dipengaruhi oleh pola
konsumsi.
Mengkonsumsi
akan
membawa
dampak
berubahnya
konstruksi pada masyarakat dan menimbulkan budaya baru pada
masyarakat.
Dalam hal ini bisa dikatakan bahwa praktek konsumsi adalah
strategi dalam menciptakan dan membedakan status sosial. Penjelasan
lebih
lanjutnya
adalah
sebagai
berikut
ini.
Seorang
produsen
menawarkan sebuah produk yang kemudian kuantitas produksinya
terbatas atau sebuah produk yang dianggap memiliki kualitas terbaik
dan dengan imajinasi atas penilaian barang tersebut maka nilai lebihlah
yang kemudian muncul atau melekat dalam barang tersebut. Maka yang
timbul adalah hanya mereka yang memiliki uang lebih saja yang dapat
membelinya. Dan seketika itu pula sebenarnya imajinasi nilai lebih dari
barang tersebut juga terinternalisasi pada masyarakat umum. Sehingga
orang yang mengenakan produk tersebut merasa sebagai orang yang
memiliki nilai lebih atas orang lain, seperti contoh yang ada diatas
apabila orang ditawari sepatu bermerk Adidas dan Bata, maka mayoritas
dari mereka pasti akan memilih sepatu Adidas tersebut dikarenakan bagi
mereka sapatu tersebut memiliki nilai lebih. Dan secara tidak sadar
maka yang terjadi adalah perubahan pola perilaku pada masyarakat
yang dipengaruhi oleh pola konsumsi tersebut.
Sekarang ini adalah era Posmodern dimana manusia tidak lagi
mongkonsumsi
dikarenakan
untuk
mencukupi
kebutuhan
(need)
melainkan lebih kepada keinginan (want). Karena pada tatanan
masyarakat seperti ini (Posmodern) apa yang diutamakan adalah simbol
dan citra. Ditambah lagi dengan perkembangan kota atau urban yang
semakin cepat yang diwujudkan dalam bangunan mall, supermarket dan
lain sebagainya, akhirnya perilaku manusialah yang mempengaruhi pola
konsumsi. Sebagai contoh adalah seserang dengan kekayaan yang
mencukupi dan dia sendiri memiliki hobi mengkoleksi Vespa, dan sering
sekali dia memburu vespa keluaran lama hanya untuk memuaskan
hobinya tersebut, dan secara tidak langsung pola perilaku seperti itulah
yang sebenarnya bisa mempengaruhi konsumsi.
Sebab Konsumsi Tinggi di indonesia
Perilaku konsumtif merupakan suatu perilaku yang ditandai dengan
adanya kehidupan mewah dan berlebihan, penggunaan segala hal yang
dianggap paling mahal dan memberikan kepuasan dan kenyamanan
fisik.
Menurut Sumartono, tokoh masyarakat dari KADIN Solo, seseorang
yang konsumtif mempunyai karakteristik sebagai berikut
1. Membeli produk untuk menjaga status, penampilan dan gengsi.
2. Memakai sebuah produk karena adanya unsur konformitas
terhadap model yang mengiklankan produk tersebut.
3. Adanya penilaian bahwa dengan memakai atau membeli produk
dengan harga yang mahal akan menimbulkan rasa percaya diri.
4. Membeli produk dengan pertimbangan harga bukan karena anfaat
dan kegunaanya.
5. Membeli produk karena iming hadiah.
6. Mencoba produk sejenis dengan dua merk yang berbeda.
Mengatasi Budaya Konsumtif
Perilaku konsumtif ibarat candu, seorang yang kecanduan akan
terus melakukan hal yang sama hanya untuk memenuhi kepuasan
sendiri tanpa memikirkan akibatnya.
Berikut kiat yang dapat penulis berikan sebagai cara mengatasi
budaya konsumtif terlebih pada masyarakat Indonesia.
1. Membuat daftar belanja yang diinginkan dan dibutuhkan. Selama
ini, sebagian besar orang mengutamakan apa yang ia inginkan
tanpa memikirkan kebutuhan yang sebenarnya.
2. Jangan terlalu fanatik terhadap suatu barang atau suatu nama
perusahaan yang memproduksi
3. Sadari seberapa kemampuan ekonomi anda. Tiap orang pasti
berbeda dalam hal kemampuan ekonomi. Jika kemampuan
ekonomi anda masih menengah kebawah, sebaiknya kebutuhan
primer adalah target utama pemenuhan kebutuhan.
4. Berhemat. Hemat artinya membelanjakan uang hanya untuk
sesuatu yang sangat diperlukan menunjang kegiatan sehari-hari.
Jauhi sifat ingin mengetahui sesuatu yang lebih apa yang tidak
diperlukan
Masukan
a. Bagi pemerintah, pemerintah adalah panutan masyarakat, jika
pemerintah
meminta
menjalankannya
sesuatu
seharusnya
kepada
pemerintah
rakyat
pun
untuk
telah
melaksanakannya. Pemerintah harus sigap dalam mematenkan
produk-produk lokal sehingga tidak diklaim negara lain.
b. Bagi produsen lokal, hendaknya tidak mengacuhkan konsumen
dalam
negeri
dengan
cara
hanya
menjual
barang-barang
berkualitas rendah. Produsen lokal juga harus jeli melihat pasar,
jangan menetapkan harga yang tidak sesuai dengan mutu produk
yang dihasilkannya.
c. Bagi masyarakat, tiidak selayaknya masyarakat berpikiran bahwa
produk
dalam
negeri
kalah
saing
dengan
produk
impor.
Kebanggan menggunakan produk dalam negeri sekecil apapun itu
merupakan implementasi rasa cinta tanah air. Maka berbanggalah
ketika menggunakannya.
Mari kita mulai mencintai produk dalam negeri sekecil apapun itu karena
langkah –langkah kecil itulah yang nantinya akan menjadi langkah
besar.